You are on page 1of 17

PERSPEKTIF ISLAM PADA KEPERCAYAAN LOKAL SUNDA

TERHADAP KAJIAN MANTRA BERKELAHI ATAU JAMPI


GELUT
1
Dadan Rusmana, 2Aisyah Nuraeni
1
dadan.rusmana@uinsgd.ac.id, 2aisyahnuraeni171201@gmail.com
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

ABSTRACT
Basically, humans need aform of belief in supernatural powers. This belief creates
avalue system that sustains adynamic culture. The history of human belief has
documented the development of belief systems of supernatural beings such as
dynamism and animism for thousands of years. This is considered the beginning
of human belief, but believes in animism and dynamism. To this day, in the eraof
globali ation and technological progress, this belief exists in many areas of life.
This belief is not identical with ancient humans, but the phenomenality remains
the same, as seeking help from ashaman. This study uses aqualitative research
method accompanied by aqualitative descriptive type in the form of field research
(field research ) ie datacollection by conducting research where the symptoms are
studied, describe and describe the circumstances and phenomenamore clearly
about the situation or circumstances that occur by plunging directly into the field
to search for data. The purpose of descriptive qualitative research is to obtain
awhole picture of something according to the actual circumstances in the field. Its
characteristics use the environment as adatasource, have analytic descriptive
properties, pressure on the process, are inductive, and prioriti e its belief system.
The focus of his research is related to the viewpoints of the individuals studied,
detailed descriptions of the context, sensitivity to the process and so on. The
datasources in this study consist of humans, situations or events, and
documentation. The results of the study state that the community must believe in
alternative treatments such as physicians or shamans as the inheritance of the
ancestors but the community must also be able to balance between existing
cultural heritage and belief in religion and society must keep the religious values
that are possessed that those who heal are not shamans but Allah SWT.
Keyterms: Trust, Religion, Shaman or Physician
ABSTRAK
Pada dasarnya, manusia membutuhkan suatu bentuk kepercayaan pada
kekuatan supernatural. Keyakinan ini menciptakan sistem nilai yang menopang
budaya yang dinamis. Sejarah ikepercayaan imanusia itelah imendokumentasikan
perkembangan isistem ikepercayaan imakhluk igaib iseperti idinamisme idan
animisme iselama iribuan itahun. iIni idianggap isebagai iawal idari ikepercayaan
manusia, itetapi ipercaya ipada ianimisme idan idinamisme. iSampai ihari iini, idi
era iglobalisasi idan ikemajuan iteknologi, ikepercayaan iini iada idi ibanyak
bidang ikehidupan. iKeyakinan iini itidak iidentik idengan imanusia ipurba, itetapi
fenomenanya itetap isama, iseperti imencari ibantuan idari idukun. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif disertai dengan tipe deskriptif kualitatif
berupa penelitian lapangan (field research) yaitu pengumpulan data dengan
melakukan penelitian ditempat terjadinya gejala yang diteliti, memaparkan dan
menggambarkan keadaan serta fenomena secara lebih jelas mengenai situasi atau
keadaan yang terjadi dengan terjun langsung ke lapangan untuk mencari data.
Tujuan ipenelitian ikualitatif ideskriptif iyaitu iuntuk imemperoleh igambaran
seutuhnya imengenai isuatu ihal imenurut ikeadaan isebenarnya idilapangan.
Karakteristiknya imenggunakan ilingkungan isebagai isumber idata, imemiliki
sifat ideskriptif ianalitik, itekanan ipada iproses, ibersifat iinduktif, idan ilebih
mengutamakan isistem ikepercayaannya. iFokus ipenelitiannya iyaitu iberkaitan
dengan isudut ipandang iindividu-individu iyang iditeliti, iuraian irinci itentang
konteks, isensitivitas iterhadap iproses idan isebagainya. iSumber idata idalam
penelitian iini iterdiri idari imanusia, isituasi iatau iperistiwa, idan idokumentasi. i
iHasil ipenelitian imenyatakan ibahwa imasyarakat iboleh imeyakini itentang
ipengobatan ialternatif iseperti itabib iatau idukun isebagai iwarisan inenek
imoyang itetapi imasyarakat ijuga iharus idapat imenyeimbangkan iantara
peninggalan budaya yang ada dengan kepercayaan terhadap agama dan
masyarakat harus tetap menjaga nilai-nilai agama yang dimiliki bahwa yang
menyembuhkan bukan dukun tetapi Allah SWT.
Kata kunci : Kepercayaan, Agama, Dukun atau Tabib

