Professional Documents
Culture Documents
13802-Article Text-27714-32374-10-20191113
13802-Article Text-27714-32374-10-20191113
Nina Mutmainnah
Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,
Jl. Prof. Dr. Selo Soemardjan, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia.
Email: n.mutmainah@ui.ac.id
Abstract. This study aims to examine the attitude of the government to maintain its
position in the broadcast media system. Using the case study method, the author
examined series of regulation of broadcasting, minutes of meeting, and media reporting
on two broadcasting bill -- the Broadcasting Act of 1997, the Broadcasting Act of 2002—
and the revision of the Broadcasting Act on two parliament periods (2009 - 2014 and
2014 - 2019). The results of this study indicate the government is trying to maintain its
position as the main regulator of broadcasting. Even though the Broadcasting Act of 2002
stipulates the Indonesian Broadcasting Commission (KPI) as the main regulator, the
government still strives to be a broadcast regulator by giving birth to regulations that
restore its position as the main regulator. This can be seen from the different standpoints
in the two parliament periods in the revision of the Broadcasting Law: The 2009-2014
parliament strengthened the authority of the KPI, while the 2014-2019 parliament
downgraded the KPI's authority and made the government the main regulator. The
broadcast industry from the start wanted the government as the main regulator, while
civil society rejected the government as the main regulator of broadcasting.
Copyright @ 2019 Authors. This is an open-access article distributed under the terms of the 23
Creative Commons Attribution License. (http://creativecommons.org/licences/by-sa/4.0/)
Jurnal komunikasi, Volume 14, Nomor 1, Oktober 2019, Hal 23-40
24
Nina Mutmainnah, Upaya Pemerintah Mempertahankan Posisi Sebagai Regulator Utama
Penyiaran di Indonesia
untuk kepentingan orang banyak secara hal yang lumrah dalam negara demokratis.
merata dan bermanfaat. Forst (2011) menyebutnya sebagai
statutory regulatory body, yakni lembaga
Regulasi yang mengatur media
regulator yang dibentuk berdasarkan
penyiaran adalah regulasi yang ketat
undang-undang, didanai oleh uang publik,
karena menggunakan ranah publik dan
dan memiliki kewajiban serta wewenang
frekuensi itu terbatas. Apalagi, salah satu
hukum, tetapi bukan bagian dari
media penyiaran adalah televisi, yang
pengadilan.
siarannya dapat menembus ruang keluarga
tanpa diundang. Dalam sistem penyiaran, di mana
izin penggunaan frekuensi (milik publik)
Dunia penyiaran berbeda dengan
melekat di dalamnya, kehadiran regulator
dunia media cetak (pers). Bila media cetak
adalah suatu keniscayaan. Untuk menata
(surat kabar dan majalah) tidak
dunia penyiaran, kehadiran lembaga
memerlukan izin terbit dan memiliki
otoritas yang memiliki hak untuk
kebebasan penuh, hal yang sama tidak
mengalokasikan frekuensi serta mencabut
berlaku pada media penyiaran --media
izin penyiaran hampir tak terhindarkan
siaran dibatasi melalui beberapa peraturan
(Armando, 2011). Apalagi, lembaga
penyiaran (lihat Frost, 2011; Menayang
otoritas ini dibutuhkan karena jumlah
dalam Pandjaitan dan Sinaga, eds., 2000;
alokasi frekuensi terbatas. Dibutuhkan
Menayang dalam Gazali, et .al. eds., 2003).
wasit yang adil dan demokratis untuk
Media penyiaran harus memiliki izin
menjamin tersedianya, terdistribusikan,
penyiaran. Izin itu adalah keniscayaan
dan terawasinya ranah publik tersebut
karena hanya dengan cara itu lalu lintas
(Panjaitan, 2002, dalam Masduki 2007).
penggunaan frekuensi siaran bisa
berlangsung dengan tertib (Armando, Regulator dalam sistem penyiaran
2011). Pertanyaannya, siapa yang diperlukan juga mengingat apa yang
mengeluarkan izin tersebut? Di sini dinyatakan McQuail (1994). Ia
diperlukan regulator. menegaskan ada beberapa alasan awal
mengapa penyiaran diatur jauh lebih ketat,
Dalam negara demokrasi, regulasi
yakni alasan teknis atau untuk memastikan
media pada dasarnya diatur berdasarkan
alokasi sumber daya yang langka serta
basis apakah media itu menggunakan
kontrol monopoli secara adil. Regulator
ranah publik (public domain) atau tidak.
