Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampuh:
Disusun oleh:
PEMATANG SIANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga kami
dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari seluruh komponen yang telah membantu dalam
makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Filsafat”.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh masyarakat Indonesia khususnya para
mahasiswa untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar Negara yang
menyokong Negara itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar tidak
terombang ambing oleh persoalan yang muncul pada masa kini. Pada hakikatnya
ideologi merupakan hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi
terhadap dunia kehidupannya.
Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam masing –
masing sila tidak bisa di tukar tempat atau pindah. Bagibangsa Indonesia Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia. Bahwasannya Pancasila
yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenarannya, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada
satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus di wujudkan dalam pergaulan hidup sehari
hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi.
Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam berfikir lebih kritis
mengenai arti Pancasila.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Pancasila dan Filsafat?
2. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai suatu filsafat?
3. Apa saja objek dari filsafat Pancasila?
4. Bagaimana Pancasila melalui pendekatan dasar Ontologis, Epistemologis,
serta Aksikologis?
5. Apa hakekat dari pancasila?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Pancasila dan Filsafat.
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Pancasila sebagai suatu
filsafat.
3. Untuk mengetahui objek dari filsafat Pancasila.
4. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila melalui pendekatan dasar
Ontologis, Epistemologis, serta Aksikologis.
5. Untuk mengetahui hakekat dari Pancasila.
D. Manfaat
1. Seluruh lapisan masyarakat khususnya kaum muda bangsa Indonesia dapat
memahami bagaimana arti penting dari Pancasila sebagai Filsafat.
2. Para pembaca diharapkan dapat mengamalkan seluruh ajaran dari Pancasila.
3. Dapat mendidik bagaimana seharusnya perilaku masyarakat dalam
mengartikan, memaknai, serta mengimplementasikan arti pancasila sebagai
filsafat.
4. Dapat memotivasi seluruh generasi muda agar lebih mencintai dasar
negaranya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila dan Filsafat
1. Pengertian Pancasila
a. Secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa sanskerta, “panca” artinya : lima dan “syla”
artinya: batu sendi, alas Dasar pancasila berarti berbatu sendi lima atau memiliki
lima unsur. Perkataan Pancasila diambil dari kepustakaan Budha yang bermakna
lima aturan (larangan). Setelah Majapahit runtuh, berkembanglah agama Islam,
dengan pengaruh ajaran Budha masih dikenal di masyarakat Jawa yang dikenal
dengan ma 5 atau “m” 5 atau 5 larangan moralitas.1
1
Ronto, S.Pd.I., M.S.I, Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara,cet.1, (Jakarta Timur: PT Balai
Pustaka (persero)2012), hal. 9
2
Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum, pendidikan pancasila, cetakaan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2021),hal. 2
b. Secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.
Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas
pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calo rumusan dasar
Negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga
orang pembicara, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pada tanggal 1
Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan mengenai
calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama
“Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah
seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
1) Tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin berpidato tentang dasar Negara.
2) Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan agar dasar Negara diberi nama
“Pancasila” dan usulan tersebut diterima secara bulat oleh sidang BPUPKI.
3) Tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional mengadakan pertemuan dan
menghasilkan “Piagam Jakarta”.3
3
Ronto, S.Pd.I., M.S.I, Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara,cet.1, (Jakarta Timur: PT Balai
Pustaka (persero)2012), hal. 9
c. Secara Terminologi
Pancasila berarti lima dasar yang di usulkan oleh Ir. Soekarno, yaitu sebagai
berikut:
Kelima dasar diatas, oleh Ir. Soekarno disebutnya Pancasila. Kemudian kelima
dasar ini juga oleh Ir. Soekarno diperasnya menjadi Tri Sila, yaitu (1)
sosionasionalisme (kebangsaan), (2) sosiodemokrasi (mufakat), (3) ketuhanan.
Selanjutnya Tri Sila ini kemudian diperas menjadi Ekasila yang berarti gotong
royong.4
Secara terminologi perkataan Pancasila sekarang ini adalah nama Dasar Negara
Rpublik Indonesia uyang perumusannya tertera di dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada alinea keempat yang berbunyi
sebagai berikut:
2. Pengertian Filsafat
Istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, (Philosophia), tersusun dari kata
philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan
kata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman
praktis, dan inteligensi. Filsafat secara harfiah berarti cinta akan kebijaksanaan.
