You are on page 1of 15

APLIKASI PENGUKURAN WATERPASS DAN THEODOLITE UNTUK

MENENTUKAN POSISI VERTIKAL DAN HORIZONTAL


(studi kasus: Area Kampus Politeknik Negeri Malang)

Andi Hafiz Maulana, Boby Laksmana Putra, Devira Lailia Nur Arditasari, Galang
Raga Satria, Varid Verdiansa, Zahrotul Lailia
Teknik Sipil/D3 Teknik Sipil/Politeknik Negeri Malang
Email: zhrla1201@gmail.com andia6554@gmail.com satriaraga005@gmail.com putrabobbi917@gmail.com
Varidverdiansa661@gmail.com deviranur13@gmail.com

Abstract
The application of spirit level and theodolite measurements is important in determining vertical and
horizontal positions. A water level is used to determine the slope of a vertical plane, while a theodolite is used
to measure horizontal angles. Both provide high accuracy in construction surveys and mapping. This practicum
aims to provide information regarding the horizontal and vertical position of the Malang State Polytechnic
campus area.
In this practicum, data is obtained from measurements using a spirit level and theodolite, namely data
on determining height values (elevation) and coordinates. To determine height (elevation) using the differential
leveling method, it is necessary to calculate the level distance (optical distance), height difference and
elevation. Meanwhile, to determine coordinate values, a point can be calculated if the azimuth and distance
from the reference point are known. This is based on the polar method coordinate system, namely closed
polygons and open polygons. The results of this research provide information regarding measurement results in
the form of flow data, vertical and horizontal angle data, height differences and coordinates at several points in
the Malang State Poitechnic campus area, from which a profile image is then made explaining these
measurements.

Abstrak
Penerapan pengukuran waterpass dan theodolite penting dalam menentukan posisi vertikal dan
horizontal. Waterpass digunakan untuk menentukan kemiringan suatu bidang vertikal, sedangkan theodolite
untuk mengukur sudut horizontal. Keduanya memberikan akurasi tinggi dalam survey dan pemetaan konstruksi.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi horizontal dan vertikal area kampus
Politeknik Negeri Malang. Data pengukuran diperoleh menggunakan waterpass dan theodolite. Datanya berupa
nilai elevasi dan koordinat. Elevasi ditentukan menggunakan metode differential levelling dan diperlukan
perhitungan jarak datar (jarak optis), beda tinggi dan elevasi. Sedangkan untuk menentukan nilai koordinat,
suatu titik dapat dihitung jika diketahui azimuth dan jaraknya dari titik referensi. Hal ini berdasarkan pada
sistem kooordinat metode polar untuk menentukan koordinat pada konfigurasi poligon tertutup dan poligon
terbuka. Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai posisi vertikal pada jalur tertutup sepanjang
137,61m dapat diketahui bahwa jalur tertutup tersebut memenuhi syarat geometris ∑ ∆ h=0yaitu sebesar -
0,21m. Elevasi pada titik 2 jalur tertutup digunakan sebagai elevasi awal perhitungan elevasi jalur terbuka.
Sedangkan pada penentuan posisi horizontal, syarat geometris jalur tertutup telah memenuhi ketentuan. Dengan
nilai fβ=−0 ° 9 30, fx=0,43, fy=0,268. Sehingga koordinat awal sama dengan koordinat akhir, dan azimuth
awal sama dengan azimuth akhir. Selanjutnya dilakukan pengukuran poligon terbuka tidak terikat dihitung
menggunakan koordinat awal dari titik 3 di poligon tertutup yang telah memenuhi syarat geometris. Selain itu
perhitungan volume galian dan timbunan dioterapkan pada jalur terbuka dan tertutup. Pada penentuan posisi
vertikal sehingga diperoleh volume galian sebesar 0,022m berada pada titik 5 kemudian volume timbunan
sebesar 0,56m pada titik 2, 3, dan 4.

Kata Kunci: Waterpass, Theodolite, Pengukuran Posisi Horizontal, Pengukuran Vertikal, Elevasi, Koordinat.

1. Pendahuluan
Penenetuan posisi vertikal dengan mengaplikasikan waterpass dan theodolite sangat penting dalam
memperoleh data untuk keperluan di bidang konstruksi bangunan, jalan maupun jembatan. Posisi vertikal dan
horizontal tidak terlepas dari ukur tanah. Ukur tanah merupakan bagian dari seni pengukuran secara luas
(surveying) yaitu penentuan posisi relatif pada, di atas, atau di bawah permukaan bumi (Syaifullah, 2014). Ukur
tanah dilakukan untuk mendapatkan posisi vertikal dan horizontal suatu objek atau titik secara 3 dimensi dalam
system koordinat kartesian atau pun geografis.
Menurut DiBiase, 2009 mendefinisikan posisi vertikal sebagai “Height of a point relative to some reference
surface, such as mean sea level, a geoid, or an ellipsoid.” Sedangkan posisi horizontal adalah “Ocation of a

