You are on page 1of 7

KHUTBAH

Khutbah Jumat: Agar Tak Gampang Merendahkan Orang Lain

Selasa, 5 April 2022 | 13:45 WIB

VideoItem

author image

Mahbib Khoiron

Penulis

Sikap merendahkan orang lain berpangkal dari perasaan lebih baik dari yang lain. Materi khutbah ini
membeberkan tips-tips bagaimana akar masalah itu teratasi dengan mengutip pandangan Imam al-
Ghazali.

Baca juga: Kumpulan Khutbah Bulan Ramadhan

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Agar Tak Gampang Merendahkan Orang Lain".
Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah
artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)

Khutbah I
‫ َو َأْش َهُد َأَّن َس ِّيدنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َرُسْو ُلُه الَّد اِع ي‬، ‫ َأْش َهُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِرْيَك َلُه‬.‫َاْلَح ْم ُد ِهّٰلِل اَّلِذ ْي َأَم َر َنا ِبَتْر ِك اْلَم َناِهْي َوِفْع ِل الَّطاَعاِت‬
‫ّٰل‬
‫ َال ُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَحَّمٍد َو َع َلى آِلِه َو َأْص َح اِبِه الَهاِد ْيَن ِللَّص َو اِب َو َع َلى الَّتاِبِع ْيَن َلُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َيْو ِم اْلَم آِب‬. ‫ِبَقْو ِلِه َوِفْع ِلِه ِإَلى الَّرَشاِد‬

‫ٰا َم ُنْو ا اَل َيْسَخ ْر َقْو ٌم‬ ‫ ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن‬: ‫ ِاَّتُقْو ا َهللا َح َّق ُتَقاِته َو اَل َتُم ْو ُتَّن ِإاَّل َو َأنْـُتْم ُم ْس ِلُم ْو َن َفَقْد َقاَل ُهللا َتَع الَى ِفي ِكَتاِبِه اْلَك ِرْيِم‬، ‫ َفَياَاُّيَها اْلُم ْس ِلُم ْو َن‬،‫َأَّم ا َبْعُد‬
‫ِبْئَس ااِل ْس ُم اْلُفُسْو ُق‬ ‫ِّم ْن َقْو ٍم َع ٰٓس ى َاْن َّيُك ْو ُنْو ا َخ ْيًرا ِّم ْنُهْم َو اَل ِنَس ۤا ٌء ِّم ْن ِّنَس ۤا ٍء َع ٰٓس ى َاْن َّيُك َّن َخ ْيًرا ِّم ْنُهَّۚن َو اَل َتْلِم ُزْٓو ا َاْنُفَس ُك ْم َو اَل َتَناَبُز ْو ا ِباَاْلْلَقاِۗب‬
‫ٰۤل‬
‫َفُاو ِٕىَك ُهُم الّٰظ ِلُم ْو َن‬ ‫َبْع َد اِاْل ْيَم اِۚن َوَم ْن َّلْم َيُتْب‬

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Islam mengajarkan para pemeluknya untuk berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Ini artinya
masing-masing orang didorong untuk menjadi paling unggul dibanding yang lain dalam berbuat baik.
Anjuran ini juga berkelindan dengan konsep kehidupan menurut Islam bahwa yang hakiki dan abadi
adalah akhirat, sementara yang semu dan sementara adalah dunia. Dunia, dengan demikian, adalah
tempat menanam sebanyak-banyaknya kebaikan agar bisa dipanen pada kehidupan di akhirat kelak.

Dalam Al-Qur’an sendiri Allah mengiming-imingi bahwa manusia yang paling tinggi derajat kemuliaannya
adalah yang paling bertakwa (inna akramakum ‘indallahi atqakum). Informasi ini secara implisit juga
bermakna anjuran berkompetisi dalam ketakwaan. Semakin muttaqin (bertakwa) seseorang, semakin
unggul kedudukannya di sisi Allah swt.

Hadirin yang semoga dirahmati Allah,

Ada jebakan yang cukup samar ketika seseorang “berhasil” memperbanyak kebaikan, seperti ibadah
wajib, ibadah sunnah, peran sosial, atau menjadi ahli di bidang pengetahuan tertentu. Jebakan tersebut
adalah perasaan “sudah sangat baik” atau “lebih baik dari orang lain”. Sebab, ini adalah pintu masuk
bagi sikap untuk memandang rendah atau menyepelekan orang lain.
Menjadi baik adalah satu hal, dan merasa sudah baik adalah hal yang lain. Yang pertama menekankan
sisi proses, sementara yang kedua cenderung menganggap sudah mencapai hasil. Padahal, implementasi
dari fastabiqul khairat harusnya adalah proses tidak berkesudahan. Ketika kita berhenti karena sudah
merasa berada di posisi yang lebih baik dari yang lain, maka di situlah kita tanpa terasa sedang
terperosok. Sebab, merasa lebih baik dari orang lain adalah ketidakbaikan itu sendiri. Akhirnya apa yang
tampak berhasil sejatinya adalah kegagalan.

