You are on page 1of 8

Volume No.

Juli 2023

DESKRIPSI POTENSI TERJADINYA KEBAKARAN HUTAN DI DESA


WATU-WATU DI KAWASAN TAMAN NASIONAL RAWA AOPA
WATUMOHAI
Tunggul Bagasworo1, La Harudu2, Surdin3
1
Program Studi Pendidikan Geografi
Universitas Halu Oleo
Email: tunggul1102@gmail.com
2
Program Studi Pendidikan Geografi
Universitas Halu Oleo
Email: laharudu@uho.ac.id
3
Program Studi Geografi
Universitas Halu Oleo
Email: bahisurdin@gmail.com
(Received: tgl-bln-thn; Reviewed: tgl-bln-thn; Accepted: tgl-bln-thn; Published: tgl-bln-thn)

©2023 –Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi. Ini adalah artikel dengan


akses terbuka dibawah licenci CC BY-NC-4.0 (http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0).
ABSTRACT
National Park is a nature conservation area that has an original ecosystem managed with a
zoning system (core zoning, jungle zoning, utilization zoning, protection zoning, traditional zoning,
religious zones, and special zones) which are used for research, education, cultivation support,
tourism and recreation purposes. Rawa Aopa Watumohai National Park is one of the oldest national
parks in Indonesia. This area has been designated as a national park since 1990 based on the Decree
of the Minister of Forestry No. 756 / Kpts-II / 1990 with an area of 105,194 ha. Administratively, the
TNRAW area covers four districts, namely Konawe, South Konawe, Kolaka and Bombana.
Geographically located between 121°44' -122°44' East Longitude and 4°22' – 4°39' South Latitude.
This study aims to describe the Potential for Forest Fires in the Aopa Watumohai Swamp Park
National Park Area and the efforts of TNRAW management. The method used in this study is
qualitative descriptive research research. The results of the study that about the potential for forest
fires in the Aopa Watumohai Swamp National Park area have several factors of causes, namely Socio-
cultural factors of the community have the greatest contribution to the existence of forest fires, such as
the use of fire in land preparation activities, illegal grazing, forest encroachment, attitudes and
behaviors In addition, human factors and natural factors also affect the potential for forest fires.

Keywords: forest fire factors; potential forest fires

ABSTRAK
Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola
dengan sistem zonasi ( zonasi inti, zonasi rimba, zonasi pemanfaatan, zonasi perlindungan, zonasi
tradisional, zona religi, dan zona khusus ) myang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan,
penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai adalah salah
satu taman nasional tertua di Indonesia. Kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional sejak tahun
1990 berdasarkan SK Menhut No. 756/Kpts-II/1990 dengan luas 105.194 ha. Secara administrasi
kawasan TNRAW mencakup empat kabupaten, yaitu Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka
dan Bombana. Secara geografis terletak antara 121°44’ -122°44’ Bujur Timur dan 4°22’ – 4°39’
Lintang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Potensi Terjadinya Kebakaran
Hutan di Kawasan Taman Nasional Taman Rawa Aopa Watumohai dan upaya pihak pengelola
TNRAW. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian penelitian deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian bahwa tentang potensi terjadinaya kebakaran hutan di kawasan taman
nasioanl rawa aopa watumohai mempunyai beberapa fakto penyebabnya yaitu Faktor sosial budaya
masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap adanya kebakaran hutan, seperti
penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan, penggembalaan liar, perambahan hutan, sikap dan
perilaku Selain itu faktor manusia dan faktor alam juga berpengaruh terhadap potensi kebakaran
hutan.
