You are on page 1of 7

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

2.1.1. Definisi Pengambilan Keputusan


Menurut Siagian (dalam Hasan, 2002:10) pengambilan keputusan adalah
suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang
dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan
tindakan yang paling tepat.
2.1.2. Dasar-dasar pengambilan keputusan
Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacammacam tergantung permasalahannya. Oleh Terry (dalam Hasan, 2002:12),
dasar-dasar pengambilan keputusan yang berlaku adalah sebagai berikut:
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan
memiliki sifat subektif, sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan
keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa kebaikan dan
kelemahan.
Kebaikannya antara lain sebagai berikut:
Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih
pendek.
Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan
akan memberikan kepuasan pada umumnya.
Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu
sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
Keputusan yang hasilkan relatif kurang baik.
Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran
dan keabsahannya.
Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali
diabaikan.
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuaan
praktis.
Karena
pengalaman
seseorang
dapat
memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung
ruginya, baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena
pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya
dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara
penyelesaiannya.

3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan
yang sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan
terhadap pengambil keputusan dapat menerima keputusan-keputusan
yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan yang berdasarkan wewenang biasanya dilakukan
oleh pimpinan terhadap bawahannnya atau orang yang lebih tinggi
kedudukannya kepada orang yang lebih randah kedudukannya.
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa
kelebihan
dan
kelemahan.
Kelebihan antara lain sebagai berikut:
Kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah
penerimaan tersebut secara sukarela ataukah terpaksa.
Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup
lama.
Memiliki otentisitas (otentik).
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
Dapat menimbulkan sifat rutinitas.
Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial.
Sering melewati permasalahan yang seharusnya
sehingga dapat menimbulkan kekaburan.

dipecahkan

5. Rasional
a. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan
yang diambil bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten
untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala
tetentu,sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai
dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan yang
rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut:
1. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
2. Orientasi masalah: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
3. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan
konsekuensinya
4. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
5. Hasil maksimal: pemilihan alteratif didasarkan atas hasil
ekonomis yang maksimal.
Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya
dalam keadaan yang ideal.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan
pengambilan keputusan. Secara garis besar, ada dua faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu faktor dari dalam dan
faktor dari luar diri individu.
Menurut Noorderhaven (1995: 46), faktor-faktor dari dalam diri individu
yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah
kematangan emosi, kepribadian, intuisi, umur. Sedangkan Cervone dkk
(1991: 17) dalam penelitiannya menemukan bahwa suasana hati yang
positif dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi pengambilan
keputusan. Sedangkan menurut Janis & Mann yang dikutip oleh Forgas
(1991: 39) dalam penelitiannya membuktikan bahwa motivasi memainkan
peranan penting dalam pengambilan keputusan.
Menurut Millet (dalam Hasan, 2002: 16), faktor-faktor yang berpengaruh
dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Pria dan wanita
Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat mengambil
keputusan dan wanita pada umumnya relatif lebih lambat dan sering
ragu-ragu.
2. Peranan pengambil keputusan
Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu perlu diperhatikan,
mencakup
kemampuan
mengumpulkan
informasi,
kemampuan
menganalisis dan menginterpretasikan, kemampuan menggunakan
konsep yang cukup luas tentang perilaku manusia secara fisik untuk
memperkirakan perkembangan-perkembangan hari depan yang lebih
baik.
3. Keterbatasan kemampuan
Perlu didasari adanya kemampuan yang terbatas dalam pengambilan
keputusan yang dapat bersifat institusional ataupun bersifast pribadi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Baradell & Klein (1993: 63)
menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa hidup yang tidak menyenangkan
berhubungan dengan rendahnya kualitas pengambilan keputusan.
Selanjutnya dikatakan oleh Bandura & Jourden (1991: 24) pengambilan
keputusan dapat dipermudah atau dihambat oleh adanya efikasi diri. Hal
yang hampir senada dikemukakan oleh Blascovich dkk (1993: 42) yang

