You are on page 1of 11

Sumber: Tripitaka Taisho No. 666 [Sutra Paralel : No.

667]

大方等如來藏經
Mahavaipulya Tathagatagarbha Sutra
Diterjemahkan ke Bahasa Tionghoa oleh :
Tripitaka Master Buddhabhadra pada masa Dinasti Jin-Timur
Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh:
dJoni-Chingik

[0457a06] Demikianlah yang telah aku dengar:

[0457a06] Pada suatu ketika, Sang Buddha—yang telah mencapai KebuddhaanNya selama 10 tahun—
sedang menetap di Gunung Grdhrakuta di Rajagrha, aula Ratnacandra, kutagara Cendana, bersama
serombongan Maha-bhiksu sebanyak seratus ribu orang, bodhisatva-mahasatva sebanyak jumlah pasir
dari enam puluh sungai Gangga. Mereka telah mencapai kekuatan Virya (semangat kegigihan) yang
agung, telah memberi persembahan kepada sepuluh trilyun nayuta Buddha, dan mereka semua mampu
memutar roda Dharma yang tidak akan mundur lagi. Apabila ada makhluk yang mendengar nama
mereka maka para makhluk tersebut tidak akan mundur lagi dari jalan Kesempurnaan. Nama mereka
adalah: Bodhisatva Dharmamati, Bodhisatva Simhamati, Bodhisatva Vajramati, Bodhisatva Dantamati,
Bodhisatva Sumati, Bodhisatva Candraprabha, Bodhisatva Ratnacandra, Bodhisatva Purnacandra,
Bodhisatva Dhira, Bodhisatva Apramanadhira, Bodhisatva Anantadhira, Bodhisatva Traidhatukapuran,
Bodhisatva Avalokitesvara, Bodhisatva Mahasthamaprapta, Bodhisatva Gandhahastin, Bodhisatva
Gandhottama, Bodhisatva Gandhottamagriva, Bodhisatva Grivagarbha, Bodhisatva Suryagarbha,
Bodhisatva Ketumat, Bodhisatva Mahaketumat, Bodhisatva Vimalaketu, Bodhisatva Anantaprabha,
Bodhisatva Rasmipramukta, Bodhisatva Vimalaprabhasa, Bodhisatva Pramodyaraja, Bodhisatva
Nityapramudita, Bodhisatva Ratnapani, Bodhisatva Akasagarbha, Bodhisatva Vimuda, Bodhisatva
Sumeru, Bodhisatva Prabhasasriraja, Bodhisatva Dharanisvararaja, Bodhisatva Dharani, Bodhisatva
Sarvarogaprasamana, Bodhisatva Sarvaroganivartana, Bodhisatva Prasadacitta, Bodhisatva Pikiran Puas,
Bodhisatva Yang Selalu Puas, Bodhisatva Samantaprabha, Bodhisatva Candraprabha, Bodhisatva
Ratnamati, Bodhisatva Strivivarta, Bodhisatva Maha-meghasvara, Bodhisatva Nayaka, Bodhisatva
Amogha-darsin, Bodhisatva Sarvadharmaisvara, Bodhisatva Maitreya, Bodhisatva Manjusri. Demikianlah
para bodhisatva-mahasatva sebanyak jumlah pasir dari enam puluh sungai Gangga yang datang dari
Buddha-ksetra yang tak terhitung jumlahnya, beserta para dewa, naga, yaksa, gandharva, asura, garuda,
kinnara, dan mahoraga yang tak terhitung jumlahnya, mereka semua datang untuk menjunjung dan
memberikan persembahan.
[0457a28] Pada saat itu Sang Bhagava sedang bermeditasi di kutagara Cendana, Beliau
mempertunjukkan kekuatan gaibNya berupa [munculnya] bunga teratai seribu kelopak sebesar roda
kereta yang tak terhingga jumlahnya dengan bentuk dan aroma yang sempurna namun belum mekar. Di
dalam bunga-bunga tersebut terdapat Buddha-jelmaan yang terbang ke atas angkasa menutupi
seantero dunia seperti kanopi dari permata. Masing-masing dari bunga teratai selanjutnya
memancarkan cahaya yang tak batas, dan bunga-bunga tersebut bermekaran secara bersamaan.
Kemudian melalui kekuatan gaib Sang Buddha, bunga-bunga itu berubah menjadi layu dalam sekejap
mata. Sedangkan semua Buddha-jelmaan di dalam kelopak bunga tersebut duduk dalam posisi paryanka
(padmasana), dan mereka masing-masing memancarkan ratusan ribu berkas cahaya gemilang yang tak
terhitung, sehingga lokadhatu ini tampak indah dan istimewa. Semua peserta persamuan meluapkan
kegembiraannya dengan rasa takjub terhadap kejadian yang tak pernah terlihat sebelumnya. Kemudian
timbul pertanyaan dalam pikiran mereka, “Apa yang menyebabkan bunga-bunga indah yang tak
terhitung jumlahnya ini tiba-tiba berubah menjadi layu, kusam dan berbau tidak sedap serta terasa
sangat menjijikkan?”

