You are on page 1of 19

Vol. 4, No.

1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PERKAWINAN


DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 16
TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Neng Hilda Febriyanti1, Anton Aulawi2


Universitas Banten Jaya
Serang, Indonesia
nenghildafebriyanti@gmail.com1, antonaulawi@unbaja.ac.id2

ABSTRACT

This study aims to determine the level of legal awareness of the community in Pamengkang Village, Kramatwatu
District, Serang Regency about underage marriage in terms of Law No. 16 of 2019 concerning Amendments to
Law No. 1 of 1974 concerning Marriage. The approach used in this study is a qualitative approach. Qualitative
research is research that describes, describes what is seen, heard, felt, and asked. The data collection techniques
that will be carried out by researchers in this study are structured observation, interviews and documentation.
The results of this study are that underage marriages in Pamengkang Village, Kramatwatu District, Serang
Regency are still occurring due to several factors, namely, traditional factors or local customs, concerns about
community gossip when their daughter becomes an old maid (late in marriage) if not married at a young age,
weak economic factors, unemployment, low education and school dropouts. This shows that the Pamengkang
Village Community is not aware of the law or the level of awareness and legal compliance is still low, especially
awareness of the age limit for marriage as regulated in the Marriage Law by not having an underage marriage.
Factors that contribute to the lack of awareness and legal compliance of the Pamengkang Village community
with the Marriage Law and not having underage marriages are due to factors of education, habit of disobeying
the law and lack of socialization and legal counseling of the Marriage Law and the risks of underage marriage
by the Government concerned. .

Keywords: legal awareness, underage marriage

PENDAHULUAN
Pernikahan di Indonesia telah diatur minimal seseorang dalam melaksanakan
oleh negara, dalam hal ini negara pernikahan. (Achmad Bahroni dkk;
memberikan perhatian sekaligus memiliki 33:2019)
tanggung jawab dalam mengontrol serta Perkawinan adalah ikatan lahir batin
memberikan pengarahan mengenai antara seorang pria dengan seorang
perkawinan yang merupakan Institusi wanita sebagai suami istri”. (Pasal 1 No.
sosial dalam melindungi dan menjunjung Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
harga diri perempuan. Oleh sebab itu, Perkawinan). Sedangkan tujuan dari
Negara dan Pemerintah membuat peraturan perkawinan tersebut, menurut Pasal 1
mengenai batas usia minimal seseorang Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
dalam melaksanakan pernikahan. Oleh Perkawinan (untuk selanjutnya disebut
sebab itu, Negara dan Pemerintah Undang-Undang Perkawinan), bahwa
membuat peraturan mengenai batas usia tujuan perkawinan adalah untuk
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 34
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

membentuk keluarga/rumah tangga yang kewenangan pengawasan administrasi


bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan pencatatan perkawinan, yaitu dilakukan
Yang Maha Esa. Maka untuk mencapai oleh Pejabat Pencatat Nikah (PPN) yang
tujuan perkawinan tersebut dibutuhkan berada pada setiap Kantor Urusan Agama
persiapan yang matang sebelum (KUA) di wilayah Kecamatan.
melangsungkan perkawinan/pernikahan, Sebagaimana ketentuan Pasal 2 Peraturan
termasuk didalamnya adalah usia yang Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007
matang untuk menikah. tentang Pencatatan Nikah, PPN adalah
Perkawinan/Pernikahan yang selaku Pejabat yang melakukan
dimaksud disini adalah perkawinan yang pemeriksaan persyaratan, pengawasan, dan
dicatat secara resmi oleh Pemerintah. pencatatan peristiwa nikah/rujuk,
Menurut Neng Djubaidah, yang dimaksud pendaftaran cerai talak, cerai gugat, dan
dengan “pencatatan perkawinan” adalah melakukan bimbingan perkawinan.
pencatatan atas perkawinan yang sah Terhadap calon pasangan perkawinan
menurut Hukum Islam, yaitu perkawinan Bawah Umur, PPN berperan sebagai
yang memenuhi rukun dan syarat lembaga yang mewujudkan tertib
perkawinan sesuai syariah Islam yang administrasi pencatatan perkawinan
dilakukan di KUA setempat. Adapun yang dengan mengharuskan adanya dokumen
dimaksud “perkawinan tidak tercatat” penetapan Pengadilan tentang Dispensasi
adalah perkawinan yang sah sesuai syariat Kawin bagi Calon pasangan bawah umur
(hukum) Islam yang belum didaftarkan, dimaksud, yang selanjutnya dapat
sehingga belum tercatat di KUA setempat.( dicatatkan oleh PPN setempat.( Ani
Neng Djubaidah, 2012:3 dalam Ani Yumarni dan Endeh Suhartini; 2019:197)
Yumarni dan Endeh Suhartini; 2019:196). Seiring dengan perkembangan
Selain persoalan pencatatan zaman, maka ketentuan usia perkawinan di
perkawinan yang diatur oleh UU Nomor 1 Indonesia yang ada dalam Undang-undang
Tahun 1974, persoalan batasan minimal Nomor 1 Tahun 1974 perlu disesuaikan
usia bagi calon pasangan yang akan lagi. Maka dipandang sangat perlu untuk
menikah masih menjadi permasalahan melakukan upaya-upaya pembaharuan usia
hampir di sebagian besar wilayah di perkawinan di Indonesia. Bermula dari
Indonesia yang disebabkan oleh berbagai keluarnya Undang-Undang Nomor 35
alasan. Fenomena ini dikenal dengan Tahun 2014 tentang perubahan atas
perkawinan bawah umur atau nikah dini. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002
Hal ini juga terkendala dengan tentang Perlindungan Anak, dalam pasal 1
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 35
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

