You are on page 1of 14

HUMANIKA Vol.25 No.

1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

COLLABORATIVE GOVERNANCE SEBAGAI INOVASI KEBIJAKAN


STRATEGIS (STUDI REVITALISASI KAWASAN WISATA CAGAR
BUDAYA BANTEN LAMA)
Ahmad Sururi

Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik, Universitas Serang Raya, Indonesia
Email: ahmadbroer@gmail.com

Abstract

The complexity of the problems faced in the revitalization of Banten Lama cultural sanctuary is the problem
of relocation of street vendors incorporated in the Kerosene Traditionist Association of Surosowan Banten
Lama, the target of development (revitalization) of infrastructure that has not been achieved and the
harmonious cooperation between stakeholders. The purpose of this research is to identify the priority and
strategic issues and to develop the innovative model of Collaborative Governance based policy on the
Revitalization study of Banten Lama Reserve Tourism Area. The research method used is qualitative
descriptive approach with data collection technique through interview and observation and searching
various sources and literature both from government documents and news media print and electronic,
journal and books related to collaborative governance, policy innovation and revitalization Banten Long.
The result of this research is the identification of priority and strategic issues of Revitaliasi Policy of Banten
Lama Reserve Tourism Area namely bureaucratic structural dimension, socialization of revitalization and
relocation of street vendors incorporated in Paguyuban Keragang Surososwan Banten Lama Traders.
Furthermore, the development of innovative governance policy innovation model and revitalization stages
include four components, namely the initial conditions consisting of identification of existing conditions,
resources, basic considerations and economic political will; the second component is a commitment that
includes processes and outcomes, beliefs, common understanding and internal / external legitimacy; the third
component is institutional design consisting of structure and procedure, leadership and form of cooperation
process; and the fourth component is the final condition that includes follow-up and sustainability.

Keywords: Collaborative Governance; Revitalization and policy innovationy;Banten Lama

1. Pendahuluan wisatanya seperti; ziarah ke makam


Banten lama adalah sebuah wilayah di Sultan Hasanudin Banten, keraton
Provinsi Banten yang selama ini dikenal surosowan, masjid agung Banten Lama,
sebagai destinasi wisata religi dan tempat pemandian bersejarah Watu
dijadikan cagar budaya. Sebagai kawasan Gilang dan Danau Tasik Kardi.
bekas peninggalan sejarah kerajaan Berdasarkan aspek kebijakan,
Banten, daya tarik wisatawan dari pengelolaan dan penataan daerah wisata
berbagai daerah di Indonesia untuk Banten lama merupakan kewenangan
mengunjungi berbagai situs bersejarah di Pemerintah Kota Serang dan kenadziran
Banten Lama sangatlah besar, destinasi Banten Lama. Tercatat sejak tahun 2010

24 Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783, p-ISSN: 1412-9418


HUMANIKA Vol. 25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

sejak kota Serang terbentuk, kewenangan Inovasi kebijakan publik menjadi


kawasan wisata Cagar Budaya Banten keharusan ketika kebijakan manual yang
Lama diserahkan kepada Pemerintah hanya berfungsi sekedar menggugurkan
Kota Serang. Sedangkan dari aspek kewajiban pemerintah melahirkan
geografis dan administratif terdapat berbagai kekecewaan dan kecemasan
hubungan lintas wilayah antara Provinsi ditengah-tengah publik, khususnya yang
Banten dengan 2 wilayah di bawahnya menyangkut kepentingan hajat hidup
yaitu Kabupaten Serang dan Kota Serang. orang banyak. (Dede Mariana, 2010
Dengan demikian terdapat sebuah dalam Sururi, 2017).
konsekuensi kerja sama dan strategi Saat ini revitalisasi kawasan
inovasi kebijakan antar pemerintahan wisata cagar budaya Banten Lama
daerah ditingkat provinsi dan melibatkan kerjasama antara berbagai
Kabupaten/Kota dalam revitalisasi pihak yaitu, pemerintahan provinsi
kawasan wisata cagar budaya Banten Banten, Pemerintahan Kota Serang,
Lama. Hal tersebut dilakukan melalui Pemerintahan Kabupaten Serang dan
mekanisme Collaborative Governance Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
sebagai A governing arrangement where Banten yang tertuang dalam
one or more public agencies directly Memorandum of Understanding (MOU).
engage non-state stakeholders in a Hal ini memerlukan pelibatan secara
collective decision-making process that is intensif dari berbagai stakeholder
formal, consensus-oriented, and walaupun tentu saja mengandung
deliberative and that aims to make or implikasi yang cenderung kompleks dan
implement public policy or manage tidak mudah pada tataran praktis.
public programs or assets. (Ansell & Typically, systems of collaborative
Gash, 2007), oleh sebab itu proses governance have structures that display
pengambilan keputusan, komitmen very complex features in a number of
bersama dan deliberatif menjadi point respects, this has implications for their
penting bagi seluruh stakeholder yang practicality as governance mechanisms.
terlibat dalam inovasi kebijakan strategis (Huxham, Vangen, Huxham, & Eden,
collaborative governance. Selain itu 2000). Oleh sebab itu kerjasama ini
Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783 25
HUMANIKA Vol.25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

