You are on page 1of 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI AGENS HAYATI


PERBANYAKAN PARASITOID

Oleh :

Nama : Niada Lestari


NIM : 155040200111046
Kelas :B
Kelompok : Kamis, 14.45 – 16.25
Asisten : Ahmad Zaid N.

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2018
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pengendalian hayati merupakan salah satu dari konsep pengendalian
hama terpadu (PHT) dengan pemanfaatan musuh alami sebagai agen hayati
dalam mengendalikan hama dan penyakit perlu dikedepankan dalam
menekan penggunaan pestisida kimia yang berlebihan.
Agens hayati yaitu bagian dari suatu ekosistem yang sangat penting
peranannya dalam mengatur keseimbangan ekosistem tersebut. Secara
alamiah, agen hayati merupakan komponen utama dalam pengendalian
alami yang dapat mempertahankan semua organisme pada ekosistem
tersebut berada dalam keadaan seimbang. Musuh alami serangga hama
umumnya berupa Arthropoda dari jenis serangga dan laba-laba, serta dapat
digolongkan menjadi predator dan parasitoid. Predator adalah binatang yang
memangsa binatang lain, sedangkan parasitoid adalah binatang yang pada
fase pradewasanya hidup dengan menjadi parasit pada binatang lain
sedangkan pada fase dewasanya hidup bebas.
Oleh karena itulah, pengendalian hayati perlu dikembangkan guna
menjaga ekosistem lingkungan. Hal ini juga mempunyai pengaruh besar
terhadap keberadaan musuh alami yang sangat penting dalam pengendalian
populasi serangga hama, sehingga konservasi musuh alami di lahan
pertanian menjadi hal penting untuk dilakukan.

1.2 Tujuan
Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui perbanyakan
inang alternative, untuk mengetahui perbanyakan parasitoid, dan untuk
mengetahui pembuatan sangkar perkawinan

