You are on page 1of 30

Landasan Pendidikan Kewargaanegaraan di Indonesia dan perspektif : FILOSOFIS,

SOSIOLOGIS. HISTORIS , YURIDIS

A. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan


Secara etimologis pengertian Pendidikan Kewarganegaraan secara kata per kata
adalah dibentuk oleh dua kata, ialah kata “pendidikan” dan kata “kewarganegaraan”.
Mari kita perhatikan definisi pendidikan berikut ini. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003
Tentang Pendidikan Nasional Pasal 1).
Secara konseptual, istilah kewarganegaraan tidak bisa dilepaskan dengan istilah
warga negara. Selanjutnya ia juga berkaitan dengan istilah pendidikan kewarganegaraan.
Dalam literatur Inggris ketiganya dinyatakan dengan istilah citizen, citizenship dan
citizenship education. Selanjutnya secara yuridis, istilah kewarganegaraan dan
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dapat ditelusuri dalam peraturan perundangan
berikut ini. Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga
negara. (UndangUndang RI No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI Pasal 1
Ayat 2) Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. (Undang-Undang RI
No 20 Tahun 2003, Penjelasan Pasal 37).
Pendidikan kewarganegaraan sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menekankan pada pembentukan warga negara agar memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air (nasionalisme). Nasionalisme menjadi hal penting karena nasionalisme
merupakan penyangga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia juga yakin bahwa Pendidikan Kewarganegaraan ini sebagai pendidikan
pengembangan kepribadian yang wajib diberikan pada setiap jenjang pendidikan di
Indonesia. Sebagaimana setiap negara-negara di dunia menempatkan pendidikan
kewarganegaraan pada filsafat bangsanya masing-masing. Begitupun Indonesia yang
telah merumuskan pendidikan kewarganegaraannya yang berbasis pada filsafat bangsa
Indonesia yaitu Pancasila.
Dasar Pendidikan Kewarganegaraan merupakan hal yang fundamental dalam
membentuk karakter dan kepribadian bangsa. Pembentukan karakter dan kepribadian ini
harus sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila
sehingga dapat dikatakan bahwa landasan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah
Pancasila yang sekaligus merupakan landasan filosofis. Lebih lanjut, landasan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diganti menjadi landasan filosofis, sosioplogis,
historis dan landasan yuridis.
B. Landasan Pendidikan kwarganegaraan perspektif filosofis, sosioplogis, historis dan
landasan yuridis
1. Landasan pendikan kewarganegaraan perspektif filosofis
Landasan filosofis secara pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai
budaya yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus ditanamkan pada
peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua level dan
tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran
dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan. Rancangan penanaman nilai
budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai
penguasaan kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif. Lebih jauh lagi pencapaian
nilai budaya sebagai landasan filosopis bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat
kecerdasan dalam pemberdayaan yang seoptimal mungkin.
Salah satu tujuan nasional ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Cerdas dalam
arti luas, bukan hanyaintelektual, tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual yang
diterapkan dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bemegara yang didasari oleh
Pancasila. Sebagai ideologi nasional,Pancasila merupakan kekuatan pemersatu dalam
pembangunan karakter bangsa yang salah satunyaialah semangat kebangsaan atau
semangat persatuan yang multikultur dalam Bhineka Tunggal Ika.Membangun semangat
kebangsaan dalam mengisi kemerdekaan dalam segala aspek tidak mudah, ismemerlukan
penyadaran sikap hidup warga negara yang menghargai nilai-nilai demokrasi,
kemanusiaan,keadilan sosial, cinta tanah air, memiliki kesadaran hukum, dan kemampuan
bela negara. Nilai-nilaitersebut harus disemai, ditanam, dipupuk, dan dibesarkan secara
terencana, teratur, dan terarah padaseluruh lapisan masyarakat agar tumbuh warga
negarza yang cerdas menghadapi zamannya
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesian. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan
pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila yang secara filosofis merupakan
filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara.
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif
bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang Maha Esa. Atas dasar pengertian filosofis
tersebut maka dalam hidup bernegara nilai-nilai pancasila merupakan dasar filsafat
negara. Konsekuensinya dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber
pada nilai-nilai Pancasila termasuk system peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Jadi secafa filosofis, Pendidikan kewarganegaraan diperlukan untuk membangun
semangat kebangsaan dalam mengisi kemerdekaan di segala aspek, karena hal tersebut
bukan hal yang mudah dan instan dan pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka
Pancasila harus menjadi sumber bagi setiap tindakan para penyelenggara negara dan
menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Secara filosofis Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki peran yang sangat
penting dalam membentuk karakter dan sikap kewarganegaraan setiap individu. PKn
merupakan bagian integral dari sistem pendidikan yang bertujuan untuk membekali
peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara., akan dibahas beberapa aspek keperluan pendidikan
kewarganegaraan dan relevansinya dalam menghadapi dinamika masyarakat modern.
II. Pembentukan Identitas dan Kepribadian Bangsa

Pendidikan Kewarganegaraan membantu dalam membentuk identitas dan


kepribadian bangsa. Dengan memahami sejarah, nilai-nilai, dan budaya bangsanya,
individu dapat mengembangkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap tanah airnya.
Pendidikan Kewarganegaraan juga mengajarkan tentang pluralitas masyarakat,
menghormati perbedaan, dan memupuk semangat persatuan.
III. Pemahaman Sistem Pemerintahan dan Hukum

Salah satu keperluan utama PKn adalah memberikan pemahaman tentang sistem
pemerintahan dan hukum. Melalui pembelajaran ini, peserta didik dapat memahami
bagaimana negara diorganisir, proses pembuatan kebijakan, dan peran masing-masing
lembaga. Pemahaman hukum juga penting untuk membentuk perilaku yang taat hukum
dan menjunjung tinggi prinsip keadilan.
IV. Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis dan Analitis

Pendidikan Kewarganegaraan membantu mengembangkan keterampilan berpikir


kritis dan analitis peserta didik. Melalui diskusi, analisis isu-isu kontemporer, dan
pembahasan masalah-masalah sosial, individu belajar untuk menilai informasi dengan
kritis, memahami berbagai perspektif, dan mengambil keputusan yang rasional.
Keterampilan ini sangat penting dalam menghadapi kompleksitas masyarakat modern
yang penuh dengan tantangan global.
V. Partisipasi Aktif dalam Kehidupan Demokratis

