You are on page 1of 16

MAKALAH

EVALUASI PENGAJARAN

Disusun Oleh :
Rian Kusdinar : ( 201512500560 )
Revina : ( 201512500616 )
Endin Paripudin ( 201512500599 )

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi warga


negara.Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Didalam makalah ini kami akan membahas mengenai sosiologi sastra. Sedikit
akan kami bahas mengenai sosiologi sastra. Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu
tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat, ilmu tentang struktur sosial,
proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi sastra adalah karya sastra para kriktikus
dan sejahrawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang di pengaruhi oleh
status lapisan masyarakat tempat yang berasal, idiologi politik dan sosialnya, kondisi
ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
Kami membahas mengenai definisi sastra, sejarah, manfaat mengenai
sosiologi sastra yang akan menambah pengetahuan pembaca. Bahwa telah banyak
penelitian yang membahas mengenai sosiologi sastra, namun kami akan mencoba
mengulas tentang materi ini. Sosiologi sastra sesungguhnya sangat bermanfaat bagi
perkembangan sastra maupun untuk penelitian. Untuk itu kami memilih materi ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapatdi dalam makalah ini yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan definisi Sosiologi Sastra ?


2. Bagaimana pengaruh Sosiologi Sastra ?
3. Apa saja teori pendekatan dalam Sosiologi Sastra ?
4. Pengertian Genetic Strukturalisme

C. Tujuan Masalah

1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi Sosiologi sastra.


2. Mahasiswa dapat memahami tentang perkembangan sejarah Sosiologi sastra.
3. Mahasiswa dapat mempelajari teori-teori pendekatan dalam pelajaran Sosiologi
sastra dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

D. Manfaat Makalah

Manfaat penulisan dalam makalah ini adalah untuk penulis dan pembaca adalah untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang Pendidikan dan sangat pentingnya pendidikan
bagi setiap warganegara, guna memecahkan permasalahan hidup yang mereka
laksanakan.
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, Juni 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................i
Daftar isi ......................................................................................................ii
Bab I pendahuluan .......................................................................................1
A. Latar belakang ........................................................................................1
B. Rumusan masalah ....................................................................................2
C. Tujuan penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat penelitian ...................................................................................3

Bab II Pembahasan...................................................................................... 6
A. Kesalahan fonologi ................................................................................ 6
B. Kesalahan morfologi ............................................................................. 10
C. Kesalahan sintaksis ............................................................................... 11
D. Kesalahan leksikon................................................................................ 11

Bab IV Kesimpulan dan Saran ....................................................................12


A. Kesimpulan ............................................................................................12
B. Saran .....................................................................................................12
Daftar pustaka ............................................................................................13
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos
(Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda,
perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan,
mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana.
Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia
dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda
bahkan bertentangan secara dianetral.

Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa
ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra
bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.

Sosiologi sastra adalah suatu telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakatdan tentang sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang
bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-
lembaga sosial dan masalah-masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-
lain. (Atar Semi: 52).
Telaah sosiologis itu mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Werren dalam Atar
Semi: 53) yaitu:

1. Sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial,


idiologi politik, dan lain-lain yang menyangkut status pengarang.
2. Sosiologi karya sastra, yakni mempermasalahkan tenatang suatu karya sastra
tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya
3. Sosiologi sastra, yakni mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh
sosialnya terhadap masyarakat Pada prinsipnya, menurut Lauren dan Swingewood
(Endraswara, 2004:79), terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra
yaitu; (1) Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang
di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2)
Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, (3)
Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan
keadaan sosial budaya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra


merupakan suatu telaaah ilmu yang mencoba mengungkap fenomena masyarakat
yang terdapat dalam sebuah karya sastra guna memberikan pandangan yang objektif
dalam penilaian karya sastra.
B. Sejarah Pertumbuhan Konsep Sosiologi Sastra

Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan
Aristoteles yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan antara
sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'. Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau
peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti
dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat
memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg,
1986:15). Menurut Plato, setiap benda yang berwujud mencerminkan suatu ide. Jika
seorang tukang membuat sebuah kursi, maka ia hanya menjiplak kursi yang terdapat
dalam dunia ide-ide. Jiplakan atau copy itu selalu tidak memadai seperti aslinya;
kenyataan yang kita amati dengan pancaindra selalu kalah dari dunia ide. Seni pada
umumnya hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang 'kenyataan' (yang juga
hanya tiruan dari 'Kenyataan Yang Sebenarnya') sehingga tetap jauh dari 'kebenaran'.
Oleh karena itu lebih berhargalah seorang tukang daripada seniman karena seniman
menjiplak jiplakan, membuat copy dari copy.