[0457b08] Kemudian Sang Bhagava mengetahui kebimbangan para bodhisatva dalam persamuan, maka
Beliau berkata kepada Vajramati, “Putra bajik, jika ada hal yang meragukan di dalam Buddha-Dharma,
maka silahkan engkau bertanya dengan leluasa.”

[0457b10] Pada saat itu, Bodhisatva Vajramati mengetahui kebimbangan para peserta persamuan,
maka Ia berkata kepada Buddha, “Oh Bhagava, apa sebabnya di dalam bunga yang tak terhitung
jumlahnya terdapat Buddha-jelmaan, dan terbang ke atas angkasa menutupi seantero dunia, serta
dalam sekejap kemudian berubah menjadi layu? Masing-masing dari Buddha-jelmaan tersebut
memancarkan ratusan ribu berkas cahaya gemilang yang tak terhitung sehingga para peserta persamuan
yang menyaksikannya memberi hormat dengan sikap anjali.”

[0457b14] Kemudian Bodhisatva Vajramati mengucapkan gatha:

“Belum pernah Kusaksikan sebelumnya,


kekuatan gaib seperti yang terjadi hari ini,
munculnya penampakan Buddha sebanyak triliunan,
duduk di dalam kelopak bunga teratai,
masing-masing memancarkan berkas cahaya yang tak terhitung,
menaungi semua lokadhatu,
lalu para Nayaka yang terbebas dari noda,
membuat seisi dunia menjadi indah,
[namun] bunga teratai tersebut berubah menjadi layu dalam sekejap,
dan tidak ada yang tidak merasa jijik [melihatnya],
kini apa sebabnya,
muncul pertunjukan kekuatan gaib seperti ini?
aku telah bertemu dengan para Buddha sebanyak jumlah pasir sungai Gangga,
beserta kekuatan gaibNya yang tak terbatas,
namun tidak pernah Aku melihat sebagaimana yang terjadi sekarang ini,
semoga [Sang Bhagava] berkenan menjelaskannya.

[0457b23] Pada saat itu Sang Bhagava berkata kepada Bodhisatva Vajramati beserta para bodhisatva
lainnya, “Putra bajik, ada Sutra [bermakna] luas dan setara (mahavaipulya) yang dinamakan
Tathagatagarbha (gudang Tathagata) yang akan Aku babarkan, karena itulah Aku mempertunjukkan
fenomena istimewa ini. Dengarkanlah dengan seksama dan renungkanlah sebaik-baiknya.” Kemudian
para peserta persamuan menjawab, “Sadhu! dengan sukacita kami akan mendengarnya.”

[0457b25] Sang Buddha berkata, “Putra bajik, sebagaimana yang telah Aku jelmakan bunga teratai yang
tak terhitung jumlahnya, lalu berubah menjadi layu dalam sekejap, dan terdapat Buddha-jelmaan yang
tak terhitung di dalam bunga tersebut dengan wujud yang indah dan mulia, duduk dalam posisi
paryanka (teratai penuh), memancarkan cahaya yang maha gemilang, kemudian orang-orang yang
melihatnya merasa takjub atas kelangkaannya, dan tidak ada satu orang pun yang tidak memberi
hormat. Demikianlah putra bajik, dengan menggunakan mata-Buddha Aku mengamati bahwa di dalam
kekotoran batin semua makhluk hidup yaitu keserakahan, kebencian dan kebodohan batinnya terdapat
kebijaksanaan Tathagata, mata Tathagata, dan tubuh Tathagata yang duduk dalam posisi paryanka
dengan kokoh dan tak tergoyahkan. Putra bajik, meskipun semua makhluk hidup berada di berbagai
alam kehidupan, namun tubuhnya yang diliputi kekotoran batin memiliki Tathagatagarbha yang
selamanya tak tercemar dan memiliki wujud kualitas kebajikan yang lengkap sama seperti Aku tanpa
beda. Selanjutnya, wahai putra bajik, misalnya ada orang yang memiliki mata dewa, ia mengamati bunga
yang belum mekar dan menemukan di dalam bunga tersebut terdapat tubuh Tathagata yang duduk
dalam posisi paryanka, maka dengan menyingkirkan bunga yang layu, [tubuh Tathagata] pun menjadi
tersingkap. Demikianlah putra bajik, seorang Buddha setelah melihat Tathagatagarbha makhluk hidup,
maka Ia hendak menyingkapkannya [kepada para makhuk tersebut] dengan cara mengajarkan Dharma
demi mengikis kekotoran batin mereka agar hakikat Kebuddhaannya tersingkap. Putra bajik,
demikianlah [hukum] Dharma dari para Buddha. Apakah Buddha muncul di dunia atau tidak,
Tathagatagarbha dari semua makhluk hidup menetap selamanya tanpa berubah, namun karena tertutup
oleh kekotoran batin makhluk hidup tersebut maka Sang Tathagata muncul di dunia untuk
membabarkan Dharma secara luas demi mengikis debu noda batin mereka, dan memurnikan semua
pengetahuannya. Putra bajik, jika ada bodhisatva yang meyakini Dharma ini dengan rasa sukacita dan
berlatih dengan sungguh-sungguh, ia akan mencapai pembebasan, merealisasi pencerahan sempurna,
kemudian melakukan aktivitas Buddha secara luas kepada dunia ini.”