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan untuk mendorong partisipasi aktif


peserta didik dalam kehidupan demokratis. Dengan memahami hak dan kewajiban
sebagai warga negara, individu dapat ikut serta dalam proses demokrasi, seperti
pemilihan umum, serta berkontribusi dalam pembentukan opini publik. Partisipasi ini
menjadi pondasi kuat bagi keberlanjutan sistem demokrasi.
VI. Pemberdayaan Sosial dan Kebijakan Publik

Pendidikan Kewarganegaraan juga mencakup pemahaman tentang isu-isu sosial


dan kebijakan publik. Peserta didik diajak untuk menjadi agen perubahan positif dalam
masyarakat dengan mengidentifikasi masalah-masalah sosial dan berkontribusi dalam
upaya penyelesaiannya. Pemberdayaan sosial ini penting agar masyarakat dapat
berkembang secara berkelanjutan dan inklusif.
Dalam menghadapi dinamika masyarakat modern yang kompleks, keperluan
pendidikan kewarganegaraan menjadi semakin mendesak. Pendidikan ini bukan hanya
tentang pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter, keterampilan, dan sikap
kewarganegaraan yang mendasar. Dengan memahami peran dan keperluan pendidikan
kewarganegaraan, kita dapat membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan
global dan berkontribusi positif dalam membangun masyarakat yang adil, demokratis,
dan berkeadilan..
2. Landasan pendikan kewarganegaraan perspektif sosiologis
Setiap negara dan bangsa mempunyai perjalanan hidup yang membentuk
eksistensi negara dan warganya. Tak terkecuali Indonesia, menapaki kehidupan
berbangsa dan bernegara yang berliku, penuh dengan suka dan duka. Pada setiap tahapan
kehidupan selalu diperlukan kesetiaan dan warga negara.Bangsa Indonesia telah
mengalami berbagai tantangan untuk menjadi sebuah negara yang diakui olehdunia.
Kolonialisme yang menyebabkan bangsa Indonesia, yang mendiami wilayah nusantara
menjadi bodoh, hina, dan miskin. Di balik itu, penjajahan juga telah menjadi pelajaran
bagi bangsa Indonesiatentang demokrasi, ilmu dan teknologi, serta ekonomi.
Eksistensi Pendidikan kewarganegaraan dilihat dari aspek sosiologis adalah
perwujudan dan kristalisasi dari keyakinan serta perilaku kehidupan masyarakat sejak
dulu, kini dan yang akan datang. Pancasila lahir dari perilaku kehidupan masyarakat yang
tercermin dari sikap dan perilakunya sehari – hari seperti seperti dalam kehidupan
rohaniah (keyakinan) terhadap sesuatu yang gaib (Ketuhanan Yang Maha Esa –
Theologis). Hidup rukun, antar sesama warga bangsa, memelihara dan mengutamakan
kebersamaan / persatuan, budaya musrawarah untuk mencapai mufakat dalam
menghadapi setiap persoalan dan saling melindungi dan mensejahterakan diantara sesama
warga bangsa. Dengan demikian, secara sosiologis, didalam pendidikan kewarganegaraan
terutama pada Pancasila sudah Tertanam dalam jiwa dan raganya kehidupan warga
bangsa
Sebagai landasan sosiologis diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan
dilatarbelakangi oleh karena memperhatikan cara hidup sehari-hari orang Indonesia saat
ini yang sudah mulai pudar identitas aslinya. Bangsa Indoensia dulu dikenal sebagai
bangsa yang religious, toleransi, ramah, gotong royong, nasionalisme dan memiliki
solideritas social, saat ini lebih dekat kepada bentuk-bentuk kekerasan dan
individualistik. Di kalangan anak muda sekarang sudah jauh dari sikap religious,
toleransi, ramah, gotong royong dan nasionalisme, mereka ada kecendrungan lebih dekat
dengan pergaulan bebas, hura-hura, kekerasaan atau penggunaan narkoba. Kebebasan dan
keterbukaan yang ada sekarang membuat mereka lupa akan tanggung jawab mereka
sebagai anak bangsa.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memberikan
pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai warga negara. Secara
sosiologis, PKn memiliki peran penting dalam membentuk dan memahamkan individu
terhadap dinamika masyarakat. , akan dibahas secara mendalam tentang guna pendidikan
kewarganegaraan dalam konteks sosiologis.

II. Pendidikan Kewarganegaraan dan Integrasi Sosial

Pendidikan Kewarganegaraan berperan dalam memfasilitasi integrasi sosial.


Melalui pemahaman nilai-nilai kebangsaan dan budaya, individu dapat merasa terhubung
dengan masyarakatnya. PKn membantu membentuk identitas sosial dan solidaritas di
antara anggota masyarakat, meminimalkan konflik, dan memupuk semangat
kebersamaan.

III. Struktur Sosial dan Kesenjangan

Pendidikan Kewarganegaraan juga mencerminkan struktur sosial dan kesenjangan


dalam masyarakat. Melalui pemahaman akan sejarah, kebijakan, dan nilai-nilai, individu
dapat mengidentifikasi ketidaksetaraan yang ada dalam struktur sosial. PKn berperan
sebagai alat untuk menganalisis dan merumuskan solusi terhadap masalah-masalah sosial
dan kesenjangan yang ada.
IV. Kewarganegaraan dan Pemahaman terhadap Pluralitas

Sosiologis, pendidikan kewarganegaraan menjadi penting dalam membentuk


pemahaman terhadap pluralitas dalam masyarakat. Dengan memahami keberagaman
suku, agama, budaya, dan latar belakang lainnya, individu dapat menghormati dan
menghargai perbedaan. PKn membuka ruang dialog yang konstruktif, menciptakan
masyarakat yang inklusif, dan mendorong toleransi.

V. Partisipasi Sosial dan Politik

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran strategis dalam meningkatkan


partisipasi sosial dan politik. Sosiologis, partisipasi ini menciptakan jaringan sosial yang
kuat, memperkuat hubungan antarindividu dan kelompok. PKn memberikan pemahaman
tentang proses demokrasi, hak-hak politik, dan tanggung jawab sebagai warga negara
aktif.

