Professional Documents
Culture Documents
OLEH
Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas Berkat-Nya saya mampu menyeselsaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu
dalam rangka memenuhi tugas sebagai seorang mahasiswa pada program Pasca
sebuah makalah dengan judul “Nilai Etika Dalam Canakya Nitisastra dan
Sarascamuscaya”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
rekan-rekan. Akhir kata, Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata penulis ucapakan
terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
aspek kehidupan. Secara garis besar weda di bagi menjadi dua yakni weda Sruti dan
Semerti. Sruti adalah weda yang diturunkan langsung oleh Tuhan dalam bentuk
wahyu yang diterima oleh para Maha Rsi yang kemudian dihimpun menjadi empat
bagian utama yang disebut Catur Weda Samhita yakni Reg weda samhita, Sama
weda samhita, yajur weda samhita dan Atharwa weda samhita. Semerti adalah weda
yang dihimpun kembali oleh para maha Rsi berdasarkan ingatan yang kemudian
dikelompokan kedalam dua kelompok besar yakni Wedangga dan Upaweda, kedua
kelomok besar weda Semerti ini kemudian dibagi lagi menjadi bagian-bagian kecil
yang membahas lebih spesifik terkait hal tertentu misalnya seperti kitab Canakya
Ninitisastra dan Sarascamuscaya yang banyak membahas tentang ajaran susila atau
etika dalam kehidupan.
Canakya Nitisastra dan Sarascamuscaya merupakan pustaka suci yang banyak
membahas tentang ajaran moralitas dan etika dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari. Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini ditengah perkembangan zaman dan
pesatnya perkembangan teknologi, semakin menjauhkan masyarakat khususnya umat
Hindu terhadap susastra-susastra suci. Akibatnya, terjadi degradasi karakter terutama
pada generasi penerus yang sangat minim memperoleh pendidikan karakter sesuai
ajaran agama yang termuat dalam susastra-susastra suci seperti kitab Canakya
Nitisastra, Sarascamuscaya dan lainnya. Hal ini menjadi permasalahan yang tidak
banyak disadari oleh masyarakat sehingga tidak ada upaya yang dilakukan untuk
menginternalisasikan pemahaman susastra suci Hindu untuk menanamkan karakter
yang baik kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, pada tulisan ini akan di uraikan
terkait “Nilai Etika Dalam Canakya Nitisastra dan Sarascamuscaya” sehingga dapat
memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai nilai etika yang ada dalam
susastra suci Canakya Nitisastra dan Sarascamuscaya.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari etika dan moralitas?
2. Niai etika apa saja yang terkandung dalam Susastra Suci Canakya Nitisastra?
3. Nilai etika apa saja yang terkandung dalam Susastra Suci Sarascamuscaya?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi etika dan moralitas
2. Untuk mengetahui nilai etika yang terkandung dalam Susastra Suci Canakya
Nitisastra.
3. Untuk mengetahui nilai etika yang terkandung dalam Susastra Suci
Sarascamuscaya
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap generasi
muda terkait nilai etika yang terkandung dalam susastra suci Canakya Nitisastra dan
karater dalam pola prilaku kehidupan sehari-hari sebagai generasi penerus bangsa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral(akhlak).
b. Kumpulan asas atau nialai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau
masyarakat.
Dengan urutan yang dibalik, penertian etika itu masih tetap dibedakan dalam tiga
makna( Bertens K.,2004):
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam hal
ini etika dirumuskan sebagai system nilai yang bisa berfungsi baik dalam
kehidupan manusia perseorangan maupun pada tarap sosial.
b. Kumpulan asas atau nilai moral, dalam hal ini sebagai kode etik.
c. Ilmu tentang yang baik dan buruk. Di sini diartikan sebagai filsafat moral.
4
2.1 Nilai Etika Dalam Canakya Niti Sastra
Chanakya Niti Sastra adalah sebuah karya sastra kuno yang diatributkan
kepada Chanakya, seorang cendekiawan, filsuf, dan ekonom India kuno yang dikenal
sebagai penasihat utama Chandragupta Maurya, pendiri Kekaisaran Maurya. Kitab ini
merupakan kumpulan aforisme dan nasihat etika yang melibatkan berbagai aspek
kehidupan, termasuk politik, etika, kebijaksanaan, dan manajemen. Isi kitab ini sangat
beragam, dan berfokus pada ide-ide kebijaksanaan yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Beberapa tema yang sering diangkat termasuk tata
pemerintahan yang baik, etika dalam berperilaku, strategi politik, dan manajemen
sumber daya. Chanakya Niti Sastra juga menyediakan pandangan tentang keadilan,
kebenaran, dan kebijaksanaan dalam konteks kehidupan sosial.