mengatakan bahwa sikap individu terhadap objek atau masalah dapat


mempermudah atau menghambat proses pengambilan keputusan.
Miner (1992: 51) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi cara seseorang dalam mengambil keputusan adalah
kreativitas. Keputusan-keputusan yang kreatif akan membantu dalam
memberikan kontribusi bagi perbaikan produktivitas organisasi dan
berperan dalam penelitian produk baru. Berdasarkan pandangan ini,
kreativitas didefinisikan sebagai pencapaian prestasi yang diakui secara
sosial dalam hal produk-produk baru seperti penemuan-penemuan teori,
publikasi, keperluan medis, dan lain sebagainya. Keputusan kreatif ini asli,
berbeda dengan orang lain tetapi bukan keputusan yang eksentrik dan
mampu memberikan kontribusi sosial.
Sebuah keputusan yang kreatif juga memerlukan inteligensi, dan untuk
menjadi kreatif seseorang harus belajar dan mengembangkan
pengetahuan yang didasarkan pada bidang tertentu. Inteligensi ini
merujuk pada kemampuan analisis logis dan pemecahan masalah yang
dapat membantu menghasilkan keputusan yang berkualitas (Kolb dkk,
1984: 58). Meskipun demikian, tingkat inteligensi yang tinggi dan
pengetahuan yang cukup kadang-kadang belum menjamin tercapainya
prestasi yang kreatif karena masih ada faktor lain yang mungkin
berpengaruh pada terbentuknya keputusan kreatif.
Mondi dkk (1990: 47) mengemukakan faktor dari dalam diri individu yang
dapat mempengaruhi seorang manajer atau pimpinan dalam mengambil
keputusan, yaitu kemampuan personal sebagai pengambil keputusan.
Kemampuan dan sikap manajer sebagai pengambil keputusan dianggap
sebagai faktor terpenting untuk dapat mengambil keputusan yang tepat.
Seberapapun besarnya kemampuan seorang manajer dalam membuat
keputusan dan bertanggung jawab, ia memerlukan kemampuan agar
menghasilkan keputusan yang tepat. Kemampuan ini banyak dipengaruhi
oleh pengalaman, tingkat pemahaman dan kualitas manajemen diri
individu. Selain faktor dari dalam diri individu, Mondi dkk (1990: 47) juga
mengemukakan beberapa faktor dari luar diri individu yang dapat
mempengaruhi seorang manajer atau pimpinan dalam mengambil
keputusan,
yaitu:
a) Jenis Keputusan Rutin dan Tidak Rutin
Keputusan rutin yang dibuat diatur berdasarkan kebijakan, prosedur, dan
aturan organisasi juga berdasarkan pilihan manajer. Keputusan ini tidak
serumit keputusan non-rutin, sehingga manajer dapat lebih leluasa dalam
melakukan tugasnya, misalnya memilih orang yang akan bertugas pada
unit kerja tertentu. Keputusan non-rutin membutuhkan kecermatan yang
lebih tinggi dan lebih menentukan berhasil tidaknya suatu pekerjaan