VI. Peran Sosial dan Kewarganegaraan Aktif

Melalui pemahaman terhadap peran sosial dan kewarganegaraan, pendidikan


kewarganegaraan membantu membentuk individu yang bertanggung jawab dalam
masyarakat. Sosiologis, ini menciptakan warga negara yang memiliki peran aktif dalam
pembangunan sosial, berkontribusi dalam kebijakan publik, dan berpartisipasi dalam
inisiatif kesejahteraan masyarakat.
Secara sosiologis, Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya sekadar pemberian
informasi, tetapi lebih pada pembentukan individu sebagai bagian integral dari
masyarakat. Melalui pemahaman yang mendalam tentang dinamika sosial, PKn
membentuk warga negara yang tidak hanya tahu hak dan kewajiban, tetapi juga memiliki
kesadaran sosial dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam membangun masyarakat
yang adil dan berkeadilan. Dengan demikian, pendidikan kewarganegaraan menjadi salah
satu pilar dalam pembentukan sosial masyarakat yang harmonis dan inklusif.
pendidikan kewarganegaraan berguna bagi generasi bangsa karena Indonesia
dengan segala keanekaragaman harus diarahkan dan dibina dalam meningkatkan
kesadaran bersama untuk mewujudkan integrasi bangsa.
3. Landasan pendikan kewarganegaraan perspektif historis
Melihat penglaman bangsa Indonesia dalam mempetahankan keutuhan dan
kemerdekaan NKRI maka perlu adanya pendidikan Kewarganegaraan, moralitas bangsa
dalam kehidupan demokrasi yang seimbangdalam tanggung jawabnya dalam pembelaan
Negara demi terjaga dan terwujudnya intregasi bangsa
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata kuliah wajib umum dapat
ditelusuri dari berbagai upaya bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan serta
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain:
a. Perjuangan para pahlawan dari berbagai pelosok tanah air untuk melawan penjajahan,
Pangeran Diponegoro, Untung Surapati, Imam Bonjol, Hasanuddin, Cut Nyak Dien.
b. Pergerakan dengan mendirikan berbagai organisasi pemuda, seperti Boedi Oetomo,
Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Taman Siswa sebagai wujud Kebangkitan Nasional
yang bergerak dalam bidang pendidikan, keagamaan, sosial kemasyarakatan sebagai
perwujudan Kebangkitan Nasional.
c. Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 sebagai perwujudan tekad dan semangat para
pemuda untuk bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, dan
berbahasa persatuan bahasa Indonesia.
d. Pada masa penjajahan Jepang, para pemuda mempersiapkan untuk mendirikan negara
Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur
e. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
f. Perjuangan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan untuk menghadapi Belanda
yang ingin menjajah dan menguasai kembali Indonesia.
g. Perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi pengkhianatan, pemberontakan,
penyelewengan, dan separatis.
Jadi secara historis, PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi
pergerakan yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaaan dan cita-cita Indonesia
merdeka. Secara sosiologis, PKn Indonesia dilakukan pada tataran sosial kultural oleh
para pemimpin di masyarakat yang mengajak untuk mencintai tanah air dan bangsa
Indonesia. Secara politis, PKn Indonesia lahir karena tuntutan konstitusi atau UUD 1945
dan sejumlah kebijakan Pemerintah yang berkuasa sesuai dengan masanya.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan instrumen penting dalam
membentuk kesadaran sejarah dan identitas kewarganegaraan suatu bangsa. Secara
historis, PKn memiliki peran yang signifikan dalam menggali dan memahami perjalanan
sejarah sebuah negara serta mengaitkannya dengan perkembangan masyarakat. , akan
dibahas secara mendalam tentang guna pendidikan kewarganegaraan dalam konteks
historis.

II. Membangun Kesadaran Sejarah

Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai sarana utama untuk membangun


kesadaran sejarah pada generasi muda. Melalui pembelajaran sejarah, peserta didik dapat
memahami akar dan perkembangan negara mereka. PKn membantu menjembatani
hubungan antara masa lalu, kini, dan masa depan, menciptakan warga negara yang
menghargai nilai-nilai sejarah dan mengenali peran mereka dalam melanjutkan perjalanan
bangsa.

III. Mempelajari Peristiwa Penting dalam Pembentukan Bangsa

PKn memainkan peran kunci dalam membimbing peserta didik memahami


peristiwa-peristiwa penting yang membentuk identitas nasional. Dengan menggali lebih
dalam tentang perjuangan kemerdekaan, perubahan sosial, dan revolusi, individu dapat
mengapresiasi peran masing-masing warga negara dalam proses pembentukan bangsa.
IV. Menyampaikan Nilai-Nilai Kewarganegaraan Melalui Narasi Sejarah

Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya berfokus pada fakta sejarah semata,


tetapi juga menyampaikan nilai-nilai kewarganegaraan melalui narasi sejarah. PKn
memberikan contoh-contoh konkrit tentang kepemimpinan, keberanian, persatuan, dan
pengabdian kepada negara, yang dapat dijadikan inspirasi oleh generasi mendatang.

V. Mengatasi Konflik Sejarah dan Meningkatkan Rekonsiliasi

Dalam situasi di mana terdapat konflik sejarah atau perbedaan interpretasi


terhadap peristiwa tertentu, PKn memiliki peran dalam membantu masyarakat mengatasi
ketegangan dan meningkatkan rekonsiliasi. Pendidikan ini membantu menyatukan
berbagai narasi sejarah, menciptakan pemahaman bersama, dan membangun fondasi
persatuan nasional.