1
point relative to two axes: the equator and the prime meridian on the globe, or x and y axes in a plane
coordinate system. Control points tie coordinate systems to actual locations on the ground; they are the
physical manifestations of horizontal datums”. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya pengukuran ini yaitu untuk
mengetahui tinggi rendahnya lokasi, serta mengetahui posisi vertikal dan posisi horizontal area kampus
Politeknik Negeri Malang. Selain itu, pengukuran ini juga dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai
posisi horizontal dan vertikal. Lebih dari itu, hasil perhitungan vertikal akan diaplikasikan ke dalam volume
galian dan timbunan. Metode pengukuran yang digunakan untuk penentuan posisi vertikal dan horizontal adalah
differential levelling, trigonometri, dan poligon (terbuka dan tertutup).
Studi tentang penentuan posisi vertikal dan horizontal telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Novriza, F.,
2020 yang mengkaji tentang pemetaan topografi menggunakan total station pada komplek Sekolah Terpadu
Teuku Umar Aceh Barat. Metode pengukuran menggunakan alat total station SOKKIA Link SOKKIA Tools,
dan Land Desktop. Hasil pengukuran didapatkan data elevasi permukaan tanah asli dengan luas 8.645m 2.. Titik
terendah permukaan tanah berada pada titik P9 dengan elevasi 2,01m. Hal ini disebabkan pada daerah tersebut
merupakan daerah rawa-rawa. Sedangkan, elevasi tertinggi permukaan tanah berada pada titik BM dengan
elevasi 3,00m. Hal ini disebabkan pada daerah tersebut merupakan permukaan tanah yang berbukit. Sedangkan
Dewi, C., 2017 yang mengkaji tentang bantuan teknis pemetaan situasi areal perumahan Griya Tanpan Sejahtera
Kelurahan Hajimena Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Peta tersebut diperoleh dari data ukur di
lapangan yang meliputi pengukuran kerangka kontrol horizontal (poligon terbuka dan tertutup) dan kerangka
kontrol vertikal (metode sipat datar dan trigonometri levelling). Hasilnya yaitu diperoleh batas toleransi
kesalahan penutup sudut untuk poligon utama yaitu: ∑ƒδ ≤ ± 10” √n. Sehingga hasil pengukuran sudut
horizontal masuk toleransi. Sedangkan batas toleransi kesalahan jarak linier pada poligon utama adalah
0,000032683. Selain itu toleransi kesalahan penutup adalah: f∆h = 0,2635 m. Berdasarkan penelitian-penelitian
di atas, maka penelitian ini difokuskan untuk mengkaji tentang pengukuran posisi titik-titik objek dilapangan
menggunakan metode differential levelling, trigonometris, dan poligon (terbuka dan tertutup).

2. Data dan Metode Pengukuran Posisi Vertikal dan Horizontal

2.1 Lokasi Foto Pengukuran

2
Gambar 2. 1 Gambar representasi lokasi pengukuran waterpass dan theodolite
Lokasi pengukuran terletak di kampus Politeknik Negeri Malang dengan konfigurasi
pengukuran terdiri dari poligon tertutup sebanyak 5 titik. Pengukuran tersebut dimulai dari titik ke-1
sampai titik ke-5 dengan mengelilingi lapangan upacara sampai kembali pada titik ke-1. Kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran poligon terbuka sebanyak 10 titik dengan panjang lintasannya 169m.
Dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2023. Sedangkan pelaksaan pengukuran posisi horizontal
menggunakan theodolite dilaksanakan 2 kali pada tanggal 16 November 2023 dan 22 November.
Pelaksanaan pengukukuran vertikal dan horizontal menggunakan beberapa alat yaitu waterpass dan
theodolite, tripot, rambu ukur, roll meter, palu, payung, paku, kertas folio. Gambar 2.1 merupakan
reperesentasi dari lokasi pengukuran waterpass dan theodolite.

2.2 Pengumpulan Data


2.2.1 Pengukuran Menggunakan Waterpass
Pada pengukuran beda tinggi menggunakan waterpass dilakukan pembacaan bacaan benang
atas, tengah, bawah pada arah pengukuran back sight dan fore sight dengan penggunaan
metode differential levelling selain itu juga dilakukan pengukuran jarak langsung dan tinggi
alat. Gambar 2.2 merupakan proses pengukuran menggunakan waterpass di lapangan.

Gambar 2. 2 Proses Pengukuran Waterpass


2.2.2 Pengukuran Menggunakan Theodolite

3
Pada pengukuran menggunakan theodolite dilakukan pembacaan benang atas, tengah, bawah
pada arah pengukuran backsight dan foresight dengan penggunaan metode trigonometris dan
poligon (tertutup dan terbuka tidak terikat) selain itu juga dilakukan pengukuran tinggi alat
dan jarak langsung. Gambar 2.3 merupakan proses pengukuran menggunakan theodolite di
lapangan.

2.3 Pengolahan Data

Gambar 2. 3 Gambar Pengukuran Theodolite


2.3.1 Alur penelitian
Tahapan dalam penelitian ini dibagi menjadi 6 bagian yaitu 1) Penentuan beda tinggi
menggunakan waterpass dan theodolite, 2) Penentuan posisi horizontal menggunakan
theodolite, 3) Pengolahan data, 4) Penggambnaran profil dan titik koordinat, 5) Analisis data,
dan 6) Pelaporan. Alur penelitian ini ditunjukkan oleh diagram alir berikut ini.