memerlukan penanganan prioritas dalam proses kolaboratif dalam pengelolaan


pelaksanaannya pun sebagai bagian dari pariwisata Teluk Kiluan sehingga proses
upaya dan tantangan bagi pemerintah kolaboratif tidak menghasilkan
daerah dalam mendorong proses demokrasi semu tetapi bermanfaat bagi
sinergisitas sektor publik dengan masyarakat, hasil penelitian
partisipasi masyarakat terutama dengan menunjukkan bahwa terdapat persyaratan
masyarakat di sekitar kawasan Banten yang belum optimal dalam pengelolaan
Lama dan Para Pedagang Kaki Lima pariwisata Teluk Kiluan dan
yang tergabung dalam kelompok membutuhkan perubahan dalam strategi
Paguyuban Pedagang Keraton kebijakan melalui dukungan pemerintah,
Surososwan. partisipasi masyarakat, manfaat langsung,
Berbagai penelitian tentang penggunaan sumber daya lokal,
collaborative governance sudah banyak penguatan kelembagaan lokal dan sinergi
dilakukan, di antaranya dilakukan oleh antar tingkat dan daerah dan
Jung, Mazmanian dan Tang (2009) yang menyimpulkan bahwa untuk dapat
dilakukan di dua negara mengenai memenuhi prasyarat masyarakat
kerjasama antara Amerika Serikat dan kolaboratif dalam perencanaan
Korea Selatan dalam negoisasi pengelolaan pariwisata, maka perlu
perumusan kebijakan dan pemberian dikembangkan model pengelolaan
layanan serta menunjukkan bagaimana pariwisata berbasis komunitas
sejumlah faktor terkait erat dengan masyarakat. Selanjutnya penelitian
dinamika dan kinerja pengaturan Newman, Barnes, Sullivan dan Knops
pengaturan collaborative governance di (2004) tentang pentingnya partisipasi
kedua negara yaitu pelibatan aktor dari publik dalam proses Collaborative
berbagai organisasi, konflik distribusi dan Governance, hasilnya adalah terdapat
pentingnya perencanaan kebijakan. kendala dalam proses inisiatif kebijakan
Kemudian penelitian Tresiana dan Duadji pemerintah dan struktur politik.
(2017) tentang Kolaboratif Pengelolaan Selanjutnya penelitian tentang faktor
Pariwisata Teluk Kiluan yang budaya yang memengarhui pelaksanaan
menganalisis bagaimana prasyarat yang Collaborative Governance di Desa
dimiliki dan diperlukan untuk penciptaan Budaya Brosot, yaitu: Hubungan

