You are on page 1of 124

PENGARUH TERAPI BEKAM TERHADAP KADAR

KOLESTEROL TOTAL PADA PENDERITA


HIPERKOLESTEROLEMIA DI KLINIK BEKAM ASSABIL
HOLY HOLISTIC JAKARTA

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh
AFIFATUN MUKAROMAH
NIM: 1113104000043

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH
SCIENCE SCHOOL OF NURSING
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Undergraduate Thesis, June 2017

Afifatun Mukaromah, NIM: 1113104000043

The Effect of Cupping Therapy on Total Cholesterol Level in Client with


Hypercholesterolemia at Assabil Holy Holistic Cupping Therapy Clinic
Jakarta

xix +89 pages +3 picture +4 charts +11 tables +6 appendixes

ABSTRACT
Hypercholesterolemia is a high level from cholesterol total serum that
attained ≥ 240 mg/dl. It is one of high risk factors that cause CHF in Indonesia.
Hypercholesterolemia can be controlled by pharmacology, non-pharmacology,
and alternative and complementary therapy. The height number of side effect
incident on pharmacological therapy make non-pharmacology therapy particularly
alternative and complementary therapy became reference therapy in Indonesian, it
is cupping therapy. Cupping therapy is one of therapy method that pulling out
damage blood inside the body by an incision and cupping on skin surface. This
research aimed to find out the effect of cupping therapy on total cholesterol level
in client with hypercholesterolemia. This research was a quantitative research with
quasi experimental one group pre-test and post-test design. The samples were
client with hypercholesterolemia and high level cholesterol which amounted to 20
people by purposive sampling technique. This research was going on March –
April 2017 at Assabil Holy Holistic Cupping Therapy Clinic Jakarta through once
intervention and cholesterol level checking by cholesterol checker kit. The
statistical test used dependent t test toward cholesterol level before and after
intervention showed a significant value 0,023 (p-value < 0,05) so it can be
concluded that there is a significant effect between cupping therapy and
cholesterol level on hypercholesterolemia’s client. It’s expected that cupping
therapy can be applied as one of interventions in client with hypercholesterolemia
and as one of nursing interventions on complementary nursing.

Keyword: Cupping Therapy, Total Cholesterol, Hypercholesterolemia

iii
References: 66 (2000-2016)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2017
Afifatun Mukaromah, NIM : 1113104000043
Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Koelsterol Total pada Penderita
Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta
xix +89 halaman +3 gambar +4 skema +11 tabel +6 lampiran

ABSTRAK
Hiperkolesterolemia adalah kadar kolesterol total berlebih yang mencapai
≥ 240 mg/dl. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko terbesar
pada terjadinya PJK di Indonesia. Hiperkolesterolemia dapat dikendalikan dengan
pengobatan farmakologis, non-farmakologis (alternatif dan komplementer).
Tingginya angka kejadian efek samping pada obat menjadikan terapi non-
farmakologis khususnya terapi alternatif dan komplementer menjadi salah satu
rujukan pengobatan yang banyak dilakukan masyarakat Indonesia, salah satunya
yaitu terapi bekam. Terapi bekam merupakan suatu metode pengobatan dengan
mengeluarkan darah rusak (damul fasd) dari dalam tubuh dengan penyayatan tipis
dan vakumisasi pada permukaan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh terapi bekam terhadap kadar kolesterol total pada penderita
hiperkolesterolemia. Desain penelitian ini adalah quasi experimental one group
pre-test and post-test. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 20 responden,
diambil dengan metode non probability sampling dengan teknik purposive
sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – April 2017 di Klinik
Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta dengan melakukan satu kali intervensi
bekam dan pemeriksaan kadar kolesterol total dengan menggunakan alat
pemeriksa kadar kolesterol. Uji statistik menggunakan uji T dependen terhadap
kadar kolesterol total sebelum dan sesudah intervensi yang didapatkan nilai
significancy 0,023 (p-value
< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna
antara terapi bekam dengan kadar kolesterol total pada penderita
hiperkolesterolemia. Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan
tindakan keperawatan untuk pengobatan komplementer pada penderita
hiperkolesterolemia.

Kata Kunci: Terapi Bekam, Kolesterol Total, Hiperkolesterolemia

Daftar Bacaan: 66 (2000-2016)

iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Afifatun Mukaromah

Tempat Tanggal Lahir : Riyadh (KSA), 23 Mei 1995

Alamat : Jl. Adam RT/RW 007/002 No. 31 Kel. Sukabumi

Utara, Kec. Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11540

Email/Telp :/

+6285693819901

Riwayat Pendidikan
2000 – 2001Taman Kanak-kanak Asiah Jakarta Selatan 2001 – 2007Sekolah Dasar Islam Al-Falah II
2013 – sekarangUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Program Studi Ilmu Keperawatan
Riwayat Organisasi
2011 – 2012 Ketua PMR MA Al-Falah Jakarta
2014 – 2015 Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan UIN Jakarta
2013 – sekarang Anggota CSSMoRA UIN Jakarta

viii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamiin, tiada kata yang indah untuk diucapkan selain pujian ke hadirat Allah S
Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami kesulitan dan tantangan yang
dengan baik. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep., Sp.KMB., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep., selaku Dosen Pembimbing 1, terima kasih

sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi

ix
arahan dan bimbingan dengan sabar kepada saya selama proses pembuatan

proposal penelitian ini.

5. Bapak Karyadi, M.Kep., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing 2, terima kasih sebesar-besarnya untu
proposal penelitian ini.

6. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.Biomed., selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih sebe
perkuliahan.

7. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh (PBSB)

selama proses perkuliahan, tanpa beasiswa tersebut saya belum tentu bisa

menikmati kuliah di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta yang telah banyak membantu

saya dalam memperoleh data yang diperlukan, khususnya kepada Ustadz

Kathur Suhardi dan Ustadzah Aminah.

9. Orang tua saya, Bapak Slamet Muhidin dan Ibu Siti Fatimah, S.Pd.I yang

telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendoakan

keberhasilan, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil tak

terhingga kepada saya. Tak lupa, nenek saya, Ibu Khotimah, kakak saya,

Muhammad Farhan dan istrinya Eka Cahyani Putri, S.E., dan adik saya

x
Muhammad Zulfan Liddinillah dan seluruh keluarga yang selalu memberikan

semangat tanpa henti dan putus asa.

10. Sahabat-sahabat saya Khadziyatul Fildah Rusdina dan Lutfi Rofiana yang telah
mengajarkanilmu tentang metodologidan penelitian dan senantiasa memberikan support dalam pr

11. Saudara-saudara saya CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya


untuk angkatan 2013 yang telah memberikan ilmu dan pengalaman tak terhingga.

12. Sahabat-sahabat saya Mutoharoh, Muna Mushoffa, Qorina Fairuz Zerlita Fitriyanti, Hana Zaha
mendukung dalam mengerjakan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai.

13. Sahabat-sahabat seperjuangan PSIK angkatan 2013 yang senantiasa berbagi

suka duka, canda tawa, ilmu dan pengalaman berharga selama pembelajaran

kuliah maupun dalam proses kegiatan lainnya.

14. Serta seluruh pihak yang telah mendukung kelancaran skripsi ini hingga

selesai.

xi
Atas bantuan serta segala dukungan yang telah diberikan, semoga Allah

SWT. senantiasa membalas dengan pahala yang berlimpah. Sangat besar harapan

saya skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti maupun para pembaca. Semoga kita
semua senantiasa diberikan petunjuk, limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang tak terhingga ol

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ciputat, Juni 2017

Peneliti

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................ii
A. Latar Belakang..........................................................................................1
ABSTRACT...........................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah.....................................................................................6
ABSTRAK.............................................................................................................iv
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................7
PERNYATAAN PERSETUJUAN..........................Error! Bookmark not defined.
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................7
LEMBAR PENGESAHAN......................................Error! Bookmark not defined.
E. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................8
LEMBAR PENGESAHAN......................................Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN
DAFTAR RIWAYAT PUSTAKA............................................................................9
HIDUP...........................................................................viii
A.
KATA Landasan Teori..........................................................................................9
PENGANTAR...........................................................................................ix
1. Kolesterol..................................................................................................9
DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii
2. Hiperkolesterolemia................................................................................21
DAFTAR TABEL................................................................................................xv
3. Bekam......................................................................................................30
DAFTAR BAGAN..............................................................................................xvi
4. Penurunan Kadar Kolesterol dalam Darah dengan Terapi Bekam..........41
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xvii
B. Penelitian Terkait....................................................................................42
DAFTAR
C. SINGKATAN..................................................................................xviii
Kerangka Teori........................................................................................45
DAFTAR
BAB GAMBAR...........................................................................................xix
III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL..................................................................................................46

xiii
A. Analisis Univariat....................................................................................69
B. Analisis Bivariat......................................................................................78
C. Keterbatasan Penelitian...........................................................................85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN............................................................87


A. Kesimpulan..............................................................................................87
B. Saran........................................................................................................88

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Kadar Kolesterol Total (NCEP-ATP III, 2001)................21

Tabel 2.2 (IMT) di Klinik


Kategori Assabil
Penurunan Holy Holistic Jakarta, Maret 2017...............65
Kolesterol...........................................................29
Tabel
Tabel5.2
2.3Perbedaan Rerata Kadar
Strategi Intervensi Kolesterol
sebagai FungsiTotal
dari Responden Sebelum Bekam
Risiko Kardiovaskular dan
dan Sesudah Bekam, Maret 2017........................................................66
Konsentrasi Kolesterol LDL
Tabel 5.3 Distribusi Hasil Uji Normalitas Data...................................................67
.............................................................................................................
Tabel 5.4 Pengaruh
29 Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol Total pada sebelum

Tabel 2.4 dan sesudah terapi


Perbandingan bekam, Maret
Biochemical 2017...............................................68
Parameters Antara Sampel Darah yang
Tabel 6.1 Obat Penurun
diambil Lipid:
Melalui Jenis, Cara
Intravena Kerja,
Sesuai SOP,dandengan
Efek.................................83
Sampel Darah yang

diambil Melalui Terapi Bekam

.............................................................................................................

37

Tabel 2.5 Perbandingan dari Biochemical Parameters pada Sampel Darah Vena

xv
DAFTAR BAGAN

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Penjelasan Penelitian

Lembar Persetujuan Responden

Lembar Identitas Responden

Lembar Observasi

Lampiran 5 Hasil Output Analisa Data SPSS

Lampiran 6 Surat Permohonan Perizinan

xvii
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

PJK : Penyakit Jantung Koroner

LDL : Low Density Lipoprotein

HDL : High Density Lipoprotein

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

MONICA : Monitoring Trends and Determinants of Cardiovascular Disease

KHL : Kahil

UN : Unuq

AK : Al-Katifain

ACTH : Adrenocorticotropic Hormone

IMT : Indeks Massa Tubuh

VLDL : Very Low Density Lipoprotein

ODT : Oxidant Drainage Therapy

DVT : Deep Vein Thrombosis

TLC : Therapeutic Lifestyle Changes

xviii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jalur metabolisme eksogen kolesterol14


Gambar 2.2 Jalur metabolisme endogen kolesterol15
Gambar 2.3 Jalur reverse cholesterol transport15

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. oleh
Latarberbagai
Belakangfaktor, salah satunya adalah hiperkolesterolemia, yaitu

kondisi Saat
dimana
inikadar kolesterol
penyakit dalam darah
kardiovaskular meningkat
menjadi di atasutama
penyebab batas

normal. Haldi
kematian ini dunia,
sesuai dengan penelitian
terutama yang dilakukan
di negara-negara di Semarang(Sari,
berkembang pada

tahun 2007-2008,
Prihatini, kadar2014).
& Bantas, kolesterol
Padadalam
tahundarah
2015>200 mg/dl
angka meningkatkan
kematian akibat
risiko kejadian
penyakit penyakit jantung
kardiovaskular dan pembuluh
meningkat menjadi 20darah
juta.sebesar 1,8 kali
Berdasarkan lebih
World
besar dibandingkan
Health dengan
Organization kolesterol
(WHO), padadarah <200
tahun mg/dl
2002 (Yani,
angka 2015). di
kematian
Menurut
Indonesia yang Riskesdas 2013,
diakibatkan olehprevalensi
penyakit jantung koroner pada
kardiovaskular berdasarkan
tahun
wawancara
sebesar 28%terdiagnosis dokter
dan mengalami di Indonesia
peningkatan sebesar
pada tahun 0,5 persen,
2008 sebesar 30%
berdasarkan
(Yani, 2015).terdiagnosis dokter
Hingga pada tahunatau
2030gejala sebesar angka
diperkirakan 1,5 persen dan
kematian
prevalensi jantung
akibat Penyakit koroner
Jantung berdasarkan
Koroner terdiagnosis
(PJK) mencapai dokter
23,3 juta secaradiglobal
DKI

Jakarta yaitu
(Mathers 0,7 persen.
& Loncar, 2006).

1
2

Prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, terutama pada kelompok usia 65-74 tahun. Adapun

berdasarkan jenis kelamin, PJK lebih banyak menyerang perempuan

dibanding laki-laki dengan selisih 1% (Kemenkes, 2013).

Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko paling

besar pada kejadian PJK. Penyebab utama penyakit PJK ini adalah

aterosklerosis koroner. Aterosklerosis timbul secara perlahan akibat

disfungsi endotel, inflamasi vaskuler, dan tertumpuknya kolesterol pada

dinding pembuluh darah (Antman & Braunwald, 2007). Studi

epidemiologi membuktikan bahwa ada hubungan antara peningkatan

kadar kolesterol total, khususnya kolesterol Low Density Lipoprotein

(LDL) dengan meningkatnya kejadian PJK. Penurunan kadar kolesterol

sebesar 1% dapat menurunkan risiko


Perlu diketahui pula bahwa penyakit kardiovaskular yang menjadi

pembunuh nomor satu di dunia saat ini adalah PJK (Debra AK, 2004

dalam Aurora et al., 2012).

Kejadian hiperkolesterolemia berhubungan dengan asupan

makanan berlemak dan berkolesterol yang berlebih (Septianggi, Mulyati,

& K, 2013). Berdasarkan data dari Riskesdas 2013, proporsi nasional

penduduk dengan perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan

makanan gorengan

≥1 kali per hari yaitu sebanyak 40,7 persen dengan DKI Jakarta

menempati urutan tertinggi ke-6 yaitu sebesar 47,8%.


3

Prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia cenderung meningkat.

Studi MONICA I tahun 1988 dan MONICA II tahun 1993 Jakarta

menunjukkan peningkatan prevalensi hiperkolesterolemia sebesar 2,8%

baik pada perempuan maupun pada laki-laki (Sari et al., 2014). Menurut

Riskesdas tahun 2013, pada penduduk >15 tahun didapatkan kolesterol

total abnormal dengan kategori borderline 200–239 mg/dl dan tinggi

>240 mg/dl sebesar 35,9%, HDL rendah 22,9%, LDL tidak optimal

dengan kategori gabungan near optimal-borderline tinggi 60,3% dan

kategori tinggi-sangat tinggi 15,9%, trigliserida abnormal dengan

kategori borderline tinggi 13,0% dan kategori tinggi-sangat tinggi

11,9%.

Pengobatan hiperkolesterolemia secara farmakologis dapat

dilakukan dengan pemberian berbagai obat normolipidemia diantaranya


asam nikotinat. Pengobatan farmakologis tersebut bergantung pada

pertimbangan klien termasuk mengenai biaya, karakteristik demografi,

penyakit penyerta, dan kualitas hidup. Pengobatan hiperkolesterolemia saat

ini belum efektif karena hampir 70% pasien hiperkolesterolemia di

Indonesia gagal mencapai sasaran kadar kolesterol sesuai dengan panduan

pengobatan, selain itu pula karena harga obatnya relatif mahal, sering

terjadi kekambuhan dan menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya

(Price & Wilson, 2013).

Tingginya angka kejadian efek samping pada obat serta harga yang

relatif mahal, menjadikan pengobatan non-farmakologis menjadi pilihan


4

yang tepat. Sehingga dewasa ini, banyak masyarakat Indonesia yang

beralih dari pengobatan farmakologis ke non-farmakologis. Salah satu

pengobatan
non-farmakologis atau terapi komplementer dan alternatif yang sedang

banyak diminati oleh masyarakat Indonesia yaitu Bekam/Al-

Hijamah/Cupping Therapy. Bekam merupakan terapi komplementer dan

alternatif yang diajarkan langsung dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad

SAW.

Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan umat muslim di

seluruh dunia pernah bersabda “Kesembuhan bisa diperoleh dengan tiga

cara, yaitu minum madu, hijamaah (bekam), dan besi panas. Aku tidak

menganjurkan umat-Ku dengan besi panas.” (H.R. Bukhari-Muslim).