C. Sosiologi Sastra Sebagai Suatu Jenis Pendekatan

Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para
kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara
pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi
dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa
karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudak terkondisi oleh
lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams, 1981:178). Sekalipun
teori sosiologis sastra sudah diketengahkan orang sejak sebelum Masehi, dalam
disiplin ilmu sastra, teori sosiologi sastra merupakan suatu bidang ilmu yang
tergolong masih cukup muda (Damono, 1977:3) berkaitan dengan kemantapan dan
kemapanan teori ini dalam mengembangkan alat-alat analisis sastra yang relatif masih
lahil dibandingkan dengan teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra.

D. Pengaruh Budaya Terhadap Sastra

Bahasa tidak hanya memunyai hubungan dengan budaya, tetapi juga sastra.
Bahasa memunyai peranan yang penting dalam sastra karena bahasa punya andil
besar dalam mewujudkan ide/keinginan penulisnya. Banyak hal yang bisa tertuang
dalam sebuah sastra, baik itu puisi, novel, roman, bahkan drama. Setiap penulis karya
sastra hidup dalam zaman yang berbeda, dan perbedaan zaman inilah yang turut ambil
bagian dalam menentukan warna karya sastra mereka. Oleh karena itu, ada beberapa
periode dalam penulisan karya sastra, seperti Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan
45, Angkatan 66, dan sebagainya. Setiap periode "mengangkat" latar belakang yang
berbeda-beda sesuai zaman dan budaya saat itu.
Sebagai contoh, kesusastraan Indonesia. Kesusastraan Indonesia menjadi
potret sosial budaya masyarakat Indonesia. Tidak jarang, kesusastraan Indonesia
mencerminkan perjalanan sejarah Indonesia, "kegelisahan" kultural, dan manifestasi
pemikiran Bangsa Indonesia. Misalnya, kesusatraan zaman Balai Pustaka (1920 --
1933). Karya-karya sastra pada zaman itu menunjukkan problem kultural ketika
Bangsa Indonesia dihadapkan pada budaya Barat. Karya sastra tersebut memunculkan
tokoh-tokoh (fiksi) yang mewakili golongan tua (tradisional) dan golongan muda
(modern). Selain itu, ada budaya "lama", seperti masalah adat perkawinan dan
kedudukan perempuan yang mendominasi novel Indonesia pada zaman Balai Pustaka.
Sekarang ini, novel Indonesia cenderung menyajikan konflik cinta, sains,
kekeluargaan, dll..

Budaya dan sastra memunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra sangat
dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam kebudayaan akan
tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan bahwa sastra (bahasa) dan
kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Jika kebudayaan
adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, bahasa (sastra)
adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi.

1. Identifikasi kaitan antara sastra dengan masyarakat!

Kaitan sastra dengan masyarakat adalah suatu timbal-balik, menurut


Soemanto kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan
timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra
berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam
berbagai dimensinya (Soemanto, 1993). Hal ini membuktikan bahwa sastra tidak
muncul begitu saja, dari masyarakatlah sastra muncul dan dari sastra masyarakat
sadar. Menurut Damono (1978:3-4) mengklasifikasi tentang hubungan timbal balik
antara sastrawan, sastra dan masyarakat, yang secara keseluruhan merupakan bagan
berikut:

1. Konteks sosial pengarang.hal ini berhubungan dengan segala sesuatu hal yang
berhubungan dengan pengarang, misalnya: dimana ia tinggal, bagaimana
lingkungannya. Hal ini tentu dapat mempengaruhi isi dari suatu karya sastra
2. Sastra sebagai cermin masyarakat; sejauh mana sastra dapat me-
representasikan dari masyarakat itu sendiri. Sastra diharapkan dapat
membuat seseorang/masyarakat sadar akan lingkungannya sendiri.
3. Fungsi sosial sastra. Meneliti sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai
sosial dan sejauh mana nilai sastra dipengaruhi nilai sosial

2. identifikasi karya sastra sebagai dokumen sosial budaya!