VI. Menanamkan Rasa Bangga dan Identitas Nasional

Melalui pendidikan kewarganegaraan, individu diajak untuk meresapi kekayaan


sejarah bangsanya. Proses ini mendorong timbulnya rasa bangga dan identitas nasional
yang kuat. PKn menjadi tonggak dalam membentuk sikap patriotisme dan penghargaan
terhadap warisan budaya dan sejarah.
Dalam perspektif historis, Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya tentang
mengenang fakta sejarah, melainkan juga tentang membentuk kesadaran kolektif dan
identitas kewarganegaraan. Dengan menyatukan nilai-nilai sejarah dan pembelajaran
kewarganegaraan, PKn membantu mengarahkan generasi muda menuju pengembangan
yang berkelanjutan dan berkualitas. Dengan pemahaman mendalam tentang sejarah,
individu dapat lebih baik mengenali tanggung jawab mereka sebagai warga negara yang
berperan aktif dalam mewujudkan masa depan bangsa yang lebih baik.
4. Landasan pendidikan kewarganegaraan perspektif yuridis
Pendidikan kewarganegaraan secara yuridis, yaitu pancasila merupakan sejatinya
hukum tertinggi di Indonesia yang memiliki nilai dasar, nilai praksis dan nilai
instrumental. Nilai dasar adalah nilai dalam sila –sila Pancasila. Nilai praksis adalah nilai
yang terkandungdalam perilaku wargabangsa dalam mencapai cita – cita dan tujuan
nasional. Nilai instrumental adalah nilai yang terkandung dalam Pasal –pasal UUD NRI
Tahun1945.
Landasan yuridis Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu
pelaksanaannya berdasarkan undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya
pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945, meliputi:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat 3, Pasal 30
ayat 1, dan Pasal 31 ayat 1, 3, dan 5. Pasal 27 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30
ayat 1 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam Undang-Undang. Pasal 31 ayat 5
menyebutkan bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.
b. Keputusan Mendikbud dan Menhankam No: 061U/1985 dan KEP/002/II/1985
tanggal 1 Februari yang berisi tentang mata kuliah Kewiraan (Kewarganegaraan)
sebagai salah satu Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) pada semua Perguruan Tinggi
di Indonesia.
c. c. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang disempurnakan dengan Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa
Pendidikan Bela Negara dan Pendidikan Kewiraan termasuk dalam Pendidikan
Kewarganegaraan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
menyebutkan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah
Pendidikan Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
d. Keputusan Dirjen Dikti No: 267/DIKTI/Kep/2000 tentang Penyempurnaan GBPP
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan, Keputusan
Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Keputusan Dirjen Dikti No.
43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
e. Menurut Keputusan Dirjen Dikti No: 43/DIKTI/kep/2006 visi Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam
pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa
memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada
suatu realitas yang dihadapi bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang
harus memiliki visi intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan, cinta tanah air
dan bangsanya. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah untuk
membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Jadi Secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena setiap generasi
adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan
agar mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang
baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional
untuk senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan
pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) secara yuridis memiliki tujuan utama untuk
memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait dengan aspek hukum dalam
konteks kewarganegaraan. , akan dibahas bagaimana PKn, dari perspektif yuridis,
memberikan kontribusi dalam membentuk pemahaman hukum warga negara.

II. Pemahaman Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran krusial dalam membentuk


pemahaman hak dan kewajiban warga negara dari segi hukum. Melalui PKn, individu
belajar tentang hak-hak konstitusional yang dimilikinya, seperti hak sipil, politik, dan
sosial. Selain itu, mereka juga diberikan pemahaman mengenai kewajiban sebagai
warga negara, termasuk kewajiban perpajakan, melaksanakan kewajiban militer, dan
patuh terhadap hukum yang berlaku.

III. Pendidikan Hukum dan Peraturan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan menjadi platform efektif untuk memberikan


pengetahuan hukum dasar kepada peserta didik. Ini mencakup pemahaman terhadap
undang-undang dasar, peraturan pemerintah, dan perundang-undangan lainnya yang
berkaitan dengan kewarganegaraan. PKn membantu membentuk kesadaran hukum
yang esensial bagi setiap warga negara.

IV. Mengenal Sistem Hukum dan Keadilan

PKn juga memberikan pemahaman tentang sistem hukum dan prinsip-prinsip


keadilan. Peserta didik diajak untuk memahami bagaimana hukum diterapkan, hakim
menjalankan tugasnya, dan prinsip-prinsip keadilan yang harus dijunjung tinggi. Hal
ini memberikan landasan bagi partisipasi yang sadar dalam sistem hukum dan proses
keadilan.
V. Mendorong Kepatuhan terhadap Hukum

Pendidikan Kewarganegaraan memainkan peran penting dalam membentuk sikap


patuh terhadap hukum. Dengan menyampaikan pengetahuan tentang konsekuensi
hukum dari tindakan pelanggaran, PKn membantu menciptakan masyarakat yang
sadar hukum. Hal ini dapat mengurangi pelanggaran hukum dan mendukung
penegakan hukum yang efektif.

VI. Memahami Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Berekspresi

Pendidikan Kewarganegaraan juga memberikan penekanan pada pemahaman hak


asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Ini mencakup hak-hak dasar yang
dilindungi oleh konstitusi, seperti kebebasan berpendapat, berserikat, dan beragama.
PKn membentuk sikap menghormati hak asasi manusia dan mengajarkan cara
melibatkan diri dalam perjuangan untuk melindungi hak-hak tersebut.
Dari perspektif yuridis, Pendidikan Kewarganegaraan berperan sebagai instrumen
penting dalam memberikan landasan hukum bagi warga negara. Dengan
menyampaikan pemahaman yang komprehensif tentang hak, kewajiban, dan aspek-
aspek hukum kewarganegaraan, PKn membentuk individu yang memiliki kesadaran
hukum yang kuat. Dengan demikian, PKn tidak hanya menjadi sarana pendidikan
kewarganegaraan tetapi juga menjadi fondasi penting bagi pemahaman hukum warga
negara dalam sebuah negara hukum.
C. Objek pembahasan pendidikan kewarganegaraan
Syarat ilmiah sebuah ilmu harus memiliki empat hal, yaitu memiliki objek,
metode, sistem, dan bersifat universal. Penciptaan ilmu diawali dengan penelitian, di
dalam penelitian itu manusia mengkaji dan membahas tentang fenomena atau gejala
empiris yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia. Objek ini kemudian diolah
melalui suatu metode yang bersifat rasional kemudian disusun secara sistematis yang
terdiri atas berbagai macam bagian yang memiliki kedudukan sendiri, namun
berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu sistem. Kebenaran yang dihasilkan
adalah kebenaran yang bersifat universal yang artinya dapat diterima oleh masyarakat di
mana saja dan kapan saja.
Dalam hubungannya dengan Pendidikan Kewarganegaraan maka yang dijadikan objek
baik objek material maupun formal sebagai berikut. Objek material adalah bidang sasaran
atau bahan yang dikaji, sedangkan objek formal adalah sudut pandang yang digunakan
untuk membahas objek material tersebut.
Adapun objek material Pendidikan Kewarganegaraan adalah eksistensi warga
negara dan dinamikanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Indonesia. Objek Material ini menjadi bagian penting dan terintegrasi dengan nilai-nilai
Pancasila.
Objek formal Pendidikan Kewarganegaraan berhubungan dengan dimensi sistem
ketatanegaraan yang menekankan pada hubungan antara warga negara dan negara.
Hubungan fungsional tersebut dapat menimbulkan hak dan kewajiban baik hak dan
kewajiban negara maupun hak dan kewajiban warga negara. Objek formal ini tampak dari
materi kajian mengenai hak dan kewajiban negara dan warga negara, Wawasan
Nusantara, Ketahanan Nasional, Identitas Nasional, Integrasi Nasional, dan Demokrasi.
D. kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan bahwa "pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali
peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan denga hubungan
antara warga negara dan negara serta pendidikan pendahulauan bela negara agar menjadi
warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara kesatuan Republik
Indonesia."
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang
cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) memiliki peran sentral dalam membentuk warga negara yang kompeten dan
berdaya saing. Melalui pembelajaran PKn, diharapkan peserta didik dapat
mengembangkan sejumlah kompetensi yang esensial untuk berpartisipasi aktif dalam
kehidupan kewarganegaraan. , kita akan membahas beberapa kompetensi yang
diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan.
II. Pemahaman Konsep Kewarganegaraan

Kompetensi yang pertama adalah pemahaman konsep kewarganegaraan. Peserta


didik diharapkan dapat memahami makna, hak, dan kewajiban sebagai warga negara. Ini
mencakup pemahaman terhadap nilai-nilai, norma, dan etika yang mendasari
kewarganegaraan, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab.