1.3 Manfaat
Manfaat dalam praktikum ini yaitu dapat mengetahui cara pembuatan
sangkar, perbanyakan inang alternatif dan perbanyakan parasitoid.
BAB II. Tinjauan Pustaka
2.1 Parasitoid
2.1.1 Pengertian Parasitoid
Parasitoid mempunyai ciri-ciri menghabiskan inangnya di dalam
perkembangannya, inang parasitoid adalah serangga, ukuran tubuh
parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya, parasitoid dewasa
tidak lagi melakukan aktivitas parasitasi dan parasitoid hanya berkembang
dalam satu inang (Purnomo, 2009).
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau
binatang antropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa,
sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya
(Nurhayati, 2011).
A parasitoid is an organism that lives on or in a host organism and
ultimately kills the host. Most insect parasitoids are found in the Order
Hymenoptera and roughly 10% of all described insect species are parasitoids
(Charles et al, 1999)
“Parasitoid adalah organisme yang hidup pada atau dalam organisme inang
dan akhirnya membunuh inangnya. Kebanyakan parasitoid serangga
ditemukan pada Ordo Hymenoptera dan sekitar 10% dari semua spesies
serangga yang dijelaskan adalah parasitoid”.
Parasitoids are insects, mainly wasps (Hymenoptera), that develop to
maturity by feeding on the body of another host arthropod, eventually killing it
(Sally et, al., 2007).
“Parasitoid adalah serangga, terutama tawon (Hymenoptera), yang
berkembang dengan mengambil makanan dari tubuh inang lainnya, dan
akhirnya membunuhnya.”
2.1.2 Macam-macam Parasitoid Berdasarkan Fase Inang
Menurut Juniawan (2013), bahwa berdasarkan fase inang, parasotoid
dibagi menjadi :
1. Parasitoid telur
Parasitoid telur adalah parasitoid yang menyerang telur inangnya.
Umumnya berstatus sebagai endoparasitoid, walaupun ada yang
ektoparasitoid, terutama pada telur yang diletakkan secara berkelompok.
Terdiri atas beberapa familia, yaitu :
a. Familia Encyrtidae merupakan tabuhan yang menyerang telur dari
beberapa jenis serangga dan kutu.
b. Familia Trichogrammatidae, Contoh : Trichogramma sp.,parasitoid pada
Heliothis sp. dan Artona sp.
2. Parasitoid larva
Parasitoid meletakkan telur pada larva inangnya, setelah menetas hidup
dalam tubuh inang dan keluar lagi ketika akan menjadi pupa. Parasitoid dari
jenis ini memilih inangnya berupa larva (ulat) dari berbagai jenis hama
3. Parasitoid telur-larva
Parasitoid ini berkembang mulai dari telur hingga larva. Cara hidupnya
adalah pada fase dewasa meletakkan telur pada telur inangnya (hama). Telur
inang menetas menjadi larva dan telur parasitoid terbawa larva. Telur
parasitoid menetas dan larva inang menjadi imago (dewasa). Contoh:
Chelonus sp., parasiotid pada Batrachedra arenosela.
4. Parasitoid pupa
Parasitoid yang menyerang fase pupa/kepompong dari inangnya.
Contoh: Tetracticus sp. pada ulat jeruk (Papilio memnon) dan Opius sp. pada
lalat buah (Dacus sp.)
5. Parasitoid dewasa
Parasitoid yang menyerang inang ketika fase dewasa, tidak banyak
dilaporkan, namun ada beberapa contoh berikut ini.
Contoh: Aphytis chrysomphali, Aspidiotus destructor, Comperiella
unifasciata, Aspidiotus regidus.
2.1.3 Contoh umum yang parasitoid yang digunakan dalam perbanyakan
massal
Beberapa contoh umum parasitoid yang digunakan dalam perbanyakan
massal baik itu parasitoid telur maupun parasitoid larva. Berikut beberapa
contohnya :
a. Trichogramma sp., parasitoid telur yang tergolong dalam famili
Trichogrammatidae merupakan parasitoid yang banyak digunakan
sebagai agens hayati dalam program pengendalian hayati.
Trichogramma spp.. Merupakan parasitoid yang telah digunakan untuk
mengendalikan serangga hama, terutama ordo Lepidoptera, pada 20
spesies tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan, yang meliputi
28 spesies serangga hama (Nurindah, 2006).
b. Anagrus sp, Parasitoid Anagrus sp. adalah parasitoid telur wereng
batang padi cokelat ( Nilaparvata lugens Stal.) yang potensinya
dalam menekan N. lugens telah banyak diketahui. Parasitasi
Anagrus sp. pada telur N. lugens berkisar dari 15,7-35,7% dengan
rata-rata 24,9% dan 11,31%. Kemampuan parasitasi Anagrus sp.
dapat mencapai 38,21% pada pertanaman padi dan 64,09%
terhadap N. lugens yang berada pada rumput (Araz et al, 2012).

2.2 Inang Alternatif


2.2.1 Pengertian inang alternatif
Inang alternatif adalah tempat dan nutrisi makanan jika tidak ada inang
primer dan sekunder, dimana patogen pada masing-masing inang dapat
menyelesaikan siklusnya atau inang alternatif adalah organisme lain selain
inang utama yang juga bisa menjadi inang hama atau penyakit yang
menyerang tanaman utama (Akin, 2007).
Inang alternatif memiliki peranan penting terhadap keberlangsungan
hidup serangga parasitoid saat tidak tersedia inang asli di alam serta
mempermudah proses pembiakkannya di laboratorium (Buchori et al. 2008).
Alternative hosts is a plant other than the main host that a parasite can
colonize; alternative hosts are not required for completion of the
developmental cycle of the parasite (Encyclo, 2018).
“Inang alternatif adalah tanaman selain inang utama yang dapat dijajah oleh
parasit; Inang alternatif tidak diperlukan untuk penyelesaian siklus
perkembangan parasit”.
Alternative hosts are clearly defined as feeding, breeding and their risk
assessed, more targeted pest management strategies can be developed that
could decrease the number of insecticide sprays needed to control the vector
(Vereijssen, 2018)
“Inang alternatif didefinisikan dengan jelas sebagai makanan, berkembang
biak dan risiko mereka dinilai, strategi pengelolaan hama yang lebih
ditargetkan dapat dikembangkan yang dapat menurunkan jumlah semprotan
insektisida yang dibutuhkan untuk mengontrol vektor”.
2.2.2 Inang yang umum digunakan dalam perbanyakan massal
Inang pengganti yang umum digunakan untuk perbanyakan parasitoid
telur adalah serangga yang hidup di gudang, seperti Corcyra cephalonica
atau yang lebih dikenal sebagai ulat beras. Pemilihan C. cephalonica ini
didasarkan pada pemikiran bahwa serangga ini mudah dibiakkan secara
massal dengan menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia di Indonesia.
Inang pengganti harus memenuhi syarat, yaitu mudah dipelihara dan
disediakan di laboratorium. Selain itu, pembiakan inang pengganti harus
relatif lebih cepat dan murah dibanding dengan pembiakan inang alami
(Herlinda, 2002).
Dalam proses perbanyakan C. cephalonica yaitu pada stadium larva,
karena kualitas ngengat (yang nantinya akan menghasilkan telut) sangat
dipengaruhi oleh kualitas larva. Selain itu, pada stadium larva banyak
kendala yang mempengaruhi ketahanan hidup larva tersebut, diantaranya
adalah pesaing (misalnya Tribolium castaneum), predator (misalnya tungau)
dan parasitoid (misalnya Bracon hebetor). Media yang digunakan dalam
membiakkan larva C. cephalonica adalah campuran beras dan jagung
dengan perbandingan 1 : 2. Masa larva-pupa, yaitu masa C. cephalonica
berada di dalam media yaitu 25-35 hari. Ngengat betina yang muncul dapat
meletakkan telur setelah melalui masa preoviposisi seama 24 jam. Satu ekor
ngengat betina dapat menghasilkan ± 400 telur. Telur-telur yang dihasilkan
merupakan bahan utama dalam pembiakkan parasitoid Trichogramma
(Nurindah, 2010).