26 Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783, p-ISSN: 1412-9418


HUMANIKA Vol. 25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

Kekerabatan, Arisan, Jam Karet, Lama merupakan salah satu alasan


Musyawarah Mufakat, Nggih ra mengapa kebijakan revitalisasi dilakukan
Kepanggih, Ngaruhke, Gotong Royong melalui mekanisme collaborative
dan Swadaya, Mokogi, Ngombyongi, dan governance. Misalnya persoalan relokasi
Mosobodoa, Paternalistik dan orangnya Pedagang Kaki Lima (PKL) dari tempat
sekitar itu itu saja dilakukan oleh yang lama ke tempat yang baru, Dalam
Sambodo dan Pribadi (2016). Dan hal ini peran pemerintah sebagai
beberapa penelitian Collaborative fasilitator dalam melakukan sosialisasi
Governance lain lain yang dilakukan dan pendekatan secara persuasif kepada
Kurniasih, Setyoko dan Imron (2017), para pedagang kaki lima perlu terus
dan Mutiarawati dan Sudarmo (2017) dilakukan agar tidak menimbulkan
Dari berbagai penelitian tersebut, resistensi dari para pedagang tersebut.
diketahui bahwa dalam proses Salah satu bagian penting
Collaborative Governance diperlukan collaborative governance adalah
reformasi dengan mensinergikan ketersediaan barang dan jasa yang akan
berbagai perspektif pemangku dipergunakan untuk kebutuhan
kepentingan, lebih dekat dengan pembangunan kawasan Banten Lama,
masyarakat, dan memperluas kerjasama akan tetapi lambatnya mekanisme lelang
dengan pihak lain untuk memenuhi pengadaan barang dan jasa yang
kebutuhan sumber daya, dan perekrutan dilakukan oleh organisasi sektor publik
SDM. Sedangkan penelitian ini akan mengakibatkan proses pembangunan
melakukan identifikasi isu-isu strategis menjadi terhambat dan tidak sesuai
dan menjadi prioritas dalam kebijakan dengan waktu yang direncanakan,
collaborative governance serta Diperlukan kemitraan yang bersifat
menganalisis bagaimana pengembangan kolektif pada tujuan bersama dalam
model inovatif kebijakan collaborative setiap proses kolaborasi antara organisasi
governance dalam revitalisasi kawasan sektor publik, dan kemitraan tersebut
wisata cagar budaya Banten Lama. akan berjalan secara efektif apabila
Kompleksitas permasalahan terdapat sebuah model collaborative
kawasan wisata cagar budaya Banten governance yang mampu mendorong
Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783 27
HUMANIKA Vol.25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

sinergitas berbagai pihak yang terlibat dan sebagai rekomendasi kebijakan


secara aktif. Collaboarative Governance dalam
Moodel collaborative governance revitalisasi kawasan wisata Cagar Budaya
berdasarkan empat variabel dikemukakan Banten lama.
oleh Ansel dan Gash (2007) yaitu sebagai
berikut: conditions, institutional design, 2. Metode Penelitian
leadership, and collaborative process. Studi dilakukan di Kawasan Wisata
Kemudian terdapat tiga komponen Cagar Budaya Banten Lama. Metode
penting dalam mendorong desain yang digunakan adalah pendekatan
kelembagaan dan kepemimpinan yaitu; deskriptif kualitatif yang menggambarkan
time, task and target. (Doberstein, 2016) isu-isu prioritas dan strategis
Prasyarat mutlak inovasi Collaborative Governance Revitalisasi
kebijakan publik adalah terwujudnya Kawasan Wisata Cagar Budaya Banten
gagasan dan ide dari pejabat publik Lama, sedangkan teknik pengumpulan
sebagai entrypoint diimplementasikannya data dilakukan inventarisasi data primer
berbagai program-program dan kebijakan. dan sekunder. Untuk data primer
Stakeholder Kota Serang sebagai leading diperoleh berdasarkan data empiris
sector revitalisasi kawasan wisata cagar lapangan melalui tehnik: Wawancara
budaya Banten Lama dituntut untuk mendalam (depth interview) dan
mengembangkan sebuah model Observasi non Partisipan dan Diskusi
collaborative governance yang inovatif, kelompok terarah (Focus Group
kreatif dan adaptif terhadap persoalan dan Discussion). Sedangkan data sekunder
kebutuhan masyarakat yang semakin meliputi penelusuran berbagai sumber
dinamis. dan literatur baik dari dokumen
Penelitian ini bertujuan untuk pemerintah maupun pemberitaan media
melakukan identifikasi isu-isu strategis massa cetak dan elektronik, jurnal dan
dan prioritas serta melakukan buku-buku yang terkait dengan
pengembangan model inovatif kebijakan collaborative governance dan inovasi
collaborative governance sehingga kebijakan. Selanjutnya data yang
diharapkan akan memiliki dampak dan terkumpul, dianalisis dengan analisis
manfaat terhadap kebijakan akselerisasi

