Professional Documents
Culture Documents
1111-Article Text-1781-2-10-20210625
1111-Article Text-1781-2-10-20210625
ABSTRACT
This study aims to determine the level of legal awareness of the community in Pamengkang Village, Kramatwatu
District, Serang Regency about underage marriage in terms of Law No. 16 of 2019 concerning Amendments to
Law No. 1 of 1974 concerning Marriage. The approach used in this study is a qualitative approach. Qualitative
research is research that describes, describes what is seen, heard, felt, and asked. The data collection techniques
that will be carried out by researchers in this study are structured observation, interviews and documentation.
The results of this study are that underage marriages in Pamengkang Village, Kramatwatu District, Serang
Regency are still occurring due to several factors, namely, traditional factors or local customs, concerns about
community gossip when their daughter becomes an old maid (late in marriage) if not married at a young age,
weak economic factors, unemployment, low education and school dropouts. This shows that the Pamengkang
Village Community is not aware of the law or the level of awareness and legal compliance is still low, especially
awareness of the age limit for marriage as regulated in the Marriage Law by not having an underage marriage.
Factors that contribute to the lack of awareness and legal compliance of the Pamengkang Village community
with the Marriage Law and not having underage marriages are due to factors of education, habit of disobeying
the law and lack of socialization and legal counseling of the Marriage Law and the risks of underage marriage
by the Government concerned. .
PENDAHULUAN
Pernikahan di Indonesia telah diatur minimal seseorang dalam melaksanakan
oleh negara, dalam hal ini negara pernikahan. (Achmad Bahroni dkk;
memberikan perhatian sekaligus memiliki 33:2019)
tanggung jawab dalam mengontrol serta Perkawinan adalah ikatan lahir batin
memberikan pengarahan mengenai antara seorang pria dengan seorang
perkawinan yang merupakan Institusi wanita sebagai suami istri”. (Pasal 1 No.
sosial dalam melindungi dan menjunjung Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
harga diri perempuan. Oleh sebab itu, Perkawinan). Sedangkan tujuan dari
Negara dan Pemerintah membuat peraturan perkawinan tersebut, menurut Pasal 1
mengenai batas usia minimal seseorang Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
dalam melaksanakan pernikahan. Oleh Perkawinan (untuk selanjutnya disebut
sebab itu, Negara dan Pemerintah Undang-Undang Perkawinan), bahwa
membuat peraturan mengenai batas usia tujuan perkawinan adalah untuk
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 34
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X
ayat (1) yang dimaksud dengan anak mencapai umur 19 (sembilan belas)
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun”.
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang Dijelaskan pula dalam penjelasan pasal 7
masih dalam kandungan. (Tim Penyusun, ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang
Himpunan Peraturan Perundang-undangan baru tersebut, yaitu:
Republik Indonesia Undang-undang “Perubahan Norma dalam Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perlindungan Anak, 2018: 78, dalam
Perkawinan ini menjangkau batas usia
Hotmartua Nasution, 2019:6 ). untuk melakukan perkawinan bagi
wanita. Dalam hal ini batas minimal
Maka dengan itu lahirlah Undang-
umur perkawinan bagi pria, yaitu 19
Undang perkawinan yang diperbaharui, (sembilan belas) tahun. Batas usia
dimaksud dinilai telah matang jiwa
yang mengatur ulang batas minimal usia
raganya untuk dapat melangsungkan
untuk menikah. Batas minimal usia perkawinan agar dapat mewujudkan
tujuan perkawinan secara baik tanpa
perkawinan, yang semula diatur oleh
berakhir pada perceraian dan mendapat
Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yaitu keturunan yang sehat dan berkualitas.
Diharapkan juga kenaikkan batas umur
bagi pria minimal berusia 19 tahun
yang lebih tinggi dari 16 (enam belas)
sedangkan wanita berusia 16 tahun. Hal ini tahun bagi wanita untuk kawin akan
mengakibatkan laju kelahiran yang
telah disebutkan didalam pasal 7 ayat (1)
lebih rendah dan menurunkan resiko
Undang-Undang Perkawinan, bahwa kematian ibu dan anak. Selain itu juga
dapat terpenuhinya hak-hak anak
“Perkawinan hanya diizinkan bila piha
sehingga mengoptimalkan tumbuh
pria mencapai umur 19 (sembilan belas) kembang anak termasuk pendampingan
orang tua serta memberikan akses anak
tahun dan pihak wanita sudah mencapai
terhadap pendidikan setinggi mungkin”.
