You are on page 1of 19

MAKALAH

NILAI ETIKA DALAM CANAKYA NITISASTRA DAN


SARACAMUSCAYA

OLEH

Kadek Suwastawa (22)


Ni Luh Putu Sujatindriasih (24)
I Gusti Ngurah Lanang Putra Wibawa (26)
I Ketut Mara Pandeyana (29)
I Putu Suta Adnyana (30)
I Ketut Suardana (33)

UNIVERSITAS HINDU NEGRI


I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas Berkat-Nya saya mampu menyeselsaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu

dalam rangka memenuhi tugas sebagai seorang mahasiswa pada program Pasca

Sarjana UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Berikut penulis mempersembahkan

sebuah makalah dengan judul “Nilai Etika Dalam Canakya Nitisastra dan

Sarascamuscaya”

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan

demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada

rekan-rekan. Akhir kata, Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata penulis ucapakan

terima kasih.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar belakang masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
1.3 Apa defenisi dari etika dan moralitas? ............................................................... 3
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 3
1.4 Manfaat ............................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 4
2.1 Defenisi Etika dan Moralita............................................................................... 4
2.1 Nilai Etika Dalam Canakya Niti Sastra............................................................. 5
2.2 Nilai Etika Dalam Sarascamuscaya.............................................................. 10
2.2.2 Tri Kaya Parisudha .................................................................................. 11
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 16
3.2 Saran ................................................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Agama telah memainkan peran sentral dalam kehidupan manusia sepanjang
sejarah. Meskipun pandangan terhadap agama dapat bervariasi, tidak dapat dipungkiri
bahwa agama memberikan kerangka nilai dan etika yang memandu individu dan
masyarakat dalam menjalani kehidupan mereka. Salah satu kontribusi utama agama
adalah memberikan makna dan tujuan hidup. Dengan menyediakan pandangan
tentang keberadaan manusia dan tempatnya dalam alam semesta, agama memberikan
kerangka kerja bagi individu untuk memahami arti hidup mereka. Kepercayaan
terhadap kekuatan yang lebih tinggi seringkali memberikan ketenangan batin dan
harapan, terutama dalam menghadapi tantangan hidup yang sulit. Selain itu, agama
juga berfungsi sebagai perekat sosial. Berbagai agama sering membentuk komunitas
atau kelompok di mana orang dapat merasa terhubung satu sama lain. Nilai-nilai
moral dan etika yang diajarkan oleh agama dapat menjadi dasar bagi norma-norma
sosial, membantu menciptakan masyarakat yang beradab dan harmonis. Peran agama
dalam mengajarkan nilai-nilai moral juga penting untuk membentuk karakter
individu. Melalui ajaran-ajaran agama, seseorang diajarkan tentang kebaikan,
keadilan, dan belas kasihan. Nilai-nilai ini membantu membimbing perilaku individu
dalam hubungan sosial, bekerja, dan menjalani kehidupan sehari-hari.
Agama Hindu adalah salah satu agama yang diakui secara resmi keberadaannya
di Indonesia, Hindu sebagai agama memiliki tujuan untuk memberikan tuntunan
kepada umatnya agar mampu menjalankan kehidupan secara terarah sehingga dapat
mencapai tujuan hidup yakni “Mokasrtam jagat hita ya ca hiti dharma” mencapai
kesejahteraan dalam hidup di dunia ini maupun mecapai moksa atau kebahagian sejati
di akhirat kelak. Dalam rangka membimbing umat manusia ke arah yang benar maka
diturunkanlah kitab suci yang merupakan wahyu langsung dari Tuhan yang disebut
Weda. Weda adalah kitab suci agama Hindu yang di dalamnnya memuat berbgai
ajaran untuk memberikan tuntunan kepada umat Hindu yang mencakup berbagai