28 Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783, p-ISSN: 1412-9418


HUMANIKA Vol. 25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

kualitatif, dengan model interaktif Miles lintas organisasi sektor publik menjadi
dan Huberman (1992). tantangan sekaligus potensi dalam
mengatasi permasalahan. Collaborative
3. Hasil Dan Pembahasan Governance yang tertuang dalam
3.1 Identifikasi Isu-isu prioritas dan Memorandum Of Understanding (MOU)
strategis collaborative governance sebagai pedoman pelaksanaan revitalisasi
dalam Revitalisasi Kawasan menjadi dokumen strategis yang harus
Wisata Cagar Budaya Banten ditaati oleh semua pihak.
Lama Mengoptimalkan relasi struktural
a. Dimensi Struktural Birokrasi antar birokrasi organisasi sektor publik di
Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah dapat menjadi opsi
Isu prioritas dan strategis yang pertama dalam mengatasi persoalan lambatnya
dan menjadi aspek penting yang harus proses lelang pengadaan barang dan jasa
menjadi komitmen bersama dalam untuk kebutuhan pembangunan
collaborative governance adalah dimensi revitalisasi kawasan Banten Lama. Dalam
struktural birokrasi antar pemerintahan hal ini organisasi sektor publik harus
daerah, structural issues are important bersifat enabling linkage yaitu
because they affect the way collalborative keterkaitan lembaga atau organisasi
agendas are formed and implemented dengan penyediaan wewenang untuk
(Huxham et al., 2000), dalam hal ini, bekerja mencapai sumber-sumber daya
konsep collaborative governance dalam yang esensi dan diffusion linkage yaitu
revitalisasi kawasan Wisata Cagar hubungan lembaga atau organisasi
Budaya Banten Lama mensyaratkan dengan orang atau kelompok-kelompok
setiap pemerintahan daerah mempunyai yang tidak terkumpul dalam suatu
kesamaaan pemahaman tentang organisasi (Esman, 1972:33 dalam
bagaimana formulasi dan implementasi Torang, 2016:104-105)
kebijakan revitalisasi. Prinsip-prinsip Seperti yang tertuang dalam
kerjasama revitalisasi kawasan wisata kutipan wawancara berikut ini yang
cagar budaya Banten Lama dengan menjelaskan tentang faktor penghambat
beragamnya keterlibatan stakeholder dan mekanisme lelang guna mendukung
Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783 29
HUMANIKA Vol.25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

revitalisasi kawasan wisata cagar budaya b. Sosialisasi Revitalisasi Kawasan


Banten Lama yaitu sebagai berikut : Cagar Budaya Banten Lama
Isu kedua yang menjadi isu
“Proses lelang untuk Banten Lama belum
prioritas dan strategis dan menjadi
selesai. Namun, sudah ada beberapa
lelang yang sudah ditayangkan. gagasan-gagasan konseptual terkait
keterlambatan lelang bukan karena
adalah sosialisasi revitalisasi kepada
kesalahan pada pihaknya. Hal ini karena
proyek pengadaan belum ada yang seluruh masyarakat. collaborative
dilelang dan dokumen lelang masih
governance is therefore not advanced
dalam proses pengkajian oleh OPD
terkait, dokumen masuk ke kita, kita merely to satisfy a vague notion of more
kembalikan lagi ke OPD untuk dikaji
inclusive decision-making, but rather ‘to
ulang. Karena belum balik hasil
kajiannya, enggak bisa lelang”. engage different “ways of knowing” in
(Informasi wawancara dengan Kepala
the continuous processes of problem
Biro Administrasi Pembangunan Provinsi
Banten, Bapak Mahdani) solving’ (Feldman et al. 2006, 93 dalam
Doberstein, 2016), dan upaya pendekatan
Dari hasil wawancara dapat
partisipatif publik yang sudah dilakukan
dijelaskan bahwa terdapat kendala dalam
tidak hanya dilakukan pada kondisi awal
proses lelang untuk revitalisasi
atau pada saat launching gagasan
pembangunan kawasan Banten Lama,
revitalisasi akan tetapi harus dilakukan
yang disebabkan karena belum selesainya
secara konsisten, hal ini bertujuan agar
proses pengkajian oleh Organisasi
masyarakat mempunyai trust terhadap
Perangkat Daerah (OPD) yang
kebijakan revitalisasi.
berwenang. Berdasarkan hal tersebut
Berdasarkan hasil wawancara,
dapat dianalisis bahwa terdapat indikasi
ditemukan fakta bahwa masyarakat masih
belum terciptanya relasi antara birokrasi
mempertanyakan bagaimana kelanjutan
tentang penetapan target dan tujuan
revitalisasi setelah launching gerakan
lelang yang diatur dalam kesepakatan
Banten Bebersih yang sudah dicanangkan
bersama sehingga mengakibatkan
Pemerintah Provinsi Banten pada tanggal
terhambatnya pembangunan revitalisasi
21 Juli 2017 sekaligus penandatanganan
kawasan cagar budaya Banten Lama.
MOU. (Harian Umum Kabar Banten, 22
Juli 2017). Oleh sebab itu sosialisasi
tidak hanya bersifat parsial akan tetapi

