You are on page 1of 17

MAKALAH

PENGERTIAN BAHASA INDONESIA BAKU

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa


Indonesia Semester I

Dosen Pengampu : Dr. Djafrin Hamzah, M.Pd.I., MA.

OLEH :

KELOMPOK III
1. Riskawati Moolelepo (231012037)

2. Moh agriyanto R. Saleh (231012036)

Kelas PAI B

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

Perguruan Tinggi (IAIN) Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo

tahun ajaran 2023-2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya lah saya dan rekan – rekan dapat melakukan diskusi mengenai tugas
yang telah Bapak Dr. Djafrin Hamzah, M.Pd.I., MA. Berikan, hingga saya dan rekan -
rekan dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PENGERTIAN BAHASA
INDONESIA BAKU ” ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah bahasa
Indonesia. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini kami menyampaikan terima
kasih kepada bapak Hasan Fahmi Kusnandar, M.M selaku dosen
pembimbing mata kuliah bahasa Indonesia.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Namun kami
sebagai penyusun tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sehingga bisa menjadi acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Gorontalo 20 September 2023

Penyusun

2
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………..………………………………………..i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..…………………………………….ii

DAFTAR ISI ………..…………………………………………………………………………………………………..……iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………..………………………………….IV

1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………………….………………………..…...1

1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………..…………………………….………..2

1.3. Tujuan Penulisan …………………………………………….…………………………………………..……..…..3

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………….………………….…………V

2.1. Pengertian Bahasa Baku………………………………………………………….……………………....…..…4

2.2. . Fungsi Bahasa Baku ……………………………………………………………………………….…….……….5

2.3. Ciri – Ciri Bahasa Baku ………………………..………………………………………………………...…..….6

2.4. Cara Pemakaian Bahasa Indonesia Baku Dengan Baik Dan Benar ………...........7

2.5. Tantangan bahasa Indonesia di Era Globalisasi ……………………………….…….………….8

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………………………………….………….. VI

3.1. Simpulan ………………………………………………………………………………………………….…………..…..9

3.2. Saran ………………………………………………………………………………………………………………………..10

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………………..…….VII

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG

Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun
pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif
konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak
orang atau masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik
dan benar. Mereka tidak mampu membedakan antara bahasa yang baku dan yang
non-baku. Pateda (Alwi, 1997:30) mengatakan bahwa, “Kita berusaha agar dalam
situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak
resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku.”
Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara yang ditetapkan
sehari setelah hari proklamasi kemerdekaan republik Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 36 UUD 1945, sejak saat itu bahasa Indonesia menjadi
bahasa resmi yang digunakan dalam mengelola Negara dalam situasi formal, seperti
interaksi di kantor-kantor, di sekolah-sekolah, pidato dan ceramah serta secara
tertulis dalam buku. Namun tidak semua orang menggunakan tatacara atau aturan-
aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri
yang tidak sesuai dengan ejaan. Oleh karena itu pengetahuan tentang bahasa baku
cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh yang
akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga
identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyrakat. Tidak hanya
pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari
bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia itu ada yang disebut bahasa
baku. Dimana bahasa baku merupakan standar penggunaan bahasa yang dipakai
dalam bahasa Indonesia.

4
1.2.RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah kami uraikan maka masalah yang dibahas:
1. Apa yang dimaksud bahasa baku?
2. Pengertian bahasa indonesia baku?
3. Fungsi pemakaian bahasa baku?
4. Ciri – ciri bahasa baku ?
5. Bagaimana Pemakaian bahasa indonesia baku dengan baik dan benar ?
6. Apa Tantangan Bahasa Indonesia Di Era Globalisasi ?
7. Bagaimana Cara Mengembangkan Bahasa Indonesia Sebagai Ciri Khas
Bangsa Indonesia ?