Selain sebagai ilmu politik, sesungguhnya Niti Sastra lebih banyak
mengajarkan ilmu pengetahuan tentang etika, moralitas serta budi pekerti, tata
pergaulan hidup dengan semua makhluk dan bagaimana memusatkan perhatian atau
pelayanan dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini boleh jadi karena
Maharesi Canakya disamping menulis buku Niti Sastra yang berisi ajaran tentang
etika dan moralitas, juga menulis buku Artha Sastra yang berisi ajaran mengenai ilmu
politik dan pemerintahan. Dalam kamus pun Niti Sastra lebih didahulukan
pengertiannya sebagai ilmu etika, moralitas dan sopan santun, meski pada akhirnya
diartikan juga sebagai ilmu politik. Niti Sastra dengan kata Niti memang berarti to
lead, memimpin, membimbing, mendidik orang bagaimana bergaul dan bertindak
serta bagaimana mengembangkan cinta kasih dan bhakti kepada Tuhan. Dalam hal ini
orang dibimbing kearah kebaikan, kejalan terang, kearah cinta bhakti kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Canakya Niti Sastra banyak mengajarkan ilmu pengetahuan tentang
etika dan moralias, serta budi pekerti, tata cara pergaulan setiap hari, dengan sesama
makhluk, sesama umat mnanusia dan bagaimana memusatkan perhatian, memusatkan
pelayanan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Darmayasa, 1995). Berikut adalah
beberapa kutipan seloka dalam Canakya Niti Sastra yang berkaitan dengan etika
berprilaku;
5
Canakya Niti Sastra Bab 2 Seloka 1
Artinya:
te putrā ye pitur-bhaktāh
sa pitā yastu pasakah
tan mirtam yatra visvasah
sā bhāryā yatra nirvrtih
Artinya:
Yang disebut putra adalah mereka yang bhakti kepada bapak. Yang disebut bapak
adalah dia yang menanggung/memelihara anak-anaknya. Yang disebut teman adalah
dia yang memiliki rasa percaya dan bisa dipercaya, dan seorang istri adalah dia yang
selalu memberikan kebahagiaan.
Dalam seloka ini mengatakan bahwa perilaku yang baik seorang anak adalah
ia yang berbhakti kepada orang tua, perilaku baik seorang bapak adalah ia yang
bertanggungjawab terhadap keluarga, istri yang baik adalah ia yang memberikan
6
kebahagiaan dan teman yang baik adalah ia yang bisa dipercaya. Selanjutnya
disebutkan bahwa betapa buruknya seseorang yang suka menjelakan orang lain.
Artinya:
arthanāsam manastāpam
grhe duscaritāni ca
vañcanam cāpamanam ca
matiman na prakāśayet
Artinya;
Orang yang bijaksana hendaknya tidak mengatakan kepada orang lain tentang
kehancuran harta bendanya, tentang kesedihan pikirannya, tentang kelakuan istrinya
yang jelek, tentang penipuan yang dilakukan oleh orang lain kepada dirinya, atau
kalau ada orang yang membuatnya malu.
7
Canakya Niti Sastra Bab 9 seloka 2
parasparasya marmani
ye bhāyante narādhamāh
ta eva vilayam yānti
valmīkodara sarpwsavat
Artinya:
adhamā dhanamicchanti
dhanam manam ca madhyamāh
uttamā mānamicchanti
māno hi mahatām dhanam
Artinya:
8
Selanjutnya pada bab 9 seloka 1 dijelaskan bahwa jika ingin mendapatkan
kebahagiaan maka berprilakulah dengan sifat kebaikan seperti suka mengampuni,
menjaga kesucian dan lainnya.
muktimichasi cettāsa
visayam visavattyaja
ksamārjavam dayām saucam
satvam piyāsaavat piva
Artinya:
Wahai saudara tercinta kalau menginginkan moksa atau pembebasan dari roda
kelahiran dan kcmatian. tinggalkanlah objek-objek kesenangan indriya dengan
mcmandangnya bagaikan racun. Sebaliknya minumlah amerta bcrupa sifat suka
mengampuni. tingkah laku yang baik dan benar, cinta kasih pada setiap makhluk,
kesucian batin, dan kebenaran.
Artinya:
Tinggal di dalam rumah penuh dengan kebahagiaan. anak-anak semua cerdas. istri
selalu berkata-kata manis. kekayaan cukup untuk memenuhi keinginan, hidup
berbahagia dengan istri sendiri, pelayanan-pelayan patuh pada segala apa yang
diperintahkan. Tamu-tamu dihormati, setiap hari tekun memuja Tuhan Yang Maha
Esa. Semua tersedia makanan dan minuman yang enak. Selalu bergaul dengan orang-
orang suci, Grhastha yang demikian adalah grhastha yang amat beruntung adanya.
