You are on page 1of 10

‫‪Doa Aqiqah‬‬

‫‪DO’A MENYEMBELIH HEWAN AQIQAH‬‬

‫ِب ِم اِهلل الَّر ِن الَّر ِح ِم ‪َ .‬الّل َّ‍م ‪ِ ,‬ذِه ِق َقُة ‪ِ ...‬ب ‪ ....‬ا ِبَد ِمِه‬
‫ْن َدُمَه‬ ‫ْي ُه َرْىِّب َه َع ْي‬ ‫َمْح‬ ‫ْس‬
‫َو ْحَلُم َه ا ِبَلْح ِمِه َو َعْظُم َه ا ِبَعْظِمِه َو ِج ْلُد َه ا ِجِب ْلِدِه َو َش ْع ُر َه ا ِبَش ْع ِرِه‪َ .‬الَّلُه َّم‬
‫اْجَعْلَه ا ِفَد ا ِل ‪...‬بن‪ِ....‬م الَّناِر‬
‫َن‬ ‫ًء‬
‫…‪Artinya: Ya Allah, wahai Tuhanku, hewan ini adalah aqiqah untuk….bin‬‬
‫‪(sebutkan namanya), dimana darahnya (hewan) adalah menebus darahnya (anak),‬‬
‫‪dagingnya (hewan) untuk menebus dagingnya (anak), tulangnya (hewan) adalah‬‬
‫‪untuk menbus tulangnya (anak), kulitnya (hewan) adalah untuk menebus kulitnya‬‬
‫‪(anak) dan bulunya (hewan) untuk menebus rambutnya (anak). Ya Allah, hendaklah‬‬
‫)‪Engkau menjadikan aqiqah ini sebagai tebusan untuk….bin…. (sebutkan namanya‬‬
‫‪dari neraka.‬‬