MULAI

PERSIAPAN

PENENTUAN POSISI PENENTUAN POSISI


VERTIKAL HORIZONTAL

PENGUKURAN BEDA TINGGI


METODE TRIGONOMETRI METODE POLIGON

PENGUKURAN BEDA TINGGI


METODE DIFFERENTIAL
LEVELING
POLIGON TERTUTUP
SIPAT DATAR TERTUTUP (LONG
SECTION)

POLIGON TERBUKA
POLIGONTERTUTUP
POLIGON TERBUKA TIDAK TERIKAT
SIPAT DATAR TERBUKA (LONG
(LONG SECTION)
SECTION)

PERHITUNGAN HORIZONTAL
PROFIL MELINTANG (CROSS AZIMUTH DAN
SECTION) DATA UKURAN
JARAK
BA,BB,BT,HI,D OPTIS
DAN D LANGSUNG
4 Fb = Sigma
Beta - n x 180
PERHITUNGAN
BA,BB,BT,HI,D OPTIS
DAN D LANGSUNG

PERHITUNGAN BEDA TINGGI


PERHITUNGAN JARAK OPTIS
PERHITUNGAN BEDA TINGGI PERHITUNGAN ELEVASI
PERHITUNGAN JARAK OPTIS
PERHITUNGAN ELEVASI

H AWAL=
H AKHIR

PENGGAMBARAN TITIK
PENGGAMBARAN TITIK KOORDINAT
PROFIL

PERHITUNGAN VOLUME
GALIAN / TIMBUNAN

SELESAI

Pengumpulan data dilaksanakan dengan waterpass dan theodolite berdasarkan pada metode
differential levelling dan trigonometri untuk menentukan beda tingginya. Sedangkan penentuan
posisi horizontal menggunakan theodolite dengan mengukur sudut jurusan (azimuth) dan jarak
langsung antar titik. Setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan data berdasarkan pada kedua metode
di atas untuk menentukan beda tinggi dan koordinat dalam arah horizontal (X dan Y). Proses
selanjutnya yaitu penggambaran profil baik itu profil memanjang maupun profil melintang dan
dilanjutkan dengan perhitungan volume galian dan timbunan. penggambaran titik koordinat juga
dilakukan untuk mengetahui letak atau posisi titik-titik di lapangan. Analisis dilakukan untuk
mengetahui ketelitian data ukuran. Kemudian yang terakhir yaitu dilakukan pelaporan dalam bentuk
penulisan artikel ilmiah

2.3.2 Penentuan Nilai Ketinggian (Elevasi)


Untuk menentukan nilai tinggi atau elevasi menggunakan metode differential levelling maka
diperlukan perhitungan jarak datar (jarak optis), beda tinggi dan elevasi. Jarak optis dapat
dihitung menggunakan rumus :

d=100(BA−BB) (2.1)

d merupakan jarak yang akan dicari saat menggunakan waterpass, BA merupakan bacaan
benang atas sedangkan BB merupakan bacaan benang bawah.
2
d=100 ( BA−BB )∗sin Z (2.2)

d merupakan jarak yang akan dicari saat menggunakan theodolite, BA merupakan bacaan
benang atas dan BB merupakan bacaan benang bawah. Sedangkan V merupakan sudut zenith.

Untuk pengukuran beda tinggi menggunakan rumus :

∆ h23=BT (2)– BT (3) (2.3)

∆ h23 merupakan beda tinggi titik 2 dan 3 yang akan dicari, BT (2) merupakan bacaan benang
tengah di titik 2 dan BT(3) yaitu bacaan benang tengah di titik 3.

∆ h=100(BA−BB)(sin V ∗cos V +(Hi−BT )) (2.4)

∆ h merupakan beda tinggi yang akan dicari, sedangkan BA dan BB merepresentasikan


bacaan benang atas dan benang bawah. V mendefinisikan sudut zenith. Hi merupakan tinggi

5
alat yang diukur menggunakan roll meter dan BT merupakan bacaan benang tengah pada
rambu.

Untuk perhitungan elevasi digunakan rumus :

HB=HA + ∆ H AB (2.5)
HB merupakan elevasi dititik B yang akan dicari, HA merupakan elevasi yang diketahui
sedangkan ∆ H AB merupakan beda tinggi anatara titik A dan titik B.

Untuk perhitungan elevasi digunakan rumus :

H 2=H 1+∆ H A 12+δ 12 (2.6)


H2 merupakan elevasi dititik 2 yang akan dicari, H1 merupakan elevasi yang diketahui
sedangkan ∆ H 12 merupakan beda tinggi antara titik 1 dan 2, δ 12 merupakan koreksi di
antara titik 1 dan 2.

Untuk perhitungan koreksi digunakan rumus :

d
δ 12 = (−fh ) (2.7)
∑d
d merupakan jarak antar titik, ∑d merupakan jumlah total seluruh jarak antar titik. Sedangkan
fh adalah total dari jumlah ∆ h.

2.3.3 Perhitungan Koordinat


a. Poligon Tertutup
Koordinat suatu titik dapat dihitung jika diketahui azimuth dan jaraknya dari titik
referensi. Hal ini berdasarkan pada sistem kooordinat metode polar. Penentuan koordinat
metode polar ditujukan pada rumus 2.8 dan 2.9. Pada poligon tertutup, azimuthnya
diketahui dengan pengukuran sudut, sementara jaraknya diukur secara langsung di
lapangan. Jika titik A diketahui koordinatnya, titik B diukur azimuth dan jaraknya dari
titik A, maka koordinat titik B dapat dihitung dengan cara:

X B= X A+(d AB. sin AB) (2.8)

XB merupaan koordinat titik B pada sumbu absis yang akan dicari. XA adalah koordinat
titik A pada sumbu absis yang telah diketahui. dAB merupakan jarak antara titik A dan B.
AB merupakan azimut garis AB sedangkan δ x 1 merupakan koreksi sumbu X.

