You are on page 1of 133

Tuberkulosis Paru

TUBERKULOSIS PARU
( TB PARU )
DEFINISI :
• Penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh
Mikobakterium Tuberkulosis.
• Ada 3 varian M. Tuberkulosis
– Var. Humanus
– Var. Bovinum
– Var. Avium
• Yang paling banyak ditemukan pada manusia
: M. Tuberkulosis Humanus
22 High Burden Countries, 2013 22 High Burden MDR TB, 2013

1. GLOBAL
India 12. Vietnam 1. India 15. DR Congo
2. China 13. Rusia 2. China 16. Nigeria
3. Afrika Selatan 14. Mozambik 3. Rusia 17. Uzbekistan
4. Indonesia 15. Kenya 4. Philipphina 18. Ethiopia
5. Pakistan 16. Thailand 5. Pakistan 19. Belarus
6. Bangladesh 17. Republik Korea 6. Ukraina 20. Maldova
7. Philipphina 18. Brazil 7. Kazakhstan 21. Kyrgyzstan
8. DR Congo 19. Tanzania 8. Afrika Selatan 22. Tajikistan
9. Ethiopia 20. Zimbabwe 9. Indonesia 23. Georgia
10. Nigeria 21. Uganda 10. Myanmar 24. Lituhuania
11. Myanmar 22. Afganistan 11. Bangladesh 25. Armenia
12. Vietnam 26. Bulgaria
13. Azerbaijan 27. Latvia
28. Estonia

12 juta kasus TB (kasus TB baru dan pengobatan Estimasi: 300,000 kasus TB MDR (range: 220.000-
ulang) 380.000) diantara kasus TB yang terlaporkan
8.6 juta kasus TB Baru
940,000 kasus TB yang mati

INDONESIA

730,000 kasus TB (baru dan pengobatan ulang) = 5% Estimasi : 6,900 kasus TB MDR (5,900 kasus TB
dari kasus TB global Paru baru dan 1000 kasus TB pengobatan ulang )
460,000 kasus TB baru =6 % dari kasus TB global
1.India
Kasus baru 327.103 pada tahun 2013 2.China
Kematian 25/100.000 penduduk Global TB 3.Nigeria
Report 2014 hal 149 4.Pakistan
5.Indonesia
6.Afrika Selatan

Global TB Report 2014


hal 24
Kasus baru pertahun

Global TB Report 2014 Global TB Report 2015


1.India
2.Indonesia
3.China
4.Nigeria
5.Pakistan

Global TB Report 2015


hal 13
Hasil Survey Prevalensi TB di
Indonesia tahun 2004
Menunjukkan bahwa :
Angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional
110 per 100.000 penduduk.
Secara Regional Insiden TB BTA positif di
Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu:
Wilayah Sumatera angka insiden TB adalah 160 per
100.000 penduduk.
Wilayah Jawa angka insiden TB adalah 107 per
100.000 penduduk.
Wilayah Indonesia Timur angka insiden TB adalah 210
per 100.000 penduduk.
Khusus untuk Provinsi DIY dan Bali angka insiden TB
adalah 64 per 100.000 penduduk.
Faktor risiko terjadi TB
• Konsentrasi kuman
• Lama kontak
• Lingkungan
• Ventilasi
• Kepadatan
• Perilaku
• Imunitas tubuh
• HIV
• Diabetes melitus
• Malnutrisi
• Imunosupresan

Faktor Imunitas tubuh sangat mempengaruhi seseorang yang


terinfeksi TB menjadi menderita TB
MASUKNYA KUMAN KEDALAM
TUBUH MANUSIA (INFEKSI)
 Inhalasi
 Melalui saluran cerna
 Melalui kulit (luka)
• Patologi
• Tukang daging
 Intra uterina (melalui plasenta)

Sebagai sumber penularan :


Penderita TB Paru dengan BTA (+) pada sputumnya
Apakah seseorang akan menjadi sakit atau tidak
setelah mengalami infeksi tergantung kepada:

1. Jumlah kuman yang masuk


2. Virulensi kuman
3. Derajat hipersensitiviti tuan rumah
4. Daya tahan (resistensi) tuan rumah

Namun pada Kenyataannya :


sebagian besar orang yang telah Terinfeksi tidak menjadi sakit
Patogenesis TB

• Kuman M.tb yang terinhalasi sampai ke alvioli dapat menyebabkan


terbentuknya Fokus primer di jaringan paru
– Kemudian Mtb melalui saluran limfe menuju kelenjer limfe regional (ilus), terjadi
peradangan ( limfangitis dan limfadenitis)
– Gabungan ke tiga kejadian dinamakan Komplek primer
Lama waktu yang dibutuhkan sampai terbentuk komplek primer 4-6 minggu
• Kemudian ada 3 kemungkinan yang terjadi setelah MTb masuk:
– Penyembuhan secara spontan
– Menderita TB  (TB primer )
– Terjadi infeksi tapi tidak sakit  Mtb dormant
• ( jika pertahan tubuh menurun, Mtb aktif kembali  TB Reaktivasi
PATOLOGI