usia 16 (enam belas) tahun.”, akan tetapi
Menurut data Badan Pusat Statistik
kemudian ketentuan pasal 7 ayat (1)
(BPS) tahun 2007, angka perkawinan anak
tersebut dirubah dengan Undang-Undang
diatas 10 persen merata tersebar diseluruh
Perkawinan yang baru yaitu Undang-
provinsi Indonesia. Sementara, sebaran
Undang Republik Indonesia No. 16 tahun
angka perkawinan anak diatas 25 persen
2019 tentang Perubahan atas Undang-
berada di 23 provinsi dari 34 provinsi di
Undang No. 1 tahun 1974 tentang
Indonesia. Jika diakumulasi, 67 persen
Perkawinan (untuk selanjutnya disebut
wilayah di Indonesia darurat perkawinan
Undang-Undang Perkawinan
anak. Tiga provinsi yang memiliki
Perubahan/Baru), sehingga berbunyi
persentase perkawinan anak tertinggi di
sebagai berikut “perkawinan hanya
Indonesia adalah Provinsi Kalimantan
diizinkan apabila pria dan wanita sudah
Selatan, Kalimantan Tengah, dan
kenyataan masih banyak yang terjadi kasus Untuk itu harus dicegah adanya
perkawinan. perkawinan antara calon suami istri yang
Resiko dan dampak lain dari masih dibawah umur. Disamping itu,
pernikahan dibawah umur juga akan perkawinan mempunyai hubungan dengan
adalah terhadap anak-anak yang nantinya masalah kependudukan. Ternyatalah
lahir dari hubungan kedua orangtuanya bahwa batas umur yang lebih rendah bagi
yang menikah di bawah umur. Belum seorang wanita untuk kawin
matangnya usia ibu muda dari perkawinan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih
tersebut, mendatangkan resiko pada si tinggi. (Hotmartua Nasution, 2019:55)
calon anak. Misalnya, angka risiko Gambaran kasus-kasus/perkara cerai
kematian bayi lebih besar. Sedangkan gugat di Pengadilan Agama Serang (cerai
dampak yang terjadi di masyarakat, di gugat dalam istilah hukum acara
antaranya adalah berpotensi menciptakan Pengadilan Agama berarti gugatan cerai
angka kemiskinan baru. Hal itu terjadi yang diajukan oleh pihak isteri, jika yang
karena pernikahan dini biasanya tidak mengajukan pihak suami istilahnya adalah
dibarengi dengan tingginya tingkat cerai talak) yang terjadi akibat terjadinya
pendidikan dan kemampuan finansial. Hal penelantaran keluarga dengan sampel
itu juga akan berpengaruh besar terhadap kasus sebanyak 20 kasus/perkara dengan
cara didik orangtua yang belum matang rincian, 10 perkara perceraian pada tahun
secara usia kepada anak-anaknya. Pada 2017, dan 10 perkara perceraian pada
akhirnya, berbuntut siklus kemiskinan tahun 2018 untuk ditelaah. Berdasarkan
yang berkelanjutan atau yang lebih parah hasil telaah, kasus-kasus perceraian yang
lagi adalah rentan terjadi perceraian akibat dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi
faktor ekonomi tersebut. berupa penelantaran keluarga meliputi
Undang-undang perkawinan ini pengabaian nafkah keluarga, meninggalkan
menganut azas kemantangan calon isteri tanpa kabar berita, malas bekerja,
mempelai, bahwa calon suami istri itu pelit (member nafkah belanja semaunya
harus telah masak jiwa raganya untuk tanpa memperhatikan banyaknya
dapat melangsungkan perkawinan, agar kebutuhan hidup) dan menyuruh isteri
dapat mewujudkan tujuan perkawinan bekerja keras bahkan sampai menjadi TKI
secara baik tanpa berakhir pada perceraian ke luar negeri sedangkan suami tidak
dan mendapat keturunan yang baik dan bekerja, menempati urutan pertama
sehat. (Ibnu Radwan Siddiq T, 2019: 40.) sebagai alasan/penyebab terjadinya gugat
cerai. (Anton Aulawi. 2018:55)
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 38
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X
muda. Ketika menikah muda, anak-anak , kecuali ada sanksi yang berat pasti
sudah besar dan orang tuanya masih dirinya akan merasa takut.