1
aspek kehidupan. Secara garis besar weda di bagi menjadi dua yakni weda Sruti dan
Semerti. Sruti adalah weda yang diturunkan langsung oleh Tuhan dalam bentuk
wahyu yang diterima oleh para Maha Rsi yang kemudian dihimpun menjadi empat
bagian utama yang disebut Catur Weda Samhita yakni Reg weda samhita, Sama
weda samhita, yajur weda samhita dan Atharwa weda samhita. Semerti adalah weda
yang dihimpun kembali oleh para maha Rsi berdasarkan ingatan yang kemudian
dikelompokan kedalam dua kelompok besar yakni Wedangga dan Upaweda, kedua
kelomok besar weda Semerti ini kemudian dibagi lagi menjadi bagian-bagian kecil
yang membahas lebih spesifik terkait hal tertentu misalnya seperti kitab Canakya
Ninitisastra dan Sarascamuscaya yang banyak membahas tentang ajaran susila atau
etika dalam kehidupan.
Canakya Nitisastra dan Sarascamuscaya merupakan pustaka suci yang banyak
membahas tentang ajaran moralitas dan etika dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari. Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini ditengah perkembangan zaman dan
pesatnya perkembangan teknologi, semakin menjauhkan masyarakat khususnya umat
Hindu terhadap susastra-susastra suci. Akibatnya, terjadi degradasi karakter terutama
pada generasi penerus yang sangat minim memperoleh pendidikan karakter sesuai
ajaran agama yang termuat dalam susastra-susastra suci seperti kitab Canakya
Nitisastra, Sarascamuscaya dan lainnya. Hal ini menjadi permasalahan yang tidak
banyak disadari oleh masyarakat sehingga tidak ada upaya yang dilakukan untuk
menginternalisasikan pemahaman susastra suci Hindu untuk menanamkan karakter
yang baik kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, pada tulisan ini akan di uraikan
terkait “Nilai Etika Dalam Canakya Nitisastra dan Sarascamuscaya” sehingga dapat
memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai nilai etika yang ada dalam
susastra suci Canakya Nitisastra dan Sarascamuscaya.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari etika dan moralitas?
2. Niai etika apa saja yang terkandung dalam Susastra Suci Canakya Nitisastra?
3. Nilai etika apa saja yang terkandung dalam Susastra Suci Sarascamuscaya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi etika dan moralitas

2. Untuk mengetahui nilai etika yang terkandung dalam Susastra Suci Canakya
Nitisastra.
3. Untuk mengetahui nilai etika yang terkandung dalam Susastra Suci
Sarascamuscaya

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap generasi

muda terkait nilai etika yang terkandung dalam susastra suci Canakya Nitisastra dan

Sarascamuscaya sehingga dapat menguatkan pemahaman serta menjadi dasar penguatan

karater dalam pola prilaku kehidupan sehari-hari sebagai generasi penerus bangsa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Etika dan Moralita


Kata etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang mempunyai banyak arti
seperti watak, perasaan, sikap, perilaku, karakter, tatakrama, tatasusila, sopan santun,
ca berpikir dan lain-lainnya. Sementara itu bentuk jamak dari kata “ethos” adalah “ta
etha” yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan moralitas dengan kata asal moral yang
memiliki pengertian sama dengan etika berasal dari bahasa latin “mos” (jamaknya
“mores”) yang berarti kebiasaan atau adat. Dengan latar belakang pengertian yang
sama seperti itu, maka sudah sejak zaman dahulu istilah etika dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Etika lalu diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau sebagai ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak atau moral(W.J.S. Purwandarminta, 1966). Pengertian etika lebih
jauh diuraikan juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi tahun 1988 (Bertens,
2004). Kamus termaksud membedakan tiga makna mengenai etika itu:

a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral(akhlak).
b. Kumpulan asas atau nialai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau
masyarakat.
Dengan urutan yang dibalik, penertian etika itu masih tetap dibedakan dalam tiga
makna( Bertens K.,2004):
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam hal
ini etika dirumuskan sebagai system nilai yang bisa berfungsi baik dalam
kehidupan manusia perseorangan maupun pada tarap sosial.
b. Kumpulan asas atau nilai moral, dalam hal ini sebagai kode etik.
c. Ilmu tentang yang baik dan buruk. Di sini diartikan sebagai filsafat moral.