1.3.TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengertian bahasa baku.
2. Untuk mengetahui pengertian bahasa indonesia baku
3. Untuk mengetahui fungsi pemakaian bahasa baku.
4. Untuk mengetahui ciri – ciri bahasa baku.
5. Untuk mengetahui cara pemakaian bahasa indonesia baku dengan baik dan
benar.
6. Untuk Mengertahui Tantangan penggunaan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi
7. Untuk Mengetahui Perkembangkan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa
Pemersatu Bangsa

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Bahasa Baku
Bahasa merupakan alat komunikasi penting yang dapat menghubungkan
seseorang dengan yang lainnya. Pada kaidahnya bahasa indonesia terdapat dua
ragam bahasa, yaitu bahasa baku dan bahasa tidak baku. Bahasa baku yaitu kata
atau kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Pedoman yang
digunakan adalah (KBBI), Pedoman Pembentukan Istilah, Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD). Dialek yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah disebut bahasa tidak
baku. Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam
bahasa Inggris, dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali
diperkenalkan oleh Vilem Mathesius pada 1926.
Bahasa baku adalah bahasa standar (pokok) yang kebenaran dan
ketetapannya telah ditentukan oleh negara. Baku berarti bahasa tersebut tidak dapat
berubah setiap saat. Baku atau standar beranggapan adanya keseragaman.
Berdasarkan teori, bahasa baku merupakan bahasa pokok yang menjadi bahasa
standar dan acuan yang digunakan sehari-hari dalam masyarakat. Bahasa baku
mencakup pemakaian sehari-hari pada bahasa percakapan lisan maupun bahasa
tulisan. Tetapi pada penggunaanya bahasa baku lebih sering digunakan pada sistem
pendidikan negara, pada urusan resmi pekerjaan, dan juga pada semua konteks
resmi. Sementara itu, di dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak orang yang
menggunakan bahasa tidak baku dan sesuka hati.
Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia
yang bentuk bahasanya telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai
sebagai model oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Contoh pada Undang-undang dasar :
Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dari beberapa kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukkan bahasa baku,
dan merupakan pemakaian bahasa secara baik dan benar.
Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang
tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat
Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.
2.2. Fungsi Bahasa Baku
Secara umum, fungsi bahasa baku adalah sebagai berikut :
1. Sebagai fungsi pemersatu, Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa
daerah. Jika setiap masyarakat menggunakan bahasa daerahnya, maka dia
tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat dari daerah lain. Fungsi
6
bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu.
Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu
masyarakat bangsa.
2. Sebagai fungsi pemberi kekhasan, Suatu bahasa baku membedakan bahasa
itu dari bahasa yang lain atau satu negara dengan negara lainnya berbeda,
karena itu digunakan sebagai salah satu ciri dari suatu negara. Melalui fungsi
itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat
bahasa yang bersangkutan.
3. Fungsi pembawa kewibawaan. Pemilikan bahasa baku membawa serta
wibawa atau prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha
orang mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat
pemerolehan bahasa baku sendiri. Penutur atau pembicara (masyarakat)
yang mahir berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memperoleh wibawa
di mata orang lain.
4. Sebagai fungsi kerangka acuan. Sebagai kerangka acuan bagi pemakaian
bahasa dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas.
Norma dan kaidah itu menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian
bahasa seseorang atau golongan.

