You are on page 1of 15

INDONESIAN TREASURY REVIEW

JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK

DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI


PERDESAAN

Alijon Adit*
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok
aditalijon@gmail.com
Riatu M. Qibthiyyah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok
riatu.mariatul@ui.ac.id
*Alamat Korespondensi: aditalijon@gmail.com

ABSTRACT
Village expenditures are still focused on the development of basic infrastructures, even though there are other potential
investments in villages through the development of rural industries that are resistant to crises and have an impact on the
community's economy. The development of this potential can be done by combining village expenditures with social capital, in
the form of mutual assistance and cooperatives, which exist in the village. This study aims to determine the relationship
between village expenditures and social capital with rural industries. The research data is in the form of cross-sectional data,
from the Ministry of Villages and Podes 2018, and processed with OLS. The findings of this study include: 1) community
empowerment expenditure, and social capital have a positive and significant relationship to rural industries; and 2) the
expenditure’s allocation that is devoted to the needs of village industries also increases the number of micro and small
enterprises in the village. The improvement of rural industries can be encouraged through adjustments in the field of
expenditures, expenditures efficiency, and special allocations for industrial needs. On the other hand, the village government
needs to collaborate with business actors in building and empowering village industries as well as playing an active role in the
maintenance and development of mutual cooperation and cooperatives in their area. Further studies are recommended to use
the amount or ratio of expenditure for the benefit of rural industries..
Keywords: development; empowerment; rural industries; social capital; village expenditures

ABSTRAK
Belanja desa masih berfokus pada pembangunan sarana dan prasarana dasar, padahal terdapat potensi investasi lain di
desa yaitu melalui pengembangan industri perdesaan yang tahan terhadap krisis dan memiliki dampak terhadap
perekonomian masyarakat. Pengembangan potensi tersebut dapat dilakukan dengan mengombinasikan belanja desa
dengan modal sosial, berupa gotong royong dan koperasi, yang ada di desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara belanja desa dan modal sosial dengan industri perdesaan. Data penelitian berupa cross-sectional data,
dari Kemendesa dan Podes 2018, dan diolah dengan OLS. Temuan dari penelitian ini antara lain: 1), belanja pemberdayaan
masyarakat, dan modal sosial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap industri perdesaan; dan 2) alokasi belanja
yang dikhususkan untuk keperluan industri desa turut meningkatkan jumlah usaha mikro dan kecil perdesaan di desa
tersebut. Kemajuan industri perdesaan dapat didorong melalui penyesuaian bidang pembelanjaan, efisiensi belanja, dan
alokasi khusus keperluan industri. Di sisi lain pemerintah desa perlu berkolaborasi dengan pelaku usaha dalam
membangun dan memberdayakan industri desa serta berperan aktif dalam pemeliharaan dan pengembangan gotong
royong dan koperasi di wilayahnya. Kajian selanjutnya disarankan untuk menggunakan jumlah atau rasio belanja untuk
kepentingan industri perdesaan.
Kata kunci: pembangunan; pemberdayaan; industri perdesaan; modal sosial; belanja desa

KLASIFIKASI JEL:
H72, R58

CARA MENGUTIP:
Adit, A. & Qibthiyyah, R. M. (2022). Dampak belanja desa dan modal sosial terhadap industri perdesaan. Indonesian Treasury
Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik, 7(2), 145-159.

145
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

146

PENDAHULUAN PENERAPAN DALAM PRAKTIK


Latar Belakang
 Secara statistik, lebih dari 80% belanja desa
Porsi terbesar belanja desa diperuntukkan digunakan untuk pembangunan desa dan
untuk pembangunan desa dengan rata-rata pemberdayaan masyarakat. Selebihnya
mencapai 55,17% pada kurun waktu 2016-2019 digunakan untuk pembinaan
(BPS, 2018b, 2019b, 2020, 2021). Meski demikian, kemasyarakatan, pemberdayaan
The World Bank (2020) menyatakan bahwa belanja masyarakat, dan kejadian tak terduga.
desa sebelum dan setelah adanya Dana Desa masih  The World Bank (2020) menyampaikan
menunjukkan kemiripan pola, yakni investasi pada bahwa belanja desa belum mengarah pada
infrastruktur berskala kecil dan belum mengarah potensi investasi yang lebih besar dan lebih
pada pemenuhan potensi investasi yang lebih besar strategis. Industri mikro dan kecil memiliki
dan lebih strategis. potensi tersebut.
Salah satu potensi investasi tersebut adalah  Pemerintah desa perlu melakukan efisiensi
usaha mikro dan kecil yang memiliki ketahanan belanja pembangunan desa dan
terhadap krisis, penyerapan tenaga kerja, dan pemberdayaan masyarakat serta
memengaruhi pengurangan kemiskinan (BPS, menyesuaikan alokasi kedua belanja
2019a; Hermanto & Suryanto, 2020; Nursini, 2020; tersebut untuk kepentingan industri di desa.
Tambunan, 2019). Pada tahun 2018 terdapat 4,26
juta usaha mikro dan kecil dengan pekerja sejumlah
9,43 juta orang. Pemerintah desa diharapkan Sudah terdapat penelitian terdahulu terkait
mampu membina dan membantu industri mikro belanja desa khususnya penggunaan Dana Desa,
dan kecil agar dapat berkembang (BPS, 2019a). tetapi belum ada penelitian yang mengaitkannya
Di luar masalah tersebut, warga perdesaan dengan industri mikro dan kecil di desa. Arifin et al.
memiliki rasa kekeluargaan, saling percaya, gotong (2020) melakukan studi terkait dampak Dana Desa
royong, jejaring dan norma sosial yang masih terhadap Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Studi
dijunjung di perdesaan. Undang-undang Desa Aslan et al. (2019) dilakukan untuk mengetahui
menyatakan bahwa pendapatan asli desa salah dampak Dana Desa dan belanja desa atas
satunya berasal dari gotong royong dan pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan perdesaan
menyatakan bahwa pembangunan desa di Kabupaten Mahakam Ulu. Arham & Hatu (2020)
mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan melakukan studi terkait korelasi Dana Desa dengan
kegotongroyongan. Gotong royong memungkinkan ketimpangan (inequality) dan kemiskinan
adanya bantuan modal dan tenaga kerja bagi pelaku perdesaan. Watts et al. (2019) meneliti potensi
usaha di desa. Modal sosial dalam bentuk gotong penggunaan Dana Desa untuk mendanai kegiatan
royong memberikan solusi bagi para pelaku usaha konservasi dan reforestasi di Sulawesi Selatan.
di desa (Lukiyanto & Wijayaningtyas, 2020). Gotong Berdasarkan pemaparan singkat ini penulis
royong menciptakan jejaring antar warga. Jejaring tertarik untuk melakukan penelitian terkait
ini memberikan kesempatan bagi pelaku usaha hubungan antara belanja desa (yang terdiri dari
untuk belajar mengembangkan usahanya (Soetanto, belanja pembangunan, belanja pemberdayaan
2017). masyarakat, persentase belanja pembangunan, dan
Hatta meyakini bahwa koperasi merupakan alokasi kedua jenis belanja) dan modal sosial
ekspresi modern dari gotong royong, yang (gotong royong dan koperasi di desa) dengan
merupakan kebiasaan masyarakat Indonesia, yang industri mikro dan kecil di perdesaan.
memiliki semangat solidaritas tanpa memerhatikan
perhitungan ekonomi (Higgins, 1958). Gotong STUDI LITERATUR
royong yang melembaga ke dalam bentuk koperasi
memberikan jejaring maupun wawasan terhadap Pembangunan
masyarakat pelaku usaha dan menjadi salah satu Todaro & Smith (2011) menyatakan bahwa
sumber permodalan usaha (Faedlulloh, 2017; pembangunan adalah proses peningkatan kualitas
Fatimah & Darna, 2011). Industri mikro dan kecil hidup dan kemampuan manusia. Pembangunan
melakukan kemitraan dengan koperasi melalui melibatkan kemampuan untuk memenuhi
pinjaman uang, pengadaan bahan baku, pemasaran, kebutuhan hidup (sustenance), penghargaan diri
barang modal, mesin dan lainnya (BPS, 2019a). individu (self-esteem), dan kebebasan memilih
Dengan demikian gotong royong dan koperasi (freedom). Ketiga hal tersebut senantiasa menjadi
memiliki kaitan dengan industri mikro dan kecil di kebutuhan fundamental bagi manusia dalam setiap
perdesaan. masyarakat maupun budaya. Tiga sasaran yang
harus ada dalam setiap pembangunan adalah: 1)
peningkatan ketersediaan kebutuhan dasar; 2)
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