Kata kunci: faktor kebekaran hutan; potensi kebakaran hutan

PENDAHULUAN berdasarkan SK Menhut No. 756/Kpts-II/1990


Indonesia merupakan negara yang sedang dengan luas 105.194 ha. Secara administrasi
berkembang. Perkembangan industri dan kawasan TN. RAW mencakup empat
pertanian akan terus meningkat sejalan dengan kabupaten, yaitu Kabupaten Konawe, Konawe
pembangunan diIndonesia. Hal tersebut Selatan, Kolaka dan Bombana. Secara
berdampak meningkatnya kebutuhan akan geografis terletak antara 121°44’ -122°44’
pembukaanlahanbaru demi menunjang Bujur Timur dan 4°22’ – 4°39’ Lintang
keberlangsungan dibidang industri maupun Selatan. Salah satu suku bangsa di Propinsi
pertanian. Pembukaan lahan dengan cara Sulawesi Tenggara yang mendiami sebagian
membakar hutan menjadi pilihan para petani wilayah Taman Nasional Rawa Aopa
dan perusahaan karena dianggap mudah dan Watumohai (TN. RAW) adalah Suku
murah, dampak dari pembukaan lahan dengan Moronene. Masyarakat adat Suku Moronene
membakar hutan dalam skala besar dan dan telah menempati kawasan tersebut jauh
waktu bersamaan mengakibatkan terjadinya sebelum kawasan ini ditetapakan sebagai
kabut asap. kawasan konservasi (Heru Setiawan &
Kabut asap di Indonesia selalu terjadi Maryatul Qiptiyah: 2014).
pada musim kemarau, yaitu dari bulan agustus Keterbatasan sumber daya, baik sarana
hingga oktober atau pada masa peralihan atau prasarana maupun sumber daya manusia yang
transisi (Fachmi Rasyid. 2014).Sering kita dimiliki memerlukan informasi mengenai area-
jumpai, sebuah kejadian baru disebut bencana area prioritas dalam program Pengendalian
apabila telah terjadi korban manusia. Bencana KARHUTLA Informasi tersebut dapat
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa berfungsi sebagai peringatan dini sehingga
disebabkan oleh alam, manusia, dan/atau dapat dilakukan upaya pencegahan dan
keduanya yang mengakibatkan korban dan penanggulangan sesegera mungkin terhadap
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kebakaran hutan dan lahan. Upaya ini akan
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, meminimalkan kerusakan pada area risiko
prasarana, dan utilitas umum serta tinggi kebakaran.
menimbulkan gangguan terhadap tata Padang rumput seluas 22 ribu hektar di
kehidupan dan penghidupan masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Rawa Aopa
(Sudibyakto, 2011). Watumohai, Sulawesi Tenggara, terbakar.
Taman Nasional merupakan kawasan Kebakaran menimbulkan asap tebal yang
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem mengganggu masyarakat dan hewan endemik
asli dikelola dengan sistem zonasi ( zonasi inti, di kawasan itu. Pemerintah diharap melakukan
zonasi rimba, zonasi pemanfaatan, zonasi antisipasi dini agar kebakaran tidak terulang
perlindungan, zonasi tradisional, zona religi, dan membesar.
dan zona khusus ) myang dimanfaatkan untuk Kebakaran lahan di Taman Nasional
tujuan penelitian, pendidikan, penunjang Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) terjadi
budidaya, pariwisata dan rekreasi (Puji sejak Sabtu (14/1/2023) siang hingga lewat
Nursoleha, Eva Banowati, & Satyanta Parman: tengah malam. Kebakaran terjadi di Resor
2014) . Langkowala, wilayah II TNRAW, tepatnya di
Taman Nasional Rawa Aopa Kecamatan Lantari Jaya, Kabupaten Bombana,
Watumohai adalah salah satu taman nasional Sulawesi Tenggara (Sultra). Kawasan itu
tertua di Indonesia. Kawasan ini ditetapkan berupa padang rumput yang dibelah jalan
sebagai taman nasional sejak tahun 1990
lintas provinsi yang menghubungkan Bombana sejak awal pembentukan taman dari tahun ke
dan Kabupaten Konawe Selatan, Sultra. tahun, hingga pada tahun 2000 terjadi
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai perambahan hutan atau pembakaran hutan di
( TNRW ) blok Hutan Langkoala wilayah 2, perkirakan telah mencapai sepersepuluh dari
dilaporkan terbakar, pada Senin (24/04/23) luas areal kawasan TNRAW. Dari fenomena
sekira pukul 15.00 Wita. Kapolsek Lantari yang di uraikan dalam latar belakang maka
Jaya, IPTU Ridlo M mengungkapkan, penelitian ini akan mengkaji tentang tentang
penyebab kebakaran hutan dan lahan kawasan Analisis Potensi Terjadinya Kebakaran di
taman nasional tersebut, sejauh ini belum Kawasan Taman Nasional Taman Rawa Aopa
diketahui pasti penyebabnya, sedangkan, jarak Watumohai.
