You are on page 1of 23

Seminar 2

Kelompok 4
Kelompok 4
 Dwi Meutia Julyta
 Eka Febriani
 Febby Astari
 Felda Andreane
 Fera Astari
 Galuh Merdiana
 Grace Herdiana
Kasus 2 : Sela paha, dan sekitar kuku gatal
 Seorang perempuan berusia 24 tahun bekerja sebagai pembantu
rumah tangga. Sejak 6 bulan terakhir, ia sering mengalami gatal
yang hilang timbul pada daerah sela paha. Daerah tersebut sering
digaruk sehingga timbul pula rasa gatal pada kulit sekitar kukunya.
Pada sela paha tampak bercak merah kehitaman, juga tampak luka
lecet akibat garukan dan beberapa bintil bernanah. Kuku jari
telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan kanan tampak rapuh
dan pinggirnya berwarna kemerahan.
 Pada pemeriksaan di regio inguinal tampak makula eritematosa
berbatas tidak tegas disertai pustul, erosi dan skuama.
Klarifikasi istilah
 Makula erimatosa : bercak berwarna merah yang berbatas
tegas, tanpa penonjolan
 Pustul : vesikel yang berisi nanah
 Erosi : lecet kulit yang disebabkan oleh kehilangan jaringan
yang tidak melampaui stratum basal
 Skuama : sisik berupa lapisan stratum corneum yang terlepas
dari kulit
Mind Map
Wanita, 24 tahun, pembantu rumah tangga

Pekerjaan banyak di
-Etiologi dan faktor tempat lembab
resioko Gatal di sela paha (mencuci),
-patofisiologi gatal kebersihan kurang
-sistem pertahanan terjaga
-diagnosis banding
-pemeriksaan digaruk
penunjang
-tata laksana

Kuku menjadi gatal,


di jari telunjuk, tengah
manis tampak rapuh
dan kemerahan
Learning Objective
Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan :

1. Etiologi dan patofisiologi gatal


2. Anatomi kulit dan kuku
3. Jenis-jenis dan efloresensi dari infeksi virus, bakteri, dan
jamur pada kulit
4. Definisi dan efloresensi Dermatitis kontak alergi dan iritan
5. Pemeriksaan penunjang penyakit kulit
6. Prinsip penatalaksanaan infeksi jamur
Learning Issue
 Contoh penyakit akibat infeksi bakteri dan virus
 Dermatitis kontak alergi dan iritan
 Contoh stimulasi atau rangsangan yang menyebabkan gatal
 Akur patofisiologi gatal
 Pemeriksaan penunjang
 penatalaksaan
natomi Kulit
Anatomi kuku
Stimulasi serabut ujung
saraf C
Patofisiologi
Gatal Akar dorsal spinalis
(substansia grisea)

Neuron kedua yang


nyebrang ketengah

Traktus spinotalamikus
kontralateral (bagian latreal)