147

peningkatan tingkat kehidupan (levels of living); dan yang didapatkan warga desa memungkinan mereka
3) perluasan pilihan sosial dan ekonomi bagi untuk mengetahui hak, potensi, maupun
masyarakat (Todaro & Smith, 2011). Selain itu kemampuan yang mereka miliki. Melalui belanja
desain pembangunan yang baik memungkinkan pemberdayaan masyarakat tersebut, warga desa
tercerminnya kebutuhan dan preferensi komunitas diberikan peluang untuk mencapai
dan informasi lokal. Pada era sebelumnya kesejahteraannya melalui peningkatan kapasitas
pembangunan terkadang merusak nilai-nilai mereka
tradisional, tetapi saat ini pembangunan pun
berfokus pada nilai-nilai budaya sebagai kekuatan Modal Sosial
untuk menyatukan masyarakat (Stiglitz, 1998).
Para aktor dalam original institutional
Secara singkat pembangunan merupakan economic memiliki berbagai pengalaman. Kemudian
proses untuk meningkatkan kualitas hidup mereka mendapatkan berbagai informasi terkait
manusia, sehingga ia mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, alam, maupun teknologi dan saling
hidupnya, penghargaan atas dirinya, dan kebebasan berbagi mental dan pengalaman dengan aktor lain
memilih dan dalam pelaksanaannya tetap sehingga muncul mental komunitas (Groenewegen
memperhatikan preferensi dan budaya masyarakat et al., 2010). Interaksi para aktor memunculkan
setempat. Pelaksanaan pembangunan tersebut mental komunitas didasari adanya saling berbagi
memerlukan investasi dan belanja desa di bidang pengalaman dan mental para aktor dan hal tersebut
pembangunan desa merupakan salah satu wujud lantas menjadi modal bagi komunitas maupun
investasi tersebut aktor. Modal ini tampak sejalan dengan konsep
modal sosial.
Pemberdayaan
Fukuyama (2001) berpendapat bahwa modal
Pemberdayaan merupakan proses aktif dan sosial adalah norma informal yang membuat dua
partisipatif dari orang atau kelompok sehingga individu atau lebih untuk bekerja sama dan
memperoleh kuasa yang lebih besar atas kehidupan diaktualisasikan dalam hubungan antar manusia.
dan hak mereka dan mengurangi marjinalisasi Norma pendorong tersebut terkait dengan
(Peterson, 2014). Pemberdayaan adalah proses kejujuran, pemenuhan komitmen, pelaksanaan
perolehan pengaruh atas peristiwa dan dampak amanah, maupun timbal balik. Modal sosial
kepentingan (Fawcett et al., 1995). Pemberdayaan berperan penting dalam menciptakan efisiensi
dalam pendekatan non relasi-sosial adalah ekonomi modern. Sejalan dengan pendapat
kemampuan mencapai tujuan satu pihak atau Fukuyama, Prayitno et al. (2019) menyatakan
seseorang sebagai gabungan kemampuan, bahwa modal sosial berperan sama penting dalam
hambatan, atau keterjangkauan dari pihak lain atau perekonomian dan dan berkorelasi positif dengan
lingkungan sekitar (Pratto, 2016). Guna pertumbuhan ekonomi. Interaksi yang membentuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, modal sosial, seperti komunikasi maupun kerja
pemberdayaan dapat dilakukan dengan: 1) modal sama, didasari untuk mencapai tujuan bersama.
usaha, pemberdayaan ekonomi masyarakat; 2) Rustiadi & Nasution (2017) menyatakan bahwa
peningkatan kapasitas sumber daya manusia; 3) hubungan sosial antar individu atau rumah tangga
pengembangan sarana prasarana dan jaringan dalam kelompok berdampak positif terhadap sosial
pemasaran desa; 4) penguatan kelembagaan dan ekonomi masyarakat luas.
pengembangan teknologi; 5) perbaikan sistem
Akumulasi modal sosial pada gotong royong
informasi desa (Sumodiningrat & Wulandari, 2016).
berasal dari norma, nilai, dan kelembagaan yang
Pemberdayaan menjadi salah satu hal krusial berkembang antar generasi. Gotong royong
dari proses pencapaian tujuan pembangunan, dilandasi nilai spiritual yang terwujud dalam
peningkatan kepuasan hidup, dan berdampak tindakan untuk kepentingan bersama atau
positif bagi ekonomi dan tingkat hidup komunitas komunitas (Slikkerveer, 2019). Secara tradisional
(Hossain et al., 2019; Manaf et al., 2018; Park, 2019). praktik gotong royong di Jawa Tengah dan Jawa
Pemberdayaan masyarakat memungkinkan Timur dilakukan untuk memperkuat ketahanan
masyarakat memiliki kuasa yang lebih besar untuk ekonomi dan sosial. Lambat laun praktik gotong
mengembangkan potensi dan meningkatkan royong di Indonesia dilakukan untuk menutupi
kepuasan hidup maupun kesejahteraannya. kekurangan peran negara dalam mensejahterakan
masyarakat (Suwignyo, 2019).
Pelaksanaan program kegiatan pemberdayaan
masyarakat membutuhkan sumber daya. Dalam Studi dari Bowen (1986) menyebutkan bahwa
lingkup desa terdapat belanja di bidang gotong royong memiliki tiga bentuk, yakni
pemberdayaan masyarakat yang digunakan untuk pertukaran pekerja (labor exchange), timbal balik
mendanai kegiatan yang sifatnya meningkatkan umum (generalized reciprocity), dan pengerahan
kapasitas masyarakat desa. Peningkatan kapasitas pekerja (labor mobilized). Pertukaran pekerja, baik
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

148

antar individu maupun kelompok, lazim ditemui lingkungan wirausaha, dan bisnis yang
pada kegiatan pertanian. Timbal balik umum menyediakan kebutuhan lokal. Dari sisi budaya,
menitikberatkan pada kewajiban tiap individu kewirausahaan meningkatkan produk dan tradisi
untuk membantu sesama warga yang lokal.
membutuhkan karena mereka pun pernah dibantu
Dalam studi ini, industri mikro dan kecil
orang lain saat membutuhkan. Pengerahan pekerja
merupakan salah satu bentuk dari bisnis atau
terkait dengan perbaikan fasilitas umum seperti
kewirausahaan. Industri mikro memiliki jumlah
sistem irigasi atau jalan. Dari ketiga bentuk gotong
pekerja paling banyak empat orang, sedangkan
royong tersebut, pertukaran pekerja merupakan
industri kecil memiliki jumlah pekerja antara lima
bentuk gotong royong yang digunakan dalam
sampai dengan 19 orang. Jumlah tersebut sudah
membantu proses produksi secara langsung.
termasuk dengan pengusaha (BPS, 2018a).
Seiring perkembangannya nilai gotong royong
Dengan demikian pembangunan desa,
menjadi dasar dari munculnya koperasi. Higgins
pemberdayaan masyarakat, dan modal sosial yang
(1958) dalam studinya menyatakan bahwa Hatta
terdapat di perdesaan merupakan beberapa faktor
memercayai koperasi merupakan ekspresi modern
eksternal dari industri perdesaan. Belanja
dari nilai gotong royong. Senada dengan pernyataan
pembangunan yang dikeluarkan desa menghasilkan
tersebut Firdausy (2018) menyatakan bahwa
sarana dan prasarana desa yang bermanfaat untuk
koperasi sebagai gerakan untuk mewujudkan
memudahkan pergerakan warga, barang, dan jasa.
perekonomian yang berdasar atas kekeluargaan
Belanja pemberdayaan masyarakat memungkinkan
dan kebersamaan (gotong royong). Tujuan koperasi
adanya kegiatan untuk mengembangkan potensi
berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan
desa melalui peningkatan kapasitas masyarakat,
anggota maupun masyarakat dan hal tersebut
terutama pelaku usaha. Modal sosial berupa gotong
sejalan dengan nilai gotong royong dalam
royong memungkinkan adanya bantuan finansial
membantu sesama
maupun non finansial bagi pelaku usaha yang
menjadi salah satu solusi bagi industri perdesaan.
Industri Perdesaan
Belanja pembangunan desa dan belanja
Bird (1988) dalam Baidi & Suyatno (2018) pemberdayaan masyarakat yang dialokasikan
menyampaikan bahwa penciptaan bisnis atau nilai untuk kepentingan industri perdesaan menjadi
baru bagi usaha yang dijalankan merupakan niatan sebuah kebijakan probisnis dari pemerintah desa.
dari berwirausaha. Lebih lanjut mereka Sebagaimana disampaikan Wilkinson (2002) dalam
menyampaikan bahwa setidaknya terdapat dua Munizu et al. (2016) bahwa kebijakan semacam itu
faktor yang memengaruhi kewirausahaan, yakni dapat membantu perkembangan industri
internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri perdesaan. Alokasi belanja untuk kepentingan
atas sikap, keinginan, atau kemampuan seseorang industri memberikan kesempatan yang lebih besar
untuk berwirausaha. Faktor eksternal meliputi terhadap perkembangan industri perdesaan.
keluarga, lingkungan sosial ekonomi, maupun Pembangunan sarana dan prasarana industri
lingkungan bisnis. Wilkinson (2002) sebagaimana perdesaan dapat mendorong warga dan pelaku
dalam Munizu et al. (2016) menyampaikan bahwa usaha untuk berpartisipasi dalam industri tersebut.
faktor eksternal seperti kebijakan yang pro bisnis Peningkatan kapasitas warga dan pelaku usaha
dapat mendukung perkembangan usaha mikro dan mewujudkan sebuah komunitas usaha yang
kecil. Dengan demikian pemerintah desa selaku memiliki kesamaan pengetahuan mengenai
salah satu faktor eksternal berpotensi pengelolaan industri perdesaan
mengembangkan industri perdesaan melalui
kebijakan yang dibuatnya.
Studi Terkait
Fritsch & Wyrwich (2017) di dalam
Telah banyak dilakukan penelitian terkait
penelitiannya menemukan bahwa daerah dengan
Dana Desa maupun belanja desa. Lewis (2015)
tingkat wirausaha yang tinggi di masa lalu
menemukan bahwa masalah Dana Desa meliputi
cenderung terus mengalami pembentukan bisnis
alokasi transfer, kesiapan pemerintah desa, dan
baru hingga 50 tahun kemudian dan berefek positif
mekanisme pengawasan. Masalah yang harus
pada pertumbuhan daerah. Dengan demikian salah
segera diatasi adalah terkait audit Dana Desa. Arifin
satu sumber penting pembangunan daerah adalah
et al. (2020) menemukan bahwa Dana Desa
budaya kewirausahaan. Studi yang dilakukan Sá et
meningkatkan jumlah BUMDes, tetapi tidak terbukti
al. (2019) menemukan bahwa kewirausahaan
adanya BUMDes tersebut meningkatkan
berdampak pada perekonomian, sosial, dan budaya
kesempatan kerja penduduk desa. Watts et al.
di daerah. Kewirausahaan daerah menstimulasi
(2019) mengemukakan bahwa dalam penggunaan
pariwisata daerah, sehingga menstimulasi
Dana Desa, masyarakat lebih memilih
perekonomian daerah serta penyedia lokal. Dari sisi
menggunakannya untuk mendukung kegiatan
sosial, kewirausahaan menciptakan lapangan kerja,
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