PENDAHULUAN
Secara psikologi, masyarakat awam cenderung mendahulukan emosi daripada
nalar. Kondisi iyang idemikian iitu imemberi ipeluang ibagi imasuknya pengaruh-
pengaruh inegatif idari iluar iyang imengatasnamakan iagama. Masyarakat iawam
sendiri, ibiasanya iidentik idengan imasyarakat ipedesaan. iArtinya, imereka
memiliki isuatu iketerbatasan ipengetahuan iagama, idan isangat imemerlukan
tambahan idari iorang iyang imenguasai ipermasalahan iagama. iMenurut
Roszi & Mutia, (2018) golongan iorang-orang itua ipada imasyarakat ipedesaan,
umumnya imemegang iperanan ipenting. iOrang iakan iselalu imeminta inasehat
kepada imereka iapabila iada ikesulitan-kesulitan iyang idihadapi. iKesukarannya
adalah ibahwa igolongan orang-orang tua itu mempunyai pandangan yang
didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk mengadakan perubahan
yang nyata.
Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap warga lokal sunda,
menyatakan bahwa warga masih banyak yang percaya terhadap dukun maupun
terhadap jampi-jampi yang dibacakan oleh idukun itersebut, iwarga ijuga
mengatakan isudah isering iberobat idi idokter imaupun idi irumah isakit, itetapi
hasilnya inihil, idan itidak imerasa ilebih ibaik imaupun isembuh isetelah iberobat
di idokter. iDari isinilah imuncul ikepercayaan iterhadap idukun, idan iniat iuntuk
berobat ikepada idukun. iSetelah iberobat ikepada idukun iwarga imerasa ilebih
baik, idan iberfikir ibahwa idukun itersebut itelah imenyembuhkan isakitnya
dengan icara imembacakan isuatu imantra iataupun ijampi-jampi iterhadap iair
mineral yang akan diminumnya tersebut. Hasil pengamatan juga diketahui bahwa
warga juga percaya terhadap keberadaan Allah, akan tetapi percaya bahwa dengan
berobat kepada dukun dapat menyembuhkannya dari penyakit (Miharja, 2015).
Mantra adalah sesuatu iyang ilahir idari imasyarakat isebagai iperwujudan idari
keyakinan iatau ikepercayaan. iDalam imasyarakat itradisional, imantra ibersatu
dan imenyatu idalam ikehidupan isehari-hari (Muhazetty, 2017). Seorang pawang
atau dukun yang ingin menghilangkan atau menyembuhkan penyakit misalnya,
dilakukan dengan membacakan mantra. Berbagai ikegiatan iyang idilakukan
terutama iyang berhubungan idengan iadat ibiasanya idisertai idengan ipembacaan
mantra. iHal tersebut itidak imengherankan imengingat ibahwa iterdapat isuatu
kepercayaan di tengah imereka itentang isuatu iberkah iyang idapat iditimbulkan
dengan pembacaan isuatu imantra itertentu. iMereka isangat imeyakini ibahwa
pembacaan mantra imerupakan iwujud idari isebuah iusaha iuntuk imencapai
keselamatan dan ikesuksesan. Untuk itu, keberadaan mantra menjadi penting dan
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Sihir yang dilakukan oleh isahir iyang imerupakan isuatu iistilah ibagi ipelaku
sihir idan ijenisnya ibermacam-macam, iada isihir iyang idilakukan idengan
mantra-mantra, iada iyang idilakukan idengan imenggunakan ibenda-benda
tertentu, idan ibahkan itak ijarang idilakukan idengan imempersembahkan isajian-
sajian. Keberadaan iaktivitas isihir idiakui ioleh iAlquran, isebagaimana
disebutkan idalam surah an-Nisa ayat 51. Terdapat kata “aljibt” pada ayat tersebut
yang diidentikkan dengan sihir, sedang kata “at-thaghut” diartikan dengan setan.
Aktivitas sihir oleh para penyihir juga diabadikan dalam Alquran surah Al-A’raaf
ayat 115-117. Ayat itu mengisahkan perbincangan antara Nabi Musa dan para
tukang sihir yang melakukan tipu daya lewat tongkat yang mereka pakai sehari-
hari (Susanto & Karimullah, 2017).
Islam memandang sihir sebagai perbuatan terlarang. Hukum melakukan sihir
adalah haram. Hal iini ikarena iperbuatan isihir iitu isendiri imengandung
kemusyrikan, iterdapat iunsur ipelanggaran iakidah, iserta icampur itangan isetan.
Tingkat ikeharaman isihir iamat iberat ikarena itermasuk isalah isatu idosa ibesar.
Penegasan iini isebagaimana itertuang idalam ihadis riwayat Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah. Hadis lain menyatakan, para pelaku sihir dikategorikan dalam
kelompok orang-orang musyrik, seperti yang dinukil An-Nasa’i dari Abu
Hurairah (Zulfadli et al., 2021).
Tak sekadar ibalasan idi iakhirat ikelak, iIslam imemberlakukan ihukuman idi
dunia ijuga ibagi ipara ipenyihir. iSebuah ihadis iriwayat iat-Tirmidzi imenyebut,
sanksi ibagi imereka iialah ihukuman imati. iArgumentasi iini idiperkuat idengan
atsar iyang idiriwayatkan iJabalah idari iUmar ibin iKhattab. iSecara iumum,
menurut Abu Sa’id al-Khadimi dalam jurnal (Susanto & Karimullah, 2017), dalil-
dalil tersebut meng ungkapkan sanksi bagi penyihir ialah hukuman mati. Namun,
sambung al-Khadimi, bila yang bersangkutan telah menyatakan pertobatan maka
ia tidak dibunuh dan tobatnya diterima. Akan tetapi, jika ia mengingkari berbuat
sihir, maka ia tetap dibunuh dan tobatnya tidak diterima.
Dalam jurnal yang di buat (Oktarina & dkk., 2018) menyatakan bahwa istilah
mantra ilebih dikenal idalam itradisi iHindu idan iBudha idisebut imantra iGalib,
idi iArab disebut iDoa iatau iRu’yah idan idi imasyarakat ilokal idisebut iJampi-
jampi. Masyarakat iyang isekarang iini itidak ilagi imempercayai imantra ikarena
menganggap imantra ibertentangan idengan isyariat iagama iyang idapat
mempersekutukan iTuhan. iTerlepas idari iitu isemua imantra itetap imerupakan
bagian idari ikebudayaan iIndonesia isebagai isalah isatu ipemerkaya ikebudayaan
yang iharus idilestarikan itanpa iperlu idiyakini. iSementara iitu imenurut Syafitri
& Zuhri, (2022) Manusia imembutuhkan ikepercayaan ipada ikekuatan iyang
supernatural iyang menopang ipada ibudaya iyang idinamis. iSecara iumum itabib
atau idukun merupakan iorang iyang imempunyai ikesaktian iyang isupranatural
untuk menyembuhkan iorang iyang isakit idengan imemberikan imantramantra.
Pada lingkungan imasyarakat itentunya idukun imenjadi ipembicaraam hangat
pada masyarakat ada yang pro dan kontra. di junal ini di bahas mengenai
bagaimana pengaruh tabib atau dukun pada masyarakat.
Banyak sekali jenis mantra dan jampi-jampi yang beredar di masyarakat salah
satunya dalam ijurnal Noor, (2022) adalah iNyapih iatau ibeberapa isering
dihubungkan idengan imareni imerupakan ihal iumum iyang idilakukan iketika
bayi iberumur idua itahun idiberhentikan imenyusu ipada isang iibu. iSeorang iibu
tidak iakan iselamanya imenyusui iseorang ibayi, iini ibermakna isuatu isaat ibayi
harus iberhenti imenyusu ipada isang iibu. iKetika ibayi imeminta isusu iatau
menyusu ipada isang iibu, iibu itersebut iakan ilangsung imenyusui ibayinya
karena iitu iyang iiinginkan ioleh ibayinya. iKetika isuatu isaat ibayi imeminta
untuk imenyusu idan iibu itidak imemberikan isusu, ibayi itersebut iakan
menangis isampai iterdengar ioleh itetangga iyang iakan imembuat isang iibu
malu. iSelain iitu iketika imenyusu isang iibu isering imerasa isakit idan inyeri
pada iputingnya, imual idan imuntah, ikelelahan, idan ihamil ianak iselanjutnya
atau karena anaknya sudah besar. Saat ibu berhenti menyusui sang anak biasanya