penyiaran juga diperlukan karena kegiatan
Terdapat dua bentuk regulasi, yakni
penyiaran yang menggunakan ranah
regulasi bagi media yang tidak
publik berdampak luar biasa terhadap
menggunakan ranah publik dan
masyarakat. Dalam hal ini, menurut
menggunakan ranah publik. Media yang
Siregar (2014), urusan penyiaran bukan
tidak menggunakan ranah publik (seperti
saja berkaitan dengan distribusi frekuensi
film, surat kabar, majalah, dan buku)
yang bersifat teknis, melainkan juga
pengaturannya berupa pengaturan diri
berhubungan dengan isi (content). Dengan
sendiri (self regulatory). Sementara itu,
demikian, menurutnya, pengaturannya
media yang menggunakan ranah publik
harus sekaligus mencakup frekuensi dan isi
(seperti media penyiaran: televisi dan
berdasarkan prinsip diversity of content
radio) diatur sangat ketat atau highly
dan diversity of ownership untuk sebesar-
regulated (Rahayu dkk, 2015). Siregar
besarnya kepentingan dan kebutuhan
(2014) menyebut badan regulator yang
publik. Seiring dengan keyakinan
mengatur media di ranah publik ini sebagai
mengenai diperlukannya regulator
independent regulatory body, merupakan
penyiaran, pada saat yang sama timbul
25
Jurnal komunikasi, Volume 14, Nomor 1, Oktober 2019, Hal 23-40
kekhawatiran bila lembaga tersebut adalah Llorens dan Costache (2014 dalam Rahayu
pemerintah yang berkuasa. Pada dkk, 2015) menyatakan bahwa lembaga
masyarakat demokratis, timbul keyakinan regulasi independen berperan penting
bahwa pemerintah seharusnya tidaklah untuk mempertahankan atau
mengontrol kehidupan media karena memperjuangkan pluralisme.
adanya kekhawatiran bahwa kewenangan
tersebut akan digunakan sebagai alat
untuk membatasi pers. Padahal, pada Metode
negara demokratis, pers berperan sebagai Penulis menggunakan metode
alat kontrol pemerintah. Itulah sebabnya, studi kasus. Paparan mengenai upaya
di banyak negara demokratis, yang menegakkan otoritas pemerintah sebagai
menjadi regulator utama penyiaran adalah regulator utama penyiaran dari masa UU
lembaga negara independen (Siregar, Penyiaran pertama hingga 2014 akan
2014). Di banyak negara demokratis, lahir banyak merujuk pada disertasi penulis di
kebijakan untuk membentuk apa yang Universitas Indonesia (2015). Adapun data
disebut sebagai lembaga negara yang untuk menggambarkan periode 2014 –
dibentuk berdasarkan undang-undang 2019 diperoleh dari: (1) draf revisi UU
(statutory body) yang berdiri independen, Penyiaran yang dikeluarkan Komisi I dan
dan tidak menjadi bagian dari pemerintah Badan Legislasi (Baleg) dan (2)
(eksekutif) yang sedang berkuasa pemberitaan mengenai revisi UU
(Mutmainnah, 2015; Frost, 2011). Penyiaran.
Misalnya, Federal Communications
Commission/FCC (Amerika), Office of
Communication/Ofcom, Inggris), Hasil dan Pembahasan
Australian Broadcasting Authority
Untuk memudahkan penyajian
(Australia), Hong Kong Broadcasting
hasil penelitian dan pembahasan, paparan
Authority (Hong Kong), Broadcasting
dibagi secara kronologis. Dengan begitu,
Authority of Ireland/BAI (Irlandia), dan
kemauan pemerintah untuk terus berusaha
Council Superieur de l’Audiovisuel/CSA
menjadi regulator penyiaran akan lebih
(Perancis). Sebaliknya pada sejumlah
mudah dianalisis dan dipetakan.