III. Keterampilan Berpikir Kritis dan Analitis

Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat mengembangkan keterampilan


berpikir kritis dan analitis peserta didik. Dengan cara ini, mereka dapat menilai informasi
secara obyektif, menganalisis isu-isu kompleks, dan membuat keputusan yang rasional.
Keterampilan ini sangat penting dalam menghadapi tantangan kompleks dan dinamika
masyarakat modern.

IV. Partisipasi Aktif dalam Proses Demokratis

Kompetensi lainnya adalah kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam proses


demokratis. Peserta didik diharapkan dapat memahami dan melibatkan diri dalam
mekanisme demokrasi, seperti pemilihan umum, keterlibatan dalam organisasi sosial, dan
memberikan kontribusi pada pengambilan keputusan di tingkat lokal atau nasional.

V. Pemahaman Sistem Pemerintahan dan Hukum

Pendidikan Kewarganegaraan juga diharapkan dapat memberikan pemahaman


yang baik tentang sistem pemerintahan dan hukum. Peserta didik perlu memahami
struktur pemerintahan, fungsi lembaga-lembaga, serta prinsip-prinsip hukum yang
mendasari keadilan dan kepastian hukum.
VI. Kemampuan Berkomunikasi dan Negosiasi

Kompetensi sosial, seperti kemampuan berkomunikasi dan negosiasi, juga


menjadi fokus dalam PKn. Peserta didik diharapkan dapat menyampaikan pendapat
dengan jelas, mendengarkan dengan baik, dan bekerja sama dalam mencapai solusi
terbaik untuk masalah-masalah sosial.

VII. Sikap Kritis terhadap Berbagai Perspektif

Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu membentuk sikap kritis


terhadap berbagai perspektif dan keberagaman dalam masyarakat. Ini menciptakan warga
negara yang mampu menghormati perbedaan, menghindari diskriminasi, dan membangun
masyarakat yang inklusif.

VIII. Tanggung Jawab terhadap Pembangunan Berkelanjutan

Dalam konteks global, peserta didik diharapkan memiliki kompetensi untuk


memahami tantangan pembangunan berkelanjutan. PKn dapat membantu mereka
mengembangkan kesadaran tentang isu-isu lingkungan, sosial, dan ekonomi yang
berkaitan dengan kewarganegaraan global.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam membentuk warga
negara yang kompeten dan berdaya saing di era modern. Melalui pengembangan
kompetensi-kompetensi tersebut, PKn memberikan pondasi yang kuat bagi peserta didik
untuk menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat. Dengan demikian, PKn bukan
hanya tentang pemahaman konsep kewarganegaraan, tetapi juga tentang membekali
peserta didik dengan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk sukses dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan aspek sentral dalam
kehidupan manusia yang memberikan landasan spiritual, moral, dan etis. Keimanan adalah
keyakinan yang mendalam terhadap keberadaan Tuhan, sementara ketakwaan mencakup
usaha untuk selalu berada dalam ketaatan kepada-Nya. Keduanya memiliki peran penting
dalam membentuk karakter dan perilaku manusia.
1. Keimanan sebagai Pilar Kekuatan:
a. Keimanan membawa manusia pada kesadaran akan makna hidup yang lebih besar
dan memberikan ketenangan dalam menghadapi tantangan hidup.
b. Iman menjadi pendorong untuk menjalani hidup dengan tujuan yang lebih tinggi,
membimbing tindakan, dan memberikan harapan di tengah kesulitan.
2. Ketakwaan sebagai Wujud Kepatuhan:
a. Ketakwaan mencerminkan ketaatan dan kesadaran bahwa segala tindakan akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
b. Bertakwa menjadikan seseorang lebih bijak dalam mengambil keputusan, karena
tindakan diatur oleh nilai-nilai moral dan etika yang bersumber dari ajaran agama.

3. Etika dan Moral yang Mencerahkan:

a. Keimanan dan ketakwaan memotivasi individu untuk berlaku jujur, adil, dan kasih
sayang terhadap sesama, sejalan dengan ajaran nilai-nilai agama.
b. Pemahaman bahwa Tuhan Maha Esa sebagai pengawas dan saksi setiap tindakan
menjadikan seseorang lebih bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
4. Harmoni dan Persaudaraan:
a. Keimanan membuka pintu untuk merasakan persaudaraan universal dengan sesama
manusia, karena di hadapan Tuhan, semua adalah makhluk-Nya.
b. Ketakwaan menciptakan ikatan sosial yang kuat, membawa individu untuk peduli dan
membantu sesama dalam menjalani kehidupan.
5. Resiliensi dan Penyejuk Jiwa:
a. Keimanan memberikan kekuatan spiritual yang membangun ketahanan mental dalam
menghadapi cobaan hidup.
b. Ketakwaan menjadi sumber kedamaian batin dan kebahagiaan yang tidak tergantung
pada materi, melainkan pada hubungan yang erat dengan Tuhan.
c. Dengan beriman dan bertakwa, manusia dapat menjalani kehidupan dengan penuh
makna, moralitas, dan kebijaksanaan. Keimanan dan ketakwaan bukan hanya sebatas
praktik keagamaan, tetapi merupakan pondasi yang mendalam untuk membentuk
karakter yang positif dan kontributif dalam masyarakat.

2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara.


Pembangunan karakter yang kuat dan harmonis dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara memerlukan nilai-nilai seperti berbudi pekerti luhur dan disiplin. Kedua nilai ini
tidak hanya menjadi pondasi individu, tetapi juga menentukan kualitas hubungan sosial,
integrasi bangsa, dan kesejahteraan negara.
1. Berbudi Pekerti Luhur sebagai Landasan Moral:
a. Berbudi pekerti luhur mencakup nilai-nilai moral, seperti kejujuran, kesopanan,
dan tanggung jawab, yang membentuk dasar moralitas individu.
b. Keberadaan budi pekerti yang luhur memberikan daya tarik positif, membangun
kepercayaan, dan menciptakan lingkungan sosial yang harmonis.