ayat (1) yang dimaksud dengan anak mencapai umur 19 (sembilan belas)
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun”.
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang Dijelaskan pula dalam penjelasan pasal 7
masih dalam kandungan. (Tim Penyusun, ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang
Himpunan Peraturan Perundang-undangan baru tersebut, yaitu:
Republik Indonesia Undang-undang “Perubahan Norma dalam Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perlindungan Anak, 2018: 78, dalam
Perkawinan ini menjangkau batas usia
Hotmartua Nasution, 2019:6 ). untuk melakukan perkawinan bagi
wanita. Dalam hal ini batas minimal
Maka dengan itu lahirlah Undang-
umur perkawinan bagi pria, yaitu 19
Undang perkawinan yang diperbaharui, (sembilan belas) tahun. Batas usia
dimaksud dinilai telah matang jiwa
yang mengatur ulang batas minimal usia
raganya untuk dapat melangsungkan
untuk menikah. Batas minimal usia perkawinan agar dapat mewujudkan
tujuan perkawinan secara baik tanpa
perkawinan, yang semula diatur oleh
berakhir pada perceraian dan mendapat
Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yaitu keturunan yang sehat dan berkualitas.
Diharapkan juga kenaikkan batas umur
bagi pria minimal berusia 19 tahun
yang lebih tinggi dari 16 (enam belas)
sedangkan wanita berusia 16 tahun. Hal ini tahun bagi wanita untuk kawin akan
mengakibatkan laju kelahiran yang
telah disebutkan didalam pasal 7 ayat (1)
lebih rendah dan menurunkan resiko
Undang-Undang Perkawinan, bahwa kematian ibu dan anak. Selain itu juga
dapat terpenuhinya hak-hak anak
“Perkawinan hanya diizinkan bila piha
sehingga mengoptimalkan tumbuh
pria mencapai umur 19 (sembilan belas) kembang anak termasuk pendampingan
orang tua serta memberikan akses anak
tahun dan pihak wanita sudah mencapai
terhadap pendidikan setinggi mungkin”.
usia 16 (enam belas) tahun.”, akan tetapi
Menurut data Badan Pusat Statistik
kemudian ketentuan pasal 7 ayat (1)
(BPS) tahun 2007, angka perkawinan anak
tersebut dirubah dengan Undang-Undang
diatas 10 persen merata tersebar diseluruh
Perkawinan yang baru yaitu Undang-
provinsi Indonesia. Sementara, sebaran
Undang Republik Indonesia No. 16 tahun
angka perkawinan anak diatas 25 persen
2019 tentang Perubahan atas Undang-
berada di 23 provinsi dari 34 provinsi di
Undang No. 1 tahun 1974 tentang
Indonesia. Jika diakumulasi, 67 persen
Perkawinan (untuk selanjutnya disebut
wilayah di Indonesia darurat perkawinan
Undang-Undang Perkawinan
anak. Tiga provinsi yang memiliki
Perubahan/Baru), sehingga berbunyi
persentase perkawinan anak tertinggi di
sebagai berikut “perkawinan hanya
Indonesia adalah Provinsi Kalimantan
diizinkan apabila pria dan wanita sudah
Selatan, Kalimantan Tengah, dan

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 36


Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Kepulauan Bangka Belitung. Angkanya mengalami sejumlah persoalan psikologis


diatas 37 persen.(Luthfia Ayu seperti cemas, depresi, dan yang paling
Azanella:2018). parah adalah keinginan untuk bunuh diri
Pernikahan seseorang yang belum akibat belum siap untuk berumah tangga
mencukupi umur tetap bisa dilaksanakan menjadi seorang isteri. Di usia yang masih
dengan syarat apabila Wali dan Pengadilan dibawah umur. Seorang anak yang
Agama telah memberikan izin. menikah, pengetahuan seksualitas yang
Permohonan izin untuk menikah dibawah masih rendah sehingga berpotensi
umur yang diajukan kepada Pengadilan meningkatkan resiko terkena penyakit
Agama dinamakan Dispensasi Kawin. kelamin menular seperti HIV.
sesuai ketetapan Pasal 7 ayat (2) jis Pasal Satu hal yang juga harus menjadi
63 UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 49 huruf perhatian bersama adalah mengedepankan
(a) UU Nomor 7 Tahun 1989 yang telah kepentingan terbaik bagi anak dalam
diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 memberikan hak pendidikan, hak tumbuh
dan perubahan kedua dengan UU Nomor kembang, hak bermain, hak mendapatkan
50 Tahun 2009, Dispensasi kawin secara perlindungan dari kekerasan, segala bentuk
absolut memang menjadi kompetensi eksploitasi, dan diskriminasi. Serta yang
Pengadilan Agama. (Achmad Bahroni dkk; paling penting adalah menempatkan posisi
35:2019) anak pada dunia anak itu sendiri untuk
Anak (khususnya) perempuan akan berkembang sesuai dengan usia
mengalami beberapa konsekuensi dari perkembangan anak. Oleh karena itu,
perkawinan dibawah umur. Pertama, ditentukan batas usia untuk melaksanakan
hilang atau terampasnya hak seorang anak. perkawinan yaitu 19 tahun bagi pria dan
Hak-hak itu antara lain hak memperoleh wanita. Bahkan idealnya perkawinan itu
pendidikan, hak untuk bermain dan hak dilakukan pada usia sekitar 25 tahun bagi
kesehatan organ reproduksinya. Berkaitan pria dan 20 tahun bagi wanita. Namun
dengan hilangnya hak kesehatan demikian dalam keadaan yang sangat
reproduksi, seorang anak yang menikah memaksa (darurat), perkawinan dibawah
dibawah umur memiliki resiko kematian umur minimum sebagaimana ditentukan
saat melahirkan yang lebih tinggi dalam Undang-Undang Perkawinan
dibandingkan dengan wanita yang sudah tersebut dimungkinkan setelah
cukup umur. Resiko ini bisa mencapai lima memperoleh dispensasi dari pengadilan
kali lipatnya. Selanjutnya, seorang anak atas permintaan orang tua. Namun
perempuan yang menikah dini akan
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 37
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