4
2.1 Nilai Etika Dalam Canakya Niti Sastra

Chanakya Niti Sastra adalah sebuah karya sastra kuno yang diatributkan
kepada Chanakya, seorang cendekiawan, filsuf, dan ekonom India kuno yang dikenal
sebagai penasihat utama Chandragupta Maurya, pendiri Kekaisaran Maurya. Kitab ini
merupakan kumpulan aforisme dan nasihat etika yang melibatkan berbagai aspek
kehidupan, termasuk politik, etika, kebijaksanaan, dan manajemen. Isi kitab ini sangat
beragam, dan berfokus pada ide-ide kebijaksanaan yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Beberapa tema yang sering diangkat termasuk tata
pemerintahan yang baik, etika dalam berperilaku, strategi politik, dan manajemen
sumber daya. Chanakya Niti Sastra juga menyediakan pandangan tentang keadilan,
kebenaran, dan kebijaksanaan dalam konteks kehidupan sosial.
Selain sebagai ilmu politik, sesungguhnya Niti Sastra lebih banyak
mengajarkan ilmu pengetahuan tentang etika, moralitas serta budi pekerti, tata
pergaulan hidup dengan semua makhluk dan bagaimana memusatkan perhatian atau
pelayanan dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini boleh jadi karena
Maharesi Canakya disamping menulis buku Niti Sastra yang berisi ajaran tentang
etika dan moralitas, juga menulis buku Artha Sastra yang berisi ajaran mengenai ilmu
politik dan pemerintahan. Dalam kamus pun Niti Sastra lebih didahulukan
pengertiannya sebagai ilmu etika, moralitas dan sopan santun, meski pada akhirnya
diartikan juga sebagai ilmu politik. Niti Sastra dengan kata Niti memang berarti to
lead, memimpin, membimbing, mendidik orang bagaimana bergaul dan bertindak
serta bagaimana mengembangkan cinta kasih dan bhakti kepada Tuhan. Dalam hal ini
orang dibimbing kearah kebaikan, kejalan terang, kearah cinta bhakti kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Canakya Niti Sastra banyak mengajarkan ilmu pengetahuan tentang
etika dan moralias, serta budi pekerti, tata cara pergaulan setiap hari, dengan sesama
makhluk, sesama umat mnanusia dan bagaimana memusatkan perhatian, memusatkan
pelayanan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Darmayasa, 1995). Berikut adalah
beberapa kutipan seloka dalam Canakya Niti Sastra yang berkaitan dengan etika
berprilaku;

5
Canakya Niti Sastra Bab 2 Seloka 1

anrtam sāhasam māyā


murkhhatvam atilobhatā
asaucatvam nirdayatvam
strīnām dosāh svabhāvajā

Artinya:

Berkata-kata yang tidak mengandung kebenaran/ tidak jujur, terlalu benafsu/berani


melakukan sesuatu, maya atau palsu bercampur curang, bodoh, loba terhadap segala
sesuatu, tidak bersih dan tidak suci serta hatinya kejam, semua itulah sifat berdosa
yang umum dimiliki oleh kaum wanita.
Kutipan seloka di atas menjelaskan bahwa, wanita yang pendosa adalah ia
yang tidak jujur, nafsu berlebihan, curang, bodoh, rakus dan tidak menjaga kesucian.
Sifat-sifat yang demikian itu semestinya dihidari oleh kaum wanita. Selanjutnya
dijelaskan etika

Canakya Niti Sastra Bab Sloka 4.

te putrā ye pitur-bhaktāh
sa pitā yastu pasakah
tan mirtam yatra visvasah
sā bhāryā yatra nirvrtih

Artinya:

Yang disebut putra adalah mereka yang bhakti kepada bapak. Yang disebut bapak
adalah dia yang menanggung/memelihara anak-anaknya. Yang disebut teman adalah
dia yang memiliki rasa percaya dan bisa dipercaya, dan seorang istri adalah dia yang
selalu memberikan kebahagiaan.
Dalam seloka ini mengatakan bahwa perilaku yang baik seorang anak adalah
ia yang berbhakti kepada orang tua, perilaku baik seorang bapak adalah ia yang
bertanggungjawab terhadap keluarga, istri yang baik adalah ia yang memberikan

6
kebahagiaan dan teman yang baik adalah ia yang bisa dipercaya. Selanjutnya
disebutkan bahwa betapa buruknya seseorang yang suka menjelakan orang lain.

Canakya Niti Sastra Bab 6 seloka 2

kākah paksisu cāndālah


pasūnām caiva kukkurah
pāpo munīnām cāndālah
sarvesām caiva nindakah

Artinya:

Diantara burung, yang dipandang candala/hina adalah burung gagak. Diantara


binatang, anjing dipandang candala. Diantara orang suci, yang dipandang candala
adalah orang-orang berdosa, dan diantara semuanya yang dipandang candala adalah
orang yang suka menjelekkan orang lain. Selanjutnya dijelaskan pula dalam bab 7
seloka 1 bahwa seorang yang bijaksana adalah dia yang tidak membicarakan hal
buruk yang menimpanya dan juga tidak menceritakan keburukan orang lain termasuk
istrinya.