Ada beberapa perubahan patologi


anatomi yang terjadi pada paru
setelah mengalami infeksi
Mikobakterium Tuberkulosis
1. REAKSI PERMULAAN

• “initial response”
– Oedema
– Pengerahan sel sel PMN untuk memakan dan
membunuh kuman yang masuk
2. PRODUCTIVE REACTION

Merupakan gambaran yang dominan


pada infeksi TB bila terdapat
keseimbangan antara :
Jumlah
Virulensi kuman
~ Daya tahan
tubuh

Gambaran tersebut berupa :


• tuberkel
• perkejuan
• cavitasi
• fibrosis
3. “EXUDATIVE REACTION”
Terjadi bila

Jumlah
Virulensi
Kuman
> Daya tahan
tubuh

“ initial respons” merupakan


exudativa reaction
Pada exudativa reaction dimana tidak banyak
usaha tubuh untuk melokalisirnya, sehingga
infeksi meluas ke sebagian besar / keseluruhan
satu lobus

“caseous pneumonia”

Cavitas (caverne) yang besar besar


4. PENYEMBUHAN
Harus selalu diingat bahwa sebagian besar
infeksi TB Paru pada manusia cenderung
untuk sembuh
Bentuk bentuk penyembuhan
 Resolution (penyembuhan tanpa bekas)
 Fibrosis
 Kalsifikasi
 ossifikasi
• Secara alamiah perjalanan penyakit / proses TB Paru
bisa terjadi secara bersamaan antara proses
penyembuhan dan proses perluasan
• Akibatnya :
pada seorang penderita TB Paru; pada parunya
bisa terdapat :
tuberkel
Caverne / cavitas
Perkejuan Pada waktu
Fibrosis yang bersamaan
kalsifikasi
TERGANTUNG KEPADA:

~
Dosis kuman Daya tahan (Imunitas)
Virulensi kuman hipersensitiviti

Meluas Sembuh

Sebagian terbesar Komplex


Primer SEMBUH
Penyebaran / perluasan infeksi
TB pada jaringan paru :
 Secara langsung
 Bronkogen
 Limfogen
 hematogen
TB PARU

Primer Post primer

TB Paru post primer :


• Paling banyak
• Sumber penularan
Terjadinya TB Paru post primer
1. Perluasan langsung lesi primer terutama bila
infeksi primer terjadi pada masa pubertas.
2. Reaktivasi lesi primer yang sudah tenang,
terutama karena daya tahan tubuh menurun
3. Penyebaran secara hematogen dari fokus
primer
4. Superinfeksi eksogen (infeksi baru dari luar)

Yang terpenting dari 4 kemungkinan


di atas adalah No. 1 dan 2
DIAGNOSIS
TB PARU
Alur diagnosis TB Paru
GEJALA KLINIS
 Tanpa keluhan:
 Terutama pada kasus ringan atau dini
 Diketahui secara kebetulan
 Pemeriksaan radiologi
 Rutin
 Check up

 Kalau sudah ada keluhan:


 Keluhan umum
 Keluhan lokal (sal. Nafas)
KELUHAN UMUM ( sistemik)

 Cepat lelah
 Malaise tak enak badan
 Anoreksia
 Berat badan menurun
 Demam
 Nadi cepat
 Keringat malam
 Amenorrhea
Keluhan Respiratorik

 Batuk
 Batuk berdahak
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
 dll
KELAINAN FISIK
• Keadaan umum
Bisa baik; bahkan kadang pada kasus-kasus yang
secara radiologis relatif sudah lanjut.
Kelihatan sakit sedang.
Jelek pada kasus lanjut.
• Demam terutama pada sore hari (subfebril)
• Nadi relatif cepat dibanding kenaikan suhu.
• Nafas cepat :
Pada yang lanjut (luas)
Komplikasi : - Pneumotoraks
- Efusi pleura
PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan Toraks
Bisa tak ditemukan kelainan:
– Pada penyakit yang dini / kelainan minimal
– Kadang-kadang pada kelainan radiologis yang relatif luas.
Adanya ronkhi basah halus (krepitasi) sesudah batuk pada
lapangan atas paru merupakan kelainan yang dini.
Tanda-tanda konsolidasi (pemadatan) jaringan paru:
Redup
Fremitus meningkat
Suara nafas bronkial
-