badan sang anak akan sakit dan panas, susah makan, merengek ingin menyusu,
anak sakit perut, rewel dan menangis. Ketika hal tersebut telah terjadi, seorang ibu
akan pergi menemui dukun atau orang pintar yang dirasa mampu dan ahli untuk
membantu ibu tersebut agar sang bayi berhenti menyusu.
Menurut Saleh, (2017) Bahaya penggunaan sihir telah menyebar dan
menyentuh berbagai segi kehidupan di idalam imasyarakat. iPerbuatan itersebut
mengancam eksistensi inyawa, iharta idan ikehormatan iseseorang. iMeskipun
demikian, perbuatan isihir itidak itermasuk idalam ikategori ipidana iatau
kriminal. iTindak pidana iyang iberlaku isekarang ilebih imengarah ipada ipidana
yang ikasat imata atau iyang idikenal isecara iumum ioleh imasyarakat isebagai
tindak ikejahatan. Tindak ipidana idengan imenggunakan imetode isihir ibelum
mendapatkan perhatian ikhusus idalam ikajian ipidana, iterutama idi idalam
hukum ipositif. Setidaknya, iterdapat itiga ibentuk sanksi hukum tindak pidana
sihir tersebut, yaitu qishâs, diyât dan ta’îr, yang masing-masing punya hukum
yang tersendiri. Sedangkan dari aspek mekanisme pembuktiannya bisa melalui
pengakuan (ikrâr), saksi dan qarînah (indikator) tertentu.
TEORI
Islam adalah seragkaian peraturan atau undang-undang yang diturukan oleh
Allah kepada nabi-nabi dalam rangka memelihara keselamatan, kesejahteraan, dan
perdamaian bagi umat manusia yang termaktub dalam kitab suci. Islam juga
merupakan iajaran iyang imenjawab isegala ipermasalahan imanusia isecara
menyeluruh imengenai isiapa idan idari imana iia iberasal, iuntuk iapa idan
bagaimana iseharusnya iia imenjalai ikehidupan, idan iterakhir ikemana iia iharus
kembali (Ulum, 2014). iAjaran iIslam ibukanlah iagama ibaru, imelainkan iagama
yang isudah dikenal idan idijalankan ioleh iumat imanusia isepanjang i iaman,
karena isejak semula itelah iterbit idari ifitrahnya isendiri. iIslam isebagai iagama
yang ibenar, agama iyang isejati idan imengutamakan iperdamaian. iIslamisasi
budaya idi Indonesia dilakuka secara damai melalui jalur perdagangan, kesenian,
perkawinan dan pedidikan.
Islam selain membahas ipersoalan iakidah idan isyariat, ijuga imembahas
persoalan ibudaya. iAllah iswt imenjadikan idan imemilih iumat iIslam isebagai
umat ipemeluk iagama iRahmatan ilil ialamin, iagar iumat iIslam iberlaku iadil
dan iseimbang idalam isikap idan iperilakunya. iIslam isebagai iajaran iyang
bersumber ikepada ial-Quran dan hadis merupakan satu kesatuan ajaran yang utuh
dan diyakini pemeluknya sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Tetapi iketika
ajaran iIslam itelah ibersentuhan dengan ianeka ikepercayaan ilokal imasyarakat
yang iberbeda idari isatu isuku ke suku iyang ilain, ibangsa ike ibangsa iyang lain,
dari isatu inegara ike inegara yang ilain, imaka idari isitulah iIslam iterlihat
“beradaptasi”. iBudaya iIslam disesuaikan idengan ikonteks ilokal idan kebutuhan
tertentu. iNamun, imakna dan itujuan iAgama Islam diseluruh dunia ini tetaplah
sama, yakni mengharapkan ridho Allah swt (Arsyad, 2019).
Menurut Miharja, (2015) Sistem ikepercayaan isuatu imasyarakat iterbentuk
isecara alamiah. iDimana isistem ikepercayaan imerupakan ipedoman ihidup
iyang diyakini ioleh isuatu imasyarakat idalam imenjalankan ikehidupan isosial
keagamaannya. iMasyarakat iSunda isebagai isebuah isuku ibangsa idi iIndonesia,
memiliki isistem ikepercayaan iawal iyang iunik idan imasih ibertahan isampai
saat iini. iSistem ikepercayaan itersebut isering idikenal idengan iistilah iSunda
Wiwitan iyang isekarang ibertahan ihidup ipada ikomunitas imasyarakat iadat
Baduy idi iKanekes. iNamun idemikian, ifakta ihistoris imenunjukkan ibahwa
masyarakat iSunda idipengaruhi ioleh ibeberapa ikebudayaan, idiantaranya;
kebudayaan iHindu-Budha iyang idatang idari ianak ibenua iIndia,iKebudayaan
Islam iyang idatang idari ijazirah iArab, kebudayaan Jawa, kebudayaan iBarat
yang idatang idari ibenua iEropa, idan kelima, ikebudayaan inasional ikarena
Tatar Sunda terintegrasi dan menjadi bagian Negara Republik Indonesia dan
kebudayaan global. Walaupun dipengaruhi berbagai kebudayaan luar, masyarakat
Sunda memiliki identitas tersendiri, yang melekat pada komunitas masyarakat
adat Baduy, termasuk dalam sistem kepercayaannya, yaitu Sunda Wiwitan.
Islam juga itidak idapat idibenturkan idalam inilai-nilai ilokal. iNamun, isecara
umum iAgama iIslam idibangun idan iditegakkan idiatas ikearifan ilokal.
Kehadiran iIslam isebagai iAgama imayoritas idi iwilayah inusantara iyang isudah
dianut isebelumnya ioleh isejumlah imayoritas imasyarakatnya. iKehadiran
Agama iIslam idi iwilayah iini ibisa iberadabtasi idengan iagama ikepercayaan
lokal. Unsur yang dimiliki oleh Islam sehingga bisa diterima secara luas dan
dengan begitu mudah dipahami oleh masyarakat.
METODE
Pendekatan penelitian adalah aspek yang sangat penting dalam suatu
penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Antropologi Agama, iUntuk imelihat idinamika ikeberagamaan idan ikajian
mantra iatau ijampi-jampi iyang iada ipada ikepercayaan ilokal iSunda. iPenelitian
ini imerupakan ipenelitian ikualitatif ideskriptif. iTujuan ipenelitian ikualitatif
deskriptif iyaitu iuntuk imemperoleh igambaran iseutuhnya imengenai isuatu ihal
menurut ikeadaan isebenarnya idilapangan (Bungin, 2007). iKarakteristiknya
menggunakan lingkungan isebagai isumber idata, imemiliki isifat ideskriptif
analitik, itekanan pada proses, bersifat induktif, dan lebih mengutamakan sistem
kepercayaannya. Fokus penelitiannya yaitu berkaitan dengan sudut pandang
individuindividu yang diteliti, uraian rinci tentang konteks, sensitivitas terhadap
proses dan sebagainya.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari manusia, situasi atau peristiwa,
dan dokumentasi. Sumber data manusia berbentuk perkataan maupun tindakan
orang yang bisa imemberikan idata iatau imelalui iwawancara. iMenurut Bungin,
(2007) sumber idata merupakan suasana iatau iperistiwa iberupa isuasana iyang
bergerak iatau ipun idiam, iyang meliputi iruangan, isuasana, idan iproses. iJenis
data iyang idigunakan idalam penelitian iini imeliputi idata iprimer idan idata
sekunder. iSumber idata iprimer (data iutama), iyaitu idata iyang idiperoleh
langsung idari iobservasi iatau wawancara idilapangan itempat ipenelitian
berlangsung. iSedangkan isumber data isekunder i(data pendukung) yaitu data
yang diperoleh dari dokumen-dokumen hasil penelitian atau catatan-catatan yang
ada hubungannya dengan objek penelitian.
Hal pertama yang akan peneliti lakukan adalah membaca, mempelajari, dan
menelaah data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara dan hasil observasi
yang terkumpul serta data-data lainnya. Langkah kedua, mereduksi data secara
keseluruhan dari data yang telah dibaca, dipelajari, dan ditelaah agar dapat
dikategorikan sesuai tipe masing-masing data. Dan selanjutnya akan ditulis dalam
bentuk laporan dari hasil yang diperoleh secara deskriptif analisa, yaitu penyajian
dalam bentuk tulisan yang menerangkan apa adanya sesuai dengan yang diperoleh
dari peneliti.

