Professional Documents
Culture Documents
utama proses bertutur. Sedangkan tutur imperatif merupakan tuturan yang tidak
baik atau tidak santun, karena proses penyampaian tuturan secara langsung atau
terus terang. Jika dibandingkan dengan deklaratif dan interogatif, imperatif
merupakan tuturan yang memiliki sifat paling tidak sopan. Partikel-partikel yang
dapat digunakan untuk mengukur kesantunan imperatif yaitu penggunaan partikel
yȃh, ra dan ko. Ketiga partikel memiliki tingkat kesantunan seperti partikel yȃh
memiliki kesantunan yang lebih baik jika dibandingkan dengan partikel ra dan ko,
sebab partikel yȃh lebih halus dalam tuturan karena cenderung menggunakan nada
rendah. Berbeda dengan partikel ra dan ko yang tuturannya menggunakan nada
tinggi, sehingga kedua partikel tersebut dianggap tidak santun. Pada penelitian ini
memiliki kemiripan dan perbedaan, kemiripan penelitian terletak pada kajian yang
digunakan yaitu kesantunan imperatif. Perbedaan terletak pada objek tuturan,
Rasidi memilih lingkup keluarga sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian
ini memiliki objek tuturan masyarakat etnik Madura dalam interaksi jual beli di
pasar ikan di Desa Kota Kulon Kecamatan Bondowoso.
Laporan penelitian Saputra dkk. (2014), “Kesantunan Imperatif Tuturan
Guru untuk Memotivasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas
VII SMP Negeri 1 Singaraja”, menjelaskan teknik motivasi yang diterapkan oleh
guru, wujud tutur imperatif dalam memotivasi siswa dan tingkat kesantunan
imperatif guru. Proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Singaraja terdapat teknik
motivasi pernyataan penghargaan secara verbal, memanfaatkan kewibawaan guru
dengan mengkondisikan pada waktu yang tepat, penggunaan materi yang dikenal
siswa sebagai media pembelajaran, mengembangkan persaingan pada diri sendiri,
meyakinkan siswa melalui kesepakatan dengan memberi kesempatan guru
menunjukkan kemampuannya di depan umum. Memacu siswa untuk belajar dari
hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan menjadikan nilai ulangan sebagai
tolak ukur suatu keberhasilan. Kalimat imperatif yang muncul dalam penelitian
tersebut yaitu wujud imperatif permintaan, bujukan, persilaan, ajakan, larangan,
mengizinkan, suruhan, dan himbauan. Kesantunan yang terkandung dalam
memotivasi siswa sebagian besar guru menggunakan tuturan yang santun dan
penggunaan tuturan tidak santun jarang sekali dimunculkan.
3
2.2.1 Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan
linguistik, sosiologi merupakan kajian yang objetif dan ilmiah mengenai manusia
yang ada di dalam masyarakat dan ilmiah mengenai manusia di dalam
masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa,
atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajian.Dengan demikian,
secara mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu
antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan
bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 2010: 2).
Sosiolinguistik dapat diterapkan dalam interaksi sosial di lingkungan
masyarakat. Penerapan sosiolinguistik tidak terlepas oleh aturan-aturan tertentu
yang menunjukkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi verbal manusia.
Sesuai dengan pendapat Chaer dan Agustina (2010: 7) yang mengatakan bahwa
sosiolinguistik akan memberikan pedoman bagi penutur pada saat berkomunikasi
dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa yang akan
digunakan penutur kepada lawan tutur.
tutur yang terjadi di pasar ikan tidak dapat lepas dari koteks, karena konteks
mengandung struktur yang saling berkaitan. Selain itu konteks memiliki manfaat
bagi lawan tutur untuk memahami dan menganalisis peristiwa tutur. Menurut
Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2010:48) bahwa peristiwa tutur harus
memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertama digabungkan
menjadi akronim SPEAKING, kedelapan komponen tersebut sebagai berikut.
S: Setting and scene, berkenaan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung,
sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis
pembicara.
P: Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara
dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).
E: Ends: purpose and goal, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
A: Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran.
K: Key mengacu pada nada, cara dan semangat yang terkandung dalam suatu
pesan yang ingin disampaikan.
I: Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur
lisan, terlukis, melalui telegraf atau telepon.
N: Norm of imteraction and interpretation, mengacu pada norma atau aturan
dalam berinteraksi.
G: Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah,
doa, dan sebagainya.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa SPEAKING merupakan
komponen-komponen penentu suatu tuturan yang dapat menjadi peristiwa tutur.
Jika suatu peristiwa tutur tidak terlengkapi oleh komponen tersebut, maka tidak
dapat digolongkan dalam peristiwa tutur.
2.2.1 Pragmatik
Dalam memaparkan pengertian pragmatik, Sudaryat (2011:121)
menyatakan bahwa pragmatik menelaah hubungan tindak bahasa dengan konteks
tempat, waktu, keadaan pemakainya, dan hubungan makna dengan aneka situasi
ujaran. Pendapat serupa diungkap oleh Rahardi (2005:50), pragmatik mengkaji
maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu pada sebuah
bahasa. Leech (1993: 8) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna
dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations).