‫‪DO’A WALIMATUL ‘AQIQAH‬‬

‫ِبِه‬ ‫ِل ِه‬ ‫ٍد‬ ‫ِد‬ ‫ِح‬ ‫ِهلل‬


‫ِبْس ِم ا ال ّر محِن ال ّر يِم ‪َ ,‬و َص َّلى اُهلل َعَلى َس ّي نَا حمّم َو َعَلى ا َو َص ْح‬
‫ٍد‬ ‫ِذ‬ ‫ِد‬ ‫ِد‬
‫َو َس َّلَم ‪َ ,‬الّلُه َّم ُاِعْي ُذ ُه ِباْلَو اِح الَّص َم ِم ْن َش ِّر ُك ِّل ْي َح َس ـ ‪ُ .‬اِعْي ُذ َه ا ِب َك‬
‫َو ُذِّر َّيَتَه ا ِم َن الَّش ْيـَطاِن ال َّر ِج ْيِم ‪َ .‬الّلُه َّم اْجَع ْل َه َذ ا ْالَو َل َد َو َل ًد ا َص اًحِلا‪َ .‬الّلُه ـَّم ِاَّنا‬
‫َن َأُلَك الَّس ـَال َة ىِف ال ُّد ْنيَا ال ِّد ِن َن َأُلَك الِّز ا َة اْل َك َة ىِف ْالِعْلـِم ا ُز ِق‬
‫َو ْر‬ ‫َي َد َو َبَر‬ ‫َو ْي َو ْس‬ ‫َم‬ ‫ْس‬
‫ِا‬ ‫ِا‬
‫اْلَمْر ُز ْو ِقَنْي ‪ِ .‬هَلى َّنَك َقْد َعَّلْم َت َاَدَم ْاَالَمْساَء ُك َّلَه ا َو َقْد َاَم َر َنا َنِبِّي َك َحُمَّم ٍد َص َّلى‬
‫َا‬ ‫ا َل ِه َّل ِبِإ س اَهِنا ا ْحَن ُن َّم ى َذ ا اْل َل َد ِبا ِم َناِس‬
‫َل‬ ‫ْه‬ ‫ُب‬ ‫ُهلل َع ْي َو َس َم ْح َـ َفَه ُن َس َه َو ْس ُي‬
‫اْلَبْيِت ‪ِ ...‬اِهَلى َاْص َبْح َنا َعَلى ِفْط َر ِة ْاِإل ْس َالِم َو َعَلى َك ِلَم ِة ْاِإل ْخ َالِص َو َعل ِدْيِن‬
‫َى‬
‫َنِبِّينَا َحُمَّم ٍد َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم َعَلى ِم َّلِة َاِبْيَنا ِاْبَر اِه ْيـَم َح ِنْيًف ا ُمْس ِلًم ا َو َم ا َك اَن‬
‫ِا‬
‫ِم َن اْلُم ْش ِر ِكَنْي ‪َ .‬الّلُه َّم َّنا َنْس َأُلَك ِلَس انًاَذاِكًر ا َو َقْلًب ا َش اِكًر ا َو َبَدًناَص اِبًر ا َو َز ْو َج ًة‬
‫ َو َنُعْو ُذِب َك َي ا َر َّبَن ا ِم ْن َو َل ٍد َيُك ْو ُن َعَلْينَا َس ِّيًد ا َو ِم ِن‬.‫ُتِعْيُنَن ا ىِف الُّد ْيَنا َو ْاآلِخ َر ِة‬
‫ِم‬ ‫ِم ٍل‬ ‫ِت ِش‬ ‫ِة‬
‫اْم َر َا ُتَش ِّيُبَنا َقْب َل َو ْق اْلَم ْيِب َو ْن َم ا َيُك ْو َن َع َذ اًبا َّلَن ا َو َو َباًال َعَلْيَن ا َو ْن‬
‫ َالّلُه ـَّم َتَق َّب ْل ِم َّنا‬.‫َج اٍر ِاْن َّر آى ِم َّنا َح َس َنًة َك َتَم َه ا َو ِاْن َّر آى ِم َّنا َس ِّيَئًة َاْفَش اًه ا‬
‫ِمِح‬ ‫ِت‬ ‫ِق‬
‫ ِبَر َمْح َك َيا َاْر حَم الَّر ا ـَنْي‬,‫َع ْيَق َتَنا َر َّبنَا‬.
‫ِهلل‬
‫وَاَحْلْم ُد َر ِّب اْلَعاَلمِـَنْي‬.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga
rahmat dan salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, teriring
keluarganya, dan sahabatnya. Ya Allah, aku memohon perlindungan untuk anak ini
kepada Tuhan yang maha esa lagi Tuhan tempat meminta dan bergantung dari
jehatan setiap orang yang dengki. Aku memohon perlindungan untuk ibu anak-anak
dan keturunannya dengan Zat Engkau dari syetan yang terkutuk. Ya Allah,
hendaklah Engkau menjadikan anak ini menjadi anak yang shaleh. Ya Allah,
sungguh kami memohon kepada-Mu keselamatan dunia dan agama, kami memohon
kepada-Mu penambahan dan keberkahan dalam ilmu, dam limpahkanlah rizki
kepada orang-orang yang berkah mendapatkan rizki. Wahai Tuhanku, sungguh
Engkau telah mengajarkan semua nama-nama kepada Adam, dan sungguh Nabi-Mu
Muhammad Saw telah memerintahkan kepada kami memberi nama kepada anak ini
dengan nama yang layak di negeri ini …..(sebutkan nama anak). Wahai Tuhanku,
kami dipagi hari di atas kesucian Islam, di atas kepastian ikhlas, di atas agama Nabi
Muhammad Saw, dan di atas agama bapak kami Ibrohim sebagai orang yang
cenderung kepada kebenaran lagi yang tunduk (kepada ajaran) dan tidaklah ia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Ya Allah, sungguh kami
memohon kepada-Mu lisan yang berzikir, hati yang bersyukur, badan yang
bersabar, dan istri yang menolong kami dalam urusan dunia dan urusan akhirat. Dan
kami berlindung kepada-Mu, wahai Tuhan kami, dari anak yang kepada kami
sebagai tuan, dari istri yang menyebabkan tumbuh uban sebelum usia layak
beruban, dari harta yang menjadi siksaan dan bencana bagi kami, dan dari tetangga
yang bila melihat kebaikan kami, maka ia menyimpan dan bila ia melihat
keburukan kami maka ia menyebarkan. Ya Allah, terimalah aqiqah kami, wahati
Tuhan kami, dengan rahmat-Mu wahai Tuhan paling penyayang di antara para
penyayang. Dan segala puji hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.