PEMBAHASAN
Struktur Bahasa
Sastra lisan merupakan produk budaya masyarakat yang berupa susunan kata
yang berunsur puisi, sastra lisan ini dapat dijumpai hampir di seluruh daerah.
Secara teoritis sastra ilisan idibagi imenjadi i3 ibentuk iyaitu ilegenda, idongeng,
dan imitos i(Mulyanto & Suwatno, 2018) iNamun, idewasa iini iterlihat isikap tak
acuh masyarakat iterhadap isastra ilisan. iSastra ilisan idianggap isebagai ihal-hal
yang tidak imasuk iakal iyang iberada idi iluar inalar, ihal iini itentu imenjadi
ancaman yang ibesar iterhadap ieksistensi isastra ilisan idalam ikehidupan
masyarakat. Semi idalam (Suryani, 2011) imenyatakan ibahwa isastra lisan iyang
terdapat pada imasyarakat isuku ibangsa iIndonesia isudah ilama iada. Menurut
Kasmana et al., (2018) pro dan ikontra ieksistensi isastra ilisan menimbulkan
pandangan iyang berbeda idalam imasyarakat, iyakni ipandangan untuk
melestarikan isastra ilisan dan ipandangan iuntuk imeninggalkan isastra lisan. Hal
ini iseolah-olah menjadikan iketimpangan iantara isastra ilisan idan sastra tulisan,
beberapa orang iberpendapat ibahwa isastra itulis imempunyai inilai yang lebih
tinggi. Keberadaan sastra lisan di tengah suatu etnik bukanlah tanpa maksud.
Daerah-daerah yang iberada idi iIndonesia imemiliki ibanyak ikearifan ilokal,
budaya, itradisi, iadat iistiadat, ibahasa, iserta iritual iadat iatau iupacara iadat
berbeda-beda, imenjadi ipembeda iantara idaerah isatu idengan idaerah ilainnya.
Masyarakat iJawa iimerupakan isuatu ikesatuan imasyarakat iyang idiikat oleh
norma-norma hidup ikarena isejarah, itradisi, imaupun iagama. IAdapun Ruslan,
(2020) menyatakan bahwa ikebudayaan imerupakan iciri iatau iidentitas isuatu
bangsa. Dahlan, (2013) berpendapat ibahwa ikebudayaan iIndonesia imerupakan
suatu hal iyang tidak idapat iterlepas idari itradisi ikebiasaan. iMenurut iHawkins
dalam (Widiana, 2017) ibudaya imerupakan isesuatu iyang isangat kompleks yang
terdiri iatas ikeyakinan, iadat-istiadat, iseni, imoral, ikemampuan serta ihal iyang
menjadi kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai masyarakat. Budaya yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat memiliki ciri khas yaitu memiliki nilai-
nilai kearifan lokal yang harus dilestarikan. Sedangkan menurut Nababan (Arsyad,
2019) kebudayaan iadalah isistem iaturan-aturan ikomunikasi idan iinteraksi iyang
memungkinkan isuatu imasyarakat iterjadi, iterpelihara, idan idilestarikan.
Keberadaan ibahasa idan ibudaya ijuga iharus ididekatkan ikeduanya imemiliki
keterkaitan iyang isangat ikuat.
Dalam etnolinguistik bahasa bukan hanya sebagai mode berpikir akan tetapi,
sebagai pengembang sebuah Budaya dan merupakan bagian dari unsur-unsur
kebudayaan. Seperti halnya bahasa, kebudayaan juga dipelajari, ditransmisikan
dan diwariskan dari isatu igenerasi ike igenerasi iberikutnya imelalui iperbuatan
dalam ibentuk itatap imuka idan itentu isaja imelalui ikomunikasi ilinguistis.
Bahasa imerupakan ibagian idari ikebudayaan, isehingga iapabila iseseorang
mempelajari isuatu ibahasa idalam imasyarakat iberarti iia itelah imempelajari
kebudayaan idalam imasyarakat itersebut. iMantra imerupakan idoa ikesukuan
yang imengandung imagis idan ikekuatan igaib iyang idimanfaatkan isebagai
sarana iuntuk imempermudah idalam imeraih isesuatu idengan ijalan ipintas
(Oktarina & dkk., 2018). iMantra imerupakan iwujud iwacana kebudayaan iyang
merupakan iproduk idari ipenggunaan ibahasa iyang mencerminkan ibahasa
sebagai isumber iyang imemiliki bentuk, fungsi, dan makna tersendiri. Mantra
atau Jangjawokan dalam bahasa Sunda ini juga mencerminkan nilai-nilai budaya,
sikap, dan kepercayaan yang ada pada masyarakat Sunda.
Bahasa yang digunakan ioleh isuku iini iadalah ibahasa iSunda. iBahasa iSunda
adalah ibahasa iyang idiciptakan idan idigunakan isebagai ialat ikomunikasi ioleh
Suku iSunda, idan isebagai ialat ipengembang iserta ipendukung ikebudayaan
Sunda iitu isendiri. iSelain iitu ibahasa iSunda imerupakan ibagian dari budaya
yang memberi karakter yang khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan
salah satu Suku dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.
Bahasa Sunda dipakai secara luas dalam masyarakat Jawa Barat. Dalam
hubungannya dengan kehalusan ibahasa isering idikemukakan, ibahwa ibahasa
Sunda iyang imurni idan ihalus iitu iada ididaerah ipriangan, iseperti iKabupaten
Ciamis, iTasik iMalaya, iGarut, iBandung, iSumedang, iSukabumi idan iCianjur
dan isampei isekarang idialek iCianjur imasih idipandang isebagai ibahasa isunda
yang iterhalus. iDari iCianjur ipula iberasal ilagu-lagu ikecapi isuling icianjuran.
Dan ibahasa iyang idianggapkurang ihalus iadalah ibahasa iSundadi idekat ipantai
utara, imisalnya Banten, Karawang, Bogor, dan Cirebon. Bahasa orang Badui,
yang terdapat didaerah Banten Selatan adalah bahasa Sunda Kuno (Kasmana et
al., 2018).
Menurut Wardani et al., (2021) Jangjawokan yang termasuk kedalam mantra
kekuatan, mantra kekuatan ini biasanya digunakan oleh masyarakat Sunda idan
dianggap imemiliki ikesaktian. iData idiambil idari ibuku “Jangjawokan
Inventarisasi Puisi Mantra Sunda”. iBuku idengan ijudul Jangjawokan
Inventarisasi iPuisi iMantra iSunda iyang iditerbitkan ioleh iDinas Pariwisata idan
Kebudayaan iProvinsi iJawa iBarat iyang ipenulis iteliti iini sangat imembantu
dalam imelestarikan iproduk ibudaya imasyarakat iyang mengandung iunsur-
unsur ikeindahan. iNamun iyang iharus ikita iketahui isastra lisan itidak ihanya
mengandung iunsur-unsur ikeindahan isaja ikarena isusunan puisinya iyang
berupa irima idan iirama, itetapi ijuga imengandung iberbagai informasi itentang
nilai-nilai ikebudayaan idalam ikelompok isosial itertentu. Maka idari iitu isebagai
salah isatu idata ibudaya, isastra ilisan idapat imenjadi pintu imasuk iuntuk idapat
memahami isalah isatu iatau ikeseluruhan iunsur kebudayaan idalam isuatu
kelompok.
Data iyang idiperoleh iadalah struktur mantra dan hasil analisis data penelitian
ini adalah sebagai berikut:

Jampe Gelut Mantrauntuk berkelahi


Bismillah Bismillah
Sun matekajiku si macan putih Kupakai ajianku si macan putih
Sun sulung si tukang balung Aku pungut si tulang
Oratan kenalara Tak pernah kenalara
Oratan kenapati Tak pernah mati

Dari salah satu mantra “Jampe Gelut” dari segi kebahasaan struktur fisik puisi
(mantra) yang ditemukan, yaitu (1) diksi, (2) imaji, (3) kata konkret, dan (4) rima
dan ritme.

A. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata. Pemilihan dan pemanfaatan kata merupakan
aspek yang utama dalam puisi (Waki’ah et al., 2021). Pada mantra ini ditemukan
makna denotatif (makna sebenarnya) dan makna konotatif (makna tidak
sebenarnya).
Mantra idi iatas ipada ilarik ipertama, i/Bismillah/ isecara idenotatif imemberi
makna iucapan ipembukaan iyang idisampaikan ipenutur. iAkan itetapi isecara
konotatif ilarik ipertama imenggambarkan ikepercayaan iterhadap ikekuatan
adikodrati iyang idipercayai idalam iagama iIslam. iHal itersebut imerupakan
representasi ikepercayaan imayoritas iorang iSunda.
Pada ilarik ikedua, iSun imatek iajiku isi imacan iputih isecara idenotatif
memberi imakna ipenutur imantra imemakai iajian isi imacan iputih. iAkan itetapi
secara ikonotatif ilarik ikedua imenggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra iingin
terlihat iseperti imacan iyang idapat imembuat iorang idi isekitarnya iterkesima.
Ajian imacan iputih isangat iterkenal ipada ikebudayaan iSunda, idalam i(Wardani
et al., 2021) idijelaskan ibahwa iajian imacan iputih imerupakan ajian iyang cukup
dikenal idalam idunia ispiritual inusantara. iPada ikebudayaan Sunda dipercaya
bahwa iajian iini imembuat iseseorang iyang imengamalkannya menjadi iorang
iyang ilebih iberkarisma iserta iberwibawa.
Pada ilarik iketiga, iSun isulung isi itukang ibalung isecara idenotatif imemberi
makna ipenutur imantra imemungut isebuah itulang. iAkan itetapi isecara
konotatif ilarik iketiga imenggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra imemungut
tulang itersebut iuntuk imenjadi ijimat. iPada ilarik ikeempat, i/Ora itan ikena
lara/Tak ipernah ikena ilara/secara idenotatif imemberi imakna itidak ipernah
terkena isedih, isusah, idan isebagainya. iAkan itetapi isecara ikonotatif ilarik
keempat imenggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra imenginginkan ihidupnya
tidak ipernah iterkena ihal-hal iyang imenyusahkan ihidupnya.
Pada ilarik ikelima,/Ora itan ikena ipati/Tak ipernah imati/secara idenotatif
memberi imakna itidak ipernah imati. iAkan itetapi isecara ikonotatif ilarik kelima
menggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra imenginginkan ihidupnya iabadi.
Pada ilarik ikeenam,/Ikhlas inanjung ikarena iAlloh/Ikhlas imenang ikarena
Allah/secara idenotatif imemberi imakna ipenutur imakna itulus idengan
kemenangannya ikarena iAllah. iAkan itetapi isecara ikonotatif ilarik ikeenam
menggambarkan ibahwa iapa ipun inanti ihasilnya ikemenangan itersebut iberasal
dari iAllah.
B. Imaji
Imaji yang ditemukan pada mantra “Jampe Gelut” adalah imaji taktil hal
tersebut dapat idilihat idari ikata iSun imatek iajiku isi imacan iputih idan iSun
sulung isi itukang ibalung iyang iartinya iKupakai iajianku isi imacan iputih idan
Aku ipungut isi itulang, iterlihat iadanya iaktivitas iyaitu imemakai dan
memungut.
C. Kata Konkret
Kata yang membangkitkan daya imaji pada mantra “Jampe Gelut” adalah kata
Sun (aku) yang membuat penutur mantra benar-benar terbawa ke dalam mantra
tersebut.

