You are on page 1of 17

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah PENDIDIKAN PANCASILA

Dosen Pengampuh:

RIZKI FIRMANDA DARDIN, SH, M.Kn

Disusun oleh:

ISRA RIZKI AMELIA GULTOM (23.02.0010)

BAGUS LAKSMANA JATI (23.02.0011)

SITI AZURAINI (23.02.0014)

NAYLAH NURUL LATIFAH (23.02.0020)

IRMA AZZAHRA (23.02.0025)

FEBRIAN MAULANA (23.02.0026)

SEMESTER I – I PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “UISU”

PEMATANG SIANTAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga kami
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah membantu dalam
makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Filsafat”.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh masyarakat Indonesia khususnya para
mahasiswa untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin dalam


pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan,oleh karena itu, kami
sangat mengharakan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila dan Filsafat


1. Pengertian Pancasila
2. Pengertian Filsafat
B. Pancasila Merupakan Suatu Filsafat
C. Objek Filsafat Pancasila
D. Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistomologis, Aksiologis
1. M
2. H
3. H

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar Negara yang
menyokong Negara itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar tidak
terombang ambing oleh persoalan yang muncul pada masa kini. Pada hakikatnya
ideologi merupakan hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi
terhadap dunia kehidupannya.

Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat, bangsa, maupun negara, namun


juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Indonesia pun tak terlepas dari hal
itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara yang sering kita sebut Pancasila. Sejarah
Indonesia menunjukkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang
member kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam
mengejar kehidupan yang layak lebih baik, untuk mencapai masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur.

Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam masing –
masing sila tidak bisa di tukar tempat atau pindah. Bagibangsa Indonesia Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia. Bahwasannya Pancasila
yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenarannya, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada
satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus di wujudkan dalam pergaulan hidup sehari
hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi.
Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam berfikir lebih kritis
mengenai arti Pancasila.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Pancasila dan Filsafat?
2. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai suatu filsafat?
3. Apa saja objek dari filsafat Pancasila?
4. Bagaimana Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis,
serta Aksikologis?
5. Apa hakekat dari pancasila?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Pancasila dan Filsafat.
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Pancasila sebagai suatu
filsafat.
3. Untuk mengetahui objek dari filsafat Pancasila.
4. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila melalui pendekatan dasar
Ontologis, Epistemologis, serta Aksikologis.
5. Untuk mengetahui hakekat dari Pancasila.
D. Manfaat
1. Seluruh lapisan masyarakat khususnya kaum muda bangsa Indonesia dapat
memahami bagaimana arti penting dari Pancasila sebagai Filsafat.
2. Para pembaca diharapkan dapat mengamalkan seluruh ajaran dari Pancasila.
3. Dapat mendidik bagaimana seharusnya perilaku masyarakat dalam
mengartikan, memaknai, serta mengimplementasikan arti pancasila sebagai
filsafat.
4. Dapat memotivasi seluruh generasi muda agar lebih mencintai dasar
negaranya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila dan Filsafat
1. Pengertian Pancasila
a. Secara Etimologis

Pancasila berasal dari bahasa sanskerta, “panca” artinya : lima dan “syla”
artinya: batu sendi, alas Dasar pancasila berarti berbatu sendi lima atau memiliki
lima unsur. Perkataan Pancasila diambil dari kepustakaan Budha yang bermakna
lima aturan (larangan). Setelah Majapahit runtuh, berkembanglah agama Islam,
dengan pengaruh ajaran Budha masih dikenal di masyarakat Jawa yang dikenal
dengan ma 5 atau “m” 5 atau 5 larangan moralitas.1

Perkataan Pancasila itu mula-mula digunakan di dalam masyarakat India yang


memluk agama Budha. Pancasila menurut Budha adalah 5 (lima) aturan (larangan)
atau “five moral principles” yang bunyinya menurut kamus-kamus Budhisme, yaitu:

1) Panatipata Veramani Sikkhapdam Samadiyami, (janganlah mencabut nyawa


setiap yang hidup, maksudnya dilarang membunuh).
2) Addinadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami, (janganlah mengambil barang
yang tidak diberikan, maksudnya dilarang mencuri).
3) Kameshu miccahacara Vermani Sikkhapadam Samadiyami,(janganlah
berhubungan kelamin yang tidak sah dengan perempuan, maksudnya dilarang
berzina).
4) Musawada Veramani Sikkhapadam Samadiyami, (janaganlah berkata palsu,
maksudnya dilarang berdusta)
5) Sura Meraya majja pemadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami,
(janganlah meminum minuman yang menghilangkan pikiran, maksudnya
dilarang minum minuman keras).2

1
Ronto, S.Pd.I., M.S.I, Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara,cet.1, (Jakarta Timur: PT Balai
Pustaka (persero)2012), hal. 9
2
Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum, pendidikan pancasila, cetakaan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2021),hal. 2
b. Secara Historis

Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.
Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas
pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calo rumusan dasar
Negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga
orang pembicara, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pada tanggal 1
Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan mengenai
calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama
“Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah
seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.

Hasil sidang dari BPUPKI adalah:

1) Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin berpidato tentang dasar Negara.
2) Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar Negara diberi nama
“Pancasila” dan usulan tersebut diterima secara bulat oleh sidang BPUPKI.
3) Tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional mengadakan pertemuan dan
menghasilkan “Piagam Jakarta”.3

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekannya.


Kemudian keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya undang-
Undang Dasar 1945 termasuk pembukaan UUD 1945 dimana didalamnya termuat
isi rumusan lima prinsip sebagai satu dasar Negara yang diberi nama pancasila.
Sejak saat itulah perkataan pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan
istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan uud 1945 tidak termuat istilah
“pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah
disebut dengan istilah “pancasila”.

3
Ronto, S.Pd.I., M.S.I, Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara,cet.1, (Jakarta Timur: PT Balai
Pustaka (persero)2012), hal. 9
c. Secara Terminologi

Adapun pengertian Pancasila secara terminologi telah dikenal pada tanggal 1


Juni 1945 di muka sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu Zyunbi Tyoo Sakai yang diucapkan secara lisan
(tanpa teks) oleh Ir. Soekarno dengan nama Pancasila, yang artinya lima dasar untuk
di jadikan dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Istilah Pancasila di ucapkan
oleh Ir. Soekarno itu diperoleh berdasarkan bisikan dari sahabatnya seorang ahli
bahasa yang duduk di sampingnya, yaitu Mr. Muhammad Yamin,

Pancasila berarti lima dasar yang di usulkan oleh Ir. Soekarno, yaitu sebagai
berikut:

1) Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme,


2) Perikemanusiaan atau internasionalisme,
3) Mufakat atau demokrasi,
4) Kesejahteraan social,
5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Kelima dasar diatas, oleh Ir. Soekarno disebutnya Pancasila. Kemudian kelima
dasar ini juga oleh Ir. Soekarno diperasnya menjadi Tri Sila, yaitu (1)
sosionasionalisme (kebangsaan), (2) sosiodemokrasi (mufakat), (3) ketuhanan.
Selanjutnya Tri Sila ini kemudian diperas menjadi Ekasila yang berarti gotong
royong.4

Secara terminologi perkataan Pancasila sekarang ini adalah nama Dasar Negara
Rpublik Indonesia uyang perumusannya tertera di dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada alinea keempat yang berbunyi
sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa,


2) Kemanusiaan yangb adil dan beradap,
3) Persatuan Indonesia,
4
H. Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tingi (implementasi Nilai-NIlai Karakter
Bangsa ), Edisi Ketiga, (Bogor: Ghalia Indonesia,2014), hal.116-117
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan,
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Susunan sil-sila Pancasila secara sistematis-hierarkis tersebut, mengandung


nilai-nilai kerohanian yang didalamnya terkandung niali-nilai secara lengkap dan
harmonis, dari segi nilai material, nilai vital, nilai kebenaran/kenyataan, nilai
aestetika, nilai ethis/moral maupun nilai religious.5