antara lokasi kebakaran dengan jalan poros
diperkirakan sekitar 1 kilometer.m Api yang METODE PENELITIAN
melahap hutan tersebut sulit dikendalikan Jenis Penelitian
sebab kondisi lokasi tidak dapat dijangkau Jenis penelitian yang digunakan dalam
menggunakan kendaraan roda empat ataupun penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang
roda dua. Kami Polsek Lantari Jaya bersama menyelidiki objek yang tidak dapat di ukur
Anggota Brigdalhut Taman Nasional, dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang
melakukan pemadaman secara manual dengan bersifat eksak
menggunakan gepyok dan pompa
punggung,”ungkap Iptu Ridho M. Akibat dari Lokasi dan Waktu Penelitian
Kebakaran hutan dan lahan taman nasional Penelitian ini akan dilaksanakan di
tersebut di perkiraan luasan kawasan yang Kabupaten bombana yang bertepat di Taman
terbakar sekitar 5-6 Hektar. Nasional rawa aopa . Adapun waktu penelitian
Perambanan hutan yang terjadi di taman yaitu selama 1 bulan setelah seminar proposal.
Nasional Rawa aopa watumohai ini terjadi Lokasi pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Google Maps, 2023)


Informan penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai
Dalam penelitian kualitatif, peneliti bagaimana terjadinya kebakaran ditaman
memasuki situasi sosial tertentu, melakukan nasional rawa aopa. Informan dalam penelitian
observasi dan wawancara kepada orang yang ini berjumlah 10 orang yang berada di sekitar
dianggap mengetahui tentang situasi sosial Tempat taman nasional rawa aopa.
tersebut (Sugiyono, 2018). Informan dalam
penelitian ini yaitu berasal dari wawancara Jenis dan Sumber data
langsung yang disebut sebagai narasumber. Data adalah keseluruhan hasil pencatatan
Informan dalam penelitian ini adalah orang tentang variabel atau objek penelitian
(Arikunto, 2005). Di dalam penelitian ini merupakan sarana harus dibuat guna
penulis menggunakan dua jenis data sebagai menampung dan mengolah berbagai data yang
bahan analisis untuk mencapai kesimpulan dikumpulkan untuk penelitian
yaitu: HASIL PENELITIAN
1. Data primer adalah data yang merupakan
hasil pencatatan langsung terhadap subjek Deskripsi Potensi Terjadinya Kebakaran
penelitian. Hutan Di Kawasan Taman Nasional Taman
2. Data sekunder atau data jadi adalah data Rawa Aopa Watumohai
yang diperoleh dari sumber sekunder Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
yakni hasil pencatatan pihak ketiga atau adalah salah satu taman nasional tertua di
dari sumber kepustakaan Indonesia. Kawasan ini ditetapkan sebagai
taman nasional sejak tahun 1990 berdasarkan
Teknik Pengumpulan Data SK Menhut No. 756/Kpts-II/1990 dengan luas
Teknik pengmuplan data yaitu suatu cara 105.194 ha. Pada bagian ini peneliti akan
pengumpulan data dengan melakukan memaparkan hasil penelitian yang di dapatkan
pengamatan langsung objek-objek yang ada, di lapangan berdasarkan fakta dan realita yang
tidak terbatas hanya pada Teknik pengumpulan ada di lapangan mengenai potensi terjadinya
data yang digunakan penulis dalam penelitian kebakaran hutan di kawasan taman nasional
ini adalah sebagai berikut: taman rawa aopa watumohai
1. Observasi yaitu suatu cara pengumpulan
data dengan melakukan pengamatan 1. Penggunaan api dalam kegiatan
langsung objek-objek yang ada, tidak persiapan lahan
terbatas hanya pada perilaku manusia saja Masyarakat di sekitar kawasan hutan
(Sugiyono: 2017). seringkali menggunakan api untuk persiapan
2. Wawancara adalah perihal bercakap- lahan, baik untuk membuat lahan pertanian
cakap dengan maksud tertentu dengan maupun perkebunan seperti kopi dan coklat.
adanya hal yang ditulis. Percakapan Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi
tersebut dilakukan oleh dua pihak, satu faktor pendorong penggunaan api dalam
pewawancara (interviewer) yang kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan
mengajukan pertanyaan dan terwawancara api dalam kegiatan persiapan lahan dilakukan
(interviewee) yang memberikan jawaban karena murah dari segi biaya dan efektif dari
dari pertanyaan (Moleong.2016: 186). segi waktu dan hasil yang dicapai cukup
3. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa memuaskan.