Sun matek ajiku si macan putih Kupakai ajianku si macan putih


Sun sulung si tukang balung Aku pungut si tulang

D. Rima dan Ritme


Rima pada “Jampe Gelut” tidak berurutan, sedangkan untuk ritme pada mantra
tersebut terdapat ritme pengulangan frasa Sun pada baris kedua diulang pada baris
ketiga. Serta frasa Ora tan kena yang terdapat pada baris keempat dan diulang
pada baris kelima.

Sun matek ajiku si macan putih


Sun sulung si tukang balung
Ora tan kena lara
Ora tan kena pati
Dari data 1 mantra “Jampe Gelut” dari segi kebahasaan struktur batin puisi
(mantra) yang ditemukan, yaitu (1) tema, (2) perasaan, (3) nada, dan (4) amanat.
1. Tema, iTema idalam imantra i“Jampe iGelut” idilihat idari imantra tersebut
adalah imengenai iharapan. i
2. Perasaan, iUngkapan iperasaan imantra ikekuatan iyang idibacakan ipada
mantra i“Jampe iGelut” iyaitu iperasaan iyakin. i
3. Nada, iNada idalam ipuisi i(mantra) iyaitu iisi imantra iterhadap ipembaca.
Nada iyang iterdapat ipada imantra i“Jampe iGelut” iadalah imenuntun. i
4. Amanat, iAmanat iyang iditemukan ipada imantra i“Jampe iGelut” iadalah
berharap imenang, ihidup isenang idan iabadi.

Makna Mantra Dan Jampi-Jampi


Mantra adalah salah satu bentuk sastra lisan yang masih bertahan sampai
sekarang dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu.
Mantra iterdapat idalam ikesusastraan idaerah idi iseluruh iIndonesia, iyang
diwariskan idari igenerasi ike igenerasi idan imasih idipercayai imengandung
kekuatan imagis i(Noor, 2022). iMantra iini idianggap idapat mempermudah
untuk iberhubungan idengan iTuhan, idewadewi, iataupun penguasa ialam.
Mantra ihanya iboleh idiucapkan ioleh iorang itertentu, ipada waktu idan itempat
tertentu ipula. iOrang iyang idiperbolehkan imengucapkan mantra ihanyalah
pawang, idukun, iatau iorang iyang idituakan ioleh imasyarakat setempat. iMantra
sering idianggap isakral, ibaru idiucapkan ijika iada ikegiatan dengan imaksud
khusus i(Waki’ah et al., 2021).
Mantra imempunyai istruktur. iStruktur iadalah ibentuk ikeseluruhan iyang
kompleks i(complex iwhole) (Muhazetty, 2017). iStruktur iberarti ibentuk
keseluruhan iyang ikompleks iobjek idan iperistiwa iadalah isebuah istruktur yang
terdiri idari iunsur iyang idi idalam iunsur-unsur imemiliki isebuah ihubungan.
struktur imantra iadalah iunsur-unsur iyang imembentuk imantra, iyang imeliputi
unsur ijudul, iunsur ipembuka, iunsur isugesti, idan iunsur itujuan. iSecara teoretis
struktur isastra ilisan imempunyai iempat itingkat, iyaitu: itingkat ikata, itingkat
teks ipuisi, idan itingkat inaratif. iLebih ilanjut Al-Amri & Haramain, (2017)
menjelaskan bahwa istruktur isastra ilisan iterdiri idari iempat itingkat. iStruktur
tersebut meliputi i(1) iwording i(tingkat ikata), iyaitu imateri ibahasa iyang ierat
hubungannya idengan ilinguistik, i(2) itexture i(tingkat ijalinan ikata-kata), iyaitu
meliputi imasalah iciri-ciri ibahasa, iprosa idan ipuisi, igaya isebuah igenre,
kebudayaan, iatau ialiran-aliran ipencerita idan ipenyanyi; idan igaya iyang ianeh
perseorangan idi idalam ipertunjukkan, i(3) inarration i(tingkat ijalinan iplot
(alur) icerita), i(4) idramati iation i(tingkat ijalinan iyang iterjadi idi idalam
pertunjukkan), iyaitu iyang iberupa iakustik, ivisual, idan iaspek-aspek igerak
yang imerupakan ielemen-elemen isetiap ipertunjukkan isastra ilisan (Syafitri &
Zuhri, 2022).
Struktur itu memiliki aturan sendiri, dalam arti bahwa struktur tidak menunjuk
pada pertimbangan-pertimbangan di luar dirinya dalam rangka mengesahkan
prosedur transformasionalnya. Demikianlah gagasan mengenai struktur
merupakan dasar bagi suatu hukum yang mandiri (selfsufficent ruler). Gagasan
struktur merupakan suatu konstruksi konkret, yang bagian-bagiannya isanggup
mengubah idimensi idan ikualitasnya, dan itidak iada ibagian idari ikeseluruhan
yang idapat idihilangkan itanpa merusak ikeutuhannya. iSemua ibagian idari suatu
struktur isecara ipotensial efektif. iFungsi idari iberaneka iragam ibagian istruktur
tergantung ipada ikonteks dan iperangkat istruktur (Kasmana et al., 2018). Dengan
demikian, igagasan istruktur isemua ibagian iatau iunsur iverbal iyang
membangun ikeutuhan komposisi mantra memiliki fungsi sesuai dengan
konteknya sehingga efektif dalam mewujudkan ciri estetika pengungkapan
mantra.
Mantra masuk ke dalam bentuk puisi rakyat. Hal tersebut sesuai dengan ciri-
ciri puisi rakyat yang disebutkan oleh Oktarina & dkk., (2018) bahwa kekhususan
genre ini yaitu kalimatnya iyang itidak iberbentuk ibebas i(free iphase) melainkan
terikat (fix iphase). iMakna idalam ipuisi, ipada iumumnya ibaru idapat idipahami
setelah seseorang imembaca, imengidentifikasi, idan imenganalisis iarti idari itiap
kata dan ikiasan iyang idipakai idalam ipuisi idan idisertai idengan
memperhatikan unsur-unsur ilain iyang imengandung imakna. iPemberian makna
puisi ibisa idilakukan idengan imelakukan ipembacaan iheuristik idan
hermeneutik. iPembacaan iheuristik iadalah ipembacaan isajak iberdasarkan
struktur ikebahasaannya idengan itujuan iuntuk imemperjelas iarti idengan
memberi isisipan ikata iatau isinonim ikata-katanya iditempatkan idalam itanda
kurung. iPembacaan ihermeneutik iadalah ipembacaan ikarya isastra iberdasarkan
sistem isemiotik itingkat ikedua iatau iberdasarkan ikonvensi isastranya.
Pembacaan ihermeneutik iadalah ipembacaan iulang sesudah pembacaan heuristik
dengan memberikan tafsiran berdasarkan konvensi sastranya.
Tentang isi mantra, pengkajian tentang sastra dengan metode dikotomi
memisahkan karya sastra menjadi dua bagian, yaitu bentuk dan isi. Mulyanto &
Suwatno, (2018) menyatakan bahwa jika kita menganggap isi adalah ide-ide atau
emosi yang diungkapkan iisi. iMereka imenyadari ibahwa ipembagian isecara
tegas idalam ibentuk idan iisi imengandung ibanyak ikeberatan. iMasalahnya
adalah iantara ibentuk idan iisi idapat idiakhiri. iStruktur iadalah isuatu ikonsep
yang imemasukkan, ibaik iisi imaupun ibentuk isejauh ikeduanya idiorganisasikan
untuk itujuan iestetik. iNamun, itanpa imengurangi ikecurigaan iatas ipembagian
bentuk idan iisi, idimaksudkan isebagai imakna iyang idibangkitkan oleh bunyi,
kata, frasa, kalimat, bahkan keseluruhan wujud komposisi verbal mantra.
Berbagai imacam imakna iyang idapat idiungkapkan ilewat ielemen-elemen
linguistik iyang idigunakan idalam imantra, idi iantaranya iadalah imakna
denotatif, iemotif, idan ikognitif. iMakna idenotatif iberkaitan idengan idefinisi
kamus iatau idapat ijuga isebagai imakna ikata iyang iwajar idan ikonkret, iyang
bebas idari isegala imakna itautan iatau ipun inilai irasa. Makna ikonotatif iadalah
makna iyang itimbul idari isugesti idan iasosiasi. Makna iemotif imerupakan
muatan iemosi iyang idirasakan itimbul isebagai akibat idari ikonotasi ikata.
Makna ikognitif idisebut ijuga imakna ireferensial atau ideskriptif, iyaitu imakna
yang imenegaskan, imenonjolkan, iatau mengutamakan irealitas. iPertanyaan
kognitif itidak imengungkapkan isikap iatau emosi ipembicara idan ikarena iitu
merupakan ilawan idari imakna iemotif (Ruslan, 2020).
Di idalam imantra, imakna idenotatif, ikonotatif, iemotif, idan ikognitif idapat
dijumpai, itentu isaja itidak idikaitkan idengan iindividualitas ipengarang ikarena
mantra ibersifat ianonim idan imerupakan iwarisan iyang iturun-temurun.
Referensi imantra imenunjuk ipada isistem ikepercayaan, ireligi, idan idunia igaib.
Hal itersebut imenunjukkan ibahwa ieksistensi imantra ihanya idapat idipahami
secara ilengkap idengan imengembalikannya ipada ikenyataan, iemosi, idan
asosiasi iyang itumbuh idari ipenghayatan idan ipengalaman idunia ispiritual idan
magis iitu (Luthviatin, 2015).
Pengkajian ibentuk idan idi idalamnya iisi idengan imetode idikotomi
memisahkan ikarya isastra imenjadi idua ibagian, iyaitu ibentuk idan iisi. iYaqin,
(2016) menyatakan ibahwa ijika ikita imenganggap iisi iadalah iide-ide iatau
emosi yang diungkapkan ibentuk sastra, sedangkan bentuk adalah semua elemen
linguistik yang mengungkapkan isi. Mereka menyadari bahwa pembagian secara
tegas dalam bentuk dan isi tidak dapat ditarik garis yang tegas. Dengan
mengambil konsep struktur; pembedaan antara bentuk dan isi dapat diakhiri. Isi
atau bentuk dalam konsep struktur diorganisasikan untuk tujuan estetis
Terlepas oleh kecurigaan mereka atas pembagian bentuk dan isi dalam
penelitian ini, isi dimaksudkan sebagai makna yang dibangkitkan oleh bunyi, kata,
irama, kalimat, bahkan terjadi dari keseluruhan wujud komposisi verbal mantra.
Mantra dapat digolongkan menjadi beberapa bentuk, antara lain: (1) mantra
bentuk pantun, (2) mantra bentuk puisi, (3) mantra bentuk prosa lirik, (4) mantra
bentuk pengulangan bunyi, dan (5) mantra bentuk kidung (Suryani, 2011).