Sastra sebagai dianggap sebagai dokumen budaya karena sastra sendiri lahir
dari masyarakat yang merujuk pada sosial,sedangkan interaksi sosial itu sendiri akan
menghasilkan suatu kebudayaan. Kebudayaan pada masa tertentu akan menghasilkan
sastra. Maka dari itu sastra tidak akan lahir tanpa adanya sosial dan budaya. Junus
(1986) mengemukakan, bahwa yang menjadi pembicaraan dalam telaah sosiologi
sastra adalah karya sastra dilihat sebagai dokumen sosial budaya. Sastra bisa dilihat
sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat kenyataan sosio-budaya suatu
masyarakat pada suatu masa tertentu. Pendekatan ini bertolak dari anggapan bahwa
karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Bagaiamanapun karya sastra itu
mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh
keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya. Goldmann (1980)
mengatakan, bahwa sastrawan mengamati kehidupan yang terjadi pada masyarakat
kemudian menulisnya, memahaminya hingga memindahkannya ke dalam karya
sastra.

3. identifikasi pengaruh sosio budaya terhadap penciptaan karya sastra!

Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan tempat
ia lahir. Karena karya sastra merupakan cerminan dari realitas social yang tidak turun
begitu saja dari langit karena semuanya ada hubungan timbal balik. Maka dari itu
karya sastra tak bisa dilepaskan dari kehidupan dimana tempat/lingkungan ia lahir.
Grebstein (1968: 161-169) yang isinya antara lain sampai pada beberapa kesimpulan
antara lain karya sastra tidak dapat dipahami secara tuntas apabila dipisahkan dari
lingkungan atau kebudayaan yang telah menghasilkannya, gagasan yang terdapat
dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan teknik penulisannya, setiap
karya yang bisa bertahan lama pada hakekatnya adalah suatu moral, masyarakat
dapat mendekati karya sastra dari dua arah yaitu sebagai suatu kekuatan
material istimewa dan sebagai tradisi, selain itu kritik sastra seharusnya lebih
dari sekedar perenungan estetis tanpa pamrih, dan yang terakhir kritikus sastra
bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra yang akan
datang.

4. Identifikasi penerimaan karya sastra terhadap penulis tertentu!

Penerimaan karya sastra terhadap penulis tertentu tergantung pada respon


pembacanya menurut Teeuw (dalam Pradopo 2007:207) menegaskan bahwa resepsi
(penerimaan atau penyambutan pembaca) termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya
sastra lahir karena bertujuan untuk menyadarkan (merefleksikan) masyarakat yang
lebih sempitnya adalah pembaca. Maka dari itu, pembaca bisa menentukan makna dan
nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca
yang memberikan nilai.

5. Identifikasi penerapan pendekatan karya strukturalisme genetic

Strukturalisme genetik merupakan cara menganalisis karya sastra dengan mencari


tahu asal-usul karya sastra itu sendiri. Menurut Goldmann ada 3 tahap dalam melakukan
penelitiaan sastra menggunakan teori strukturalisme genetik, diantaranya sebagai berikut:
a) Tesis merupakan informasi apa yang di perlukan berupa data

b) Antitesis merupakan pemberian opini terhadap realitas, anti tesis ini melebur
dengan tesis dan memeberikan suatu opini pada relitas/sintesis

c) Dan terakhir sintesis berupa realitas dan kembali lagi menjadi tesis kembali.

Identifikasi sistem reproduksi dan pemasaran karya sastra!

Sistem produksi pemasaran karya sastra tergantung oleh tipe dan taraf
ekonomi yang ada dalam masyarakatnya itu sendiri, dan penguasa(pemerintah) juga
punya andil dalam terbit atau tidaknya suatu karya sastra

1. Konteks Sosial Pengarang


Konteks sosial sastrawan ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam
masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam bidang pokok ini
termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya. Oleh
karena itu, yang terutama diteliti adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana sastrawan mendapatkan mata pencaharian; apakah ia menerima


bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung atau bekerja
rangkap.
2. Profesionalisme dalam kepengarangan membahasa sejauh mana sastrawan
menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi.
3. Masyarakat yang dituju oleh sastrawan. Dalam hal ini, kaitannya antara sastrawan
dan masyarakat sangat penting sebab seringkali didapati bahwa macam
masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dan isi karya sastra mereka
(Damono, 1979: 3-4).