negara dengan tingkat demokrasi lemah,
kehadiran lembaga regulator di luar
pemerintah belum bisa diterima; pada UU Penyiaran Pertama: Pemerintah
negara-negara ini, dunia penyiaran tetap sebagai Pembina dan Pengendali
berada pada kendali pemerintah. Penyiaran
Dalam konteks negara demokratis, UU Penyiaran pertama adalah UU
sejumlah literatur menunjukkan bahwa No. 24/1997, yang lahir akibat dirasakan
badan regulator independen (independent perlunya ada “regulasi payung” yang
regulatory body) merupakan regulator mengatur tentang penyiaran, terutama
yang tepat untuk mengatur penyiaran. akibat pesatnya perkembangan radio dan
Menurut Grossberg dkk (2006 dalam TV (khususnya TV swasta yang lahir pada
Rahayu dkk, 2015), keberadaan badan tahun 1989; lihat Mutmainnah, 2015).
regulator independen tersebut penting Sebelumnya, regulasi mengenai media
untuk mengantisipasi dua hal, yakni penyiaran radio dan TV adalah regulasi
penyalahgunaan kekuasaan oleh negara dari segi perangkat keras, yakni UU No
atau pemerintah dan eksploitasi ekonomi 5/1964 tentang Telekomunikasi yang
oleh para pemilik kapital. Sementara itu kemudian diperbarui dengan UU No
26
Nina Mutmainnah, Upaya Pemerintah Mempertahankan Posisi Sebagai Regulator Utama
Penyiaran di Indonesia
30
Nina Mutmainnah, Upaya Pemerintah Mempertahankan Posisi Sebagai Regulator Utama
Penyiaran di Indonesia
2012, KPI mengeluarkan pendapat hukum posisi dan kewenangan KPI sebagai
(legal opinion) mengenai kebijakan lembaga negara (lihat www.hukumonline.
digitalisasi Kemenkominfo. Penolakan com, 19 Februari 2010).
terhadap Permen digital tidak hanya
Apa yang diniatkan oleh anggota
dilakukan oleh KPI, tetapi juga oleh DPR
DPR sejak awal RUU disusun terwujud.
dan masyarakat sipil. Namun kembali
Pada akhirnya, DPR melahirkan sebuah
pemerintah terus melaju dengan kebijakan
RUU Inisiatif DPR (2012) yang kembali
ini.
menegaskan kewenangan KPI. Dalam RUU
Upaya KPI untuk menolak ini, DPR mendefinisikan KPI sebagai
kebijakan pemerintah juga ditunjukkan “lembaga negara independen yang
pada kasus akuisisi atau merger PT bertugas mengatur penyelenggaraan
Indosiar Karya Media Tbk (Indosiar) yang penyiaran”. RUU menegaskan KPI
dilakukan PT Elang Mahkota Teknologi berfungsi sebagai perwujudan hak publik
Tbk (EMTK), selaku induk usaha PT Surya dalam mengatur penyiaran di Indonesia.
Citra Media Tbk (SCTV) pada 2011.KPI DPR membuat ketentuan tentang KPI
menyatakan bahwa akuisisi ini melanggar dengan semangat demokrasi dengan
UU Penyiaran 2002 dan menyampaikan menjadikannya sebagai independent
legal opinion mengenai kasus ini kepada regulatory body (Siregar, 2014). Seiring
Kemenkominfo dan Badan Pengawasan dengan memuat ketentuan yang
Pasar Modal (www.kpi.go.id, 7 Juni 2011; memperbesar kewenangan KPI, RUU ini
www.beritasatu.com, 27 April 2011). mengurangi kewenangan pemerintah.
Di antara berbagai kebijakan Berlawanan dengan DPR yang
tentang penyiaran yang dibuat kembali ingin menegaskan kewenangan
pemerintah, memang ada regulasi yang KPI, pemerintah dalam tanggapannya
kelahirannya didorong oleh KPI, tetapi terhadap RUU DPR justru meniadakan
jumlahnya sedikit sekali. Salah satunya nama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),
kebijakan tentang kelonggaran bagi dan menggantinya dengan Komisi
pendirian lembaga penyiaran komunitas di Pengawas Isi Siaran (KPIS). KPIS
wilayah perbatasan dan/atau daerah dinyatakan sebagai “lembaga independen
tertinggal, yakni Permenkominfo No. yang bertugas dan berfungsi mengawasi isi
39/2012 tentang Tata Cara Pendirian dan siaran”. Jadi, dengan mengganti nama KPI
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga menjadi KPIS, tampak bahwa pemerintah
Penyiaran Komunitas. mengerdilkan peran dan kewenangan
lembaga negara ini dengan hanya
mengurus isi siaran. Tidak hanya itu,
Revisi UU Penyiaran: Periode 2009 – pemerintah juga menegaskan bahwa
2014 segala hal mengenai KPIS diatur melalui
DPR periode 2009 – 2014 PP dan mengusulkan seleksi anggota KPIS
mengajukan revisi UU Penyiaran, yang dilakukan berdasarkan proses rekrutmen
prosesnya dimulai pada 2010. Dari awal, oleh pemerintah dengan membentuk
tampak bahwa DPR berkeinginan merevisi panitia seleksi yang terdiri dari unsur
UU Penyiaran antara lain karena pemerintah dan masyarakat.