kenyataan masih banyak yang terjadi kasus Untuk itu harus dicegah adanya
perkawinan. perkawinan antara calon suami istri yang
Resiko dan dampak lain dari masih dibawah umur. Disamping itu,
pernikahan dibawah umur juga akan perkawinan mempunyai hubungan dengan
adalah terhadap anak-anak yang nantinya masalah kependudukan. Ternyatalah
lahir dari hubungan kedua orangtuanya bahwa batas umur yang lebih rendah bagi
yang menikah di bawah umur. Belum seorang wanita untuk kawin
matangnya usia ibu muda dari perkawinan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih
tersebut, mendatangkan resiko pada si tinggi. (Hotmartua Nasution, 2019:55)
calon anak. Misalnya, angka risiko Gambaran kasus-kasus/perkara cerai
kematian bayi lebih besar. Sedangkan gugat di Pengadilan Agama Serang (cerai
dampak yang terjadi di masyarakat, di gugat dalam istilah hukum acara
antaranya adalah berpotensi menciptakan Pengadilan Agama berarti gugatan cerai
angka kemiskinan baru. Hal itu terjadi yang diajukan oleh pihak isteri, jika yang
karena pernikahan dini biasanya tidak mengajukan pihak suami istilahnya adalah
dibarengi dengan tingginya tingkat cerai talak) yang terjadi akibat terjadinya
pendidikan dan kemampuan finansial. Hal penelantaran keluarga dengan sampel
itu juga akan berpengaruh besar terhadap kasus sebanyak 20 kasus/perkara dengan
cara didik orangtua yang belum matang rincian, 10 perkara perceraian pada tahun
secara usia kepada anak-anaknya. Pada 2017, dan 10 perkara perceraian pada
akhirnya, berbuntut siklus kemiskinan tahun 2018 untuk ditelaah. Berdasarkan
yang berkelanjutan atau yang lebih parah hasil telaah, kasus-kasus perceraian yang
lagi adalah rentan terjadi perceraian akibat dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi
faktor ekonomi tersebut. berupa penelantaran keluarga meliputi
Undang-undang perkawinan ini pengabaian nafkah keluarga, meninggalkan
menganut azas kemantangan calon isteri tanpa kabar berita, malas bekerja,
mempelai, bahwa calon suami istri itu pelit (member nafkah belanja semaunya
harus telah masak jiwa raganya untuk tanpa memperhatikan banyaknya
dapat melangsungkan perkawinan, agar kebutuhan hidup) dan menyuruh isteri
dapat mewujudkan tujuan perkawinan bekerja keras bahkan sampai menjadi TKI
secara baik tanpa berakhir pada perceraian ke luar negeri sedangkan suami tidak
dan mendapat keturunan yang baik dan bekerja, menempati urutan pertama
sehat. (Ibnu Radwan Siddiq T, 2019: 40.) sebagai alasan/penyebab terjadinya gugat
cerai. (Anton Aulawi. 2018:55)
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 38
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Oleh sebab itu, dengan tingginya Pendekatan yang digunakan dalam


angka pernikahan dini sebagaimana data penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
yang dikemukakan diatas dan berpengaruh Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
pula terhadap angka perceraian yang di menggambarkan, mendeskripsikan dengan
Pengadilan Agama, maka urgen untuk apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan
diteliti tentang relasi perkawinan di bawah ditanyakan. (Sugiyono, 2016:49)
umur dengan resikonya khususnya Adapun teknik pengumpulan data
terhadap perempuan, seperti resiko yang akan dilakukan peneliti pada
melahirkan diusia muda, masalah penelitian ini adalah sebagai:
kesejahteraan keluarga, dan potensi a) Observasi Terstruktur
perceraian. Relasi antara perkawinan Dalam penelitian ini Peneliti
bawah umur tersebut dihubungkan dengan mengumpulkan data dengan melakukan
kesadaran hukum masyarakat setempat penelitian langsung ke lokasi penelitian
yaitu di Desa Pamengkang dan peran dan yang telah direncanakan sebelumnya
kewenangan PPN setempat. Hal tersebut tentang apa yang akan diamati.
ditujukan untuk menilai apakah upaya observasi terstruktur dilakukan apabila
administratif dapat mengurangi pernikahan peneliti sudah ada kepastian tentang
bawah umur beserta resikonya. variable yang akan diamati dengan
Untuk itu Peneliti ingin mengetahui menggunakan instrument penelitian
lebih jauh mengenai kesadaran dan yang telah teruji. (Sugiyono, 2016:146)
kepatuhan hukum di Desa Pamengkang b) Wawancara
terkait, Kesadaran Hukum Masyarakat Peneliti akan melakukan
Terhadap Perkawinan Dibawah Umur wawancara dengan pedoman
Ditinjau Dari Undang-Undang No. 16 wawancara yang sudah dibuat kepada
Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang- informan secara lisan dan tulisan.
Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Informan di sini adalah warga
Perkawinan Di Desa Pamengkang, masyarakat di Desa Pamengkang,
Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten
Serang. Serang. Dalam hal ini Peneliti akan
METODE PENELITIAN memberikan pertanyaan-pertanyaan
yang sudah disusun dalam pedoman
Penelitian ini dilaksanakan di Desa
wawancara yang terstruktur, sehingga
Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu,
jawaban yang diperoleh dari
Kabupaten Serang.

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 39


Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Narasumber lengkap dan sesuai yang kesimpulan atau verifikasi (Sugiyono,


dibutuhkan. 2016:334).
c) Dokumentasi Berdasarkan langkah-langkah
Peneliti akan melakukan tersebut, maka dalam penelitian ini pada
dokumentasi untuk mencari data tahap awal setelah diadakan
mengenai hal-hal yang berkaitan pengumpulan data melalui teknik
dengan variabel yang berupa catatan, wawancara dengan berbagai sumber
arsip, dan agenda lainnya yang dapat data yang dianggap mengetahui tentang
mendukung tim dalam penelitian. Kesadaran Hukum terhadap Perkawinan
Dalam pengecekan data peneliti dibawah umur ditinjau dari Undang-
menggunakan teknik pemeriksaan Undang No. 16 tahun 2019 tentang
keabsahan data yaitu triangulasi. Perubahan Undang-Undang No. 1 tahun
Triangulasi merupakan teknik 1974 tentang Perkawinan di Desa
pemeriksa keabsahan data yang Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu,
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di Kabupaten Serang. Selain itu
luar data itu keperluan pengecekan atau dikumpulkan pula hasil observasi dan
sebagai pembanding terhadap data itu. dokumentasi yang diperoleh sesuai
(Lexy J. Moleong, 2014 : 330). dengan rumusan masalah dalam
Analisis data yang digunakan penelitian ini. Data-data telah terkumpul
dalam penelitian ini adalah analisis data dan dipilah-pilah sesuai dengan
kualitatif, karena data yang sudah permasalahan yang diteliti, kemudian
dikumpulkan dengan melakukan disajikan dalam bentuk naratif atau
analisis dan kemudian dipaparkan dideskriptifkan secara gamblang yang
secara deskriptif (uraian), guna sebenarnya yang ditemui dari hasil
mendapatkan hasil dan kesimpulan. penelitian penyajian data tersebut
Data disebut kualitatif karena data yang disajikan.
diperoleh merupakan informasi naratif
bukan berupa angka namun data PEMBAHASAN
tersebut adalah detail, terperinci. Kesadaran Hukum Masyarakat Desa
Analisis data dalam penelitian ini Pamengkang Terhadap Resiko
dilakukan melalui tiga kegiatan yang Perkawinan Di Bawah Umur ditinjau
terjadi secara bersamaan yaitu reduksi dari Undang-Undang No. 16 Tahun
data, penyajian data, dan penarikan 2019 Tentang Perubahan Undang-