2.3 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan massal


Faktor yang mempengaruhi keberhasilan semua teknik perbanyakan
massal sangat ditentukan oleh sikronisasi antara fenologi inang (hama
tanaman) dan parasitoid di lapangan. Pada fase larva, parasitoid hanya dapat
hidup pada fase inang tertentu terutama fase telur dan larva, sehingga
kelanjutan hidup parasitoid hanya dapat ditentukan oleh ketersediaan fase
inangnya yang tepat. Apabila induk parasitoid akan meletakkan telurnya,
tetapi pada waktu itu tidak tersedia fase inang yang tepat, parasitoid tersebut
tidak akan dapat melaksanakan fungsinya untuk mengendalikan populasi
hama. Penggunaan Trichogramma sp. sebagai parasitoid telur, diantaranya
dapat dilakukan secara inundatif. Pada teknik inundatif, diperlukan teknik
pembiakan alternatif yang tepat waktu, murah, dan mudah. Tepat waktu
perbanyakan T. japonicum dapat dibuat secara terjadwal, sehingga tersedia
sepanjang waktu. Mudah dalam arti bahwa perbanyakan Trichogramma sp.
dapat dilakukan dengan metode sederhana antara lain dengan menggunakan
inang alternatif. Murah bahwa makanan serangga inang alternatif mudah
didapatkan serta dengan harga yang terjangkau (Sitorus et al, 2012).
Pengembangan agens hayati yang potensial perlu dilakukan
pembelajaran mengenai kemampuan parasitisasinya, yang meliputi lama
hidup dan potensi produksi telur. Lama hidup dan potensi produksi telur,
pada umumnya sebagian didukung oleh ketersediaan pakan dan inang bagi
parasitoid tersebut. Lama hidup parasitoid tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor genetik saja, namun juga dipengaruhi oleh lingkungan, seperti cahaya,
kelembaban, fotoperiode, suhu, sumber pakan kepadatan populasi dan
spesies inang (Hoffulann et al, 2001). Ketersediaan dan kelimpahan inang
merupakan sumber daya bagi imago parasitoid, begitu pula sumber pakan
dan tempat berlindung dapat membatasi tingkat parasitisasi pada inang
(Costamagna dan Landis, 2002).