149

ekonomi yang berdampak langsung pada mereka Variabel Keterangan


alih-alih digunakan untuk lingkungan. Antlöv et al. Persentase Belanja Persentase belanja
(2016) menyampaikan bahwa pengurangan Pembangunan pembangunan terhadap
kemiskinan melalui Dana Desa bisa terwujud jika (percentdev) total belanja
masyarakat diberdayakan dan terdapat pembangunan dan
kelembagaan desa yang kuat dan demokratis. belanja pemberdayaan
Dengan memperhatikan kapasitas desa dalam masyarakat (persen)
mengelola peningkatan dana. Meutia & Liliana Alokasi Belanja Dummy alokasi belanja
(2017) menyampaikan bahwa multiplier effect dari Pembangunan – pembagunan untuk
Dana Desa belum dirasakan karena belanja di desa Sarana dan sarana dan prasaran
belum sesuai ketentuan. Tarlani & Sirajuddin Prasarana Industri industri perdesaan
(2020) menyampaikan bahwa Dana Desa Perdesaan (ind_dev) 1 = terdapat alokasi
memberikan kesempatan bagi desa untuk belanja
mengembangkan ekonominya. 0 = lainnya
Westlund & Bolton (2003) mengemukakan Alokasi Belanja Dummy alokasi belanja
bahwa modal sosial memengaruhi surplus Pemberdayaan – pemberdayaan untuk
produsen serta memengaruhi kewirausahaan Pengelolaan Industri pengelolaan industri
secara langsung maupun tidak langsung. Prayitno et Perdesaan (ind_emp) perdesaan
al. (2019) berpendapat bahwa nilai modal sosial 1 = terdapat alokasi
yang tinggi memengaruhi keputusan eks pekerja belanja
migran untuk membuka usaha. Lukiyanto & 0 = lainnya
Wijayaningtyas (2020) menemukan bahwa gotong Modal sosial (soscap) Dummy kebiasaan
royong menjadi salah satu sumber modal bagi gotong royong dan
pelaku usaha Mereka saling berbagi tips, meminjam keberadaan koperasi
kebutuhan usaha, dan membangun sarana usaha. 1 = kebiasaan gotong
royong tinggi dan ada
koperasi
METODOLOGI PENELITIAN 0 = lainnya
Variabel Penelitian Variabel Kontrol
Penelitian ini menggunakan data sekunder Pendidikan Kepala Dummy tingkat
yang bersumber dari Hasil Pendataan Potensi Desa Desa – sekolah pendidikan Kepala Desa
(Podes) tahun 2018 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menengah 1 = Kepala Desa tamatan
dan data belanja bidang pembangunan desa dan (midedvhead) pendidikan tingkat
belanja bidang pemberdayaan masyarakat tahun menengah (SMP/SMA)
2017 dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah 0 = lainnya
Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT). Data modal Pendidikan Kepala Dummy tingkat
sosial menggunakan data Podes 2018 pada blok Desa – perguruan pendidikan Kepala Desa
kegiatan gotong royong dan koperasi. Podes 2018 tinggi (hiedvhead) 1= Kepala Desa tamatan
diselenggarakan sekitar triwulan I 2018 dan pendidikan tingkat tinggi
mengumpulkan data setahun ke belakang. Dengan 0 = lainnya
demikian Podes 2018 masih menggambarkan Pendidikan Dummy tingkat
kondisi desa di tahun 2017. Sekretaris Desa – pendidikan Sekretaris
sekolah menengah Desa
Tabel 1. Daftar Variabel Penelitian (midedvsec) 1= Sekretaris Desa
tamatan pendidikan
Variabel Keterangan
tingkat menengah
Variabel Dependen (SMP/SMA)
Industri Perdesaan Jumlah usaha mikro dan 0 = lainnya
(vind2018) kecil di desa (unit) Pendidikan Dummy tingkat
Variabel Independen Sekretaris Desa – pendidikan Sekretaris
Belanja Jumlah belanja perguruan tinggi Desa
Pembangunan Desa pembangunan tiap desa (hiedvsec) 1= Sekretaris Desa
(develop) tahun 2017 (juta rupiah) tamatan pendidikan
Belanja Jumlah belanja tingkat tinggi
Pemberdayaan pemberdayaan 0 = lainnya
Masyarakat masyarakat tiap desa Topografi desa Dummy topografi desa,
(empower) tahun 2017 (juta rupiah) (plains, valley) misal:
1 = plains (dataran)
0 = lainnya
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