1. Pengertian ‘Aqiqah

 Menurut bahasa ‘Aqiqah artinya : memotong.


 Asalnya dinamakan ‘Aqiqah, karena dipotongnya leher binatang
dengan penyembelihan itu.
 Ada yang mengatakan bahwa aqiqah: adalah nama bagi hewan yang
disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong.
 Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : Rambut
yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu,
rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.
 Aqiqah adalah : penyembelihan domba/kambing untuk bayi yang
dilahirkan pada hari ke 7, 14, atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi
laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.

2. Dalil-dalil Pelaksanaan

 Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua


anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya
disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.”
[HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]
 Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki
diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu
kambing.” [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah]
 Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih
hewan untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi
nama.” [HR Ahmad]
 Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda
: “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah
hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” [Riwayat
Bukhari]
 Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah
bersabda :
 “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing)
karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua
kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” [HR Abu
Dawud, Nasa’i, Ahmad]
 Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ber ‘aqiqah
untuk Hasan dan Husain pada hari ke-7 dari kelahirannya, beliau
memberi nama dan memerintahkan supaya dihilangkan kotoran dari
kepalanya (dicukur)”. [HR. Hakim, dalam AI-Mustadrak juz 4, hal.
264]
 Keterangan : Hasan dan Husain adalah cucu Rasulullah SAW.
 Dari Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia
berkata : Rasulullah bersabda : “Cukurlah rambutnya dan
bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan
rambutnya.” [HR Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi]
 Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau
keempat belas, atau kedua puluh satunya. (HR Baihaqi dan
Thabrani).

3. Hukum Aqiqoh

 Hukum Aqiqah Anak adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat


Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-
sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama
ahli fiqih (fuqaha).
 Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan
mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah
hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan aqiqahnya.
Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR
al-Tirmidzi, Hasan Shahih)
 “Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus)
darinya darah sembelihan dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya
cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
 Perkataan: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan”
adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya
yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara
kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan
lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad
yang hasan).
 Perkataan: “ingin menyembelihkan,..” merupakan dalil yang
memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunnah.
 Imam Malik berkata: Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah
denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam
aqiqah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam
Asy-Syafi’iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan aqiqah ini
cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.
 Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah
seorang diantara kami mempunyai anak, ia menyembelih kambing
dan melumuri kepalanya dengan darah kambing itu. Maka setelah
Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur
(menggundul) kepala si bayi dan melumurinya dengan minyak wangi.
[HR. Abu Dawud juz 3, hal. 107]
 Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah
apabila mereka ber’aqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri
kapas dengan darah ‘aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi
mereka melumurkan pada kepalanya”. Maka Nabi SAW bersabda,
“Gantilah darah itu dengan minyak wangi”.[HR. Ibnu Hibban dengan
tartib Ibnu Balban juz 12, hal. 124]
 Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari
ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana
Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia
disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-
Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada 
hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak
juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik
berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh)
atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4
(empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu
telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan
menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT: “Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.
... ‫ ٱُهَّلل ِبُك ُم ٱۡل ُيۡس َر َو اَل ُيِريُد ِبُك ُم ٱۡل ُع ۡس َر‬... (QS.Al Baqarah:185)
١٨٥
 185. .. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. ...

Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran,


ini berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai
dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia
dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan
dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa
dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada
hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadits Abdullah Ibnu Buraidah
dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, ke empat
belas, dan ke dua puluh satu.” (Hadits hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja
pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari
ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunnah
dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya
sebelum hari ke tujuh.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk
disembelihkan aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan
syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila
seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya
hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri,
Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh ayahnya
kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa
menurut saya, wallahu ‘Alam.
4. Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
 Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari
ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas.
Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu. Selain itu,
pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa
melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni
bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah
ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad
menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih
baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya
makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut
mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang
tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.
Jumlah Hewan
Jumlah hewan aqiqah minimal adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau
pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra:
“Sesungguh-nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba
satu domba.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Namun yang lebih utama adalah 2 ekor untuk anak laki-laki dan 1 ekor
untuk anak perempuan berdasarkan hadits-hadits berikut ini:
Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi SAW
memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor
domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadits sanadnya shahih
riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan
mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba
yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At
Tirmidzi)
Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan ‘aqiqah
Yang berhubungan dengan sang anak
1. Disunnatkan untuk memberi nama dan mencukur rambut
(menggundul) pada hari ke-7 sejak hari iahirnya. Misalnya lahir pada hari
Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.
2. Bagi anak laki-laki disunnatkan ber’aqiqah dengan 2 ekor kambing
sedang bagi anak perempuan 1 ekor.
3. ‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang tua si anak, tetapi boleh
juga dilakukan oleh keluarga yang lain (kakek dan sebagainya).
4. Aqiqah ini hukumnya sunnah.
Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak.
Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki
dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa
mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan
disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa
diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan
untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah
firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan
tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn
Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun
demikian, keluarga juga boleh memakan sebagiannya.
Yang berhubungan dengan binatang sembelihan
1. Dalam masalah ‘aqiqah, binatang yang boleh dipergunakan sebagai
sembelihan hanyalah kambing, tanpa memandang apakah jantan atau
betina, sebagaimana riwayat di bawah ini:
Dari Ummu Kurz AI-Ka’biyah, bahwasanya ia pernah bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang ‘aqiqah. Maka sabda beliau SAW, “Ya, untuk
anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor
kambing. Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun
betina”. [HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan Tirmidzi menshahihkannya,
dalam Nailul Authar 5 : 149]
Dan kami belum mendapatkan dalil yang lain yang menunjukkan adanya
binatang selain kambing yang dipergunakan sebagai ‘aqiqah.
2. Waktu yang dituntunkan oleh Nabi SAW berdasarkan dalil yang
shahih ialah pada hari ke-7 semenjak kelahiran anak tersebut. [Lihat dalil
riwayat 'Aisyah dan Samurah di atas]
Pembagian daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya,
menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi.
Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya
dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan
daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia
memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-
sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin,
dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya,
atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz
berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya
atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang
engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-
teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal
serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah
Ad Daimah.
Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan
yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash
syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga
Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”.
(HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia
akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama
berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut
diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari
makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-
nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah
hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku
datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku
jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak
akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata:
“Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”.
(HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi
salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang
layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad.
Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau
bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau
menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Untuk mengetahui cara pemberian nama yang baik menurut ajaran Islam,
silahkan klik:
http://media-islam.or.id/2008/02/01/memberi-nama-bayi-anak-secara-
islami
Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk
dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan
hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah
menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan
perak seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas
pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya
mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja
semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya
Allah- semakin besar pula sedekahnya.
Doa Menyembelih Hewan Aqiqah
Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali
muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari
Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.”
(HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
Doa bayi baru dilahirkan
Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa
haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin
Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang
Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta
gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang
dilihatnya. (HR. Bukhari)
Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul
Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa
hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani
Nabiyyullah Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang
tercinta Ismail AS.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang
dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna
hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” [3].
Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih
terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak.
Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah
“bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya”.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat
bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana
Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi
kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam
melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang
akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.
Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan
Syariat Aqiqah ini.

You might also like