tergolong belum tua untuk bisa bekerja Melalui hasil wawancara dengan
menafkahi anak-anaknya. informan yaitu Komarudin dan dan Aji
Sedangkan hambatan yang Koro dari petugas Pegawai Pencatat
dialami NJ dan informan lainnya adalah Nikah (P2N) dari Desa Pamengkang
ketika sudah menikah maka mereka memperoleh kesimpulan bahwa banyak
sudah tidak bisa memiliki kebebasan alasan yang melatar belakangi
untuk bermain seperti layaknya seorang masyarakat Desa Pamengkang, yang
anak remaja, termasuk untuk berkumpul melakukan perkawinan dibawah umur
bareng teman, kalaupun ada waktu diantaranya adalah:
untuk berkumpul dengan teman, 1) faktor adat atau kebiasaan yang
waktunya terbatas. turun temurun dilakukan oleh
Aturan-aturan menikah yang ada keluarganya atau pada masyarakat
dalam Undang-Undang Perkawinan dan setempat melaksanakan
Peraturan Pemerintah tentang perkawinan dibawah umur,
Perkawinan NJ menjawab tidak tahu 2) faktor pengetahuan dan
mengenai hukum perkawinan. NJ ketika pemahaman yang kurang terhadap
menikah walaupun masih dibaah umur resiko perkawinan dibawah umur,
tetapi dilakukan secara resmi 3) kekhawatiran orang tua mengenai
(didaftarkan/dicatat di KUA). Ketika pergaulan anak muda zaman
sudah mengetahui tentang aturan-aturan sekarang,
menikah yang ada dalam UU 4) faktor ekonomi yakni terlilit
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah kemiskinan,
tentang Perkawinan, khususnya batas 5) ada pula yang disebabkan karena
usia perkawinan, maka jawabannya takut tidak laku, dan lain
pernikahannya terus dilaksanakan sebagainya tanpa menimbang dan
namun mengikuti arahan dari KUA. memikirkan bagaimana dampak
Menurut NJ karena tidak terdapat sanksi dari perkawinan dibawah umur
yang jelas dalam undang-undang terhadap hak anak dan
perkawinan atau Undang-undang pendidikan.
lainnya terkait menikah dibawah umur Inilah yang menjadi perhatian
maka masyarakat termasuk dirinya utama ketika perkawinan dibawah umur
sendiri tidak takut ketika melanggranya dianggap suatu tradisi yang dilakukan
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 43
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X
secara turun temurun, karena sanksi fungsi dari kaidah hukum tersebut,
sosial yang akan didapat hanya sebatas sehingga menyebabkan masyarakat
cemoohan dari masyarakat sekitar. patuh kepada peraturan tersebut.
Jadi tingkat kesadaran hukum Dengan mengetahui ketiga jenis
masyarakat terhadap mengenai Undang- ketaatan ini maka kita dapat
Undang Perkawinan, pada indikator mengidentifikasi seberapa efektifnya
pengetahuan hukum, pemahaman suatu peraturan perundang-undangan.
hukum, sikap hukum dan perilaku Dari hasil temuan penelitian, Peneliti
hukum, di Desa Pamengkang masih akan menganalisis apakah dari temuan
rendah. Rendahnya kesadaran hukum tersebut bisa untuk menjawab rumusan
tersebut dipengaruhi oleh warga masalah dalam penelitian ini, yang
masyarakat Desa Pamengkang yang pertama yaitu tentang kesadaran dan
tidak mematuhi aturan-aturan yang ada kepatuhan hukum masyarakat terhadap
dalam Undang-Undang Perkawinan. perkawinan dibawah umur di Desa
Menurut Soerjono Soekanto Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu,
(2016:160) dan Otje Salman (2010:43), Kabupaten Serang.
hakikat kepatuhan hukum memiliki 3 Kesadaran hukum masyarakat
(tiga) faktor yang menyebabkan warga terhadap perkawinan anak dibawah
masyarakat mematuhi hukum, antara umur dapat timbul karena pengetahuan
lain: sekitar maupun lingkungan dimana
a) Compliance, bentuk kepatuhan hukum mereka tinggal. Misalnya pada
masyarakat yang disebabkan karena masyarakat perkotaan, sebagian besar
adanya sanksi bagi pelanggar aturan masyarakat perkotaan lebih memilih
tersebut, sehingga tujuan dari kepatuhan untuk meneruskan pendidikannya ke
hanya untuk terhindar dari sanksi tingkat yang lebih tinggi demi meraih
hukum yang ada. karier yang lebih baik. Karena
b) Identification, bentuk kepatuhan hukum lingkungan sekitar sangat berpengaruh
dimasyarakat yang disebabkan karena terhadap kemajuan pemikiran seseorang
untuk mempertahankan hubungan yang pada umumnya makin maju dan modern
menyenangkan dengan orang atau masyarakat tersebut, semakin banyak
kelompok lain. pula pengetahuan hukum yang ia
c) Internalization, bentuk kepatuhan mengerti.