Hadits lain diriwayatkan Tarmidzi menyebutkan bahwa Rasulullah

SAW bersabda,

Isra’kan, melainkan mereka semua mengatakan kepada-Ku, “Wahai

Muhammad, engkau harus berbekam.” (Fatahillah, 2007). Bekam atau

hijamah (Bahasa lainnya canduk, kop, cupping) adalah terapi yang

bertujuan membersihkan tubuh dari darah yang mengandung toksin

dengan penyayatan tipis atau tusukan-tusukan kecil pada permukaan kulit.

Bekam juga sering disebut sebagai terapi yang berfungsi untuk

mengeluarkan darah kotor (Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra, &

Darmawan, 2008).

Terapi bekam mengeluarkan zat toksik termasuk kolesterol yang

tidak terekskresikan oleh tubuh melalui permukaan kulit dengan melukai

kulit dan penghisapan. Terapi bekam juga memberikan efek relaksasi dan
5

vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga bisa melancarkan peredaran

darah. Pemberian terapi bekam dilakukan pada titik-titik meridian untuk

menurunkan hiperkolesterolimia yaitu titik KHL1, UN2, UN3, AK1

dan AK2. Pemberian terapi bekam pada titik-titik meridian yang tepat

maka akan terjadi proses pada kapiler dan arteriola, peningkatan jumlah

leukosit, limfosit dan sistem retikulo-endothelial, pelepasan ACTH,

kortisol, endorphin, enkefalin dan faktor humoral lain yang juga

menimbulkan efek anti peradangan, penurunan serum lemak trigliserida,

fosfolipida, kolesterol total khususnya kolesterol LDL, merangsang

lipolisis jaringan lemak dan menormalkan kadar glukosa dalam darah

(Umar, 2010 dalam Yani, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Saryono

(2010) pada 30 responden berusia 20-65 tahun menunjukkan hasil

bahwa ada perbedaan antara kadar


juga menyebutkan bahwa penurunan kadar kolestrol darah dapat dilakukan

dengan terapi bekam (Saryono, 2010). Penelitian lain dengan desain studi

dan jumlah sampel yang sama, dilakukan oleh Alfian Fahmy dan Adang

Muhammad Gugun pada tahun 2008 menunjukkan hasil bahwa terapi

bekam tidak dapat menurunkan kadar kolesterol LDL pada pria sehat

dalam satu jam pasca pembekaman. Ia menyebutkan bahwa penurunan

kadar kolesterol karena bekam hanya dapat terjadi pada pasien

hiperkolesterolemia.

Hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa orang dengan

hiperkolesterolemia yang melakukan terapi bekam di Klinik Bekam

Assabil
6

Holy Holistic Jakarta dari bulan September sampai dengan Desember 2016

yaitu sebanyak 31 orang (3 diantaranya berbekam lebih dari satu kali)

dengan rentang kadar kolesterol total sebesar 230-460 mg/dl.

Berdasarkan latar belakang tersebut serta masih kurangnya

penelitian terkait bekam atau hijamah di Indonesia khususnya di Jakarta,

sehingga penelitian mengenai “Pengaruh Terapi Bekam terhadap

Penurunan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di

Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta” perlu untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko terbesar penyakit

jantung dan kardiovaskular yang menjadi penyakit dengan angka

kematian tertinggi nasional maupun global. Semakin banyaknya

orang yang
dipandang sangat perlu untuk dilakukan, mulai dari pengobatan

farmakologi hingga pengobatan non-farmakologi atau komplementer,

salah satunya yaitu terapi bekam atau hijamah. Mengingat bahwa pada

beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi bekam dapat menurunkan

kadar kolesterol total pada pasien dengan hiperkolesterolemia, maka

penelitian mengenai “Pengaruh Terapi Bekam terhadap Penurunan Kadar

Kolesterol Total pada Pasien dengan Hiperkolesterolemia” penting untuk

dilakukan.
7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

d. Diketahuinya keefektifan
Diketahuinya pengaruhpenurunan kadaratau
terapi bekam kolesterol
hijamahpada respon
terhadap
den sebelum
penurunan dan sesudah
kadar kolesterol totalterapi
pada bekam di hiperkolesterolemia
penderita Klinik Bekam Assabildi
Holy
Klinik Holistic
Bekam Jakarta.
Assabil Holy Holistic Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
2. Tujuan Khusus

a.Hasil penelitiankarakteristik
Diketahuinya ini dapat responden
menambah ilmu
(usia, jenispengetahuan dan
kelamin, tingkat
informasi serta dapat
pendidikan, menjadi
jenis dasar
pekerjaan, untukmerokok,
riwayat penelitianIMT)
selanjutnya pada
terapi bekam
bidang kesehatan khususnya
di Klinik Bekam keperawatan
Assabil tentang
Holy Holistic pengaruh terapi bekam
Jakarta.
terhadap penurunan kadar
b. Diketahuinya kadar kolesterol
kolesterol pada sebelum
responden pasien dilakukan
dengan

hiperkolesterolimia.
terapi Bekam di Klinik Bekam Assabil Holy Holistic Jakarta.

c.Selain itu, hasil


Diketahuinya penelitian
kadar kolesteroliniresponden
diharapkan dapat
sesudah memberikan
dilakukan terapi
pengetahuan
Bekamserta kontribusi
di Klinik untuk
Assabil Holyprofesi dan
Holistic pelayanan keperawatan
Jakarta.
8

sebagai salah satu terapi komplementer dalam penurunan kadar kolesterol

pada pasien dengan hiperkolesterolimia karena sifatnya yang tidak

mengandung efek samping apapun.

Penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan baru serta

memperkenalkan terapi bekam kepada masyarakat sebagai terapi

komplementer untuk menurunkan kadar kolesterol pada penderita

hiperkolesterolemia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh pada

perubahan kadar kolesterol pada pasien dengan hiperkolesterolemia

setelah dilakukan terapi bekam. Jenis penelitian ini adalah quasi

experimental dengan desain studi analitik deskriptif dan dengan

rancangan one group


memberikan pretest (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan

intervensi, kemudian dilakukan posttest (pengamatan akhir) setelah

diberikan intervensi. Penelitian dilaksanakan di Klinik Assabil Holy

Holistic Jakarta dari bulan Februari hingga April 2017.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kolesterol

a. Pengertian Kolesterol

Kolesterol atau Kolesterin (cholesterin) C27H45OH

merupakan sterol penting yang ditemukan pada seluruh darah serta

jaringan manusia dan hewan, baik dalam bentuk bebas maupun

terikat. Sterol adalah salah satu jenis steroid yang terdapat dalam

jumlah banyak. Kolesterol terdapat pada hampir semua sel hewan

dan semua manusia. Pada tubuh manusia kolesterol terdapat dalam

darah, empedu, kelenjar adrenal bagian luar (adrenal cortex) dan

jaringan saraf (Toha,


struktural esensial pada membran dan lapisan luar lipoprotein

plasma. Senyawa ini disintesis di banyak jaringan dari asetil-KoA

dan merupakan prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk

kortikosteroid, hormon seks, asam empedu, dan vitamin D (Murray,

Granner, & Rodwell, 2013).

Kolesterol sebenarnya merupakan salah satu komponen

lemak. Lemak merupakan salah satu sumber energi yang

memberikan kalori paling tinggi. Di samping sebagai salah satu

sumber energi, sebenarnya lemak atau khususnya kolesterol memang

merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita terutama

untuk membentuk

9
10

dinding sel-sel dalam tubuh (LIPI, 2009a). Beberapa ahli percaya

bahwa sel jaringan tubuh menggunakan kolesterol sebagai kerangka

bangun untuk regenerasi, perawatan, dan prazat metabolik utama

untuk steroid penting lainnya seperti asam empedu dan hormone-

hormon kelamin (Toha, 2010).

Fungsi utama kolesterol adalah membentuk kompleks lipid-

protein yang lebih dikenal dengan istilah lipoprotein, seperti

kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Kolesterol

juga penting sebagai prekursor berbagai steroid, terutama dalam

asam empedu, hormon seks, dan hormon ardenokortikoid (Toha,

2010). Sekitar separuh kolesterol tubuh berasal dari proses

sintesis (sekitar
masing-masing menghasilkan sekitar 10% dari sintesis total pada

manusia. Hampir semua jaringan yang mengandung sel berinti

mampu membentuk kolesterol, yang berlangsung di reticulum

endoplasma dan sitosol (Murray et al., 2013).

Dalam darah manusia normal terdapat kolesterol antara 150-

200 miligram tiap 100 ml darah. Agar kadar normal dapat

dipertahankan, maka dilakukan pengendalian lewat dua jalur, yaitu

pengendalian makanan dan pengendalian dengan mengatur

pembentukan kolesterol dari asetil koenzim A (Toha, 2010).


11

b. Sintesis Kolesterol

Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari hasil

2010).
sintesis di dalam hati. Bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat,

ProteinAda beberapa
atau lemak. tahap reaksi
Jumlah biosintesis
yang kolesterol
disintesis dari pada
tergantung asetil

koenzim
kebutuhanA.tubuh
Mula-mula tiga diperoleh
dan jumlah unit asetil
darikoenzim
makananA(Sukeksi
bergabung
&
membentuk senyawa antara asetoasetil-SKoA dan beta-hidroksi-beta
Anggraini, 2010).
metil glutaril-SKoA
Tubuh manusia (HMG-SKoA). HMG-SKoA
memproduksi kolesterol lalu 2diubah
1,5 sampai gram
menjadi
per hari.asam mevalonat.
Sekitar Produk
75% sintesis ini kemudian
kolesterol diaktifkan
yang terbentuk olehhati
dalam tiga

kinase tergantung
manusia ATPuntuk
digunakan menghasilkan 3-fosfo-5-pirofosfomevalonat
membentuk asam empedu, sebagai
yang tidakdengan
konjugat stabilglisin
dan atau
segera mengalami
teurin. Biosintesisdekarboksilasi dan
kolesterol terjadi
defosforilasi menghasilkan
dalam sitoplasma isopentenil
sel hati. Ke-27 karbon pirofosfat (I-PP;C5)
kolesterol berasal dari lalu
18
mengalami
unit asetil isomerasi menjadi
dari asetil dimetalil
koenzim A. 12 pirofosfat
atom melalui
karbon beberapa
spesifik
reaksi yangberasal dari
kolesterol
12

melibatkan beberapa jenis enzim. Selanjutnya kondensasi dimetalil

pirofosfat membentuk geranil pirofosfat yang kemudian akan

berkondensasi dengan C5I-PP lain membentuk farnesil pirofosfat

(C15). Setelah mengalami isomerasi, kedua C15 berkondensasi

menghasilkan skualen (Toha, 2010)

Titik pembentukan farnesil pirofosfat pada kebanyakan

tanaman dan mikroba mengalami percabangan. Percabangan ini

akan menghasilkan kerangka karbon C40 yang bertindak sebagai

prazat semua karotenoid dan xantofil. Akibatnya tanaman dan

bakteri tidak menghasilkan skualen, kolesterol, maupun sterol lain

(kecuali tanaman tertentu yang menghasilkan fitosterol). Pada

tumbuhan tidak ditemukan adanya kolesterol, tetapi terdapat

sterol lain yang


Pada bakteri juga terdapat sterol, ergosterol yang dapat diubah

menjadi vitamin D dengan iradiasi sinar matahari (Toha, 2010).

Perubahan skualen menjadi kolesterol merupakan peristiwa

yang sangat kompleks. Mula-mula skualen mengalami oksidasi

spesifik menjadi epoksida. Kemudian dengan enzim kerangka

karbon epoksida, skualen mengalami siklisasi intramolekul secara

bersamaan menghasilkan empat cincin yang bersatu disertai migrasi

stereospesifik dua gugus metil tertentu. Hasilnya terbentuk

lanosterol. Kemudian setelah melalui rangkaian reaksi yang sangat

kompleks, terbentuklah kolesterol (Toha, 2010).


13

Dalam reaksi biosintesis kolesterol terdapat tempat

pengendalian yaitu pada reaksi beta-hidroksi-beta metil glutaril-

SKoA  mevalonate dengan enzim reduktase HMG-SKoA.

Aktivitas enzim ini menurun dengan tingginya kadar kolesterol,

sehingga selama ini diduga kolesterol merupakan

penghambaumpan balik enzim tersebut. Sekarang diduga bahwa

kolesterol menghambat sintesis reduktase dan bukan menghambat

aktivitas enzim yang sudah ada. Kecepatan pembentukan kolesterol

dipengaruhi oleh konsentrasi kolesterol yang telah ada dalam

tubuh. Apabila dalam tubuh terdapat kolesterol dalam jumlah yang

telah cukup, maka kolesterol akan menghambat sendiri reaksi

pembentukannya (hambatan umpan balik). Sebaliknya apabila

jumlah kolesterol sedikit karena berpuasa,


c. Metabolisme Kolesterol

Metabolisme kolesterol dilakukan oleh organ hati. Kolesterol

yang berasal dari asupan makanan akan dibawa kilomikron ke dalam

hati untuk dimetabolisme. Kolesterol sebagian mengalami sirkulasi

enterohepatik membentuk asam empedu dan sebagian lainnya

menjadi satu dengan Very Low Density Lipoprotein (VLDL). VLDL

kemudian dimetabolisme oleh lipoprotein lipase menjadi Low

Density Lipoprotein (LDL) melalui zat antara IDL secara

endositosis. Vesikel-vesikel yang mengandung IDL bergabung

dengan lisosom dan enzim lisosom guna menghidrolisis IDL

menjadi kolesterol.
14

Kolesterol diubah menjadi ester kolesterol ke dalam aparat golgi dan

berdifusi ke dalam membran sel. Hal ini mampu meningkatkan kadar

kolesterol dalam darah. Selanjutnya, kolesterol yang berlebih di sel

atau jaringan dibawa kembali ke hati oleh High Density

Lipoprotein (HDL). Hal ini mampu menurunkan kadar kolesterol

dalam darah dan mencegah hiperkolesterol (Philip et al., 2007

dalam (Widyaningsih, Prabowo, & Sumiasih, 2010).

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, kolesterol

mempunyai jalur metabolisme tersendiri yang dibagi dalam 3 jalur,

yaitu:

1) Jalur Metabolisme Eksogen


Gambar 2.1 Jalur Kolesterol
metabolisme eksogen
kolesterol (Sheperd, 2001)
15

2) Jalur Metabolisme Endogen Kolesterol

Gambar 2.2 Jalur metabolisme endogen kolesterol (Kwiterovich PO, 2000)

3) Jalur Reverse Cholesterol


Gambar 2.3 Jalur reverse cholesterol
transport
(Kwiterovich PO, 2000)

d. Ekskresi Kolesterol

Kolesterol diekskresikan dari tubuh di dalam empedu sebagai

kolesterol atau asam (garam) empedu. Setiap hari, sekitar 1 gram

kolesterol dikeluarkan dari tubuh. Sekitar separuhnya diekskresikan

di dalam tinja setelah mengalami konversi menjadi asam empedu.


16

Sisanya diekskresikan sebagai kolesterol. Koprostanol adalah sterol

utama dalam tinja; senyawa ini dibentuk dari kolesterol oleh bakteri

di usus bagian bawah. Sebagian asam empedu primer di usus

mengalami perubahan lebih lanjut akibat aktivitas bakteri usus.

Perubahan-perubahan tersebut mencakup dekonjugasi dan 7α-

dehidroksilasi yang menghasilkan asam empedu sekunder, asam

deoksikolat dan asam litokolat (Murray et al., 2013).

Meskipun produk pencernaan lemak, termasuk kolesterol,

diserap di 100 cm pertama usus halus, namun asam empedu primer

dan sekunder diserap hampir semata-mata di ileum, dan 98-99%

dikembalikan ke hati melalui sirkulasi porta. Hal ini dikenal

sebagai sirkulasi enterohepatic. Namun, asam litokolat, karena

sifatnya yang
sebagian kecil garam empedu yang lolos dari absorpsi sehingga

dikeluarkan melalui tinja. Bagaimanapun, jalur ini merupakan jalur

utama untuk eliminasi kolesterol (Murray et al., 2013).

Setiap hari sejumlah kecil asam empedu (sekitar 3-5 g) didaur

melalui usus enam sampai sepuluh kali dan asam empedu dalam

jumlah setara dengan jumlah yang keluar melalui tinja dibentuk dari

kolesterol sehingga ukuran kompartemen asam empedu dapat

dipertahankan konstan. Hal ini dicapai melalui suatu sistem kontrol

umpan balik (Murray et al., 2013).