2. Disiplin sebagai Pondasi Tanggung Jawab Sosial:

a. Disiplin dalam bermasyarakat menunjukkan ketaatan terhadap norma dan aturan


yang berlaku, menciptakan ketertiban yang esensial untuk kemajuan sosial.
b. Kesadaran akan disiplin membantu mengurangi konflik, meningkatkan efisiensi,
dan memberikan rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Peran Berbudi Pekerti dalam Hubungan Antarwarga:
a. Budi pekerti yang luhur menciptakan hubungan interpersonal yang positif,
menghargai keberagaman, dan membangun solidaritas di dalam masyarakat.
b. Kesadaran akan kebaikan dan sikap empati yang berasal dari budi pekerti
memberikan dasar untuk berkontribusi secara positif dalam lingkungan sekitar.
4. Disiplin sebagai Kunci Kemajuan Bangsa:
a. Disiplin dalam berbangsa menentukan efektivitas dalam pelaksanaan kebijakan
dan program pembangunan.
b. Kesadaran akan tanggung jawab bersama menciptakan sinergi dalam mencapai
tujuan bersama, mendukung perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya bangsa.

5. Berbudi Pekerti Luhur dan Kesatuan Negara:

a. Budi pekerti yang luhur memupuk semangat persatuan, menghormati perbedaan,


dan memperkuat identitas nasional.
b. Kesadaran akan nilai-nilai luhur menjadi kekuatan yang mengintegrasikan
masyarakat dalam kerangka negara, meminimalkan potensi konflik internal.
6. Disiplin sebagai Pondasi Kedaulatan dan Kesejahteraan Negara:
a. Disiplin dalam bernegara menciptakan tata kelola yang baik, mengurangi korupsi,
dan menjamin penggunaan sumber daya secara efisien.
b. Kesadaran akan tanggung jawab terhadap negara membangun kekuatan yang
bersumber dari rasa cinta dan kesetiaan terhadap tanah air.

Dengan berbudi pekerti luhur dan disiplin yang mantap, masyarakat dapat
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
berkelanjutan. Pembentukan karakter yang positif ini menjadi kunci keberhasilan
bangsa dalam menghadapi tantangan zaman, memperkokoh persatuan, dan
membangun negara yang adil dan sejahtera.

3. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Warga negara yang rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban memainkan peran
utama dalam membentuk masyarakat yang berbudaya demokratis dan berkeadilan. Kualitas ini
mencerminkan kedewasaan pemikiran, adaptabilitas terhadap perubahan, serta kesadaran akan
tanggung jawab sebagai bagian integral dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Rasionalitas sebagai Landasan Pemikiran Kritis:

a. Warga negara yang rasional mampu menganalisis informasi secara objektif, memahami
berbagai perspektif, dan membuat keputusan berdasarkan pertimbangan yang logis.
b. Rasionalitas menjadi kunci untuk mengatasi disinformasi, membentuk opini yang
matang, dan memperkuat dasar pemikiran dalam masyarakat.

2. Dinamisme sebagai Respons Terhadap Perubahan:

a. Warga negara yang dinamis mampu beradaptasi dengan perubahan sosial, ekonomi, dan
teknologi, menciptakan masyarakat yang inovatif dan siap menghadapi tantangan masa
depan.
b. Kemampuan berpikir dan bertindak yang dinamis diperlukan untuk memajukan
masyarakat dan menjawab kebutuhan zaman yang terus berkembang.

3. Kesadaran Hak dan Kewajiban sebagai Fondasi Kehidupan Berdemokrasi:

a. Kesadaran akan hak dan kewajiban membentuk dasar partisipasi aktif dalam proses
demokrasi, menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil.
b. Warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban mampu menyuarakan aspirasi,
memperjuangkan keadilan, dan menegakkan nilai-nilai demokratis.

4. Peran Rasionalitas dalam Penyelesaian Konflik:

a. Rasionalitas membantu masyarakat menyelesaikan konflik dengan dialog, mencari solusi


bersama, dan meminimalkan potensi ketegangan.
b. Warga negara yang rasional mampu mengelola perbedaan pendapat secara konstruktif,
menjaga harmoni sosial, dan menciptakan lingkungan yang damai.

5. Dinamisme sebagai Pendorong Inovasi Sosial:

a. Dinamisme mendorong partisipasi dalam proyek-proyek inovatif yang memberikan


manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
b. Warga negara yang dinamis menjadi agen perubahan yang berkontribusi pada
perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya.
6. Kesadaran akan Hak dan Kewajiban dalam Membangun Solidaritas:
a. Kesadaran akan hak dan kewajiban menciptakan dasar untuk solidaritas sosial, di mana
masyarakat bersatu untuk mencapai tujuan bersama.
b. Warga negara yang sadar akan hak dan kewajiban memberikan kontribusi nyata pada
pembangunan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
Dengan menjadi warga negara yang rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan
kewajiban, kita dapat membentuk masyarakat yang lebih baik. Hal ini tidak hanya
menciptakan fondasi bagi kemajuan dan inovasi, tetapi juga memperkuat esensi
demokrasi yang hidup dan berkelanjutan.

4. Besifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.

Profesionalisme yang dijiwai oleh kesadaran bela negara bukan hanya sekadar tugas
pekerjaan, tetapi menjadi landasan kuat dalam membentuk karakter warga negara yang
berkualitas. Kombinasi ini menciptakan individu yang tidak hanya unggul dalam kapasitas
profesional, tetapi juga memiliki komitmen yang mendalam terhadap kepentingan negara.

1. Profesionalisme Sebagai Cermin Kualitas:


a. Bersifat profesional mencakup komitmen terhadap kualitas kerja, etika, dan tanggung
jawab dalam menjalankan tugas dan pekerjaan.
b. Profesionalisme menjadi tolak ukur karakter yang mencerminkan keunggulan,
kedisiplinan, dan dedikasi dalam setiap aspek kehidupan.
2. Kesadaran Bela Negara Sebagai Panggilan Pengabdian:
a. Kesadaran bela negara mengandung semangat pengabdian dan rasa tanggung jawab
terhadap keamanan dan kedaulatan negara.
b. Bela negara bukan hanya semangat di medan perang, tetapi juga dalam menjaga
integritas, keadilan, dan kemajuan bangsa.

3. Profesionalisme dalam Pelayanan Publik:

a. Profesionalisme yang dihayati oleh kesadaran bela negara tercermin dalam pelayanan
publik yang optimal, transparan, dan mengutamakan kepentingan rakyat.
b. Pelayanan yang profesional adalah kontribusi nyata dalam membangun kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara.