yang sudah berlalu. Sesuai dengan wawancara yang di
lakukan oleh bapak Munur William K Buranga
Teknik Analisis Data (PNS Kepala Brigdalkarhut) 31 th beliau
Teknik analisis data dalam penelitian mengatakan bahwa “penggunaan api dalam
ini menggunakan teknik analsis deskriptif kegiatan persiapan lahan memiliki dampak
kualitatif. metode kualitatif menurut Bogdan buruk, karena dapat mengganggu pernapasan,
dan Taylor dalam Lexy L. Moleong (2011: 4) adanya polusi udara, dapat membunuh satwa
mendefinisikan metode kualitatif sebagai ( ular, burung, ayam hutan dan lain-lain) dan
prosedur penelitian yang menghasilkan data juga dapat mengganggu pengguna jalan dalam
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan kawasan jalan raya penghubung konsel dan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. bombana. Akibat dari asap yang ditimbulkan
Data yang dihasilkan berupa kata-kata, gambar telahb terjadi kecelakaan di kawasan
serta perilaku manusia. tersebut”.(8 Agustus 2023)
Berdasarkan hasil wawancara yang telah di
Instrumen Penelitian lakukan menunjukan bahwa penggunaan api
Instrumen penelitian adalah alat yang dalam kegiatan persiapan lahan dapat
dipakai dalam sebuah kegiatan penelitian yang menyebabkan dampak negative bagi warga
khususnya sebagai pengukuran dan setempat dam pengendara yang melewati
pengumpulan data. Bisa berupa angket, daerah taman Nasioanl Taman Rawa Aopa
seperangkat soal tes, lembar observasi dan lain Watumohai.
sebagainya. Instrumen sebuah penelitian juga
membakar rumput yang tingkat palatabilitas
2. Pembalakn Liar atau Ileggal Logging tinggi dan biasanya masyarakat membakar
Illegal Logging adalah suatu rangkaian kawasan padang rumput yang sudah tidak
kegiatan yang saling terkait, mulai dari produktif. Setelah areal padang rumput
produsen kayu illegal yang melakukan terbakar akan tumbuh rumput baru yang
penebangan kayu secara illegal hingga ke kualitasnya lebih bagus dan kandungan gizinya
pengguna atau konsumen bahan baku kayu. tinggi.
Kayu tersebut kemudian melalui proses
penyaringan yang illegal, pengangkutan illegal 4. Penggembalaan Liar
dan melalui proses penjualan yang illegal. Penggembalaan liar adalah adalah
Sesuai dengan wawancara yang telah di pengggembala ternak yang di lakukan di dalam
lakukan oleh bapak Rahim A (petani) 46 thn kawasan hutan yang tidak di peruntukan untuk
mengatakan bahwa “alasan di lakukanya keperluan penggebalaan. Dari hasil penilitian
illegal logging karena masyarakat setempat data yang digunakan dalam penelitian ini
membutuhkan kayu untuk memenuhi kebutkan merupakan hasil jawaban informan dengan
rumah, kadang ternak dan lain sebagainya”. melakukan wawancara terhadap masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara yang telah di dan pengelolahan TNRAW. Adapun hasil
lakukan menunjukan bahwa pembalakan liar wawancaranya yaitu:
atau illegal logging di lakukan karena Sesuai dengan wawancara yang di lakukan
masyarakat memanfaatkan kayu untuk oleh bapak Inal Karizal 34 th beliau
kebutuhan pembangunan rumah, pembuatan mengatakan bahwa “penggembalaan liar
kandangan ternak dain lain sebagainya. terjadi karena kurangnya pakan ternak di luar
kawasan hutan, dan juga belum banyak
3. Kebutuhan akan Hijauan Makanan kawasan hutan yang di tunjuk untuk keperluan
Ternak (HMT) penggembalaan”. (8 Agustus 2023)
Keberhasilan suatu peternakan dapat dilihat Berdasarkan hasil wawancara yang telah di
dari kuantitas pakan yang diberikan. Pakan lakukan menunjukan bahwa penggembalaan
merupakan bahan baku yang dikonsumsi oleh liar di lakukan karna di daerah tersebut masih
ternak untuk memenuhi kebutuhan energi / zat kurang pakan ternak di luar kawasan hutan.
