Professional Documents
Culture Documents
EVALUASI PENGAJARAN
Disusun Oleh :
Rian Kusdinar : ( 201512500560 )
Revina : ( 201512500616 )
Endin Paripudin ( 201512500599 )
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapatdi dalam makalah ini yaitu:
C. Tujuan Masalah
D. Manfaat Makalah
Manfaat penulisan dalam makalah ini adalah untuk penulis dan pembaca adalah untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang Pendidikan dan sangat pentingnya pendidikan
bagi setiap warganegara, guna memecahkan permasalahan hidup yang mereka
laksanakan.
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................i
Daftar isi ......................................................................................................ii
Bab I pendahuluan .......................................................................................1
A. Latar belakang ........................................................................................1
B. Rumusan masalah ....................................................................................2
C. Tujuan penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat penelitian ...................................................................................3
Bab II Pembahasan...................................................................................... 6
A. Kesalahan fonologi ................................................................................ 6
B. Kesalahan morfologi ............................................................................. 10
C. Kesalahan sintaksis ............................................................................... 11
D. Kesalahan leksikon................................................................................ 11
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos
(Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda,
perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan,
mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana.
Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia
dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda
bahkan bertentangan secara dianetral.
Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa
ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra
bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
Sosiologi sastra adalah suatu telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakatdan tentang sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang
bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-
lembaga sosial dan masalah-masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-
lain. (Atar Semi: 52).
Telaah sosiologis itu mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Werren dalam Atar
Semi: 53) yaitu:
Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan
Aristoteles yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan antara
sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'. Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau
peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti
dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat
memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg,
1986:15). Menurut Plato, setiap benda yang berwujud mencerminkan suatu ide. Jika
seorang tukang membuat sebuah kursi, maka ia hanya menjiplak kursi yang terdapat
dalam dunia ide-ide. Jiplakan atau copy itu selalu tidak memadai seperti aslinya;
kenyataan yang kita amati dengan pancaindra selalu kalah dari dunia ide. Seni pada
umumnya hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang 'kenyataan' (yang juga
hanya tiruan dari 'Kenyataan Yang Sebenarnya') sehingga tetap jauh dari 'kebenaran'.
Oleh karena itu lebih berhargalah seorang tukang daripada seniman karena seniman
menjiplak jiplakan, membuat copy dari copy.
Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para
kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara
pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi
dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa
karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudak terkondisi oleh
lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams, 1981:178). Sekalipun
teori sosiologis sastra sudah diketengahkan orang sejak sebelum Masehi, dalam
disiplin ilmu sastra, teori sosiologi sastra merupakan suatu bidang ilmu yang
tergolong masih cukup muda (Damono, 1977:3) berkaitan dengan kemantapan dan
kemapanan teori ini dalam mengembangkan alat-alat analisis sastra yang relatif masih
lahil dibandingkan dengan teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra.
Bahasa tidak hanya memunyai hubungan dengan budaya, tetapi juga sastra.
Bahasa memunyai peranan yang penting dalam sastra karena bahasa punya andil
besar dalam mewujudkan ide/keinginan penulisnya. Banyak hal yang bisa tertuang
dalam sebuah sastra, baik itu puisi, novel, roman, bahkan drama. Setiap penulis karya
sastra hidup dalam zaman yang berbeda, dan perbedaan zaman inilah yang turut ambil
bagian dalam menentukan warna karya sastra mereka. Oleh karena itu, ada beberapa
periode dalam penulisan karya sastra, seperti Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan
45, Angkatan 66, dan sebagainya. Setiap periode "mengangkat" latar belakang yang
berbeda-beda sesuai zaman dan budaya saat itu.
Sebagai contoh, kesusastraan Indonesia. Kesusastraan Indonesia menjadi
potret sosial budaya masyarakat Indonesia. Tidak jarang, kesusastraan Indonesia
mencerminkan perjalanan sejarah Indonesia, "kegelisahan" kultural, dan manifestasi
pemikiran Bangsa Indonesia. Misalnya, kesusatraan zaman Balai Pustaka (1920 --
1933). Karya-karya sastra pada zaman itu menunjukkan problem kultural ketika
Bangsa Indonesia dihadapkan pada budaya Barat. Karya sastra tersebut memunculkan
tokoh-tokoh (fiksi) yang mewakili golongan tua (tradisional) dan golongan muda
(modern). Selain itu, ada budaya "lama", seperti masalah adat perkawinan dan
kedudukan perempuan yang mendominasi novel Indonesia pada zaman Balai Pustaka.