17

e. Klasifikasi Kolesterol

1) Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)

hati dari sisa-sisaLDL


Kolesterol VLDL. Jenis lipoprotein
mengangkut inipaling
kolesterol diambil oleh sel
banyak di
sasaran melalui
dalam darah. endositosis
Tingginya kadaryang
LDL diperantarai
menyebabkanreseptor. LDL
pengendapan
mengikat
kolesterolreseptor pada permukaan
dalam arteri. sel dan
Kolesterol LDL diambil faktor
merupakan oleh lisosom
risiko
diutama
mana penyakit
mereka didegradasi dengan membebaskan
jantung koroner. LDL disebut kolesterol dan
lemak jahat
ester kolesterol,
karena memilikidengan demikian melekat
kecenderungan LDL mengantarkan kolesterol
di dinding pembuluh
dan esternya
darah padadapat
sehingga jaringan tubuh (Toha,pembuluh
menyempitkan 2010). darah. LDL ini

bisa LDL terkandung


melekat dalam plasma
karena mengalami darah,atau
oksidasi bersama
dirusakdengan
oleh
lipoprotein plasma
radikal bebas (LIPI,lain (VLDL, Kilomikron, HDL). LDL disebut
2009a).
juga kolesterol ‘jahat’
Low density karena atau
lipoprotein jenislipoprotein
lipoproteinberdensitas
ini memudahkan
rendah,
endapan lemak melekat
LDL, merupakan salah pada dinding
satu jenis bagian dalam
lipoprotein yang pembuluh
berfungsi

membawa kolesterol hati ke jaringan perifer. LDL dibentuk


18

darah. Semakin tebal endapan, pembuluh darah jantung akan

makin tersumbat atau mengalami penebalan atas pengerasan

(aterosklerosis). Kadar LDL yang wajar pada manusia

disarankan tidak lebih dari 130% (Toha, 2010).

Kolesterol LDL merupakan kolesterol yang paling

aterogenik. Low density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi

diyakini sebagai salah satu penyebab dari kerusakan endotel,

selain akibat rokok, hiperglikemi, dan agen infeksius.

Kerusakan endotel mengakibatkan aterosklerosis. Aterosklerosis

pada arteri koroner menyebabkan PJK, pada arteri serebral

dapat menyebabkan stroke, dan pada sirkulasi perifer

menyebabkan klaudikasio intermiten dan gangren. Ginjal juga

dapat terkena aterosklerosis (Aurora et al.,


2) Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)

HDL adalah partikel yang terkecil (diameter 5-12 nm) dan

studi epidemiologis menunjukkan bahwa kadar HDL yang tinggi

berhubungan dengan angka kejadian atheroma yang lebih rendah.

HDL menerima kelebihan kolesterol (tidak teresterifikasi) dari sel

dan juga dari lipoprotein yang telah kehilangan trigliseridanya

sehingga mempunyai kelebihan komponen permukaan, termasuk

kolesterol. Kolesterol dibuat menjadi kurang polar melalui

reesterifikasi sehingga kolesterol bergerak ke dalam inti

hidrofobik dan menyebabkan permukaan siap untuk menerima

lebih banyak
19

kolesterol. Kolesterilester kemudian dikembalikan ke hati.

Penyingkiran kolesterol dari dinding arteri oleh HDL diduga

menjadi dasar sifat antiaterogeniknya (Neal, 2006).

Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari

LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang

kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke

hati, untuk diproses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol

mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses

aterosklerosis. Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein

yang bernama LDL (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke

sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot jantung,

otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya

(LIPI, 2009a).
yang disebut HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa

kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke

dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. LDL

mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan

mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk

LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai

lemak yang "jahat" karena dapat menyebabkan penempelan

kolesterol di dinding pembuluh darah (LIPI, 2009b).

Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena

dalam operasinya ia membersihkan kelebihan kolesterol dari


20

dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati.

Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A

(apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih

sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat

(LIPI, 2009b).

3) Trigliserida

Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah juga dapat

meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat

mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti

kegemukan, konsumsi alkohol, gula, dan makanan berlemak.

Tingginya kadar trigliserida dapat dikontrol dengan diet rendah

karbohidrat (LIPI, 2009b).

Trigliserida disekresi ke dalam darah sebagai very low


density lipoprotein (VLDL). Di dalam otot dan jaringan adiposa,

kapiler-kapiler memiliki suatu enzim yaitu lipoprotein lipase yang

menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak; kemudian asam

lemak ini memasuki sel otot (untuk energi) dan adiposity (untuk

simpanan). Partikel residu yang terdiri dari inti yang kaya akan

kolesterilester (CE) disebut partikel low density lipoprotein

(LDL). Hati dan sel-sel lain memiliki reseptor LDL yang

menyingkirkan LDL dari plasma melalui endositosis.

Penyingkiran LDL yang diperantarai reseptor hati merupakan

mekanisme utama untuk mengendalikan kadar LDL plasma

(Neal, 2006).
21

2. Hiperkolesterolemia

a. Pengertian Hiperkolesterolemia

kali lebih besar dibandingkan


Hiperkolesterolemia dengan
adalah kolesterolkadar
peningkatan darahLDL
<200mg/dl
puasa
(Yani,
tanpa 2015).
disertai peningkatan kadar trigliserida. Klasifikasi
Berdasarkan yaitu:
hiperkolesterolemia klasifikasi NCEP (National
(1) hiperkolesterolemia Cholesterol
ringan, ditandai
Education Program),
dengan nilai klasifikasi
kolesterol LDL kadar kolesterol
antara total adalah
140-159 sebagai
mg/dl; (2)
berikut:
hiperkolesterolemia sedang, bila kadar kolesterol total antara 240-

300 mg/dL dan lebih spesifik bila kadar kolesterol LDL berkisar
Tabelantara
2.1 Klasifikasi
160-189 Kadar
mg/dl; Kolesterol Total (NCEP-ATP
(3) hiperkolesterolemia III,dengan
berat, 2001)
Kolesterol Total LDL
kolesterol
Ideal LDL >190 mg/dl
≤ 200(Aurora
mg/dl et al., 2012).
< 200 mg/dl
Batas Tinggi 200-239 mg/dl 130-159 mg/dl
Tinggi Menurut penelitian yang
≥ 240 mg/dldilakukan di Semarang
≥ 160 mg/dlpada tahun

2007-2008, kadar kolesterol dalam darah >200mg/dl meningkatkan

risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar


22

b. Faktor-faktor yang menyebabkan Hiperkolesterolemia

Penyebab hiperkolesterolemia antara lain diet tinggi kolesterol

maupun
atau tinggiwanita
asam pada
lemakusia 45 sampai
jenuh, 54 tahun.
pertambahan Wanita
berat padaproses
badan, umur

tersebutfaktor
penuaan, yang mengalami
genetik, danmanapaus
penurunandidapatkan insiden
kadar estrogen PJKwanita
pada 2 kali

lebihtelah
yang banyak bila dibandingkan
menopause. dengan
Angka kejadian wanita pra manapaus
hiperkolesterolemia pada
yang sebelum
wanita disebabkan karena berkurangnya
menopause hormon estrogen
lebih rendah dibanding yang
pria. Namun,
mempunyai
setelah efek perlindungan
menopause kerentanan terhadap
seorang kejadian
wanita Penyakit
terkena
Jantung Koroner akan
hiperkolesterolemia dengan mencegah
sebanding denganterjadinya plak et pada
pria (Aurora al.,
pembuluh darah (Soeharto, 2004 dalam Bintanah & Muryati,
2012).

1)2010).
Jenis Kelamin
2) Usia Menurut Framingham Heart Study pria mempunyai resiko

lebihMenurut penelitian
tinggi terjadi yang dilakukandaripada
hiperkolesterolemia oleh Galman (2007),
wanita, hal ini
hubungan antaratingkat
dikarenakan kadar kolesterol
kolesteroldarah
HDLdengan
padapertambahan umur
wanita lebih
23

pada tikus. Peningkatan kadar kolesterol darah dengan

pertambahan umur pada tikus. Peningkatan kadar kolesterol darah

dengan pertambahan usia berhubungan dengan penurunan

eliminasi kolesterol sebagai garam empedu dan penurunan

reseptor yang memediasi proses clearance dari LDL plasma.

Kadar kolesterol meningkat dengan peningkatan umur,

demikian juga insiden penyakit jantung koroner. Mekanisme

yang bertanggung jawab terhadap hiperkolesterolemia terkait

umur masih belum jelas. Suatu hipotesis yang menghubungkan

defisiensi relatif growth hormone (GH) yang terjadi dengan

pertambahan umur berkontribusi pada perkembangan

hiperkolesterolemia terkait umur karena hormon tersebut

berpengaruh pada metabolisme


umur. Pengobatan GH melalui infus pada tikus umur 18 bulan

(tertua) pada penelitian sangat menurunkan kadar kolesterol

plasma (Bantas, Agustina, & Zakiyah, 2012).

3) Jenis Pekerjaan

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sari et al., 2014)

disebutkan bahwa pekerja pada perusahaan makanan, garmen,

kimia, dan suku cadang secara statistik berhubungan bermakna

dengan kejadian hiperkolesterolemia. Mereka berisiko lebih tinggi

mengalami hiperkolesterolemia dibandingkan pekerja pada

perusahaan percetakan. Sementara, tidak ditemukan perbedaan


24

bermakna pada pekerja di perusahaan konstruksi dan baja dengan

perusahaan percetakan. Hiperkolesterolemia berhubungan erat

dengan asupan makanan tinggi lemak dan aktivitas fisik kurang.

Pekerja di perusahaan makanan, garmen, kimia, dan suku

cadang berpeluang mempunyai aktivitas fisik lebih rendah

dibandingkan pekerja di perusahaan konstruksi dan baja. Dalam

penelitian ini tidak terlihat perbedaan bermakna antara pekerja

yang berolahraga teratur dengan kejadian hiperkolesterolemia.

Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran asupan gizi pada

responden sehinga kemungkinan ada perbedaan kejadian

hiperkolesterolemia antara pekerja berdasarkan tempat kerja.

4) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan


pengetahuan seseorang dalam menerapkan perilaku hidup sehat,

terutama dalam mengontrol kadar kolesterol. Semakin tinggi

tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kemampuan dan

pengetahuan seseorang dalam menjaga pola hidup agar tetap sehat

(Budhiati, 2010 dalam Rini, Karim, & Novayelinda, 2014).


25

5) Riwayat Merokok

Suatu penelitian yang menganalisis hubungan merokok

darah
sigaretpada perokok
dengan pria lipid
kadar sekitar 4 mg/dl
dan dan perokok
lipoprotein darah wanita
dari 546
mg/dl (Sari et
penelitian al., 2014).
yang dipublikasikan menunjukkan hubungan yang
6) IMT
bermakna antara kadar kolesterol tinggi, kadar trigliserida
IMT
tinggi, merupakan
kolesterol verysuatu metode lipoprotein
low density sederhana untuk memantau
(VLDL) tinggi,
status gizi LDL
kolesterol seseorang, terutama
tinggi, serta kadar yang berkaitan
kolesterol dengan
HDL rendah
peningkatan dan penurunan
dengan kebiasaan merokok. berat
Rokokbadan sehingga berat
memperlihatkan efek badan
dose
dapat dipertahankan
response dan memungkinkan
yang signifikan seseorang memiliki
untuk kolesterol, usia
trigliserida,
harapan hidup
kolesterol lebih
LDL, danpanjang (Mamat,
kolesterol 2010). WY,
HDL (Craig Seseorang
et al.,dengan
1989
berat
dalambadan
Sari etdibawah batas
al., 2014). minimum
Penelitian (underweight)
Garisson memiliki
et al., (1978) pada
resiko
4.107 terkena
sampel penyakit infeksi
wanita dan pria sementara
menemukanyanghubungan
berada dibatas
yang

bermakna antara merokok dengan peningkatan


26

maksimum (overweight) memiliki resiko terkena penyakit

degeneratif (Supriasa, 2002 dalam Rini et al., 2014).

Hasil penelitian Tri Puspa Rini, dkk, (2014), menunjukkan

bahwa rata-rata responden memiliki IMT lebih dari normal

(overweight) memiliki kadar kolesterol yang lebih tinggi

daripada yang memiliki IMT normal. Kolesterol yang berlebih

atau yang biasa disebut hiperkolesterolemia umumnya diderita

oleh orang gemuk atau orang yang sudah lanjut usia tetapi tidak

menutup kemungkinan juga gangguan metabolisme ini dapat

menyerang orang kurus bahkan di usia muda (Fitnella, 2009

dalam Rini et al., 2014).

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Andi

Sukeksi dan Herlisa Anggraini (2010), menunjukkan bahwa hasil


yang diperoleh berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) bahwa

penderita obesitas tidak selalu kadar kolesterolnya tinggi (Sukeksi

& Anggraini, 2010).


27

c. Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia

Tatalaksana hiperkolesterolemia di Indonesia menurut

PERKENI, sesuai dengan National Cholesterol Education Program -


Adult Treatment Panel III (NCEP - ATP III), terdiri atas terapi non- farmakologis dan

Bagan 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia


pada Pasien dengan Faktor Risiko Multipel (10-year risk 10- 20%)

Faktor risiko yang dimaksud dalam algoritma di atas yaitu

faktor risiko selain LDL yang menentukan target pencapaian LDL,

yaitu: (1) umur pria >45 tahun dan wanita >55 tahun; (2) riwayat

keluarga PJK dini, yakni usia ayah <55 tahun dan ibu <65 tahun; (3)

kebiasaan merokok; (4) hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg

atau sedang mendapat obat antihipertensi); (5) kolesterol HDL

rendah (<40 mg/dL) (National Institute of Health, 2002 dalam

Aurora et al., 2012).


28

Terapi non-farmakologis terdiri atas perubahan pola hidup

terapeutik (therapeutic lifestyle changes/TLC). Penggunaan terapi

farmakologis, berupa obat-obatan, tergantung dari jumlah faktor

risiko yang dimiliki dan besar risiko penyakit jantung koroner

(PJK) 10 tahun yang dihitung berdasarkan risiko Framingham.

Selain itu, terapi farmakologis juga diberikan apabila terjadi

kegagalan setelah 3 bulan menjalani terapi non-farmakologis. Obat

pilihan pertama yang direkomendasikan oleh NCEP-ATP III ialah

golongan HMG-CoA reductase inhibitor (National Institute of

Health, 2002 & John MF, 2006 dalam Aurora et al., 2012).

Penatalaksanaan ini juga dapat dimulai dengan melakukan

penilaian jumlah faktor risiko koroner pada pasien untuk

menentukan kolesterol LDL yang harus dicapai. Faktor risiko


LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai

(PERKENI, 2015):

1) Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.

2) Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah

usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.

3) Kebiasaan merokok.

4) Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat

atihipertensi).

5) Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl). Jika didapatkan kolesterol

HDL ≥ 60mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko.


29

Adapun target penurunan kolesterol LDL dikategorikan

sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kategori Penurunan Kolesterol


Kategori Risiko Sasaran Kolesterol LDL (mg/dl)
1. Risiko Tinggi < 100
a. Mempunyai riwayat PAK
b. Mereka yang disamakan dengan
PAK
- Diabetes Melitus
- Bentuk lain penyakit
aterosklerotik yaitu stroke,
penyakit arteri perifer,
aneurisma aorta abdominalis
- Faktor risiko multiple yang
diperkirakan dalam kurun
waktu 10 tahun mempunyai
risiko PAK > 20%
2. Risiko Multipel (≥ 2 faktor risiko) < 130
3. Risiko Rendah (0-1 faktor risiko) <160

Tabel 2.3 Strategi Intervensi sebagai Fungsi dari Risiko Kardiovaskular dan Konsentrasi Kole

Total Nilai Kolesterol LDL


Risiko <70 mg/dL 70 - <100 mg/dL 100 - <155 mg/dL 155 - <190 mg/dL >190 mg/dL
Kardiovas <1,8 mmol/L 1,8 – 2,5 mmol/L 2,5 – 4 mmol/L 4 – 4,9 mmol/L >4,9 mmol/L
kular
(SCORE)
<1 Tidak ada Tidak ada Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
intervensi intervensi lipid hidup hidup gaya hidup,
lipid pertimbangkan
obat bila tidak
terkontrol
≥1 - <5 Intervensi Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
gaya hidup hidup hidup, hidup, gaya hidup,
pertimbangkan pertimbangkan pertimbangkan
obat bila tidak obat bila tidak obat bila tidak
terkontrol terkontrol terkontrol
>5 - <10 Intervensi Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
(risiko gaya hidup, hidup, hidup dan hidup dan gaya hidup
tinggi) pertimbangkan pertimbangkan pemberian obat pemberian obat dan pemberian
obat* obat* segera segera obat segera
≥10 (risiko Intervensi Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi gaya Intervensi
sangat gaya hidup, hidup dan hidup dan hidup dan gaya hidup
tinggi) pertimbangkan pemberian obat pemberian obat pemberian obat dan pemberian
obat* segera segera segera obat segera
* Pada pasien dengan infark miokard, terapi statin harus dipertimbangkan tanpa
melihat nilai kolesterol LDL (PERKENI, 2013).
30

3. Bekam

a. dan
Pengertian BekamAku tidak menganjurkan umat-Ku dengan besi
besi panas.

