You are on page 1of 3

Youth Pledge (Sumpah Pemuda)

Once upon a time, in the early 20th century, in the tropical archipelago of Indonesia,
a land rich with diverse cultures and languages, there was a young man named
Rizal. Rizal lived under the shadow of Dutch colonial rule, which had gripped his
beloved homeland for centuries. His heart ached as he witnessed his people suffer,
their resources exploited, and their dreams of independence oppressed.

Rizal was not alone in his desire for change. Across the vast Indonesian archipelago,
young people like him shared the same aspirations. They yearned for a brighter
future, free from the shackles of colonialism.

In the year 1928, a historic moment was on the horizon. The news of the upcoming
Second Youth Congress (Kongres Pemuda II) in Batavia (now Jakarta) spread like
wildfire. Rizal felt an unwavering determination to be part of this gathering, where
young minds from diverse backgrounds would unite for a common cause.

Rizal embarked on a journey to Batavia, along with many other passionate youths.
When they arrived, they were met with an electrifying atmosphere. There, in the
heart of the colonial capital, these young men and women from all corners of the
archipelago, speaking different languages and representing various cultures, came
together with a shared goal: freedom and independence.

On October 28, 1928, a significant day in history, the Youth Congress participants
stood before their fellow compatriots. With an unwavering spirit, they raised their
voices and declared the Youth Pledge (Sumpah Pemuda). They vowed:

1.To uphold one unifying language, the Indonesian language.


2.To preserve one nation, the Indonesian Nation.
3.To safeguard one homeland, the Homeland of Indonesia.

Tears welled in Rizal's eyes as he repeated these sacred words, for he knew this
was a promise that would change the course of history. The Youth Pledge
symbolized their unity, their shared identity, and their relentless determination to
achieve independence.

In the years that followed, Rizal and his fellow youths continued to work tirelessly.
They nurtured the Indonesian language as a unifying force and upheld the spirit of
the Youth Pledge. Their dedication bore fruit on August 17, 1945, when Indonesia
finally declared its independence.

Rizal and the young heroes of the Youth Pledge had written a new chapter in their
nation's history, proving that unity, determination, and a common vision could
conquer even the mightiest of challenges. The Youth Pledge remains a cherished
testament to the power of youth, unity, and the unwavering spirit of a people
yearning to be free.

Sumpah Pemuda (Sumpah Pemuda)

Alkisah, pada awal abad ke-20, di kepulauan tropis Indonesia, negeri yang kaya
dengan beragam budaya dan bahasa, hiduplah seorang pemuda bernama Rizal.
Rizal hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan kolonial Belanda yang telah
mencengkram tanah air tercinta selama berabad-abad. Hatinya sakit saat
menyaksikan rakyatnya menderita, sumber daya mereka dieksploitasi, dan impian
kemerdekaan mereka ditindas.

Rizal tidak sendirian dalam keinginannya untuk berubah. Di seluruh kepulauan


Indonesia, generasi muda seperti beliau memiliki aspirasi yang sama. Mereka
mendambakan masa depan yang lebih cerah, bebas dari belenggu kolonialisme.

Pada tahun 1928, momen bersejarah sudah di depan mata. Berita tentang Kongres
Pemuda Kedua (Kongres Pemuda II) yang akan datang di Batavia (sekarang
Jakarta) menyebar dengan cepat. Rizal merasakan tekad yang tak tergoyahkan
untuk menjadi bagian dari pertemuan ini, di mana para pemuda dari berbagai latar
belakang bersatu untuk tujuan yang sama.

Rizal memulai perjalanan ke Batavia, bersama banyak pemuda bersemangat


lainnya. Sesampainya di sana, mereka disambut dengan suasana yang
menggemparkan. Di sana, di jantung ibukota kolonial, para pemuda dan pemudi dari
seluruh pelosok nusantara, berbicara dalam berbagai bahasa dan mewakili berbagai
budaya, berkumpul dengan tujuan yang sama: kebebasan dan kemerdekaan.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, hari penting dalam sejarah, para peserta Kongres
Pemuda berdiri di hadapan rekan-rekan senegaranya. Dengan semangat yang tak
tergoyahkan, mereka bersuara dan mendeklarasikan Sumpah Pemuda (Sumpah
Pemuda). Mereka bersumpah:

1.Menjunjung tinggi satu bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia.


2.Untuk melestarikan bangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3.Untuk menjaga tanah air yang satu, NKRI.

Air mata Rizal berlinang saat ia mengulangi kata-kata suci tersebut, karena ia tahu
ini adalah janji yang akan mengubah jalannya sejarah. Sumpah Pemuda
melambangkan persatuan, jati diri bersama, dan tekad yang tiada henti untuk
mencapai kemerdekaan.
Tahun-tahun berikutnya, Rizal dan kawan-kawan mudanya terus berkarya tanpa
mengenal lelah. Mereka memupuk bahasa Indonesia sebagai pemersatu dan
menjunjung tinggi semangat Sumpah Pemuda. Pengabdian mereka membuahkan
hasil pada 17 Agustus 1945, ketika Indonesia akhirnya memproklamirkan
kemerdekaannya.

Rizal dan para pahlawan muda Sumpah Pemuda telah mengukir babak baru dalam
sejarah bangsa, membuktikan bahwa persatuan, tekad, dan visi bersama mampu
menaklukkan tantangan terberat sekalipun. Sumpah Pemuda tetap menjadi bukti
berharga akan kekuatan pemuda, persatuan, dan semangat tak tergoyahkan dari
masyarakat yang mendambakan kebebasan.

You might also like