‫َفاَل ُتَز ُّك وا َأْنُفَس ُك ْم ُهَو َأْعَلُم ِبَمِن اَّتَقى‬

“Jangan kamu merasa paling suci. Karena Dia-lah yang lebih mengetahui orang yang paling bertakwa,”
(QS An-Najm: 32).

Para ahli tafsir mengungkap, ayat tersebut adalah kritik terhadap mereka yang gemar memuji dan
membangga-banggakan amal sendiri. Padahal, kualitas ketakwaan hanyalah Allah yang paling tahu. Bisa
jadi suatu amal ibadah atau kebaikan di satu sisi terlihat menggunung tapi di sisi lain ternyata keropos
dan rapuh. Mudah runtuh dalam sekejap. Atau sebaliknya, amal yang sekilas tampak remeh bisa jadi
sangat berharga di mata Allah karena dijalankan dengan penuh ketulusan dan ridha-Nya.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Lalu bagaimana kita bisa selamat dari jebakan merasa lebih baik atau bangga diri (ujub) yang menjadi
pangkal sikap merendahkan orang lain? Imam al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah memberikan kiat-
kiatnya. Beliau merekomendasikan pendekatan manajemen pikiran yang selalu melihat kemungkinan
positif dari orang lain, entah itu orang tua atau anak, berilmu atau bodoh, mukmim atau kafir.

Saat kita melihat anak kecil atau lebih muda, berpikirlah bahwa ia itu lebih baik dari diri kita. Waktu
mereka untuk bermaksiat tentu lebih sedikit dibanding kita yang lebih tua dari mereka.
Saat kita melihat orang yang lebih tua, berpikirlah bahwa ia juga lebih baik dari kita. Sebab, ibadah
mereka tentu mulai lebih dulu daripada kita yang lahir belakangan.

Ketika bertemu dengan orang pandai atau berilmu, kita juga diajak untuk berpikir bahwa itu semua
adalah anugerah yang belum kita gapai, prestasi yang belum kita raih. Mereka tahu banyak hal tentang
apa yang tidak banyak kita ketahui. Kita bukan cuma tidak selevel tapi juga sulit mengungguli
kebaikannya.

Ketika berjumpa dengan orang bodoh, kita juga diajak untuk berpikir bahwa ia tetap lebih baik dari kita.
Andaipun mereka ini bermaksiat tentu maksiat mereka lebih ringan daripada kita. Sebab, mereka
durhaka karena kebodohan, sementara kita berbuat dosa justru atas dasar ilmu. Pengadilan akhirat
kelak akan menjadikan ini dasar ketika waktu perhitungan tiba.

Bagaimana kita melihat orang kafir? Imam al-Ghazali lagi-lagi menyuruh kita untuk menata pikiran
bahwa ia juga mungkin lebih baik. Ajal orang tidak ada yang tahu. Bisa jadi Allah mewafatkan orang kafir
itu secara husnul khatimah dengan memeluk Islam sehingga bersihlah dosa-dosa sebelumnya.
Sementara diri kita? Tidak ada jaminan kita mati dengan masih membawa anugerah terbaik, yakni iman.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,

Kita mungkin mudah saja meraih simpati atau kesan sebagai orang saleh dan baik di mata orang-orang.
Namun, itu semua hanyalah semu karena kebaikan yang hakiki adalah kebaikan di mata Allah di akhirat
kelak. Imam al-Ghazali berpandangan bahwa kebaikan di sisi Allah sesungguhnya adalah sesuatu yang
masih misterius. Kepastiannya menunggu ketika kita mati, apakah dalam keadaan su’ul khatimah atau
husnul khatimah.
Kata Imam al-Ghazali: dalam Bidayatul Hidayah:

‫ َو ُهَو َم ْو ُقْو ٌف َع َلى الَخ اِتَم ِة؛ َفاْع ِتَقاُد َك ِفي َنْفِس َك َأَّنَك َخ ْيٌر ِم ْن‬، ‫ َو ٰذ ِلَك َغْيٌب‬،‫َبْل َيْنَبِغ ي َلَك َأْن َتْع َلَم َأَّن اْلَخ ْيَر َم ْن ُهَو َخ يٌر ِع ْنَد ِهّٰللا ِفي َداِر اٰاْل ِخ َرِة‬
‫ َو َأَّن اْلَفْض َل َلُه َع َلى َنْفِس َك‬، ‫ َبْل َيْنَبِغ ي َأاَّل َتْنُظُر ِإَلى َأَحٍد ِإاَّل َو َتَر ى َأَّنُه َخ ْيٌر ِم ْنَك‬، ‫َغْيِرَك َج ْهٌل َم ْح ٌض‬

"Ketahuilah bahwa kebaikan adalah kebaikan menurut Allah di akhirat kelak. Itu perkara ghaib (tidak
diketahui) dan karenanya menunggu peristiwa kematian. Keyakinan bahwa dirimu lebih baik dari
selainmu adalah kebodohan belaka. Sepatutnya kau tidak memandang orang lain kecuali dengan
pandangan bahwa ia lebih baik ketimbang dirimu dan memiliki keutamaan di atas dirimu."

Sang Hujjatul Islam juga menyebut ujub sebagai penyakit kronis. Yang ditimpa pun bukan fisik tetapi hati
yang penanganannya tentu lebih sulit. Penyakit ini jika tidak segera ditangani akan memancing penyakit-
penyakit lain untuk datang, seperti gemar menghina atau merendahkan orang lain, mencaci-maki, egois,
tertutup atas nasihat, antikritik, dan mungkin yang lebih ekstrem, merasa berhak menganiaya orang lain.
Na’udzubillahi min dzalik.

Tugas pokok manusia mengabdi total kepada Allah. Soal kualitas ibadah, manusia memang harus
mengikhtiarkannya semaksimal mungkin tetapi bukan untuk dibangga-banggakan, apalagi sampai
menganggap rendah orang lain. Terlebih dalam sebuah hadits dijelaskan sesungguhnya faktor paling
menentukan kita selamat adalah rahmat Allah, bukan yang lain.

‫ واَل ِإَّياَي إاَّل أْن َيَتَغ َّم َد ِني ُهَّللا ِم ْنُه بَر ْح َم ٍة وٰل ِكْن َس ِّدُدوا‬: ‫ واَل ِإَّيَك يا َر سوَل ِهَّللا؟ قاَل‬:‫ قال َر ُجٌل‬،‫َلْن ُيْنِج ي أَح ًدا ِم نُك م َع َم ُلُه‬
‫‪Artinya, “Amal tidak akan menyelamatkan kalian.” Seseorang bertanya, “Apakah amal juga tidak‬‬
‫‪menyelamatkan engkau, wahai Rasulullah?” Jawab Nabi, “Tidak pula amal menyelamatkanku hanya saja‬‬
‫‪Allah melimpahiku dengan rahmat dari-Nya, akan tetapi luruslah (cari kebenaran dan amalkan),” (HR al-‬‬
‫‪Bukhari).‬‬

‫‪Semoga Allah selamatkan kita semua dari penyakit hati yang parah, dan jikapun kita terkena penyakit‬‬
‫‪hati sekecil apa pun maka Allah segera menyembuhkannya.‬‬

‫َباَرَك ُهللا ِلْي َو َلُك ْم ِفي اْلُقْر ٰا ِن اْلَك ِرْيِم َو َنَفَعِنْي َو ِإَّياُك ْم ِبَم ا ِفْيِه ِم َن اٰاْل َياِت َو الِّذْك ِر اْلَح ِكْيِم َو َتَقَّبَل ِم ِّني َوِم ْنُك ْم ِتاَل َو َتُه ِإَّنُه ُهَو الَّس ِم ْيُع اْلَعِلْيُم َو َأُقْو ُل َقْو ِلي‬
‫َهَذ ا َفَأْسَتْغ ِفُر َهللا الَعِظ ْيَم ِإَّنُه ُهَو الَغ ُفْو ُر الَّر ِح ْيُم‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫َاْلَح ْم ُد ِهّٰلِل َعلَى ِإْح َس اِنِه َو الُّشْك ُر َلُه َعلَى َتْو ِفْيِقِه َوِاْمِتَناِنِه‪َ .‬و َأْش َهُد َأْن اَل ِإٰل َه ِإَّال ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِرْيَك َلُه َو َأْش َهُد أَّن َس ِّيَدَنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َرُسْو ُلُه الَّد اِعْي‬
‫إلَى ِرْض َو اِنِه‪َ .‬الّٰل ُهَّم َص ِّل َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَحَّمٍد َو َع َلى ٰا ِلِه َو َأْص َح اِبِه َو َس ِّلْم َتْس ِلْيًم ا َك ِثْيًرا‬