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 40


Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang memunculkan ketidaksesuaian antara


Perkawinan. dasar keabsahan hukum yakni
Kesadaran hukum menurut Beni pengendalian sosial dari penguasa dan
Ahmad Saebeni (2006:197) artinya kesadaran hukum masyarakat dengan
keadaan ikhlas yang muncul dari hati kenyataan-kenyataan dipatuhi atau tidak
nurani dalam mengakui dan mengamalkan dipatuhinya hukum positif tersebut.
sesuatu sesuai dengan tuntunan yang (Ahmad Tholabi Kharlie; 2008:122).
terdapat di dalamnya, yang muncul dari Dapat disimpulkan bahwa dari
hati nurani dan jiwa yang terdalam dari hasil temuan penelitian berupa
manusia sebagai individu atau masyarakat wawancara dan observasi di lapangan
untuk melaksanakan pesan-pesan yang dalam hal ini berlokasi di Desa
terdapat dalam hukum”. Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu,
Menurut Soerjono Soekanto Kabupaten Serang bahwa kesadaran dan
(2017:159) ada empat unsur kesadaran kepatuhan hukum masyarakat tentang
hukum yaitu: Undang-Undang Perkawinan khususnya
1) Pengetahuan tentang hukum, batasan umur untuk melakukan
2) Pengetahuan tentang isi hukum, perkawinan/pernikahan masih kurang.
3) Sikap hukum, Dimana batasan umur untuk bisa
4) Pola Perilaku Hukum. menikah dijelaskan dalam pasal 7 ayat
Di Indonesia masalah kesadaran (1) Undang-Undang Republik Indonesia
hukum mendapat tempat yang sangat No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan
penting dalam politik hukum atas Undang-Undang No. 1 tahun 1974
khususnya, serta dalam pembangunan tentang Perkawinan yang berbunyi
pada umumnya yang merupakan suatu sebagai berikut “perkawinan hanya
perubahan yang direncanakan. diizinkan apabila pria dan wanita
Paham kesadaran hukum sudah mencapai umur 19 (sembilan
sebenarnya berkisar pada diri warga belas) tahun”.
masyarakat yang menjadi faktor Undang-Undang Perkawinan
penentu bagi keabsahan suatu hukum. masih belum dipahami oleh masyarakat
Pada awalnya masalah kesadaran khsususnya para remaja yang belum
hukum timbul dalam proses penerapan cukup umur. Peneliti menemukan
dari suatu hukum positif yang tertulis. masih banyak masyarakat yang tidak
Namun, di dalam kerangka proses mengetahui fungsi atau hal-hal yang
tersebut timbul suatu masalah, sehingga diatur dalam Undang-Undang
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 41
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Perkawinan. Dari Undang-Undang masih muda (dibawah umur), karena


Perkawinan, warga masyarakat yang mereka mendapatkan pasangan hidup
menjadi pelaku perkawinan dibawah yang bisa membahagiakan mereka dan
umur di desa Pamengkang menganggap bertanggungjawab. Walaupun ketika
bahwa undang-undang tersebut sebagai menikah mereka masih dibawah umur,
pajangan saja (diatas kertas) yang dalam namun hal tersebut tidak membuat
implementasinya adalah tidak berlaku mereka putus asa ketika mengalami
di masyarakat. Adapun warga permasalahan dalam rumah tangga,
masyarakat yang akan menikah, maka sehingga tidak berujung kepada
mereka hanya mengikuti persyaratan perceraian.
yang dianjurkan oleh Pegawai Pencatat Berdasarkan wawancara dengan
Nikah (P2N) dan pihak KUA salah satu informan yaitu inisial NJ
Kecamatan Kramatwatu. Berbicara selaku remaja yang melakukan
mengenai Undang-Undang Perkawinan perkawinan dibawah umur, NJ menikah
maka sebagian masyarakat di desa pada usia 16 (enam belas) tahun yang
Pamengkang tidak mengetahui isi pasal- sampai sekarang perkawinan tersebut
pasal yang mengatur tentang batasan masih berlangsung. Menurut NJ faktor
umur untuk menikah dan yang menyebabkannya tetap yakin
konsekuensinya jika melaksanakan untuk menikah muda adalah karena
pernikahan dibawah umur. Apalagi tidak ingin lama-lama berpacaran tanpa
mengenai pelanggaran terhadap ikatan yang jelas. Kekurangan dan
undang-undang lain yang terkait dengan hambatan yang dialami pada saat
perkawinan dibawah umur seperti menikah muda, sudah siap NJ hadapi,
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 baik dalam faktor materi maupun
tentang Perubahan Atas Undang- perilaku pasangan. Namun hal itu tidak
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang membuatnya pesimis untuk berumah
Perlindungan Anak. tangga, yang penting menurutnya ketika
Warga masyarakat di Desa sudah menikah maka suami dan isteri
Pamengkang yang melakukan harus sama-sama bertanggujawab atas
pernikahan dibawah umur, tidak selalu terhadap kewajibanya masing-masing.
mendapatkan masalah atau menderita Kelebihan menikah muda
dalam rumah tangganya, bahkan menurut NJ adalah mereka memiliki
mayoritas merasa bahagia dengan kesempatan yang banyak untuk
pernikahanya yang dilakukan saat merawat anak pada usianya yang masih
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 42
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