2.3. Ciri – Ciri Bahasa Baku


Secara umum ciri- ciri bahasa baku, antara lain :
1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah
Contoh : Baku - Tidak Baku
Saya - Gue
Ayah - Bokap
Merasa - Ngerasa
2. Tidak dipengaruhi bahasa asing
Contoh : Baku - Tidak Baku
Banyak guru - banyak guru - guru
Itu benar - itu adalah benar
Kesepakatan lain - dimantapin
3. Bukan merupakan ragam bahasa percakapan
Contoh : Baku - Tidak Baku
Bagaimana - gimana
Begitu - gitu
Tidak - nggak/gak
4. Pemakaian imbuhan secara eksplisit
Contoh : Baku - Tidak Baku
Anak itu menangis - anak itu nangis
Ia mendengarkan radio - ia dengarkan radio
Kami bermain bola di lapangan - kami main bola di lapangan
5. Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat
Contoh : Baku - Tidak Baku
7
Siapa namamu ? - siapa namanya ?
Dan lain sebagainya - dan sebagainya
Sehubungan dengan - sehubungan
6. Tidak mengandung makna ganda, tidak rancu
Contoh : Baku - Tidak Baku
Menghemat waktu - mempersingkat waktu
Mengatasi berbagai ketinggalan - mengejar ketinggalan
7. Tidak mengandung arti pleonasme
Contoh : Baku - Tidak Baku
Para juri - para juri - juri
Hadirin - pada hadirin
Pada zaman dahulu - pada zaman dahulu kala
8. Tidak menganduk hiperkorek
Contoh : Baku - Tidak Baku
Khusus - husus
Sabtu - saptu
Akhir - ahir
9. Ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang paling sedikit memperlihatkan ciri
kedaerahan.
10. Sistem bunyinya lebih kompleks.
11. Bahasa baku cenderung juga berbeda dari bahasa non baku dalam hal kaidah
pemberian tekanan pada kata.

2.4. Cara Pemakaian Bahasa Indonesia Baku Dengan Baik Dan Benar
Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa yang dibakukan atau yang
dianggap baku adalah pemakaian bahasa Indonesia baku dengan benar. Dengan
demikian bahasa Indonesia baku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang
mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal bahasa baku. Sebaliknya pemakaian
bahasa Indonesia nonbaku dengan benar adalah pemakaian bahasa yang tidak
mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal bahasa baku, melainkan kaidah gramatikal
bahasa nonbaku.
Pemakaian bahasa Indonesia baku dengan baik dan benar adalah pemakaian
bahasa yang sesuai dengan fungsi dan ciri kode bahasa Indonesia baku. Pemakaian
bahasa Indonesia nonbaku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang
sesuai dengan fungsi dan ciri kode bahasa Indonesia nonbaku. Konsep baik dan
benar dalam pemakaian bahasa Indonesia baik baku maupun nonbaku saling
mendukung saling berkait. Konsep yang benar adalah pemakaian bahasa yang baik
harus juga merupakan pemakaian bahasa yang benar.
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Kita harus
memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh karena itu,
unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang
khalayak sasaran kita tidak boleh diabaikan.
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa.
8
Ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu: tata bahasa, pilihan kata, tanda baca,
dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam
penggunaan bahasa lisan dan tulisan. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus
dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang
memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa.
Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar:
1.Tata bunyi (fonologi), misalnya bunyi f,v,dan z. contao kata-kata yang benar adalah
fajar, motif, aktif, variabel, vitamin,devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip,
pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalh lafal juga termasuk aspek tata bunyi.
Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek,
tranmigrasi, ekspot.
2.Tata bahasa (kata dan kalimat) misalnya, bentuk kata yang benar adalah ubah, mencari,
terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawabkan, bukan obah, rubah, robah,
nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban.
3. Aspek kosa kata (termasuk istilah), kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah
lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar dan sudah dalam
penggunaan bahasa yang benar. Dalam peristilahan, istilah dampak (impact), bandar
udara, keluaran (output) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh,
pelabuhan udara, hasil.
4. Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, system, objek, jadwal, kualitas,
dan hierarki.
5. Dari segi maknanya, penggunaan bahas ayang benar bertalian dengan ketepatan
menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya dalam bahasa
ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang sifatnya konotatif (kiasan).
Contoh kata baku dan tidak baku, antara lain :
Contoh : Kata Baku - Kata Non Baku
Aktif - aktip, aktive
Apotek - apotik
Cabai - cabe, cabay
Fotokopi - foto copy, photo copy, photo kopi
Contoh kalimat baku dan tidak baku, antara lain :
a. Kalimat Baku
1. Semua peserta pertemuan itu sudah hadir.
2. Sebelum mengarang, tentukanlah tema karangan.
3. Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara.
b. Kalimat Tidak Baku
1. Semua peserta daripada pertemuan itu sudah pada hadir.
2. Sebelum mengarang terlebih dahulu tentukanlah tema karangan.
3. Kami menghaturkan terima kasih atas kehadirannya.
2.5. Tantangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan. Bahasa ini diciptakan untuk


mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya,
9
ras, dan agama. Bangsa Indonesia sejak Sumpah Pemuda 1928 berikrar mengakui
dan menjunjung tinggi bahasa persatuan ini. Dengan menggunakan bahasa
Indonesia, setiap orang yang berasal dari daerah yang berbeda-beda dapat saling
memahami satu sama lain, karena mereka berkomunikasi menggunakan satu
bahasa. Bayangkan jika bahasa Indonesia tidak ada? Mereka sudah pasti akan
menggunakan bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia selain sebagai
pemersatu, juga sebagai salah satu produk budaya Indonesia, karena bahasa
Indonesia merupakan identitas bangsa di kancah internasional.

Tantangan muncul ketika bahasa Indonesia dihadapkan pada era globalisasi,


baik faktor internal maupun eksternal ikut andil dalam memengaruhi eksistensi
bahasa resmi ini, Pengajaran bahasa Indonesia sejak dini perlu dibenahi. Apalagi
dengan adanya “gempuran” dari bahasa asing yang seolah “menjajah” bahasa
tercinta ini. Ketika dalam proses pembelajaran dalam kelas, bahasa Indonesia dinilai
oleh sebagian siswa merupakan bahasa yang menjenuhkan, kuno, dan tidak menarik.
Sedangkan, bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Arab, maupun Korea
telah banyak disenangi anak muda baik itu karena tuntutan zaman maupun hanya
mencari kesenangan. Bahkan ada pula yang mempertanyakan alasan mengapa
bahasa Indonesia perlu dipelajari? Pernah dalam suatu kelas, salah seorang siswa
saya mempertanyakan kenapa kita harus belajar bahasa Indonesia? Pertanyaan yang
mendasar ini perlu dijawab secara komprehensif kepada siswa agar tidak muncul
keraguan lagi, sehingga selanjutnya dalam memupuk cinta bahasa Indonesia dapat
tercapai.

1. Penting atau tidaknya bahasa Indonesia

Sebuah bahasa dapat dikatakan penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga
kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah peyebarannya, dan terpakainya bahasa itu
dalam sarana ilmu, sastra, dan budaya. Pertama, dipandang dari jumlah penuturnya,
karateristik masyarakat kita memiliki dua bahasa, yaitu bahasa daerah dan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai kedua bagi sebagian besar
warga Indonesia. Sebelumnya, penutur lebih dulu mengenal bahasa daerah masing-
masing, sedangkan bahasa Indonesia baru dikenal ketika sampai pada usia sekolah
(dari mulai taman kanak-kanak). Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah
penutur yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Data
kependudukan pada tahun 2013 ini menunjukkan penduduk Indonesia berjumlah
250 juta jiwa, ditambah lagi warga Indonesia yang berada di luar negeri. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sangat penting kedudukannya.