4. Kompetensi Profesional dan Kesiapan Bela Negara:


a. Kesadaran bela negara memberikan dimensi ekstra pada kompetensi profesional,
melibatkan kesiapan untuk berkontribusi dalam situasi darurat atau krisis nasional.
b. Warga negara yang profesional dan memiliki kesiapan bela negara menjadi aset berharga
dalam menghadapi tantangan yang mungkin timbul.

5. Profesionalisme dalam Pembangunan Nasional:

a. Profesionalisme terkait dengan kesadaran bela negara menjadi pendorong untuk


berkontribusi pada pembangunan nasional yang berkelanjutan.
b. Individu yang profesional dalam berbagai sektor menjadi bagian integral dari upaya
mencapai visi dan misi pembangunan negara.

6. Kesadaran Bela Negara sebagai Bagian dari Etika Profesional:

a. Kesadaran bela negara diterapkan dalam etika profesional, menciptakan lingkungan kerja
yang adil, kolaboratif, dan berorientasi pada kepentingan bersama.
b. Etika profesional yang diwarnai oleh kesadaran bela negara menciptakan kekuatan sosial
yang solid dan saling mendukung.
Dengan menyatukan profesionalisme dan kesadaran bela negara, warga negara
dapat menjadi agen perubahan yang berdaya saing tinggi, membantu mewujudkan
pembangunan nasional yang berkeadilan, dan memberikan kontribusi positif dalam
menjaga keutuhan dan keamanan negara.

5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa, dan negara.

Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, peran aktif dalam memanfaatkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni menjadi krusial untuk mendukung kemajuan kemanusiaan,
bangsa, dan negara. Kesadaran akan pentingnya pemanfaatan ini tidak hanya melibatkan
individu, tetapi juga melibatkan kontribusi kolektif dalam membangun masyarakat yang berdaya
saing dan berkeadilan.

1. Ilmu Pengetahuan sebagai Pilar Kemajuan:


a. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan berarti terlibat dalam penelitian dan inovasi,
menjadikan ilmu pengetahuan sebagai pilar utama pembangunan nasional.
b. Ilmu pengetahuan mendorong kemajuan dalam berbagai sektor, mulai dari kesehatan,
pendidikan, hingga pembangunan ekonomi.
2. Teknologi sebagai Pemacu Transformasi:
a. Pemanfaatan teknologi secara aktif menciptakan kesempatan untuk mengatasi tantangan
kompleks dan mencapai efisiensi yang tinggi.
b. Teknologi tidak hanya mempercepat perkembangan ekonomi, tetapi juga memberikan
solusi terhadap masalah-masalah sosial dan lingkungan.

3. Seni sebagai Ekspresi Kreativitas dan Identitas:

a. Seni menjadi kekuatan kreativitas yang mampu membangkitkan inspirasi, menyatukan


masyarakat, dan menciptakan identitas budaya.
b. Pemanfaatan seni dalam berbagai bentuknya tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi
juga alat untuk menyampaikan pesan dan nilai-nilai kebangsaan.

4. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Ilmu Pengetahuan dan Teknologi:

a. Pemberdayaan masyarakat melibatkan distribusi ilmu pengetahuan dan teknologi secara


merata, memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
b. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberdayakan masyarakat menjadi
kunci pembangunan inklusif dan berkelanjutan.

5. Inovasi sebagai Daya Saing Global:

a. Inovasi yang dihasilkan dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci
daya saing global suatu bangsa.
b. Negara yang aktif berkontribusi dalam riset dan pengembangan menciptakan fondasi
untuk keunggulan kompetitif di tingkat internasional.

6. Tanggung Jawab Terhadap Pengembangan Berkelanjutan:

a. Pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni harus berjalan seiring dengan
tanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan dan kemanusiaan.
b. Masyarakat yang aktif memanfaatkan pengetahuan dan teknologi juga memiliki peran
dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung perkembangan yang
berkelanjutan.
Dengan aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, kita bukan
hanya menghadapi berbagai tantangan zaman, tetapi juga membuka peluang besar untuk
mencapai kemajuan yang signifikan dalam pembangunan kemanusiaan, bangsa, dan
negara. Tantangan ini harus dihadapi bersama sebagai tugas kolektif, sehingga
manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

E. Tujuan pendidikan kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan tentu memiliki fungsi, peranan dan tujuan yang dihasilkan.
Terdapat tujuan pendidikan kewarganegaraan secara umum yaitu fungsi dan tujuan dengan
hasil dan output yang umum dirasakan. Selain itu juga ada tujuan pendidikan
kewarganegaraan secara khusus dengan mengkhususkan tujuan pendidikan kewarganegaraan
di perguruan tinggi.

Dengan demikian pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mendidik para generasi


muda dan mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif
dalam pembelaan negara. Dalam hal ini pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu alat
pasif untuk membangun dan memajukan sistem demokrasi suatu bangsa.

Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki tujuan-tujuan utama yang


bertujuan membentuk warga negara yang sadar, bertanggung jawab, dan aktif dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa tujuan tersebut antara lain:

1. Membentuk Kesadaran Kebangsaan:


a. PKn bertujuan untuk membentuk kesadaran akan identitas kebangsaan, sehingga
setiap individu memiliki rasa cinta dan tanggung jawab terhadap negara dan
bangsanya.
b. Menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang mendasari persatuan, keadilan, dan
gotong royong agar menjadi bagian integral dari karakter setiap warga negara.

2. Mengembangkan Pengetahuan tentang Sistem Politik dan Hukum:


a. Memberikan pemahaman tentang sistem politik dan hukum yang berlaku di
negara, sehingga warga negara dapat memahami dan berpartisipasi secara aktif
dalam proses demokratis.
b. Mendorong pemahaman terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
hidup dalam masyarakat hukum.

3. Menanamkan Etika dan Moral Kewarganegaraan:

a. Membentuk karakter dan etika warga negara yang baik dengan menekankan nilai-
nilai moral, integritas, dan tanggung jawab dalam berbagai interaksi sosial.
b. Mendorong sikap saling menghargai, toleransi, dan keadilan sebagai dasar dalam
berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa.

4. Mengajarkan Keterampilan Partisipasi Demokratis:

a. Melatih siswa agar memiliki keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses


demokratis, seperti berdiskusi, mendengarkan pendapat orang lain, dan
menghargai perbedaan pendapat.
b. Mendorong keterlibatan aktif dalam kegiatan sosial dan politik untuk memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat.