muda. Ketika menikah muda, anak-anak , kecuali ada sanksi yang berat pasti
sudah besar dan orang tuanya masih dirinya akan merasa takut.
tergolong belum tua untuk bisa bekerja Melalui hasil wawancara dengan
menafkahi anak-anaknya. informan yaitu Komarudin dan dan Aji
Sedangkan hambatan yang Koro dari petugas Pegawai Pencatat
dialami NJ dan informan lainnya adalah Nikah (P2N) dari Desa Pamengkang
ketika sudah menikah maka mereka memperoleh kesimpulan bahwa banyak
sudah tidak bisa memiliki kebebasan alasan yang melatar belakangi
untuk bermain seperti layaknya seorang masyarakat Desa Pamengkang, yang
anak remaja, termasuk untuk berkumpul melakukan perkawinan dibawah umur
bareng teman, kalaupun ada waktu diantaranya adalah:
untuk berkumpul dengan teman, 1) faktor adat atau kebiasaan yang
waktunya terbatas. turun temurun dilakukan oleh
Aturan-aturan menikah yang ada keluarganya atau pada masyarakat
dalam Undang-Undang Perkawinan dan setempat melaksanakan
Peraturan Pemerintah tentang perkawinan dibawah umur,
Perkawinan NJ menjawab tidak tahu 2) faktor pengetahuan dan
mengenai hukum perkawinan. NJ ketika pemahaman yang kurang terhadap
menikah walaupun masih dibaah umur resiko perkawinan dibawah umur,
tetapi dilakukan secara resmi 3) kekhawatiran orang tua mengenai
(didaftarkan/dicatat di KUA). Ketika pergaulan anak muda zaman
sudah mengetahui tentang aturan-aturan sekarang,
menikah yang ada dalam UU 4) faktor ekonomi yakni terlilit
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah kemiskinan,
tentang Perkawinan, khususnya batas 5) ada pula yang disebabkan karena
usia perkawinan, maka jawabannya takut tidak laku, dan lain
pernikahannya terus dilaksanakan sebagainya tanpa menimbang dan
namun mengikuti arahan dari KUA. memikirkan bagaimana dampak
Menurut NJ karena tidak terdapat sanksi dari perkawinan dibawah umur
yang jelas dalam undang-undang terhadap hak anak dan
perkawinan atau Undang-undang pendidikan.
lainnya terkait menikah dibawah umur Inilah yang menjadi perhatian
maka masyarakat termasuk dirinya utama ketika perkawinan dibawah umur
sendiri tidak takut ketika melanggranya dianggap suatu tradisi yang dilakukan
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 43
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

secara turun temurun, karena sanksi fungsi dari kaidah hukum tersebut,
sosial yang akan didapat hanya sebatas sehingga menyebabkan masyarakat
cemoohan dari masyarakat sekitar. patuh kepada peraturan tersebut.
Jadi tingkat kesadaran hukum Dengan mengetahui ketiga jenis
masyarakat terhadap mengenai Undang- ketaatan ini maka kita dapat
Undang Perkawinan, pada indikator mengidentifikasi seberapa efektifnya
pengetahuan hukum, pemahaman suatu peraturan perundang-undangan.
hukum, sikap hukum dan perilaku Dari hasil temuan penelitian, Peneliti
hukum, di Desa Pamengkang masih akan menganalisis apakah dari temuan
rendah. Rendahnya kesadaran hukum tersebut bisa untuk menjawab rumusan
tersebut dipengaruhi oleh warga masalah dalam penelitian ini, yang
masyarakat Desa Pamengkang yang pertama yaitu tentang kesadaran dan
tidak mematuhi aturan-aturan yang ada kepatuhan hukum masyarakat terhadap
dalam Undang-Undang Perkawinan. perkawinan dibawah umur di Desa
Menurut Soerjono Soekanto Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu,
(2016:160) dan Otje Salman (2010:43), Kabupaten Serang.
hakikat kepatuhan hukum memiliki 3 Kesadaran hukum masyarakat
(tiga) faktor yang menyebabkan warga terhadap perkawinan anak dibawah
masyarakat mematuhi hukum, antara umur dapat timbul karena pengetahuan
lain: sekitar maupun lingkungan dimana
a) Compliance, bentuk kepatuhan hukum mereka tinggal. Misalnya pada
masyarakat yang disebabkan karena masyarakat perkotaan, sebagian besar
adanya sanksi bagi pelanggar aturan masyarakat perkotaan lebih memilih
tersebut, sehingga tujuan dari kepatuhan untuk meneruskan pendidikannya ke
hanya untuk terhindar dari sanksi tingkat yang lebih tinggi demi meraih
hukum yang ada. karier yang lebih baik. Karena
b) Identification, bentuk kepatuhan hukum lingkungan sekitar sangat berpengaruh
dimasyarakat yang disebabkan karena terhadap kemajuan pemikiran seseorang
untuk mempertahankan hubungan yang pada umumnya makin maju dan modern
menyenangkan dengan orang atau masyarakat tersebut, semakin banyak
kelompok lain. pula pengetahuan hukum yang ia
c) Internalization, bentuk kepatuhan mengerti.
hukum masyarakat dikarenakan Dan akan berbeda dengan yang
masyarakat mengetahui tujuan dan ada di dalam masyarakat di wilayah
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 44
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

pedesaan yang belum mengedepankan Perkawinan terjadi karena masyarakat


pendidikan demi meraih masa depan yang sebagian besar tinggal di
seseorang. Umumnya mereka pedesaan, pendidikan mereka yang
mementingkan pekerjaan dari pada cukup rendah dan kurangnya
pendidikan. Walaupun hanya bekerja kepedulian terhadap hukum positif
sebagai buruh kasar, mereka tetap lebih (hukum yang berlaku di suatu Negara
mementingkan pekerjaanya. Pendidikan saat itu), membuat wawasan hukum
tinggi bukanlah menjadi prioritas utama masyarakat menjadi kurang luas.
bagi masyarakat pedesaan yang mereka Namun, disamping tidak memiliki
belum menyadari bahwa perkembangan pengetahuan terhadap hukum positif,
zaman yang semakin hari semakin masyarakat patuh akan hukum tidak
maju. tertulis, yaitu seperti hukum adat atau
Berdasarkan hasil penelitian, tradisi di lingkungan mereka tinggal,
masih banyak warga masyarakat desa hukum agama dan keyakinan yang
Pamengkang yang tidak atau belum dianut oleh masyarakat dan norma-
mengetahui Undang-Undang norma yang hidup di lingkungannya
Perkawinan karena berbagai alasan baik norma agama ataupun norma adat
yang diungkapkan oleh masyarakat. istiadat.
Diantaranya, kurangnya sosialisasi oleh Paradigma yang berkembang
Pemerintah setempat (Dinas terkait) pada masyarakat di Desa Pamengkang
mengenai hukum/Undang-Undang masih beranggapan bahwa perkawinan
Perkawinan di setiap kampung. Ada anak dibawah umur adalah suatu
pula yang mengatakan bahwa kewajaran yang tidak bertentangan
pengetahuan/pemahaman terhadap dengan Undang-undang Perkawinan.
Undang-Undang Perkawinan belum Ada beberapa alasan di dalam hal ini
terlalu penting bagi masyarakat (kecuali yaitu: karena faktor ekonomi keluarga,
yang mau menikah). Sebagian ia menganggap bahwa seorang yang
masyarakat yang mengetahui hukum telah melakukan perkawinan, orang tua
Undang-Undang Perkawinan pada sudah tidak mempunyai kewajiban
umumnya adalah yang telah berstatus untuk memberikan nafkah kepada anak
kawin atau menjelang tersebut. Sehingga dapat meringankan
dilangsungkannya perkawinan (calon beban orang tua yang hidup dengan
pengantin). Selain itu, kurangnnya standar ekonomi yang pas-pasan. Oleh
pengetahuan mengenai Undang-Undang karena itu ia menyetujui dengan adanya
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 45
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