hukum masyarakat dikarenakan Dan akan berbeda dengan yang
masyarakat mengetahui tujuan dan ada di dalam masyarakat di wilayah
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 44
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X
perkawinan anak dibawah umur tanpa juga upaya pencerahan paradigma orang
memikirkan resiko yang ditimbulkan. tua amat dibutuhkan untuk memperkecil
Kemudian ada yang menyetujui adanya praktik pernikahan di bawah umur.
perkawinan anak dibawah umur karena Namun demikian tetap harus dicatat
sangat prihatin terhadap pergaulan masih banyak variabel lain yang juga
remaja pada saat ini. Budaya berpacaran harus digarap dan dimaksimalkan agar
yang pada umumnya sudah melekat di berperan untuk menghapuskan praktik
kalangan remaja SMP dan SMA. di bawah umur.
Kondisi kenakalan remaja dan Kesadaran hukum masyarakat
pergaulan yang cenderung (relatif) untuk tidak melakukan perkawinan
bebas di lingkungan mereka tergolong dibawah umur dapat diketahui dengan
perlu diperbaiki dan diperhatikan oleh indikator-indikator seperti pemahaman
orang tua masing-masing, akan lebih ataupun pengetahuan mengenai
baik jika dilakukan perkawinan supaya Undang-Undang Perkawinan yang
tidak terjadi lagi perzinahan yang marak disosialisasikan oleh pemerintah
terjadi di kalangan remaja yang setempat. Sebagian masyarakat tidak
sebagian besar telah berpacaran. Faktor menyetujui perkawinan dibawah umur
pendidikan dan putus sekolah juga dengan berbagai alasan yang
menjadi alasan mengapa masih terjadi diungkapkan. Kesadaran hukum juga
perkawinan dibawah umur di desa bisa timbul karena faktor lingkungan
Pamengkang. dan teknologi yang semakin
Pengangguran juga menjadi berkembang.
salah satu sebab orang berlaku dan Namun pada umumnya orang
berbuat apa saja untuk mengisi waktu, berpendapat bahwa kesadaran hukum
termasuk menjalin hubungan dengan yang tinggi mengakibatkan para warga
lawan jenis. Menjalin hubungan dengan masyarakat mematuhi ketentuan-
lawan jenis mengakibatkan ketentuan hukum yang berlaku.
kemungkinan terjadinya hubungan Sebaliknya, apabila kesadaran hukum
seksual. Akibat berikutnya, timbulnya rendah, maka derajat kepatuhan hukum
masalah yang muncul jika terjadi juga tidak tinggi. Dengan demikian,
pernikahah di bawah umur. Dengan pendapat tersebut berkaitan dengan
demikian, diharapkan sejak pendidikan berfungsinya hukum dalam masyarakat
usia dini dapat dijelaskan resiko atau efektifitas dari ketentuan-ketentuan
pernikahan di bawah umur. Demikian hukum di dalam pelaksanaannya. Jadi
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 46
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X
dilakukan oleh Farid Hafid selaku Kepala mempelai termasuk surat izin dispensasi
KUA Kecamatan Kramatwatu ketika ada kawin dari Pengadilan Agama. Terkait
masyarakat di wilayahnya yang pencegahan untuk mengatasi hal tersebut
mendaftarkan pernikahan tapi dengan pihak dari KUA tersebut sudah
calon mempelai salah satunya atau mengadakan penyuluhan sosial ke setiap
keduanya masih dibawah umur, maka yang kelurahan yang ada di Kecamatan
dilakukannya adalah menolak untuk Kramatwatu untuk tidak melangsungkan
memberi surat pengantar atau membiarkan pernikahan di bawah umur. Karena
saja. Farid Hafid mengatakan bahwa pihak pernikahan dibawah umur itu sangat
KUA Kecamatan Kramatwatu akan berpengaruh terhadap fisik dan psikis
menolak jika ada pasangan yang akan seseorang bahkan pola fikir pasangan
menikah usia nya belum mencapai batasan suami istri remaja (bawah umur) yang
usia yang ditentukan oleh Undang-undang terbilang masih labil.