150

Variabel Keterangan menggunakan belanja pembangunan desa dan


Sinyal telepon Dummy sinyal ponsel belanja pemberdayaan masyarakat sebagai variabel
seluler (ponsel) dan dan internet independen pada penelitian ini. Variabel develop
internet (signal) 1 = sinyal ponsel dan menunjukkan jumlah belanja pembangunan,
sinyal internet baik variabel percentdev menunjukkan persentase
0 = lainnya belanja pembangunan desa terhadap total belanja
Pengguna listrik Persentase rumah pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat,
(hhep) tangga yang dan variabel empower menunjukkan jumlah belanja
menggunakan listrik pemberdayaan masyarakat.
Lapangan usaha Dummy lapangan usaha Guna mempertajam analisis pada penelitian
sumber penghasilan sumber penghasilan ini, penulis pun menggunakan variabel independen
utama warga (agri; utama warga, misal: lain berupa belanja pembangunan dan belanja
mining; industry; 1 = agri (pertanian) pemberdayaan masyarakat yang dialokasikan
tradenresto; 0 = lainnya untuk kegiatan terkait dengan industri perdesaan.
transwarehousecom; Variabel ind_dev menunjukkan bahwa terdapat
service) belanja bidang pembangunan yang ditujukan untuk
Status tingkat Dummy status kemajuan pembangunan sarana dan prasarana industri
kemajuan desa desa, misal: perdesaan. Variabel ind_emp menunjukkan adanya
(disadvantaged; 1 = developed (maju) belanja desa bidang pemberdayaan masyarakat
developing; 0 = lainnya terkait dengan pengelolaan industri perdesaan.
developed;
independent) Variabel independen selanjutnya adalah
gotong royong dan keberadaan koperasi di desa
Sumber: Diolah Penulis (2021) (soscap) sebagai proksi dari modal sosial karena
modal sosial memengaruhi kewirausahaan dan
Variabel dependen pada penelitian ini adalah perekonomian suatu wilayah (Lukiyanto &
industri perdesaan (vind2018), yang merupakan Wijayaningtyas, 2020; Prayitno et al., 2019; Rustiadi
industri mikro dan kecil di perdesaan. Industri & Nasution, 2017; Westlund & Bolton, 2003). Lebih
perdesaan merupakan perwujudan dari lanjut gotong royong antar warga menimbulkan
kewirausahaan dan berdasarkan Sá et al. (2019) jejaring antar warga yang dapat digunakan oleh
kewirausahaan di suatu daerah akan mendorong pelaku usaha untuk mempelajari atau
perekonomian daerah. Pembagian industri mikro mengembangkan potensi usahanya (Soetanto,
dan kecil didasarkan pada jumlah tenaga kerja. 2017).
Jumlah industri mikro paling banyak empat orang
termasuk pengusaha, sedangkan industri kecil Penulis menambahkan variabel kontrol
memiliki jumlah pekerja paling banyak 19 orang untuk memperkaya analisis dan untuk mengontrol
termasuk pengusaha (BPS, 2018a). Variabel faktor lain yang bisa saja mengganggu hasil
vind2018 merupakan jumlah seluruh usaha mikro pengujian variabel independen yang digunakan.
dan kecil yang terdapat di desa, yang terdiri dari Variabel kontrol yang ditambahkan terkait dengan
delapan kelompok industri yakni industri dari kulit, pemerintahan desa, keterbukaan desa, kemajuan
industri dari kayu, industri logam mulia dan bahan desa, dan karakteristik masyarakat. Pemerintah
dari logam, industri anyaman, industri lokal merupakan promotor, pengembang potensi
gerabah/keramik/batu, industri dari kain/tenun, desa, dan fasilitator berbagai kendala menjadi
industri makanan dan minuman, dan industri pendorong (Kemendesa, 2018; Sá et al., 2019).
lainnya. Pemerintah desa merupakan penanggung jawab
belanja desa yang dituntut memiliki kapasitas yang
Belanja bidang pembangunan desa dan belanja baik dalam pengelolaan keuangan desa. Kapasitas
bidang pemberdayaan masyarakat memiliki jumlah seseorang dalam mengolah informasi dan membuat
belanja terbesar setelah belanja bidang keputusan kritis berkaitan dengan tingkat
penyelenggaraan pemerintahan desa. Kedua pendidikannya dan pengelolaan belanja desa
belanja tersebut memiliki keterkaitan dengan berkaitan dengan kapasitas pengelola dananya
industri karena regulasi yang mengatur tentang (Antlöv et al., 2016; Harmadi et al., 2020;
belanja desa memungkinkan adanya penggunaan Kemendesa, 2018; Oreopoulos & Salvanes, 2011; Sá
kedua belanja tersebut untuk pengembangan et al., 2019). Variabel kontrol yang digunakan untuk
ekonomi desa. Dalam kajiannya, Kemendesa (2018) mewakili pemerintahan desa adalah tingkat
menyatakan bahwa hingga 2018 Dana Desa pendidikan Kades (midedvhead dan hiededvhead)
cenderung digunakan untuk pembangunan dan tingkat pendidikan Sesdes (midedvsec dan
infrastruktur (jalan, jembatan, embung, irigasi, dan hiedvsec).
sejenisnya) dan mendanai kegiatan pemberdayaan
masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, penulis Variabel kontrol keterbukaan desa diwakili
oleh topografi desa di kawasan dataran (plains),
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

151

lembah (valley), sinyal ponsel dan internet yang usaha mikro dan kecil perdesaan pada desa i.
baik (signal) dan persentase rumah tangga Variabel developi menunjukkan jumlah belanja
pengguna listrik (hhep). Hal-hal tersebut pembangunan dalam juta rupiah pada desa i.
menyangkut keterjangkauan desa dan memberikan Variabel percentdevi menunjukkan persentase
dukungan keterbukaan desa (Kemendesa, 2018; belanja pembangunan terhadap total belanja
Qin et al., 2020). pembangunan dan belanja pemberdayaan
masyarakat di desa i. Variabel empoweri berarti
Kebutuhan dan preferensi komunitas dapat
jumlah belanja pemberdayaan masyarakat desa i
tercermin dari pembangunan di daerah tersebut
dalam satuan juta rupiah. Variabel ind_devi
(Stiglitz, 1998). Belanja desa dikeluarkan untuk
merupakan dummy di mana angka 1 menunjukkan
mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat
adanya alokasi belanja pembangunan untuk sarana
desa (The World Bank, 2020). Maka dari itu sebagai
dan prasarana industri pada desa i. Variabel
proksi dari preferensi masyarakat atau masalah
ind_empi merupakan dummy di mana angka 1
yang dihadapinya, penelitian ini menggunakan
menunjukkan adanya alokasi belanja
variabel kontrol sektor mata pencaharian utama
pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan
masyarakat desa yang terdiri dari sektor pertanian
industri perdesaan desa i. Variabel independen
(agri), pertambangan (mining), industri pengolahan
selanjutnya yaitu soscapi merupakan dummy,
(industry), perdagangan besar/eceran dan rumah
dengan angka 1 berarti adanya kebiasaan gotong
makan (tradeandresto), angkutan, pergudangan,
royong yang baik dan koperasi di desa i.
dan komunikasi (transwarehousecom), dan jasa
(service). Guna mempertajam analisis, persamaan model
dasar tersebut ditambahkan dengan variabel
Tingkat kemajuan desa menjadi salah satu
kontrol, sehingga persamaannya menjadi sebagai
pertimbangan prioritas pembelanjaan dari Dana
berikut:
Desa. Untuk itu penelitian ini memasukkan variabel
2018 = + +
kontrol berupa tingkat kemajuan desa yang dibagi
+ + _
menjadi Desa Tertinggal (disadvantaged). Desa
+ _ +
Berkembang (developing), Desa Maju (developed),
+ +
dan Desa Mandiri (independent). Tingkat kemajuan
(Persamaan 2)
desa dapat diketahui dari status indeks desa
membangun (IDM) setiap desa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel penelitian ini terdiri dari 53.026 desa
yang memperoleh Dana Desa. Penentuan sampel Deskripsi
didasarkan pada kelengkapan data belanja Rata-rata belanja pembangunan pada desa
pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat, sampel adalah Rp 815,1 juta dengan nilai terkecil
kesesuaian kode wilayah desa dan nama desa dari sebesar Rp 1,84 juta dan terbesar sejumlah Rp
data Kemendesa dengan data Podes 2018, 510,68 miliar. Total belanja pembangunan pada
keberadaan Kepala Desa dan Sekretaris Desa, sektor desa sampel mencapai Rp 43,22 triliun. Persentase
mata pencaharian utama masyarakat desa, dan belanja pembangunan secara rata-rata sebesar
status IDM. 85,95% dengan nilai terkecil sejumlah 0,446% dan
Penelitian ini dilakukan terhadap hasil persentase terbesar senilai 99,98%. Rata-rata
Pendataan Potensi Desa pada satu waktu saja yaitu belanja pemberdayaan masyarakat adalah Rp 123,5
tahun 2018 sehingga menggunakan data cross juta dengan nilai terkecil belanja bidang
sectional. Data cross-sectional adalah data tentang pemberdayaan masyarakat adalah Rp 300 ribu dan
satu atau lebih variabel yang dikumpulkan pada nilai terbesarnya mencapai Rp 13,664 miliar. Total
titik waktu yang sama. Penggunaan data sejenis ini belanja pemberdayaan masyarakat pada desa
memiliki masalah heterogenitas (Gujarati, 2015). sampel mencapai Rp 6,55 triliun. Total belanja
pembangunan desa secara nasional pada tahun
Persamaan Penelitian 2017 mencapai Rp 55,784 triliun dan total belanja
pemberdayaan masyarakat mencapai Rp 8,164
Persamaan model dasar penelitian untuk triliun (BPS, 2019b).
variabel dependen industri perdesaan adalah
sebagai berikut: Selama tahun 2016-2019, rata-rata belanja
2018 = + + pembangunan desa secara nasional mencapai
+ + _ 55,17% atau sekitar Rp 53,752 triliun., sedangkan
+ _ + + rata-rata belanja pemberdayaan masyarakat adalah
(Persamaan 1) 7,79% atau sekitar Rp 7,633 triliun (BPS, 2018b,
2019b, 2020, 2021). Kondisi belanja desa seperti ini
Variabel vind2018i merupakan variabel tidak menyalahi regulasi terkait belanja desa. Desa
dependen penelitian yang menunjukkan jumlah tidak diwajibkan untuk mengalokasikan belanja
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