5. Menghadirkan Perspektif Global dan Multikultural:

a. Memberikan wawasan tentang isu-isu global dan keragaman budaya, sehingga


warga negara dapat beradaptasi dan berkontribusi dalam konteks global yang
semakin terhubung.
b. Mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang perbedaan budaya dan
agama untuk mendorong toleransi dan kerjasama lintas budaya.

Melalui pencapaian tujuan-tujuan ini, PKn berperan penting dalam membentuk warga
negara yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran dan sikap
positif untuk membentuk masyarakat yang adil, demokratis, dan berkeadilan. PKn bukan
hanya menjadi mata pelajaran di ruang kelas, melainkan fondasi untuk membentuk generasi
penerus yang memiliki peran kunci dalam pembangunan bangsa dan negara
F. Urgensi pendidikan kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia, pendidikan


kewarganegaraan mencakup, antara lain, pruralisme, yaitu sikap menghargai perbedaan,
pembelajaran kolaboratif, dan kreativitas. Pendidikan mengajarkan nilai-nilai
kewarganegaraan dalam konteks identitas nasional. Seperti yang ditunjukkan oleh salah
seorang penasihat universitas, masyarakat yang egois akan muncul tanpa pendidikan
kewarganegaraan yang memadai. Tanpa menyampaikan nilai-nilai kewarganegaraan,
keragaman yang ada menjadi penjara dan neraka dalam arti sumber konflik. Pendidikan
memainkan peran penting dalam kurikulumnya dan terkait dengan strategi budaya.

Inti dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membekali dan memberdayakan


mahasiswa dengan pengetahuan dasar dan keterampilan hubungan antara warga negara
Indonesia yang Pancasilais dan negara dan sesama warga negara. Siswa diharapkan dapat
menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang kuat,
berpikir kritis, rasional, etis, estetika dan dinamis, berpikiran terbuka, demokratis, dan
beradab dengan pengetahuan dasar.

Pendidikan kewarganegaraan Ini didasarkan pada kenyataan di semua negara di dunia


bahwa kesadaran demokrasi dan implementasinya harus selalu dikembangkan berdasarkan
filosofi, identitas nasional, realitas dan pengalaman sejarah bangsa serta fondasi kemanusiaan
dan peradaban bangsa. Oleh karena itu, dalam pendidikan kewarganegaraan, intelektual
Indonesia diharapkan memiliki dasar kepribadian mereka sebagai warga negara yang
demokratis, beragama, manusiawi, dan beradab.

Oleh karena itu, kompetensi yang diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah
bahwa generasi bangsa menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa bangga dan
cinta terhadap negara, demokratis dan beradab, dan menjadi warga negara yang memiliki
daya saing dan disiplin dan secara aktif membangun satu kehidupan yang damai berdasarkan
sistem nilai pancasila.

Itulah pentingnya kursus pendidikan kewarganegaraan bahwa kita, sebagai calon penerus
bangsa, harus mampu membela bangsa kita sendiri. Tidak dipengaruhi oleh budaya lain dan
tidak jatuh ke hal-hal negatif. Oleh karena itu, melalui Pendidikan Kewarganegaraan, kita
dapat memperdalam pengetahuan kita tentang mempertahankan negara dan mempraktikkan
Pancasila. Dan untuk mengembangkan perasaan untuk nasionalisme, demokrasi, tanggung
jawab, kemanusiaan dan perasaan cinta untuk ibu negara. Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) memegang peranan krusial dalam membentuk fondasi kesadaran dan keterlibatan
warga negara dalam kehidupan berdemokrasi. Melalui pemahaman konsep-konsep dasar
kebangsaan, toleransi, dan partisipasi aktif, PKn menjadi tulang punggung dalam
mempersiapkan generasi muda untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan
terlibat dalam pembangunan masyarakat.

Salah satu aspek terpenting dari PKn adalah pembentukan kesadaran kebangsaan.
Melalui pembelajaran tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai yang membentuk identitas
nasional, siswa dapat mengembangkan rasa cinta dan tanggung jawab terhadap negara
mereka. Hal ini tidak hanya membentuk kebanggaan akan warisan budaya, tetapi juga
mengajarkan nilai-nilai kebangsaan yang mendasar, seperti persatuan, keadilan, dan
keberagaman.

Selain itu, PKn juga berperan penting dalam membentuk karakter dan etika warga negara.
Melalui diskusi mengenai hak dan kewajiban, siswa diajak untuk memahami pentingnya
menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, PKn
tidak hanya mengajarkan tentang hak-hak individu, tetapi juga menekankan tanggung jawab
yang melekat dalam setiap warga negara.

Partisipasi aktif dalam kehidupan demokratis adalah tujuan utama dari PKn. Siswa
diajarkan untuk memahami sistem politik, hak suara, dan cara berkontribusi dalam
pengambilan keputusan masyarakat. Dengan demikian, PKn tidak hanya menjadi mata
pelajaran teoretis, tetapi lebih sebagai latihan konkret untuk membentuk sikap kritis dan aktif
dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi.

Dalam era globalisasi ini, PKn juga memiliki peran dalam membentuk warga negara yang
dapat beradaptasi dengan perubahan dan menghargai keragaman budaya. Keterampilan
seperti toleransi, menghargai perbedaan, dan bekerjasama lintas batas menjadi aspek penting
yang diajarkan dalam PKn untuk menjawab tantangan global yang semakin kompleks.
Dengan demikian, urgensi PKn tidak hanya terletak pada pemahaman aspek-aspek
kebangsaan, tetapi juga dalam membentuk karakter, etika, dan keterlibatan aktif siswa dalam
membentuk masyarakat yang demokratis dan berkeadilan. PKn bukan hanya mata pelajaran
di dalam ruangan kelas, melainkan fondasi bagi pembentukan generasi penerus yang tangguh
dan berkomitmen terhadap nilai-nilai kebangsaan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis Wahab & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung: CVAlfabeta

Damri, M. P., Putra, F. E., & Kom, M. I. (2020). Pendidikan kewarganegaraan. Prenada Media.

Ittihad Amin. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka

Kaelan. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Penerbit


Paradigma.

Karsadi. (2018). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Paristiyanti, Nurwardani. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti.

Pasha, MK. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Yogyakarta. Citra Karsa
Mandiri.

Rahmawati, L. C., & Dewi, D. A. (2021). Pendidikan Kewarganegaraan Perspektif Pancasila


Sebagai Landasan Ketahanan Nasional. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha, 9(2), 259-267.

Sri Harini Dwiyatmi. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zainul

Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 tentang pasal 4 tentang tujuan pendidikan
Nasional.

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

You might also like