TERUTAMA PADA LAPANGAN ATAS PARU


PADA KASUS-KASUS YANG SEDANG / LUAS
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
GAMBARAN RADIOLOGI TB PARU
1. Kelainan terutama pada lapangan atas paru.
2. Bayangan bercak-bercak atau noduler.
3. Adanya kavitas (caverne).
4. Adanya kalsifikasi.
5. Kelainan bilateral di lapangan atas.
6. Kelainan menetap setelah beberapa minggu.
7. Bayangan milier.
8. Bayangan fibrosis.
LABORATORIUM
• Sputum: membuktikan adanya Mikobakterium
Tuberkulosis dalam sputum sangat penting
artinya untuk;
– Diagnosa
– Menilai hasil pengobatan.
• Pemeriksaan sputum:
– Pewarnaan langsung
– Kultur (pembiakan) butuh waktu antara 4 – 8 minggu
PEMERIKSAAN SPUTUM LANGSUNG

1. Pewarnaan Ziehl Neelsen


2. Pewarnaan Kinyoun
3. Pewarnaan Gabbett
4. Pewarnaan Tan Thiam Hok (Kinyoun
Gabbett)
5. Fluorosensi BTA warna kuning mas
dengan latar belakang gelap
Selain dari sputum, M. Tuberkulosis bisa ditemukan pada:
• Cairan lambung (pada anak-anak)
• Usapan laring
• Bilasan bronkus (bronkoskopi)

dari penderita TB paru


DIAGNOSA TB PARU
• Klinis :
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
• Radiologis : Rontgen Foto toraks
• Bakteriologis :
Pemeriksaan sputum
BTA langsung
kultur
Gen Expert
YANG LEBIH PENTING UNTUK
DIAGNOSA TB PARU

Pemeriksaan bakteriologis sputum :


- BTA langsung
- Kultur
- Gen Expert
• Pemeriksaan radiologi toraks
• Stateskop
– Tidak dapat dipakai untuk Menyingkirkan
kemungkinan adanya TB Paru
( tidak adanya kelaian pada pemeriksaan fisik
bukan berarti TB nya tidak ada)
DIAGNOSA PASTI

• Klinis (+)
• Radiologis (+)
• Bakteriologis (+)
BTA Sputum langsung (+)
Kultur (+)
Klasifikasi Penyakit TB
Klasifikasi penderita TB
Penentuan Klasifikasi dan tipe penyakit TB betujuan
untuk :
TB konfirmasi Bakteriologis
Pasien TB secara Klinis
Klasifikasi Pasien TB
Klasifikasi TB berdasarkan lokasi
anatomis
Klasifikasi berdasarkan riwayat
pengobatan TB sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan Uji kepekaan
OAT
Klasifikasi TB berdasarrkan status HIV
PENGOBATAN

Tujuan : memusnahkan kuman yang ada dalam tubuh


penderita.
Tapi kita tak tahu pasti kapan hal ini terjadi.
Dalam prakteknya :
Tujuan pengobatan membuat sekret bronkus
(sputum) bebas dari kuman TB yang dibuktikan
dengan hasil kultur yang negatif.
Tujuan pengobatan bukan menjadikan gambaran
radiologis menjadi normal kembali.
Keberhasilan pengobatan bukan ditentukan oleh
gambaran radiologis.
(walaupun kelainan radiologis menetap tidak berarti
bahwa pengobatan gagal.)

Adanya kelainan radiologis yang menetap


menunjukkan luasnya kerusakan
jaringan paru pada awal pengobatan
SYARAT-SYARAT PENGOBATAN PARU

1. Kombinasi obat minimal 2


obat
2. Terus menerus tidak boleh
terputus
3. Jangka lama
• Dulu 1 – 2 tahun
• Kini 6 bulan
4. Dosis adekwat
5. Kuman harus sensitif terhadap
obat yang diberikan.
M. TB Robert Koch - 1882
Sinar X untuk diagnosa TB Paru - 1920
Streptomisin sebagai obat anti TB pertama - 1944
PAS - 1946
INH - 1952

Pengobatan TB paru baru memberikan hasil yang


baik untuk pertama kalinya adalah setelah
mengkombinasikan:
Streptomisin + INH + PAS selama 1 - 2 tahun
• kombinasi Streptomisin + INH + PAS memerlukan
masa pengobatan 1 – 2 tahun (jangka panjang)

kelemahan :
 Terlalu lama
 Efek samping obat
 Harus disuntikkan (S)

Akibatnya banyak drop out


(tidak meneruskan pengobatan)
• Dengan ditemukannya Rifampisin
dan ditemukan kembali Pirazinamid
pengobatan TB paru bisa lebih
pendek masanya yaitu : 6 bulan
(pengobatan jangka pendek)
OBAT-OBAT ANTI TB

1. Isoniazid = isonicotinic acid hidrazid = INH (H) - 1952


2. Rifampisin (R)
3. Pirazinamid (Z)
4. Etambutol (E)
5. Streptomisin (S) - 1944
6. Tiasetazon (T)
7. PAS = para amino salicylic acid - 1946
8. Sikloserin (Cyc)
OBAT-OBAT ANTI TB