152

pada setiap bidang dengan persentase tertentu atau sebesar satu juta rupiah berkaitan dengan
persentase minimal. Regulasi hanya mengatur peningkatan 0,000144 unit industri desa. Dengan
paling sedikit 70% belanja desa digunakan untuk perhitungan lain, setiap peningkatan belanja
membiayai bidang penyelenggaraan pemerintahan pembangunan sebesar 6,9 miliar berhubungan
desa, bidang pembangunan desa, pembinaan dengan satu unit industri desa. Hal ini menunjukkan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat bahwa jumlah belanja pembangunan yang
dan paling banyak 30% digunakan untuk dikeluarkan oleh desa tidak memberikan
penghasilan/tunjangan dan operasional perbedaan berarti bagi industri perdesaan. Belanja
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan pembangunan memungkinkan adanya peningkatan
Desa. Regulasi memberikan kewenangan bagi desa jumlah atau kualitas dari jalan desa, jembatan, pasar
untuk mengelola keuangannya desa, dan sarana dan prasarana lainnya. Namun
demikian, desa tampaknya belum berhasil
Hasil Estimasi melakukan efisiensi belanja pembangunan. Efek
pengganda (multiplier effect) yang diharapkan
Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua terjadi dari jumlah belanja pembangunan desa
variabel independen (belanja pembangunan, belum dirasakan oleh industri perdesaan. Kondisi
persentase belanja pembangunan, belanja tersebut sejalan dengan dengan penelitian dari The
pemberdayaan masyarakat, dan alokasi belanja World Bank (2020) yang menyatakan bahwa
untuk keperluan industri perdesaan) memiliki meskipun telah ada tambahan anggaran dari Dana
hubungan positif dan signifikan terhadap variabel Desa, belanja bidang pembangunan masih
dependen (industri perdesaan). Hasil estimasi digunakan untuk infrastruktur berskala kecil
disajikan pada Tabel 1 berikut dan secara lengkap seperti jalan akses, pasar, air bersih, ataupun irigasi
disajikan pada Tabel 2 pada Lampiran. kecil dan belum digunakan untuk investasi
strategis. Efisiensi belanja pembangunan perlu
Tabel 2. Ringkasan Hasil Estimasi dilakukan agar pembangunan sarana dan prasarana
tersebut memberikan efek pengganda yang dapat
vind2018 Model 1 Model 2 dirasakan oleh semua warga desa, khususnya
pelaku usaha di desa.
(1) (3) (5)
develop 0.000257 0.000144 Hasil estimasi menunjukkan bahwa persentase
(0.000277) (0.000200) belanja pembangunan (percentdev) memiliki
percentdev 0.547*** 0.360*** hubungan positif dan signifikan secara statistik
(0.182) (0.125) dengan industri perdesaan. Hal ini dapat diartikan
empower 0.0536** 0.0357** adanya dukungan belanja pembangunan terhadap
(0.0236) (0.0161) industri perdesaan. Pembangunan yang dilakukan
ind_dev 5.511*** 3.868*** di desa pada umumnya ditujukan untuk kegiatan
(0.918) (0.902) yang terkait dengan kepentingan umum seperti
ind_emp 9.241*** 7.077*** pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan
(1.126) (1.069) penataan ruang, permukiman, hingga pariwisata.
soscap 16.17*** 9.142*** Pembangunan yang dilakukan tersebut tidak hanya
(0.928) (0.874) terkait pengadaan sarana dan prasarana baru,
Variabel Kontrol Tidak Ya tetapi juga pemeliharaan sarana dan prasarana
Constant -38.60** -37.81*** yang telah ada sebelumnya. Pemerintah desa tetap
(18.29) (13.09) harus melakukan pembangunan desa sebagai upaya
Observations 53,026 53,026 untuk memastikan sarana dan prasarana tersebut
R-squared 0.023 0.058 tetap berfungsi dengan baik untuk menunjang
aktivitas warga desa. Untuk kebutuhan tersebut,
Robust standard errors in parentheses, *** p<0,01, ** belanja pembangunan desa memiliki porsi yang
p<0,05, * p<0,1 lebih besar dibandingkan belanja bidang lainnya.
Sumber: Diolah Penulis (2021) Tabel 3. Hasil Estimasi Penelitian

Pembahasan Variabel Dependen:


Industri perdesaan Model 1 Model 2
Hasil estimasi menunjukkan bahwa (vind2018)
besaran/jumlah belanja pembangunan desa (1) (2) (3)
(develop) memiliki hubungan positif dengan
Variabel Independen
industri perdesaan, meskipun secara statistik tidak
signifikan. Jika variabel ini signifikan, maka nilai Belanja pembangunan 0.000257 0.000144
koefisien develop sebesar 0,000144 dapat diartikan (develop) (0.000277) (0.000200)
bahwa setiap peningkatan belanja pembangunan Persentase belanja 0.547*** 0.360***
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

153

Variabel Dependen: Variabel Dependen:


Industri perdesaan Model 1 Model 2 Industri perdesaan Model 1 Model 2
(vind2018) (vind2018)
(1) (2) (3) (1) (2) (3)
pembangunan (0.182) (0.125) Desa Tertinggal 3.593***
(percentdev) (disadvantaged) (0.602)
Belanja pemberdayaan 0.0536** 0.0357** Desa Berkembang 12.11***
masyarakat (empower) (0.0236) (0.0161) (developing) (0.828)
Alokasi belanja 5.511*** 3.868*** Desa Maju (developed) 26.80***
pembangunan - sarana (0.918) (0.902) (2.092)
dan prasarana industri Desa Mandiri 51.38***
(ind_dev) (independent) (8.606)
Alokasi belanja 9.241*** 7.077*** Constant -38.60** -37.81***
pemberdayaan (1.126) (1.069) (18.29) (13.09)
masyarakat - Observations 53,026 53,026
pengelolaan industri R-squared 0.023 0.058
(ind_emp)
Kebiasaan gotong 16.17*** 9.142*** Robust standard errors in parentheses, *** p<0,01, **
royong dan (0.928) (0.874) p<0,05, * p<0,1
keberadaan koperasi Sumber: Diolah Penulis (2021)
(soscap)
Variabel Kontrol Nilai koefisien variabel persentase belanja
Desa di dataran (plains) -10.70*** pembangunan (percentdev) sebesar 0,360
(1.003) diartikan sebagai peningkatan 1% belanja
Desa di lembah (valley) -7.228*** pembangunan berhubungan dengan peningkatan
(1.520) 0.360 unit usaha mikro dan kecil perdesaan. Angka
Sinyal ponsel dan 3.000*** ini bisa diartikan: jika persentase belanja
internet baik (signal) (0.648) pembangunan ditingkatkan 3%, maka hal tersebut
Persentase rumah 0.0368*** berkaitan dengan peningkatan satu unit usaha
tangga pengguna (0.0111) mikro dan kecil perdesaan. Penulis berekspektasi
listrik (hhep) bahwa koefisien tersebut bernilai lebih dari satu,
Pendidikan Kades – 3.849*** sebagai sinyal bahwa persentase belanja
sekolah menengah (0.809) pembangunan yang ada saat ini sudah cukup untuk
(midedvhead) mendorong munculnya atau berkembangnya
Pendidikan Kades – 6.049*** industri perdesaan. Meskipun demikian, belanja
perguruan tinggi (1.052) pembangunan yang tercermin melalui variabel
(hiedvhead) percentdev ini memberikan kesempatan atas
Pendidikan Sesdes – 3.846*** peningkatan jumlah atau kualitas sarana dan
sekolah menengah (0.691) prasarana desa. Peningkatan sarana dan prasarana
(midedvsec) tersebut, misalnya jalan dan jembatan yang baik,
Pendidikan Kades – 6.391*** memungkinkan terjadinya peningkatan kelancaran
perguruan tinggi (0.931) arus barang ke suatu desa, sehingga bahan baku
(hiedvsec) produksi relatif lebih mudah didapatkan oleh
Pertanian (agri) 4.345 pelaku usaha. Peningkatan tersebut pun turut
(3.534) memperlancar distribusi produk industri
Pertambangan dan -0.239 perdesaan. Dengan demikian tumbuhnya industri
galian (mining) (4.082) perdesaan dapat terjadi seiring dengan peningkatan
Industri pengolahan 58.84*** sarana dan prasarana di desa. Warga desa
(industry) (5.421) mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan
Perdagangan 5.545 bahan baku dan mendistribusikan produknya
besar/eceran dan (4.115) secara relatif lebih mudah.
rumah makan Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan dari
(tradenresto) Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Angkutan, 10.67 Pemberdayaan Masyarakat Desa (2019) yang
pergudangan, dan (12.34) menyatakan bahwa sarana dan prasarana yang
komunikasi dibangun desa memberikan pengurangan waktu
(transwarehousecom) tempuh dan memudahkan masyarakat untuk
Jasa (service) 10.38** mengakses fasilitas umum. Hal senada disampaikan
(4.575)
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

154

Tabel 4. Jumlah desa yang memiliki alokasi belanja pembangunan dan belanja pemberdayaan untuk
keperluan industri desa

Jumlah Usaha Rata-rata Usaha


Alokasi Belanja Alokasi Belanja
No Jumlah Desa Mikro dan Kecil Mikro dan Kecil
Pembangunan Pemberdayaan
Perdesaan Perdesaan
1 Ya Ya 4.613 167.733 36
2 Ya Tidak 6.614 173.963 26
3 Tidak Ya 3.583 110.816 31
4 Tidak Tidak 38.216 700.506 18