kelemahan yang terkandung dalam UU Usulan pemerintah tentang KPIS
32/2202 yang membuat KPI kurang ini sebenarnya sejalan dengan apa yang
bergigi. Tampaknya, ada keinginan sebelumnya diusulkan oleh sebagian
parlemen untuk kembali menguatkan anggota Tim Pakar Pendamping DPR yang
32
Nina Mutmainnah, Upaya Pemerintah Mempertahankan Posisi Sebagai Regulator Utama
Penyiaran di Indonesia
secara tertutup (www.tempo.co, 5 April Sikap ini juga sejalan dengan kemauan
2018), namun hingga Maret 2019 belum industri penyiaran yang sejak awal
ada pengesahan terhadap RUU Inisiatif menginginkan pemerintah sebagai
DPR. regulator utama, bukan KPI –bahkan
usulan awal mengenai KPI hanya
Berbeda dari digitalisasi,
mengurus isi siaran juga berasal dari
penetapan mengenai regulator penyiaran
asosiasi industri penyiaran.
bukanlah isu yang diperdebatkan dalam
penyusunan RUU Penyiaran pada periode Kesamaan pandangan antara DPR
ini. Berbeda dengan DPR 2014-2019 yang dan pemerintah mengenai kewenangan
dinilai mengusung demokratisasi KPI terlihat dari pernyataan Menkominfo
penyiaran, antara lain karena menetapkan Rudiantara saat menjelaskan penyebab
KPI sebagai regulator utama, DPR periode pemerintah ingin merevisi UU Penyiaran.
ini sejak awal telah menetapkan KPI Menkominfo menegaskan, selain
hanya mengurus isi siaran. Dalam draf persoalan digitalisasi, faktor lain yang
DPR 3 Oktober 2017 (draf Baleg) membuat pemerintah ingin merevisi UU
dinyatakan “KPI adalah lembaga negara Penyiaran adalah “Mereposisi peran dari
yang bersifat independen yang bertugas KPI, hingga betul-betul kembali kepada
mengatur isi siaran”. Ketentuan draf Baleg pengawasan manajemen konten"
ini sesungguhnya tidak pernah berubah (www.beritasatu.com, 2 April 2018).
dari sejak awal draf dibuat oleh Komisi I.
Pada 2017, KPI memberi masukan
Persoalan mengenai kewenangan untuk RUU Penyiaran kepada DPR
KPI adalah salah satu faktor penting dalam (www.kpi.go.id, 14 Juli 2017). Salah satu
merevisi UU. Dalam Naskah Akademis masukan adalah tentang eksistensi KPI,
RUU Penyiaran tertanggal 2 Februari yakni: “Eksistensi Komisi Penyiaran
2016, dinyatakan bahwa urgensi Indonesia sebagai representasi publik
penggantian UU Penyiaran di antaranya: perlu diperkuat dalam undang-undang
”terdapat pasal yang menimbulkan penyiaran yang akan datang. Penguatan itu
multitafsir, antara lain pasal mengenai meliputi perluasan kewenangan di bidang
kewenangan KPI...” isi siaran serta tetap melibatkan KPI di
dalam seluruh proses penataan
Draf DPR 3 Oktober 2017
infrastruktur penyiaran untuk mengontrol
memberikan kewenangan yang sangat
kaidah pokok demokratisasi penyiaran,
besar kepada pemerintah untuk mengatur
yakni keberagaman kepemilikan (diversity
dunia penyiaran. Pemerintah adalah pihak
of ownership)”. Dari masukan ini, tidak
yang memiliki otoritas antara lain dalam
terlihat sama sekali ketegasan KPI untuk
Rencana Induk Penyiaran (Pasal 5 ayat 2),
menyebut lembaganya sebagai regulator
menentukan arah kebijakan Sistem
utama penyiaran dan seharusnya
Penyiaran Nasional (Pasal 11 ayat 1 huruf
mengatur dunia penyiaran lebih dominan
a), menetapkan pemetaan penggunaan
dibandingkan pemerintah.