Canakya Niti Sastra Bab 7 seloka 1

arthanāsam manastāpam
grhe duscaritāni ca
vañcanam cāpamanam ca
matiman na prakāśayet

Artinya;

Orang yang bijaksana hendaknya tidak mengatakan kepada orang lain tentang
kehancuran harta bendanya, tentang kesedihan pikirannya, tentang kelakuan istrinya
yang jelek, tentang penipuan yang dilakukan oleh orang lain kepada dirinya, atau
kalau ada orang yang membuatnya malu.

7
Canakya Niti Sastra Bab 9 seloka 2

parasparasya marmani
ye bhāyante narādhamāh
ta eva vilayam yānti
valmīkodara sarpwsavat

Artinya:

Orang yang bersifat rendah yang berkumpul membicarakan masalah


rahasia/kejelekan orang lain akan menemui kehancuran bagaikan ular masuk ke
dalam bukit sarang semut.
Dalam seloka ini juga lebih ditegaskan bahwa membicarakan keburukan
orang lain adalah perbuatan yang sangat rendah.

Canakya Niti Sastra Bab 8 Seloka 1

adhamā dhanamicchanti
dhanam manam ca madhyamāh
uttamā mānamicchanti
māno hi mahatām dhanam

Artinya:

Orang-orang rendah menginginkan harta belaka, orang-orang yang termasuk


golongan menengah menginginkan harta dan kehormatan, dan golongan teratas hanya
menginginkan kehormatan, karena sesungguhnya kekayaan bagi orang bijaksana
adalah kehormatan.
Seloka ini menegaskan bahwa, kehormatan adalah harta paling utama bagi
orang bijaksana. Dalam konteks kehidupan sehari-hari banyak terjadi kasus seorang
pejabat, seroang tokoh yang ketika menjadi seorang penguasa atau mengemban tugas
tertentu seringkali abai terhap kehormatan demi lebih mementingkan pribadi untuk
memperkaya diri.

8
Selanjutnya pada bab 9 seloka 1 dijelaskan bahwa jika ingin mendapatkan
kebahagiaan maka berprilakulah dengan sifat kebaikan seperti suka mengampuni,
menjaga kesucian dan lainnya.

Canakya Niti Sastra Bab 9 seloka 1

muktimichasi cettāsa
visayam visavattyaja
ksamārjavam dayām saucam
satvam piyāsaavat piva

Artinya:

Wahai saudara tercinta kalau menginginkan moksa atau pembebasan dari roda
kelahiran dan kcmatian. tinggalkanlah objek-objek kesenangan indriya dengan
mcmandangnya bagaikan racun. Sebaliknya minumlah amerta bcrupa sifat suka
mengampuni. tingkah laku yang baik dan benar, cinta kasih pada setiap makhluk,
kesucian batin, dan kebenaran.

Canakya Niti Sastra bab 12 seloka 1

sānandam sadanam sutastu suhidyah kāntā priyālāpinī


icchāpūrtidhanom svayositi rating svājnaparah sevakāh
atithyam sivapujanam pratidinam mistānapānam grhe
sādoh sanggamupsate ca satatam dhanyo grhasthāsramah

Artinya:

Tinggal di dalam rumah penuh dengan kebahagiaan. anak-anak semua cerdas. istri
selalu berkata-kata manis. kekayaan cukup untuk memenuhi keinginan, hidup
berbahagia dengan istri sendiri, pelayanan-pelayan patuh pada segala apa yang
diperintahkan. Tamu-tamu dihormati, setiap hari tekun memuja Tuhan Yang Maha
Esa. Semua tersedia makanan dan minuman yang enak. Selalu bergaul dengan orang-
orang suci, Grhastha yang demikian adalah grhastha yang amat beruntung adanya.