Sekarang ini, novel Indonesia cenderung menyajikan konflik cinta, sains,
kekeluargaan, dll..
Budaya dan sastra memunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra sangat
dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam kebudayaan akan
tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan bahwa sastra (bahasa) dan
kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Jika kebudayaan
adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, bahasa (sastra)
adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi.
1. Konteks sosial pengarang.hal ini berhubungan dengan segala sesuatu hal yang
berhubungan dengan pengarang, misalnya: dimana ia tinggal, bagaimana
lingkungannya. Hal ini tentu dapat mempengaruhi isi dari suatu karya sastra
2. Sastra sebagai cermin masyarakat; sejauh mana sastra dapat me-
representasikan dari masyarakat itu sendiri. Sastra diharapkan dapat
membuat seseorang/masyarakat sadar akan lingkungannya sendiri.
3. Fungsi sosial sastra. Meneliti sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai
sosial dan sejauh mana nilai sastra dipengaruhi nilai sosial
Sastra sebagai dianggap sebagai dokumen budaya karena sastra sendiri lahir
dari masyarakat yang merujuk pada sosial,sedangkan interaksi sosial itu sendiri akan
menghasilkan suatu kebudayaan. Kebudayaan pada masa tertentu akan menghasilkan
sastra. Maka dari itu sastra tidak akan lahir tanpa adanya sosial dan budaya. Junus
(1986) mengemukakan, bahwa yang menjadi pembicaraan dalam telaah sosiologi
sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial budaya. Sastra bisa dilihat
sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat kenyataan sosio-budaya suatu
masyarakat pada suatu masa tertentu. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa
karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Bagaiamanapun karya sastra itu
mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh
keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya. Goldmann (1980)
mengatakan, bahwa sastrawan mengamati kehidupan yang terjadi pada masyarakat
kemudian menulisnya, memahaminya hingga memindahkannya ke dalam karya
sastra.
Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan tempat
ia lahir. Karena karya sastra merupakan cerminan dari realitas social yang tidak turun
begitu saja dari langit karena semuanya ada hubungan timbal balik. Maka dari itu
karya sastra tak bisa dilepaskan dari kehidupan dimana tempat/lingkungan ia lahir.
Grebstein (1968: 161-169) yang isinya antara lain sampai pada beberapa kesimpulan
antara lain karya sastra tidak dapat dipahami secara tuntas apabila dipisahkan dari
lingkungan atau kebudayaan yang telah menghasilkannya, gagasan yang terdapat
dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan teknik penulisannya, setiap
karya yang bisa bertahan lama pada hakekatnya adalah suatu moral, masyarakat
dapat mendekati karya sastra dari dua arah yaitu sebagai suatu kekuatan
material istimewa dan sebagai tradisi, selain itu kritik sastra seharusnya lebih
dari sekedar perenungan estetis tanpa pamrih, dan yang terakhir kritikus sastra
bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra yang akan
datang.
b) Antitesis merupakan pemberian opini terhadap realitas, anti tesis ini melebur
dengan tesis dan memeberikan suatu opini pada relitas/sintesis
c) Dan terakhir sintesis berupa realitas dan kembali lagi menjadi tesis kembali.
Sistem produksi pemasaran karya sastra tergantung oleh tipe dan taraf
ekonomi yang ada dalam masyarakatnya itu sendiri, dan penguasa(pemerintah) juga
punya andil dalam terbit atau tidaknya suatu karya sastra
Sastra sebagai cermin masyarakat membahas sejauh mana sastra dianggap sebagai
mencerminkan keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan
gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering disalahartikan dan disalahgunakan.
Dalam hubungan ini, terutama harus mendapatkan perhatian adalah:
1. Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktifitas atau perilaku manusia baik
yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu
pengetahuan. Fakta ini dapat berwujud aktifitas sosial tertentu, aktivitas politik
tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni patung, dan
seni sastra (Faruk dalam Chalima, 1994). Fakta-fakta kemanusiaan pada
hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan
fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai peranan penting dalam sejarah,
sedangkan fakta yang pertama tidak memiliki hal itu (Faruk dalam Chalima,
1994). Goldmann (Faruk dalam Chalima, 1994) menganggap bahwa semua
fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Yang
dimaksudkannya adalah bahwa fakta-fakta itu sekaligus mempunyai struktur
tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fakta-fakta
kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya. Goldman (Faruk
dalam Chalima, 1994) juga mengatakan bahwa fakta-fakta kemanusiaan
mempunyai arti karena merupakan respon-respon dari subjek kolektif atau
individual, pembangunan suatu percobaan untuk memodifikasi situasi yang
ada agar cocok bagi aspirasi-aspirasi subjek itu. Dengan kata lain, fakta-fakta
itu merupakan hasil usaha manusia mencapai keseimbangan yang lebih baik
dalam hubungannya dengan dunia sekitar .