9
Dalam seloka ini ditegaskan bahwa, orang yang beruntung dalam
menjalankan fase kehidupan berumah tangga adalah dia yang hidup sederhana, anak-
anak yang cerdas, istri berkata manis, menghormati tamu, tekun memuja Tuhan dan
selalu bergaul dengan orang suci. Maka penting untuk dipahami dan dilaksanakan
agar memperoleh kebahagian dan kedamaian dalam hidup berkeluarga.
Selanjutnya dalam seloka 2 juga dijelaskan hal yang dapat meningkatkan
kebahagiaan dan rejeki yang melimpah adalah dengan memupuk rasa belaskasihan
serta rajin berdana punia.
Artinya:
Orang yang mempunyai rasa belas kasihan dengan penuh keyakinan, memberikan
sedikit dana kepada seorang brahmana yang sedang memerlukannya, ia akan
mendapatkan imbalan yang tak terhingga. Apa yang diberikan kepada brahmana tidak
akan kembali sebanyak yang diberikan, tetapi akan kembali berlipat ganda.
10
himpunan; samuttjaja berarti himpunan yang lengkap dan sempurna. Jadi
Sarasamuccaya berarti himpunan saripati isi sastra bharatakatha yang lengkap dan
sempurna yang di dalamnya banyak mengulas ajaran susila atau etika dalam
berprilaku. Berikut beberapa seloka yang menjelaskan nilai etika dalam kehidupan
sehari-hari dalam kitab Sarascamuscaya. Isi pokok ajaran sarasamuccaya ini adalah
ajaran etika. Berbagai suruhan, larangan mengenai tingkah laku disajikan oleh kitab
ini. Tentu saja semua ajaran ini berlandaskan ajaran agama Hindu, ajaran untuk
mencapai kelepasan dari belenggu penderitan. Kelahiran ini adalah tangga untuk naik
ke sorga. Karena itu kelahiran ini harus diabadikan untuk meningkatkan diri dalam
kebajikan supaya tidak jatuh ke neraka. Caranya adalah dengan melakukan dharma.
Ada banyak ajaran kesusilaan yang terdapat dalam kitab sarascamuscaya bebrapa
diantaranya mencakup : (1) Catur Purusa Artha (2) Tri kaya (3) Tentang pergaulan
(4) Hormat kepada orang lain dan orang tua (5) Ajaran tentang dasa yama dan dasa
niyama. Namun dalam tulisan ini akan diuraikan nilai etika dalam seloka
Sarascamuscaya tentang Tri Kaya Parisudha yang menjadi poin utama etika dalam
kehidupan bermasyarakat.
11
Terjemahan :
Yang membuat matinya segala makhluk hidup, sekali-kali jangan hendaknya
dilakukan dengan menggunakan trikaya, yaitu perbuatan dan pikiran. Adapun yang
harus diikhtiarkan dengan trikaya, hanyalah pemberian dan sedekah saja, sebab
itulah yang disebut sila, kata orang arif.
Tiga anggota badan itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang buruk dan
dapat pula digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik. Bila orang dapat menggunakan
untuk tujuan-tujuan yang baik, maka trikaya itu akan disebut trikaya parisuda artinya
tiga anggota badan yang telah disucikan meliputi :
1. Kayika Parisudha
Kayika parisudha dapat kita rumuskan sebagai segala prilaku yang
berhubungan dengan badan yang telah disucikan. Dengan berbuat berarti kita telah
membuat suatu karma yang akan mementukan hidup kita pada masa-masa yang akan
datang. Karena kita mengharapkan hidup yang lebih baik pada hari yang akan datang,
maka sekaranglah waktunya kita menanamkan karma yang baik dengan menghindari
perbuatan-perbuatan yang buruk. Dalam hubungan ini kitab Sarasamuccaya, ayat 76
menyebutkan demikian :
Nihan yang tan ulahakena, syamati mati, mangahal ahal, siparadara, nahan tang
telu tan ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ring pangipyan tuwi
singgahana juga.
(S.S.76)
Terjemahan :
Inilah yang tidak patut dilakukan Membunuh, Mencuri dan Berbuat zina. Ketiganya
janganlah hendaknya dilakukan terhadap siapapun baik secara berolok-olok, dalam
keadaan dirundung malang, dalam hayalan sekalipun, hendaknya dihindari semua itu.