nutrisi dalam ransum makanannya. Pakan yang
diberikan harus mengandung zat-zat yang 5. Perburuan Liar
diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya Perburuan liar memiliki pengaruh yang
seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral sangat besar terhadap satwa langka, karena
dan air (Parakkasi,1995). dapat menyebabkan terjadinya kepunahan atau
Sesuai dengan wawancara yang telah di kelangkaan spesies satwa. Selain itu,
lakukan oleh bapak Ical R (Petani) 33 thn perburuan liar juga dapat menyebabkan
mengatakan bahwa “alasan di lakukanya perubahan struktur populasi satwa langka,
Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak sehingga dapat mengganggu keseimbangan
(HMT) karena untuk memenuhi kebutuhan ekosistem.
hidup keluarga. Kebutuhan akan HMT dan Sesuai dengan wawancara yang telah di
areal penggembalaan merupakan salah satu lakukan oleh Ibu Nur Hasanah, S.Hut ( PNS
hal yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan Penyuluh kehutanan) 30 thn mengatakan
rumput dengan kualitas yang bagus dan bahwa “masyarakat melakukan perburuan liar
mempunyai tingkat palatabilitas yang tinggi dengan cara membakar areal padang rumput
biasanya masyarakat membakar kawasan setelah itu, tumbuhlah rumput baru yang
padang rumput yang sudah tidak produktif. kualitasnya lebih bagus dan kandungan giziya
Setelah areal padang rumput terbakar akan tinggi di situlah para pemburu liar memancing
tumbuh rumput baru yang kualitasnya lebih satwa agar keluar dari hutan untuk memakan
bagus dan kandungan gizinya tinggi”. tunas baru sehigga memudahkan para
pemburu liar”
Berdasarkan hasil wawancara yang telah di Berdasarkan hasil wawancara yang telah di
lakukan menunjukan bahwa Kebutuhan akan lakukan menunjukan bahwa pemburuan liar
Hijauan Makanan Ternak (HMT) di lakukan sering sekali terjadi di mana para pemburu liar
karena masyarakat memanfaatkan rumput memnfaatkan tunas rumput untuk memancing
sebagai makanan ternaknya dengan cara para satwa agar keluar dari hutan tetapi dengan
demikian hal tersebut dapat menyebabkan oleh masyarakat setempat dengan jalan
kepunahan atau kelangkaan spesies satwa. membakar hutan (FFPMP, 2000 dan Syaipul
Bakhori, 2004).
6. Sifat Dan Perilaku Faktor sosial budaya masyarakat
Fator lain yang dapat memicu terjadinya mempunyai andil yang paling besar terhadap
kebakaran hutan adalah faktor kurangnya adanya kebakaran hutan. Beberapa faktor
kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. penyebab kebakaran hutan antara lain :
Biasanya bentuk kegiatan yang menjadi
penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku. 1. Penggunaan api dalam kegiatan
Dari hasil penilitian data yang digunakan persiapan lahan
dalam penelitian ini merupakan hasil jawaban Masyarakat di sekitar kawasan hutan
informan dengan melakukan wawancara seringkali menggunakan api untuk persiapan
terhadap masyarakat dan pengelolahan lahan, baik untuk membuat lahan pertanian
TNRAW. Adapun hasil wawancaranya yaitu: maupun perkebunan seperti kopi dan coklat.
Sesuai dengan wawancara yang di lakukan Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi
oleh bapak Aris S Hut (PNS Kepala satu faktor pendorong penggunaan api dalam
Brigdalkarhut) 31 th beliau mengatakan kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan
“bahwa salah satu Aktivitas yang pernah di api dalam kegiatan persiapan lahan dilakukan
lakukan masyarakat setempat seperti karena murah dari segi biaya dan efektif dari
penghijauan di daerah kebakaran hutan di segi waktu dan hasil yang dicapai cukup
taman tersebut di daerah langkoala ada memuaskan
kelompok lantari pada tahun 2022”. Berdasarkankesimpulan di atas, dapat di
Selain itu ada juga masyarakat yang simpulkan bahwa masayarakat masih sering
melakkan demo dengan pihak pengelolah din mengguanakan api untuk membersihkan lahan
kawasan taman nasional taman rawa aopa mereka karena ada beberapa alasan sehingga
watumohai mereka menggunakan api dalam kegiatan
persiapan lahan. Salah satu alas an Masyarakat
PEMBAHASAN setempat menggunakan api dalam persiapan
lahan yaitu karena tidak memerlukan biaya
Deskripsi Potensi Terjadinya Kebakaran yang cukup banyak dan alokasi waktunya juga
Hutan Di Kawasan Taman Nasional Taman tidak terlalu lama.