panas.”Bekam
(H.R. atau hijamah (bahasa
Bukhari-Muslim). lainnya
Hadist lain canduk, kop, cupping)
diriwayatkan Tarmidzi

adalah terapi yang


menyebutkan bahwabertujuan membersihkan
Rasulullah tubuh dari
SAW bersabda, darah yang
“Tidaklah Aku

mengandung
berjalan toksin sekumpulan
melewati dengan penyayatan tipispada
malaikat atau tusukan-tusukan
malam Aku di

kecil pada
Isra’kan, permukaan
melainkan kulit (Sangkur
mereka et al., 2016).
semua mengatakan kepada-Ku, “Wahai

Bekam engkau
Muhammad, atau hijamah
harus berarti torehan
berbekam.” darah. Bekam
(Fatahillah, 2007 hanya
dalam

boleh dilakukan
(Jansen, Karim, & pada pembekuan/penyumbatan
Misrawati, 2012). pembuluh darah,

karena fungsi
Hadits yang bekam yangoleh
diriwayatkan sesungguhnya adalah bahwa
Tirmidzi menyatakan, untuk

mengeluarkan
Rasulullah SAWdarah kotor daripengikut-pengikutnya
mengarahkan dalam tubuh (Yasin,menggunakan
2007 dalam

Kamaluddin,
bekam sebagai2010).
kaedah pengobatan penyakit. Beliau memuji orang

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Kesembuhan bisa


31

yang berbekam, “Dia membuang darah yang kotor, meringankan

tubuh, serta menajamkan penglihatan” (Yasin, 2007 dalam

(Kamaluddin, 2010a). Pada hadits yang lain, Rasulullah

menjelaskan tentang hari-hari yang baik untuk berbekam, dalam

sabdanya yang artinya: "Bercerita kepada kami Abi Taubah Ar-

Rabi bin Nafi bercerita kepada kami Sa'id bin Abduurrahman Al-

Jamhiyu dari sahil, dari bapaknya, dari Abi Hurairah berkata,

Rasulullah SAW. Bersabda: "Barangsiapa berbekam pada tanggal

tujuh belas, sembilan belas dan dua puluh satu, maka ia akan

menyembuhkan semua penyakit". (H.R. Abu Dawud)

Menurut Ibnu Sina dalam bukunya yang berjudul “Qanoon”

disebutkan bahwa bekam sebagai pilar ilmu kedokteran untuk

mengobati lebih dari 37 jenis penyakit (Dearlove, dkk, 1981


(Mohammad Reza, Tooba, Aghajani, Farideh, & Mohsen, 2012).

b. Jenis-jenis Bekam

Jenis-jenis bekam diantaranya:

1) Bekam kering atau bekam angina (Hijamah Jaaffah), yaitu

menghisap permukaan kulit dan memijat tempat sekitarnya tanpa

mengeluarkan darah kotor. Bekam kering ini berkhasiat untuk

pengobatan secara darurat atau digunakan untuk meringankan

nyeri punggung karena rheumatik, juga penyakit-penyakit

penyebab nyeri punggung. Kulit yang dibekam akan tampak

merah kehitam-hitaman selama 3 hari (Kamaluddin, 2010a).


32

2) Bekam basah (Hijamah Rothbah), yaitu mengeluarkan darah

kotor setelah bekam kering dengan melukai permukaan kulit

dengan
menggunakan jarum (lancet), lalu di sekitarnya dihisap dengan

alat cupping set dan hand pump. Lamanya setiap hisapan yaitu 3

sampai 5 menit (Kamaluddin, 2010a).

c. Manfaat Bekam

Terapi bekam saat ini telah mendunia dan digunakan sebagai

terapi alternatif dan komplementer khususnya pada pasien dengan

sindrom nyeri. Studi klinik terkini melaporkan bahwa keefektifan

terapi bekam pada pasien dengan brachialgia paresthetica

nocturna, CTS (Carpal Tunnel Syndrome), nyeri kanker, dan LBP

(low back pain) (Farhadi, et al., 2009; Ludtke, Albrecht, Stange,

& Uehleke,

Manfaat bekam lainnya juga terdapat dalam sebuah hadits

yang artinya: “Ibnu Umar berkata, Bahwa Rasulullah SAW

bersabda: "Berbekam sebelum sarapan adalah paling ideal, ia

meningkatkan kemampuan menghafal, menambah kuat hafalan

orang yang sudah hafal. Barang siapa berbekam hendaklah berbekam

pada hari kamis nama Allah SWT. Hindarilah berbekam pada hari

jum'at, hari sabtu dan hari ahad. Tetapi berbekamlah pada hari senin,

selasa, karena hari itu Ayyub disembuhkan dari bala'. Hindari pula

pada hari rabu, karena hari rabu adalah hari ketika Ayyub terkena

bala'. Tidak pernah muncul


33

kusta dan vitiligo (belang) kecuali pada hari rabu dan malam rabu."

(HR. Ibnu Majjah).

d. Titik-titik Bekam
Menurut Suhardi & Syafa’ah, (2006), setiap bagian tubuh memiliki kode inisial beserta n

1) UM : Titik di bagian atas kepala

2) RA 1-25 : Titik-titik di bagian kepala

3) KHL 1-2 : Titik di bawah leher belakang di bawah C7

4) YA 1-12 : Titik-titik di tangan bagian depan & belakang

5) UN 1-9 : Titik-titik di bagian leher, muka dari belakang

6) AK 1-4 : Titik-titik di bagian bahu

7) SA 1-8 : Titik-titik di bagian dada

8) BA 1-12 : Titik-titik di bagian perut

9) ZA 1-27 : Titik-titik di bagian punggung

10) ZI 1-2 : Titik di bagian tulang ekor

11) WA 1-2 : Titik di bagian pangkal paha atas

12) RI 1-31 : Titik-titik di bagian kaki

Berikut adalah hadits yang menjelaskan tentang titik-titik

bekam yang artinya: “Bercerita kepada kami Abdul Quddus bin

Muhammad, bercerita kepada kami Amr bin Asyim, bercerita kepada

kami Hamam dan Jarir bin Hazim berkata : Bercerita kepada kami

Qatadah dari Anas berkata: Bahwa Nabi SAW, pernah berbekam

pada
34

Akhda'ain dan bahu beliau. Beliau biasa berbekam pada hari ketujuh

belas, kesembilan belas dan kedua puluh satu. (H.R.Tirmidzi).

Penjelasan dalam hadits lain yang artinya: 5700-“Bercerita

kepada saya Muhammad bin Basyar, bercerita kepada kami Ibnu

Abi 'Adiyi dari Hisyam dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata:

"Nabi SAW berbekam di kepala ketika beliau sedang ihram karena

sakit yang dirasakannya yaitu dengan menggunakan media air ada

yang mengatakan dengan kulit unta. 5701-Berkata Muhammad bin

Sawa' Memberi kabar kepada kami Hisyam dari Ikrimah dari Ibnu

Abbas, bahwa Rasulullah SAW telah berbekam di kepala ketika

beliau sedang ihram karena sakit yang dirasakannya" (HR.

Bukhari).

Adapun pemberian terapi bekam yang dilakukan pada titik-titik


UN2, UN3, AK1 dan AK2 (Yani, 2015).

e. Tinjauan Fisiologis tentang Titik Bekam

Menurut Majid (2009), di bawah kulit, otot, maupun fascia

terdapat suatu point atau titik yang mempunyai sifat istimewa.

Antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan membujur

dan melintang membentuk jaringjaring (jala). Jala ini dapat

disamakan dengan meridian. Dengan adanya jala maka ada

hubungan yang erat antar bagian tubuh sehingga membentuk satu

kesatuan yang tak terpisahkan dan dapat bereaksi secara serentak.

Kelainan yang terjadi pada satu point dapat menular dan

mempengaruhi point lainnya.


35

Pengobatan pada satu titik juga bisa mengobati titik yang lain

(Widada, 2011b).

Ahmadia (2008), Fatahillah (2007) dan Firy (2007)

mengatakan bahwa titik punuk merupakan titik yang dijadikan

sebagai sumber penyembuhan berbagai penyakit. Titik ini

merupakan titik pertemuan semua darah yang mengalir di seluruh

tubuh. Sehingga dengan upaya pembekaman memberikan respon

pembersihan sirkulasi darah dan juga memberikan efek

autoregulasi (Saryono, 2010).

Terapi bekam tidak menimbulkan efek samping yang besar

selain dari rasa tidak nyaman karena sayatan yang diberikan pada

saat terapi (Mohammad Reza et al., 2012).

f. Kontraindikasi Bekam
Kontraindikasi terapi bekam diantaranya adalah bayi hingga

anak usia 3 tahun, orang tua renta yang sakit tanpa daya dan upaya,

penderita tekanan darah sangat rendah, penderita sakit kudis, perut

wanita yang sedang hamil, wanita yang sedang haid, orang yang

sedang minum obat pengencer darah, penderita leukemia, alergi kulit

serius, orang yang sangat letih/kelaparan/kenyang/kehausan/gugup.

Sedangkan anggota bagian tubuh yang tidak boleh dibekam adalah

titik-titik mata, telinga, hidung, mulut, putting susu, alat kelamin,

dubur, area tubuh yang banyak simpul limpa, area tubuh yang dekat
36

pembuluh besar dan bagian tubuh yang ada varises, tumor, retak

tulang, dan jaringan luka (Kamaluddin, 2010b).

Menurut Chirali, 1999 dalam Mohammad Reza et al., (2012),

yang menjadi kontraindikasi untuk dilakukan terapi bekam yaitu

penderita kanker yang sudah bermetastase, pasien fraktur, pasien

dengan spasme otot, selain itu terapi bekam juga tidak dapat

dilakukan pada tempat DVT (Deep Vein Thrombosis), di mana ada

luka, arteri, atau tempat di mana dapat dirasakan denyutan.

g. Perbandingan Laboratorium antara Darah Pembuluh dengan Darah

Bekam

Penelitian yang dilakukan oleh Ranaei-siadat dkk, 2004 berhasil

menjelaskan hubungan antara darah sebelum dan sesudah terapi

bekam pada laki-laki sehat usia 20-27 tahun. Beberapa


darah sebelum terapi bekam dan lima kali setelah terapi bekam (satu

kali per bulan). Menariknya, hasil penelitian mereka menunjukkan

bahwa darah dari hasil terapi bekam hanya dapat mengatur beberapa

parameter darah seperti kolesterol, HDL, LDL, dan FBS

(Mohammad Reza et al., 2012).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Bilal dkk, 2011, secara

ilmiah bertujuan untuk evaluasi keefektifan dari teknik terapi bekam

(cupping), contohnya penghisapan dan pembuangan darah dengan

membandingkan dan menganalisa perbedaan antara komposisi dari

contoh darah, diperoleh melalui teknik penghisapan pada bekam


37

(cupping) dan pengambilan darah melalui intravena. Ada perubahan

yang signifikan pada hampir setiap percobaan parameter. Hasilnya

diasumsikan bahwa mungkin ada beberapa substansi yang tidak

diketahui adanya dalam darah yang diambil melalui penghisapan

(Mohammad Reza et al., 2012).

Tabel 2.4 Perbandingan Biochemical Parameters Antara


Sampel Darah yang diambil Melalui Intravena Sesuai SOP,
dengan Sampel Darah yang diambil Melalui Terapi Bekam

Factor From Mean SD p-value


Vein 142,39 32,83
P<0,001
Cupping 171,39 35,59
Triglyceride Vein 135,62 94,44
P<0,001
(mg/dl) Cupping 166,68 94,33
Vein 73,45 21,42
P<0,001
Cupping 85,81 29,47
Vein 34,58 10,17
P<0,001
Cupping 39,28 10,72

Seperti yang dilihat pada tabel 2.4, sampel darah dari terapi bekam

menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan (p<0,001) pada

kadar kolesterol, HDL, LDL, dan Trigliserida dibandingkan dengan

sampel darah vena (Mohammad Reza et al., 2012)

Hasil percobaan pada tabel 2.2 tidak ditemukan adanya

perubahan konsentrasi lipoprotein pada darah vena dalam 2 minggu

sesudah terapi bekam. Hal ini menunjukkan bahwa durasi

pengambilan darah sesudah terapi bekam dan pengulangan dalam

melakukan terapi bekam menjadi alasan untuk adanya perbedaan


38

komposisi darah sebelum dan sesudah terapi bekam (Mohammad

Reza et al., 2012).

Tabel 2.5 Perbandingan dari Biochemical Parameters pada Sampel Darah Vena Se

Factor From Mean SD p-value


Before 142,39 32,83
P=0,245
After 148,55 36,52
Triglyceride Before 135,62 94,44
(mg/dl) P=0,063
After 157,39 97,47
Before 73,45 21,42
P=0,405
After 74,5 18,7
Before 34,58 10,17
P=0,567
After 35,69 10,00

h. Mekanisme Kerja Bekam secara Medis

Meridian atau potent points merupakan suatu sistem saluran

yang membujur dan melintang di seluruh tubuh yang secara

kedokteran tidak terlihat nyata tetapi dapat dibuktikan

keberadaannya dengan radioaktif teknesium perteknetat, yang

menghubungkan permukaan tubuh dengan organ dalam tubuh, organ

satu dengan organ lainnya, organ dengan jaringan penunjang lainnya

sehingga membentuk suatu kesatuan yang bereaksi bersama apabila

ada rangsangan dari kulit (Madjid, 2009 dalam Widada, 2011a).

Prinsip kerja dari terapi bekam dengan mengeluarkan darah

kotor pada dasarnya sama dengan prinsip metode Oxidant Drainage

Therapy (ODT). ODT merupakan suatu cara untuk mengeluarkan


39

oksidan atau radikal bebas dari dalam tubuh. Apabila oksidan ini

dapat dikeluarkan dari dalam tubuh maka sistem imun pasien

akan
meningkat sehingga akan lebih resisten terhadap penyakit-penyakit

karena faktor imunitas (Salindeho, 2006 dalam Fahmy & Gugun,

2008).

Menurut Solih dan Amir (2007), terapi bekam terbukti

bermanfaat karena orang yang melakukan pengobatan dengan

bekam dirangsang pada titik saraf tubuh seperti halnya pengobatan

akupuntur. Tetapi dalam akupuntur yang dihasilkan hanya

perangsangan, sedangkan bekam, selain dirangsang juga terjadi

pergerakan aliran darah (Fahmy & Gugun, 2008).

Secara ilmiah, beberapa referensi bekam menyebutkan bahwa

1) Pada saat dilakukan bekam, tubuh akan mengeluarkan zat seperti

serotonin, prostaglandin, bradikinin, histamine yang berpengaruh

terhadap vasodilatasi pembuluh darah (Umar, 2008 dalam Irawan &

Ari, 2012). 2) Penghisapan akan merangsang saraf-saraf pada kulit.

Rangsangan ini akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla

spinalis melalui syaraf A delta dan C, serta traktus spino thalamikus

ke arah thalamus yang akan menghasilkan endorphin (Umar, 2008

dalam (Irawan & Ari, 2012), endorphin adalah peptida kecil yang

dilepaskan ke hipotalamus yang akan berdampak memperbaiki

suasana hati dan meningkatkan perasaan tenang / sejahtera (Corwin,

2009), sehingga akan berpengaruh terhadap relaksasi dari tubuh dan


40

tekanan darah seseorang. 3) Rangsang yang bekerja pada sel endotel

akan mengahasilkan faktor pembuat relaksasi derivat endotel

(FBRDE, endhotelium-derived relaxing factor/EDRF) atau

sekarang lebih dikenal dengan nama Oksida Nitrat (NO).

Keluarnya zat tersebut menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah,

sehingga memperlancar sirkulasi darah dan akhirnya dapat

menurunkan tekanan darah (Ganong, 2008). 4) Bekam mampu

mengeluarkan lipoprotein dalam darah dalam bentuk bentuk

kolesterol total, LDL dan HDL (Irawan & Ari, 2012)

Beberapa mekanisme yang diduga mendasari patofisiologi

kerja terapi bekam. Menurut Ahmadia et al., (2009) sedikitnya

terdapat 3 mekanisme fisiologis yang dipengaruhi oleh terapi

bekam, yaitu
syaraf memberikan efek regulasi neurotransmiter dan hormon seperti

serotonin, dopamin, endorphin, CGRP (Calcitoni-Gene Related

Peptide) dan acetylcholine (Ahmadia et al, 2009; Ullah, 2007 dalam

Saryono, 2010). Semua hormon tersebut dikeluarkan karena sebagai

zat toksik dalam tubuh. Nilawati et al, (2008) menambahkan zat

toksik lainnya yang keluar dari tubuh seperti histamin dan

bradikinin. Mekanisme sistem hematologi memberikan efek utama

melalui jalur sistem regulasi koagulasi-antikoagulasi seperti

penurunan elemen darah (fibrinogen), penurunan hematokrit,

peningkatan aliran darah dan peningkatan oksigenasi organ

(Ahmadia et al, 2008 dalam


41

Saryono, 2010). Pengaktifan produk sistem imun juga diduga akibat

rangsangan terapi bekam. Terapi bekam memberikan efek utama

melalui jalur iritasi sistem imun dengan terjadinya inflamasi local dan
aktifasi sistem komplementer serta peningkatan produk imun seperti interferon (Sary

4. Penurunan Kadar Kolesterol dalam Darah dengan Terapi Bekam

Terapi bekam selalu dilakukan sesuai titik pola yang digunakan dalam terapi akupuntur stan
2008).

