You are on page 1of 11

LAPORAN TEKNOLOI PRODUKSI TANAMAN

“Hama dan Penyakit Komoditas”

Disusun Oleh:

Nama : Margareta Pramesti Kusumaningrum

NIM : 215040201111240

Kelas : Agroekoteknologi B

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KEDIRI
2022
PENYAKIT
a. Penyakit Pohkabung (tebu)

Menurut Pratiwi et al (2014) Pokahbung merupakan salah satu penyakit


penting yang menyerang tanaman tebu. Pohkabung disebabkan oleh jamur F.
moniliformae. Penyakit Pohkabung menyerang daun tanaman tebu, sehingga
menyebabkan Kerugian untuk tiap 1 % adalah 0,35 dan 0,85 %. Penyakit
karena jamur pada umumnya, pokahbung dibantu oleh cuaca yang lembab.
Penyebaran penyakit Pohkabung dibantu oleh hujan. Di Pulau Jawa biasanya
penyakit meluas pada bulan Januari dan Februari. Selain itu Tebu yang subur
cenderung lebih rentan daripada yang kurus.

Pohkabung memiliki 3 stadia sebagai berikut:

1. Stadium 1 ditandai dengan gejala pada daun berupa yakni


munculnya klorotis pada setiap helaian daun yang baru saja
terbuka yang kemudian akan timbul titik-titik atau garis-garis
merah, selanjutnya daun-daun ini akan rusak dan tidak dapat
membuka dengan sempurna. Kemudian pada pb2 jamur menyerang
ujung batang yang masih muda, tetapi tidak menyebabkan
pembusukan.
2. Stadium 2 terjadi pada batang yang masih muda dimana terdapat
garis-garis merah kecoklatan yang dapat meluas menjadi rongga-
rongga yang dalam dan memiliki sekat-sekat yang melintang
sehingaa berbentuk seperti tangga.
3. Stadium 3 memiliki gejala spesifik yang semakin parah yakni
berupa pembengkokan batang tanaman tebu akibat dari gejala
stadium dua. jamur F. moniliformae menyerang titik tumbuh dan
menyebabkan pembusukan pada tunas ujung yang disertai bau
tidak sedap dan serangan yang lanjut dapat menyebabkan kematian
pada tanaman.

Pengendaliannya adalah dengan pengendalian secara kimia. Caranya


adalah merendam bibit tebu dengan menggunakan fungisida. Penggunaan
fungisida dianggap efektif, akan tetapi memberikan pengaruh negatif bagi
lingkungan. Selanjutnya dapat dilakukan dengan pemberian jamur antagonis
Trichorderma sp.

b. Karat oranye (tebu)


Karat oranye merupakan penyakit tanaman tebu yang disebabkan oleh jamur
Puccinia Kuehnii. Jamur ini menghasilkan spora uang ringan dan kuat sehingga
mudah dalam menyebarkan karat dalam jangka pendek oleh bantuan angin dan
percikan air. Spora jamur ini juga hidup pada sisa tanaman di dalam yanah.
Penyakit karat oranye menginfeksi tebu dewasa. Suhu penyebaran jamur ini
adalah lebih dari 30 derajat celcius dan kelembaban antara 70-90%. Menurut
Ismayanti et al (2013) Penyakit karat menimbulkan kerusakan pada daun
sehingga mengganggu fotosintesis dan pembentukan gula dan menyebabkan
kerugian hasil hampir 40%.
Gejala diawali dengan bintik-bintik kecil pada daun, kemudian berkembang
menjado lesi berwarna oranye kecoklatan yang kira-kira panjangnya 4 mm dan
lebar 3 mm. arah lesi menuju pangkal daun dan menggerombil. Jika daun terkena
maka akan mati dan mengurangi kanopi tanaman. Pengendaliannya dapat secara
kimiawi menggunakan fungsida dengan penyemprotan 3-4 minggu yakni
metkonazol dan propikonazol.

c. Penyakit noda cincin (tebu)


Penyakit noda cincin merupakan penyakit yang menyerang daun tebu.
Penyakit noda cincin desebabkan oleh jamur Leptosphaeria sacchari, dimana
jamur ini tidak memiliki inang lain selain tanaman tebu. Kondisi yang lembab
hangat bertepatan dengan akhir musim panas dari bulan Desember hingga
Maret sangat cocok untuk perkembang biakan jamur L. sacchari. Penyebaran
spora jamur L. sacchari melalui hujan atau angin.
Gejala awalnya adalah bercak-bercak kecil berbentuk oval memanjang dan
tidak baraturan, dan memiliki pembatas antara tepi dan tengah bercak. Bercak
ini memiliki warna hijau kemerahan dengan lingkaran berwarna kuning. L.
sachhari menyerang daun yang lebih tua daripada daun yang lebih muda yang
tidak menyebabkan kerusakan berat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lalang
et al (2016) menyatakan bahwa Intensitas serangan (IS) penyakit noda cincin
tergolong kriteria rusak ringan (persentase kerusakan antara 1%-25%).
Pengendalian penyebaran jamur ini adalah dengan penanaman varietas tahan
dan penggunaan fungisida.