Sumber: BPS (2018)

oleh Fajri & Rarasati (2019) yang menyatakan


Nilai koefisien belanja pemberdayaan
bahwa pembangunan sarana dan prasarana di desa
masyarakat (empower) adalah 0,0357 yang berarti
meningkatkan kualitas infrastruktur sehingga
setiap peningkatan satu juta rupiah belanja
mampu memberikan manfaat yang lebih baik pada
pemberdayaan masyarakat berkorelasi dengan
aspek sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan
peningkatan 0.0357 unit usaha mikro dan kecil
masyarakat. Dengan demikian belanja
perdesaan. Angka tersebut bisa diartikan: jika
pembangunan, baik dalam jumlah (develop)
belanja pemberdayaan masyarakat ditingkatkan
maupun persentasenya (percentdev), digunakan
hingga 29 juta rupiah maka hal tersebut berkaitan
untuk memastikan sarana dan prasarana desa dapat
dengan peningkatan satu unit usaha mikro dan kecil
berfungsi dengan baik bagi warga masyarakat.
perdesaan. Nilai koefisien ini bisa diartikan bahwa
Namun, efisiensi belanja pembangunan harus
belanja pemberdayaan masyarakat belum cukup
diperhatikan agar semua lapisan masyarakat desa
efisien untuk mendorong industri perdesaan.
mendapatkan manfaat dari efek pengganda
Namun setidaknya belanja pemberdayaan ini
pembangunan tersebut.
memberikan kesempatan bagi perkembangan
Hasil estimasi terhadap variabel belanja industri perdesaan.
pemberdayaan masyarakat (empower)
Alokasi belanja pembangunan untuk sarana
menunjukkan bahwa variabel ini memiliki
dan prasarana industri perdesaan menunjukkan
hubungan positif dengan industri perdesaan. Desa
hubungan (korelasi) yang positif dan signifikan
menggunakan belanja pemberdayaan masyarakat
secara statistik dengan industri perdesaan. 11.227
untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan
dari 53.026 desa sampel (21,17%) mengalokasikan
pemanfaatan sumber daya desa. Peningkatan
belanja pembangunan untuk sarana dan prasarana
kapasitas masyarakat ini setidaknya meningkatkan
industri. Pada desa-desa tersebut terdapat 341.696
pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat
usaha mikro dan kecil perdesaan atau sekitar
sehingga mereka lebih mampu untuk bertanggung
29,63% dari total sampel usaha mikro dan kecil
jawab atas pilihan yang mereka buat, terutama
perdesaan tahun 2018. Nilai variabel ind_dev
pilihan atas pemenuhan kebutuhan dan
menunjukkan bahwa secara rata-rata desa yang
kesejahterannya. Dengan kata lain belanja
memilik alokasi untuk pembangunan sarana dan
pemberdayaan masyarakat ini memberikan
prasarana industri perdesaan memiliki jumlah
kesempatan bagi masyarakat untuk
usaha mikro dan kecil desa lebih banyak tiga unit
mengembangkan potensi masyarakat desa,
dibandingkan dengan desa lainnya.
termasuk potensi untuk membuka usaha mikro dan
kecil perdesaan. Alokasi belanja pemberdayaan masyarakat
untuk pengelolaan industri perdesaan memiliki
Hasil estimasi variabel pemberdayaan
hubungan (korelasi) yang positif dan signifikan
masyarakat (empower) sesuai dengan temuan
secara statistik dengan industri perdesaan. 8.196
Manaf et al. (2018) yang menyatakan bahwa
dari 53.026 desa sampel (18,28%) mengalokasikan
pemberdayaan masyakarat bernilai positif
belanja pemberdayaan masyarakat untuk
terhadap ekonomi masyarakat. Hasil estimasi
pengelolaan industri. Terdapat 278.549 usaha
tersebut menunjukkan pula bahwa Dana Desa
mikro dan kecil perdesaan atau sekitar (24,16%)
dalam belanja bidang pemberdayaan masyakarat
dari total sampel usaha mikro dan kecil perdesaan
telah memberikan kesempatan bagi desa untuk
tahun 2018. Nilai variabel ind_emp menunjukkan
mengembangkan ekonominya (Tarlani &
bahwa secara rata-rata desa yang mengalokasikan
Sirajuddin, 2020).
belanja pemberdayaan masyarakat untuk
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

155

pengelolaan industri memiliki jumlah usaha mikro keuntungan. Gotong royong sebagai modal sosial
dan kecil desa yang lebih banyak tujuh unit menjadikan usaha kecil, mikro, dan menengah
dibandingkan desa lainnya. mampu bertahan dan kreatif serta menutupi
kebutuhan finansialnya (Susanto, 2017).
Alokasi belanja pembangunan dan alokasi
belanja pemberdayaan masyarakat untuk Koperasi, sebagai bentuk usaha yang dianggap
kepentingan industri menunjukkan dukungan mewakili gotong royong, memberikan berbagai
pemerintah desa terhadap industri perdesaan. layanan bagi masyarakat, terlepas dia anggota
Pembangunan sarana dan prasarana terkait koperasi atau bukan. Berbagai macam koperasi ada
industri perdesaan mendorong warga desa untuk di Indonesia ini, mulai dari koperasi simpan pinjam,
berpartisipasi dalam industri tersebut. Sebagai koperasi unit desa, koperasi industri dan kerajinan,
ilustrasi, pembangunan sentra industri kerajinan hingga koperasi peternak. Koperasi-koperasi ini
oleh pemerintah desa dapat mendorong warga desa memberikan dukungan bagi usaha atau industri
untuk membuka usaha kerajinan. Kegiatan melalui pemberian pinjaman usaha, penyediaan
pengelolaan industri yang berasal dari alokasi bahan baku usaha, hingga menjadi tempat
belanja pemberdayaan masyarakat memberikan pemasaran produk. Hal-hal tersebut dapat
kesempatan bagi warga dan pelaku industri untuk dimanfaatkan oleh warga atau pelaku industri
meningkatkan kapasitas mereka. Kegiatan untuk memulai atau bahkan mengembangkan
semacam ini memberikan pengetahuan dan usahanya. Sebagai contoh, warga atau pelaku usaha
keterampilan untuk menghasilkan produk yang yang mengalami kesulitan permodalan/keuangan
memiliki nilai tambah. Alokasi belanja dapat mengajukan pinjaman usaha ke koperasi.
pembangunan dan alokasi belanja pemberdayaan Pemasaran produk kerajinan dapat dilakukan
masyarakat untuk kepentingan bisnis ini dengan bantuan koperasi industri dan kerajinan
merupakan kebijakan yang probisnis. Temuan ini rakyat. Keberadaan koperasi sebagai bentuk formal
ini sesuai dengan pendapat Wilkinson (2002) dalam dari gotong royong memberikan kesempatan bagi
Munizu et al. (2016) yang menyatakan bahwa warga untuk memulai usahanya atau bagi pelaku
kebijakan probisnis mendukung perkembangan industri untuk mengatasi kesulitan usaha yang
industri mikro dan kecil. mereka hadapi.
Penelitian ini menemukan bahwa modal sosial Hasil estimasi variabel gotong royong dan
berupa gotong royong dan koperasi (soscap) keberadaan koperasi (soscap) pun sejalan dengan
memiliki hubungan (korelasi) positif dan signifikan beberapa penelitian terkait koperasi. Pelembagaan
dengan industri perdesaan. Gotong royong sebagai gotong royong melalui koperasi memberikan
modal sosial digunakan untuk kepentingan bersama jejaring, tambahan wawasan, hingga permodalan
atau komunitas dan terdapat berbagi kesulitan bagi pelaku usaha (Faedlulloh, 2017; Fatimah dan
(burden sharing) di dalamnya. Selain itu, terdapat Darna, 2011). Pelaku usaha dapat memanfaatkan
rasa percaya dalam kebiasaan gotong royong. jejaring sebagai sarana belajar untuk
Dengan hal ini pelaku usaha dapat meminta mengembangkan potensi usahanya (Soetanto,
bantuan dari pelaku usaha lain terkait kesulitan 2017). Melalui modal sosial tersebut pelaku usaha
yang dihadapi, misalnya kebutuhan tenaga kerja memperoleh dukungan dalam mengembangkan
mendesak atau pinjaman modal usaha. Kebiasaan usaha yang dimilikinya. Penyelesaian masalah atau
ini menimbulkan rasa aman bagi seseorang untuk kesulitan yang dihadapi oleh pelaku usaha pun
memulai atau menjalankan usaha karena dia dapat terbantu melalui modal sosial ini.
meyakini bahwa gotong royong akan membantu
Modal sosial di masyarakat, berupa gotong
penyelesaian masalah yang mungkin dihadapinya.
royong, hingga kini masih terjaga dengan baik di
Temuan ini sejalan dengan penelitian dari perdesaan. Seiring dengan perkembangan zaman
Lukiyanto & Wijayaningtyas (2020) yang dan semakin terbukanya informasi, generasi lebih
menyatakan bahwa modal sosial, berupa gotong tua beranggapan bahwa gotong royong di masa kini
royong, membantu para pengusaha ternak dalam tidak lebih baik dibandingkan masa lalu. Mereka
menjalankan usahanya. Para pengusaha ternak melihat generasi yang lebih muda lebih individualis
saling membantu dalam bentuk pemberian dan sibuk mencari uang (Winardi, 2020). Namun
pinjaman modal usaha, peminjaman demikian, anggapan tersebut tidak sejalan dengan
peralatan/perlengkapan, hingga tenaga kerja. studi Priatama et al. (2020) yang meneliti dampak
Kebiasaan seperti ini pun dilakukan oleh pelaku penggunaan internet terhadap interaksi sosial
usaha di daerah lain. Penelitian Herliana (2015) kaum muda. Mereka menemukan bahwa
menunjukkan bahwa pelaku usaha di Pasar penggunaan internet meningkatkan modal sosial
Beringharjo saling bergotong royong dalam melalui perluasan jejaring dan penguatan hubungan
menyediakan komoditas bagi pembeli. Mereka tidak lokal.
mementingkan keuntungan individu dan tidak
mempermasalahkan besar atau kecilnya
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