2.4 Quality control dari berbagai parasitoid


Kriteria pemilihan parasitoid yang digunakan pada skrining awal untuk
mendapatkan kandidat parasitoid yang berpotensi untuk dikembangkan
adalah preferensi inang dan kesesuaian inang. Pengujiannya meliputi uji
laboratorium, semi lapang dan lapang (Nurindah, 2006).
Pengujian laboratorium meliputi uji dengan dan tanpa pilihan inang.
Pada pengujian ini, parasitoid ditawari berbagai inang (termasuk inang
alternatif yang akan digunakan dalam pembiakan massal). Pengamatan uji
preferensi ini dilakukan secara langsung (perilaku parasitoid dalam proses
parasitasi setiap inang) dan secara tidak langsung (hasil akhir dari suatu
proses parasitasi). Kandidat parasitoid yang dipertimbangkan untuk dapat
dikembangkan adalah parasioid yang menunjukkan preferensi tinggi terhadap
serangga hama sasarannya. Pengujian semi lapang dan lapang terhadap
kandidat parasitoid dilakukan untuk mengetahui daya cari dan daya
sebarnya. Parasitoid dengan daya cari ianag dan daya sebar yang tinggi
merupakan kandidat yang berpotensi untuk dikembangbiakkan (Nurindah,
2006).
BAB III. Metodologi
3.1 Perbanyakan Inang Alternatif
3.1.1 Alat dan Bahan
Alat
a. Toples : Untuk wadah perbanyakan inang alternatif
b. Kain kasa : Untuk menutup toples
c. Karet gelang : Untuk mengikat kain kasa dengan toples
d. Timbangan : Untuk menimbang jagung dan dedak
e. Kuas : Untuk mengambil
Bahan
a. Dedak : Untuk makanan Corcyra cephalonica
b. Jagung : Untuk makanan Corcyra cephalonica
c. Corcyra cephalonica : Untuk perbanyakan
3.1.2 Cara Kerja (Diagram alir)
Persiapkan pakan, pakan adalah campuran dedak : beras jagung (3 : 1)

Pakan disterilkan 70oC ± 2 jam

Masukkan pakan yang telah steril ke toples plastik

Masukkan telur C. cephalonica yang ada pada kain kas alas dan atas tabung disapu
menggunakan kuas dan ditampung ke bagian bawah (cawan petri) alas tabung

Telur yang telah ditampung di cawan petri dipisahkan yang bersih dan kotor, telur
yang bersih akan dipakai untuk perbanyakan C. cephalonica, sedangkan yang kotor
dikembalikkan ke toples perbanyakan imago

Telur yang bersih dimasukkan ke dalam cawan petri dan diwrapping

Masukkan ke freezer ± 30 menit, dan siap dipakai untuk perbanyakan Trichogramma


spp

Tulis hari dan tanggal telur dipanen

3.2 Pembuatan Sangkar Perkawinan


3.2.1 Alat dan Bahan
a. Gunting : Untuk memotong kertas karton
b. Cutter : Untuk memotong kertas karton
c. Penggaris : Untuk membuat garis pola
d. Fial film : Untuk tempat telur
e. Lem : Untuk mengelem kertas karton
Bahan
a. Kertas karton : Untuk membuat sangkar perkawinan
b. Kain jaring : Untuk menutup sangkar

3.2.2 Cara Kerja (Diagram alir)


Siapkan alat dan bahan

Kertas karton digunting dengan ukuran 50 x 30 cm dan dibentuk tabung dengan


diameter 10 cm

Sisi pada tinggi tabung dibuat lubang untuk memasukkan imago C.cephalonica

Karton yang sudah dibentuk tabung, ditutup dengan kain kasa pada kedua alas
tabung, yang nantinya sebagai tempat imago meletakkan telurnya

Lubang yang dibentuk disisi tinggi tabung ditutup dengan fial film

Sangkar perkawinan untuk imago C. cephalonica telah selesai


3.3 Perbanyakan Parasitoid
3.3.1 Alat dan Bahan
Alat
a. Kuas : Untuk mengambil telur C.cephalonica
b. Gunting : Untuk memotong kertas karton
c. Autoklaf : Untuk steril
Bahan
a. Kertas karton atau kertas manila : Untuk tempat telur
b. Lem kertas : Untuk melekatkan kertas dengan
telur
c. Tabung reaksi : Untuk tempat telur dan kertas
d. Kain perca : Untuk menutup tabung reaksi
e. Telur C. cephalonica yang sudah steril : Untuk spesimen
d. Kertas label : Untuk memberikan keterangan
3.3.2 Cara Kerja (Diagram alir)
Siapkan alat dan bahan