9
Dalam seloka ini ditegaskan bahwa, orang yang beruntung dalam
menjalankan fase kehidupan berumah tangga adalah dia yang hidup sederhana, anak-
anak yang cerdas, istri berkata manis, menghormati tamu, tekun memuja Tuhan dan
selalu bergaul dengan orang suci. Maka penting untuk dipahami dan dilaksanakan
agar memperoleh kebahagian dan kedamaian dalam hidup berkeluarga.
Selanjutnya dalam seloka 2 juga dijelaskan hal yang dapat meningkatkan
kebahagiaan dan rejeki yang melimpah adalah dengan memupuk rasa belaskasihan
serta rajin berdana punia.

Canakya Niti Sastra Bab 12 seloka 2

ārtesu vipresu dayānvitasce


acchedvana yā svalpamupaiti dānam
yaddīyate tanna labhet dvijebhyah

Artinya:

Orang yang mempunyai rasa belas kasihan dengan penuh keyakinan, memberikan
sedikit dana kepada seorang brahmana yang sedang memerlukannya, ia akan
mendapatkan imbalan yang tak terhingga. Apa yang diberikan kepada brahmana tidak
akan kembali sebanyak yang diberikan, tetapi akan kembali berlipat ganda.

2.2 Nilai Etika Dalam Sarascamuscaya


Sarasamuccaya adalah salah satu kitab suci agama Hindu. Sarasamusccaya
adalah kitab Semerti dengan 511 sloka (ayat) yang memuat sejumlah ajaran tentang
moral dan etika dan 6 seloka lainnya merupakan prakata. Sarascamuscaya disusun
oleh Bhagawan Wararuci, kira-kira pada abad ke 9-10 Masehi. Kitab ini ditulis
dengan dua bahasa yaitu Sanskerta dan bahasa Jawa Kuno (Kawi). Sarasamuccaya,
sebagai bagian dari Weda, termasuk dalam kelompok Weda Semerti yang merupakan
kitab suci otoritas kedua yang boleh diinterpretasi ulang bila ternyata nilai-nilai yang
disampaikan dirasa tidak adil. Sarasamuccaya berasal dari kata sara, artinya: uta.tna,
terbaik, saripati. Kemudian sam berarti: lengkap, sempurna; Uttjaja artinya:

10
himpunan; samuttjaja berarti himpunan yang lengkap dan sempurna. Jadi
Sarasamuccaya berarti himpunan saripati isi sastra bharatakatha yang lengkap dan
sempurna yang di dalamnya banyak mengulas ajaran susila atau etika dalam
berprilaku. Berikut beberapa seloka yang menjelaskan nilai etika dalam kehidupan
sehari-hari dalam kitab Sarascamuscaya. Isi pokok ajaran sarasamuccaya ini adalah
ajaran etika. Berbagai suruhan, larangan mengenai tingkah laku disajikan oleh kitab
ini. Tentu saja semua ajaran ini berlandaskan ajaran agama Hindu, ajaran untuk
mencapai kelepasan dari belenggu penderitan. Kelahiran ini adalah tangga untuk naik
ke sorga. Karena itu kelahiran ini harus diabadikan untuk meningkatkan diri dalam
kebajikan supaya tidak jatuh ke neraka. Caranya adalah dengan melakukan dharma.
Ada banyak ajaran kesusilaan yang terdapat dalam kitab sarascamuscaya bebrapa
diantaranya mencakup : (1) Catur Purusa Artha (2) Tri kaya (3) Tentang pergaulan
(4) Hormat kepada orang lain dan orang tua (5) Ajaran tentang dasa yama dan dasa
niyama. Namun dalam tulisan ini akan diuraikan nilai etika dalam seloka
Sarascamuscaya tentang Tri Kaya Parisudha yang menjadi poin utama etika dalam
kehidupan bermasyarakat.

2.2.2 Tri Kaya Parisudha


Segala apa saja yang dilakukan orang dapat berlangsung melalui trikaya, tiga
anggota badan yaitu : Kaya, Wak dan manah. Kaya ialah anggota badan, seperti
tangan, kaki, punggung, mulut dan sebagainya. Sedangkan wak ialah kata-kata,
dan manah adalah pikiran. Dengan tiga alat inilah manusia dapat berbuat sesuatu,
baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain, dan
lingkungannya. Sebutan trikaya itu dalam kitab Sarasamuccaya kita dapati dalam
ayat 157 sebagai berikut :

Ikang kapatyaning sarwabhawa, haywa jugenulahaken, makasadhanang trikaya,


nang kaya, wak manah, kunang prihen ya ring trikaya anugraha lawan dana juga,
apan ya ika sila ngaranya, ling sang pandita.