Unsur Keislaman Dan Lokalitasnya


Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya
kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di
Indonesia. iTidak idapat ikita ipungkiri ibahwa ikebudayaan imerupakan ihasil
cipta, rasa, ikarsa imanusia iyang imenjadi isumber ikekayaan ibagi ibangsa
Indonesia. iTidak iada isatu imasyarakatpun iyang itidak imemiliki ikebudayaan.
Begitu ipula isebaliknya itidak iakan iada ikebudayaan itanpa iadanya masyarakat.
Ini iberarti ibegitu ibesar ikaitan iantara ikebudayaan idengan masyarakat (Gazali,
2013).
Melihat irealita ibahwa ibangsa iIndonesia iadalah ibangsa iyang iplural imaka
akan iterlihat ipula iadanya iberbagai isuku ibangsa idi iIndonesia. isetiap isuku
bangsa iinilah iyang ikemudian imempunyai iciri ikahas ikebudayaan iyang
berbeda-beda. iSuku iSunda imerupakan isalah isatu isuku ibangsa iyang iada idi
Jawa. iSebagai isalah isatu isuku ibangsa idi iIndonesia, isuku iSunda imemiliki
karakteristik iyang imembedakannya idengan isuku ilain. iKeunikan karakteristik
suku iSunda iini itercermin idari ikebudayaan iyang imereka imiliki ibaik idari
segi iagama, imata ipencaharian, ikesenian idan ilain isebagainya (Syafitri &
Zuhri, 2022).
Suku iSunda idengan isekelumit ikebudayaannya imerupakan isalah isatu ihal
yang imenarik iuntuk idipelajari idalam ibidang ikajian imata ikuliah iPluralitas
dan iIntegritas iNasional iyang ipada iakhirnya iakan imenjadi ibekal iilmu
pengetahuan bagi kita. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari
bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa
hingga sekitar Brebes (mencakup wilayah administrasi Propinsi Jawa Barat,
Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah.Jawa Barat merupakan
provinsi dengan ijumlah ipenduduk iterbanyak idi iIndonesia. iKerana iletaknya
yang iberdekatan idengan iibukota inegara imaka ihampir iseluruh isuku ibangsa
yang iada idi iIndonesia iterdapat idi iprovinsi iini. i65% ipenduduk iJawa iBarat
adalah iSuku iSunda iyang imerupakan ipenduduk iasli iprovinsi iini. iSuku
lainnya iadalah iSuku iJawa iyang ibanyak idijumpai idi idaerah ibagian iutara
Jawa iBarat, iSuku iBetawi ibanyak imendiami idaerah ibagian ibarat iyang
bersempa idan idengan iJakarta. iSuku iMinang idan iSuku iBatak ibanyak
mendiami iKota ikota ibesar idi iJawa iBarat, iseperti iBandung, iCimahi, iBogor,
Bekasi, idan iDepok. iSementara iitu iOrang iTionghoa ibanyak idijumpai ihampir
di iseluruh idaerah iJawaBarat (Sumarlina et al., 2019).
Kebudayaan iSunda imerupakan isalah isatu ikebudayaan iyang imenjadi
sumber ikekayaan ibagi ibangsa iIndonesia iyang idalam iperkembangannya perlu
dilestarikan (Suhandi & Lestari, 2021). iHampir isemua iorang iSunda iberagama
iIslam. iHanya isebagian kecil iyang itidak iberagama iIslam, idiantaranya iorang-
orang iBaduy iyang tinggal idi iBanten iTetapi ijuga iada iyang iberagama
iKatolik, iKristen, iHindu, Budha. iSelain iitu, ipraktek-praktek isinkretisme idan
imistik imasih idilakukan. Pada idasarnya iseluruh ikehidupan iorang iSunda
iditujukan iuntuk imemelihara keseimbangan ialam isemesta (Saleh, 2017).
Keseimbangan imagis idipertahankan idengan iupacara-upacara iadat,
sedangkan ikeseimbangan isosial idipertahankan idengan ikegiatan isaling
memberi i(gotong iroyong). iHal iyang imenarik idalam ikepercayaan iSunda,
adalah ilakon ipantun iLutung iKasarung, isalah isatu icontoh ikebudayaan
mereka, iyang ipercaya iakan iadanya iAllah iyang iTunggal i(Guriang iTunggal)
yang imenitiskan isebagian ikecil idiri iNya ike idalam idunia iuntuk imemelihara
kehidupan imanusia i(titisan iAllah iini ibiasanya idisebut iDewata). iIni imungkin
bisa imenjadi ijembatan iuntuk imengkomunikasikan ikabar ibaik ikepada mereka
(Miharja, 2015).
Sebagaimana iyang itelah idikemukakan ioleh iSelo iSoemardjan dalam
(Suhandi & Lestari, 2021) ibahwa kebudayaan imerupakan isemua ihasil ikarya,
rasa idan icipta imasyarakat, oleh karena itulah bentuk kegiatan Yasinan mapun
Marhabah yang dilakukan dalam tradisi masyarakat muslim Sriwijaya tidak
terlepas dalam rangka mewujudkan solidaritas antar warga. Dalam setiap
persiapan kegiatan biasanya warga setempat saling gotong-royong untuk
menyukseskan acara tersebut. Sebagaimana dalam tradisi bangsa kita bahwa sifat
gotong-royong merupakan karakteristik dari masyarakat bangsa ini. Dengan
adanya solidaritas warga yang tinggi, jelaslah akan mewujudkan suatumasyarakat
yang ideal sesuai apa yang diharapkan.
Masyarakat yang dicitakan Islam adalah masyarakat yang digambarkan al-
Qur’an dengan sebuah masyarakt Mardhatillah atau Baldatun Thaoyyibatun wa
Robbun Ghofur (QS. 34:15). Untuk mencapai hal itu haruslah disusun suatu
rangkaian pola yang jelas dan terarah diantaranya: umat yang satu, umat yang
bertaqwa, dan pemimpin yang adil dan bijaksana.
Islam imerupakan iagama iyang isangat iinklusif idan ibukan iekslusif. iAkan
tetapi iinklusifitasnya iberbeda idengan iinklusifitas iyang idipahami ioleh banyak
orang iyang imengatasnamakan idirinya isebagai ikelompok iIslam iLiberal.
Inklusifitas iIslam iyang idimaksud idisini iadalah ibahwa iajaran iIslam
merupakan isuatu iajaran iyang ibersifat iuniversal idan idapat iditerima ioleh
semua iorang iyang iberakal isehat itanpa imempedulikan ilatar ibelakang isuku
bangsa, istatus isosial idanberbagai iatribut ikeduniawian ilainnya. iIslam ibukan
agama iyang isecara ikhusus iditurunkan iuntuk iorang-orang ibangsa iArab isaja,
bagi iorang-orang iyang iberkulit iputih isaja iatau iditurunkan ihanya ibagi orang-
orang itertentu isaja. iAkan itetapi, iIslam iditurunkan ibagi iseluruh ialam
semesta (Ulum, 2014).
Rasulullah SAW merupakan iRasul iterakhir iyang idiutus ioleh iAllah iSWT
untuk imenyampaikan iajaran iIslam ikepada iseluruh iumat imanusia itanpa
terkecuali. iIslam imerupakan iagama iyang imenjadi irahmat ibagi iseluruh ialam
jika dilaksanakan secara benar sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Islam merupakan suatu agama yang syumuliyah, yang mencakup seluruh
aspek-aspek kehidupan, baik bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya,
kenegaraan, ipertahanan idan ikeamanan iserta ibidang-bidang ikehidupan
lainnya. iRasulullah iSAW ibersama ipara isahabatnya imampu imembuktikan
kebenaran iIslam idalam iberbagai ibidang. iMereka itelah iberhasil imembangun
suatu iperadaban imasyarakat iyang isangat iluar ibiasa. Rasulullah SAW telah
berhasil membangun tiplogi masyarakat idaman yang sarat dengan nilai-nilai
kebenaran dan kemanusiaan yang bersifat universal (Ihsan, 2016).
Inklusifitas iIslam ijuga iterlihat ipada iadanya ipenghargaan iterhadap
kelompok imanusia iyang imemiliki ikeyakinan iyan iberbeda. iNamun
penghargaan itersebut ibukan iberarti ipenyamaan iagama iIslam idengan iagama-
agama iyang ilain (Zulfadli et al., 2021). Dalam ihal iini iumat iIslam idilarang
menzalimi iumat ilain hanya ikarena isemata-semata iberbeda ikeyakinan itidak
boleh imenghalangi umat ilain ihanya ikarena iberbeda iagama. iDemikianlah
indahnya iajaran iIslam, akan itetapi ikita idilarang iuntuk imencampurkan iakidah
dan ikeyakinan mereka. Dalam konteks ihubungan idengan inon imuslim, imaka
persoalan akidah merupakan ipersoalan iyang imendasar iyang itidak iboleh iada
toleransinya (Nurdin, 2009).
Seringkali ikita imemahami ibahwa iyang idikatakan itoleransi iitu iadalah
toleran iterhadap ihal-hal iyang isangat iprinsipil, isehingga idengan ipemahaman
yang ikeliru itersebut, iumat iIslam isering iterjebak ipada iproses iyang
menyatakan ibahwa iakidah semua iagama ipada idasarnya iadalah isama idan
memiliki itujuan iyang isama ipula, ihanya ijalannya isaja iyang iberbeda iuntuk
mencapai itujuan-tujuan itersebut. iAkibatnya, kita isering imelihat iberbagai
fenomena iperayaan ihari-hari ibesar ikeagamaan isecara ibersama-sama idengan
pemeluk iagama ilain. iDo’a idilakukan isecara ibersama-sama ilintas iagama idan
aktivitas-aktivitas ilain yang menunjukkan seolah-olah semua agama adalah sama
(Dahlan, 2013). Dan jika kita tidak melakukannya, maka kita akan dianggap
sebagai orang yang fundamentalis dan ekstrim yang tidak mau menghargai hak-
hak orang lain. Jika kondisi ini terjadi, maka akan hilanglah kekuatan umat Islam