Rawa Aopa Watumohai
2. Pembalakn Liar atau Ileggal Logging
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di Faktor lain yang tidak kalah pentingnya
lakukan apa saja faktor-faktor penyebab sebagai agen penyebab pembakalan liar atau
kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional illegal logging yaitu di mana masyarakat
Taman Rawa Aopa Watumohai. sekitar kawasan taman rawa aopa watumohai
Penyebab terjadinya kebakaran hutan dan pelakukan penebangan kayu dalam kebutuhan
lahan yang dapat menimbulkan hotspot dibagi pembanguna rumah, kebutuhan akan pembutan
menjadi 2 bagian yaitu alami dan buatan kandang-kandang ternak milik masyarakat
(manusia). Penyebab alami dipengaruhi oleh setmpat.
adanya pengaruh dari penyimpangan iklim Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat di
seperti El Nino maupun osilasi atmosfer di atas simpulkan bahwa masayarakat masih sering
Samudera Hindia yang menyebabkan kondisi melakukan pembalakn liar atau illegal ogging
cuaca yang ekstrem di beberapa wilayah di untuk mendapakan kayu untuk kebutuhan
Indonesia termasuk di Kabupaten Barito pembangun rumah, pembuatan kandang ternak
Kuala Kalimantan Selatan. Iklim yang dan lain sebagainya.
ekstrem disini seperti terjadinya musim
kemarau dalam waktu yang sangat panjang 3. Kebutuhan akan Hijauan Makanan
sehingga cuaca menjadi sangat panas (SSFMP, Ternak (HMT)
2004). Penyebab buatan kebanyakan dilakukan Faktor lain yang tidak kalah pentingnya
oleh masyarakat dan pengelola HTI untuk sebagai agen penyebab kebakaran hutan adalah
pembukaan lahan (WARSI, 2003). Selain itu Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak
juga karena adanya pembukaan lahan untuk (HMT) di mana masyarakat membakar Untuk
pemukiman dan pertanian serta perkebunan mendapatkan rumput dengan kualitas yang
bagus dan mempunyai tingkat palatabilitas adalah Perburuan hewan liar secara tidak
yang tinggi biasanya masyarakat membakar langsung dapat menjadi penyebab kebakaran
kawasan padang rumput yang sudah tidak hutan. Apalagi jika aktivitas ini dilakukan
produktif. Setelah areal padang rumput dengan senapan yang bisa memicu percikan
terbakar akan tumbuh rumput baru yang api. Peluru yang mengenai beberapa vegetasi
kualitasnya lebih bagus dan kandungan gizinya kering dapat menyebabkan kebakaran.
tinggi. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat di
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat di simpulan bahwa masyarakat sekitar di sekitar
simpulkan bahwa masayarakat masih sering kawasan taman nasional rawa aopa
mengguanakan api untuk membakar kawasan watumohai ada yang masih melakukan
padang rumput untuk mendapatkan tunas baru perburuan liar yang dapat menyebabkan
yang kulaitasnya lebih bagus dan bergizi. langkahnya satwa dan juga memicu terjadinya
kebakaran lahan.
4. Penggembalaan Liar
6. Sikap Dan Perilaku
Sebagian masyarakat sebesar 10% Sebab lain yang bisa menjadi pemicu
menyatakan bahwa kebakaran hutan yang terjadinya kebakaran adalah faktor kurangnya
terjadi disebabkan oleh penggembalaan. kesadaran masyarakat terhadap bahaya api.