Y B=Y A +(d AB .sin AB) (2.9)

YB merupaan koordinat titik B pada sumbu ordinat yang akan dicari. YA adalah koordinat
titik A pada sumbu ordinat yang telah diketahui. dAB merupakan jarak antara titik A dan
B. AB merupakan azimut garis AB sedangkan δy 1 merupakan koreksi sumbu Y.

Sebelum menghitung koordinat dilakukan beberapa tahap perhitungan:


1. Menghitung kesalahan total sudut ukuran (f β ):
f β={∑ β−n .180 ° } (2.10)
∑ β adalah jumlah total seluruh sudut jurusan. n adalah jumlah total seluruh sudut
(N) dikurangi 2 jika menggunakan sudut dalam, dan ditambah 2 jika menggunakan
sudut luar.

2. Menghitung nilai koreksi koreksi sudut dan nilai sudut terkoreksi


Nilai koreksi total : - f β
−fβ
Besarnya koreksi setiap sudut ukuran (∆ β ¿= (2.11)
N
6
Nilai sudut terkoreksi : β 1+ ∆ β (2.12)

3. Untuk mencari azimuth (α ) digunakan persamaan:


 Sudut dalam → α 23=α 12−β 2−180° (2.13)
 Sudut luar → α 23=α 12+ β 2 – 180 ° (2.14)
α 23 merupakan besarnya azimuth garis 23 yang akan dicari. α 12 merupakan
azimuth garis 12 yang telah diketahui. β 2 merupakan besar sudut di titik 2. Jika
menggunakan sudut dalam maka azimuth 12 dikurangi dengan besar sudut titik
2, sedangkan jika menggunakan sudut luar maka azimuth 12 ditambahkan
dengan besarnya sudut di titik 2.

4. Menghitung kesalahan jarak ukuran dalam arah x : (fx) dan arah y : (fy)
Menghitung kesalahan total jarak ukuran absis (fx):
fx={∑(d sin α )} (2.15)
Menghitung kesalahan total jarak ukuran ordinat (fy):
fy={∑(d cos α )} (2.16)

5. Menghitung nilai koreksi setiap jarak ukuran


Nilai koreksi jarak total arah x (absis) : -fx
Besarnya koreksi setiap jarak ukuran dalam arah x :
d
δ x 1= (−fx) (2.17)
∑d
Nilai koreksi jarak total arah x (absis) : -fy
Besarnya koreksi setiap jarak ukuran dalam arah y :
d
δy 1= (−fy) (2.18)
∑d
6. Menghitung koordinat pada poligon tertutup
X B= X A+(d AB. sin AB)+δ x 1 (2.19)
Y B=Y A +(d AB .sin AB)+ δy 1 (2.20)

b. Poligon terbuka
Koordinat suatu titik dapat dihitung jika diketahui azimuth dan jaraknya dari titik
referensi. Azimuthnya diketahui dengan pengukuran sudut, sementara jaraknya diukur
secara langsung di lapangan. Jika titik A diketahui koordinatnya, kemudian dari titik A ke
titik B diukur azimuth dan jaraknya, maka koordinat titik B dapat dihitung dengan cara
yang sama seperti perhitungan koordinat metode polar pada persamaan 2.8 dan 2.9.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil
Hasil pengukuran dengan metode differential levelling menggunakan waterpass ditunjukkan pada
tabel 3.1, 3.2 dan 3.3. Hasil tersebut digunakan untuk menentukan atau menghitung beda tinggi dan
jarak pada permukaan tanah dengan membutuhkan 3 data yaitu bacaan benang atas (BA), benang
tengah (BT), dan benang bawah (BB). Data tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui elevasi
tanah yang akan digali ataupun ditimbun.
Sedangkan, hasil pengukuran dengan metode trigonometris menggunakan theodolite terdapat
pada tabel 3.4 dan 3.5. Hasil tersebut digunakan untuk menentukan posisi horizontal dan posisi
vertikal dengan data yaitu bacaan sudut horizontal kanan (HR), sudut horizontal kiri (HL), benang
atas (BA), benang tengah (BT), benang bawah (BB), sudut zenith (V) dalam derajat dan persen, serta
tinggi alat (Hi).

Tabel 3. 1 Bacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), Benang Bawah (BB)