9. Protionamid (Pro)
10. Kapreomisin (Cap)
11. Etionamid (Eth)
12. Viomisin (Vio)
13. Kanamisin (Kan)
14. Amikasin
15. Ofloxacin
16. ciprofloxacin
Bila seseorang telah didiagnosa sebagai TB
paru, pengobatan tergantung kepada:
– Hasil pemeriksaan BTA
– Luasnya penyakit
– Riwayat pengobatan sebelumnya
Prinsip Pengobatan TB
 Kombinasi beberapa jenis obat (HRZES),
 Dosis tepat,
 Jumlah cukup,
 DOTS à DOT=PMO ,
 Minum OAT sekaligus/dosis tunggal dlm
keadaan perut kosong.
 Jangka pendek (6 – 8 bulan),
 Fase Awal (2-3 bulan) à Bakterisidal,
 Fase Lanjutan (4-5 bulan) à Sterilisasi,
 Jaminan ketersediaan obat,
Jenis dan dosis OAT
Paduan OAT KDT
 Kategori 1:
•  2(HRZE)/4(HR)3
 Kategori 2:
•  2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
 Sisipan (HRZE)
 Kategori Anak:
• 2(HRZ)/4(HR)
KATEGORI I
• Kasus baru TB paru BTA (+)
• Kasus baru TB paru BTA (-)
• Kasus baru TB ektra paru
Alternatif pengobatan

FASE LANJUTAN
FASE AWAL
(PILIH SALAH SATU)
4 R3H3
2 RHZE 4 RH
6 HE
KATEGORI II
TB paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya :
– Kambuh
– Kegagalan pengobatan
– Pengobatan tidak selesai
Alternatif pengobatan

FASE LANJUTAN
FASE AWAL
(PILIH SALAH SATU)
5 R3H3E3
2 RHZES + 1 RHZE
5 RHE
Kemasan OAT
• Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing
INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.
• Obat kombinasi dosis tetap (KDT)/ (Fixed Dose
Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4
obat dalam satu tablet
Katagori 1
Tahap Intensif
2(HRZE)

• Tahap Lanjutan
4(HR)3
Dosis obat antituberkulosis
kombinasi dosis tetap
PENGENDALIAN PENGOBATAN
Keberhasilan pengobatan/kesembuhan penderita
sangat ditentukan oleh :
• Penyuluhan pada kontak pertama
• Pembinaan pasien setiap kunjungan ulang.
• Pelacakan pasien mangkir (2 dosis tahap intensif &
3 dosis (1 minggu) fase lanjutan
• Penanggulangan efek samping obat.
• Penanggulangan masalah lain yang terkait
• PMO
PENJELASAN TERHADAP PENDERITA DAN
KELUARGANYA
1. Apanya yang sakit
2. Penyebabnya
3. Penularannya
4. Rencana pengobatan
5. Lamanya pengobatan
6. Cara makan obat
7. Kemungkinan efek samping obat
8. Melaporkan kepada dokter / petugas jika mengalami efek samping yang
tidak bisa ditolerir
9. Jangan sekali-kali menghentikan pengobatan sebelum disuruh dokter
10. Walaupun keluhan sudah hilang semuanya, tidak berarti penyakit sudah
sembuh
PEMANTAUAN PENGOBATAN

• Kategori 1 BTA positif dan Kat.2:


– Akhir Tahap Awal
– Sebulan sebelum Akhir Pengobatan
– Akhir Pengobatan
• Kategori 1 BTA negatif /foto thoraks
– Akhir Tahap Awal
• Kategori Anak dan Ekstraparu:
– Perbaikan dari gejala klinisnya
Pemantauan kemajuan
pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan
radiologis Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua
kali ( S & P) sewaktu & pagi

LED tidak digunakan karena tidak spesifik


untuk TB.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan sputum
PEMANTAUAN DAN TINDAK LANJUT PENGOBATAN TUBERKULOSIS
= Periksa ulang sputum SP

KATAGORI 1 1 2 3 4 5 6 AP
2 HRZE /
4 H3R3 (+) (-) (-) (-) SEMBUH
(+) (+) Gagal Katagori 1

sisipan 3 4 5 6 7 AP

(-) (-) (-) SEMBUH


(+) (+) Gagal Katagori 1

KATAGORI 2 1 2 3 4 5 6 7 8 AP
2 HRZES/HRZE/
5 H3R3E3 (+) (-) (-) (-) SEMBUH
(+) (+) Kronik

sisipan 4 5 6 7 8 9 AP

(-) (-) (-) SEMBUH


(+) (+) Kronik

KATAGORI 1 1 2 3 4 5 6 AP
2 HRZE /
4 H3R3 (-) (-) PENGOBATAN LENGKAP
(+) Gagal Katago1
Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
1. Sembuh
– Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada
satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.
2. Pengobatan Lengkap
– Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

3. Default (Putus berobat)


– Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.