[0457c12] Pada saat itu Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat bunga yang berubah menjadi layu, bunga yang belum bermekaran,
Ia yang memiliki mata dewa dapat melihat tubuh Tathagata yang tak tercemar [di dalamnya].
Setelah menyingkirkan bunga layu, tertampaklah Sang Nayaka (guru pembimbing) yang tiada rintangan.
Demi mengikis kekotoran batin [para makhluk hidup], Yang Terunggul muncul di dunia ini.
Sang Buddha mengamati semua jenis makhluk hidup memiliki Tathagatagarbha.
[Namun ia] tertutup oleh noda batin yang tak terhingga, bagaikan dijerat oleh bunga yang kotor.
Demi mengikis kekotoran batin semua makhluk hidup,
Aku membabarkan Dharma sejati secara luas,
Agar mereka dapat segera merealisasi Kebuddhaan.
Aku telah mengamati dengan mata-Buddha, bahwa dalam tubuh semua makhluk hidup,
bersemayam Buddhagarbha yang tenteram.
Dengan mengajarkan Dharma agar ia dapat tersingkap.

[0457c23] Selanjutnya, oh putra bajik, ibarat madu murni di tebing pohon dikelilingi oleh lebah yang tak
terhitung untuk melindungi sarangnya. Kemudian ada satu orang dengan cara yang terampil
menyingkirkan lebah terlebih dahulu, lalu mengambil madu tersebut dan menyantapnya sesuai
kehendaknya atau memberikan manfaat kepada siapa saja yang dekat maupun yang jauh. Demikianlah
putra bajik, semua makhluk hidup memiliki Tathagatagarbha sama seperti halnya madu murni di atas
tebing pohon. Ia tertutup oleh berbagai kekotoran batin juga ibarat madu yang dijaga oleh sekumpulan
lebah. Aku telah mengamati sebagaimana adanya dengan mata-Buddha, dan dengan cara-cara yang
terampil Aku mengajarkan Dharma sesuai dengan kapasitasnya untuk mengikis noda batin mereka agar
dapat menyingkap pengetahuan Kebuddhaan mereka.

[0457c29] Pada saat itu Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat madu di tebing pohon, dikelilingi oleh lebah yang terhitung,


Ia yang terampil mengambilnya, menyingkirkan sekelompok lebah terlebih dahulu.
Tathagatagarbha para makhluk hidup, sama seperti madu di tebing pohon,
ia terbelenggu dan terjerat oleh noda batin, ibarat [madu yang] dijaga oleh sekelompok lebah.
Dengan cara terampil Aku mengajarkan Dharma sejati kepada para makhluk hidup,
untuk mengikis si lebah kekotoran batin, demi menyingkap Tathagatagarbha.
Dilengkapi kemampuan berbicara yang tak terintangi, Aku membabarkan Dharma ketanpa-matian,
agar semua makhluk hidup merealisasi pencerahan sempurna, [demikianlah] dengan belas kasih agung
[Aku] menolong semua makhluk hidup.

[0458a10] Selanjutnya, putra bajik, ibarat padi yang kulitnya belum terkelupas, orang miskin yang dungu
meremehkannya dengan berkata ia layak dibuang. [Padahal] dengan mengupasnya hingga bersih maka
ia dapat berguna [untuk dikonsumsi]. Demikianlah putra bajik, Aku menggunakan mata-Buddha
mengamati bahwa para makhluk hidup yang memiliki pengetahuan Tathagata yang tak terbatas karena
tertutup oleh kulit noda batin, maka dengan cara terampil Aku mengajarkan Dharma sesuai dengan
kapasitas mereka demi mengikis noda batin mereka dan memurnikan segala pengetahuan (Sarvajnana)
yang merupakan pencerahan paling lengkap dan sempurna di seantero dunia.

[0458a14] Pada saat itu Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat semua padi, sebelum kulitnya disingkirkan,


si miskin meremehkannya, ia mengatakan benda itu patut dibuang,
meski bagian luar tampak tidak berguna, bagian dalam sesungguhnya tidak rusak.
Setelah mengupas kulit padi, maka ia menjadi santapan kaum raja.
Aku mengamati semua jenis makhluk hidup, [di balik] noda batin mereka bersemayam Buddhagarbha.
Maka Aku membabarkan ajaran tentang pengikisan [noda batin], agar memperoleh pengetahuan
Sarvajnana.
Sebagaimana Aku memiliki hakikat Tathagata, begitu juga para makhluk hidup.
Mereka dibimbing untuk mencapai pemurnian, agar segera merealisasi pencerahan sempurna.