Perkawinan, namun jika kedua mempelai Sedangkan berdasarkan hasil
memaksakan diri untuk melangsungkan wawancara dengan Komarudin selaku P2N
pernikahan dibawah umur tersebut, pihak Desa Pamengkang mengenai peran P2N
KUA hanya mengarahkannya untuk dalam meningkatkan kesadaran hukum
mengajukan permohonan izin dispensasi tentang usia perkawinan adalah sebagai
nikah/kawin ke Pengadilan Agama berikut.
setempat (ket: calon mempelai yang Menurut Komarudin alasan remaja
mendaftarkan untuk menikah di KUA (di bawah umur) melakukan perkawinan
berarti mereka adalah beragama Islam, adalah karena mereka sudah merasa
maka ketika ada sengketa/permasalahan dewasa, suka sama suka dan untuk
dalam pernikahannya maka mengurangi beban orang tua, sama halnya
penyelesaiannya adalah di Pengadilan dari faktor orang tua pun mengikuti
Agama). Jika Surat Penetapan Izin Nikah dikarenakan pergaulan remaja pada saat ini
dari Pengadilan Agama sudah keluar, maka sangat miris, orang tua khawatir anaknya
pihak KUA akan melaksanakan tugasnya mengikuti pergaulan bebas seperti yang
untuk mencatat pernikahan tersebut. sekarang sering terjadi. Dan dilihat dari
Pihak KUA Kecamatan Kramatwatu faktor pendidikan pun mempengaruhi
juga mendata masyarakat yang terjadinya perkawinan dibawah umur
melangsungkan perkawinan dibawah karena wawasan dan pengetahuan mereka
umur, tetapi yang dicatat hanya jika masih terbatas tentang Undang-Undang
prosedur sudah dipenuhi oleh kedua Perkawinan. Semua masyarakat Desa
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 48
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X
Kramatwatu mempunyai P2N, dan salah didahului dengan persiapan fisik dan
satu desa yang memiliki P2N adalah Desa mental yang kokoh.
Pamengkang. Berdasarkan observasi dan hasil
Masyarakat di Desa Pamengkang, wawancara dengan informan peneliti
Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten berkesimpulan bahwa perkawinan dibawah
Serang belum sepenuhnya mematuhi umur yang terjadi di Desa Pamengkang
Undang-Undang Perkawinan secara merupakan perkawinan yang tidak ideal
konsekwen, dimana masyarakat masih dan melanggar atau tidak sesuai dengan
banyak yang melakukan perkawinan batasan umur yang ditentukan oleh
dibawah umur. Upaya-upaya yang Undang-Undang Perkawinan.
dilakukan P2N Desa Pamengkang dan Maka menurut peneliti sudah
KUA Kecamatan Kramatwatu dalam seharusnya P2N dan KUA ketika ada
meminimalisir terjadinya perkawinan masyarakat yang akan
dibawah umur di Desa Pamengkang antara mendaftarkan/mencatatkan perkawinannya
lain: dimana perkawinan tersebut calon
a. Melakukan sosialisasi Undang- mempelainya baik salah satunya atau
Undang Perkawinan baik melalui keduanya masih dibawah umur (dibawah
kegiatan formal maupun non formal, 19 tahun) dipersulit bahkan ditolak untuk
seperti acara perkawinan, dan dicatat. Sebab ditinjau dari segi fisik
penyuluhan kursus calon pengantin, (reproduksi) dan psikis anak dibawah umur
b. Memberikan penyuluhan tentang tidak baik dan belum siap untuk kawin
batasan usia perkawinan kepada dengan tanggung jawab yang berat dan
masyarakat, khususnya kepada calon komitmen yang tinggi. Bisa dibayangkan
pengantin melalui kerjasama dengan manakala kedua calon mempelai dengan
P2N, aparat desa, tokoh masyarakat karakter psikis egosentris menyatu dalam
dan tokoh agama yang secara satu pasangan hidup, terlebih lagi
langsung dapat berkomunikasi dengan manakala terjadi permasalahan dalam
masyarakat, rumah tangga tersebut, hal ini yang sering
c. Memberikan penyuluhan kepada menimbulkan perceraian karena tidak bisa
masyarakat akan resiko pernikahan menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
dibawah umur baik fisik maupun
mental jika melakukan perkawinan KESIMPULAN
dibawah umur, karena betapa 1. Perkawinan dibawah umur di Desa
pentingnya perkawinan harus Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu,
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 50
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X