4. Gagal
– Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif

5. Meninggal
– Adalah pasien yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun
6. Pindah
– Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan
register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak
diketahui..
PENANGANAN PUTUS BEROBAT
• Kurang dari 1 bulan : lanjutkan !!!
• Antara 1 – 2 bulan : Obat lanjut dan ambil SPS:
– SPS neg : Lanjutkan pengobatan
– SPS (+) : OAT < 5 bln : Lanjut dan periksa pd 5 bln.
OAT > 5 bln : Pindah katagori !!!

• > 2 bln : Stop obat ambil SPS !!


– SPS neg : Stop pengobatan dan Observasi

– SPS (+) : Pindah katagori !!!


Tatalaksana pasien TB putus berobat
Pengunaan kortikosteroid pada
pasien TB
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan
khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:

Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan Pleuritis eksudativa
TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison dosis 30-40 mg per hari,


kemudian diturunkan secara bertahap.
Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit
dan kemajuan pengobatan
Indikasi operasi TB
Pasien batuk darah berat yang tidak
dapat diatasi dengan cara konservatif.
Untuk TB Pasien dengan fistula bronkopleura
paru dan empiema
Pasien MDR TB dengan kelainan paru
yang terlokalisir

Untuk TB TB tulang yang disertai kelainan


ekstra paru neurologik.
EFEK SAMPING OAT
DAN PENATALAKSANAANNYA
EFEK SAMPING OAT DAN
PENATALAKSANAANNYA
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan
maupun berat dengan pendekatan gejala.
Efek
samping
ringan

Efek
samping
Berat
Penatalaksanaan pasien dengan efek
samping “gatal dan kemerahan kulit”:
1. singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain.
2. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan
OAT dengan pengawasan ketat.
(Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang )
3. Bila keadaan pasien malahan terjadi suatu
kemerahan kulit, hentikan semua OAT tunggu
sampai kemerahan kulit tersebut hilang.
4. Jika gejala efek samping ini bertambah berat,
pasien perlu dirujuk
Bila jenis obat penyebab efek
samping itu belum diketahui,
maka
• Pemberian kembali OAT harus dengan cara “drug
challenging” dengan menggunakan obat lepas.

• Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana


yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut
Reaksi hepersensitivitas OAT
• Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi
hipersensitivitas (kepekaan) terhadap Isoniasid atau
Rifampisin.
• Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh
sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam
pengobatan jangka pendek.
• Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap
Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin
dapat dilakukan desensitisasi.
• Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB
dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi
keracunan yang berat
Efek samping Hepatotoksisitas
• Bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena
kelebihan dosis.
• Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu
kemudian diberi kembali sesuai dengan prinsip
dechallenge-rechalenge.
– Bila dalam proses rechallenge yang dimulai dengan
dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti
hepatotoksisitas karena reakasi hipersensitivitas.
Efek samping Hepatotoksisitas
• Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek
samping itu telah diketahui, misalnya :
• pirasinamid atau etambutol atau streptomisin,
maka pengobatan TB dapat diberikan lagi dengan tanpa
obat tersebut.
• (Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat
lain)
• Lamanya pengobatan mungkin perlu
diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan
risiko terjadinya kambuh
TB paru dengan
DRUG INDUCE HEPATITIS
• Paduan OAT (RHZ) telah terbukti efektif
menyembuh pasien TB melalui aktiviti bakterisidal,
sterilisasi dan mencegah resisten
• Potential hepatotoxicity  derangement of hepatic
function  drug induce hepatitis (hepatitis imbas
obat = HIO)
• Dapat terjadi pada masing-2 pemberian R,H,Z.

89
EFEK TOKSIK OBAT PADA HATI
1. Teori toksik langsung (predictable
hepatotoxicity) melalui perantaraan hasil
metabolisme obat yang terikat secara
kovalen dengan protein sel hati
2. Teori hipersensitiviti/idiosinkrasi
(Unpredictable hepatotoxicity)  reaksi
imunologis terhadap obat

90
ISONIAZID (INH)
 INH tidak toksik untuk hati
 Kekerapan : 1 - 2% (4%  usia > 65 tahun)
 Dugaan  produk metabolit asetilasi
 75-95% INH dieksresi dlm bentuk metabolit (asetil isoniazid,
asam nikotinat, isonikotinil glisin, isonikotinil hidrazon dan N-
metil isoniazid)
 Faktor genetik  mempengaruhi kec. metabolisme
 Perbedaan kec.asetilasi tidak mempengaruhi efektiviti atau
toksisiti INH
  kadar transaminase terjadi 20% pasien yang mendapat
INH, tapi hanya 0,2 – 5 % yang disertai tanda HIO
 Asetilasi cepat  mono asetil hidrasin lebih cepat dirubah
diasetilhidrazin  eksressi

91
RIFAMPISIN (RIF)

• HIO jarang pada fungsi hati normal


• Pemberian R + H   HIO 8-10%
RIFAMPISIN

 isonicotinic acid &


Merangsang
hidrasin
enzim isoniasid
hidrolase
Hepatotoksik
92
PIRAZINAMID (PZA)

• Paling sering dan paling toksik ~ dose


dependent hepatotoxicity
• Dosis 3 gr/hari (40-50 mg/kg) : 15%
• Sangat mungkin oleh efek langsung
• Mekanisme : ?