156

Pemeliharaan gotong royong sebagai modal Untuk memajukan industri perdesaan penulis
sosial menjadi tanggung jawab semua pihak di desa, menyarankan agar pemerintah desa mengubah
tetapi pemerintah desa dan tokoh masyarakat rasio belanja bidang pembangunan dan efisiensi
berperan lebih besar. Desa memerlukan kegiatan belanja. Rasio belanja bidang pembangunan perlu
berorientasi pada komunitas dan masyarakat disesuaikan untuk memberikan ruang bagi desa
umum. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan melaksanakan program pemberdayaan.
semacam ini memberikan kesempatan bagi warga Penyesuaian pun perlu dilakukan terhadap alokasi
untuk berinteraksi antar sesama sehingga belanja pembangunan dan pemberdayaan
memungkinkan penguatan modal sosial masyarakat terkait dengan industri perdesaan.
masyarakat. Pemeliharaan dan pengembangan
Pemerintah desa perlu berkolaborasi dengan
modal sosial dari koperasi tidak hanya menjadi
pelaku usaha dalam kegiatan pembangunan dan
tanggung jawab pengurusnya saja, melainkan
pemberdayaan terkait industri desa. Melalui hal
menjadi tanggung jawab pemerintah desa.
tersebut diharapkan pemerintah desa mengetahui
Pemerintah desa dapat membantu perkembangan
dan mampu mengakomodasi kebutuhan pelaku
koperasi agar mampu memberikan manfaat yang
usaha dan di sisi lain pelaku usaha memiliki
lebih besar bagi masyarakat, terutama bagi pelaku
keterikatan dengan program tersebut.
usaha. Melalui bantuan dan dukungan tersebut
diharapkan koperasi memiliki peran yang lebih Pemerintah desa selaku pemimpin lokal perlu
besar terhadap perkembangan dunia usaha di desa. bersikap aktif dalam memfasilitasi pemeliharaan
Pemeliharaan gotong royong dan koperasi sebagai nilai gotong royong sebagai modal sosial.
modal sosial perlu tetap dilakukan karena modal Pemerintah desa dapat membuat kegiatan berbasis
sosial ini memiliki peranan positif terhadap komunitas atau berbasis desa dan melibatkan
perkembangan lingkungan sosial maupun ekonomi sebagian besar atau seluruh warga desa. Interaksi
di desa tersebut yang terjadi selama kegiatan tersebut diharapkan
mampu menumbuhkan keterikatan sesama warga
KESIMPULAN desa. Pengembangan koperasi sebagai usaha
berlandaskan gotong royong dapat dilakukan
Hasil uji estimasi model menunjukkan bahwa dengan pemberian pelatihan bagi pengurus
belanja pembangunan, persentase belanja koperasi
pembangunan, belanja pemberdayaan masyarakat,
alokasi belanja pembangunan untuk sarana dan Keterbatasan penelitian ini meliputi: 1)
prasarana industri, alokasi belanja pemberdayaan Pengurangan sampel yang cukup besar
untuk pengelolaan industri perdesaan, dan modal berdasarkan kebutuhan variabel penelitian.
sosial memiliki hubungan positif dengan industri Pengurangan ini tidak berarti menghilangkan bias
perdesaan. pada penelitian ini; 2) Penggunaan data cross-
section sehingga belum dapat digunakan untuk
Belanja pembangunan desa secara rata-rata melihat dampak dari belanja desa; 3) Rasio belanja
lebih besar dibandingkan belanja pemberdayaan pembangunan hanya dihitung terhadap belanja
masyarakat. Rata-rata persentase belanja pemberdayaan masyarakat; dan 4) Penggunaan
pembangunan terhadap total belanja pembangunan variabel modal sosial hanya didasarkan pada
dan belanja pemberdayaan masyarakat adalah kebiasaan gotong royong dan keberadaan koperasi.
85,95%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah belanja
bidang pembangunan cenderung lebih besar Kajian selanjutnya disarankan untuk
dibandingkan belanja pemberdayaan masyarakat. menggunakan jumlah atau rasio belanja
Kondisi ini tidak bertentangan dengan ketentuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang
terkait pengelolaan keuangan desa dikarenakan dialokasikan untuk kegiatan yang terkait dengan
tidak adanya ketentuan terkait kewajiban proporsi sarana dan prasarana atau pengelolaan industri
belanja setiap bidang. mikro dan kecil. Dengan demikian diharapkan hasil
kajian dapat lebih menggambarkan kondisi belanja
Gotong royong sebagai modal sosial sudah desa terkait industri mikro dan kecil desa
bertahan lama di Indonesia. Di tingkat desa
pemeliharaannya menjadi tanggung jawab semua REFERENSI
lapisan masyarakat, tetapi pemerintah desa dan
tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab yang Antlöv, H., Wetterberg, A., & Dharmawan, L. (2016).
lebih besar. Pengembangan koperasi di desa tidak Village Governance, Community Life, and the
hanya menjadi tanggung jawab pengurusnya, tetapi 2014 Village Law in Indonesia. Bulletin of
juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Indonesian Economic Studies, 52(2), 161–183.
Pemeliharaan gotong royong dan pengembangan https://doi.org/10.1080/00074918.2015.11
koperasi perlu menjadi perhatian pemerintah 29047
mengingat peranan modal sosial ini terhadap Arham, M. A., & Hatu, R. (2020). Does Village Fund
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

157

Transfer Address the Issue of Inequality and Batang Regency in terms of social, economy,
Poverty? A Lesson from Indonesia*. Journal of education, and health. MATEC Web of
Asian Finance, Economics and Business, 7(10), Conferences, 270, 06003.
433–442. https://doi.org/10.1051/matecconf/201927
https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no 006003
10.433
Fatimah, & Darna. (2011). Peranan Koperasi Dalam
Arifin, B., Wicaksono, E., Tenrini, R. H., Wardhana, I. Mendukung Permodalan Usaha Kecil dan
W., Setiawan, H., Damayanty, S. A., … Handoko, Mikro (UKM). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis,
R. (2020). Village fund, village-owned- 10(2), 127–138.
enterprises, and employment: Evidence from
Fawcett, S. B., Paine-Andrews, A., Francisco, V. T.,
Indonesia. Journal of Rural Studies,
Schultz, J. A., Richter, K. P., Lewis, R. K., …
79(August), 382–394.
Lopez, C. M. (1995). Using empowerment
https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2020.08.0
theory in collaborative partnerships for
52
community health and development.
Aslan, Darma, D. C., & Wijaya, A. (2019). Have village American Journal of Community Psychology,
funds impact growth economy and poverty 23(5), 677–697.
rate? International Journal of Scientific and https://doi.org/10.1007/BF02506987
Technology Research, 8(10), 2601–2605.
Firdausy, C. M. (Ed.). (2018). Koperasi dalam Sistem
Badan Pusat Statistik. (2018a). Pedoman Pencacah Perekonomian Indonesia - Achmad Sani
Desa/Kelurahan Podes 2018 Buku 2. Jakarta: Alhusain, SE (1st ed.).
Badan Pusat Statistik. https://doi.org/9786024337018
Badan Pusat Statistik. (2018b). Statistik Keuangan Fritsch, M., & Wyrwich, M. (2017). The effect of
Pemerintah Desa 2017. Jakarta. entrepreneurship on economic development-
an empirical analysis using regional
Badan Pusat Statistik. (2019a). Profil Industri Mikro
entrepreneurship culture. Journal of Economic
dan Kecil Tahun 2018. Jakarta.
Geography, 17(1), 157–189.
Badan Pusat Statistik. (2019b). Statistik Keuangan https://doi.org/10.1093/jeg/lbv049
Pemerintah Desa 2018. Jakarta.
Fukuyama, F. (2001). Social capital, civil society and
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Keuangan development. Third World Quarterly, 22(1), 7–
Pemerintah Desa 2019. Jakarta. 20. https://doi.org/10.1080/713701144
Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik Keuangan Groenewegen, J., Spithoven, A., & van den Berg, A.
Pemerintah Desa 2020. Jakarta. (2010). Institutional Economics An
Introduction. Hampshire: Palgrave Macmillan.
Baidi, & Suyatno. (2018). Effect of entrepreneurship
education, self efficacy and need for Gujarati, D. (2015). Econometrics by Example
achievement toward students’ (Second). London: Palgrave.
entrepreneurship intention: Case study in
Harmadi, S. H. B., Suchaini, U., & Adji, A. (2020).
FEBI, Iain Surakarta, Indonesia. Journal of
Village Development: Spatial Effect vs The
Entrepreneurship Education, 21(2), 1–17.
Performance of the Village Government?
Bowen, J. R. (1986). On the Political Construction of Retrieved from
Tradition: Gotong Royong in Indonesia. The http://tnp2k.go.id/download/93404WP52E
Journal of Asian Studies, 45(3), 545–561. NGFinal2606.pdf
https://doi.org/10.2307/2056530
Herliana, E. T. (2015). Preserving Javanese Culture
Direktorat Jenderal Pembangunan dan through Retail Activities in Pasar Beringharjo,
Pemberdayaan Masyarakat Desa. (2019). Yogyakarta. Procedia - Social and Behavioral
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Sciences, 184(August 2014), 206–213.
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.05.08
Desa Tahun 2018. Jakarta. 1
Faedlulloh, D. (2017). Modal Sosial dan Praktik Hermanto, B., & Suryanto. (2020). Business
Gotong Royong Para Pengrajin Gula Kelapa di Ecosystem Policy for Micro, Small and Medium
Desa Ketanda Kabupaten Banyumas. Publisia: Enterprises in Indonesia. Academy of
Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 2(2). Entrepreneurship Journal, 26(4), 1–7.
https://doi.org/10.26905/pjiap.v2i2.1467
Higgins, B. (1958). Hatta and Co-operatives: The
Fajri, M., & Rarasati, A. (2019). Impacts of Middle Way for Indonesia? The Annals of the
infrastructure development in the villages of American Academy of Political and Social
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