frekuensi penyiaran (Pasal 11 ayat 1 huruf
b), dan hal-hal terkait izin penyelenggaran Ketidaktegasan atau ketiadaan
penyiaran (Pasal 11 ayat 1 huruf c – f). sikap gigih yang ditunjukkan KPI untuk
menjadikan lembaganya memperoleh
Dengan ketentuan tersebut,
kewenangan yang lebih besar juga tampak
tampak jelas bahwa sejak awal
pada beberapa pemberitaan mengenai
penyusunan RUU sudah ada kesamaan
masukan atau harapan lembaganya
antara DPR dan pemerintah mengenai
terhadap RUU Penyiaran. Ketika terjadi
siapa yang menjadi regulator utama.
34
Nina Mutmainnah, Upaya Pemerintah Mempertahankan Posisi Sebagai Regulator Utama
Penyiaran di Indonesia
36
Nina Mutmainnah, Upaya Pemerintah Mempertahankan Posisi Sebagai Regulator Utama
Penyiaran di Indonesia
Daftar Pustaka
Armando, Ade. (2011). Televisi Jakarta di Frost, Chris. (2011). Journalism Ethics and
Atas Indonesia: Kisah Kegagalan Regulation. Harlow: Pearson
Sistem Televisi Berjaringan di Education Limited.
Indonesia. Yogyakarta: Bentang.
Gazali, Effendi. et.al. eds. (2003).
_________. (2006). “Privatisasi Konstruksi Sosial Industri
Pertelevisian Indonesia: Antara Penyiaran. Jakarta: Departemen
Dinamika Internal dan Ilmu Komunikasi FISIP UI.
Perkembangan Global”. Disertasi
Bidang Ilmu Komunikasi Program Haryanto, Ignatius. (2014). Jurnalisme
Pascasarjana FISIP UI. Era Digital: Tantangan Industri
Media Abad 21. Jakarta: Kompas.
“ATVSI Usulkan Tujuh Isu Krusial Terkait
Revisi UU Penyiaran”, “Kemenko Polhukam Akan Kawal Revisi
www.kompas.com, 5 Mei RUU Penyiaran”, www.tempo.co,
2017; https://nasional.kompas.co 24 Mei 2018,
m/read/2017/05/05/15251371/atv https://bisnis.tempo.co/read/1092
si.usulkan.tujuh.isu.krusial.terkait. 154/kemenko-polhukam-akan-
revisi.uu.penyiaran, diakses 7 April kawal-revisi-ruu-
2019. penyiaran/full&view=ok diakses 7
April 2019.
“Bahas RUU Penyiaran, DPR Rapat
dengan Kominfo Minggu “Komisi I DPR Pastikan Penguatan KPI
Depan”,www.tempo.co, 5 April dalam RUU Penyiaran yang Baru”,
2018,https://bisnis.tempo.co/read www.kpi.go.id, 16 November 2017,
/1076735/bahas-ruu-penyiaran- http://www.kpi.go.id/index.php/i
dpr-rapat-dengan-kominfo- d/umum/38-dalam-negeri/34185-
minggu-depan, diakses 7 April komisi-i-dpr-pastikan-penguatan-
2019. kpi-dalam-ruu-penyiaran-yang-
baru, diakses 7 April 2019.
“Dewan Pers: Kami Tak Dilibatkan dalam
Revisi UU Penyiaran”, 27 “KPI Keluarkan Opini Hukum Terkait
November 2008, https://nasional. Akuisisi Indosiar”
kompas.com/read/2018/11/27/05 www.beritasatu.com, 27 April 2011,
242651/dewan-pers-kami-tak- https://id.beritasatu.com/home/k
dilibatkan-dalam-revisi-uu- pi-keluarkan-opini-hukum-terkait-
penyiaran, diakses 7 April 2019. akuisisi-indosiar/10624, diakses 6
April 2019.