perkawinan anak dibawah umur tanpa juga upaya pencerahan paradigma orang
memikirkan resiko yang ditimbulkan. tua amat dibutuhkan untuk memperkecil
Kemudian ada yang menyetujui adanya praktik pernikahan di bawah umur.
perkawinan anak dibawah umur karena Namun demikian tetap harus dicatat
sangat prihatin terhadap pergaulan masih banyak variabel lain yang juga
remaja pada saat ini. Budaya berpacaran harus digarap dan dimaksimalkan agar
yang pada umumnya sudah melekat di berperan untuk menghapuskan praktik
kalangan remaja SMP dan SMA. di bawah umur.
Kondisi kenakalan remaja dan Kesadaran hukum masyarakat
pergaulan yang cenderung (relatif) untuk tidak melakukan perkawinan
bebas di lingkungan mereka tergolong dibawah umur dapat diketahui dengan
perlu diperbaiki dan diperhatikan oleh indikator-indikator seperti pemahaman
orang tua masing-masing, akan lebih ataupun pengetahuan mengenai
baik jika dilakukan perkawinan supaya Undang-Undang Perkawinan yang
tidak terjadi lagi perzinahan yang marak disosialisasikan oleh pemerintah
terjadi di kalangan remaja yang setempat. Sebagian masyarakat tidak
sebagian besar telah berpacaran. Faktor menyetujui perkawinan dibawah umur
pendidikan dan putus sekolah juga dengan berbagai alasan yang
menjadi alasan mengapa masih terjadi diungkapkan. Kesadaran hukum juga
perkawinan dibawah umur di desa bisa timbul karena faktor lingkungan
Pamengkang. dan teknologi yang semakin
Pengangguran juga menjadi berkembang.
salah satu sebab orang berlaku dan Namun pada umumnya orang
berbuat apa saja untuk mengisi waktu, berpendapat bahwa kesadaran hukum
termasuk menjalin hubungan dengan yang tinggi mengakibatkan para warga
lawan jenis. Menjalin hubungan dengan masyarakat mematuhi ketentuan-
lawan jenis mengakibatkan ketentuan hukum yang berlaku.
kemungkinan terjadinya hubungan Sebaliknya, apabila kesadaran hukum
seksual. Akibat berikutnya, timbulnya rendah, maka derajat kepatuhan hukum
masalah yang muncul jika terjadi juga tidak tinggi. Dengan demikian,
pernikahah di bawah umur. Dengan pendapat tersebut berkaitan dengan
demikian, diharapkan sejak pendidikan berfungsinya hukum dalam masyarakat
usia dini dapat dijelaskan resiko atau efektifitas dari ketentuan-ketentuan
pernikahan di bawah umur. Demikian hukum di dalam pelaksanaannya. Jadi
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 46
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

kesadaran hukum menyangkut masalah Faktor yang menyebabkan


apakah ketentuan hukum benar-benar kurangnya kesadaran hukum
berfungsi atau tidak dalam masyarakat. masyarakat di Desa Pamengkang antara
Berdasarkan hasil penelitian lain; 1) faktor tingkat pendidikan
yang dilakukan Peneliti, diperoleh hasil masyarakat yang masih rendah, 2)
dan disimpulkan bahwa kesadaran faktor kebiasaan masyarakat tidak patuh
hukum masyarakat di Desa hukum, dan 3) faktor kurangnya
Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu, sosialisasi tentang hukum di
Kabupaten Serang dinilai belum sadar masyarakat.
atau masih kurang tingkat kesadaran
hukumnya terhadap hukum perkawinan Peran dari Pegawai Pencatat Nikah
dengan tidak melakukan perkawinan (P2N) dan Kantor Urusan Agama
dibawah umur. Sesuai dengan indikator- (KUA) Setempat dalam Meminimalisir
indikator kesadaran hukum yang Perkawinan dibawah Umur di Desa
meliputi pengetahuan hukum, Pamengkang.
pemahaman hukum, sikap hukum dan Dalam upaya meningkatkan
pola perilaku terhadap hukum . kesadaran hukum masyarakat Desa
Apabila seseorang hanya Pamengkang terhadap perkawinan
mengetahui hukum, maka dapat dibawah umur ditinjau dari Undang-
dikatakan bahwa tingkat kesadaran Undang No. 16 tahun 2019 tentang
hukum masih rendah, kalau dia telah Perubahan Undang-Undang No. 1 tahun
berperilaku sesuai dengan hukum, maka 1974 tentang Perkawinan karena di desa
kesadaran hukumnya tinggi. Untuk Pamengkang pada saat ini masih ada yang
meningkatkan kesadaran hukum melangsungkan perkawinan dibawah
diperlukan adanya pembinaan maupun umur.
penyuluhan-penyuluhan agar warga Menurut bapak Farid Hafid selaku
masyarakat benar-benar mengetahui Kepala KUA Kecamatan Kramatwatu
atau mengerti kegunaan dan tujuan dari mengenai Perkawinan dibawah umur,
dibuatnya peraturan perundang- menurut keterangan beliau Pernikahan
undangan, sehingga masyarakat dengan dibawah umur sampai saat ini di wilayah
suka rela mentaati dan mematuhi kerja nya yaitu Kecamatan Kramatwatu
peraturan perundang-undangan atau termasuk didalamnya desa Pamengkang,
yang disebut sadar hukum. masih ada beberapa masyarakat yang
melakukan. Sejauh ini upaya yang
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 47
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