‫َأَّم ا َبْعُد‪َ ،‬فيَا َاُّيَها الَّناُس ِاَّتُقوا َهللا ِفْيَم ا َأَم َر َو اْنَتُهْو ا َع َّم ا َنَهى َو اْعَلُم ْو ا َأَّن َهللا َأَم َر ُك ْم ِبَأْم ٍر َبَد َأ ِفْيِه ِبَنْفِس ِه َو َثـَنى ِبَم آَل ِئَك ِتِه ِبُقْد ِس ِه َو َقاَل َتعَاَلى ِإَّن َهللا‬
‫َوَم آَل ِئَك َتُه ُيَص ُّلْو َن َعلَى الَّنِبّي َيآ َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم ْو ا َتْس ِلْيًم ا‪َ .‬الّٰل ُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَحَّمٍد َو َع َلى ٰا ِل َس ِّيِد نَا ُمَحَّمٍد َو َع َلى‬
‫َأْنِبَياِئَك َو ُرُس ِلَك َوَم آَل ِئَك ِة اْلُم َقَّر ِبْيَن َو اْر َض َع ِن اْلُخَلَفاِء الَّراِش ِد ْيَن َأِبي َبْك ٍر َو ُع َم َر َو ُع ْثَم اَن َو َع ِلّي َو َع ْن َبِقَّيِة الَّص َح اَبِة َو الَّتاِبِع ْيَن َو َتاِبِع ي الَّتاِبِع ْيَن‬
‫َلُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َيْو ِم الِّدْيِن َو اْر َض َع َّنا َم َع ُهْم ِبَر ْح َم ِتَك َيا َأْر َح َم الَّراِح ِم ْيَن‬

‫َالّٰل ُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْؤ ِمِنْيَن َو ْالُم ْؤ ِم َناِت َو ْالُم ْس ِلِم ْيَن َو ْالُم ْس ِلَم اِت َاَألْح َيآُء ِم ْنُهْم َو ْاَألْم َو اِت‪َ .‬الّٰل ُهَّم َأِع َّز اِإْل ْساَل َم َو ْالُم ْس ِلِم ْيَن َو َأِذ َّل الِّش ْر َك َو ْالُم ْش ِرِكْيَن‬
‫َو اْنُصْر ِع َباَدَك اْلُمَو ِّح ِد َّيَة َو اْنُصْر َم ْن َنَص َر الِّدْيَن َو اْخ ُذ ْل َم ْن َخ َذ َل اْلُم ْس ِلِم ْيَن َو َد ِّم ْر َأْع َداَء الِّدْيِن َو اْع ِل َك ِلَم اِتَك ِإَلى َيْو َم الِّدْيِن ‪َ .‬الّٰل ُهَّم اْدَفْع َع َّنا‬
‫اْلَباَل َء َو ْالَو َباَء َو الَّز اَل ِز َل َو ْالِمَح َن َو ُسْو َء اْلِفْتَنِة َو ْالِمَح َن َم ا َظَهَر ِم ْنَها َوَم ا َبَطَن َع ْن َبَلِد َنا ِإْنُدوِنْيِس َّيا خآَّص ًة َو َس اِئِر اْلُبْلَداِن اْلُم ْس ِلِم ْيَن عآَّم ًة َيا َر َّب‬
‫اْلَع اَلِم ْيَن ‪َ .‬ر َّبَنا ٰا ِتنَا ِفى الُّد ْنَيا َح َس َنًة َوِفي اٰاْل ِخ َرِة َح َس َنًة َوِقَنا َع َذ اَب الَّناِر ‪َ .‬ر َّبَنا َظَلْم َنا َأْنُفَس َنا َوِإْن َلْم َتْغ ِفْر َلَنا َو َتْر َح ْم َنا َلَنُك ْو َنَّن ِم َن اْلَخ اِس ِرْيَن ‪.‬‬
‫ِع َباَد ِهللا ! ِإَّن َهللا َيْأُم ُر ِبْالَع ْد ِل َو ْاِإل ْح َس اِن َوِإْيتآِء ِذ ي اْلُقْر بَى َو َيْنَهى َع ِن اْلَفْح شآِء َو ْالُم ْنَك ِر َو ْالَبْغ ي َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن َو اْذ ُك ُروا َهللا اْلَعِظ ْيَم‬
‫َيْذ ُك ْر ُك ْم َو اْشُك ُرْو ُه َعلَى ِنَعِمِه َيِزْد ُك ْم َو َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبُر‬

You might also like