[0458a24] Selanjutnya, putra bajik, ibarat emas sejati yang terjatuh ke tempat kotor, terpendam selama
sekian tahun, namun tidak membuatnya rusak, dan tidak ada orang yang mengetahuinya. Kemudian ada
orang yang memiliki kemampuan mata dewa berkata kepada semua orang, “Di tempat kotor sini
terdapat harta karun emas sejati. Kalian dapat mengeluarkannya dan mempergunakannya sesuai
kehendak kalian.” Demikianlah, putra bajik, tempat kotor ibarat noda batin yang tak terhingga, dan
harta karun emas sejati ibarat Tathagatagarbha. Orang yang memiliki mata dewa merujuk kepada Sang
Tathagata. Oleh sebab itu [Aku], Sang Tathagata, membabarkan Dharma secara luas agar para makhluk
hidup dapat mengikis noda batin mereka, merealisasi pencerahan sempurna dan melakukan aktivitas
Buddha.

[0458b01] Pada saat itu, Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat emas di tempat yang kotor, terpendam tanpa ada yang tahu.
Orang yang memiliki mata dewa dapat melihatnya, lalu berkata kepada semua orang,
“Kalian jika dapat mengeluarkannya, maka cucilah hingga menjadi bersih,
lalu pergunakanlah sesuai kehendak kalian, dan semua kerabat akan bersukacita.”
Demikian juga mata yang dimiliki Sang Sugata, mengamati semua jenis makhluk hidup,
di dalam lumpur noda batin mereka, hakikat Tathagata-nya tidak pernah rusak,
[maka] Aku membabarkan Dharma sesuai dengan kapasitas mereka, agar dapat menuntaskan aktivitas
mereka, karena hakikat Kebuddhaannya tertutup oleh noda batin, [ia harus] segera dikikis agar menjadi
murni.

[0458b10] Selanjutnya, putra bajik, ibarat keluarga miskin yang memiliki gudang permata, namun
permata itu sendiri tidak dapat berkata, “aku ada di sini.” Maka mereka tidak mengetahuinya dan juga
tidak ada yang dapat memberitahu mereka untuk membuka gudang permata tersebut. Demikian juga
dengan semua makhluk hidup. Suatu pengetahuan Tathagata dengan kekuatan tak gentarnya, serta
gudang permata Dharma agung yang berada di dalam tubuhnya sendiri tidak mendengar dan
mengetahui, namun mereka terbelenggu di dalam lima nafsu keinginan, berputar di dalam siklus
samsara, mengalami penderitaan yang tak terhingga. Karena itu para Buddha muncul di dunia ini untuk
mengungkapkan gudang Dharma Tathagata yang berada di dalam tubuh [para makhluk hidup]. Dengan
menerima dan meyakininya [maka para makhluk hidup] dapat memurnikan semua jenis
pengetahuannya (sarvajnana), dan mengungkapkan Tathagatagarbha tersebut kepada para makhluk
hidup, menggunakan kemampuan berbicara tak terintanginya sebagai penderma agung. Demikianlah
putra bajik, dengan mata Buddha Aku mengamati bahwa semua makhluk hidup memiliki
Tathagatagarbha, oleh karena itu Aku membabarkan Dharma ini kepada para bodhisatva.

[0458b18] Pada saat itu, Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat keluarga miskin, rumahnya memiliki gudang permata,


sang tuan tidak mengetahuinya, sedangkan sang permata sendiri tidak dapat berbicara,
sekian tahun mereka terkungkung dalam ketidaktahuan, tidak ada orang yang dapat memberitahunya,
memiliki permata namun tidak mengetahuinya, maka selalu hidup menderita dalam kemiskinan.
Mata Buddha mengamati semua makhluk hidup, bahwa meski mereka berputar di dalam lima alam
kehidupan,
namun permata agung di tubuh mereka, selalu ada tanpa pernah berubah.
Demikianlah setelah mengamatinya, Buddha membabarkannya kepada para makhluk hidup,
Agar mereka memperoleh gudang permata kebijaksanaan, menjadi berkelimpahan dan memberi
manfaat kepada yang lain.
Jika meyakini ucapanKu, bahwa semua makhluk hidup memiliki Ratnagarbha (gudang permata),
Maka yakinilah dengan tekun dan praktiklah dengan cara terampil, agar segera merealisasi pencerahan
sempurna.

[0458b29] Selanjutnya, putra bajik, ibarat biji amalaka yang tidak rusak bagian dalamnya, jika
menanaminya ke dalam tanah, maka ia akan tumbuh menjadi raja pohon besar. Demikianlah putra bajik,
Aku mengamati semua makhluk hidup dengan mata-Buddha, bahwa permata Tathagatagarbha mereka
berada di tempurung kegelapan batin, bagaikan benih yang berada di dalam biji. Putra bajik,
Tathagatagarbha itu menyejukkan dan tidak panas. Ia adalah ketenangan mendalam dari nirvana yang
dihimpun oleh kebijaksanaan agung dengan nama Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha. Putra bajik,
demikianlah setelah [Aku], Sang Tathagata, mengamati para makhluk hidup, maka Aku menyingkapkan
makna ini demi memurnikan kebijaksanaan Buddha kepada para bodhisatva-mahasatva.