Nama itu sendiri menunjukkan bahwa manusia tidak pernah secara sempurna
memiliki pengertian menyeluruh tentang segala sesuatu yang dimaksudkan
kebijaksanaan, namun terus menerus harus mengejarnya. Berkaitan dengan apa yang
dilakukannya, filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki rasio manusia yang
menembusi dasar dasar terakhir dari segala sesuatu. Filsafat menggemuli seluruh
realitas, tetapi teristimewa eksistensi dan tujuan manusia.6
1) Plato (427-347 SM). filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada atau
ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kenbenaran yangb asli.
2) Aristoteles (384-322 SM). filsafat dalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran, yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika atau filsafat menyelidiki sebab dan asas
segala benda.
3) Marcus Tullius Cicero (106-43 SM). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4) Immanuel Kant (1724-1804 SM). filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: “apakah yang
dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika), apakah yang dapat kita kerjakan?
(dijawab oleh etika), sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh
antropologi)”.
5) Socrates (469-399 SM). Filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat
reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan
bahagia (principles of the just and happy life).
6) Rene Deskartes (1596-1650). Ia memberikan definisi filsafat sebagai kumpulan
segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok
penyelidikan.
7) Al-kindi (801-873 M). filsafat merupakan pengetahuan tentang hakikat segala
sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof
dalam berteori adalah mencari kebenaran, maka dalam praktiknyapun harus
menyesuaikan kebenaran juga.
8) Al-farabi (870-950 M). filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang
sebenarnya dari segala yang ada (al-mauju-dat)
9) Francis Bacon (1561-1621 M). Ia menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu
ilmu (the great mother of the science).
10) Harun Hadiwijono. Filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya untuk
memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup yang memuaskan hati.
11) Poejawijatna (1974). Ia memberikan definisi filsafat sebagai ilmu yang berusaha
untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnyabagi segala sesuatu berdasarkan
pikiran belaka.7
7
Drs. A. Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis, cetakan kesepuluh, (Jakarta: Bumi Aksara,2019).hal.2-4
8
Dr. Rahmanuddin Tomalili, S.H., M.H., Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan, (Yogyakarta:
PENERBIT DEEPUBLISH, 2019), hal. 26-27
9
Prof. Darji Darmodiharjo, SH, Shidarta, SH, MHum, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, cetakan keenam (Jakarta: PT Gramedia pustaka Utama, 2006),
hal. 4-5
B. Pancasila Merupakan Suatu Filsafat
Filsafat Pancasila sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebaai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan
pokok-pokok penegrtinnya secara mendasar dan menyeluruh. Kekhasan nilai filsafat
yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam budaya dan peradaban
Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa dalam perjuanagan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Pancasila pada hakikatnya merupakam sistem
filsafat dari lima sila yang terdapat di dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yng
utuh.10
Hal lain yang di ungkapkan para pemikiran filsafati, pancasila sebagai filsafat
pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang dimana rumusan nilai tersebut terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV. Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai
bagi penyelenggara kehidupan bernegara Indonesia.
Secara etimologi, nilai berasal dari kata Value (Inggris) yang berasal dari kata
valere (latin) yang berarti kuat, baik, beharga. Dengan demikian secara sederhana,
nilai adalah sesuatu yang berguna. Di dalam Pancasila terdapat lima nilai yang
secara singkat dinyatakan bahwa nilai dasar dari pancasila, sebagai berikut:
10
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M, Filsafat Hukum : Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi
Manusia, dan Etika, cetakan pertama, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019), hal. 233
1. Nilai ketuhanan,
2. Nilai kemanusiaan,
3. Nilai persatuan,
4. Nilai kerakyatan, dan
5. Nilai kerakyatan.11
Objek adalah sesuatu yang menjadi bahan dari suatu penyelidikan atau
pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki objek. Objek
dapat dibedakan menjadi dua, sama halnya dengan filsafat terdapat dua mecam
objeknya, yaitu objek material dan objek formal.