d. Hawar Daun Padi (Padi)


Hawar daun bakteri merupakan penyakit yang menyerang daun padi dan
disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Hawar Daun Bakteri
di Indoneisa pertama kali dilaporkan pada tahun 1950. Serangan HDB
menyebabkan kerugian hasil panen pada musim hujan sebesar 21- 29% dan
pada musim kemarau 18-28% (Larasati et al, 2021).
Penyakit Hawar Daun Bakteri menyerang tanaman padi disegala tanah, baik
dari dataran tinggi maupu dataran rendah akan tetapi dararatan lebih rendah
lebih rentan terserang HBD. Bakteri Xanthomonas oryzae muncul pada saat
musim. Gejala hawar daun bakteri dimulai dari tepi daun, berwarna keabu-
abuan dan daun menjadi kering. Bagian yang kering ini akan semakin
meluas ke arah tulang daun hingga seluruh daun akan mengering.
Pengendaliannya dapat berupa penggunaan prinsi PHT atau pengendalian
hama terpadu, mengatur jarak tanam, dan melakukan pemupukan berimbang.

e. Karat daun Jagung (Jagung)

Karat daun pada tanaman jagung disebabkan oleh jamur pesies jamur.
polysora dan P. sorghi. Penyakit karat pada tanaman jagung adalah salah satu
dari tiga penyakit utama tanaman jagung dan menempati urutan kedua setelah
penyakit bulai di Indonesia. Penyakit karat pada jagung merupakan penyakit
endemis dan sering menjadi penyebab utama rendahnya produksi jagun di
Indonesia (Burhandi, 2022).

Penyakit karat daun jagung memiliki ciri khas, yaikni diawalin


dengan adanya lesiio kecil pada bagian daun, selanjutnya melingkar sampai
memanjang. Ketika lesio berkembang dalam daun jagung, cendawan keluar dari
permukaan daun dan lesio menjadi lebih memanjang dan biasanya terjadi halo
kuning. Gejala selanjutnya adalah t terdapat pustul / bisul warna merah
menyebar daun bagian atas dan bawah dan awarna berubah menjadi hitam
kecoklatan. Pengendalian yang tepat adalah penanaman varietas tahan seperti
XCI 47 dan XCJ 33.
HAMA

a. Penggerek Batang Padi (padi)


Penggerek batang padi adalah hama penting tanaman padi. Pemggerek
batang padi termasyj dalam ordo lepidoptera dari famili Noctuidae dan
Pyralidae. Penggerek batang padi putih ini berbentuk kupu-kupu kecil
berbentuk ngegat dan tertarik pada lampu malam hari. Terdapat lima spesies
penggerek batang padi yakni penggerek batang padi kuning Scirpophaga
(Tryporyza) incertulas (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang
padi putih Scirpophaga (Tryporyza) innotata (Walker), Chilo suppressalis
Walker, Chilo polychrysus (Meyrick), dan Sesamia inferens (Walker). Hama
ini hanya akan menyerang tanaman padi karena vegetasi rumput-rumputan
tidak ada hama penggerek, akan tetapi hama padi lainnya.
Gejala serangan hama penggerek terdapat dua fase yakni fase vegetatif dan
fase generatif. Pada fase vegetatif yang disebut sundep (deadhearts) dengan
gejala titik tumbuh tanaman muda yang mati. Adapun gejala serangan pada
fase generatif disebut beluk (whiteheads) yakni gejalannya adalah malai mati
dengan bulir hampa yang kelihatan berwarna putih. Pada gejala sundep
kelihatan 4 hari penggerek selalu keluar masuk batang padi, sehingga setiap
ekor larva sampai dewasa dapat menghabiskan 6-15 batang padi. Menurut
Behaki (2013) menyatakan pada lahan pasang surut, hama ini selalu ada setiap
musim dengan intensitas serangan kurang dari 15%, tetapi bila lingkungan
mendukung intensitas serangan melebihi 15%. Pengendalian hama penggerek
batang padi masih mengandalkan insektisida karena kurangnya pemahaman
terahadap alat pengendali hama dan belum tertatanya sistem pertanaman di
lapangan.