Gunting kertas karton dengan ukuran 1,5 x 7 cm

Mengoleskan lem perekat kebagian tepi karton seluas 1,5 x 4 cm

Menaburkan telur yang sudah steril keatas karton yang sudah diberi lem perekat

Karton diberi tanggal pembuatan

Memasukkan karton yang sudah berisi telur dan starter indukan Trichogramma sp.
Kedalam tabung reaksi lalu ditutup dengan kain perca

Tunggu 3-4 hari sampai telur C. cephalonica berubah warna menjadi warna hitam

Karton diberi keterangan tanggal pembuatan


BAB IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Perbanyakan Inang Alternatif

Dari hasil pengamatan pada perbanyakan inang alternatif dilakukan


melalui metode rearing dengan memasukkan telur C. cephalonica ke dalam
toples. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa imago C.
cephalonica tidak ada yang berhasil tumbuh. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa perbanyakan inang alternatif C. cephalonica tidak
berhasil karena beberapa dari larva C. cephalonica tidak dapat tumbuh
menjadi imago baru dan hanya ada 7 ekor larva. Hal tersebut dapat
diakibatkan oleh kualitas pakan yang kurang baik sehingga larva C.
cephalonica tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurut Cadapan (1988) pakan yang paling baik untuk
C. cephalonica yaitu apabila pakan tersebut mampu menghasilkan
persentase kemunculan imago dan keperidian yang tinggi. Perbedaan jenis
pakan pada fase larva menyebabkan terjadinya perbedaan keperidian imago
yang signifikan. Pakan yang digunakan dalam perbanyakan inang alternatif
sudah dianggap baik dan memenuhi syarat untuk dapat dijadikan tempat
tinggal bagi larva C. cephalonica dengan pemberian nutrisi dan pakan yang
cukup bagi pertumbuhannya.

4.2 Hasil Perbanyakan Telur Corcyra chepalonica


Dari praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil bahwa telur C.
chepalonica yang ada pada sangkar perkawinan tidak ada. Karena
lingkungan yag tidak sesuai untuk perkembangbiakan C. chepalonica dan
karena tidak ada makanan yang tersedia bagi C. chepalonica jantan dan
betina yang diinfestasikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herlinda (2005),
bahwa dalam pembetukan telur pada fase imago diperlukan gizi yang sangat
tinggi.
4.2 Hasil Perbanyakan Parasitoid

Dari praktikum parasitoid yang menggunakan Tricogramma sp. dan


telur C. cephalonica didapatkan hasil bahwa Tricogramma sp. berhasil
memparasiti telur C. cephalonica. Telur C. cephalonica yang awalnya
berwarna putih agak krem dan berubah menjadi warna kehitaman setelah
terparasiti Tricogramma sp.. Telur C. cephalonica dalam 7 hari sudah
terparasiti semua oleh Tricogramma sp. Hal ini dikarenakan telur inang
tersebut dimakan oleh larva Tricogramma sp.. Menurut Jannah (2010)
Trichogramma sp di dalam telur inang telah berubah menjadi larva, larva
akan memakan isi telur inang yang dapat menyebabkan kematian telur inang.
Stadia larva yang terdiri dari tiga instar dan stadia pupa berada di dalam telur
inang. Sebelum memarasit atau melakukan oviposisi, imago betina akan
melakukan orientasi untuk memilih telur inang yang berkualitas baik dengan
cara menyentuhkan antena dan palpus pada telur inang. Kemudian menurut
Yunus et al. (2004), bahwa telur yang terparasiti oleh Tricogramma sp.
berubah warna menjadi kehitaman.
BAB V Penutup
5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum ini, inang alternatif yang digunakan yaitu C.
cephalonica yang diperbanyak dalam rearing dan tidak berhasil karena tidak
ada imago yang tumbuh dan hanya terdapat 7 ekor larva. Kemudian
berdasarkan hasil yang didapat dari proses perbanyakan telur dengan
infestasi C. cephalonica jantan dan betina tidak berhasil, karena faktor
lingkungan dan ketersediaan makanan yang tidak sesuai. Sedangkan untuk
hasil parasitoid Tricogramma sp berhasil memparasiti telur C. cephalonica,
selama satu minggu setelah proses memparasiti, semua telur sudah berubah
warna menjadi kehitaman.