2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat

Sastra sebagai cermin masyarakat membahas sejauh mana sastra dianggap sebagai
mencerminkan keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan
gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering disalahartikan dan disalahgunakan.
Dalam hubungan ini, terutama harus mendapatkan perhatian adalah:

1. Sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis,


sebab banyak ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak
berlaku lagi pada waktu ia ditulis.
2. Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan
penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya.
3. Genre sastra sering merupakan sifat sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan
sikap sosial seluruh masyarakat.
4. Sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya
mungkin saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat.
5. Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan
untuk menggambarkan keadaan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat
dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial
sastrawan harus diperhatikan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin
masyarakat (Damono, 1979:4).

E. Pengertian dan Pembagian Teori Strukturalisme Genetik dan Teori Struktural


lainya

Teori struktural bertujuan untuk memaparkan dengan cermat makna karya


sastra secara menyeluruh. Pendekatan struktural adalah suatu pendekan yang menitik
beratkan karya sastra sebagai suatu struktur yang otonom, yang kurang lebih terlepas
dari hal-hal yang berada diluar karya sastra (Teww, 1984:36).

Teori strukturalisme dinamik merupakan jembatan penghubung antara teori


struktural formalis dan teori semiotic dengan prinsipnya yaitu mengaitkan dengan
asal-usul teks tetapi penekananya berbeda, struktural dinamik menekankan pada
struktur, tanda dan realitas. Tokoh-tokoh pelopor pada struktur dinamik adalah Julia
Cristeva dan Roland Bartes (Strukturalisme Prancis).

Teori strukturalisme semiotik adalah pada prinsipnya teori ini mempelajari


berbagai objek, peristiwa, atau seluruh kebudayaan sebagai tanda

Teori Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur dengan memberikan


perhatian terhadap asal-usul karya (Chalima, 1994). Strukturalisme genetik ditemukan
oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut
dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The Hidden God: a Study of Tragic
Vision in the Pensees of Paskal and the Tragedies of Racine (Chalima, 1994).
Strukturalisme genetik adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian sastra yang lahir
sebagai reaksi pendekatan strukturalisme murni yang anti historis dan kausal.
Pendekatan strukturalisme juga dinamakan sebagai pendekatan objektif (Juhl dalam
Arif, 2007).

Struktural genetik merupakan salah satu pendekatan yang mencoba menjawab


kelemahan dari pendekatan strukturalisme otonom. Kelemahan tersebut hanya terletak
pada penekanannya yang berlebihan terhadap otonomi karya sastra sehingga
mengabaikan dua hal pokok yang tidak kurang pentingnya, yaitu kerangka sejarah
sastra dan kerangka sosial budaya yang mengitari karya itu (Faruk dalam Chalima
1994). Pendekatan strukturalisme genetik juga mempercayai bahwa karya sastra itu
merupakan sebuah struktur yang terdiri dari perangkan kategori yang saling berkaitan
satu sama lainnya sehingga membentuk yang namanya struktularisme genetik
kategori tersebut ialah fakta kemanusiaan yang berarti struktur yang bermakna dari
segala aktifitas atau prilaku manusia baik yang verbal maupun maupun fisik yang
berusaha di pahami oleh pengetahuaan sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa
dalam teori strukturalisme genetik Goldmann membangun seperangkat kategori yang
saling bertalian satu sama lain, kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek
kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan penjelasan.

F. Teori Lucian Goldam

Untuk menopang teorinya tersebut Goldmann membangun seperangkat


kategori yang saling bertalian satu sama lain sehingga membentuk apa yang disebut
sebagai strukturalisme genetik di atas. Kategori-kategori itu adalah fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan
penjelasan (Faruk dalam Chalima, 1994).

1. Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktifitas atau perilaku manusia baik
yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu
pengetahuan. Fakta ini dapat berwujud aktifitas sosial tertentu, aktivitas politik
tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni patung, dan
seni sastra (Faruk dalam Chalima, 1994). Fakta-fakta kemanusiaan pada
hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan
fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai peranan penting dalam sejarah,
sedangkan fakta yang pertama tidak memiliki hal itu (Faruk dalam Chalima,
1994). Goldmann (Faruk dalam Chalima, 1994) menganggap bahwa semua
fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Yang
dimaksudkannya adalah bahwa fakta-fakta itu sekaligus mempunyai struktur
tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fakta-fakta
kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya. Goldman (Faruk
dalam Chalima, 1994) juga mengatakan bahwa fakta-fakta kemanusiaan
mempunyai arti karena merupakan respon-respon dari subjek kolektif atau
individual, pembangunan suatu percobaan untuk memodifikasi situasi yang
ada agar cocok bagi aspirasi-aspirasi subjek itu. Dengan kata lain, fakta-fakta
itu merupakan hasil usaha manusia mencapai keseimbangan yang lebih baik
dalam hubungannya dengan dunia sekitar .
2. Subjek kolektif

Subjek kolektif adalah subjek yang berparadigma dengan subjek fakta


sosial (historis). Subjek ini juga disebut subjek trans individual. Goldmann
mengatakan (Faruk dalam Chalima,1994) revolusi sosial, politik, ekonomi,
dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis).
Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya.
Yang dapat menciptakannya hanya subjek transindividual. Subjek
transindividual adalah subjek yang mengatasi individu, yang didalamnya
individu hanyalah merupakan bagian. Subjek trans individual adalah
kumpulan individu-individu yang tidak berdiri sendiri-sendiri, merupakan satu
kesatuan, satu kolektivitas.
3. Struktur Karya Sastra

Struktur karya sastra, dalam hal ini roman, tetap menjadi sesuatu yang
penting. Struktur roman merupakan hal pokok yang harus diketahui dan
dianalisis lebih dulu sebelum menganalisis pandangan dunia pengarang.
Struktur roman adalah hal-hal pokok dalam roman yang meliputi unsur-unsur
intrinsiknya. Di dalam eseinya yang berjudul The Epistemology of Sociology,
Goldmann mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada
umumnya yaitu pertama bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan
dunia secara imajiner. dan kedua bahwa dalam usahanya dalam
mengekspresikan pandangan dunia itu pengarang menciptakan semesta tokoh-
tokoh, objek-objek, dan relasirelasi secara imajiner . Dengan mengemukakan
dua hal tersebut Goldmann dapat membedakan karya sastra dari filsafat dan
sosiologi. Menurutnya filsafat mengekspresikan pandangan dunia secara
konseptual, sedangkan sosiologi mengacu pada empirisitas (Chalima dalam
Faruk, 1994).

Dalam eseinya yang berjudul The Sociology of Literature: Status and


Problem Method Goldmann mengatakan bahwa dalam hampir seluruh
karyanya penelitian dipusatkan pada elemen kesatuan, pada usaha
menyingkapkan struktur yang koheren dan terpadu yang mengatur
keseluruhan semesta karya sastra (Faruk dalam Chalima,1994).

4. Pandangan Dunia
Goldmann (dalam Suwardi Endraswara, 2003:57) berpendapat, karya sastra
sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia (vision du
monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota
masyarakat. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa strukturalisme genetik
merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra
dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang
diekspresikannya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami
secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks
sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur masyarakat berarti penelitian
sastra menjadi pincang.

G. Metode Penelitian dengan Teori Strukturalisme Genetik

Teori strukturalisme genetik difokuskan pada kajian intrinsik karya sastra,


baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Kedua, mengkaji latar belakang
kehidupan sosial kelompok pengarang, karena ia adalah suatu bagian dari komunitas
tertentu. Ketiga, mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang ikut mengondisikan
terciptanya karya sastra. Dari ketiga cara tersebut akan diperoleh abstraksi pandangan
dunia pengarang yang diperjuangkan oleh tokoh problematik. Suwardi
Endraswara mengatakan bahwa penelitian strukturalisme genetik memandang karya
sastra dari dua sudut, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian unsur
intrinsik (kesatuan dan koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian
akan menghubungkan berbagai unsur dengan relitas masyarakatnya. Karya dipandang
sebagai refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan sebagainya.

Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung


dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra (Suwardi Endraswara, 2003:56). Goldmann
memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik, dalam tiga hal (dalam
Suwardi Endraswara, 2003:57), yaitu:

1. Penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat sebagai satu kesatuan;

2. Karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra yaitu karya
yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu
keseluruhan (a coherent whole);

3. Jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis dalam hubungannya dengan


latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut:

a. yang berhubungan dengan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan,

b. latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial yang
dilahirkan pengarang sehingga hal tersebut dapat dikongkretkan.