11
Terjemahan :
Yang membuat matinya segala makhluk hidup, sekali-kali jangan hendaknya
dilakukan dengan menggunakan trikaya, yaitu perbuatan dan pikiran. Adapun yang
harus diikhtiarkan dengan trikaya, hanyalah pemberian dan sedekah saja, sebab
itulah yang disebut sila, kata orang arif.
Tiga anggota badan itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang buruk dan
dapat pula digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik. Bila orang dapat menggunakan
untuk tujuan-tujuan yang baik, maka trikaya itu akan disebut trikaya parisuda artinya
tiga anggota badan yang telah disucikan meliputi :

1. Kayika Parisudha
Kayika parisudha dapat kita rumuskan sebagai segala prilaku yang
berhubungan dengan badan yang telah disucikan. Dengan berbuat berarti kita telah
membuat suatu karma yang akan mementukan hidup kita pada masa-masa yang akan
datang. Karena kita mengharapkan hidup yang lebih baik pada hari yang akan datang,
maka sekaranglah waktunya kita menanamkan karma yang baik dengan menghindari
perbuatan-perbuatan yang buruk. Dalam hubungan ini kitab Sarasamuccaya, ayat 76
menyebutkan demikian :

Nihan yang tan ulahakena, syamati mati, mangahal ahal, siparadara, nahan tang
telu tan ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ring pangipyan tuwi
singgahana juga.
(S.S.76)
Terjemahan :
Inilah yang tidak patut dilakukan Membunuh, Mencuri dan Berbuat zina. Ketiganya
janganlah hendaknya dilakukan terhadap siapapun baik secara berolok-olok, dalam
keadaan dirundung malang, dalam hayalan sekalipun, hendaknya dihindari semua itu.

12
Wacika Parisudha
Berkata yang benar dan baik disebut orang wacika parisudha. Kata-kata dapat
mendatangkan untuk diri sendiri atau menarik simpati orang lain. Ia dapat merupakan
tirtha amrta yang sejuk nyaman, yang menghibur dan menghidupkan orang. Tetapi ia
juga menjadi racun yang menghancurkan, merusak jiwa dan raga manusia.

Ikang ujar ahala tan pahilawan hru, songkabnya sakatempuhan denya juga alara,
resep ri hati, tatan keneng pangan turu ring rahina wengi ikang wwang denya,
matangnyat tan inujaraken ika de sang dhira purusa, sang ahning maneb manahnira.
(S.S.20)
Terjemahan :
Perkataan yang mengandung maksud jahat tiada beda dengan anak panah yang
dilepaskan. Setiap yang ditempuhnya merasa sakit. Perkataan itu meresap ke dalam
hati, sehingga menyebabkan orang tidak bisa makan dan tidur pada siang dan malam
hari. Oleh sebab itu perkataan yang demikian tidak diucapkan oleh orang budiman
dan wira perkasa, pun pula oleh orang yang suci bersih hatinya.
Dalam kitab Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan empat hal yang tidak
dilakukan dengan kata-kata. Empat hal itu sebagai berikut :

Nyang tanpa prawrttyaning wak, pat kwehnya, pratyekanya ujar ahala, ujar apregas
ujar pisuna, ujar mithya, nahan tangpat sinanggahananing wak, tan ujarakena, tan
angen-angenan kojaranya.
(S.S.75)
Terjemahan :
Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya yaitu Perkataan jahat,
Perkataan kasar, Perkataan memfitnah dan Perkataan bohong Inilah keempatnya
harus disingkirkan dari perkataan jangan diucapkan jangan dipikir-pikir akan
diucapkannya.

13
Manacika Parisudha

Pikiran mendapat perhatian besar dalam ajaran yoga, karena pikiranlah


sumber dari segala apa yang dilakukan orang, sumber segala apa yang dikatakan
orang. Bila pikiran menyuruh anggota badan diam, maka anggota badanpun diam,
bila pikiran menyuruh mulut tak berkata maka mulutpun diam. Pikiranlah yang
menentukan segala perbuatan orang. Hal ini dinyatakan dalam kitab Sarasamuccaya
ayat 82 sebagai berikut :

Lawan tattwa niking manah, nyang mata wuwusanta, nag mulat ring sarwa wastu,
manah juga sahaya ning mata nikan wulat, kunang yan wayakula manahny, tan ilu
sumahayang mata, mulata towi nikang wastu, tan katon juga ya de nika, apan manah
ikang wawarengo ngaranya hinganyan pradhanang manah kalinganika.