[0458c06] Pada saat itu, Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat buah amalaka, biji dalamnya tidak mengalami kerusakan,


ketika ditanami ke dalam tanah, pasti akan tumbuh menjadi raja pohon besar.
Dengan mata-anasrava Tathagata, Aku mengamati semua makhluk hidup,
bahwa Tathagatagarbha di dalam tubuh mereka, ibarat biji yang berada di dalam buah.
[begitu juga] kegelapan batin telah menutupi Buddhagarbha, kalian hendaknya memahaminya dengan
keyakinan,
bahwa Ia dilengkapi kebijaksanaan samadhi, tiada yang dapat menghancurkannya.
Karena itulah Aku membabarkan Dharma, untuk menyingkap Tathagatagarbha,
agar segera merealisasi pencerahan sempurna, ibarat buah yang tumbuh menjadi raja pohon.

[0458c15] Selanjutnya, putra bajik, misalnya ada orang yang membawa patung dari emas, ia melakukan
perjalanan ke negara lain melewati jalan yang berbahaya. Karena takut dirampok, maka ia membungkus
emasnya dengan benda rongsokan agar tidak ada yang dapat mengenalinya. Namun orang ini tiba-tiba
meninggal dalam perjalanan, sehingga patung emas itu telantar di jalan belantara. Orang-orang yang
lewat di situ menginjaknya dan mengatakan itu benda kotor. Sedangkan ada orang yang memiliki
kemampuan mata dewa menemukan bahwa di dalam benda rongsokan itu terdapat patung emas.
Setelah mengeluarkannya, semua orang turut memberi hormat kepada patung tersebut. Demikianlah,
putra bajik, Aku mengamati para makhluk hidup dengan berbagai kekotoran batinnya sepanjang malam
berputar di dalam siklus samsara yang tak terhingga, mereka memiliki Tathagatagarbha yang
menakjubkan dengan kokoh dan murni di dalam tubuh mereka, tiada berbeda dengan Aku. Karena
itulah Buddha membabarkan Dharma kepada para makhluk hidup untuk mengikis habis kekotoran batin
mereka dan memurnikan kebijaksanaan Tathagata mereka, dan melalui transformasi ini kemudian
mereka dapat memberi bimbingan kepada semua makhluk hidup di dunia.

[0458c23] Pada saat itu Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat seorang pembawa patung emas, menuju ke negara lain,


Ia membungkusnya dengan benda rongsokan, lalu telantar di belantara,
seorang berkemampuan mata dewa menemukannya, dan memberitahu semua orang,
setelah yang kotor dibuang dan tampaklah patung sejati, semua orang pun bersuka cita.
Begitu juga dengan mata BuddhaKu, mengamati berbagai jenis makhluk hidup,
terbelenggu oleh karma buruk dan kekotoran batin, menderita dalam siklus samsara.
Aku juga melihat para makhluk hidup, di dalam debu kegelapan batin mereka,
terdapat hakikat Tathagata yang tak tergoyahkan, tiada yang dapat menghancurkannya,
demikianlah yang dilihat oleh Buddha, maka membabarkannya kepada para bodhisatva,
bahwa berbagai karma buruk dan kekotoran batin, telah menutupi tubuh terunggul.
Giatlah mengikis dan membersihkannya, agar muncul kebijaksanaan Tathagata,
hingga para manusia, dewa, naga, dan makhluk supranatural, semuanya memberikan hormatnya.

[0459a07] Selanjutnya, putra bajik, misalnya ada seorang wanita miskin yang berparas buruk, ia dibenci
oleh banyak orang. Sementara itu ia sedang mengandung seorang putra unggul yang akan menjadi raja
yang menguasai empat benua. Ia sendiri tidak mengetahuinya, dan seiring berjalannya waktu ia kerap
berpikir akan melahirkan anak yang berstatus rendah juga. Demikianlah putra bajik, Sang Tathagata
mengamati semua makhluk hidup yang berputar di dalam siklus samsara mengalami berbagai racun
penderitaan, bahwa di dalam tubuh mereka terdapat permata Tathagatagarbha, ibarat wanita yang
tidak menyadarinya tersebut. Itulah sebabnya Sang Tathagata membabarkan Dharma dengan berkata,
“Putra bajik, janganlah meremehkan diri sendiri, dalam tubuh kalian sendiri terdapat hakikat
Kebuddhaan. Jika berusaha dengan tekun dan semangat untuk mengikis semua kesalahan, maka akan
mendapatkan ramalan [pencapaian] gelar bodhisatva dan Buddha, kemudian dapat membimbing dan
menolong makhluk hidup yang tak terhingga.”