93
ETAMBUTOL

• Data etambutol : minimal


• Inggris (1969), dilaporkan dari
197.000 kasus pengobatan OAT
 10 kasus gangguan fungsi hati

94
FAKTOR RISIKO
• Usia > 50 tahun • Penyakit hati kronik
• Malnutrisi • Perempuan > laki-laki
• Genetik • Alcoholism
• TB yang berat, klinis • IV drug use
hepatitis (+) tapi OAT
masih diberikan

95
MANIFESTASI KLINIS
• Malaise • Hepatomegali ringan
• Fatique • Ikterus
• Anoreksia • Urine spt air teh
• Mual •  SGOT (AST)
• Muntah •  SGPT
• Nyeri epigastrium •  Bilirubin

96
KRITERIA DIAGNOSIS
• Gejala klinik hepatitis
•  SGOT dan SGPT :
– > 150 IU/L (3 x pemeriksaan berurutan)
atau
– > 250 IU/L ( 1x pemeriksaan)
• Ikterus nyata / bilirubin total > 3,4 mmol/L
• Petanda serologi virus hepatitis negatif
PENATALAKSANAAN (1)

1. Evaluasi fungsi hati semua pasien TB sebelum


pemberian OAT
2. Penjelasan efek samping OAT yang mungkin terjadi
(gejala hepatitis), kapan stop OAT dan kapan
konsultasikan ke dokter
3. Pasien TB Paru dgn penyakit hati menahun, evaluasi
fungsi hati dilakukan lebih sering dan teratur terutama
2 bulan pertama dgn cara uji fungsi hati/minggu pada
2 minggu pertama dan berikutnya setiap 2 minggu.
4. Pasien TB Paru tanpa penyakit hati sebelumnya,
pemeriksaan ulang jika timbul gejala yang jelas
PENATALAKSANAAN
5. Peningkatan SGOT/SGPT biasanya jarang dijumpai segera
setelah pengobatan dimulai
-  SGOT/SGPT 2 x N  ulang fungsi hati
-  SGOT/SGPT < 2 x N  ulang /2 minggu
- SGOT/SGPT mendekati N  ulang sesuai gejala yang ada
6. Stop OAT jika :
Klinik (+) atau
Laboratorium (+) klinik (-)
 Bilirubin > 2 mg%
 SGOT, SGPT  5 kali normal
 SGOT, SGPT  3 kali normal, gejala (+)
 SGOT, SGPT  3 kali normal, gejala (-) lanjutkan terapi
dgn pengawasan sampai klinik dan laboratorium normal
PENATALAKSANAAN
• Setelah penghentian OAT, terdapat beberapa pilihan.
– Jika kondisi pasien baik dan BTA (-)  tunda OAT sampai uji
fungsi hati normal.
– Bila terjadi reaksi, segera kembali ke dosis sebelumnya dan
besoknya dosis dinaikkan lagi
– Bila tercapai dosis penuh dari satu obat, pemberiannya diteruskan
sambil dicoba diberikan obat lain
– Bila OAT (R,H,Z) ternyata tidak memberikan efek samping pada
hati, lanjutkan pemberian
– Bila OAT (R,H,Z) ternyata tetap memberikan efek samping pada
hati, maka berikan OAT alternatif dengan supervisi dokter ahli
(Terkadang OAT pilihan alternatif sangat terbatas, dianjurkan
mengulang prosedur introduksi OAT (seperti protokol) jika uji fungsi
hati telah kembali normal
– Pasien hepatitis akut (ikterik)  tunda pemberian OAT sampai
hepatitis sembuh

100
Paduan obat yang
direkomendasikan (1)
1) Pengobatan tanpa PZA
2RHE(S)/ 6RH.
altermnatif.
9 RE / 3 HE atau 2 SHE/10 HE
2. Pengobatan tanpa INH
fase awal : 2RZE
fase lanjutan:(4 bulan) RZE

101
Paduan obat yang
rekomendasikan (2)

• rejiem yang mengandung hanya


satu obat yang berpotensi
hepatotoksik ;
• Rifampisin tetap diberikan  lama
pengobatan 12-18 bulan.
• Rejimen yang tidak mengandung
obat hepatotoksik  lama
pengobatan 18-24 bulan

102
Regimen OAT yang
Direkomendasikan Untuk
Hepatitis Akut
• Tunda OAT sampai hepatitis akut
mereda
• OAT sangat dibutuhkan  3 SE
• Hepatitis akut mereda  6 RH
• Hepatitis tidak mereda  9 SE

103
STRATEGI “DOTS”
pada penatalaksanaan
TB
STRATEGI “DOTS”
pada penatalaksanaan TB
DOTS = Directly observed treatment short course.