158

Science, 318(1), 49–57. Park, J.-D. (2019). Korea’s Path of Development in


https://doi.org/10.1177/000271625831800 Restrospect. Re-Inventing Africa’s
108 Development, (1), 177–205.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-03946-2
Hossain, M., Asadullah, M. N., & Kambhampati, U.
(2019). Empowerment and life satisfaction: Peterson, N. A. (2014). Empowerment Theory:
Evidence from Bangladesh. World Clarifying the Nature of Higher-Order
Development, 122, 170–183. Multidimensional Constructs. American
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2019.05. Journal of Community Psychology, 53(1–2), 96–
013 108. https://doi.org/10.1007/s10464-013-
9624-0
Kemendesa. (2018). Dinamika Pembangunan Desa
Kajian 7 Wilayah Pulau tentang Manfaat Dana Pratto, F. (2016). On power and empowerment.
Desa di Indonesia. Retrieved from British Journal of Social Psychology, 55(1), 1–
https://lumbungfile.kemendesa.go.id/index.p 20. https://doi.org/10.1111/bjso.12135
hp/s/eMoyCzfoc9LiAad#pdfviewer
Prayitno, G., Noor, D. S., & Hidayat, A. T. R. (2019).
Lewis, B. D. (2015). Decentralising to Villages in Social Capital, Entrepreneurship and Rural
Indonesia: Money (and Other) Mistakes. Development. Journal of Engineering and
Public Administration and Development, 35(5), Scientific Research, 1(2), 84–88.
347–359. https://doi.org/10.1002/pad.1741 https://doi.org/10.23960/jesr.v1i2.29
Lukiyanto, K., & Wijayaningtyas, M. (2020). Gotong Priatama, R. A., Onitsuka, K., Rustiadi, E., & Hoshino,
Royong as social capital to overcome micro S. (2020). Social interaction of indonesian
and small enterprises’ capital difficulties. rural youths in the internet age. Sustainability
Heliyon, 6(9), e04879. (Switzerland), 12(1), 1–27.
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e048 https://doi.org/10.3390/SU12010115
79
Qin, X., Li, Y., Lu, Z., & Pan, W. (2020). What makes
Manaf, A., Purbasari, N., Damayanti, M., Aprilia, N., & better village economic development in
Astuti, W. (2018). Community-based rural traditional agricultural areas of China?
tourism in inter-organizational collaboration: Evidence from 338 villages. Habitat
How does it work sustainably? Lessons International, 106(November), 102286.
learned from Nglanggeran Tourism Village, https://doi.org/10.1016/j.habitatint.2020.10
Gunungkidul Regency, Yogyakarta, Indonesia. 2286
Sustainability (Switzerland), 10(7).
Rustiadi, E., & Nasution, A. R. (2017). Can social
https://doi.org/10.3390/su10072142
capital investment reduce poverty in rural
Meutia, I., & Liliana. (2017). Pengelolaan Keuangan Indonesia? International Journal of Economics
Dana Desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, and Financial Issues, 7(2), 109. Retrieved from
336–352. https://www.econjournals.com/index.php/ij
https://doi.org/10.18202/jamal.2017.08.705 efi/article/view/3904
8
Sá, E., Casais, B., & Silva, J. (2019). Local
Munizu, M., Sumardi, & Armayah. (2016). Study on development through rural entrepreneurship,
Determinant Factors of Micro and Small from the Triple Helix perspective: The case of
Enterprises Development in South Sulawesi of a peripheral region in northern Portugal.
Indonesia. Mediterranean Journal of Social International Journal of Entrepreneurial
Sciences, 7(6), 121–128. Behaviour and Research, 25(4), 698–716.
https://doi.org/10.5901/mjss.2016.v7n6p12 https://doi.org/10.1108/IJEBR-03-2018-
1 0172
Nursini, N. (2020). Micro, small, and medium Slikkerveer, L. J. (2019). Gotong Royong: An
enterprises (MSMEs) and poverty reduction: Indigenous Institution of Communality and
empirical evidence from Indonesia. Mutual Assistance in Indonesia.
Development Studies Research, 7(1), 153–166. https://doi.org/10.1007/978-3-030-05423-
https://doi.org/10.1080/21665095.2020.18 6_14
23238
Soetanto, D. (2017). Networks and entrepreneurial
Oreopoulos, P., & Salvanes, K. G. (2011). Priceless : learning: coping with difficulties. International
The Nonpecuniary Benefits of Schooling. The Journal of Entrepreneurial Behaviour and
Journal of Economics Perspectives, 25(1), 159– Research, 23(3), 547–565.
184. https://doi.org/10.1108/IJEBR-11-2015-
0230
DAMPAK BELANJA DESA DAN MODAL SOSIAL TERHADAP INDUSTRI Indonesian Treasury Review
PERDESAAN Vol.7, No.2, (2022), Hal 145-159

159

Stiglitz, J. E. (1998). Towards a New Paradigm for https://doi.org/10.1111/ciso.12291


Development. October, 1(October), 76–107.
Retrieved from
https://digitallibrary.un.org/record/149112
7
Sumodiningrat, G., & Wulandari, A. (2016).
Membangun Indonesia Dari Desa
Pemberdayaan Desa sebagai Kunci Kesuksesan
Pembangunan Ekonomi untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Susanto, I. (2017). Solusi Pengembangan UMKM
Melalui Ontologi. Performance, 23(1), 17.
https://doi.org/10.20884/1.performance.20
16.23.1.290
Suwignyo, A. (2019). Gotong royong as social
citizenship in Indonesia, 1940s to 1990s.
Journal of Southeast Asian Studies, 50(3), 387–
408.
https://doi.org/10.1017/S00224634190004
07
Tambunan, T. T. H. (2019). The impact of the
economic crisis on micro, small, and medium
enterprises and their crisis mitigation
measures in Southeast Asia with reference to
Indonesia. Asia and the Pacific Policy Studies,
6(1), 19–39.
https://doi.org/10.1002/app5.264
Tarlani, & Sirajuddin, T. (2020). Rural development
strategies in Indonesia: Managing villages to
achieve sustainable development. IOP
Conference Series: Earth and Environmental
Science, 447(1).
https://doi.org/10.1088/1755-
1315/447/1/012066
The World Bank. (2020). Indonesian Village
Governance under the new Village Law (2015-
2018). (May).
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2011). Economic
Development. Boston: Pearson.
Watts, J. D., Tacconi, L., Irawan, S., & Wijaya, A. H.
(2019). Village transfers for the environment:
Lessons from community-based development
programs and the village fund. Forest Policy
and Economics, (July).
https://doi.org/10.1016/j.forpol.2019.01.00
8
Westlund, H., & Bolton, R. (2003). Local Social
Capital and Entrepreneurship. Small Business
Economics, 21(2), 77–113.
https://doi.org/10.1023/A:1025024009072
Winardi, U. N. (2020). Gotong Royong and the
Transformation of Kampung Ledok Code,
Yogyakarta. City and Society, 32(2), 375–386.

You might also like