dilakukan oleh Farid Hafid selaku Kepala mempelai termasuk surat izin dispensasi
KUA Kecamatan Kramatwatu ketika ada kawin dari Pengadilan Agama. Terkait
masyarakat di wilayahnya yang pencegahan untuk mengatasi hal tersebut
mendaftarkan pernikahan tapi dengan pihak dari KUA tersebut sudah
calon mempelai salah satunya atau mengadakan penyuluhan sosial ke setiap
keduanya masih dibawah umur, maka yang kelurahan yang ada di Kecamatan
dilakukannya adalah menolak untuk Kramatwatu untuk tidak melangsungkan
memberi surat pengantar atau membiarkan pernikahan di bawah umur. Karena
saja. Farid Hafid mengatakan bahwa pihak pernikahan dibawah umur itu sangat
KUA Kecamatan Kramatwatu akan berpengaruh terhadap fisik dan psikis
menolak jika ada pasangan yang akan seseorang bahkan pola fikir pasangan
menikah usia nya belum mencapai batasan suami istri remaja (bawah umur) yang
usia yang ditentukan oleh Undang-undang terbilang masih labil.
Perkawinan, namun jika kedua mempelai Sedangkan berdasarkan hasil
memaksakan diri untuk melangsungkan wawancara dengan Komarudin selaku P2N
pernikahan dibawah umur tersebut, pihak Desa Pamengkang mengenai peran P2N
KUA hanya mengarahkannya untuk dalam meningkatkan kesadaran hukum
mengajukan permohonan izin dispensasi tentang usia perkawinan adalah sebagai
nikah/kawin ke Pengadilan Agama berikut.
setempat (ket: calon mempelai yang Menurut Komarudin alasan remaja
mendaftarkan untuk menikah di KUA (di bawah umur) melakukan perkawinan
berarti mereka adalah beragama Islam, adalah karena mereka sudah merasa
maka ketika ada sengketa/permasalahan dewasa, suka sama suka dan untuk
dalam pernikahannya maka mengurangi beban orang tua, sama halnya
penyelesaiannya adalah di Pengadilan dari faktor orang tua pun mengikuti
Agama). Jika Surat Penetapan Izin Nikah dikarenakan pergaulan remaja pada saat ini
dari Pengadilan Agama sudah keluar, maka sangat miris, orang tua khawatir anaknya
pihak KUA akan melaksanakan tugasnya mengikuti pergaulan bebas seperti yang
untuk mencatat pernikahan tersebut. sekarang sering terjadi. Dan dilihat dari
Pihak KUA Kecamatan Kramatwatu faktor pendidikan pun mempengaruhi
juga mendata masyarakat yang terjadinya perkawinan dibawah umur
melangsungkan perkawinan dibawah karena wawasan dan pengetahuan mereka
umur, tetapi yang dicatat hanya jika masih terbatas tentang Undang-Undang
prosedur sudah dipenuhi oleh kedua Perkawinan. Semua masyarakat Desa
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 48
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Pamengkang yang melangsungkan serta pemantauan dan evaluasi kegiatan


perkawinan dibawah umur dilakukan kepenghuluan.
secara resmi (dicatat di KUA) jika sudah Ada beberapa upaya yang dilakukan
memenuhi prosedur yang ditentukan oleh oleh Komarudin selaku P2N di Desa
KUA berdasarkan Undang-Undang Pamengkang selain dalam penyelesaian
Perkawinan, yaitu harus ada izin dispensasi sengketa kasus perkawinan dibawah umur.
kawin/nikah dari Pengadilan Agama. Dalam menanggulangi perkawinan
Mengenai tingkat kesadaran maupun dibawah umur diantaranya: memberikan
kepatuhan hukum masyarakat Desa bimbingan kepada calon mempelai yang
Pamengkang, menurut Komarudin masih hendak kawin, memberikan penyuluhan
kurang sadar hukum karena masyarakat kepada para jamaah pengajian (majelis
tersebut masih awam hukum khususnya taklim) tentang betapa pentingnya
Undang-Undang Perkawinan. Awamnya perkawinan jika didahului dengan
pemahaman hukum masyarakatdi Desa persiapan fisik dan mental yang kokoh.
Pamengkang dikarenakan tingkat Sedangkan upaya yang dilakukan
pendidikan yang masih rendah, mayoritas KUA untuk meningkatkan Kesadaran
masyarakat hanya lulusan SMP. Hukum Masyarakat di Desa Pamengkang
Mengenai bentuk pencegahan untuk mengenai hukum perkawinan, dan
pernikahan dibawah umur yang dilakukan pencegahan perkawinan dibawah umur
oleh P2N Desa Pamengkang, menurut adalah dengan mengadakan penyuluhan
Komarudin, pihaknya tidak mempersulit atau sosialisasi ke setiap desa yang ada di
proses pendaftaran nikahnya, dikarenakan Kecamatan Kramatwatu untuk tidak
sudah ada Undang-undang yang mengatur melakukan perkawinan dibawah umur
tentang Pernikahan dibawah umur, yaitu khususnya untuk remaja. Karena kawin
izin dispensasi menikah dari Pengadilan dibawah umur itu sangat berpengaruh
Agama. terhadap fisik dan psikis seseorang bahkan
Peran P2N selain menjalankan tugas pola fikir yang terbilang masih labil.
pokok penghulu yakni melakukan Mengenai hubungan/kemitraan kerja
perencanaan kegiatan penghuluan, antara KUA dengan P2N hanya sebatas
pengawasan pencatatan dan pelaksanaan jika pegawai dari KUA tidak memenuhi
pelayanan nikah/rujuk, penasihatan dan kebutuhan masyarakat yang melakukan
konsultasi nikah/rujuk, pelayanan fatwa perkawinan maka KUA meminta P2N
hukum munakahat dan bimbingan untuk menghadiri perkawinan tersebut.
muamalah, pembinaan keluarga sakinah, Tidak semua desa yang ada di Kecamatan
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 49
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Kramatwatu mempunyai P2N, dan salah didahului dengan persiapan fisik dan
satu desa yang memiliki P2N adalah Desa mental yang kokoh.
Pamengkang. Berdasarkan observasi dan hasil
Masyarakat di Desa Pamengkang, wawancara dengan informan peneliti
Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten berkesimpulan bahwa perkawinan dibawah
Serang belum sepenuhnya mematuhi umur yang terjadi di Desa Pamengkang
Undang-Undang Perkawinan secara merupakan perkawinan yang tidak ideal
konsekwen, dimana masyarakat masih dan melanggar atau tidak sesuai dengan
banyak yang melakukan perkawinan batasan umur yang ditentukan oleh
dibawah umur. Upaya-upaya yang Undang-Undang Perkawinan.
dilakukan P2N Desa Pamengkang dan Maka menurut peneliti sudah
KUA Kecamatan Kramatwatu dalam seharusnya P2N dan KUA ketika ada
meminimalisir terjadinya perkawinan masyarakat yang akan
dibawah umur di Desa Pamengkang antara mendaftarkan/mencatatkan perkawinannya
lain: dimana perkawinan tersebut calon
a. Melakukan sosialisasi Undang- mempelainya baik salah satunya atau
Undang Perkawinan baik melalui keduanya masih dibawah umur (dibawah
kegiatan formal maupun non formal, 19 tahun) dipersulit bahkan ditolak untuk
seperti acara perkawinan, dan dicatat. Sebab ditinjau dari segi fisik
penyuluhan kursus calon pengantin, (reproduksi) dan psikis anak dibawah umur
b. Memberikan penyuluhan tentang tidak baik dan belum siap untuk kawin
batasan usia perkawinan kepada dengan tanggung jawab yang berat dan
masyarakat, khususnya kepada calon komitmen yang tinggi. Bisa dibayangkan
pengantin melalui kerjasama dengan manakala kedua calon mempelai dengan
P2N, aparat desa, tokoh masyarakat karakter psikis egosentris menyatu dalam
dan tokoh agama yang secara satu pasangan hidup, terlebih lagi
langsung dapat berkomunikasi dengan manakala terjadi permasalahan dalam
masyarakat, rumah tangga tersebut, hal ini yang sering
c. Memberikan penyuluhan kepada menimbulkan perceraian karena tidak bisa
masyarakat akan resiko pernikahan menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
dibawah umur baik fisik maupun
mental jika melakukan perkawinan KESIMPULAN
dibawah umur, karena betapa 1. Perkawinan dibawah umur di Desa
pentingnya perkawinan harus Pamengkang, Kecamatan Kramatwatu,
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 50
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Kabupaten Serang masih terjadi yang meminimalisir perkawinan dibawah