seorang manajer, misalnya dalam melakukan ekspansi pasar,


membangun lahan produksi baru dan sebagainya. Keputusan non-rutin
lebih banyak dibebankan pada manajer tingkat menengah ke atas. Miner
(1992: 51) mengadaptasi pendapat Simon yang mengatakan bahwa
dalam tipe keputusan rutin, teknik yang dapat digunakan mendasarkan
pada kebiasaan, SOP (Standard Operating Procedure), struktur organisasi
atau dengan riset operasi dan proses data elektronik. Tipe keputusan nonrutin dapat diselesaikan dengan menggunakan pertimbangan, intuisi,
kreativitas, seleksi dan pelatihan serta model pemecahan masalah.
b) Waktu yang Tersedia
Waktu dalam membuat sebuah keputusan merupakan faktor yang
penting. Manajer biasanya menggunakan waktu yang sesingkat mungkin
untuk membuat keputusan, bahkan kadang-kadang keputusan harus
diambil di bawah situasi yang sangat kritis dan menekan.
c) Besarnya Resiko yang Harus Ditanggung
Besarnya resiko merupakan hal yang selalu dipertimbangkan secara sadar
atau tidak. Resiko pengambilan keputusan dapat saja mempengaruhi
organisasi, tetapi dapat juga tidak mempengaruhi organisasi. Namun
pengambilan keputusan yang beresiko tinggi, memerlukan upaya dan
waktu yang lebih banyak agar keputusan yang diambil benar-benar
sesuai.
d) Tingkat Penerimaan dan Dukungan oleh Rekan dan Atasan
Penerimaan dan dukungan yang ada tergantung dari banyak hal yang
sifatnya lebih personal, misalnya apakah manajer yang mengambil
keputusan itu usianya jauh lebih muda, apakah ia tidak dianggap outsider
oleh kelompok lain atau apakah ada diskriminasi gender. Hal semacam ini
biasanya diselesaikan melalui perbaikan komunikasi, sehingga manajer
memperoleh rasa hormat dan disegani oleh rekan maupun atasannya.
Menurut Noorderhaven (1995: 49), faktor-faktor dari luar diri individu yang
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah
pendidikan
formal
dan
pengalaman
karir.
Arroba (1998 dalam Kuntadi, 2004: 14) menyatakan ada beberapa faktor
yang mempengaruhi individu dalam proses pengambilan keputusan yang
akan dilakukannya, antara lain :
1. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi.

Informasi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang sedang


dihadapi merupakan hal yang cukup penting bagi pengambil keputusan
sebagai bahan evaluasi. Sumber-sumber informasi dapat dibedakan
menjadi empat bagian, yaitu (Jiunkpe, Waralaba asing, 2006, para.4):
a. Informasi pribadi, merupakan informasi yang berasal dari dalam diri,
seperti pengalaman dan pengetahuan pribadi, keluarga sendiri.
b. Informasi umum, merupakan informasi yang berasal dari luar diri,
seperti media massa, orang lain, lingkungan, tetangga dll.
2. Tingkat pendidikan
Menurut Muhibbin (2002: 11) pendidikan adalah tahapan kegiatan yang
bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan
untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai
pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebaginya. Tingkat pendidikan
individu merupakan salah satu aspek yang terlibat dalam suatu
pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga
tingkatan, yaitu (UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, para.2: 11):
Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar (SD).
Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat
pendidikan menengah (SLTP dan SLTA).
Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi(S1
keatas).
3. Personality
Kepribadian individu merupakan faktor yang memiliki peran terhadap
proses pengambilan keputusan. Kepribadian manusia terdiri dari beberapa
tipe, yaitu (Judiari, 2002: 4):
Motif atau need, contoh: agresif, berprestasi, afiliatif dll.
Kemampuan atau kecakapan, contoh: intelegen, musical, terampil
dll.
Temperamen atau emosi, contoh: energik, pencemas dll.
Style personal, contoh: hati-hati, petualang, ceroboh dll.
Nilai atau keyakinan, contoh: religius, bebas dll.
4. Coping , dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait
dengan permasalahan (proses adaptasi). Strategi coping adalah suatu
proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi
yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara
melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa
aman dalam dirinya (Fachri, Strategi Coping, 2008. para.1).

Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan


oleh individu, yaitu (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Fachri, Strategi
Coping,
2008.
para.1):
a. Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari
penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stres;
b. Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha
untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan
dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh
tekanan.
5. Culture
Menurut Soekanto (1990: 173 dalam Jiunkpe, Waralaba asing, 2006, para.
8), budaya adalah karya, rasa dan cipta masyarakat. Budaya adalah
sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat (Taylor dalam Authors Guide, Faktor-Faktor Budaya, 2006,
Para. 5).
Menurut Soekanto (1990: 176 dalam Jiunkpe, Waralaba asing, para. 9),
budaya memiliki tujuh komponen, yaitu:
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia, seperti pakaian, rumah
dll.
Mata pencarian hidup, seperti pertanian, peternakan dll.
Sistem kemasyarakatan, seperti kekerabatan, perkawinan dll.
Bahasa, seperti bahasa lisan dan tulisan.
Kesenian, seperti seni rupa, seni suara dll.
Sistem pengetahuan, seperti membaca, diskusi dll.
Religi, seperti sistem kepercayaan.

You might also like