POLIGON TERTUTUP dengan WATERPASS


Back Sight (meter) For Site (meter) Jarak (meter)
STA
BA BT BB BA BT BB BS FS
1
1,48 1,42 1,36 1,452 1,392 1,333 12 11,9
HI=1,21m
2 1,383 1,265 1,15 1,739
7 1,571 1,406 23,33 33,39
3 1,464 1,414 1,353 1,488 1,421 1,358 10,18 13
4 1,61 1,49 1,37 1,466 1,415 1,365 23,71 10,1
Total jarak keseluruhan 137,61
Berdasarkan persamaan nomor 2.1, untuk mengetahui total jarak keseluruhan maka dapat mencari jarak
terlebih dahulu di titik 1 sampai 4 dengan menggunakan rumus d=100(BA−BB). Kemudian hasil
perhitungan jarak di titik 1,2,3,4, dan 1 (konfigurasi poligon tertutup) dijumlah keseluruhan dan mendapatkan
total jarak 137,61 m.
Untuk menentukan beda tinggi menggunakan rumus ∆ h23=BT (2)– BT ( 3 ) (Persamaan 2.3).
d
Untuk menghitung koreksi dapat dilihat pada persamaan 2.5 yaitu δ 12 = (−fh ). Dan Untuk
∑d
menenentukan elevasi terdapat pada persamaan 2.6 dengan rumus H 2=H 1+∆ H A 12 +δ 12 , dan diperoleh
hasil berikut ini:
POLIGON TERBUKA dengan WATERPASS
D
Back Site (meter) For Site (meter) d (optik)
STA (rollmeter)
BA BT BB BA BT BB BS FS BS FS
1
1,368 1,306 1,245 1,512 1,432 1,352 12,3 16 12,3 16
HI= 1,4m
2
1,469 1,4 1,33 1,682 1,583 1,483 13,96 19,9 13,9 19.09
HI= 1,42m
3
1,386 1,331 1,278 1,545 1,493 1,441 10,89 10,4 10,8 10,4
HI= 1,32m
4
1,499 1,473 1,448 1,369 1,341 1,312 5,17 5,65 5,1 5,7
HI= 1,35m
5
1,585 1,533 1,522 1,379 1,343 1,308 6,3 7,1 6,3 7,1
HI= 1,39m
6
1,525 1,488 1,45 1,368 1,335 1,303 7,42 6,4 7,5 6,5
HI= 1,39m
7
1,607 1,581 1,553 1,003 0,978 0,953 5,4 5 5,4 5
HI= 1,7m
8
1,04 1,007 0,975 1,372 1,336 13 6,5 7,2 6,5 7,2
HI= 1,08m
9
1,738 1,708 1,677 1,115 1,09 1,066 06.01 04.09 06.01 04.09
HI= 1,8m
10
1,385 1,348 1,311 1,298 1,273 1,248 7,4 5 7,4 5
HI= 1,6m

Tabel 3. 2 Hasil Perhitungan Beda Tinggi, Koreksi, dan Elevasi


NO BEDA TINGGI KOREKSI ELEVASI
1 -0,182 0,018 99,836
2 -0,306 0,086 99,616
3 -0,007 0,035 99,644
4 0,075 0,052 99,771
5 0,21 0,21 99,999

Tabel 3. 3 Tabel Bacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), Benang Bawah (BB)

Berdasarkan persamaan nomor 2.1, untuk mengetahui jarak optik di titik 1 sampai titik 10 bisa
menggunakan rumus d = 100(BA-BB).

Untuk menenentukan elevasi terdapat pada persamaan nomor 2.7 dengan menggunakan rumus
HB=HA + ∆ H AB, dan diperoleh hasil berikut ini:

8
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Elevasi
TITIK ELEVASI
HA 99,71
HB 99,53
HC 99,368
HD 99,497
HE 99,707
HF 99,827
HG 100,43
HH 100,101
HI 100,719
HJ 100,794

Tabel 3. 5 Tabel Bacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), Benang Bawah (BB)

9
CROSS-SECTION dengan WATERPASS
CROSS KIRI
CROSS KANAN (meter)
STA d STA (meter) d
BA BT BB BA BT BB
FA 1,388 1,371 1,356 3,2 FA’ 1,439 1,424 1,408 3,1
FB 1,388 1,37 1,352 3,6 FB’ 1,332 1,308 1,284 4,8
FC 1,286 1,265 1,244 4,2 FC’ 1,339 1,311 1,283 5,6
FD 1,295 1,27 1,246 4,9 FD’ 1,331 1,3 1,269 6,2
FE 1,312 1,282 1,252 6 FE’ 1,322 1,289 1,252 7
FF 1,315 1,279 1,243 7,2 FF’ 1,229 1,187 1,144 8,5
HI=1,4
GA 1,481 1,45 1,43 5,1 GA’ 1,243 1,226 1,209 3,4
GB 1,478 1,445 1,412 6,6 GB’ 1,105 1,072 1,041 6,1
GC 1,449 1,409 1,369 8 GC’ 0,978 0,938 0,899 7,9
GD 1,432 1,389 1,346 8,6 GD’ 0,97 0,921 0,873 9,7
GE 1,42 1,37 1,321 9,9 GE’ 0,911 0,851 0,79 12,1
GF 1,306 1,244 1,182 12,4 GF’ 0,89 0,825 0,759 13,1
HI=1,42
HA 1,431 1,399 1,389 4,2 HA’ 1,46 1,447 1,434 2,6
HB 1,433 1,408 1,384 4,9 HB’ 1,471 1,454 1,438 3,3
HC 1,431 1,402 1,373 5,8 HC’ 1,331 1,306 1,281 5
HD 1,479 1,447 1,415 6,4 HD’ 1,426 1,398 1,37 5,6
HE 1,522 1,486 1,449 7,3 HE’ 1,408 1,377 1,347 6,1
HF 1,495 1,441 1,388 10,7 HF’ 1,303 1,268 1,232 7,1
HI=1,41
IA 1,4 1,372 1,345 5,5 IA’ 1,411 1,389 1,367 4,4
IB 1,588 1,558 1,528 6 IB’ 1,421 1,395 1,369 5,2
IC 1,628 1,599 1,562 6,6 IC’ 1,43 1,4 1,371 5,9
ID 1,658 1,621 1,585 7,3 ID’ 1,408 1,375 1,343 6,5
IE 1,659 1,621 1,582 7,7 IE’ 1,408 1,375 1,341 6,7
IF 1,679 1,629 1,578 10,1 IF’ 1,375 1,339 1,302 7,3
HI=1,4
JA 1,519 1,502 1,484 3,5 JA’ 1,182 1,166 1,149 3,3
JB 1,612 1,588 1,565 4,7 JB’ 1,181 1,161 1,14 4,1
JC 1,641 1,613 1,586 5,5 JC’ 1,184 1,16 1,134 5
JD 1,649 1,618 1,587 6,2 JD’ 1,189 1,158 1,128 6,1
JE 1,657 1,623 1,59 6,7 JE’ 1,168 1,133 1,098 7
JF 1,68 1,642 1,604 7,6 JF’ 1,169 1,13 1,09 7,9
HI=1,42
Berdasarkan persamaan nomor 2.1, untuk mengetahui jarak cross kanan dan cross kiri di titik 1 sampai
titik 5 bisa menggunakan rumus d = 100(BA-BB).