[0459a14] Pada saat itu Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat wanita miskin, memiliki paras yang sangat buruk,


ia mengandung seorang anak yang unggul, yang akan menjadi raja Cakravartin,
memiliki tujuh permata dan berbagai kualitas kebajikan, sang raja yang menguasai empat dunia,
namun sang wanita tidak menyadarinya, pikirannya kerap merasa berstatus rendah,
Aku mengamati semua makhluk hidup, penderitaan mereka juga demikian,
dalam tubuh mereka mengandung Tathagatagarbha, namun diri sendiri tidak menyadarinya.
Karena itu Aku memberitahu kepada bodhisatva, janganlah merendahkan diri sendiri,
tubuh kalian memiliki Tathagatagarbha, dan selalu ada pengetahuan untuk menyelamatkan dunia,
Jika tekun dan semangat berlatih, tidak lama akan menduduki bodhimandala,
merealiasi pencerahan lengkap dan sempurna, menyelamatkan makhluk hidup yang tak terhingga.

[0459a26] Selanjutnya putra bajik, misalnya seorang ahli cor yang mengecor patung dari emas, setelah
selesai cor ia membalikkannya dan meletakkannya ke lantai. Meskipun bagian luarnya hitam gosong,
namun bagian dalam patung tidak berubah. Setelah pencetakannya dibuka, patung berwarna emas
tersebut tampak bersinar cemerlang. Demikianlah putra bajik, Sang Tathagata mengamati semua
makhluk hidup memiliki Buddhagarbha di dalam tubuh mereka yang dilengkapi dengan berbagai ciri fisik
[unggul]. Setelah mengamati demikian, maka Aku membabarkannya secara luas agar para makhluk
hidup dapat memperoleh keteduhan dengan cara menghancurkan kekotoran batin dengan palu
kebijaksanaan intan agar dapat menyingkap tubuh Buddha yang murni seperti halnya mengeluarkan
patung emas .

[0459b02] Pada saat itu Sang Bhagava mengucapkan gatha:

Ibarat sang ahli pengecoran, [mengecor] tak terhitung patung emas murni,
orang dungu yang memperhatikan bagian luar, hanya melihat abu hitam gosong,
sang pengecor menunggu sampai dingin, lalu membuka pencetakannya,
setelah menyingkirkan kotoran-kotorannya, tertampaklah wujudnya yang bagus.
Aku mengamati dengan mata Buddha, bahwa para makhluk hidup juga demikian,
di dalam lumpur kekotoran batin mereka, terdapat hakikat Tathagata.
Dengan memberikan kebijaksanaan intan, mengetok pencetakan kekotoran batin hingga hancur,
untuk menyingkap Tathagatagarbha, laksana munculnya emas sejati.
Sebagaimana Aku telah mengamati, dan menyampaikannya kepada para bodhisatva,
kalian hendaknya menerimanya dengan baik, demi mentransformasi para makhluk hidup.

[0459b13] Pada saat itu, Sang Bhagava berkata kepada Bodhisatva-mahasatva Vajramati, “Baik bagi
mereka yang meninggalkan rumah tangga maupun perumah tangga, putra dan putri bajik yang
menerima, membaca, melantunkan, menyalin, memberi persembahan, dan membabarkan Sutra
Tathagatagarbha kepada semua orang, maka jumlah pahala kebajikan mereka sungguh tidak dapat
terukur. Vajramati, jika ada bodhisatva yang demi [mempraktikkan] jalan Buddha, dengan tekun dan
semangat melatih kekuatan supranatural, memasuki berbagai samadhi untuk menanam akar kebajikan,
serta memberi persembahan kepada para Buddha masa sekarang sebanyak lebih dari jumlah pasir
sungai Gangga, dan membangun gedung dari tujuh jenis permata setinggi sepuluh yojana dengan
masing-masing memiliki luas sama sisi sebesar satu yojana, lalu mendekorasinya dengan ranjang dari
tujuh permata yang dilapisi kain surgawi. Setiap satu hari dibangun gedung dari permata sebanyak lebih
dari jumlah pasir sungai Gangga kepada masing-masing Buddha yang digunakan sebagai bahan
persembahan kepada setiap Tathagata, para Bodhisatva serta perkumpulan besar siswa Sravaka.
Melalui aktivitas ini dilakukan secara luas kepada semua Buddha masa sekarang yang jumlahnya
melampaui pasir sungai Gangga, dan demikian seterusnya dilakukan secara berurutan hingga gedung
dari berbagai permata yang dibangun tersebut mencapai lebih dari lima puluh kali jumlah pasir sungai
Gangga dan mempersembahkannya kepada para Buddha, bodhisatva dan perkumpulan siswa Sravaka
masa sekarang yang jumlahnya lebih dari lima puluh kali jumlah pasir sungai Gangga hingga selama
milyaran kalpa yang tak terhitung. Vajramati, itu tidaklah sebanding dengan orang yang bersuka cita
pada [jalan] bodhi dengan menerima, melaksanakan, membaca, menyalin dan memberi persembahan
bahkan hanya sebanyak satu perumpamaan pada Sutra Tathagatagarbha. Vajramati, meskipun putra
bajik tersebut telah menanam akar kebajikan yang tak terhingga di hadapan para Buddha, hal itu masih
tidak sebanding dengan seper seratus bagian atau seper seribu bagian dari pahala kebajikan yang
diperoleh oleh putra dan putri bajik, bahkan tidak dapat dibandingkan dengan perumpamaan
matematis.”