Terjemahan :

Dan lagi sifat pikiran itu, bahwa mata dikatakan dapat melihat berbagai barang, tiada
lain hanya pikiran yang menyertai mata itu memandang. Maka jika pikiran bingung
atau kacau, tidak turut menyertai mata sungguhpun memandang pada suatu barang,
tidak terlihat barang itu olehnya, sebab pikiran itulah sebenarnya yang mengetahui.
Sebab itu sesungguhnya pikiranlah yang memegang peranan utama.

Dalam kitab-kitab agama Hindu banyak sekali terdapat ajaran-ajaran yang


membimbing pikiran menjadi baik dan suci. Demikian pula halnya dalam kitab
Sarasamuccaya kita dapati banyak ajaran yang demikian. Khusus dalam uraian
trikaya yang meliputi dasakarma pathascaret yaitu sepuluh jalan yang patut
dikerjakan, menyebutkan tiga hal yang harus dipegang teguh dalam pikiran. Tiga hal
itu seperti berikut :

Prawrttyaning manah rumuhun ajarakena, telu kwehnya, pratyekanya, si tan engine


adenghya ri drbyaning len, si tan krodha ring sarwa sattwa, si mamituhwa ri hana
ning karmaphala, nahan tang tiga ulahaning manah, kahrtaning indriya ika.

14
(S.S.74)
Terjemahan :
Prilaku pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan tiga banyaknya, perinciannya ialah
Tidak ingin, tidak iri akan milik orang lain, Kasih saying terhadap semua makhluk
Percaya akan adanya karmaphala Itulah tiga prilakunya pikiran yang merupakan
pengendalian pikiran.

Demikianlah diuraikan dalam kitab Sarascamuscaya khusnya terkait ajaran


Tri Kaya Parisudha yang menjadi dasar utama dalam beretika saat menjalankan
kehidupan sehari-hari. Sarascamuscaya merupakan kitab yang banyak membahas
terkait ajaran susila atau etika dan moralitas untuk menuntun umat manusia
khususnya umat Hindu agar dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan baik
dan benar sehingga dapat memperoleh kedamaian dan kebahagiaan. Selain ajaran Tri
Kaya Parisudha masih banyak ajaran etika lainnya seperti Irsya atau iri hati, Ksama
atau kesabaran, Krodha atau kemarahan, Ahimsa atau tidak menyakiti, Sangsarga
atau pergaulan dan lain sebagainya. Sehinga kitab ini amat penting untuk dapat
dipahami agar mampu menjalankan kehidupan dengan baik dan benar.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika memiliki peran krusial dalam membentuk dasar perilaku dan interaksi
manusia dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, keberadaan etika menjadi
panduan moral yang memandu individu untuk membuat keputusan yang tepat dan
bertanggung jawab. Etika bukan hanya tentang membedakan antara benar dan salah,
tetapi juga menciptakan landasan untuk membangun hubungan yang sehat dan saling
menghormati. Etika memberikan landasan bagi norma-norma moral yang
menciptakan keharmonisan dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi setiap
individu untuk menghargai dan mempraktikkan nilai-nilai etika dalam setiap aspek
kehidupan mereka.
Agama dengan susastra sucinya sangat berperan penting dalam memberikan
tuntunan kepada umat agar memiliki etika yang baik. Seperti halnya Hindu yang
memiliki begitu banyak pustaka suci yang mengajarkan bagaimana beretika yang
baim dan benar. Seperti kitab Canakya Niti Sastra dan Sarascamuscaya yang dikenal
sebagai pustaka suci yang banyak membahas tentang etika. Oleh sebab itu penting
bagi kita sebagai umat Hindu untuk mempelajari dan memahami ajaran tersebut
sebagai landasan dan pengarah dalam berprilaku.

3.2 Saran
Dalam rangka memperoleh kedamaian dan kebahagiaan melalui karma yang
baik, maka sangat penting utuk mempelajari ajaran agama untuk memperoleh
tuntunan. Sehingga penting bagi setiap umat khususnya generasi muda untuk
mempelajari susastra suci utuk memahami dan mampu mempraktekan budaya hidup
yang baik.

16

You might also like