Untuk menenentukan elevasi terdapat pada persamaan nomor 2.7 dengan menggunakan rumus
HB=HA + ∆ H AB, dan diperoleh hasil berikut ini

10
Tabel 3. 6 Hasil Perhitungan Elevasi

CROSS KANAN CROSS KIRI

TITIK ELEVASI TITIK ELEVASI


STA F
HA 99,856 HA' 99,803
HB 99,855 HB' 99,687
HC 99,75 HC' 99,69
HD 99,755 HD' 99,679
HE 99,767 HE' 99,666
HF 99,764 HF' 99,566
STA G
HA 100,4 HA' 100,624
HB 100,395 HB' 100,47
HC 100,354 HC' 100,336
HD 100,334 HD' 100,319
HE 100,315 HE' 100,258
HF 100,189 HF' 100,232
STA H
HA 100,112 HA' 100,064
HB 100,073 HB' 100,071
HC 100,067 HC' 99,923
HD 100,109 HD' 100,015
HE 100,148 HE' 99,994
HF 100,103 HF' 99,885
STA I
HA 100,747 HA' 100,73
HB 100,933 HB' 100,736
HC 100,97 HC' 100,741
HD 100,996 HD' 100,716
HE 100,996 HE' 100,716
HF 101,004 HF' 100,68
STA J
HA 100,712 HA' 101,048
HB 100,798 HB' 101,043
HC 100,823 HC' 101,042
HD 100,828 HD' 101,04
HE 100,833 HE' 101,015
HF 100,852 HF' 101,012

Tabel 3. 7 Tabel Bacaan Pengukuran Poligon Tertutup Menggunakan Theodolite


POLIGON TERTUTUP dengan THEODOLITE
FS BS
TITIK TITIK
HR HL BA BT BB V % HI D HR HL BA BT BB V % HI D
1-2 281°28’15” 78°231’45” 13,28 12,43 11,59 91°30’35” -2,637% 1,47m 16,9m 1-5 66°23’20” 293°36’45” 16,1 14,42 12,75 90°08’35” -0,250% 1,47m 39,686m
2-3 14°54’25” 345°05’30” 14,62 13,44 12,26 88°45’45” 2,158% 1,46m 23,6m 2-1 102°21’40” 257°38’20” 13,04 12,18 11,35 90°02’15” -0,066% 1,46m 16,9m
3-4 56°18’15” 303°40’20” 9,38 7,81 6,24 91°15’30” -2,196% 1,47m 31,4m 3-2 221°49’40” 138°10’25” 12,48 11,29 10,11 92°20’30” -4,090% 1,47m 23,7m
4-5 137°22’50” 223°04’10” 14,66 12,25 9,82 90°49’05” -1,428% 1,45m 48,4m 4-3 199°21’15” 160°38’45” 15,13 13,59 12,02 90°10’45” -0,314% 1,45m 31,1m
5-1 257°36’35” 102°23’25” 15,9 14,23 12,58 90°00’30” -0,018% 1,52m 33,2m 5-4 337°34’55” 22°25’05” 14,3 11,88 9,42 89°49’40” -0,315% 1,52m 48,8m
Berdasarkan persamaan nomor 2.4, untuk mengetahui jarak di titik 1 sampai titik 5 bisa menggunakan
rumus ∆h=100(BA-BB)(sin V cos V+(Hi-BT))

Untuk menghitung kesalahan total sudut ukuran terdapat pada persamaan nomor 2.10 dengan rumus f
β = {∑ β−n .180 ° }, dan mendapatkan hasil -0 ° 9’30”.

11
Untuk menghitung besarnya sudut ukuran terdapat pada persamaan nomor 2.11 dengan rumus (∆ β ¿=
−fβ
, dan mendapatkan hasil 0 ° 1’54”.
N

Untuk menghitung nilai sudut terkoreksi terdapat pada persamaan nomor 2.12 dengan rumus β 1+ ∆ β
, dan mendapatkan hasil berikut ini:

Tabel 3. 8 Hasil Perhitungan Sudut Beta


SUDUT BETA HASIL
β1 144°56’59”
β2 87°29’9”
β3 165°33’19”
β4 62°0’19”
β5 80°0’14”

Untuk menghitung nilai sudut azimuth terdapat pada persamaan nomor 2.13 dengan rumus α 23= α 12 - β
2 - 180° , dan mendapatkan hasil berikut ini:

Tabel 3. 9 Hasil Perhitungan

SUDUT AZIMUTH HASIL


α12 281°28’15”
α23 13°59’6”
α34 28°25’47”
α45 146°25’48”
α51 246°25’14”
Untuk menghitung kesalahan total jarak ukuran arah absis tedapat pada persamaan nomor 2.15 dengan
rumus fx = {∑(d sin α)}, dan mendapatkan hasil 0,43.

Untuk menghitung kesalahan total jarak ukuran arah absis tedapat pada persamaan nomor 2.16 dengan
rumus fy = {∑(d cos α)}, dan mendapatkan hasil 0,268.