5.2 Saran
Lebih kondusif lagi dalam pelaksanaan praktikum, dan alat yang
digunakan diharapkan lebih memadai lagi agar ketika praktikum tidak
menunggu kelompok lain selesai.
DAFTAR PUSTAKA

Akin, Hasriadi. 2007. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.


Araz, Meiline Y. Andi Trisyono, Edhi Martono, Damayanti Buchori. 2012.
Teknik perbanyakan massal parasitoid Anagrus nilaparvatae (Pang et
Wang) (Hymenoptera: Mymaridae) dengan kotak plastic. Jurnal
Entomologi Indonesia. Vol. 9 No. 1, 7-13.
Buchori D, Sahari B, Nurindah. 2008. Conservation of agroecosystem
through utilization of parasitoid diversity: lesson for promoting
sustainable agriculture and ecosystem health. Hayati 15(4): 165-172.
Charles J. H., Godfray M. S. 1999. Parasitoids as model organisms for
ecologists. Res Popul Ecol (1999) 41:3–10
Costamagna A. C, Landis D. A. 2002. Effect of Food Resources, Host
Access, Mating Status, and Temperature on The Longevity and
Fecundity of Adult Glyptapanteles Militaris (Walsh) and Meteorns
Communis (Cresson) (Hymenoptera: Braconidae), Parasitoids of the
annywonn, Pseudaletia unipuncta (Lepidoptera: Noctuidae).
Encyclo. 2018. Alternative Host. Niebert: The Netherlands.
Herlinda S, Aan & Yulia. 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Corcyra
Cephalonica (Stainton) (Lepidoptera: Pyralidae) pada Media Lokal:
Pengawasan Mutu Inang Pengganti. Jurnal Agikultura 16(3): 153-159.
Herlinda, S. 2002. Teknologi Produksi Masal dan Pemanfaatan Parasitoid
Telur Hama Sayuran. Hal.17.1-8. Dalam Agribisnis dan Agroindustri
Unggulan dan Andalan Daerah di Era Otonomi. Prosiding Seminar
Nasional, Palembang 7 Oktober 2002
Jannah, Miftahul. 2010. Informasi Dasar Parasitoid Telur Trichogramma
chilonis Ishii ( HYMENOPTERA : TRICHOGRAMMATIDAE) Dalam
Kaitannya Dengan Pengendalian Hayati. IPB. BOGOR.
Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur Dan Bakteri Dalam Pengendalian
Penyakit tanaman Secara Hayati Yang Ramah Lingkungan. Prosiding
Semirata, 1(1): 316-321.
Nurindah. 2006. Teknik Perbanyakan Parasitoid Telur Trichogramma. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Malang
Nurindah. 2010. Teknik Perbanyakan Parasitoid Telur Trichogramma. Balai
Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas): Malang.
Purnomo, S. 2009. Populasi Kutu Kebul (B. tabaci Genn.) pada Berbagai
Pola Tanam Cabai (Capsicum annuum L.). Jurnal Pertanian Terapan
9(2): 86-89.
Sally E. M. F., Dytham C., Mayhew P. J. 2007. Determinants of parasitoid
abundance and diversity in woodland habitats. Journal of Applied
Ecology. 44: 352-361.
Sitorus, P. T, Oemry, S dan Zahara, F. 2012. Pengujian Viabilitas
Trichogramma spp. (Hymenoptera: Trichogrammatida) pada Beberapa
Tingkatan Suhu dan Lama Waktu Penyimpanan di Laboratoium. Jurnal
Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012. USU: Medan.
Vereijssen, Dr Jessica Dohmen. 2018. 2079: Understanding The Role of
Alternative Host Plants in Tomato Potato Psyllid and Liberibacter Life
Cycle and Ecology. Plant and Food Research, New Zealand. CRC Plant
Biosecurity: New Zealand.
Yunus M, Shahabuddin, Buchori D, Hidayat P. 2004. Kemampuan Memarasit
dan Ciri-ciri kebugaran Trichogramma japonicum Ashmead dari
Pertanaman Padi di Sulawesi Tengah. Di dalam: Arifin M et al., editor.
Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial. Prosiding
Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI); Bogor, 5
Oktober 2004. Bogor: PEI. hlm 385-396.
LAMPIRAN
Dokumentasi
1. Perbanyakan inang alternatif

2. Perbanyakan Telur Corcyra chepalonica

You might also like