2. Pengertian Filsafat

Istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, (Philosophia), tersusun dari kata
philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan
kata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman
praktis, dan inteligensi. Filsafat secara harfiah berarti cinta akan kebijaksanaan.
Nama itu sendiri menunjukkan bahwa manusia tidak pernah secara sempurna
memiliki pengertian menyeluruh tentang segala sesuatu yang dimaksudkan
kebijaksanaan, namun terus menerus harus mengejarnya. Berkaitan dengan apa yang
dilakukannya, filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki rasio manusia yang
menembusi dasar dasar terakhir dari segala sesuatu. Filsafat menggemuli seluruh
realitas, tetapi teristimewa eksistensi dan tujuan manusia.6

Suatu pengetahuan bijaksana akan mengantarkan seseorang mencapai


kebenaran. Orang yang mencintai pengetahuan bijaksana adalah orang yang
mencintai kebenaran. Cinta kebenaran adalah karakteristik dari setiap filsuf dari
dahulu sampai sekarang. Filsuf dalam mencari kebijaksanaan, mempergunkan cara
dengan berfikir sedalam-dalamnya. Filsafat sebagai hasil berfikir sedalam-dalamnya
diharapkan merupakan pengetahuan yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya
mendekati kesepurnaan. Adapun istilah ‘philosophos’ pertama kali digunakan oleh
phytagoras (572-497 SM) untuk menunjukkan dirinya sebagai pecinta kebijaksanaan
(lover of wisdom) bukan kebijaksanaan itu sendiri. Selain phytagoras, filsuf filsuf
5
Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum, pendidikan pancasila, cetakaan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2021),hal. 3-5
6
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, edisi pertama, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), hal. 242-243
lain juga memberikan pengertian filsafat yang berbeda beda. Oleh karena itu, filsafat
mempunyai banyak arti, tergantung pada bgaimana filsuf-filsuf menggunakannya.

Berikut disampaikan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa filsuf, yaitu


antara lain;

1) Plato (427-347 SM). filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada atau
ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kenbenaran yangb asli.
2) Aristoteles (384-322 SM). filsafat dalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran, yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika atau filsafat menyelidiki sebab dan asas
segala benda.
3) Marcus Tullius Cicero (106-43 SM). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4) Immanuel Kant (1724-1804 SM). filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: “apakah yang
dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika), apakah yang dapat kita kerjakan?
(dijawab oleh etika), sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh
antropologi)”.
5) Socrates (469-399 SM). Filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat
reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan
bahagia (principles of the just and happy life).
6) Rene Deskartes (1596-1650). Ia memberikan definisi filsafat sebagai kumpulan
segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok
penyelidikan.
7) Al-kindi (801-873 M). filsafat merupakan pengetahuan tentang hakikat segala
sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof
dalam berteori adalah mencari kebenaran, maka dalam praktiknyapun harus
menyesuaikan kebenaran juga.
8) Al-farabi (870-950 M). filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang
sebenarnya dari segala yang ada (al-mauju-dat)
9) Francis Bacon (1561-1621 M). Ia menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu
ilmu (the great mother of the science).
10) Harun Hadiwijono. Filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk
memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup yang memuaskan hati.
11) Poejawijatna (1974). Ia memberikan definisi filsafat sebagai ilmu yang berusaha
untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnyabagi segala sesuatu berdasarkan
pikiran belaka.7

Secara umum, filsafat merupakan ilmu yang berusaha menyelidiki hakikat


segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Berdasarkan penegertian umum ini,
ciri-ciri filsafat dapat disebut disebagai usaha berfikir radikal, menyeluruh, dan
integral, atau dapat dikatakan sebagai suatu cara berfikir yang megupas sesuatu
sedalam-dalamnya.