Pada saat itu, Sang Bhagava menjelaskan kembali dengan gatha:

Jika seseorang yang mencari [jalan] Bodhi, mendengar dan menerima Sutra ini,
kemudian menyalin dan memberikan persembahan, bahkan hingga satu bait,
terhadap Tathagatagarbha yang menakjubkan, dan bersuka cita dalam sekejap saja,
maka bagi yang mendengar ajaran sejati ini, akan memperoleh pahala kebajikan yang tak terhingga.
Jika seseorang yang mencari [jalan] Bodhi, berlandaskan pada kekuatan maha supranaturalnya,
hendak memberi persembahan kepada Buddha di sepuluh penjuru, serta bodhisatva dan perkumpulan
Sravaka,
yang melampaui jumlah pasir sungai Gangga, selama milyaran tahun yang tak terbayangkan,
dengan membuatkan gedung permata indah, kepada masing-masing para Buddha,
yang tingginya sepuluh yojana, dan luas empat puluh li,
juga mendanakan singgasana dari tujuh permata, dengan berbagai hiasan menakjubkan,
dan melapisinya dengan kain surgawi, yang tampak unik dan beda di setiap singgasananya,
Sebanyak lebih dari jumlah pasir sungai Gangga, untuk dipersembahkan kepada Buddha dan Sangha,
dan dari semua persembahan ini, dilakukan tanpa jeda selama siang dan malam,
hingga selama milyaran kalpa, demikianlah pahala kebajikan yang diperoleh.
Orang bijak yang mendengar Sutra ini, dan sanggup melaksanakannya bahkan hanya satu perumpamaan,
serta menjelaskannya kepada orang lain, maka pahala kebajikannya melampaui ini,
bahkan tidak sebanding dengan perhitungan matematis dan perumpamaan.
Makhluk hidup yang bertumpu padanya, akan segera merealisasi pencerahan sempurna.
Bodhisatva yang merenungkan dengan seksama, tentang Tathagatagarbha yang mendalam,
tahu ia ada pada semua makhluk hidup, akan segera merealisasi pencerahan sempurna.

[0459c22] Selanjutnya Sang Bhagava berkata kepada Bodhisatva Vajramati, “Jauh di masa asamkhyeya
kalpa lalu yang tak terbayangkan, tak terbatas, dan tak terhingga, dan selanjutnya melampaui jumlah
masa tersebut lagi, pada saat itu terdapat seorang Buddha bernama Tathagata Sada-
rasmipramocakaraja, Arahant, Samyaksambuddha, yang sempurna dalam pengetahuan sejati dan
perilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal segenap dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang
yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, Yang tercerahkan, Yang Suci. Vajramati, mengapa
namaNya disebut Sada-rasmipramocakaraja (sang raja yang selalu memancarkan cahaya gemilang) ?
Pada saat Buddha tersebut masih mempraktikkan jalan bodhisatva, ketika kesadaranNya memasuki
rahim ibuNya, Beliau selalu memancarkan cahaya gemilang yang bersinar sejauh jumlah debu dari seribu
Buddha lokadhatu di sepuluh penjuru semesta. Jika ada makhluk hidup yang melihat cahaya tersebut
maka mereka semua menjadi bersuka cita, kekotoran batinnya menjadi padam, keindahan dan
kekuatannya terlengkapi, mereka akan mencapai kebijaksanaan perenungan, serta memperoleh
kemampuan berbicara tak terintangi. Jika para makhluk dari alam neraka, hantu kelaparan, binatang,
Yamaraja, dan Asura melihat cahaya tersebut, maka mereka akan terbebas dari alam buruk dan terlahir
di alam manusia dan surga. Jika para dewa dan manusia melihat cahaya tersebut, maka mereka tidak
akan mundur lagi dari jalan pencerahan sempurna, dan memiliki lima jenis kekuatan batin. Jika mereka
yang tidak mundur lagi [dari jalan pencerahan sempurna] akan mencapai anutpattika-dharma-ksanti,
dan lima puluh kualitas avarta-dharani. Vajramati, negeri yang terpapar oleh cahaya gemilang tersebut
akan menjadi tampak indah dan murni bagaikan permata vaidurya surgawi, tali temalinya yang terbuat
dari emas sebagai perbatasan dari delapan jalan. Berbagai jenis pohon permata yang rindang
mengeluarkan aroma yang harum semerbak. Saat tertiup angin lembut akan memancarkan suara yang
menakjubkan dengan menyiarkan kualitas dari bodhisatva Sangha, yaitu lima indriya, lima kekuatan,
tuju faktor pencerahan agung, jalan mulia beruas delapan, samadhi, dan pembebasan. Semua makhluk
hidup yang mendengarnya akan mengalami rasa suka cita terhadap Dharma. Rasa suka cita dari
keyakinannya yang kokoh selamanya akan membebaskannya dari alam buruk. Vajramati, berkat
paparan cahaya gemilang tersebut maka semua makhluk di sepuluh penjuru lokadhatu selama enam
sesi waktu siang dan malam merangkapkan tangan memberi hormat. Vajramati, bodhisatva tersebut
mulai dari berdiam di dalam rahim hingga mencapai Kebuddhaan, dan memasuki Parinirvana tanpa sisa
selalu memancarkan cahaya gemilang. Setelah memasuki Parinirvana, relik stupaNya pun selalu
memancarkan cahaya gemilang. Dari sebab dan kondisi inilah maka para dewa dan manusia
menyebutNya dengan nama Sada-rasmipramocakaraja (sang raja yang selalu memancarkan cahaya
gemilang).