30 Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783, p-ISSN: 1412-9418


HUMANIKA Vol. 25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

harus dilakukan secara terus menerus sepenuhnya menyetujui untuk di relokasi,


dengan tujuan masyarakat mengetahui penyebabnya adalah karena para
perkembangan program yang secara pedagang kaki lima tersebut khawatir
langsung akan melibatkan masyarakat. lokasi yang baru kurang strategis dan
Dalam wawancara tersebut, dikemukakan, tidak dilalui oleh wisatawan yang
“kami mewakili masyarakat di daerah berkunjung.
Banten Lama masih menunggu proses Mendorong Pemerintah Daerah untuk
kelanjutan revitalisasi, launcing kan melakukan penataan Kawasan Penunjang
sudah tanggal 21 Juli 2017 kemaren, Wisata (KPW) menjadi prioritas isu yang
sekarang masih belum ada sosialisasi dan harus dilakukan, termasuk dalam hal ini
rencana lagi. (Wawancara dengan dialog secara intensif dengan para
Sulaeman, penduduk lokal Banten Lama) pedagang kaki lima agar bersedia
direlokasi ke tempat yang baru. Upaya
c. Relokasi Pedagang Kaki Lima dari dialog dan memposisikan pedagang kaki
Kawasan Cagar Budaya Ke Kawasan lima sebagai partner menjadi prinsip
Penunjang Wisata (KPW) utama dan sebagai bagian dari tata kelola
Isu penting ketiga yang menjadi Collaborative Governance sehingga
permasalahan dalam revitalisasi kawasan dapat mendorong keberhasilan
adalah relokasi pedagang kaki lima. revitalisasi. Dalam wawancara dengan
Untuk kondisi saat ini, para Pedagang ketua Rt setempat, Bapak Saefudin
belum bisa direlokasi ke Kawasan menjelaskan sebagai berikut : “Para
Penunjang Wisata (KPW) atau tempat pedagang masih belum sepakat soal
relokasi yang baru dikarenakan belum perpindahan tempat ke Kawasan
memadainya sarana penunjang seperti Penunjang Wisata (KPW), hampir semua
listrik, tempat sampah dan jalan pedagang menolak pindah karena tempat
lingkungan. Selain itu berdasarkan hasil yang baru kurang strategis, sampai saat
wawancara dengan beberapa pedagang ini juga instalasi listrik dan perlengkapan
kaki lima yang tergabung dalam yang lain belum ada”.
paguyuban pedagang Keraton Surosowan
Banten Lama, para pedagang belum
Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783 31
HUMANIKA Vol.25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