Tahap penelitian dalam mengkaji karya sastra menggunakan teori


strukturalisme genetik menurut Goldman ada 3 yaitu;

1. Tesis merupakan informasi apa yang di perlukan berupa data

2. Antitesis merupakan pemberian opini terhadap realitas, anti tesis ini melebur
dengan tesis dan memeberikan suatu opini pada relitas/sintesis.

3. Sintesis berupa realitas dan kembali lagi menjadi tesis kembali.

Dan prosedur (metode) teori strukturalisme genetik menurut Goldman


terhadap penelitian karya sastra masterpeace (karya sastra besar) adalah sebagai
berikut:
Penelitiaan karya sastra dilihat dari satu kesatuaan karya sastra yang dianalisis
hanyalah karya yang mempunyai nilai sastra yang mempunyai tegangan (tention)
antara keragaman dan kesatuaan dalam sesuatu keseluruhan yang padat (coherent
whole) jika kesatuaan telah ditemukan, kemudiaan dianalisis hubungannya dengan
latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut, yang berhubungan dengan latar
belakang social adalah unsur kesatuaan, latar belakang yang dimaksud pandangan
dunia suatu kelompok sosial yang dilahirkan oleh pengarang.
Secara pendeskripsianya adalah seperti berikut:

1. Menentukan teks yang dipakai sebagai objek kajian dengan membandingkan teks
secara filosofis dari awal hingga akhir.
2. Menentukan fokus objek kajian yaitu makna totalitas teks dengan merumuskan
pandangan dunia kemudian menganalisis struktur teks dan menghubungkanya
dengan struktur sosial teks.
3. Melakkukan kajian pustaka (library research) yang mendukung penulisan dan
pembahasan mengenai teks seperti buku-buku sosial budaya baik tentang keadaan
masyarakat pada masa tersebut, atau karya-karya lain dari pengarangnya untuk
mengetahui informasi adanya keterkaitan hubungan antar teks.
4. Menganalisis objek kajian dengan teori strukturalisme genetik dan metode
dialektis.

Aplikasi kajian teori strukturalisme Genetik:

1. Struktur teks
2. Struktur sosial
3. Pandangan dunia
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk mengurai karya sastra
yang mengupas hubungan antara pengarang dengan masyarakat dan hasil
berupa karya sastra dengan masyarakat. Namun dalam kajian ini hanya
dibatasi dalam kajian mengenai gambaran pengarang melalui karya sastra
mengenai kondisi suatu masyarakat. Sosiologi sastra sebagai suatu jenis
pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi
epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra
berdasarkan prinsip otonomi sastra. Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi
sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan keilmuan dalam menangani
objek sasarannya.

Sasaran penelitian sosiologi sastra terdiri atas 3 bagian, yaitu:


1. Konteks sosial pengarang;
2. Sastra sebagai cerminan masyarakat; dan
3. Fungsi sosial.

Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu


memberi pengaruh terhadap masyarakat (Semi, 1990: 73). Sastra dapat
dikatakan sebagai cerminan masyarakat, tetapi tidak berarti masyarakat
seluruhnya tergambarkan dalam sastra.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran para pembaca agar dapat memperbaikinya menjadi lebih sempurna.
Kepada para pembaca diharapkan agar lebih memperhatikan pentingnya
sosiologi sastra khususnya bagi mahasiswa Program Pascasarjana
pendidiakan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah
Makassar.
DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2007. “Strukturalisme Genetik” (online), (http://arif-irfan-fauzi.blogspot.com, diakses


tanggal 12 Januari 2011).

Chalima, Nur.1994. “Novel senja di jakarta sebuah analisis strukturalisme Genetik”. Skripsi.
Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga

Eagleton. 2007. Teori Sastra. Jakarta: Jalasutra.

Manuaba, Putera. 2009. Durga Umayi: Pergulatan Diri Manusia. Yogyakarta: Jenggala
Pustaka.

Pradopo Rahmat Djoko. 2007 Beberapa teori sastra metode kritik dan penerapanya. Jakarta:
Pustaka Pelajar.

You might also like