Sejak kemunculan di Yunani, dan menyusul perkembangan pesat ilmu


pengetahuan, kedudukan filsafat kemudian dikenal sebagai The Mother of Science
(induk ilmu pengetahuan).8

Selain sebagai ilmu, kadang-kadang filsafat juga dapat berarti sebagai


pandangan hidup manusia. Jadi, ada filsafat sebagai ilmu dan ada filsafat sebagai
pandangan hidup. Contoh filsafat sebagai pandangan hidup ini sangat banyak, yang
tercermin dalam pepatah, slogan, lambang, dan sebagainya. Tut wuri handayani,
misalnya, adalah filsafat sebagai pandangan hidup. Pandnagan hidup ini sering
disebut dengan istilah way of life, Weltanschauung, Wereldbeschouwing, Wereld en
levenbeschouwing. Pandangan hidup ini merupakan petunjuk arah semua kegiatan
atau aktifitas hidup (manusia) dalam segala bidang.9

7
Drs. A. Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis, cetakan kesepuluh, (Jakarta: Bumi Aksara,2019).hal.2-4
8
Dr. Rahmanuddin Tomalili, S.H., M.H., Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan, (Yogyakarta:
PENERBIT DEEPUBLISH, 2019), hal. 26-27
9
Prof. Darji Darmodiharjo, SH, Shidarta, SH, MHum, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, cetakan keenam (Jakarta: PT Gramedia pustaka Utama, 2006),
hal. 4-5
B. Pancasila Merupakan Suatu Filsafat

Filsafat Pancasila menurut Notonogoro yaitu suatu system pemikiran yang


rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, Negara, dan
masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya telah ada dan di gali dari dari bangsa
Indonesia itu. Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila dikatakan filsafat karena
Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the
founding fathers Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem. Roeslan Abdul
Gani mengatakan bahwa Pancasila adalah filsafat Negara yang lahir sebagai
collective-ideologi dari seluruh bangsa Indonesia.

Filsafat Pancasila sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebaai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok-pokok penegrtinnya secara mendasar dan menyeluruh. Kekhasan nilai filsafat
yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam budaya dan peradaban
Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa dalam perjuanagan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Pancasila pada hakikatnya merupakam sistem
filsafat dari lima sila yang terdapat di dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yng
utuh.10

Hal lain yang di ungkapkan para pemikiran filsafati, pancasila sebagai filsafat
pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang dimana rumusan nilai tersebut terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV. Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai
bagi penyelenggara kehidupan bernegara Indonesia.

Secara etimologi, nilai berasal dari kata Value (Inggris) yang berasal dari kata
valere (latin) yang berarti kuat, baik, beharga. Dengan demikian secara sederhana,
nilai adalah sesuatu yang berguna. Di dalam Pancasila terdapat lima nilai yang
secara singkat dinyatakan bahwa nilai dasar dari pancasila, sebagai berikut:

10
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M, Filsafat Hukum : Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi
Manusia, dan Etika, cetakan pertama, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019), hal. 233
1. Nilai ketuhanan,
2. Nilai kemanusiaan,
3. Nilai persatuan,
4. Nilai kerakyatan, dan
5. Nilai kerakyatan.11

C. Objek filsafat pancasila

Objek adalah sesuatu yang menjadi bahan dari suatu penyelidikan atau
pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki objek. Objek
dapat dibedakan menjadi dua, sama halnya dengan filsafat terdapat dua mecam
objeknya, yaitu objek material dan objek formal.

a. Objek Material Filsafat


Objek material dari filsafat, yaitu:
1. Bersifat sangat umum, artinya persoalan kefilsafatan tidak terkait dengan objek-
objek khusus.
2. Tidak meyangkut fakta, persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif.
3. Filsafat menyangkut nilai-nilai (value), artinya persoalan-persoalan kefilsafatan
berkaitan dengan penilaian moral, estetis, agama dan social.
4. Filsafat bersifat kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap
konsep-konsep dan arti-arti yang biasanya diterima dengan biasa saja oleh suatu
ilmu tanpa penyelidikan secara kritis.
5. Filsafat bersifat sinoptik, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan
secara keseluruhan.
6. Filsafat bersifat impliatif, artinya jika sesuatu persoalan kefilsafatan telah
dijawab, maka dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang
saling berhubungan.