Berikut adalah hasil wawancara design and facilitative leadership to build


dengan ketua RT dan pedagang Kaki a more complete theory of collaborative
Lima Banten Lama, sebagai berikut : governance (Doberstein, 2016).
“Sekarang kami dari paguyuban Mengadaptasi dari berbagai
pedagang Surosowan Banten Lama
model collaborative governance, penulis
sedang mendata berapa jumlah pasti
seluruh pedagang yang ada” mencoba mengembangkan sebuah model
(Wawancara dengan Bapak Saefudin,
inovasi kebijakan collaborative
Ketua RT dan Pedagang Kaki Lima
Banten Lama). governance dalam revitalisasi kawasan
wisata cagar budaya Banten Lama yang
3.2 Pengembangan Model dan tahap-
terdiri dari empat komponen penting
tahap Inovasi Kebijakan
yaitu komponen pertama kondisi awal
Collaborative Governance
yang terdiri dari kondisi eksisting Banten
Revitalisasi Kawasan Wisata Cagar
Lama, resource, dasar pertimbangan dan
Budaya Banten Lama.
ekonomi politik will; komponen kedua
Salah satu prasyarat penting untuk
adalah komitmen terhadap proses dan
mendorong tumbuhnya inovasi kebijakan
hasil yang terdiri dari trust, kesamaan
adalah kreatifitas birokrasi dalam
pemahaman dan legitimasi internal dan
menciptakan daya perubahan dan
eksternal; komponen ketiga adalah desain
gagasan-gagasan baru. (Sururi, 2017).
kelembagaan yang terdiri dari struktural
Hal tersebut menunjukkan bahwa inovasi
dan prosedural kelembagaan,
kebijakan adalah proses yang bersifat
kepemimpinan, bentuk proses kerjasama;
berkelanjutan bagi pemerintahan daerah.
komponen keempat adalah kondisi akhir
Fortunately, many cases of collaborative
yang terdiri dari tindak lanjut dan
governance are created or mandated by
keberlanjutan.
national governments, but are
implemented locally, thus providing
larger N opportunities to analyse them as
natural experiments in governance with
built-in controls to the analysis, just as
was done in this study, while also
leveraging variation in institutional

32 Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783, p-ISSN: 1412-9418


HUMANIKA Vol. 25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

Bagan 1
Model Inovasi kebijakan Collaborative Governance
Revitalisasi Kawasan Wisata Cagar Budaya Banten Lama
1. Identifikasi kondisi eksisting
2. Resource/Sumber Daya
Kondisi Awal 3. Dasar Pertimbangan
4. Ekonomi Political Will

1. Proses dan Hasil


2. Trust/Kepercayaan
Komitmen 3. Kesamaan Pemahaman
4. Legitimasi Internal/eksternal

1. Struktural dan prosedur


Desain Kelembagaan 2. Kepemimpinan
3. Bentuk proses kerjasama

1. Tindak Lanjut
Kondisi Akhir 2. Keberlanjutan

Sumber : Diolah Peneliti, 2018

Kondisi awal yang meliputi kondisi kemudian resource atau sumber daya
eksisting, resource, dasar pertimbangan meliputi potensi unggulan kawasan Banten
dan ekonomi political will merupakan Lama yang secara ekonomis dan sosial
entry point dalam pengembangan inovasi mampu memberikan dampak kesejahteraan
kebijakan collaborative governance, masyarakat seperti industri kreatif, dan
langkah-langkah identifikasi kondisi ekonomi political will berupa dukungan
eksisting Banten Lama seperti pendataan dari pemerintahan daerah dalam bentuk
kondisi sarana dan prasarana, jumlah dukungan regulasi dan kebijakan.
pedagang, jumlah destinasi wisata dan data Komitmen dari stakeholder
kependudukan. Termasuk dalam hal ini kebijakan menjadi proses selanjutnya
resource. Dengan melakukan analisis setelah kondisi awal diidentifikasi.
eksisting diharapkan akan memeroleh data- Komitmen ditunjukkan melalui proses dan
data yang akurat dalam mengestimasi hasil, pemerintah daerah yang terlibat
perumusan kebijakan selanjutnya, dalam collaborative governance
Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783 33
HUMANIKA Vol.25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