Penurunan kadar kolesterol yang dipengaruhi intervensi terapi

bekam diduga karena adanya pengaruh mekanisme sistem hematologi

yang memberikan efek utama melalui jalur sistem regulasi koagulasi-

antikoagulasi dengan peningkatan aliran darah dan peningkatan

oksigenasi organ. Mengingat hepar merupakan tempat filtrasi darah dari

berbagai zat toksik yang masuk ke dalam tubuh, melalui mekanisme

sistem hematologi dan juga mekanisme sistem imun inilah kadar

kolesterol dalam tubuh dapat diturunkan (Ahmadia et al, 2008 dalam

(Saryono, 2010).

Penelitian yang dilakukan Sayed, et al (2013), menyatakan

bahwa terapi bekam basah mengakibatkan terjadinya perlukaan kecil

dan
42

tipis pada permukaan kulit dan ditambah adanya tindakan vakumisasi

sehingga memungkinkan terjadinya ekskresi melalui kulit secara

artifisial yakni suatu proses ekskresi atau pengeluaran material melalui

kulit yang dibuat dengan cara melakukan insisi/perlukaan tipis pada

permukaan kulit yang dikombinasi dengan adanya

vakumisasi/penyedotan. Proses ini dikatakan sebagai analogi dari proses ekskresi yang dilakuk
B. Penelitian Terkait

1. Penelitian berjudul Gambaran Kadar Kolesterol Pasien yang

mendapatkan Terapi Bekam oleh Tri Puspa Rini, Darwin Karim, dan

Riri Novayelinda pada tahun 2014 yang menunjukkan bahwa

gambaran kadar kolesterol pasien yang mendapatkan terapi bekam

didapatkan hasil penelitian rata-rata mean kadar kolesterol sebelum

terapi bekam 200,61 mg/dl dan mean sesudah terapi bekam 197,94

mg/dl hasil penelitian ini relative stabil dan tidak ada perbedaan yang

bermakna antara sebelum dan sesudah bekam.

2. Penelitian berjudul Evaluation of the Effects of Traditional Cupping

on the Biochemical, Hematological and Immunological Factors of

Human
43

Venous Blood oleh Mohammad Reza Vaez Mahdavi, Tooba

Ghazanfari, Marjan Aghajani, Farideh Danyali dan Mohsen Naseri

pada tahun 2012 yang menunjukkan bahwa sampel darah yang

diambil dari intravena dan terapi bekam mempunyai komposisi

darah yang berbeda dari segi biochemical di mana sampel darah

terapi bekam mempunyai komposisi darah dengan kadar kolesterol

lebih tinggi dibandingkan sampel darah intravena.

3. Penelitian berjudul Pengaruh Bekam (Al Hijamah) terhadap Kadar

Kolesterol LDL pada Pria Dewasa Normal oleh Alfian Fahmy dan

Adang Muhammad Gugun pada tahun 2008 yang menunjukkan

bahwa bekam tidak dapat menurunkan kadar kolesterol LDL pada

pria sehat dalam satu jam pasca pembekaman, tetapi bekam

menaikkan kadar
4. Penelitian berjudul Penurunan Kadar Kolesterol Total pada Pasien

Hipertensi yang mendapat Terapi Bekam di Klinik An-Nahl

Purwokerto oleh Saryono tahun 2010 yang menunjukkan bahwa ada

pengaruh terapi bekam terhadap penurunan kadar kolesterol total pada

pasien hipertensi di Klinik An-Nahl Purwokerto.

5. Penelitian berjudul Efek Terapi Bekam Basah terhadap Kadar

Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam

Center Semarang oleh Sri Widodo dan Khoiriyah pada tahun 2014

yang menunjukkan bahwa kadar kolesterol pada terapi bekam

cenderung menurun berdasarkan progres intervensi yang berarti

terdapat
44

perbedaan kadar yang signifikan berdasarkan progres perlakuan atau

menunjukkan adanya pengaruh terapi bekam basah terhadap

penurunan
kadar kolesterol darah total pada penderita hiperkolesterolemia.

6. Penelitian berjudul Penurunan Kadar Kolesterol dengan Terapi

Bekam oleh Zahid Fikri, Nursalam dan Eka Misbahatul M pada

tahun 2012 yang menunjukkan bahwa terapi bekam menurunkan

kadar kolesterol pada pasien hiperkolesterolemia umur 45 tahun ke

atas.

7. Penelitian berjudul Mengendalikan Kadar Kolesterol pada

Hiperkolesterolemia oleh Muhammad Yani pada tahun 2015 yang

menunjukkan bahwa terapi bekam menurunkan kadar kolesterol

pada pasien hiperkolesterolemia umur 45 tahun ke atas.


45

C. Kerangka Teori
Kolesterol normal dalam darah

Jika kadar berlebihan

Faktor-faktor penyebab hiperkolesterolemia:


Hiperkolesterolemia
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia
Riwayat Merokok
IMT

Farmakoterapi Non-Farmakoterapi

Terapi Alternatif dan Komplementer

Terapi Bekam (Intervensi)

Penurunan kadar kolesterol total dalam tubuh

Bagan 2.2 Kerangka Teori

(Diadopsi dari Rini et al., 2014; Saryono, 2010; Fahmy & Gugun, 2008)
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan merupa
Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi bekam,

variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol pada

penderita hiperkolesterolemia, dan variabel confounding dalam

penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis

pekerjaan, riwayat merokok, IMT. Berdasarkan uraian tersebut maka

kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

46
47

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Dependen:
Variabel
Keterangan: = Diteliti
Kadar kolesterol
Independen: = Tidak diteliti pada penderita
hiperkolesterolemia
Terapi Bekam
= Diteliti
Variabel Confounding:
= Tidak diteliti
1. Usia
B. Hipotesis 2. Jenis Kelamin
3. Tingkat
Hipotesis penelitianPendidikan
ini adalah:
4. Jenis Pekerjaan
Ha : Terdapat pengaruh terapi bekam terhadap kadar kolesterol
5. Riwayat Merokok
total pada6.penderita
IMT hiperkolesterolemia di Klinik Assabil

Holy Holistic Jakarta.

Ho : Tidak adanya pengaruh terhadap kadar kolesterol total pada

penderita hiperkolesterolemia setelah dilakukan intervensi

terapi bekam di Klinik Assabil Holy Holistic Jakarta.


C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Independen
Terapi Bekam Suatu pengobatan Standar Lembar observasi 1. Terapi bekam dikatakan -
komplementer berupa Operasional sesuai dan tepat apabila
pengeluaran darah rusak Prosedur dilaksanakan sesuai
(damul fasd) dengan (SOP) terapi SOP terapi bekam.
cara mengkop dan bekam 2. Terapi bekam dikatakan
menyayat bagian kulit tidak sesuai apabila
yang akan dibekam, tidak dilaksanakan
pada penderita sesuai SOP terapi
hiperkolesterolemia bekam.
dilakukan di titik KHL1,
UN2, UN3, AK1 dan
AK2.
Variabel Dependen
Kadar kolesterol pada Kadar kolesterol yang Pemeriksaan Kit set pemeriksaan Kadar kolesterol dalam Rasio
penderita hiperkolesterolemia diperiksa sebelum dan kadar kolesterol kolesterol total satuan mg/dl
sesudah dilakukan terapi dilakukan merk EasyTouch
bekam. Kadar kolesterol sebelum dan satu beserta Cholesterol
normal <200 mg/dl. jam setelah Test Strips dan
dibekam. lancet.

48
Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Confounding
Usia Usia individu mulai dari Pengisian lembar Lembar identitas Usia dalam tahun Rasio
25 sampai 65 tahun identitas oleh
responden
Jenis Kelamin Jenis kelamin individu Pengisian lembar Lembar identitas 1. Laki-laki Nominal
berdasarkan kartu identitas oleh 2. Perempuan
keluarga dan responden
pengamatan ciri-ciri
fisik individu.
Tingkat Pendidikan Jenjang pendidikan Pengisian lembar Lembar identitas 1. Rendah (SD) Ordinal
tertinggi yang pernah identitas oleh 2. Menengah (SMP atau
ditempuh responden. responden SMA)
3. Tinggi (Diploma/Perguruan
Tinggi)
Jenis Pekerjaan Pekerjaan yang sedang Pengisian lembar Lembar identitas 1. Bekerja Ordinal
dijalani responden. identitas oleh 2. Tidak Bekerja
responden
Riwayat Merokok Merokok apabila Pengisian lembar Lembar identitas 1. Merokok Ordinal
merokok setiap hari atau identitas oleh 2. Pernah Merokok
kadang-kadang. Pernah responden 3. Tidak Merokok
merokok apabila tidak
merokok tetapi pernah
merokok sebelumnya.
Tidak merokok apabila

49
Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
responden tidak pernah
merokok.
Indeks Massa Tubuh (IMT) Hasil perhitungan berat Pengisian lembar Lembar observasi 1. Kurang/Underweight Ordinal
badan dibagi dengan observasi oleh (<18,5 kg/m2)
pangkat dua tinggi peneliti 2. Normal (18,5-22,9 kg/m2)
badan (kg/m2) yang 3. Lebih/Overweight (23-24,9
dibagi menjadi empat kg/m2)
kategori: kurang, 4. Obesitas tipe 1 (25-29,9
normal, lebih, dan kg/m2)
obesitas menurut 5. Obesitas tipe 2 (≥30 kg/m2)
standar Kementerian
Kesehatan RI.

50
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini berjenis quassy experiment dengan menggunakan desain penelitian analitik de
berikut:

01 X 02

Bagan 4.1 Desain Penelitian

Keterangan:

01 : Penderita hiperkolesterolemia sebelum dilakukan terapi

bekam (pretest)

02 : Penderita hiperkolesterolemia sesudah dilakukan terapi

bekam (posttest)

X : Intervensi (perlakuan terapi bekam)

51
52

B. Populasi dan Sampel

1. a.Populasi
Jenis kelamin laki-laki maupun perempuan

b. Hiperkolesterolemia
Populasi dalam dan kolesterol
penelitian tinggi seluruh
ini adalah dengan klien
kadar

kolesterol
penderita > 200 mg/dl
hiperkolesterolemia yang berbekam di Klinik Bekam

c.Assabil
Bersedia menjadi
Holy subjek
Holistic penelitian
Jakarta.

2. d.Sampel
Klien bekam di Klinik Assabil Holy Holistic

Kriteria
Sampel eksklusi:
adalah suatu bagian dari populasi yang dihasilkan

a.dari
Terdapat
tekniksalah satu kontraindikasi
sampling. bekam yang diambil yaitu
Idealnya, sampel

Jumlah
sampel yang minimum besar sampel
mewakili populasi berdasarkan
(Swarjana, 2012). riset penelitian

eksperimental adalah 15ini,


Pada penelitian subjek pada
teknik setiapyang
sampel kelompok untukyaitu
digunakan studi

yang simple, berdasarkan


ditentukan sedangkan dengan
teknikkontrol eksperimental
purposive samplingyang kuat
dengan

diperlukan
kriteria jumlah minimum adalah 10-20 subjek per kelompok
53

(Dempsey, 2002). Jumlah sampel pada penelitian kuasi

eksperimen adalah sebanyak 10-20 orang (Burns & Grove,

2005). Menurut

Sugiyono (2014), jumlah sampel untuk penelitian eksperimen bisa sekitar 10 samp
Jadi, besar sampel pada penelitian ini yaitu 20 orang yang menderita hiperkolestero
eksklusi.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Klinik Bekam Assabil Holy HolisticJakarta.Waktupenelit

penyusunan proposal pada bulan Oktober sampai Desember 2016

dan dilanjutkan pada tahap pengumpulan data pada bulan

Februari sampai April 2017.

D. Alat Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian

1. Alat Pengumpulan Data

a. Kit Set Pemeriksaan Kolesterol Darah Total merk EasyTouch

dan Lancet

Alat bantu untuk memeriksa kadar kolesterol total

digunakan untuk mengetahui kadar kolesterol total responden

sebelum dan sesudah diberikan terapi bekam.


54

b. Lembar Identitas

Lembar identitas diisi langsung oleh responden dan

digunakan untuk mencatat karakteristik responden yang pertama identitas klien y


perempuan), pendidikan terakhir (SD, SMP/SMA,

Diploma/PT), pekerjaan (wiraswasta, PNS, IRT,

pelajar/mahasiswa, swasta). Riwayat kesehatan yaitu riwayat merokok (merokok, pe


c. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat IMT, kadar

kolesterol total sebelum diberikan terapi bekam dan kadar

kolesterol total sesudah diberikan terapi bekam yang diisi oleh

peneliti. Sebelum tindakan dilakukan, peneliti menjelaskan

tentang pelaksanaan terapi bekam dan menanyakan kesediaan

klien menjadi subjek penelitian ini (informed consent).

d. Timbangan Berat Badan

Alat bantu untuk mengukur berat badan digunakan untuk

mengetahui IMT responden.


55

e. Alat Pengukur Tinggi Badan (Microtoise)

Alat bantu untuk mengukur tinggi badan digunakan untuk

mengenai
mengetahuiriwayat hiperkolesterolemia, kebiasaan konsumsi
IMT responden.
makananPenelitian
2. Prosedur yang banyak mengandung kolesterol, riwayat

a. penyakit individu
Penyusunan danskripsi.
proposal keluarga, serta menjelaskan tujuan

b. penelitian
Pembuatankepada setiap
surat izin orang
studi yang datang
pendahuluan ke observasi
untuk Klinik Bekam
dan
Assabil Holy Holistic
pengambilan Jakarta.
data awal dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu
e. Jika terdapatUIN
Kesehatan indikasi orang
Syarif tersebut diduga
Hidayatullah mempunyai
Jakarta kadar
kepada Klinik
kolesterol tinggiHoly
Bekam Assabil maka selanjutnya
Holistic Jakarta. peneliti mendiskusikan

c. waktu pelaksanaan
Pengambilan data terapi
awal bekam, waktuBekam
di Klinik pre-testAssabil
(pemeriksaan
Holy
kadar kolesterol
Holistic total sebelum
Jakarta untuk bekam),
mengetahui dandan
populasi waktu post-test
menentukan
(pemeriksaan kadar kolesterol total 20 menit setelah bekam).
sampel penelitian.

d. Peneliti melakukan wawancara singkat kepada calon responden


56

f. Peneliti mempersiapkan alat yang diperlukan untuk

pemeriksaan kadar kolesterol total dengan kit set pemeriksaan

kadar kolesterol total bermerk dagang EasyTouch beserta

blood cholesterol test strips dan lembar observasi.

g. Peneliti melakukan pemeriksaan kadar kolesterol total (pre-

test) dengan menggunakan alat bantu kit set pemeriksaan

kolesterol darah total, kemudian apabila orang tersebut

mempunyai kadar kolestrol tinggi dan atau

hiperkolesterolemia maka dilakukan kesepakatan kepada

orang tersebut untuk menjadi responden penelitian dan

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden

(informed concent) bagi responden yang bersedia untuk

menjadi sampel penelitian, kemudian data pre-test dicatat


h. Setelah itu diberikan terapi bekam kepada responden oleh

terapis yang sudah tersertifikasi dan sesuai dengan SOP pada

titik-titik bekam untuk indikasi hiperkolesterolemia.

i. Setelah dibekam, peneliti melakukan pemeriksaan kadar

kolesterol total (post-test) setelah 20 menit usai dibekam, hal

ini untuk mencegah terjadinya bias pada nilai kadar kolesterol,

kemudian data post-test dicatat dalam lembar observasi.

3. Prosedur Risk Management

Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek

penelitian dan juga melakukan tindakan invasif yang akan


57

dilakukan oleh peneliti dengan menusukkan lancet pada ujung jari

responden untuk pengambilan sampel darah perifer dalam

pengecekan kadar kolesterol total, maka perlu dilakukan Risk

Management yaitu sebagai berikut:

a. Sebelum melakukan prosedur invasif, peneliti sebagai

pemeriksa menyiapkan alat, mencuci tangan, dan memakai

handscoon.

b. Peneliti membersihkan ujung jari responden dengan alcohol

swab kemudian menusukkan lancet pada ujung jari yang

sudah dibersihkan dan langsung memasukkan sampel darah

ke strip kolesterol yang sudah disiapkan.

c. Kemudian peneliti menekan lembut area yang ditusuk dengan

alcohol swab selama 3 menit sampai darah berhenti keluar.


d. Apabila darah masihr keluar maka peneliti akan menekan

lembut area tersebut selama 5 menit.

e. Apabila darah tetap tidak berhenti maka peneliti akan

membawa pasien ke klinik atau rumah sakit terdekat untuk

mendapatkan pertolongan yang profesional.

E. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah salah satu rangkaian kegiatan

penelitian setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (raw

data) perlu diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat


58

digunakan untuk menjawab tujuan penelitian (Hastono, 2006).

Tahap- tahap pengolahan data antara lain:

1. Editing

Hal yang harus diperhatikan dalam editing adalah

apakah pertanyaan telah terjawab dengan lengkap, apakah

catatan sudah jelas dan mudah dibaca, dan apakah coretan yang

ada sudah diperbaiki (Wasis, 2008). Selain itu, peneliti perlu

juga untuk memeriksa apakah isian formulir atau kuisioner

sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten (Hastono, 2006).

2. Coding

Coding adalah kegiatan merubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka. Coding juga dapat dikatakan

sebagai usaha memberi kode-kode tertentu pada


responden (Wasis, 2008). Data yang disederhanakan dalam

penelitian kali ini yaitu kategori usia diberi angka 1 untuk usia

(25- 35 tahun), angka 2 untuk usia (36-45 tahun), angka 3 untuk

usia (46-55 tahun), angka 4 untuk usia (56-65 tahun). Kategori

jenis kelamin diberi angka 1 (laki-laki) dan angka 2 (perempuan).

Kategori tingkat pendidikan diberi angka 1 (SD/Sederajat), angka

2 (SMP/Sederajat), angka 3 (SMA/Sederajat), angka 4

(D3/S1/Sederajat). Kategori riwayat merokok diberi angka 1 (Ada

riwayat merokok) dan angka 2 (tidak ada riwayat merokok).

Kategori IMT diberi angka 1 (Underweight), angka 2 (Normal),


59

angka 3 (Overweight), dan angka 4 (Obesitas). Kategori kadar

kolesterol total diberi angka 1 (sebelum diberikan terapi

bekam/pretest) dan angka 2 (sesudah diberikan

terapi bekam/posttest).

3. Processing

Mengentry data merupakan kegiatan memasukkan data

yang telah dikumpulkan ke dalam tabel atau database computer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga

dengan membuat tabel kontingensi (Hidayat, 2008). Processing

ini merupakan langkah agar data yang sudah di-entry dapat

dianalisis (Hastono, 2006).

4. Cleaning

Pembersihan data atau cleaning adalah pengecekan kembali


data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Cara-

cara dalam membersihkan data yaitu: a) mengetahui missing data,

b) mengetahui variasi data, dan c) mengetahui konsistensi data

(Hastono, 2006).

F. Analisis Data

Pada umumnya analisis data yang dilakukan dalam penelitian

ini merupakan tabulasi silang (crosstab) variabel karakteristik

individu dan terapi bekam terhadap penurunan kadar kolesterol total

pada penderita hiperkolesterolemia. Berikut merupakan uraian

analisis data dalam penelitian ini:


60

1. Analisis Univariat (Deskriptif)

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan/mendeskripsikan

2. Analisis Bivariat
karakteristik tiap (Analitik)
variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung

pada Analisis
jenis data,bivariat digunakan
untuk data bila dan
numerik (usia diinginkan analisis
kadar kolesterol
hubungan antara dua
total) digunakan variabel,
nilai mean, untuk mengetahui
median, hubunganinter
standar deviasi, dua

variabel tersebut
kuartil range, danbiasanya
minimaldigunakan
maksimal.pengujian
Pada datastatistik.
kategorik Jenis uji
(jenis
statistik
kelamin,yang digunakan
tingkat bergantung
pendidikan, pada jenis riwayat
jenis pekerjaan, data/variabel yang
merokok,
dihubungkan (Hastono, 2006).
dan IMT) peringkasan data hanya menggunakan distribusi
Analisis
frekuensi bivariat
dengan dalam
ukuran penelitianatau
persentase ini menggunakan uji t-
proporsi (Hastono,
dependent.
2006). Uji t-dependent merupakan uji parametrik yang

digunakan untuk deskriptif


Analisis melihat hubungan datapada
dilakukan numerik pada variabel
semua variabel

terapi bekam
penelitian dan variabel
untuk karakteristik
melihat frekuensi individu
(jumlah dandengan variabel
proporsi) dari

setiap variabel penelitian terhadap variabel kadar kolesterol


61

kadar kolesterol pada hiperkolesterolemia. Hasil analisis berupa p-

value.

Sebelum data diuji dengan uji t-dependent, harus dilakukan uji normalitas terlebih da
terdistribusi normal maka uji bivariat menggunakan uji Wilcoxon.

Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh bertentangan dengan etik
Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk

bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden (Nursalam,

2008). Peneliti memberikan informed consent kepada responden

sebelum penelitian dilakukan untuk memberikan informasi

maupun gambaran terkait penelitian kepada calon responden.

Kemudian calon responden diberikan informasi mengenai

tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh dari

penelitian dan diberi hak untuk bersedia atau tidak menjadi

responden dalam penelitian ini. Apabila calon responden setuju,

maka calon responden diminta untuk menandatangani informed


62

consent sebagai bukti persetujuan antara peneliti dengan

responden. Apabila tidak bersedia menjadi responden maka

peneliti tidak memaksakan calon responden tersebut untuk diteliti.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan yang terjadi adalah masalah

yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian

dengan tidak mencantumkan nama responden dan hanya

menuliskan kode (Hidayat, 2007). Pada penelitian ini,

penyebutan identitas responden dilakukan dengan cara

responden menuliskan inisial namanya pada setiap data yang

didapatkan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Pada suatu penelitian, peneliti wajib merahasiakan data-


Sering kali subjek penelitian menghendaki agar dirinya tidak

dipost kepada khalayak ramai. Apabila sifat penelitian menuntut

peneliti untuk memperoleh persetujuan terlebih dahulu serta

mengambil langkah-langkah dalam menjaga kerahasiaan (Wasis,

2008).

Peneliti menjelaskan kepada responden bahwa data dan

informasi yang nantinya diperoleh peneliti sepenuhnya digunakan

untuk kepentingan penelitian dan dijamin kerahasiaannya. Data

dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini hanya

dilaporkan pada laporan hasil penelitian serta hanya diketahui

oleh peneliti dan pembimbing.


63

4. Justice (Keadilan)

Pada setiap penelitian, responden harus diperlakukan secara

khususnya bagi selama,


adil baik sebelum, responden dan keikutsertaannya
dan sesudah peneliti hendaknya
dalam
meminimalisasi dampak 2008).
penelitian (Nursalam, yang merugikan bagi responden
Setiap responden harus
(Notoatmodjo, 2012).adil
diperlakukan secara Pemberian
tanpa adaterapi bekam baik
diskriminasi dilakukan oleh
status, hak
terapis
sebagaibekam yang telah
reponden, bersertifikat
manfaat dan kompeten.
yang diperoleh, keanonimitas, dan
Pemeriksaan
kerahasiaan. kadar kolesterol
Responden total perlakuan
mendapatkan dilakukan oleh
yang peneliti
sama
yang
yaitu telah dinyatakan
mendapatkan layak terapi
intervensi oleh pembimbing sesuai dengan
bekam, pemeriksaan kadar
prosedur
kolesterolyang
total ditetapkan
sebelum danagar tidak terapi
sesudah membahayakan
bekam. responden

5. dan guna mendapatkan


Balancing manfaat (Manfaat
Harms and Benefits yang maksimal.
dan Kerugian)

Peneliti harus memperhitungkan manfaat dan kerugian yang

ditimbulkan dari penelitian yang dilakukan kepada responden.

Penelitian yang dilakukan harus memiliki manfaat yang


BAB V

HASIL

A. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang diteliti secara deskriptif
kolesterol total sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari jenis

kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status merokok, dan Indeks Massa

Tubuh (IMT). Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis

kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status merokok, dan Indeks Massa

Tubuh (IMT) dapat dilihat pada tabel 5.1.

64
65

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Status Merokok, dan

Indeks Massa Tubuh (IMT) di Klinik Assabil Holy Holistic


Jakarta, Maret 2017
Karakteristik responden n %
Jenis kelamin
1. Laki-laki 9 45
2. Perempuan 11 55
Total 20 100
Usia (tahun) x SD
51,40 12,517
1. Laki-laki 44,00 14,722
2. Perempuan 57,45 5,888
Pendidikan n %
1. SD 4 20
2. SMP/SMA 5 25
3. Diploma/PT 11 55
Total 20 100
Pekerjaan
1. Bekerja 8 40
2. Tidak bekerja 12 60
Total 20 100
Status IMT
1. Kurang 1 5
2. Normal 2 10
3. Lebih 11 55
4. Obesitas tipe 1 6 30
5. Obesitas tipe 2 0 0
Total 20 100
Status Merokok
1. Merokok 0 0
2. Pernah merokok 5 25
3. Tidak merokok 15 75
Total 20 100

Pada tabel 5.1 tersebut diketahui bahwa karakteristik responden

dari 20 responden didapatkan 11 orang berjenis kelamin perempuan

dengan proporsi (55%) lebih besar dibandingkan dengan yang berjenis

kelamin laki-laki. Rata-rata usia responden secara keseluruhan yaitu

51,40 tahun
66

dan standar deviasi 12,517. Perempuan memiliki rata-rata usia yang

lebih tua (57,45 tahun) dibandingkan dengan laki-laki (44 tahun).

Distribusi tingkat pendidikan responden paling besar yaitu tamat Diploma/Perguruan Ting
merokok yaitu 15 orang (75%).

2. Kadar Kolesterol Total

Hasil penelitian ini berupa kadar kolesterol total responden sebelum

bekam dan sesudah bekam yang dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.2 Perbedaan Rerata Kadar Kolesterol Total Responden


Sebelum Bekam dan Sesudah Bekam, Maret 2017

Variabel Frekuensi (n) Mean SD Min-Maks


Kadar Kolesterol
Total Sebelum 20 252,3 32,979 211-312
Bekam
Kadar Kolesterol
Total Sesudsh 20 222,7 46,054 118-300
Bekam

Tabel 5.2 menggambarkan tentang kadar kolesterol total pada

responden sebelum dan sesudah bekam. Pada hasil tersebut didapatkan

rata-rata kadar kolesterol total sebelum bekam adalah 252,3 dengan

standar deviasi 32,979. Sedangkan rata-rata kadar kolesterol total


67

sesudah bekam menurun menjadi 222,7 dengan standar deviasi

meningkat menjadi 46,054.

B. Analisis Bivariat

1. Hasil Uji Normalitas

Sebelum dilakukan analisis bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas terhadap data
normalitas yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Hasil Uji Normalitas Data

Variabel Frekuensi (n) Df Shapiro-Wilk Sig.

Kadar Kolesterol
total sebelum 20 20 0,079
Bekam
Kadar Kolesterol
Total sesudsh 20 20 0,286
Bekam

Tabel 5.3 menunjukkan hasil uji normalitas menggunakan shapiro-

wilk karena jumlah responden ≤ 50 orang (Dahlan, 2012). Hasil uji

normalitas untuk kadar kolesterol total sebelum bekam adalah 0,079

kadar kolesterol total setelah bekam adalah 0,286. Hal ini menunjukkan

bahwa data tersebut terdistribusi normal (p-value >0,05).


68

2. Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol Total

Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji parametrik menggunakan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5.4 Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol


Total pada sebelum dan sesudah terapi bekam, Maret 2017

Kadar
Kolesterol n Mean SD Min-Max p-value
Total
Sebelum 20 252,3 32,979 211-312
0,023
Sesudah20222,746,054 118-300

Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata kadar kolesterol total

menggunakan uji t berpasangan dengan nilai α = 0,05 yaitu diperoleh

nilai significancy sebesar 0,023 (p-value < 0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa secara statistik terdapat pengaruh bermakna pada terapi bekam

yang diberikan terhadap kadar kolesterol total sebelum dan sesudah

intervensi.
BAB VI

PEMBAHASA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian yang diperoleh tentang pengaruh terapi
serta memaparkan keterbatasan dalam penelitian ini.

A. Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 20


responden mayoritas responden adalah perempuan yang berjumlah 11 orang (55%) d

berjumlah 9 orang (45%). Menurut Nilawati, Krisnatuti, Mahendra,

& Oei, (2008) wanita pada usia menopause, mempunyai kadar

kolesterol total yang lebih rendah pada laki-laki di usia yang sama,

akan tetapi setelah menopause kadar LDL pada wanita cenderung

meningkat.

Pada dasarnya pria memiliki risiko yang lebih tinggi akan

kejadian hiperkolesterolemia dibandingkan dengan wanita, hal ini

terjadi karena hormon estrogen yang berfungsi sebagai pelindung

dari adanya plak pada pembuluh darah lebih tinggi kadarnya pada

wanita dibandingkan pada pria. Namun, pria ataupun wanita

mempunyai
69
risiko sama besar akan terjadinya hiperkolesterolemia pada usia 45-

54 tahun (Afiah & Rahayuningsih, 2014).

Pada penelitian kali ini didapatkan hasil bahwa usia rata-rata

responden wanita yaitu 57 tahun yang mana pada usia tersebut

wanita rata-rata sudah mengalami menopause. Seperti yang

terdapat dalam penelitian Rostiana & Kurniati (2009) bahwa pada

umumnya wanita akan mengalami menopause rata-rata pada usia

sekitar 45-50 tahun. Menurut Irvan (2007), kekurangan estrogen

pada wanita yang sudah menopouse akan menurunkan kadar HDL,

sehingga wanita menopause cenderung mempunyai kadar

kolesterol yang sama dengan laki-laki bahkan dapat melampaui

kadar kolesterol laki-laki (Rini, et al., 2014).

Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini laki-laki dan

perempuan mempunyai risiko hiperkolesterolemia yang sama, akan

tetapi risiko mengalami hiperkolesterolemia menjadi lebih tinggi

pada perempuan ketika perempuan sudah mengalami menopause

yang mana dalam penelitian ini rata-rata usia responden perempuan

yaitu 57 tahun atau sudah memasuki masa menopause.

b. Usia

Pada tabel 5.1 didapatkan hasil analisis univariat yang

menunjukkan rata-rata penderita hiperkolesterolemia yaitu berusia

51,40 tahun dengan rata-rata usia wanita 57,45 tahun dan pria

dengan
rata-rata usia 44 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

kejadian hiperkolesterolemia umumnya terjadi pada rentang usia 40-

50 tahun. Hal ini sejalan pada penelitian yang dilakukan oleh Afiah & Rahayuningsih
hiperkolesterolemia pada usia diatas 45 tahun.

Terjadinya peningkatan kadar kolesterol total ini berjalan seiring dengan bertambahny
usia lebih dari 40 tahun. Mekanisme tersebut ada hubungannya

dengan aktivitas reseptor LDL. Usia yang makin bertambah sejalan

dengan berkurangya aktivitas reseptor LDL. Hal tersebut

mengakibatkan banyaknya kadar LDL yang tidak tertangkap oleh

reseptor LDL sehingga menjadikan kadar LDL meningkat dan akan

lebih lama berada dalam peredaran darah. Kolesterol yang kadarnya

tinggi dalam darah menunjukkan tingginya pula kadar kolesterol

total dalam darah, yang mana kadar kolesterol LDL dan kolesterol

total memiliki korelasi yang tinggi (Afiah & Rahayuningsih, 2014).

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Soleha, (2012) yang menunjukkan bahwa semakin bertambahnya

usia semakin tinggi pula risiko terjadinya hiperkolesterolemia.

Penelitian
lain yang memiliki hasil serupa pun menunnjukkan kadar kolesterol

yang meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Denino (2007)

mengemukakan bahwa perubahan kadar kolesterol LDL secara

bermakna dipengaruhi oleh usia, yang mana pertambahan usia ini

dapat menjadikan kadar kolesterol LDL meningkat. Kemudian

menurut Nor (2010), pria dan wanita mulai usia 20 tahun kadar

kolesterolnya akan meningkat. Menurut Tisnadjaja (2008),

menunjukkan bahwa pada usia remaja sampai usia 50 tahun laki-

laki memiliki risiko mengalami masalah aterosklerosis 2-3 kali

lebih besar dibandingkan perempuan yang nantinya akan

mempengaruhi kadar kolesterol total (Rini, et al., 2014).

Hal ini menunjukkan pada penelitian ini didapatkan rata-rata

usia responden yaitu 51 tahun yang mana dijelaskan bahwa

pertambahan usia sejalan dengan penurunan jumlah reseptor LDL,

sehingga semakin bertambahnya usia risiko untuk terjadinya

hiperkolesterolemia lebih tinggi.

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan

pengetahuan seseorang dalam menjalankan perilaku hidup sehat,

terutama mengontrol kadar kolesterol total. Tingkat pedidikan yang

semakin tinggi dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan


seseorang dalam menerapkan dan menjaga pola hidup agar tetap

sehat (Budhiati, 2010 dalam Rini, et al., 2014).