12
Wacika Parisudha
Berkata yang benar dan baik disebut orang wacika parisudha. Kata-kata dapat
mendatangkan untuk diri sendiri atau menarik simpati orang lain. Ia dapat merupakan
tirtha amrta yang sejuk nyaman, yang menghibur dan menghidupkan orang. Tetapi ia
juga menjadi racun yang menghancurkan, merusak jiwa dan raga manusia.
Ikang ujar ahala tan pahilawan hru, songkabnya sakatempuhan denya juga alara,
resep ri hati, tatan keneng pangan turu ring rahina wengi ikang wwang denya,
matangnyat tan inujaraken ika de sang dhira purusa, sang ahning maneb manahnira.
(S.S.20)
Terjemahan :
Perkataan yang mengandung maksud jahat tiada beda dengan anak panah yang
dilepaskan. Setiap yang ditempuhnya merasa sakit. Perkataan itu meresap ke dalam
hati, sehingga menyebabkan orang tidak bisa makan dan tidur pada siang dan malam
hari. Oleh sebab itu perkataan yang demikian tidak diucapkan oleh orang budiman
dan wira perkasa, pun pula oleh orang yang suci bersih hatinya.
Dalam kitab Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan empat hal yang tidak
dilakukan dengan kata-kata. Empat hal itu sebagai berikut :
Nyang tanpa prawrttyaning wak, pat kwehnya, pratyekanya ujar ahala, ujar apregas
ujar pisuna, ujar mithya, nahan tangpat sinanggahananing wak, tan ujarakena, tan
angen-angenan kojaranya.
(S.S.75)
Terjemahan :
Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya yaitu Perkataan jahat,
Perkataan kasar, Perkataan memfitnah dan Perkataan bohong Inilah keempatnya
harus disingkirkan dari perkataan jangan diucapkan jangan dipikir-pikir akan
diucapkannya.
13
Manacika Parisudha
Lawan tattwa niking manah, nyang mata wuwusanta, nag mulat ring sarwa wastu,
manah juga sahaya ning mata nikan wulat, kunang yan wayakula manahny, tan ilu
sumahayang mata, mulata towi nikang wastu, tan katon juga ya de nika, apan manah
ikang wawarengo ngaranya hinganyan pradhanang manah kalinganika.
Terjemahan :
Dan lagi sifat pikiran itu, bahwa mata dikatakan dapat melihat berbagai barang, tiada
lain hanya pikiran yang menyertai mata itu memandang. Maka jika pikiran bingung
atau kacau, tidak turut menyertai mata sungguhpun memandang pada suatu barang,
tidak terlihat barang itu olehnya, sebab pikiran itulah sebenarnya yang mengetahui.
Sebab itu sesungguhnya pikiranlah yang memegang peranan utama.
14
(S.S.74)
Terjemahan :
Prilaku pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan tiga banyaknya, perinciannya ialah
Tidak ingin, tidak iri akan milik orang lain, Kasih saying terhadap semua makhluk
Percaya akan adanya karmaphala Itulah tiga prilakunya pikiran yang merupakan
pengendalian pikiran.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika memiliki peran krusial dalam membentuk dasar perilaku dan interaksi
manusia dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, keberadaan etika menjadi
panduan moral yang memandu individu untuk membuat keputusan yang tepat dan
bertanggung jawab. Etika bukan hanya tentang membedakan antara benar dan salah,
tetapi juga menciptakan landasan untuk membangun hubungan yang sehat dan saling
menghormati. Etika memberikan landasan bagi norma-norma moral yang
menciptakan keharmonisan dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi setiap
individu untuk menghargai dan mempraktikkan nilai-nilai etika dalam setiap aspek
kehidupan mereka.
Agama dengan susastra sucinya sangat berperan penting dalam memberikan
tuntunan kepada umat agar memiliki etika yang baik. Seperti halnya Hindu yang
memiliki begitu banyak pustaka suci yang mengajarkan bagaimana beretika yang
baim dan benar. Seperti kitab Canakya Niti Sastra dan Sarascamuscaya yang dikenal
sebagai pustaka suci yang banyak membahas tentang etika. Oleh sebab itu penting
bagi kita sebagai umat Hindu untuk mempelajari dan memahami ajaran tersebut
sebagai landasan dan pengarah dalam berprilaku.
3.2 Saran
Dalam rangka memperoleh kedamaian dan kebahagiaan melalui karma yang
baik, maka sangat penting utuk mempelajari ajaran agama untuk memperoleh
tuntunan. Sehingga penting bagi setiap umat khususnya generasi muda untuk
mempelajari susastra suci utuk memahami dan mampu mempraktekan budaya hidup
yang baik.
16