Masyarakat berpendapat bahwa Biasanya bentuk kegiatanyang menjadi
penggembalaan biasanya dilakukan oleh penyebab adalah ketidaksengajaan dari
masyarakat dan pihak luar yang memiliki pelaku. Misalnya masyarakat mempunyai
ternak dan melepas hewan ternaknya di sekitar interaksi yang tinggi dengan hutan. Dengan
kawasan Perum Perhutani. Saat musim tidak sadar mereka membuang puntung rokok
kemarau sulit sekali menemukan pakan dalam kawasan hutan yang mempunyai
rumput-rumputan yang bagus dan segar potensi bahan bakar melimpah sehingga
sehingga para penggembala membakar memungkinkan terjadi kebakaran.
rerumputan di areal tersebut agar dapat salah satu Aktivitas yang pernah di
tersedia pakan rumput hijau bagi hewan-hewan lakukan masyarakat setempat seperti
ternak tersebut. penghijauan di daerah kebakaran hutan di
Menurut Suek dan Randu (2017) taman tersebut di daerah langkoala ada
mengatakan bahwa di wilayah NTT kelompok lantari pada tahun 2022
pembakaran lahan untuk gembala masih Dari pernyataan di atas dapat di simpulkan
dilakukan, umumnya pada bulan Agustus bahwa sikap dan perilaku manusia menjadi
hingga November. Hal ini dilakukan dengan salah satu faktor pemicu kebakaran hutan
pertimbangan pada akhir kegiatan diharapkan karena kurangnya kesadaran masyarakat
hujan turun untuk membantu pertumbuhan setempat.
rumput-rumput muda. Pembakaran yang
dilakukan pada suatu lahan dapat KESIMPULAN
meningkatkan suhu tanah untuk sementara Berdasarkan hasil penelitian dan
waktu selain itu menghasilkan banyak abu pembahasan tentang potensi terjadinaya
yang baik karena setara dengan suatu dosis kebakaran hutan di kawasan taman nasioanl
pupuk (Sanchez 1993). Namun melakukan rawa aopa watumohai mempunyai beberapa
pembakaran untuk penggembalaan sendiri fakto penyebabnya yaitu Faktor sosial budaya
tidak diperkenankan apalagi tidak dengan izin masyarakat mempunyai andil yang paling
pemerintah di wilayah tertentu, hal ini karena besar terhadap adanya kebakaran hutan, seperti
menurut Undang-undang Dasar No. 41 tahun penggunaan api dalam kegiatan persiapan
1999 pada pasal 50 huruf i menyatakan bahwa lahan, penggembalaan liar, perambahan hutan,
pejabat yang berwenang menetapkan tempat- sikap dan perilaku Selain itu faktor manusia
tempat yang khusus untuk kegiatan dan faktor alam juga berpengaruh terhadap
penggembalaan ternak dalam kawasan potensi kebakaran hutan.
hutan.Perambahan hutan
5. Perburuan Liar SARAN
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya Berdasarkan hasil penelitian yang telah
sebagai agen penyebab kebakaran hutan dilakukan, maka dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut: 1) Saran bagi pengelolan
taman nasional taman rawa aopa watumohai
agar terus mempertahankan kinerja serta terus
mengoptimalkan upaya dalam pencegahan
kebakaran hutan yang sering terjadi di tama
rawa aopa watumohai serta terus menghimbau
masyarakat sekitar agar berhati-hati dala
penggunaan api; 2) Bagi peneliti di haearapkan
kedepanya bisa di kembangkan lebih lanjut
yaitu dengan melakukan analisis multivariat
dengan melihat usia dan jesin gander yang
paling beresiko terhadap Kesehatan
masnyarakat.
.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kepada Bapak Drs.
La Harudu M.Si selaku pembimbing I dan
Bapak Drs. H. Surdin M.Pd selaku
pembimbing II serta reviewer dan editor Jurnal
Penelitian Pendidikan Geografi.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2005). Analisis situasi dampak
desentralisasi pendidikan pada kinerja
dinas pendidikan
kabupaten/kota. Dinamika
Pendidikan, 12(1).
Fachmi Rasyid. (2014). Permasalahan dan
Dampak Kebakaran Hutan. Jurnal
Lingkungan Widyaiswara.
Heru Setiawan & Maryatul Qiptiyah. (2014).
Kajian Etnobotani Masyarakat Adat
Suku Moronene di Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai. Jurnal
Penelitian Kehutanan.
Puji Nursoleha, Eva Banowati, & Satyanta
Parman. (2014). Zonasi Tingkat
Kerawanan Hutan di Taman Nasional
Gunung Ciremai (TNGC) Berbasisi
Sistem Informasi Geografis (SIG).
Jurnal Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,
Unesa, Indonesia.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabet

You might also like