Prinsipnya :
Menjamin seluruh dosis obat yang telah direncanakan
dimakan oleh penderita.
Idealnya :
Setiap dosis obat dimakan oleh penderita di depan petugas
Principle of dots
5 ELEMEN STRATEGI DOTS
Komitmen politis
Jaminan 1
Ketersediaan OAT Diagnosa dengan
Yg bermutu mikroskop
4 2

3
5
Directly Observed
Treatment Short-course
Monitoring dan Pengobatan
evaluasi jangka pendek dgn
pengawasan langsung
108
Tujuan Program
 Menurunkan kesakitan dan kematian  menyediakan akses
 Memutuskan rantai penularan  penemuan & pengobatan
 Mencegah terjadinya kebal obat.

Target:
 Penemuan TB (BTA +) baru, 70% dari perkiraan pasien ,
 Penyembuhan sedikitnya 85% dari TB baru yg diobati.
 Sedangkan Millenium Development Goals (MDGs) menargetkan
pada tahun 2015 angka insidensi dan kematian akibat TB dapat
diturunkan sebesar 50% dibanding tahun 1990.

Masyarakat mandiri dalam hidup sehat


di mana TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
MDG Tujuan 6.
Pemusnahan HIV AIDS, malaria, dan TBC.

Target Indikator

8. Insiden malaria dan  Prevalensi dan angka kematian


penyakit berat lain berhenti terkait tuberkulosis
dan mulai penurunan.
 Proporsi kasus Tuberkulosis
yang ditemukan dan diobati
dengan DOTS.
Target Global Pengendalian TB
MDG
MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS

Baseline Th1990 Setengahnya pada Th 2015

Prevalensi

443.000/100.000 pddk 224.000/100.000 pddk

Kematian

92/100.000 pddk 46/100.000 pddk


Prevalensi dan Mortaliti TB

500
450
TB prevalence and mortality

400
per 100,000 population

2015
350
target
300
250
200 2015
150 target
100
50
0
prevalence mortality
1990 443 92
2007 244 39
2015 target 222 46

Sumber : Global report WHO thn 2008


POLA PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA TB
( SKRT TAHUN 2004 )

60 53
49
50 44 43

40
31
29
30
21
16
20 12
10

0
JAWA Sumatra KTI

RS/BP4 Puskesmas DPS


Pencatatan dan Pelaporan
pada program TB

114
Form pencatatan TB
 TB 01  kartu kontrol pengobatan
 TB 02  kartu kunjungan
 TB 03  pencataan rekapan pasientan gdiobati
 TB 04  pencatatan Laboratorium
 TB 05  formulir pemeriksaan Sputum
 TB 06  form pencatatan suspek
 TB 07  laporan triwulan penemuan kasus baru
dan kambuh
 TB 08  laporan hasil pengobatan
 TB 09  form rujukan pasien pindah berobat
 TB 10  laporan hasil pengobatan pasien
pindahan
 TB 11  laporan tiwulan pemeriksaan sputum
Urutan pencatatan di Unit
Pelayanan Kesehatan

 TB -- 06.
 TB -- 05.
 TB -- 04.
 TB – 01. 02
 TB -- 03
 Proses pencatatan-pelaporan UPK-
Kab./Kota-Propinsi.
–TB-07, TB-11, TB-08.
Poliklinik/ 1 Suspek
bangsal
TB. 10
TB. 06
UPK lain
2 Diagnosis
4 4b TB. 09
TB. 05
Pasien TB
3 TB. 01 TB. 02 Pelaporan tingkat kabupaten
dan propinsi
Labor
TB. 04 5 TB. 03 6
TB. 07
Dahak SPS
TB. 08

TB. 11
Pelaporan pencapaian program TB
pertriwulan ke Dinas Kesehatan DINAS KESEHATAN KOTA
PROGRAM TB NASIONAL TB 06

DAFTAR TERSANGKA PENDERITA ( SUSPEK) YANG DIPERIKSA DAHAK SPS

Bulan JANUARI Tahun 2008


Poli Paru RS Dr. M Djamil

NO UMUR HASIL PEMERIKSAAN


No IDENTITAS NAMA TERSANGKA ALAMAT LENGKAP No
SEDIAAN PENDERITA L P A B C Reg
DAHAK Lab
Tanggal Hasil Tanggal Hasil Tanggal Hasil

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Catatan : A = Slide dahak sewaktu pertama, B= Slide dahak pagi, C = Slide dahak Sewaktu kedua
1. TB-06 hanya untuk mencatat suspek dan hasil
pemeriksaan lab.
2. BTA positip. Dari TB 06 atau BTA neg dgn RO
positif dibuatkan pencatatan TB-01
3. Dua macam TBC yang tidak melalui pencatatan TB-06
adalah TBC ekstra paru dan TBC anak. – langsung
TB 01
4. TB-01 yang telah dibuat selanjutnya berfungsi sebagai
pengumpul pencatatan selama pengobatan sampai akhir
pengobatan.
5. Hasil pemeriksaan. lab. follow-up dan setelah
mangkir tidak tercatat pada TB-06 tetapi langsung
kembali kepada TB- 01, oleh karena awal permintaan
berasal dari TB-01.
 TB 05 adalah Format pengantar permintaan
pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis, follow
up dan mangkir.