11
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum, M.M, Filsafat Hukum : Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi
Manusia, dan Etika, cetakan pertama, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019), hal. 235
b. Objek Formal Filsafat

Objek formal filsafat yaitu sudut pandang yang menyeluruh , secara umum
sehingga dapat menemukan hakikat dari objek materialnya. Inilah yang
membedakan antara filsafat dengan ilmu-ilmu lainnya terletak dalam objek material
dan objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya membatasi diri
sehingga pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun pada objek formalnya
membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat.12

D. Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis


1. Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila-Sila Pancasila

Kata ontologi berasal dari kata “ontos” yang berate berada (yang ada). Menurut
istilah, ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagimana
keadaan yang sebenarnya. Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau
merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari
filsafat.

Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada
(eksistensi dan keberadaan),sumber ada, jenis ada, termasuk ada alam manusia,
metafisika dan alam semesta atau kosmologi.

Dasar ontologi Pancasila adalah kajian yang ingin menggali hakikat nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem filsafat. Biasanya, para pengkaji merumuskannya melalui
perumusan nilai-nilai yang bulat berdasarkan pengargumentasian setiap sila menjadi
satu argument niali dan konseptualnya yang utuh. Subyek pendukungnya adalah
manusia, yakni: yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang bersatuan, yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks
negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara
adalah rakyat (manusia).13

12
Muliadi, M,Hum, Filsafat Umum, cetakan pertama, (Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2020) hal. 6-7
13
Edi Rohani, M.Pd.I, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan : Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila
dan Kewarganegaraan dalam Perspektif Santri, cetakan I, (Jawa Tengah: Gema Media, 2019), hal. 24-25
Pancasila sebagai genetifus-objektivus artinya nilai-nilai yang dijadikan sebagai
objek yang di cari landasan filosofisnya memerlukan landasan pijak filosofis yang
kuat mencakup ontologis, yaitu Pancasila sebagai nilai-nilai ketuhanan sebagai asal
kehidupan ini sampai menjangkau alam metafisika. Jadi bersifat universal meliputi
alam nyata dan alam gaib.

Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya


untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonegoro
hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia, karena manusia merupakan
subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.14

Pancasila pada hakikatnya bersumber pada tuntutan hati nurani manusia (the
social conscience of man). Maksudnya, Pancasila digunakan untuk menggali
kekuatan-kekuatan kelompok tertentu untuk bersatu melawan sistem yang menindas
dan tidak adil: merumuskan persamaan dari berbagai perbedaan: menjadi dasar
filsafat kehidupan dan perjuangan:dan dasar bagi negara Indonesia yang merdeka
yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kaelan, Pancasila yang terdiri atas
lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologi. Dasar ontologi pancasila pada
hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis. Oleh
karena itu, hakikat dasar ini disebut sebagai dasar antropologis. Secara ontologi,
Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.15

2. Dasar Epistemologis (Pengetahuan) sila-sila pancasila

Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa
diartiakan sebagai pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata

14
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M, Filsafat Hukum : Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi
Manusia, dan Etika, cetakan pertama, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019), hal. 235
15
Sujatmika, Menuju Penggaran Daerah Berdasarkan Pancasila, cetakan 1, (Jawa Timur: Penerbit
Peneleh, Angota IKAPI, 2020), hal.66-67
atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan
yang benardan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan. Istilah-istilah lain yang
setara maksudnya dengan epistemologi dalam berbagai kepustakaan filsafat kadang-
kadang disebut juga logika material, criteriology, kritika pengetahuan, gnosiology
dan dalam bahasa Indonesia lazim diperguanakan istilah filsfat pengetahuan.

Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya


pengetahuan, sumber pengetahuan,asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode
dan kesahihan pengetahuan. Dari pengertian epistemologi tersebut dalam membahas
pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia terbatas tentang sumber
pengetahuan, kebenaran (kesahihan) pengetahuan, dan susunan pengetahuan
Pancasila.

Epistemologi Pancasila dimaksudkan mencari sumber-sumber pengetahuan dan


kebenaran dari Pancasila. Sumber pengetahuan dalam epistemologi ada dua aliran
yakni empirisme dan rasionalisme. Pengetahuan empiric Pancasila bahwa Pancasila
merupakan cerminan dari masyarakat Indonesia pada saat kelahirannya digalidari
budaya bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku
sejak dahulu sampai sekarang selalu menyeimbangkan semua unsur kodrat manusia
yang perwujudannya adalah berketuhanan, berkemanusiaan, berkekeluaraan dan
berkeadilan, yang kemudian menjadi dasar rumusan Pancasila sebagai dasar negara.
Berkekelurgaan dalam kenegaraan disebut dengan berkerakyatan.

Sedangkan pengetahuan rasionalis Pancasila bahwa Pancasila merupakan hasil


perenungan yang mendalam dari tokoh-tokoh kenegaraan Indonesia untuk
mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia dalam bernegara. Inti kehidupan bangsa
Indonesia juga sebagai inti kehidupan manusia pada umumnya merupakan sifat
hakikat manusia, yaitu ketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkeluargaan,
dan berkeadilan. Kelima hal tersebut merupakan sebagai sifat dan juga sebagai
hakikat manusia, karena jika tidak ada lima hal tersebut bukanlah manusia. Hal ini
direnungkan dan dinalar oleh bangsa Indonesia sebagai dasar hidup bersama dalam
bernegara.16

Metode meliputi metode perumusan Pancasila, yaitu kritis selekdialektis


eksperimental dan metode pengembangan Pancasila, yaitu interpretasi,
hermeneutika,koherensi historis, dan analitico-sintetik. Adapun instrument
pengkajian dan penegembangan Pancasila adalah akal yang sehat dan jernih.
Kebenaran Pancasila dapat dianalisis dengan menggunakan empat teori kebenaran.

1) Teori kebenaran koherensi, nilai nilai Pancasila dinyatakan benar apabila


pendapat keruntutan atau kesesuaian antara nilai pancasila yamh satu dengan
yang lainnya.
2) Teori kebenaran korespondensi, nilai-nilai Pancasila dinyatakan benar apabila
sesuai dengan realitas kehidupan mayarakat Indonesia.
3) Teori kebenaran Pragmatis, nilai-nilai pancasila dinyatakan benar apabila
bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
4) Teori kebenaran perfomatis, nilai-nilai Pancasila dinyatakan benar apabila dapat
merubah sikap, perilaku, budaya, etos, semangat masyarakat Indonesia.

Ini semua membutuhkan waktu, metode dan proses yang berkelanjutan. Pada
sila ketiga dan keempat Pancasila ditemukan metode kita untuk mewujudkan hal-hal
tersebut.metode tersebut adalah metode persatuan dan kerakyatan/demokrasi, yang
terdapat pada sila ketiga dan keempat Pancasila.17

c. Dasar Aksiologis Pancasila

Aksiologis merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana


manusia menggunakan ilmunya. Jadi

16
Hadis Turmudi, S.H., M.H., Buku Ajar: PENDIDIKAN PACASILA DI PERGURUAN TINGGI, cetak 1,
(Jawa tengah: Penerbit Lakeisha, 2022),hal.36-37
17
Dr. H. Bambang Sugiono S.E., Msi., Pancasila sebagai perekat & Pemersatu bangsa, cetakan I,
(Malang: Media Nusa Creative, 2021), hal. 16

You might also like