mempunyai rasa tanggung jawab yang 4. Simpulan


tinggi terhadap proses yang sedang Setelah melakukan identifikasi, maka
berjalan dan hasil yang telah dicapai. terdapat 3 (tiga) isu yang menjadi prioritas
Kepercayaan antar pemerintahan daerah dan strategis yang harus dilakukan dalam
untuk mempunyai komitmen yang sama proses Collaborative Governance dalam
menjadi isu penting dalam pengaturan revitalisasi kawasan wisata cagar budaya
kewenangan sehingga semua pihak dapat Banten Lama yaitu dimensi struktural
saling memberikan dukungan. Kesamaan birokrasi, sosialisasi revitalisasi dan
pemahaman dan legitimasi internal relokasi pedagang kaki lima yang
maupun eksternal dalam mewujudkan tergabung dalam Paguyuban Pedagang
komitmen menjadi prasyarat penting agar Keraton Surososwan Banten Lama.
proses kolaborasi dapat berjalan dengan kemudian pengembangan model inovasi
baik. kebijakan collaborative governance dan
Desain kelembagaan meliputi tiga tahap-tahap revitalisasi meliputi empat
hal yaitu struktural dan prosedur, komponen yaitu kondisi awal yang terdiri
kepemimpinan dan bentuk proses kerja dari identifikasi kondisi eksisting,
sama. Kolaborasi yang dilakukan dengan sumberdaya, dasar pertimbangan dan
pendekatan partisipasi publik dari ekonomi political will; komponen kedua
pemerintahan daerah terhadap masyarakat adalah komitmen yang meliputi proses dan
dan pedagang kaki lima terkait dengan hasil, kepercayaan, kesamaan pemahaman
ketiga hal tersebut akan memberikan dan legitimasi internal/eksternal;
dampak positif terhadap masyarakat agar komponen ketiga adalah desain
terlibat secara penuh dan mendukung kelembagaan yang terdiri dari struktur dan
setiap kegiatan yang dilakukan. Dan prosedur, kepemimpinan dan bentuk proses
kondisi akhir yang terdiri dari tindak lanjut kerjasama; dan komponen keempat adalah
dan keberlanjutan akan mengevaluasi kondisi akhir yang meliputi tindak lanjut
bagaimana langkah selanjutnya setelah dan keberlanjutan.
seluruh kegiatan revitalisasi diselesaikan, Bahwa Collaborative Governance
termasuk dalam hal ini kebermanfaatan yang dilakukan antara Pemerintah Daerah
dan dampak yang diterima oleh masyarakat. Provinsi Banten, Kabupaten Serang dan
Kota Serang dalam revitalisasi kawasan

34 Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783, p-ISSN: 1412-9418


HUMANIKA Vol. 25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

wisata cagar budaya Banten Lama yang dikarenakan terdapat faktor-faktor yang
tertuang dalam Memorandum of memengaruhi nilai-nilai ekonomi
Understanding (MOU) masih terdapat masyarakat lokal, politik dan kebijakan
berbagai hambatan-hambatan dalam pemerintahan daerah, sosial
implementasinya seperti permasalahan kemasyarakatan dan budaya setempat.
relokasi pedagang kaki lima yang belum Sedangkan dampak strategis inovasi
mau pindah dari Kawasan Cagar Budaya kebijakan Collaborative Governance
Banten Lama ke Kawasan Penunjang adalah mendorong keterlibatan stakeholder
Wisata (KPW), belum tercapainya kebijakan pemerintah daerah dalam
target perencanaan pembangunan pengembangan kawasan wilayah dan
(revitalisasi) infrastruktur dan belum pembangunan berkelanjutan.
sinergisnya kerjasama antara stakeholder.
Permasalahan-permasalahan tersebut tentu Daftar Pustaka
saja akan menghambat revitalisasi kawasan Jurnal
Ansell, C., & Gash, A. (2007).
wisata cagar budaya Banten Lama dan
Collaborative Governance in Theory
harus segera mendapatkan penanganan and Practice, 543–571.
https://doi.org/10.1093/jopart/mum03
yang serius. Dalam hal ini keseriusan
2
dengan dibarengi komitmen yang tinggi
Doberstein, C. (2016). Designing
dari para pejabat publik (Gubernur, Bupati
Collaborative Governance Decision-
dan Walikota) untuk menyelesaikan Making in Search of a “Collaborative
Advantage.” Public Management
permasalahan sangat dibutuhkan, faktor
Review, 18(6), 819–841.
intensitas komunikasi dan koordinasi https://doi.org/10.1080/14719037.201
5.1045019
menjadi kata kunci agar dapat mengambil
keputusan yang tepat. Denok Kurniasih, Paulus Israwan Setyoko,
dan Moh. Imron, (2017).
Selain itu pendekatan partisipatif kepada
Collaborative Governance dalam
masyarakat perlu terus dilakukan agar penguatan kelembagaan program
sanitasi Lingkungan Berbasis
inovasi kebijakan Collaborative
Masyarakat (SLBM) di Kabupaten
Governance revitalisasi kawasan cagar Banyumas, Jurnal Sosiohumaniora,
Volume 19 No. 1 Maret 2017 : 1 – 7
budaya Banten Lama memiliki nilai faktor
dan dampak strategis. Memiliki nilai faktor Emerson, K., Nabatchi, T., & Balogh, S.
Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783 35
HUMANIKA Vol.25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