thalamus

Korteks serebri (girus Korteks premotor dalam


singuli anterior dan insula) tindakan menggaruk
Diagnosis Banding

1. Candidiasis inguinalis, terdapat lesi berwarna merah terang, papul,


dan pustul, satelit pada pinggirnya.
2. Eritrasma, terdapat lesi berupa makula eritema dan skuama halus,
asimetris.
3. Psoriasis, terdapat lesi berupa plakat eritema dengan skuama tebal
berlapis dan berwarna seperti mika.
4. Dermatitis intertriginosa, tampak makula hiperpigmentasi dengan
batas jelas, skuama dan papul.
Patofisiologi dermatitis kontak iritan
1. Bahan iritan dalam beberapa menit / jam
2. Berdifusi lewat membran merusak lizosom dan
3. Mitokondria serta merusak membran lipid keratinosit
4. lalu diaktifkan fosfolipase dan membebaskan Prostgalandin dan
leukotrien sehingga dilatasi pembulu darah dan menarik netrofil dan
limfosit
5. menghasilkan sel mast yang membebaskan histmin sebagai mediator
gatal
Paotofisiologi dermatitis kontak largen
Hapten menempel dikulit selam 18-24 jam-
Cara endositosis oleh sel langerhans- sel LE berikatan
kovalen dengan protein di epidermis - Berhubungan
dengan gen HLA DR.- sel lE ke duktus limfatikus dan
parakorteks limfonodus di presentesantikan oleh apc
ke sel cd4 dan cd3 lalu sel le mengelurkan il1-
mengaktifkan il2- il2 mengeluarkan INF gama – lalu
keratinosit lalu memproduksi ICAM L leukosit
-mensekresi eukosanoid – sel mast –
melepas histamin-vasodilatasi pemebulu darah –eritma-
edema-vesikula-dermatitis
Patofisiologi Tinea Kruris
 Trichophyton rubrum -> menghasilkan keratinase yang
mencerna keratin -> Memudahkan invasi ke str.korneum ->
kolonisasi hifa / cabang cabangnya di dalam jaringan keratin
yang mati -> hifa menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis -> menimbulkan reaksi
peradangan -> pertumbuhan dengan pola radial di str.
Korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas
tegas dan meninggi -> reaksi kulit semula berbentuk papula
yang berkembang menjadi suatu reaksi radang.
Patofisiologi Kuku Rapuh
 Garukan -> jamur menginvasi dari ujung distal -> meluas ke
dasar kuku -> stratum korneum menebal -> elevasi kuku
tepi bebas -> hiperkeratosis sungual -> perubahan warna
kuku (dischiomia) putih -> kuning kecoklatan
 -> terkikis
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan dengan KOH
 Kultur bakteri
 Lampu Wood’s
 Dermatitis kontak : uji tempel
Penatalaksanaan
• Non-medika mentosa:
1. Jaga kebersihan lingkungan
2. Menjaga kebersihan individu (celana dalam yang bersih)
• Medika mentosa:
1. Derivat azol
2. Butanifin
3. Anti histamin non kortikosteroid
Penatalaksanaan
Medika mentosa :
Terdapat banyak obat anti jamur topikal untuk pengobatan infeksi
dermatofit.
Obat-obat topikal ini bisa digunakan bila daerah yang terkena sedikit,
tetapi bila infeksi jamur meluas maka lebih baik menggunakan obat
oral sistemik

1) Obattopikal,misalnya:
 Golongan Mikonazole,
 GolonganBifonazole,
 Golongan Ketokonazole, dan sebagainya.
Pengobatan umumnya 2x/hari minimal selama 3 minggu atau 2
minggu sesudah tes KOH negatif dan klinis membaik.
Penatalaksanaan
2) Obatperoral, misalnya:
 Golongan Griseofulvin
 GolonganKetokonazole
 Golongan Itrakonazole
 GolonganTerbinafin
Prinsip pemilihan obat topikal
1. Tergantung usia pasien
2. Tergantung lokasi yang terkena
3. Tergantung gradien konsentrasi
4. Aturan dosis
5. Vehikulum dan occulsion
6. Tergantung keadaan permukaan kulit
7. Tergantung hidrasi di str.korneum dan temperatur kulit
8. Suplai darah
Pencegahan
 Menjaga diri kebersihan diri
 Tidak memakai pakaian yang terlalu ketat
 Memakai pakaian dalam berbahan cotton , dan hindari
pakaian dalam yang berbahan nilon karena akan menyebabkan
daerah lipat paha menjadi lembab.
 Nutrisi tetap sehat
 Edukasi : Pengobatan harus intens
Mencegah penularan melalui handuk dan
pakaian dalam
Prognosis
 1. Ad vitam : bonam
 2. Ad sanationam : bonam
 3. Ad social : bonam
 4. Ad cosmeticum : dubia ad bonam
Referensi
 Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 6. Jakarta :
Penrbit FK UI. 2007
 Moschella SL, Hurley HJ (editor). Dermatology : third
edition. Philadelphia : W.B. Sanders Company. 1986
 Burton G. Pathophysiology of Pruritus. Australian College
of Veterinary Scientist Dermatology Chapter Science Week
Proceeding. 2006;34(6):18-25

You might also like