dan umat Islam hanya akan menuai berbagai a ab dan malapetaka yang sangat
merugikan bagi kehidupannya baik di dunia terlebih di akhirat kelak.
SIMPULAN
Dari hasil analisis tersebut juga terlihat penggunaan kata yang sangat erat
dengan kebudayaan idan ieksistensi imasyarakat iSunda. iHal itersebut iterlihat
dari ipenggunaan ikata iAjian imacan iputih, iNyi iSri iGirintil, imonyet, iBatara
Guru, isima imaung isima iaing, iserta ikata-kata ilain iyang ilekat idengan folklor
masyarakat iSunda. iSelain iitu iterdapat ikata iBissmillahirrahmaanirrahiim,
Laailaahaillallah imuhammadarrasuulullaah, iYa iAllah, iYa iMuhammad, iYa
Rosulullah iyang iberupa ikepercayaan iterhadap ikekuatan iadikodrati, ipercaya
bahwa ikata-kata itersebut imemiliki ikekuatan iyang idapat imewujudkan
keinginan idari ipenutur imantra. iHal idi iatas imemperlihatkan ibahwa
Jangjawokan ibegitu idekat idengan ikehidupan religi masyarakat Sunda. Pada
kenyataannya mantra-mantra yang ada tidak lepas dari sejumlah bentuk ritual,
maupun aktivitas sehari-hari dari masyarakat itu sendiri. Dari mantra-mantra ini
dapat dilihat bagaimana kepercayaan masyarakat Sunda dalam kehidupan
religinya.
Berdasarkan ianalisis imantra iyang imenunjukkan ibahwa imantra imemiliki
struktur, imakna, idan inilai-nilai ibudaya isesuai idengan ibait iyang iterdapat
dalam imantra. iSecara istruktural idiketahui ianalisis istruktur imantra, imaka
diperoleh istruktur imantra iyaitu itidak isemua imantra imempunyai iunsur
pembuka idan ipenutup. iPada ikomponen isalam ipembuka imantra
menggunakan ikata-kata iyang idiadopsi idari ibahasa iArab itujuannya iagar
mantra itersebut imendapat ikemudahan idari iAllah iSwt. iUnsur isugesti ipada
mantra iseluruhnya imempunyai isugesti ibahwa iapa iyang idiucapkan iperapal
akan itercapai. iSedangkan ikomponen itujuan iseluruh imantra imempunyai
tujuan iyang isama iyaitu iuntuk imenyembuhkan iorang iyang isakit. iSedangkan
unsur ipenutup imantra iyaitu imenggunakan ikalimat ikata-kata iyang idiadopsi
dari ibahasa iArab iLaillahailallah imuhamadarasulullah iada ijuga iyang itidak
menggunakan iunsur ipenutup. iMantra imengandung ihubungan iantara imanusia
dan ipenciptanya. iPemantra imemohon ikepada ituhan iyang imenentukan isegala
hal. isegala ikekuatan iuntuk imenyembuhkan ibersumber idari ituhan. iNilai
budaya iyang iterdapat idalam imantra ijampi irempah imengandung inilai itolong
menolong, ikasih isayang, iberserah idiri ikepada iTuhan, idan ikeharusan
menjaga ialam isekitar.
Mantra iberdasarkan ibentuknya idapat iditemukan, iantara ilain imantra
bentuk ipantun, imantra ibentuk ipuisi, imantra ibentuk iprosa ilirik, imantra
bentuk ipengulangan ibunyi, idan imantra ibentuk ikidung. Fungsi mantra sangat
bervariasi berdasarkan wilayah persebarannya. Fungsi mantra itu, antara lain, (1)
mantra untuk kekeluargaan, (2) mantra untuk pengobatan, (3) mantra untuk
membasmi hama, (4) mantra untuk kekebalan, (5) mantra untuk permainan, (6)
mantra untuk kesehatan, (7) mantra untuk cinta kasih (berkasih-kasihan), (8)
mantra untuk mata pencaharian, dan sebagainya.
REFERENSI
Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal.
KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial Dan Keagamaan, 10(2), 87–100.
Arsyad. (2019). Kajian Kritis Tentang Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal.
KAJIAN KRITIS, 2(27), 211–220.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana.
Dahlan, M. (2013). Islam dan Budaya Lokal : Adat Perkawinan Bugis Sinjai.
Jurnal Diskursus Islam, 1(1), 20–35.
Gazali, M. (2013). Optimalisasi Peran Lembaga Pendidikan Untuk Mencerdaskan
Bangsa. Al-Ta’dib, 6(1), 126–136.
Ihsan, M. (2016). Pengobatan ala Rasulullah SAW sebagai Pendekatan
Antropologis dalam Dakwah Islamiah di Desa Rensing Kecamatan Sakra
Barat. Palapa, 4(2), 152–210.
Kasmana, K., Sabana, S., Gunawan, I., & A, H. A. (2018). The belief in the
existence of supernatural beings in the community of moslem sundanese.
Journal of Arts and Humanities, 7(4), 11–21.
Luthviatin, N. (2015). Mantra Untuk Penyembuhan Dalam Tradisi Suku Osing
Banyuwangi. Jurnal Ikesma, 11(1), 36–43.
Miharja, D. (2015). Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Sunda. Al-AdYaN,
X(1), 19–36.
Muhazetty, B. (2017). Mantra Dalam Budaya Jawa (Suntingan Teks Ajian Jawa
dan Kajian Pragmatik). Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Budaya UNDIP, 1–17.
Mulyanto, N., & Suwatno, E. (2018). Bentuk Dan Fungsi Teks Mantra. Kadera
Bahasa, 9(2), 75–88.
Noor, A. E. W. (2022). Aspek Lingual Mantra Nyapih Pada Tradisi Menyapih
Bayi: Kajian Etnolinguistik pada Desa Kauman, Kecamatan Kauman,
Kabupaten Tulungagung. PENEROKA : Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesia, 2(1), 95–104.
Nurdin, A. F. (2009). Integralisme Islam dan Nilai-nilai Filosofis Budaya Lokal
pada Pembangunan Propinsi Lampung. Unisia, 32(71), 81–97. Oktarina, N.,
& dkk. (2018). Fungsi Sastra Lisan Mantra-Mantra Pengobatan di Sungailiat
Kabupaten Bangka. Seminar Nasional Inovasi Pembelajaran Bahasa
Indonesia Di Era Revolusi Industri 4.0, 301–305.
Roszi, J., & Mutia, M. (2018). Akulturasi Nilai-Nilai Budaya Lokal dan
Keagamaan dan Pengaruhnya terhadap Perilaku-Perilaku Sosial. FOKUS
Jurnal Kajian Keislaman Dan Kemasyarakatan, 3(2), 171.
Ruslan. (2020). Kontinuitas Dan Diskontinuitas Tradisi. Jurnal Kajian Agama,
Sosial Dan Budaya, 5(Juli), 75–85.
Saleh, M. M. (2017). Tindak Pidana Sihir Menurut Perpspektif Hukum Islam. Al-
Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman, 9(1), 131.
Suhandi, A. M., & Lestari, T. (2021). Pengaruh Kebudayaan Menyontek Terhadap
Perkembangan Kemandirian Anak Upaya Pemberantasan Kebiasaan
Menyontek di Lingkungan Sekolah. Academy of Education Journal, 12(2).
Sumarlina, E. S. N., Darsa, U. A., & Permana, R. S. M. (2019). Pemuliaan Pangan
Berbasis Naskah Mantra Pertanian Dalam Kaitannya Dengan Tradisi
Masyarakat Kampung Naga Dan Baduy. Jumantara: Jurnal Manuskrip
Nusantara, 9(2), 69.
Suryani, E. (2011). Rahasia Pengobatan yang Tersirat dalam Naskah Mantra.
Jumantara, 2(2), 77–111.
Susanto, E., & Karimullah, K. (2017). Islam Nusantara: Islam Khas dan
Akomodatif terhadap Budaya Lokal. Al-Ulum, 16(1), 56.
Syafitri, Y., & Zuhri, M. (2022). Pengaruh Praktek Tabib Atau Dukun Terhadap
Kehidupan Beragama (Studi Kasus Di Desa Jambur Pulau Kecamatan
Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai). Khazanah : Journal of Islamic
Studies Volume, 1(3), 1–15.
Ulum, B. (2014). Islam Jawa : Pertautan Islam Dengan Budaya Lokal. Pusaka,
Juli-Desem(2), 28–42.
Waki’ah, N., Fitriani, Y., & Wardarita, R. (2021). Mantra Jampi Rempah yang
Digunakan oleh Masyarakat di Desa Balunijuk Provinsi Bangka Belitung.
JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 6(2), 145. Wardani, A. P.,
Darmayanti, N., & Sofyan, A. N. (2021). Struktur Mantra Kekuatan Dalam
Buku “Jangjawokan Inventarisasi Puisi Mantra Sunda”: Kajian
Etnolinguistik. Kajian Linguistik Dan Sastra, 6(1), 54–71.
Widiana, N. (2017). Budaya Lokal Dalam Tradisi “Nyumpet” Di Desa Sekuro
Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Jurnal Ilmu Dakwah, 35(2), 286.
Yaqin, N. (2016). Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Madinah: Jurnal Studi
Islam, 3(2), 93 – 105–193 – 105.
Zulfadli, M., Hakim, L., Wendry, N., & Saputra, E. (2021). Akulturasi Islam dan
Budaya Lokal dalam Tradisi Mangaji Kamatian Pada Masyarakat Lareh Nan
Panjang Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal SMART (Studi Masyarakat,
Religi, Dan Tradisi), 7(01), 103–114.
Wardani, A. P., Darmayanti, N., & Sofyan, A. N. (2021). Struktur Mantra
Kekuatan dalam Buku “Jangjawokan Inventarisasi Puisi Mantra Sunda”:
Kajian Etnolinguistik. Kajian Linguistik dan Sastra, 6(1), 54-71.
Wardani, A. P., Darmayanti, N., & Sofyan, A. N. (2020). Fungsi Mantra
Kekuatan dalam Jangjawokan: Kajian Etnolinguistik. Metabasa: Jurnal
Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran, 2(2).
Sumarlina, E. S. N. Mantra Sunda Dalam Tradisi Naskah Lama Antara Konvensi
Dan Inovasi. Sastra, Kultur, Dan Subkultur, 144.
NS, E. S. (2016). Mantra Sunda dalam Tradisi Naskah Lama: Antara Konvensi
dan Inovasi. Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara, 7(2), 195-217.

You might also like