(2011). An Integrative Framework for Governance Studies (ICASPGS) 2017


Collaborative Governance, (June di Hotel Margo, 30 Oktober 201
2009), 1–29. https://
doi.org/10.1093/jopart/mur011 Sambodo Giat Tri & Pribadi Ulung, 2016.
Pelaksanaan Collaborative
Gibbings, S. L. (2017). Sosialisasi , Street Governance di Desa Budaya Brosot,
Vendors and Citizenship in Galur, Kulonprogo,DI. YogyakartA,
Yogyakarta. Citizenship and Jurnal Ilmu pemerintahan &
Democratization in Southeast Asia, Kebijakan public, Vol. 3 No. 1
95–122. Februari 2016
https://doi.org/10.1163/97890043296
69 Sururi, A. (2016). Inovasi Kebijakan
Publik, Tinjauan Konseptual dan
Huxham, C., Vangen, S., Huxham, C., & Empiris. Sawala Jurnal Administrasi
Eden, C. (2000). The Challenge of Negara, 4(3), 1–14.
Collaborative Governance. Public
Management Review, 2(3), 337–358. Sururi, A. (2017). Inovasi Kebijakan
https://doi.org/10.1080/14719030000 dalam Perspektif Administrasi Publik
000021 menuju terwujudnya Good Public
Policy Governance. Jurnal Spirit
Keban, Y. T. (1999). Hubungan antara Publik Universitas Sebelas Maret, 12,
pemerintahan daerah yang satu 14–31.
dengan pemerintah daerah yang lain.
Tresiana Novita & Duadji Noverman,
Morse, R. S., & Stephens, J. B. (2009). (2017). Kolaboratif Pengelolaan
Teaching Collaborative Governance : Pariwisata Teluk Kiluan
Phases , Competencies, and Case- (Collaborative Management Of The
Based Learning, 18(3), 565–584. Teluk Kiluan Tourism), disampaikan
pada seminar nasional tentang
Mutiarawati Tika, Sudarmo, (2017). membangun etika social menuju
Collaborative Governance dalam masyarakat yang berkeadilan, FISIP
Penanganan Rob di Kelurahan UNILA Lampung, 18 Oktober 2017
Bandengan Kota Pekalongan, Jurnal
Wacana Publik Vol 1 No 2,2017 hlm Torang, Syamsir. (2016). Oganisasi dan
48 - 62 Manajemen, Alfabeta Bandung.
Yong-duck Jung, Daniel Mazmanian and
Newman Dkk, (2004). Public Shui-Yan Tang, (2009).
Participation and Collaborative Collaborative Governance In The
Governance, Jnl Soc. Pol., 33, 2, 203– United States And Korea : Cases In
223 C 2004 Cambridge University Negotiated Policymaking And
Press DOI: Service Delivery, Collaborative
10.1017/S0047279403007499 Printed Governance, WP-April 2009-1
in the United Kingdom
Artikel dalam Koran
Prasojo, Eko, (2017). Conference on Kabar Banten, 21 Juli 2017. Penataan
Administrative Science, Policy, and Banten Lama ditarget rampung 3

36 Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783, p-ISSN: 1412-9418


HUMANIKA Vol. 25 No.1 (2018)
ISSN 1412-9418
Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika

tahun, hal 1
Radar Banten, 22 Maret 2018. Lelang
Ganjal Revitalisasi Banten Lama, hal 1.

Copyright @2018, HUMANIKA, e-ISSN: 2502-5783 37

You might also like