[0460a13] “Vajramati, pada saat awal Sang Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha Sada-
rasmipramocakaraja mencapai pencerahan sempurna, di dalam masa DharmaNya terdapat seorang
bodhisatva bernama Anantaprabha bersama kelompoknya sebanyak dua milyar bodhisatva. Bodhisatva-
mahasatva Anantaprabha pada saat itu menanyakan Sutra Tathagatagarbha di hadapan Buddha
tersebut. Sang Buddha lalu membabarkannya [hanya] dalam satu sesi duduk selama lima puluh maha
kalpa demi memberi perhatian dan menjaga para bodhisatva. Suara pembabaranNya menjangkau
sampai ke beribu-ribu lokasi Buddha-ksetra yang banyaknya bagaikan jumlah debu di sepuluh Buddha
lokadhatu. Beliau menjelaskan Sutra Mahayana Tathagatagarbha dengan menggunakan tak terhitung
sebab dan kondisi serta ratusan ribu perumpamaan kepada para bodhisatva yang tak terhitung
jumlahnya. Setelah para bodhisatva mendengarkan Sutra tersebut, mereka mempraktikannya dengan
cara melaksanakan, melantunkan dan melafalkannya sesuai dengan apa yang dibabarkan, dan mereka
semua telah mencapai Kebuddhaan, terkecuali empat bodhisatva. Vajramati, janganlah engkau memiliki
pandangan lain, Bodhisatva Anantaprabha bukanlah orang yang berbeda, dia adalah Aku sendiri.
Sedangkan empat bodhisatva yang belum mencapai Kebuddhaan [pada saat itu] adalah Manjusri,
Avalokitesvara, Mahasthamaprapta, dan engkau, Vajramati. Wahai Vajramati, Sutra Tathagatagarbha
dapat memberi manfaat yang besar. Jika ada yang mendengarkannya maka akan mencapai Kebuddhaan.

[0460a25] Kemudian Sang Bhagava mengulangnya dengan mengucapkan gatha:

Pada masa tak terhitung kalpa yang lalu, ada Buddha bernama Sada-rasmipramocakaraja,
Beliau selalu memancarkan cahaya gemilang, menyinari tak terhitung lokadhatu.
Pada saat awal Buddha tersebut mencapai Kebuddhaan, Bodhisatva Anantaprabha menanyakan Sutra
ini.
Sang Buddha lalu membabarkannya. Mereka yang bertemu dengan [ajaran ini] adalah yang terunggul.
Dan setelah mendengarkannya, mereka pun telah mencapai Kebuddhaan.
Terkecuali empat bodhisatva, yaitu Manjusri, Avalokitesvara, Mahasthamaprapta, dan Vajramati.
Keempat bodhisatva tersebut telah mendengarkan ajaran ini.
Di antara mereka, Vajramati adalah putra yang terunggul dalam kekuatan supranatural, dan saat itu
bernama Anantaprabha, demikianlah ia telah pernah mendengarkan Sutra ini.
Pada saat Aku mencari jalan pencerahan, di masa Buddha Simhadvhaja,
Aku juga telah pernah menerima Sutra ini, dan mempraktikannya sesuai dengan apa yang
dibabarkannya.
Karena akar kebajikan ini, Aku dengan cepat mencapai Kebuddhaan.
Oleh sebab itu wahai para bodhisatva, laksanakan dan babarkanlah Sutra ini,
bagi yang mendengarkannya dan mempraktikkannya akan mencapai Kebuddhaan sama seperti Aku
sekarang.
Jika ada yang melaksanakan ajaran Sutra ini, berilah hormat bagaikan menghormati Sang Bhagava.
Jika ada yang memperoleh Sutra ini, ia disebut sebagai pemilik Buddha Dharma.
Maka ia menjadi pelindung dunia yang dipuji oleh para Buddha.
Jika ada yang melaksanakan ajaran Sutra ini, maka ia disebut raja Dharma,
Ia menjadi mata bagi dunia, dan selayaknya dipuji bagaikan Sang Bhagava.

[0460b18] Pada saat itu, setelah Sang Bhagava selesai membabarkan Sutra ini, Vajramati dan para
bodhisatva, serta keempat kelompok persamuan, dewa, manusia, gandharva, asura, dan lain-lainnya
yang mendengarkan pembabaran dari Sang Buddha merasa bersuka cita dan melaksanakannya.

You might also like