b. Penggerek Batang Jagung


Ostrinia furnacalis merupakam serangga penggerek batang jagung yang
menyebar ke suruh benua Asia. Ostrinia furnacalis memiliki metaorfosis
sempurna. Siklus hidup Ostrinia furnacalis terdiri dari stadia telur, larva, pupa,
dan imago (ngengat). Ngengat Ostirina furnacalis digolongkan ke dalam
serangga nokturnal, atau aktif malam hari.
Bioekologi Ostrinia furnacalis adalah pada satu kelompok telur beragam
antara 30-50 butir dengan umur telur 3-4 hari. Sebagai contohm, ngengat betina
lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur di
letakkan pada permukaan bagian bawah daun utamanya pada daun ke 5-9,
umur telur 3-4 hari. Pupa biasanya terbentuk di dalam batang jagung. Warna
berwarna coklat kemerah merahan, umur pupa 6-9 hari. Teknik pengendalian
yang digunakan yaitu pengendalian secara kultur teknis (tanam serempak,
tumpang sari, pengolahan tanah yang baik), pengendalian secara hayati
(menggunakan agens hayati) dan pengendalian kimiawi (menggunakan
pestisida kimia) (Kim et al, 2022).

c. Penggerek pucuk Tebu (Tebu)


Penggerek pucuk tebu merupakan hama yang menyerang tanaman tebu.
Gejalanya adalah ketika telur hama diletakkan di balik daun didekat ujung
tanaman kemudian akan memasuki fase metamorfosis larva akan menuju
pucuk tanaman daun dan menggerek pucuk dengan cara melubangi pucuk
tanaman. Pada fase ini hama mematikan titik tumbuh tebu karena Pada fase
inilah hama berperan mematikan tanaman tebu karena titik tumbuh tanaman
akan dilubangi. Akan tetapi , jika tanaman tidak mati maka akan keluar cabang
yang mengakibatkan tebu tidak bisa tumbuh tinggi, penggerek pucuk berperan
sebagai penggerek ruas.
Menurut Arif (2019) Hama penggerek pucuk tanaman tebu sangat
berpotensi merusak secara masal dan bahkan menyebabkan rendemen gula
berkurang 15-77%, karena mampu mematikan tanaman tebu jika diserang pada
usia 2-3 bulan pertama. Maka perlu adanya pengendalian hayati dan kimiawi.
Pengendalian secara hayati adalah dengan melepaskan parasitoid telur
Trichogramma chilonis pada interbal 7-10 hari. Selain itu dilakukan
pengendalian kimiawi dengan menyemprotkan insektisida secara terpadu.

d. Uret
Salah satu golongan serangga yang menyerang akar tanaman tebu adalah
hama uret Lepidiota stigma. Hama uret merusak tanaman tebu, terutama pada
tebu muda yakni dengan cara memakan perakaran sehingga menyebabkan
tanaman tebu menjadi layu dan lama kelamaan mati. Selain itu, hama uret juga
menyerang tanaman tebu dewasa yang berpotensi menyebabkan gagal panen.
Tingginya populasi uret pada tanaman tebu tidak hanya merusak perakaran, aka
tetapi tetapi juga menyerang hingga ke pangkal batang. Berdasarkan hidupnya
yang sangat kompleks di dalam tanah , maka dapat diartikan uret termasuk hama
yang cukup sulit dikendalikan.
Pengendalian hama uret dengan menggunakan Nematoda Patogen dan
Serangg (NPS). Penggunaan NPS udah diperbanyak secara massal baik in vivo
maupun in vitro. Perbanyakan massal setiap isolat dilakukan secara in vivo
menggunakan inang ulat Tenebrio molitose yang diperoleh dari penjual pakan
burung di sekitar lokasi penelitian. Selain itu penggunaan Ulat T. molitor adalah
salah satu inang yang direkomendasikan dalam perbanyakan massal NPS, selain
ulat Galleria mellonella (Christen et al. 2011).

e. Ulat Grayak (Jagung)