Namun, pada penelitian ini didapatkan hasil tigkat pendidikan responden sebagian besa
rendah risiko untuk mengalami hiperkolesterolemia.

d. Pekerjaan

Status bekerja pada tabel 5.1 sebagian besar responden tidak

bekerja yaitu sebanyak 12 orang (60%). Orang yang tidak bekerja

pada umumnya memiliki aktivitas fisik yang rendah atau sedikit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shirazi, (2008)

menyatakan bahwa olahraga teratur dapat menurunkan kadar

kolesterol darah total dan meningkatkan kadar HDL dalam darah.

Hal ini sejalan dengan penelitian Waloya, Rimbawan, &

Andarwulan (2013) yang menunjukkan bahwa tingkat aktivitas fisik

terbukti berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol total (p<0,05).

Hal ini menunjukkan pada penelitian ini rata-rata status bekerja

responden yaitu tidak bekerja, sehingga dapat diasumsikan bahwa


orang yang tidak bekerja mempunyai aktivitas fisik yang rendah.

Oleh karena aktivitas fisik yang rendah tersebut maka risiko

untuk

terjadinya hiperkolesterolemia lebih tinggi.

e. Status IMT

Status IMT rata-rata respoden yaitu responden dengan berat badan lebih sebanyak 11
yang menunjukkan bahwa setiap penurunan 1 kg berat badan itu

berkaitan dengan penurunan sekitar 3% trigliserida dan kenaikkan

1% HDL (Afiah & Rahayuningsih, 2014).

Terdapat pula penelitian yang dilakukan di Kabupaten

Karanganyar dan didapatkan hasil bahwa indeks masa tubuh tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan kenaikan kadar

kolesterol darah total. Sedangkan pada penelitian lain menunjukan

bahwa IMT memiliki risiko 1.61 kali lebih tinggi terhadap

peningkatan kadar kolesterol darah total (Soleha, 2012).

Pada status gizi berlebih atau kelebihan berat badan tingkat

ringan dan sedang dengan nilai IMT diatas 25,1 memiliki

kecenderungan
kadar kolesterol total 30% lebih tinggi dibandingkan dengan yang

mempunyai berat badan normal. Kelebihan berat badan yang

bermakna yaitu berupa kelebihan berbagai zat termasuk kolesterol darah dapat menye
pada pembuluh darah perifer (Soleha, 2012).

Menurut Fitnella (2009), kadar kolesterol tinggi atau hiperkolesterolemia umumnya d


orang kurus bahkan di usia muda (Rini, et al., 2014).

Selain itu, menurut Supriasa (2002), orang dengan berat badan

di bawah batas minimum mempunyai risiko terkena penyakit infeksi

sementara yang berada dibatas maksimum mempunyai risiko terkena

penyakit degeneratif. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Malik,

Mewo dan Kaligis (2013) tentang gambaran kadar kolesterol total

darah pada mahasiswa angkatan 2011 Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi dengan IMT 18,5-22,9 diperoleh hasil

rata-rata kadar kolesterol total yang normal (Rini, et al., 2014).

Hal ini menunjukkan bahwa IMT berlebih dapat meningkatkan

risiko terjadinya hiperkolesterolemia lebih tinggi dibandingkan


dengan orang yang mempunyai IMT normal. Hal ini terjadi karena

berat badan yang berlebih dapat mengganggu metabolisme lipid

yaitu

meningkatkan kada kolesterol total.

f. Status Merokok

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak m
Indonesia prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki

(65,8%) dibandingkan perempuan (4,2%) (Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI, 2014). Selain itu, menurut Minarti,

Ketaren, & Hadi (2014) terdapat hubungan yang bermakna antara

lama kebiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap setiap hari, dan

jenis rokok yang dihisap terhadap kadar LDL serum pada pekerja.

Hal tersebut juga dapat berpengaruh terhadap peningkatan kadar

kolesterol serum (Devaranavadgi, Aski, Kashinath, & Hundekari,

2012).

Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya memang terdapat

hubungan antara status merokok dengan kejadian


hiperkolesterolemia. Namun, pada penelitian kali ini responden rata-

rata berjenis kelamin perempuan sehingga status merokok rata-rata

responden yaitu tidak merokok. Oleh karena itu, pada penelitian ini dapat diasumsika
hiperkolesterolemia untuk karakteristik jenis kelamin.

Faktor risiko lain yang menjadi penyebab multiple secondary dalam hiperlipidemia da
alkoholisme. HIV juga dapat menjadi faktor risiko karena dapat

menyebabkan abnormalitas kolesterol (Robert & Nelson, 2012).

2. Kadar Kolesterol Total

Pada hasil penelitian tabel 5.2 didapatkan rata-rata kadar kolesterol

total sebelum bekam adalah 252,3 mg/dl dan rata-rata kadar kolesterol

total sesudah bekam menurun menjadi 222,7 mg/dl. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Fikri (2012) bahwa terapi bekam

dapat menurunkan kadar kolesterol total pasien hiperkolesterolemia

pada usia 45 tahun ke atas.

Kemudian berdasarkan penelitian Widodo & Khoiriyah, (2014)

menunjukkan bahwa rata-rata kadar kolesterol total awal yaitu 283.5


yang menurun menjadi 246 pada tahap kedua, dan menjadi 244.25 pada

tahap yang terakhir. Kadar ini cenderung megalami penurunan

berdasarkan kemajuan intervensi yang berarti terdapat perbedaan kadar yang signifikan b
kolesterol darah total pada penderita hiperkolesterolemia.

Jadi, pada hasil perubahan kadar kolesterol total sebelum dan sesudah disimpulkan bahw
29,6 mg/dl.

B. Analisis Bivariat

Hasil penelitian pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata kadar

kolesterol total sebelum bekam adalah 252,3 mg/dl dan rata-rata kadar

kolesterol total sesudah bekam menurun sebesar menjadi 222,7 mg/dl

dengan rata-rata penurunan kadar kolesterol total sebesar 29,6 mg/dl.

Kemudian hasil uji t dependent didapatkan nilai signifikansi (p = 0,023) α

< 0,05 yang berarti terdapat pengaruh terapi bekam terhadap penurunan

kadar kolesterol total pada penderita kadar kolesterol tinggi dan juga

hiperkolesterolemia.

Penurunan kadar kolesterol total pada penelitian sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Fikri, Nursalam, & M (2012) bahwa bekam

dapat menurunkan kadar kolesterol total pada penderita kolesterol tinggi


dan hiperkolesterolemia dengan hasil penurunan rata-rata kadar kolesterol

total yaitu 30,78 mg/dl. Penelitian yang dilakukan oleh Hasan, Alam, &

Irshad (2014) juga menunjukkan penurunan kadar kolesterol total sebesar 37 mg/dl setelah
Martiningsih, & Hastuti, 2016).

Hasil pemeriksaan kadar kolesterol total pada penelitian ini sebelum dilakukan terapi bekam
Kadar kolesterol yang tinggi dapat disebabkan oleh faktor yang dapat

dikontrol yaitu jenis makanan atau diet sehari-hari dan faktor yang tidak

dapat dikontrol yaitu hati yang dapat menghasilkan kolesterol yang

diperlukan tubuh (Fikri, et al., 2012). Hampir seluruh responden mengaku

setiap hari mengkonsumsi makanan hewani yang kandungan lemaknya

tinggi. Selain itu juga kolesterol dapat meningkat karena pengeluaran

kolesterol yang terlalu sedikit ke kolon melalui asam empedu, serta hati

yang memproduksi kolesterol terkait dengan faktor genetik terlalu

berlebihan (Ujiani, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Waloya,

et al., (2013) yang menyatakan bahwa asupan lemak berpengaruh terhadap

kadar kolesterol total dengan signifikansi (p<0,1).


Pada penelitian ini terdapat 15 orang yang mengalami penurunan

kadar kolesterol total setelah dilakukan terapi bekam. Pada dasarnya, terapi

bekam
memberikan respon pembersihan sirkulasi darah dan efek autoregulasi

(Saryono, 2010). Menurut Zhou, et al., dan Al-sabaawy (2012) dalam

Widodo & Khoiriyah, (2014), mekanisme yang mendasari efek terapi

bekam terhadap penurunan kadar kolesterol total adalah terbukanya

barrier kulit yang akan mempengaruhi fungsi ekskresi kulit di antaranya

yaitu mengeluarkan lipid dan zat yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik,

salah satu contohnya yaitu lipoprotein yang mana kolesterol merupakan

salah satu dari bagian lipoprotein darah. Pada yang demikian itu, dapat

disimpulkan bahwa pengeluaran zat kolesterol disebabkan dari

penyayatan tipis pada kulit dan pengkopan atau vakumisasi dalam

terapi bekam sehingga kadar

Selain itu, terapi bekam dilakukan pada titik-titik meridian untuk

menurunkan kadar kolesterol pada 5 titik utama yaitu KHL1, UN2, UN3,

AK1, dan AK2 (Fikri, et al., 2012). Meridian adalah suatu sistem saluran

yang membujur dan melintang di seluruh tubuh yang secara kedokteran

tidak terlihat tetapi dibuktikan dengan radioaktif teknesium perteknetat dan

juga dipelajari dalam ilmu akupuntur. Sistem ini menghubungkan

permukaan tubuh dengan antarorgan tubuh bagian dalam, antara organ

dengan jaringan-jaringan penunjang lainnya sehingga sistem tersebut

membentuk suatu kesatuan yang bereaksi secara bersamaan jika ada

rangsangan dari kulit (Madjid, 2009 dalam Widada, 2011). Oleh karena

itu,
pemberian titik-titik meridian yang tepat pada terapi bekam menyebabkan

terjadinya proses pada kapiler dan arteriola, peningkatan kadar leukosit,

limfosit, dan sistem retikulo-endothelial, pelepasan ACTH, enkefalin, kortison, endorfin, da


glukosa darah (Umar, 2010).

Sedangkan hasil pemeriksaan kadar kolesterol total setelah bekam terhadap 5 orang lainnya
sesaat sebelum dilakukan bekam juga karena memang dalam penelitian ini

tidak ada pengendalian pada konsumsi makanan responden. Menurut

Nurrahmani (2012) dalam Kusuma, Haffidudin, & Anis (2013), orang

yang memiliki risiko kadar kolesterol tinggi adalah orang yang

menerapkan pola makan yang mengandung kadar lemak jenuh yang tinggi

(daging, mentega, krim, dan keju). Terlebih lagi bagi orang yang sangat

sering mengkonsumsi makanan-makanan tersebut dan tidak dibarengi

dengan pola hidup sehat salah satunya yaitu olahraga (Kusuma et al.,

2013). Menurut Sistiyono, et al., (2016), olahraga dapat meningkatkan

pembakaran lemak dan kolesterol dalam tubuh.

Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dipengaruhi karena usia dan

metabolisme setiap orang yang berbeda-beda. Proses penuaan membuat


metabolisme tubuh melambat dan aktivitas yang rendah menyebabkan

proses penggantian massa otot dengan lemak tubuh yang terjadi lebih

cepat.

Penurunan massa otot inilah yang membantu untuk mengurangi konsumsi kalori dan dapat
pemantauan kadar kolesterol setelah bekam yag terlalu cepat.

Penelitian yang dilakukan oleh Widodo & Khoiriyah, (2014) menyatakan bahwa kadar kole
diberikan terapi bekam. Pada penelitian kali ini, pemeriksaan kadar

kolesterol total dilakukan 20 menit setelah bekam, hal ini mengacu pada

satuan pengukuran internasional yang mana setiap pemeriksaan dilakukan

dalam rentang 15-20 menit setelah intervensi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas

responden mengalami penurunan kadar kolesterol total setelah terapi

bekam dibuktikan dengan hasil uji t dependent didapatkan nilai

signifikansi (p = 0,023) α < 0,05. Penurunan kadar kolesterol total

tersebut merupakan hasil dari efek terapi bekam. Peneliti tidak membatasi

konsumsi makanan, pola makan, gaya hidup, dan aktivitas sehari-hari.

Hasil penelitian ini secara nyata membuktikan bahwa terapi bekam

dapat mengeluarkan kadar


kolesterol berlebih dalam darah sehingga terjadi penurunan kadar

kolesterol total setelah bekam.

Namun, terapi bekam tidak sepenuhnya dapat menurunkan kadar kolesterol dan akan lebih ef
sebagai berikut:

Tabel 6.1 Obat Penurun Lipid: Jenis, Cara Kerja, dan Efek (Aurora et al., 2012)
Jenis Cara Kerja Efek
Bile acid-sequestran Menghambat sirkulasi Penurunan LDL-C 20-30%
enterohepatik asam dan peningkatan HDL-C
empedu dan meningkatkan
sintesis asam empedu
reseptor LDL
Klasifikasi: Kolestiramin
dan Kolestipol
HMG-CoA reductase Penurunan sintesis Penurunan LDL-C 25-40%
inhibitor kolesterol dan peningkatan dan penurunan VLDL
reseptor LDL
Klasifikasi: Simvastatin,
Luvastatin, Paravastatin,
Fluvastatin
Atorvastatin
Derivat asam fibrat Peningkatan LPL dan TG 25-40%, peningkatan
peningkatan hidrolisis atau penurunan LDL-C dan
Trigliserid, penurunan peningkatan HDL
sintesis VLDL, dan
peningkatan katabolisme
LDL

Asam nikotinik Penurunan sintesis VLDL Penurunan Trigliserid 25-


dan LDL 85%, penurunan VLDL-C
Klasifikasi: Acipimox 25-35%, penurunan LDL-C
25-40%, HDL mungkin
meningkat
Ezetimibe Penurunan absorpsi Penurunan LDL-C 16-18%
kolesterol di usus halus
Asam lemak omega 3 Penurunan sintesis VLDL Penurunan 50-60% pada
hipertrigliserid berat
American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) mengembangk

mempunyai riwayat penyakit jantung atau stroke, dan aterosklerosis.

Evaluasi terkait faktor risiko lain seperti kadar kolesterol total, LDL, HDL,

dan trigliserida, usia, riwayat diabetes, status merokok dan tekanan darah,

riwayat penggunaan obat, gaya hidup, dan riwayat hiperkolesterolmia dan

penyakit jantung pada keluarga.

Beberapa tes yang dapat dilakukan di antaranya yaitu skor Coronary

Artery Calcium (CAC) yang dapat menunjukkan keadaan plak lemak pada

dinding pembuluh darah, pengukuran CRP (C-Reactive Protein) yaitu

penanda adanya inflamasi atau iritasi pada tubuh yang mana jika kadarnya

tinggi maka berhubungan dengan penyakit jantung dan stroke (CRP tinggi
yaitu ≥ 2 mg/dl), pengukuran ABI (Ankle Brachial Index) yang mana dapat

memprediksi PAD (Peripheral Artery Disease) (ACC & AHA, 2014).

Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini terapi bekam

berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar kolesterol total pada

penderita kolesterol berlebih dan hiperkolesterolemia yang mana kadar

kolesterol setelah bekam rata-rata mengalami penurunan. Namun,

peningkatan kadar kolesterol yang terjadi setelah bekam dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu pola konsumsi

makanan berlemak yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari serta

aktivitas fisik yang rendah setiap harinya. Terjadinya rata-rata penurunan

kadar kolesterol total setelah bekam pada penelitian ini dapat menjadikan

bekam sebagai salah satu rujukan pengobatan hiperkolesterolemia bagi

masyarakat.
C. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, didapatkan berbagai keterbatasan penelitian, di

antaranya yaitu sebagai berikut:

1. Kurangnya waktu pemeriksaan kadar kolesterol total setelah bekam

(pada penelitian ini hanya satu kali, yaitu 20 menit setelah bekam),

sedangkan pada eferensi dikatakan waktu minimal yaitu 1 jam

setelah bbekam sehingga tidak diketahuinya kapan waktu yang

benar-benar efektif untuk mendapatkan perubahan kadar kolesterol

yang terkontrol dan stabil.


2. Beberapa variabel confounding yang sulit dikontrol karena

terbatasnya wewenang peneliti di klinik bekam tersebut.

3. Sedikitnya jumlah responden penelitian dan tidak adanya kelompok


kontrol dalam penelitian ini karena peneliti mempertimbangkan sulitnya untuk mendapatk

4. Kurang lengkapnya kriteria inklusi yang diambil, yaitu tidak adanya

pengontrolan obat sehingga kriteria menjadi tidak homogen.

5. Tidak terkontrolnya faktor risiko lain yang dapat menyebabkan hiperkolestereolemia y


dan penyakit hati seperti sirosis.

6. Alatpemeriksaankadarkolesterolyangterbatassehingga

menyebabkan hanya kadar kolesterol total yang diperiksa dan tidak

diketahuinya kadar HDL, LDL, dan trigliseridanya.