 Hasil pemeriksaan untuk diagnosis kembali ke


TB-06, sedangkan untuk follow-up dan
mangkir kembali ke TB-01.

 TBC ekstra-paru dan TBC anak pencatatanya


tanpa menggunakan TB-05 dan TB-06 oleh
karena tidak memerlukan pemeriksaan
mikroskopis.
* TB-04 adalah tempat penyimpanan semua hasil
pemeriksaan lab. baik untuk diagnosis, follow-
up atau setelah mangkir.

* TB-05 waktu kembali ke-peminta (poliklinik PS


maupun poliklinik PRM) membawa Nomor
Register Lab. yang ada pada TB-04 untuk dicatat
pada TB-06.

121
TB-01 [a

• berfungsi sebagai pencatat semua peristiwa/kegiatan


semasa pengobatan penderita- dari awal pengobatan
(bln 0) sampai akhir pengobatan (AP).
* TB-01 dibuat berdasarkan hasil mikroskopis pertama –
SPS
didapat minimal neg/pos/pos-atau milroskopis kedua
mikroskopis awal didapat neg/pos/neg atau
neg/neg/neg).
* Follow-up permintaannya dari TB-01 – mengunakan TB-
05-dan hasilnya kembali ke TB-01 dari pemeriksaan 2
spesimen SP atau PS ( salah satu positip adalah positip).
TB-01 [b]

• TB-01 berfungsi sebagai pencatat semua peristiwa/kegiatan


semasa pengobatan penderita- dari awal pengobatan
(bln 0) sampai akhir pengobatan (AP).
* TB-01 dibuat berdasarkan hasil mikroskopis pertama –
SPS
didapat minimal neg/pos/pos-atau milroskopis kedua
mikroskopis awal didapat neg/pos/neg atau
neg/neg/neg).
* Follow-up permintaannya dari TB-01 – mengunakan TB-
05-dan hasilnya kembali ke TB-01 dari pemeriksaan 2
spesimen SP atau PS ( salah satu positip adalah positip).
INDIKATOR KEBERHASILAN STRATEGI
DOTS
 Kepekaan penjaringan suspek : Proporsi BTA positif di
antara suspek yang diperiksa dahaknya, (5 – 15 %)
 Kontribusi terhadap Program : TB paru BTA positif
diantara seluruh pasien TB paru ,(>65%)
 Angka Konversi (Convertion Rate): Proporsi Konversi
diantara yang diobati, ( > 80%)
 Angka Kesembuhan (Cure Rate) : Proporsi sembuh diantara
yang diobati. ( > 85%)
 Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate): Proporsi jumlah
beda baca dengan yang dibaca < 5%
 Prinsip :
Memastikan pasien TB yang dirujuk/
pindah akan menyelesaikan
pengobatannya dengan benar di
tempat lain
Alur Rujukan Penderita Tuberkulosis

Koordinator Wasor TBC


HDL Kab/Kota Kab/Kota

konfirmasi
informasi

Penderita, OAT,
TB.01(kopi), surat
rujukan (TB.09)
Rumah Sakit Puskesmas
(TB.09)
127
5/5/2018 dr. H Aminul Azwar Fas_Nas 127
LANGKAH-2 PENERAPAN DOTS (1)

 Melakukan asesmen dan analisa situasi , untuk


mendapatkan gambaran kesiapan UPK dan Dinas
Kesehatan setempat,
 Mendapat komitmen yang kuat dari pihak pemilik,
manajemen UPK (direktur ) dan tenaga medis
(dokter umum dan spesialis) serta nonmedis,
 Menyiapkan tenaga medis dan non medis yang
terlatih DOTS ,
 Membentuk Tim DOTS dengan melibatkan unit
terkait.
LANGKAH-2 PENERAPAN DOTS (2)

– Menyediakan ruang untuk pojok DOTS,


– Menyediakan tempat / rak penyimpanan
paket-paket OAT di ruang DOTS,
– Menyiapkan laboratorium untuk
pemeriksaan mikrobiologis dahak sesuai
standar dan ruang pengambilan dahak,
– Menggunakan format pencatatan sesuai
dengan program tuberkulosis nasional,
– Menyediakan biaya operasional .
PIMPINAN
RS Komite Medik

TIM DOTS
UNIT DOTS

Laboratorium

Poli Umum Radiologi

Poli Spesialis Farmasi

UGD Rekam Medis


Rawat Inap PKMRS
5/5/2018 dr. H Aminul Azwar Fas_Nas 131

You might also like