disebabkan beberapa faktor-faktor umur sangatlah berperan, khususnya
yaitu, faktor tradisi atau kebiasaan dalam menumbuhkan kesadaran
masyarakat setempat, kekhawatiran kepada masyarakat dan calon
terhadap gunjingan masyarakat ketika pengantin mengenai batasan usia
anak (perempuan) nya menjadi perkawinan yang sesuai dengan
perawan tua (belum juga mendapatkan Undang-Undang Perkawinan. Dengan
jodoh) jika tidak dikawinkan pada usia melakukan sosialisasi, penyuluhan,
muda, faktor ekonomi yang lemah, dan pembinaan terkait pemahaman
pengangguran, pendidikan rendah dan calon pengantin mengenai Undang-
putus sekolah. Hal tersebut Undang Perkawinan dalam rangka
menunjukkan bahwa Masyarakat Desa mewujudkan keluarga yang ideal dan
Pamengkang belum sadar hukum atau sejahtera. Apabila masyarakat
tingkat kesadaran dan kepatuhan mengetahui dan memahami Undang-
hukumnya masih rendah khususnya Undang Perkawinan maka kesadaran
kesadaran terhadap batasan umur dan kepatuhan hukum masyarakat
menikah yang diatur dslsm Undang- terhadap aturan batasan usia
Undang Perkawinan dengan tidak perkawinan akan semakin berkurang
melakukan perkawinan dibawah umur. dimasyarakat.
Faktor yang turut mempengaruhi
kurangnya kesadaran dan kepatuhan DAFTAR PUSTAKA
hukum masyarakat Desa Pamengkang a. Buku
terhadap Undang-Undang Perkawinan Ibnu Radwan Siddiq T, (2019)
Hukum Perdata Islam Di
dan tidak melakukan perkawinan
Indonesia, Medan, Fakultas
dibawah umur adalah disebabkan Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Suamatera Utara.
faktor pendidikan, kebiasaan tidak
patuh hukum dan kurangnya Moleong, Lexy J. (2014). Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung :
sosialisasi dan penyuluhan hukum
PT. Remaja Rosada Karya.
Undang-Undang Perkawinan dan
Neng Djubaidah, 2012, Pencatatan
resiko perkawinan dibawah umur oleh
Perkawinan dan Perkawinan
Pemerintah setempat (KUA dan P2N). Tidak Dicatat; Menurut Hukum
Tertulis di Indonesia dan Hukum
2. Peran dari Pegawai Pencatat Nikah
Islam, Jakarta, Sinar Grafika.
(P2N) Desa Pamengkang dan Kantor
Urusan Agama (KUA) setempat dalam
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 51
Vol. 4, No. 1, Februari 2021 | P-ISSN: 2622-9862 | E-ISSN: 2622-707X

Saebeni, Ahmad Beni. (2006), Sebagai Bentuk Kekerasan


Sosiologi Hukum, Bandung. Menurut UU No. 23 Tahun
Pustaka Setia, 2004 (Kajian Penelantaran
Salman, Otje. (2010). Filsafat Rumah Tangga Sebagai
Hukum (Perkembangan & Penyebab Terbesar
Dinamika Masalah). Bandung. Perempuan Mengajukan
PT .Refika Aditama Gugatan Cerai Di Pengadilan
Agama Serang). Jurnal
Soekanto, Soerjono. (2017). Pokok- Pendidikan Pancasila dan
Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta Kewarganegaraan. Vol 1.
: CV. Rajawali.
Hotmartua Nasution, (2019),
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pembaharuan Hukum
Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Keluarga Islam Tentang Usia
Bandung :Alfabeta. Perkawinan Di Indonesia
(Studi Atas Undang-Undang
Tim Penyusun, (2018) Himpunan Nomor 16 Tahun 2019
Peraturan Perundang-undangan Tentang Perubahan Undang-
Republik Indonesia Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974
undang Perlindungan Anak, Tentang Perkawinan, Medan.
Yogyakarta: Laksana. Skripsi, Fakultas Syari’ah
Dan Hukum Universitas
b. Jurnal Ilmiah & Skripsi Islam Negeri Sumatera Utara.

Ahmad Bachroni dkk (2019). c. Peraturan Perundang-undangan


Dispensasi Kawin Dalam
Tinjauan Undang-Undang Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Nomor 23 Tahun 2002 Juncto 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Undang-Undang Republik Indonesia
Perlindungan Anak. Jurnal Nomor 16 Tahun 2019 Tentang
Transparansi Hukum. Vol 2, Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
Ahmad Tholabi Kharlie. (2008).
Kesadaran Hukum Peraturan Pemerintah Nomor 9
Masyarakat Lebak, Banten Tahun 1975 Tentang
(studi atas implementasi UU Pelaksanaan Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Perkawinan). Jurnal Al-
Qalam. Vol 25.

Ani Yumarni dan Endeh Suhartini.


(2019). Perkawinan Bawah
Umur dan Potensi Perceraian.
Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum. Vol 26, No.1

Anton Aulawi. (2018).


Penelantaran Rumah Tangga

Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan- Universitas Banten Jaya | PROPATRIA 52

You might also like