Kedua, dipandang dari luas penyebarannya. Penyebaran suatu bahasa tentu tidak
akan lepas dari jumlah penutur. Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 250 juta
jiwa tersebar luas mulai dari Sabang sampai Merauke. Selain itu juga patut dilihat
dari penyebaran bahasa Indonesia pada universitas-universitas yang membuka
Jurusan Bahasa Indonesia. Penyebaran ini dapat membuktikan bahwa bahasa

10
Indonesia sangat penting kedudukannya. Ketiga, dipandang dari dipakainya sebagai
sarana ilmu, sastra, dan budaya. Setelah mengetahui jumlah dan penyebaran bahasa
Indonesia, maka penggunaan bahasa Indonesia sebagai sarana ilmu, sastra, dan
budaya pun akan mengikuti. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar untuk
menyampaikan berbagai jenis ilmu, kemudian bahasa Indonesia juga digunakan
sebagai sarana untuk bersastra, baik itu sastra lisan maupun tulis. Yang terakhir,
bahasa Indonesia dipakai pula dalam berkomunikasi, bernyanyi, berdiskusi, dan
sebagainya. Ketiga hal tersebut telah dijalankan bahasa Indonesia dengan sangat
baik. Hal ini menandakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.

2. Anomali amanat konstitusi

Sehari setelah proklamasi kemeredekaan tanggal 17 Agustus 1945, dalam rapat


Panitia Persiapan Kemeredekaan Indonesia, disahkan konsep yang kemudian
dikenal sebagai Piagam Jakarta, menjadi UUD 1945, setelah dilakukan beberapa
perubahan dan pencoretan. Di dalam UUD 1945 itu, tercantum dalam pasal 36,
kedudukan bahasa Indonesia ditetapkan: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Selain itu, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa resmi di negara
Indonesia. Ketika negara Indonesia baru didirikan, sekitar awal tahun 1950-an,
negara lain banyak yang menyatakan kekagumannya kepada kita karena dua hal,
yaitu kita dapat merebut kemerdekaan dengan perjuangan fisik dan diplomasi yang
sangat “heroik” serta dikarenakan negara kita sejak awal telah memiliki bahasa
nasional, yaitu bahasa Indonesia. Bandingkan dengan negara-negara tetangga
seperti Malaysia, India, dan Filipina yang memiliki bahasa resmi lebih dari satu.

Selain dalam UUD 1945, turunannya adalah UU nomor 24 tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pada pasal 25 ayat
1 berbunyi: Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam
Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan
dinamika peradaban bangsa.

Menyaksikan pidato resmi presiden SBY yang disiarkan langsung oleh televisi
nasional dalam acara pembukaan APEC belum lama ini meninggalkan sebuah tanda
tanya. Bukan membicarakan isi dan hasil dari acara APEC di Bali tersebut, melainkan
pidato presiden yang menggunakan bahasa Inggris. Apakah karena presiden
berada di tengah-tengah orang asing, maka dia menggunakan bahasa asing pula?
Bukankah kita sebagai tuan rumah selayaknya menggunakan bahasa Indonesia demi
menunjukkan semangat nasionalisme. Keanehan juga muncul dari Gubernur
Sumatera Selatan, Alex Noerdin. Dia mewacanakan akan menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar dalam rapat. Ia mengatakan bahwa rapat dalam
bahasa Inggris bukan mau “sok-sokan” tapi tuntutan era globalisasi. Ia
mengingatkan bahasa global salah satunya bahasa Inggris, jika tidak dikuasai akan

11
rugi sendiri. Sangat miris melihat kedua pemimpin tersebut dalam memberikan
pembelajaran kepada rakyatnya agar menaati segala perundangan yang berlaku.

Padahal jika dicermati, dalam UU nomor 24 tahun 2009 pada pasal 28 berbunyi:
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan
pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri. Sepertinya
kasus seperti ini sudah biasa terjadi dan seakan-akan tidak ada satu pihak pun yang
mempersoalkan, baik itu dari DPR sendiri selaku pembuat UU maupun para ahli
bahasa yang secara resmi menyatakan protes terhadap hal ini. Apakah karena
mereka adalah presiden dan gubernur lantas tidak ada yang berani menggugat?
Bagaimana rakyatnya mau taat hukum kalau pemimpin di negeri ini sudah tidak
mengindahkan hukum? Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama, bahwa
menjunjung tinggi bahasa Indonesia berbanding lurus dengan semangat
nasionalisme.