"Draf RUU Penyiaran Dinilai Lebih
Menguntungkan Industri “KPI Minta DPR Segera Selesaikan
Televisi", www.kompas.com, 17 Pembahasan RUU Penyiaran”,
September 2017, https://nasional. www.sindonews.com, 21 Oktober
kompas.com/read/2017/09/17/17 2017, https://nasional.sindonews.
272941/draf-ruu-penyiaran- com/read/1250518/12/kpi-minta-
dinilai-lebih-menguntungkan- dpr-segera-selesaikan-
industri-televisi?page=all, diakses pembahasan-ruu-penyiaran-
7 April 2019. 1508595735, diakses 7 April 2019.
37
Jurnal komunikasi, Volume 14, Nomor 1, Oktober 2019, Hal 23-40
“Revisi UU Penyiaran Dianggap Alami Sudibyo, Agus, ed. (2014). SBY dan
Kemunduran, Ini Alasannya”, Kebebasan Pers: Testimoni
www.kompas.com, 21 April 2016, Komunitas Media. Jakarta:
https://nasional.kompas.com/rea Persatuan Wartawan Indonesia
d/2016/04/21/22461921/Revisi. (PWI).
UU.Penyiaran.Dianggap.Alami.Ke
munduran.Ini.Alasannya, diakses _________. (2009). Kebebasan Semu:
7 April 2019. Penjajahan Baru di Jagat Media.
Jakarta: Kompas.
Rianto, Puji, et.al. (2014). Kepemilikan
dan Intervensi Siaran: _____________. (2004). Ekonomi
Perampasan hak Publik, Politik Media Penyiaran.
Dominasi, dan Bahaya Media di Yogyakarta: LKiS dan ISAI.
Tangan Segelintir Orang.
Yogyakarta: PR2Media dan Triputra, Pinckey. (2005). “Dilema
Yayasan TIFA. Industri Penyiaran di Indonesia:
Studi tentang Neoliberisme di Era
__________. (2012a). Digitalisasi Orde Baru dan Reformasi”.
Televisi di Indonesia: Ekonomi Disertasi Bidang Ilmu Komunikasi
Politik, Peta Persoalan, dan Program Pascasarjana FISIP UI.
Rekomendasi Kebijakan. “Undang-Undang Penyiaran yang
Yogyakarta: PR2Media dan Baru Harus Mengutamakan
Yayasan TIFA. Kepentingan Publik”,
www.kpi.go.id, 14 Juli 2017,
__________. (2012b). Dominasi TV http://www.kpi.go.id/index.php/i
Swasta (Nasional): Tergerusnya d/umum/38-dalam-negeri/34029-
Keberagaman Isi dan undang-undang-penyiaran-yang-
Kepemilikan. Yogyakarta: baru-harus-mengutamakan-
PR2Media dan Yayasan TIFA. kepentingan-publik, diakses 7 April
2019.
“Rudiantara: Digitalisasi Faktor Revisi UU
Penyiaran”, www.beritasatu.com, “Urgensi Revisi UU Penyiaran
2 April 2018, Dipersoalkan”,
https://id.beritasatu.com/home/r www.hukumonline.com, 19
udiantara-digitalisasi-faktor- Pebruari 2010, https://www.
revisi-uu-penyiaran/173924, hukumonline.com/berita/baca/lt4
diakses 9 April 2019. b7e550d5701e/revisi-uu-
penyiaran, diakses 6 April 2019.
Siregar, Amir Effendi. (2014). Mengawal
Demokratisasi Media: Menolak Zelezny, John D. (2011). Communications
Konsentrasi, Membangun Law: Liberties, Restraints, and the
Keberagaman. Jakarta: Kompas. Modern Media. Boston:
Wadsworth.
"Sembilan Poin Keberatan KNRP pada
Draf Revisi UU Penyiaran", 29 -------------“MK Pangkas Kewenangan
Desember 2016, https://tirto.id/ Regulasi Komisi Penyiaran
sembilan-poin-keberatan-knrp- Indonesia”,
pada-draf-revisi-uu-penyiaran- www.hukumonline.com, 28 Juli
ccMX, diakses 6 April 2019. 2004,
https://www.hukumonline.com/be
rita/baca/hol10830/mk-pangkas-
kewenangan-regulasi-komisi-
penyiaran-indonesia/.
39
Jurnal komunikasi, Volume 14, Nomor 1, Oktober 2019, Hal 23-40
40