Untuk menghitung koreksi setiap jarak ukuran dalam arah x terdapat pada persamaan nomor 2.17
d
dengan rumus δ x 1= (−fx), dan mendapatkan hasil:
∑d
Untuk menghitung koreksi setiap jarak ukuran dalam arah y terdapat pada persamaan nomor 2.18
d
dengan rumus δ y1 = (−fy) , dan mendapatkan hasil:
∑d
Untuk menghitung koordinat titik terdapat pada persamaan nomor 2.8 dan 2.9 dengan rumus XB = XA +
(dAB. sin AB)+δ x 1) dan YB = YA + (dAB. cos AB)+δ y1 , mendapatkan hasil:

Tabel 3. 10 Tabel Bacaan Pengukuran Poligon Terbuka Menggunakan Theodolite

12
POLIGON TERBUKA dengan THEODOLITE
FS BS
TITIK TITIK
HR HL BA BT BB V % HI D HR HL BA BT BB V % HI D
3-A 289°14’40” 70°45’20” 11,4 10,21 9,05 91°08’35” -0,249% 1,4m 23,450m A-3 131°00’55” 228°59’05” 17,7 16,51 15,38 90°16’45” -0,488% 1,43m 23,199m
A-B 313°51’45” 46°08’15” 14,21 13,2 12,2 88°56’00” 1,860% 1,43m 20,093m B-A 98°53’00” 261°02’05” 17,27 16,3 15,33 90°41’45” -1,215% 1,42m 19,397m
B-C 252°27’55” 107°32’05” 10,5 9,7 8,9 90°28’20” -0,825% 1,42m 15,999m C-B 94°28’25” 265°31’35” 18,1 17,3 16,49 90°08’00” -0,233% 1,45m 16,1m
C-D 282°17’00” 77°43’00” 18,21 17,65 17,1 89°16’15” 1,272% 1,45m 11,098m D-C 91°42’30” 268°17’30” 16,3 15,76 15,2 88°16’05” 3,023% 1,43m 10,990m
D-E 253°20’25” 106°39’35” 16,14 15,6 15,06 91°29’25” -2,601% 1,43m 10,793m E-D 110°41’25” 249°18’35” 6,81 6,25 5,7 92°08’50” -3,749% 1,44m 11,084m
E-F 220°57’35” 139°02’25” 10,01 9,39 8,88 94°25’35” -7,740% 1,44m 11,233m F-E 40°33’30” 319°26’30” 4,9 4,29 3,68 92°25’10” -4,225% 1,43m 12,178m
F-G 239°03’50” 120°56’10” 14,31 13,81 13,28 91°24’00” -2,443% 1,43m 10,294m G-F 32°14’00” 327°46’00” 8,03 7,51 6,99 92°17’05” -3,990% 1,4m 10,383m
G-H 213°02’20” 146°57’40” 14,47 13,94 13,42 92°47’50” -4,892% 1,4m 10,475m H-G 57°57’25” 302°02’35” 11,15 10,64 10,12 89°11’05” 1,422% 1,42m 10,298m
H-I 274°12’00” 85°48’00” 13,34 12,98 12,6 93°56’30” -6,889% 1,42m 7,365m I-H 90°19’25” 262°34’20” 10,98 10,5 10,23 90°19’25” -0,564% 1,5m 7,499m
I-J 236°30’15” 123°29’45” 8,69 6,8 4,9 98°35’35” -15,111% 1,5m 37,054m J-I 41°58’20” 318°01’40” 16,15 14,3 12,43 82°45’25” 12,708% 1,5m 36,609m
J-K 121°42’25” 238°17’35” 15,43 14,78 14,09 90°01’30” -0,043% 1,5m 13,4m K-J 296°31’25” 63°28’35” 15,68 15 14,34 90°09’05” -0,263% 1,51m 13,4m
K-L 133°36’15” 226°23’45” 14,68 14,11 13,56 89°45’05” 0,434% 1,51m 11,2m L-K 334°26’50” 25°33’10” 12,69 12,12 11,58 92°17’45” -4,010% 1,51m 11,082m
L-M 155°08’25” 204°51’35” 13,91 13,31 12,7 90°19’55” -0,578% 1,51m 12,099m M-L 317°18’05” 42°41’55” 16 15,4 14,79 90°38’00” -1,105% 1,56m 12,099m
M-N 116°30’55” 243°29’05” 16,12 15 13,9 84°43’50” 9,222% 1,56m 22,013m N-M 321°18’25” 38°41’35” 14,11 13,01 11,9 95°56’45” -10,415% 1,52m 21,863m
N-O 184°44’10” 175°15’50” 13,31 12,8 12,28 91°11’30” -2,079% 1,52m 10,296m O-N 350°42’25” 9°17’35” 14,29 13,77 13,25 90°55’05” -1,602% 1,53m 10,397m
O-P 143°08’25” 216°51’35” 17,28 16,84 16,42 88°59’15” 1,767% 1,53m 8,597m P-O 324°16’35” 35°43’25” 14,56 14,14 13,71 90°49’35” -1,442% 1,55m 8,498m
P-Q 144°51’00” 215°09’00” 14,52 13,95 13,38 91°49’20” -1,436% 1,55m 11,398m Q-P 308°50’15” 51°09’45” 18,7 18,1 17,51 88°34’15” 2,493% 1,56m 11,893m
Berdasarkan persamaan nomor 2.4, untuk mengetahui jarak di titik 1 sampai titik 17 bisa menggunakan
rumus ∆h=100(BA-BB)(sin V cos V+(Hi-BT))