2.2.2.1 Konteks
Konteks adalah suatu yang terjadi sebagai pendukung makna yang
terkandung dalam tuturan, dan mengandung sebuah informasi serta arti yang
berfungsi melatarbelakangi peristiwa tuturan. Leech (1993:20) mengatakan bahwa
konteks adalah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh
penutur dan mitra tutur dan membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan.
Pendapat senada dijelaskan oleh Rohmadi (2004:24) mengatakan bahwa konteks
pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background
knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur. Kedua pendapat
tersebut sama-sama mengungkapkan latar belakang penutur dan lawan tutur, hal
tersebut dimaksudkan sebagai gambaran suasana peristiwa tutur.
Rahardi (2009:4-5) mengatakan bahwa konteks yang lebih banyak
diperhitungkan dalam kajian pragmatik itu lebih bercirikan konteks situasi tutur,
yakni yang menunjuk pada lokasi dan waktu, bukan pada etinitas sosial dan
kulturnya, sekalipun dalam hal-hal ini tertentu pelibatan konteks sosial dan
konteks kultur tidak dapat dihindarkan di dalam analisis pragmatik. Sebanyak
delapan ranah sosial (social dimain) akan dilibatkan di dalam melakukan kajian
pragmatik. Kedelapan macam ranah di dalam masyarakat itu secara berturutan
dapat disebutkan sebagai berikut: (a) ranah pendidikan, (b) ranah keagamaan, (c)
ranah kemasyarakatan, (d) ranah media, (e) ranah pemerintahan, (f) ranah
perkantoran, (g) ranah keluarga, (h) ranah tradisional bisnis. Entitas kebahasaan
yang berwujud imperatif itu tidak selamanya muncul dalam wadah-wadah konteks
yang bersifat sosial dan kultural seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
10
Informasi Indeksal:
Dituturkan oleh seorang direktur kepada pembantu direktur pada saat
keduanya meninjau ruang-ruang kerja yang baru saja selesai dibangun.
Informasi Indeksal:
Tuturan ini disampaikan oleh seorang pimpinan negara kepada masyarakat
umum pada saat peringatan hari Pramuka, 14 Agustus,
rusak!”
Informasi Indeksal:
Tuturan ini terjadi dalam perbincangan yang bersifat pribadi antara seorang
dengan orang yang lainya pada saat mereka bertemu di kantin perguruan
tinggi.
(44) “Masuk kebun dianggap pencuri!”
Informasi Indeksal:
Tulisan di taman/kebun sebuah rumah yang tidak boleh dimasuki oleh
seorang pemulung.
Informasi Indeksal:
Tuturan terjadi pada saat seorang sopir yang sedang berusaha menipu
penumpangnya bertengkar dengan si penumpang yang kebetulan sangat
pemberani dan tidak mau dikelabui.
(48) “Dasar ular, maunya pasti hanya enaknya saja!”
Informasi Indeksal:
Tuturan antarorang dewasa yang sedang saling bermusuhan pada saat mereka
bertengkar memasalahkan hal tertentu.
Informasi Indeksal:
Tuturan disampaikan oleh Ibu kepada anakanya yang masih kecil. Ia baru saja
mendapatkan uang saku dari saudaranya.
(52) Ketua RT kepada warganya: “Apakah masih ada warga sini yang belum
mengurus status kependudukan?”
Informasi Indeksal:
Tuturan disampaikan oleh ketua RT kepada para warganya di dalam suatu
rapat RT.
2.2.2 Sosiopragmatik
Sosiopragmatik merupakan kajian yang digunakan untuk memahami
penggunaan bahasa manusia yang berkaitan dengan konteks. Konteks yang
dimaksud dapat mencakup dua hal, yakni konteks yang bersifat sosial dan konteks
21
Penanda kalimat negatif dalam imperatif Bahasa Madura yaitu jha’ yang
berarti “jangan” yang sering kali dikombinasikan dengan kata ella yang berarti
“jangan”, yȃ, ra, dan ko. Partikel yȃ, ra, dan ko merupakan partikel yang
berfungsi sebagai penegas tuturan yang disampaikan oleh penutur kepada lawan
tutur. Sofyan (2008:199) menyatakan bahwa teori penanda imperatif bahasa
Madura mempunyai beberapa bentuk varian. Varian-varian tersebut antara lain: a)
ella, b) ajjha’, c) ampon, d) ajjha’, e) jha’...ya, f) jha’...ra, g) jha’...ko, h) ella
jha’, i) ella jha’...ya, j) ella jha’...ra, k) ella jha’...ko, l) empon jha’, m) empon
jha’...ghi, n) empon jha...na, o) empon jha’...ko, P) ampon jha’...ghi, q) ampon
jha’...na, r) ampon jha’... ko.
Contoh : (40) Jha’ amaen! “jangan bermain”
24