3. Intervensi bahasa asing

Tentunya bahasa Indonesia tidak akan pernah lepas dari pengaruh bahasa asing,
apalagi dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Hampir tidak ada jarak antara
negara satu dan negara lain dalam memberikan pengaruhnya. Sejarah panjang
bahasa Indonesia mencatat bahwa Sumpah Pemuda pada 1928 menggambarkan
cita-cita para pendahulu kita menginginkan cinta pada tanah air, termasuk di
dalamnya cinta pada bahasa Indonesia. Namun sayang, seolah kita dibuat tidak
berdaya menghadapi gempuran bahasa asing yang masuk sehingga sebagian
kalangan suka beringgris-inggris ria –meminjam istilah Ajip Rosidi- dalam
berkomunikasi. Selain bahasa Inggris, sebagian masyarakat kita juga “terjebak” pada
simbolisasi bahwa siapa yang menggunakan istilah bahasa Arab maka akan
dianggap manusia yang “agamis”.

Kata “sorry”, “afwan”, “cancel”, “follow up” merupakan kata yang tidak asing di
telinga kita. Ini merupakan gejala lunturnya semangat berbahasa Indonesia, seakan-
akan bahasa Indonesia tidak cukup mampu menyampaikan perasaan dan pikirannya.
Kalau gejala seperti ini semakin hari semakin menjadi-jadi, maka bahasa Indonesia
akan tidak dihargai lagi, baik dari segi leksikon maupun gramatikalnya. Beberapa hari
ini istilah baru masuk, yaitu “shut down” yang merupakan istilah penghentian layanan
pemerintahan Amerika di tengah krisis ekonomi. Ketika pemberitaan tersebut masuk
ke Indonesia, sayangnya istilah “shut down” masih dibiarkan, mengekor sesuai
dengan istilah di negeri adidaya tersebut. Sampai-sampai wartawan senior Indonesia,
yaitu Goenawan Mohamad dalam twitternya mengatakan, “Hai, wartawan Indonesia.
Tidak adakah bahasa Indonesia untuk kata "shutdown"?” Saya berasumsi bahwa
wartawan Indonesia malas membuka dokumen resmi yang diterbitkan oleh Pusat
Bahasa (sekarang menjadi Badan Bahasa). Buktinya, ketika saya cek dalam
Glosarium Istilah Asing - Indonesia, istilah “shut-down” --ternyata telah tersedia--
12
memiliki arti “penundaan operasi”. Pemberitaan yang sangat cepat dan terkini tidak
dibarengi dengan pemilihan kata yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Selama
istilah asing tidak ada padanannya, maka bolehlah menggunakan istilah asing
tersebut.

2.6. Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai ''lingua franca'' di
Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal kalender Masehi penanggalan
modern. Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa
Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti
kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu
menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa
Sanskerta, suatu Rumpun bahasa Indo-Eropabahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-
Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula
dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa Penemuan prasasti
berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun abad ke-9) dan di dekat
Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan adanya penyebaran
penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa dan Pulau Luzon.Keping Tembaga Laguna
(900 M) yang ditemukan di dekat Manila, Pulau Luzon, berbahasa Melayu Kuna,
menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya. Kata-kata seperti ''samudra,
istri, raja, putra, kepala, kawin'', dan ''kaca'' masuk pada periode hingga abad ke-15
Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu
Klasik (''classical Malay'' atau ''medieval Malay''). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan
Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai ''bahasa Melayu Tinggi''.
Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa,
dan Semenanjung Malaya Laporan Portugal Portugis, misalnya oleh Tome Pires,
menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah
Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang
menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini
adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi,
sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12.
Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta
kata-kata Parsi seperti anggur,cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau
masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung
hingga sekarang.

Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya


sebagi bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” di awali sejak di
canangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan

13
“Imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap di gunakan.

Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian
bahasa Melayu yang di gunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat
ini, bahasa indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-
kata baru baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan
bahasa asing. Meskipun di pahami dan di tuturkan oleh lebih dari 90% warga
Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada
di Indonesia sebagai bahasa Ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan
versi sehari-hari (kolokial) atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya
atau bahasa Ibunya.

Meskipun demikian, bahasa Indonesia di gunakan sangat luas di perguruan -


perguruan, media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan
berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa indonesia
di gunakan oleh semua warga indonesia. Bahasa Indonesia dipakai dimana - mana
diwilayah nusantara serta makin berkembang dengan dan bertambah kukuh
keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai didaerah-daerah diwilayah nusantara
dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu
menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa
Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.Bahasa Melayu pun dalam
perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.Perkembangan bahasa
Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi rasa persaudaraan dan
persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada
masa itu menggunakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi
bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam sumpah pemuda 28
Oktober 1928. Untuk memperoleh bahasa nasionalnya, Bangsa Indonesia harus
berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari
bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama
atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan
bahasa Melayu Kuno. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa
nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang
politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional
kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan
bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa
yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu.
Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa
pergaulan atau bahasa persatuan.

14
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di
akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Naskah putusan kongres
pemuda Indonesia tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai berikut.

1.Pertama: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,
Tanah air Indonesia.

2.Kedua: kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu , bangsa
Indonesia.

3.Ketiga: kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.

Pernyataan pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran


dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik
Indonesia sekarang adalah satu kesatuan tumpah darah, yang di sebut tanah air
Indonesia. Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia-manusia yang
menempati bumi Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan, yang disebut bangsa
Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak merupakan pengakuan “barbahasa satu”,
tetapi merupakan tekad kabahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia,
menjungjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. (Halim, 1983:
2—3).Dengan diikrarkanya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah
disepakati sejak pertengahan Abad VII itu, yang menjadi bahasa Indonesia.Namun
secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah
Kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai


bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa
negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar
1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam
UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36).
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah
mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional
sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia di pakai oleh berbagai lapisan
masyarakat Indonesia.

15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan. Dengan
bahasa manusia dapat menyampaikan isi pikirannya kepada orang lain. Pada bahasa
terdapat dua ragam bahasa, yaitu bahasa baku dan bahasa nonbaku. Bahasa baku
merupakan bahasa standar atau pokok yang digunakan oleh masyarakat pada suatu
negara. Sedangkan bahasa nonbaku adalah bahasa yang berbeda dengan struktur
atau gaya baku, dan biasanya digunakan pada lingkungan atau keadaan tidak resmi.
Bahasa Indonesia baku pada umumnya sesuai dengan pola SPOK dan
biasanya dipelajari di sekolah dan digunakan pada lingkungan dan keadaan yang
resmi.
3.2. Saran
Setelah membaca karya tulis ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari teman– teman agar pembuatan makalah kedepannya lebih baik. Dan kami
mengharapkan agar kiranya bahasa indonesia baku dan non baku sebaiknya
digunakan dan dipakai dengan benar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.ebahasaindonesia.com/2014/11/definisi-fungsi-dan-ciri-ciri-
bahasa.html (di akses pada tanggal 7 Oktober 2019 )
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_baku ( di akses pada tanggal 7 Oktober 2019 )
http://materi-pelajaran-smk.blogspot.com/2015/04/pembahasan-lengkap-bahasa-
baku-dan-contohnya.html ( di akses pada tanggal 8 Oktober 2019)
http://ilmupendidikan-makalahku.blogspot.com/ ( di akses pada tanggal 7 Oktober
2019)
https://www.kompasiana.com/immawan.faisal/552e60ea6ea834e9598b4593/tanta
ngan-bahasa-indonesia. ( di akses pada tanggal 8 Oktober 2019)
http://sejinho.blogspot.com/2016/06/makalah-perkembangan-bahasa-
indonesia.html(di akses pada tanggal 8 Oktober 2019)

17

You might also like