11
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum, M.M, Filsafat Hukum : Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi
Manusia, dan Etika, cetakan pertama, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019), hal. 235
b. Objek Formal Filsafat
Objek formal filsafat yaitu sudut pandang yang menyeluruh , secara umum
sehingga dapat menemukan hakikat dari objek materialnya. Inilah yang
membedakan antara filsafat dengan ilmu-ilmu lainnya terletak dalam objek material
dan objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya membatasi diri
sehingga pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun pada objek formalnya
membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat.12
Kata ontologi berasal dari kata “ontos” yang berate berada (yang ada). Menurut
istilah, ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagimana
keadaan yang sebenarnya. Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau
merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari
filsafat.
Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada
(eksistensi dan keberadaan),sumber ada, jenis ada, termasuk ada alam manusia,
metafisika dan alam semesta atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila adalah kajian yang ingin menggali hakikat nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem filsafat. Biasanya, para pengkaji merumuskannya melalui
perumusan nilai-nilai yang bulat berdasarkan pengargumentasian setiap sila menjadi
satu argument niali dan konseptualnya yang utuh. Subyek pendukungnya adalah
manusia, yakni: yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang bersatuan, yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks
negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara
adalah rakyat (manusia).13
12
Muliadi, M,Hum, Filsafat Umum, cetakan pertama, (Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2020) hal. 6-7
13
Edi Rohani, M.Pd.I, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan : Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila
dan Kewarganegaraan dalam Perspektif Santri, cetakan I, (Jawa Tengah: Gema Media, 2019), hal. 24-25
Pancasila sebagai genetifus-objektivus artinya nilai-nilai yang dijadikan sebagai
objek yang di cari landasan filosofisnya memerlukan landasan pijak filosofis yang
kuat mencakup ontologis, yaitu Pancasila sebagai nilai-nilai ketuhanan sebagai asal
kehidupan ini sampai menjangkau alam metafisika. Jadi bersifat universal meliputi
alam nyata dan alam gaib.
Pancasila pada hakikatnya bersumber pada tuntutan hati nurani manusia (the
social conscience of man). Maksudnya, Pancasila digunakan untuk menggali
kekuatan-kekuatan kelompok tertentu untuk bersatu melawan sistem yang menindas
dan tidak adil: merumuskan persamaan dari berbagai perbedaan: menjadi dasar
filsafat kehidupan dan perjuangan:dan dasar bagi negara Indonesia yang merdeka
yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa. Menurut kaelan, Pancasila yang terdiri atas
lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologi. Dasar ontologi pancasila pada
hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis. Oleh
karena itu, hakikat dasar ini disebut sebagai dasar antropologis. Secara ontologi,
Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.15
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa
diartiakan sebagai pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata
14
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M, Filsafat Hukum : Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi
Manusia, dan Etika, cetakan pertama, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019), hal. 235
15
Sujatmika, Menuju Penggaran Daerah Berdasarkan Pancasila, cetakan 1, (Jawa Timur: Penerbit
Peneleh, Angota IKAPI, 2020), hal.66-67
atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan
yang benardan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan. Istilah-istilah lain yang
setara maksudnya dengan epistemologi dalam berbagai kepustakaan filsafat kadang-
kadang disebut juga logika material, criteriology, kritika pengetahuan, gnosiology
dan dalam bahasa Indonesia lazim diperguanakan istilah filsfat pengetahuan.
Ini semua membutuhkan waktu, metode dan proses yang berkelanjutan. Pada
sila ketiga dan keempat Pancasila ditemukan metode kita untuk mewujudkan hal-hal
tersebut.metode tersebut adalah metode persatuan dan kerakyatan/demokrasi, yang
terdapat pada sila ketiga dan keempat Pancasila.17
16
Hadis Turmudi, S.H., M.H., Buku Ajar: PENDIDIKAN PACASILA DI PERGURUAN TINGGI, cetak 1,
(Jawa tengah: Penerbit Lakeisha, 2022),hal.36-37
17
Dr. H. Bambang Sugiono S.E., Msi., Pancasila sebagai perekat & Pemersatu bangsa, cetakan I,
(Malang: Media Nusa Creative, 2021), hal. 16