Ulat grayak merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman jagung.
Ulat ini tidak berbulu dan menyerang dengan populasi yang tinggi. Siklus
hidup ulat grayak dapat berlangsung dari 32 – 46 hari. Fase Telur selama 2-3
hari dengan jumlah telur dapat mencapai 1.046 telur. Fase larva selama 14-19
hari. Fase pupa selama 9-12 hari dan Fase Imago selama 7-12 hari. Menurut
untu Indonesia
Daya migrasi Ulat ini tinggi dimana umago dapat terbang 100 km jmai
sebelum meletakkan telurnya. Penyebaran telur dengan bantuan angin, larva
dapat menginvasi tanaman budidaya. Ulat grayak menyerang tanamna pada
malam hari dan siang hari bersembunyi di bawah tanaman, mulsa, gulungan
daun. Berikt adalah jejala tanaman terserang ulat grayak adalah daun rusak
terkoyak, berlubang tidak beraturan, terdapat kotoran seperti serbuk gergaji dan
pada serangan berat daun menjadi gundul. Ciri-cri hejalanya adalah Adanya
bekas gesekan dari larva atau ulat, selanjutnya adanya serbuk kasar seperti
serbuk herhaji di sekitar pupuk jagung. Menurut fattah (2016) di Indonesia,
tingkat serangan ulat grayak tersebut dapat mencapai 23-45%.
Pengendaliannya yakni dengan rotasi tanaman untuk memutus daur hidup
hama, pengolahan tanah setelah pemanenan untuk menghindari kepompong/
telur hama yang tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. Z. 2016. Strategi Pengendalian Larva Hama Penggerek Pucuk Tebu


dengan Kontrol Optimal. In PRISMA, Prosiding Seminar
Nasional Matematika (pp. 427-435).
Arif, M. Z. 2016. Strategi Pengendalian Larva Hama Penggerek Pucuk Tebu
dengan Kontrol Optimal. In PRISMA, Prosiding Seminar
Nasional Matematika (pp. 427-435,
Baehaki, S. E. 2013. Hama penggerek batang padi dan teknologi
pengendalian. Iptek Tanaman Pangan, 8(1).
Burhanudin. 2022. Preferensi Penyakit Karat Daun (Puccinia Polysora
Undrew) Pada Tanaman Jagung. Sulaawesi Selatan: Balai
Penelitian Tanaman Serelia.
Christen, J.M., Campbell, J.F., Lewis, E.E., Shapiro-Ilan, D.I. &
Ramaswamy, S.B. 2011. Responses of the
entomopathogenic nematode, Steinernema riobrave to its
insect hosts, Galleria mellonella and Tenebrio molitor.
Parasitology, 134 (6): 889–898.
Fattah, A., & Ilyas, A. 2016. Siklus hidup ulat grayak (Spodoptera litura, F)
dan tingkat serangan pada beberapa varietas unggul kedelai
di Sulawesi Selatan. In Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Pertanian. Banjarbaru (20).
Ismayanti, W. 2013. Pertumbuhan dan tanggapan terhadap penyakit karat
(puccinia kuehnii) sembilan klon tebu (saccharum
officinarum L.) yang diinfeksi jamur mikoriza
arbuskular. Vegetalika, 2(4), 75-87.
Kim, E. Y., Jung, J. K., Kim, I. H., & Kim, Y. 2022. Chymotrypsin is a
molecular target of insect resistance of three corn varieties
against the Asian corn borer, Ostrinia furnacalis. PloS
one, 17(4), e0266751.
Lalang, Elizabeth, Helda Syahfari, and Noor Jannah. 2016. Inventarisari
Penyakit Bercak Daun (Curvularia sp.) di Pembibitan
Kelapa Sawit PT Ketapang Hijau Lestari-2 Kampung Abit
Kecamatan Mook Manaar Bulatin Kabupaten Kutai Barat.
Jurnal AGRIFOR. 15(1): 1412-1419.
Laraswati, R., Ramdan, E. P., & Kulsum, U. 2021. Identifikasi penyebab
penyakit hawar daun bakteri pada kombinasi pola tanam
System of Rice Intensification (SRI) dan jajar legowo.
In Agropross: National Conference Proceedings of
Agriculture. Hal (Pp. 302-311)
Maryono, T., Widiastuti, A., & Priyatmojo, A. 2017. Penyakit busuk akar
dan pangkal batang tebu di Sumatera Selatan. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. 13(2): 67-67.
Pratiwi, B. N., Sulistyowati, L., Muhibuddin, A., & Kristini, A. 2014. Uji
pengendalian penyakit pokahbung (Fusarium moniliformae)
pada tanaman tebu (Saccharum officinarum) menggunakan
trichoderma sp. indigenous secara in vitro dan in
vivo. Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan), 2(1), 119-
129.
Ratnasari, E. K., Ginardi, H., & Fatichah, C. 2014. Pengenalan peny akit
noda pada citra daun tebu berdasarkan ciri tekstur fractal
dimension co-occurrence matrix dan L* a* b* color
moments. Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi, 12(2): 27-36.

You might also like