7. Alat yang digunakan untuk melakukan terapi bekam yang belum

mempunyai tingkat penekanan cupping yang sesuai tekanan seperti

di negara lain.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat d

1. Karakteristik responden dari 20 responden pada penelitian ini didapatkan 11 orang berje
status pekerjaan didapatkan sebagian besar tidak bekerja yaitu 12 orang

(60%). Status IMT terbesar yaitu responden dengan berat badan lebih

sebanyak 11 orang (55%). Kemudian proporsi responden berdasarkan

status merokok didapatkan sebagian besar tidak merokok yaitu 15

orang (75%).

2. Kadar kolesterol total sebelum dilakukan intervensi berupa terapi

bekam didapatkan rata-rata 252,3 dengan standar deviasi 32,979.

3. Kadar kolesterol total setelah intervensi didapatkan nilai rata-rata

menjadi 222,7 dengan standar deviasi 46,054.

4. Ada pengaruh bermakna terapi bekam yang diberikan terhadap kadar

kolesterol total pada penderita hiperkolesterolemia sebelum dengan

87
88

sesudah intervensi yaitu didapatkan nilai significancy 0,023 (p-value <

0,05).

B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, terdapat beberapa hal yang dapat disarankan

Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai intervensi pada asuhan keperawatan untuk masala
Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi

untuk mengembangkan penelitian ini lebih lanjut agar dapat melakukan

penelitian serupa dengan waktu lebih lama atau dilakukan dengan

waktu yang bertahap setekah bekam, intervensi bekam lebih dari satu

kali, jumlah responden yang lebih banyak, dan ditambahkan dengan

kelompok kontrol serta kriteria responden yang lebih homogen.

Pemeriksaan kadar kolesterol agar lebih jelas dapat dilakukan dengan

bekerjasama dengan laboratorium yang ada sehingga selain kadar

kolesterol total dapat pula diketahui kadar LDL, HDL, dan trigliserida.

Kemudian alat yang digunakan untuk melakukan terapi bekam dapat

digunakan alat yang lebih canggih jika ada. Untuk analisis lebih
89

disarankan dapat menggunakan analisis stratifikasi agar variabel

confounding yang ada dapat lebih dikontrol dengan baik. Penelitian

terapi bekam ini juga dapat diperluas tentang manfaatnya untuk

mengobati penyakit lain.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi bagi keperawatan terutama keperawat
penderita hiperkolesterolemia.

4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini memberikan informasi bagi masyarakat bahwa

terapi bekam baik dilakukan sebagai salah satu pengobatan

berlandaskan nilai keislaman yang terbukti dapat menurunkan kadar

kolesterol total pada penderita hiperkolesterolemia.


DAFTAR PUSTAKA

Afiah, & Rahayuningsih, M. H. (2014). Pengaruh Pemberian Sup Jamur Tiram


Putih (Pleurotus ostreatus) terhadap Kadar Kolesterol Total Subjek
Obesitas. Journal of Nutrition College, 3(4), 465–472.

American College of Cardiology and American Heart Association. (2014).


Summary of Major Recommendation for The Treatment of Blood
Cholesterol to Reduce ASCVD Risk in Adults. Diakses dari
tools.acc.org/ASCVD-Risk- Estimator/#page_summary_recommendations
pada tanggal 19 Juni 2017
pukul 06.00

Antman, E., & Braunwald, E. (2007). Acute Myocardial Infarction. Heart


Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. (E. Braunwald, Ed.) (8th
ed.). Philadelphia: WB Saunders.

Aurora, R. G., Sinambela, A., Noviyanti, C. H., Aurora, R. G., Sinambela, A., &
Noviyanti, C. H. (2012). Peran Konseling Berkelanjutan pada Penanganan
Pasien Hiperkolesterolemia. Journal of the Indonesian Medical
Association, 62, 194–201.
Bantas, K., Agustina, M. T. F., & Zakiyah, D. (2012). Risiko Hiperkolesterolemia
pada Pekerja di Kawasan Industri. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,
6(5), 219–224.

Bintanah, S., & Muryati. (2010). Hubungan Konsumsi Lemak dengan Kejadian
Hiperkolesterolemia pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Jantung Rumah
Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 6(1), 85–90.

Burns, N., & Grove, K. S. (2005). The Practice of Nursing Research Conduct,
Critique, and Utilization. USA: Elsevier.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi (1st ed.). Jakarta: EGC.

Dalimartha, S., Purnama, B. T., Sutarina, N., Mahendra, B., & Darmawan, R.
(2008). Care Your Self. Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.

Dempsey, P. A. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan (4th ed.).
Jakarta: EGC.
Devaranavadgi, B. ., Aski, B. ., Kashinath, R. ., & Hundekari, I. . (2012). Effect of
Cigarette Smoking on Blood Lipids - A Study in Belgaum, Northern
Karnataka, India. Global Journal of Medical Research, 12(6), 1–3.

Fahmy, A., & Gugun, A. M. (2008). Pengaruh Bekam (Al Hijamah) terhadap
Kadar Kolesterol LDL pada Pria Dewasa Normal. Mutiara Medika, 8(2),
117–121.

Fatahillah. (2007). Keampuhan Bekam. Jakarta: Qultum Media.

Fikri, Z., Nursalam, & M, E. M. (2012). Penurunan Kadar Kolesterol dengan


Terapi Bekam.

Ganong, W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (22nd ed.). Jakarta: EGC.

Hasan, I., Alam, T., & Irshad, S. (2014). Management of High Blood Cholesterol
Levels Through Cupping Therapy In A Clinically Healthy Young Men.
American Journal of Pharmatech Research, 4(1).

Hastono, S. P. (2006). Analisis Data. Universitas Indonesia.

Hidayat, A. A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:


Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika.

Irawan, H., & Ari, S. (2012). Pengaruh Cupping Terapi (Bekam) terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Klien Hipertensi. Jurnal Ilmu Kesehatan, 1,
31–37.

Jansen, S., Karim, D., & Misrawati. (2012). Efektivitas Terapi Bekam Terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi Primer.

Kamaluddin, R. (2010a). Pengalaman Pasien Hipertensi yang Menjalani Terapi


Alternatif Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas.

Kamaluddin, R. (2010b). Pertimbangan dan Alasan Pasien Hipertensi menjalani


Terapi Alternatif Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 5, 95–104.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI). (2013). RISET


KESEHATAN DASAR.

Kusuma, M. I., Haffidudin, M., & Anis, P. (2013). Hubungan Pola Makan dengan
Peningkatan Kadar Kolesterol pada Lansia di Jebres Surakarta, (26).

Kwiterovich PO, J. (2000). The Metabolic Pathways of High-Density Lipoprotein,


Low-density Lipoprotein, and Triglycerides. Am J Cardiol, 86, 5–10.

LIPI. (2009a). Pangan dan Kesehatan: Bab IV Kolesterol. UPT - Balai Informasi
Teknologi LIPI, 1–6.

LIPI. (2009b). Pangan dan Kesehatan: Bab VI Kolesterol Tinggi. UPT - Balai
Informasi Teknologi LIPI, 1–7.

Mamat, Sudikno. (2010). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kadar


Kolesterol HDL. Gizi Indon 2010, 33(2), 143-149.

Mathers, C., & Loncar, D. (2006). Projectiions of Global Mortality and Burden of
Disease from 2002 to 2030. PLoS MEDICINE, 3(11), 657–65.

Minarti, N. S., Ketaren, I., & Hadi, P. D. (2014). Hubungan Antara Perilaku
Merokok terhadap Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) Serum
pada Pekerja CV Julian Pratama Pontianak, 1–17.

Mohammad Reza, V. M., Tooba, G., Aghajani, M., Farideh, D., & Mohsen, N.
(2012). Evaluation of the Effects of Traditional Cupping on the Biochemical,
Hematological and Immunological Factors of Human Venous Blood. A
Compendium of Essays on Alternative Therapy, 67–88.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2013). Biokimia Harper. (N.
Wulandari, L. Rendy, L. Dwijayanthi, Liena, D. Frans, & L. Y. Rachman,
Eds.) (27th ed.). Jakarta: EGC.

NCEP-ATP III. (2001). Executive Summary of The Third Report of The National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert panel on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult
Treatment Panel III). JAMA, 285, 2486-2497.

Neal, M. J. (2006). At A Glance Farmakologis Medis (5th ed.). Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Nilawati, S., Krisnatuti, D., Mahendra, B., & Oei, G. D. (2008). Care Yourself
Kolesterol (Cetakan 1). Jakarta: Penebar Plus.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2015). Panduan Pengelolaan


Dislipidemia di Indonesia - 2015. PB. PERKENI.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2013).


Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Edisi ke-1. Centra Communications.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2014). Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013.

Rini, T. P., Karim, D., & Novayelinda, R. (2014). Gambaran Kadar Kolesterol
Pasien yang Mendapatkan Terapi Bekam. JOM PSIK, 1(2), 1–8.

Robert H & Nelson, MD. (2012). Hyperlipidemia as a Risk Factor for


Cardiovascular Disease. National Institutes of Health, 40(1), 195-211.

Rostiana, T., & Kurniati, N. M. . (2009). Kecemasan pada Wanita yang


Menghadapi Menopause. Jurnal Psikologi, 3(1).

Sangkur, B., Nurmuharomah, D., Nandya, I., Diah, N. P., Utami, N., & Sutarsa, I.
N. (2016). PENGARUH TERAPI BEKAM TERHADAP TEKANAN
DARAH PASIEN HIPERTENSI ESENSIAL DI RUMAH BEKAM
DENPASAR MEI-JUNI TAHUN 2014. E-Jurnal Medika, 5(9), 1–3.

Sari, D. Y., Prihatini, S., & Bantas, K. (2014). Asupan Serat Makanan dan Kadar
Kolesterol-LDL Penduduk Berusia 25-65 Tahun di Kelurahan Kebon Kalapa,
Bogor. Panel Gizi Makan, 37(1), 51–58.

Saryono. (2010). Penurunan Kadar Kolesterol Total pada Pasien Hipertensi yang
mendapat Terapi Bekam di Klinik An-Nahl Purwokerto. Jurnal Keperawatan
Soedirman, 5, 66–73.

Septianggi, F. N., Mulyati, T., & K, H. S. (2013). Hubungan Asupan Lemak dan
Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung
Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo, 2(November), 13–20.

Sheperd, J. (2001). The Role of the Exagenous Pathway in


Hypercholesterolaemia.
European Heart Journal, 2–5.
Shirazi, S. (2008). Effect of Exercise on Plasma Cholesterol. Gomal J Med Sci, 4,
70–73.

Sistiyono, Martiningsih, M. A., & Hastuti, F. (2016). Gambaran Kadar


Ujiani, S. (2015). Hubungan Antara Usia dan Jenis Kelamin dengan Kadar
Kolesterol Total pada Penderita Hipertensi Sebelum dan Sesudah Terapi
Kolesterol Penderita Obesitas RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Bekam Basah. TEKNOLAB, 5(1), 36–40.
Jurnal Kesehatan, VI(1), 43–48.
Soleha, M. (2012). Kadar Kolesterol Tinggi dan Faktor-Faktor yang
Umar, A. (2010). Sembuh dengan Satu Titik. Solo: Al-Qowam.
Berpengaruh Terhadap Kadar Kolesterol Darah. Jurnal Biotek Medisiana
Indonesia,
Waloya, 1(2), 85–92.
T., Rimbawan, & Andarwulan, N. (2013). Hubungan Antara Konsumsi
Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Kolesterol Darah Pria dan Wanita
Suhardi, K., & Syafa’ah, A. (2006). Uraian Kode Anatomi Hijamah Titik-titik
Dewasa di Bogor. Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(1), 9–16.
Bekam. Jakarta: Pustaka As-Sabil.
Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. (E. Karyuni & M.
Sukeksi, A., & Anggraini, H. (2010). Kadar Kolesterol Darah pada Penderita
Ester, Eds.). Jakarta: EGC.
Obesitas di Kelurahan Korpri Sambiroto Semarang. In Prosiding Seminar
WHO.Nasional Unimus
(2012). World (pp. 26–29).
Health Statistics 2012. France: World Health Organization.

Swarjana,
Widada, W.I.(2011a).
K. (2012). Metodologi
Pengaruh BekamPenelitian
terhadap Kesehatan
Peningkatan(1st
Seled.). Yogyakarta:
Makrofag sebagai
ANDI.
Sistem Kekebalan Tubuh. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, II,
139–143.
Toha, A. H. A. (2010). Ensiklopedia Biokimia dan Biologi Molekuler. Jakarta:
EGC.
Widada, W. (2011b). Pengaruh Bekam terhadap Peningkatan Sel T CD8+ sebagai
Mekanisme Pertahanan Tubuh. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes,
II, 224–231.

Widodo, S., & Khoiriyah. (2014). Efek Terapi Bekam Basah terhadap Kadar
Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam
Center Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Widyaningsih, W., Prabowo, A., & Sumiasih. (2010). PENGARUH EKSTRAK


ETANOL DAGING BEKICOT (Achantina fulica) TERHADAP KADAR
KOLESTEROL TOTAL, HDL, DAN LDL SERUM DARAH TIKUS
JANTAN GALUR WISTAR. Jurnal Sains Dan Teknologi Farmasi, 15(1),
1– 10.

Yani, M. (2015). Mengendalikan Kadar Kolesterol pada Hiperkolesterolemia.


Jurnal Olahraga Prestasi, 11, 1–7.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yth. Bapak/Ibu

di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

nama : Afifatun Mukaromah NIM: 1113104000043


status : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Dengan ini memohon kepada Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi

responden pada penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Bekam terhadap

Kadar Kolesterol Total pada Penderita Hiperkolesterolemia di Klinik Bekam

Assabil Holy Holistic Jakarta”. Adapun penelitian ini membutuhkan sampel

darah responden untuk diukur kadar kolesterol sebelum dan sesudah terapi bekam.

Hasil dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan digunakan sesuai tujuan

penelitian. Penelitian ini tidak menimbulkan efek samping yang merugikan

responden. Atas perhatian Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, Januari 2017

Afifatun Mukaromah
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian : Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Kadar


KolesterolTotalPadaPenderita

Hiperkolesterolemia Di Klinik Bekam Assabil


Holy Holistic Jakarta
Peneliti: Afifatun Mukaromah

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


nama:
alamat:
menyatakan bersedia menjadi responden penelitian ini setelah mendapatkan penjelasan dari p
Demikianlah pernyataan ini saya sampaikan.

Jakarta,
Responden Peneliti

( ) (Afifatun Mukaromah)
Lampiran 3
LEMBAR IDENTITAS

A. 1.Identitas
Nama (Inisial) :
2. Usia : 25-35 tahun 46-55 tahun
36-45 tahun 56-65 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
4. Pendidikan Terakhir : SD Diploma/PT
SMP/SMA
5. Pekerjaan : Wiraswasta Pelajar/Mhs
PNS Swasta
IRT Lainnya
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Merokok : Merokok Tak Merokok
Pernah Merokok
2. Pengalaman Bekam : Pertama Lebih
3. Konsumsi Obat Saat Ini :
C. Antropometri
1. Berat Badan :
2. Tinggi Badan :
Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI

Kolesterol Kolesterol
No. Tgl Nama IMT
Sebelum Bekam Sesudah Bekam
Lampiran 5

Hasil Output Analisa Data SPSS

Karakteristik Responden

Jenis Kelamin
jk
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 9 45,0 45,0 45,0


perempuan 11 55,0 55,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Usia
Statistics
usia
Descriptive Statistics
N Valid 20
Missing N 0 Mean
usia
Mean 11
51,40 57,45 Descriptive Statistics
Valid N (listwise)
Median 11
55,50 N Mean
Mode 58 usia 9 44,00
Std. Deviation 12,517 Valid N (listwise) 9
Tingkat Pendidikan
Minimum 25
Maximum 68 tingk_pend
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sd 4 20,0 20,0 20,0


smp/sma 5 25,0 25,0 45,0

diploma/pt 11 55,0 55,0 100,0


Total 20 100,0 100,0
Status Merokok
riw_merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid pernah merokok 5 25,0 25,0 25,0


tak merokok 15 75,0 75,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Status Indeks Massa Tubuh (IMT)


imt
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 1 5,0 5,0 5,0


normal 2 10,0 10,0 15,0

lebih 11 55,0 55,0 70,0

obes1 6 30,0 30,0 100,0


Total 20 100,0 100,0

Status Bekerja
pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid bekerja 8 40,0 40,0 40,0


tidak bekerja 12 60,0 60,0 100,0
Total 20 100,0 100,0

Uji Normalitas Data

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ch_sebelum ,151 20 ,200* ,915 20 ,079

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ch_sesudah ,138 20 ,200* ,944 20 ,286

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Uji T Dependent
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 ch_sebelum 252,30 20 32,979 7,374


ch_sesudah 222,70 20 46,054 10,298

Paired Samples Test


Paired Differences

95% Confidence
Interval of the

Std. Std. Error Difference


Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
P ch_sebelum -
ai ch_sesudah
29,600 53,611 11,988 4,509 54,691 2,469 19 ,023
r
1

You might also like