Untuk menghitung nilai sudut azimuth terdapat pada persamaan nomor 2.14 dengan rumus α 23= α 12 +
β 2 - 180° , dan mendapatkan hasil berikut ini:

Tabel 3. 11 Hasil Perhitungan Azimuth


AZIMUTH HASIL
AB 292' 5' 35"
BC 265' 40' 30"
CD 273' 29' 5"
DE 255' 7' 0"
EF 185' 23' 10"
FG 203' 53' 30"
GH 204' 41' 50"
HI 240' 56' 3"
IJ 207' 56' 3"
JK 106' 50' 58"
KL 123' 55' 48"
LM 124' 37' 23"
MN 103' 50' 13"
NO 147' 15' 58"
OP 119' 41' 58"
PQ 120' 16' 23"
QR 116' 1' 48"

Untuk menghitung koordinat titik terdapat pada persamaan nomor 2.19 dan 2.20 dengan rumus XB =
XA + (dAB. sin AB) dan YB = YA + (dAB. cos AB), mendapatkan hasil:

13
Tabel 3. 12 Hasil Perhitungan Koordinat
TITIK KOORDINAT X Y
A (966,889 ; 1033,921) 966,889 m 1033,921 m
B (948,271 ; 1041,478) 948,271 m 1041,478 m
C (942,289 ; 1041,026) 942,289 m 1040,026 m
D (931,212 ; 1041,701) 931,212 m 1041,701 m
E (920,781 ; 1038,929) 920,781 m 1038,929 m
F (919,726 ; 1027,746) 919,726 m 1027,746 m
G (915,557 ; 1018,334) 915,557 m 1018,334 m
H (911,18 ; 1008,817) 911,18 m 1008,817 m
I (904,743 ; 1005,239) 904,743 m 1005,239 m
J (887,855 ; 972,257) 887,855 m 972,257 m
K (900,68 ; 968,373) 900,68 m 968,373 m
L (909,973 ; 962,121) 909,973 m 962,121 m
M (919,929 ; 955,247) 919,929 m 955,247 m
N (941,303 ; 949,982) 941,303 m 949,982 m
O (946,87 ; 941,321) 946,87 m 941,321 m
P (954,337 ; 937,062) 954,337 m 937,062 m
Q (964,181 ; 931,316) 964,181 m 931,316 m

3.2 Pembahasan

Gambar 3. 1 Profil galian dan timbunan


Berdasarkan hasil elevasi maka dilakukan penggambaran profil. Dari poligon tertutup
profilnya dapat dilihat pada gambar 3.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat titik tertinggi pada titik xx
dan terendah pada titik xx. Sehingga jika diterapkan perhitungan besar volume galian dan timbunan
maka elevasi rencana pada titik 1 sama dengan elevasi tanah yaitu 100m. Oleh karena itu berdasarkan
hasil perhitungan maka galian berada pada titik 5 sebesar 0,022m, sedangkan timbunan berada pada
titik 2 sebesar 0,14m,xxx. (gambar profil poligon tertutup, memanjang, melintang 1 gambar.
3.3 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penentuan posisi vertikal
pada jalur tertutup sepanjang 137,61m dapat diketahui bahwa jalur tertutup tersebut memenuhi syarat
geometris ∑ ∆ h=0yaitu sebesar -0,21m. Elevasi pada titik 2 jalur tertutup digunakan sebagai
elevasi awal perhitungan elevasi jalur terbuka. Pada jalur tertutup galian berada 2,5pada titik 2, 3,
dan 4 serta timbunannya pada titik ke 5. Sedangkan pada penentuan posisi horizontal, syarat
geometris jalur tertutup telah memenuhi ketentuan. Dengan nilai fβ=−0 ° 9 30, fx=0,43, fy=0,268.
Sehingga koordinat awal sama dengan koordinat akhir, dan azimuth awal sama dengan azimuth
akhir. Selanjutnya dilakukan pengukuran poligon terbuka tidak terikat dihitung menggunakan
koordinat awal dari titik 3 di poligon tertutup yang telah memenuhi syarat geometris.

4. Daftar Pustaka
Bagian ini berisi tentang referensi yang diperoleh dari berbagai sumber yang tekait dengan penulisan
jurnal/artikel. Contoh berbagai jenis penulisan referensi sebagai berikut:

Referensi dari buku:


Ghilani, C.D., and Wolf, P.R., (2012). Elementary Surveying. Intruduction to Geomatics, 13th Edition. Pearson
Education, Inc.
Minchin, M., (2003). Introduction to Surveying, 2nd Edition. Department of Training and Development,
Government of Western Australia.
Referensi dari jurnal:
Li D.R. & Zhou Y.Q. 1999. The Role of Transferring Geoinformation Technology To Operational Applications:
Examples from China.

14
Kufoniyi O. & Ajibade S.A., 1999. Facing the Challenges of Spatial Information Management in the Next
Millenium through Adequate Training Programme. Proceedings of the Technical Session of the 34th
Annual General Meeting and Conference of the Nigerian Institution of Surveyors, 1999.
Referensi dari website:
Water management on land. Diakses dari: https://www.fig.net/fig2020/landwatertour.htm, pada 10 Februari,
2023.
Peta Pola Suhu Permukaan Laut (SPL) di Samudra India Ekuatorial. Diakses dari:
http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/. Pada 10 Februari, 2023.
www.google.earth.com. Pada 10 Februari 2023.

15

You might also like