2. Subjek kolektif
Struktur karya sastra, dalam hal ini roman, tetap menjadi sesuatu yang
penting. Struktur roman merupakan hal pokok yang harus diketahui dan
dianalisis lebih dulu sebelum menganalisis pandangan dunia pengarang.
Struktur roman adalah hal-hal pokok dalam roman yang meliputi unsur-unsur
intrinsiknya. Di dalam eseinya yang berjudul The Epistemology of Sociology,
Goldmann mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada
umumnya yaitu pertama bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan
dunia secara imajiner. dan kedua bahwa dalam usahanya dalam
mengekspresikan pandangan dunia itu pengarang menciptakan semesta tokoh-
tokoh, objek-objek, dan relasirelasi secara imajiner . Dengan mengemukakan
dua hal tersebut Goldmann dapat membedakan karya sastra dari filsafat dan
sosiologi. Menurutnya filsafat mengekspresikan pandangan dunia secara
konseptual, sedangkan sosiologi mengacu pada empirisitas (Chalima dalam
Faruk, 1994).
4. Pandangan Dunia
Goldmann (dalam Suwardi Endraswara, 2003:57) berpendapat, karya sastra
sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia (vision du
monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota
masyarakat. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa strukturalisme genetik
merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra
dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang
diekspresikannya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami
secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks
sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur masyarakat berarti penelitian
sastra menjadi pincang.
2. Karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra yaitu karya
yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu
keseluruhan (a coherent whole);
b. latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial yang
dilahirkan pengarang sehingga hal tersebut dapat dikongkretkan.
2. Antitesis merupakan pemberian opini terhadap realitas, anti tesis ini melebur
dengan tesis dan memeberikan suatu opini pada relitas/sintesis.
1. Menentukan teks yang dipakai sebagai objek kajian dengan membandingkan teks
secara filosofis dari awal hingga akhir.
2. Menentukan fokus objek kajian yaitu makna totalitas teks dengan merumuskan
pandangan dunia kemudian menganalisis struktur teks dan menghubungkanya
dengan struktur sosial teks.
3. Melakkukan kajian pustaka (library research) yang mendukung penulisan dan
pembahasan mengenai teks seperti buku-buku sosial budaya baik tentang keadaan
masyarakat pada masa tersebut, atau karya-karya lain dari pengarangnya untuk
mengetahui informasi adanya keterkaitan hubungan antar teks.
4. Menganalisis objek kajian dengan teori strukturalisme genetik dan metode
dialektis.
1. Struktur teks
2. Struktur sosial
3. Pandangan dunia
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk mengurai karya sastra
yang mengupas hubungan antara pengarang dengan masyarakat dan hasil
berupa karya sastra dengan masyarakat. Namun dalam kajian ini hanya
dibatasi dalam kajian mengenai gambaran pengarang melalui karya sastra
mengenai kondisi suatu masyarakat. Sosiologi sastra sebagai suatu jenis
pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi
epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra
berdasarkan prinsip otonomi sastra. Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi
sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan keilmuan dalam menangani
objek sasarannya.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran para pembaca agar dapat memperbaikinya menjadi lebih sempurna.
Kepada para pembaca diharapkan agar lebih memperhatikan pentingnya
sosiologi sastra khususnya bagi mahasiswa Program Pascasarjana
pendidiakan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah
Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Chalima, Nur.1994. “Novel senja di jakarta sebuah analisis strukturalisme Genetik”. Skripsi.
Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga
Manuaba, Putera. 2009. Durga Umayi: Pergulatan Diri Manusia. Yogyakarta: Jenggala
Pustaka.
Pradopo Rahmat Djoko. 2007 Beberapa teori sastra metode kritik dan penerapanya. Jakarta:
Pustaka Pelajar.