You are on page 1of 21

Pengertian / Arti Sajak

3.1

Sajak

Sajak adalah persamaan bunyi. Persamaan yang terdapat pada kalimat atau
perkataan, di awal, di tengah, dan di akhir perkataan. Walaupun sajak bukan
menjadi syarat khusus bagi sesuatu puisi lama, tetapi pengaruhnya sangat
mengikat kepada baentukdan pilihan kata dalam puisi itu. Sajak terbagi enam jenis;
a.

Sajak Awal

Ialah persamaan bunyi yang terdaspat pada awal kalimat, seperti pantun berikut:
Kalau tidak karena bulan
Tidaklah bintang meninggi hari

Kalau tidak karena tuan


Tidaklah saya sampai kemari
b.

Sajak Tengah

Persamaan yang terdapat di tengan kalimat, seperti:


Guruh petus penuba limbat
Ikan lumba berenang-renang
Tujuh ratus jadikan ubat
Badan berjumpa maka senang
(Dr. mandahk)
c.

Sajak Akhir

Sajak yang terdapat pada akhir kalimat. Sajak ini terdapat hamper pada segala puisi
lama dan puisi baru. Misalnya:
Berdiri aku di tepi pantai
Memandang lepas ke tengah laut
Ombak pulang peceh berderai
Keribaan pasar rindu berpaut
(Amir Hamzah)

d.

Asonansi

Persamaan bunyi hujruf hidup (voksal) yang terdapat dalam perkataan atau kalimat.
Misalnya:
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengahlangsung melewat abad
e.

Sejak Sempurna

Dalam memilih perkataan untuk mencapai perasamaan bunyi, tiadalah selalu bunyi
itu jatuh yang sempurna pada suara yang sama, ada yang mirip dan ada yang
benar-benar tepat. Yang tepat disebut sajak sempurna:
Gabak hari awan pun mendung
Pandan terkulai menderita
Sejakmati ayah kandung
Makan berrhurai air mata
f.

Sajak Tak Sempurna

Hanya bunyinya saja yang hamper bersamaan, seperti:


Uncang buruk tak tertali
Kian kemari bergantung-gantung
Bujang buruk tak berbini
Kian kemari meraung-raung

CIRI PUISI, BENTUK PUISI, JENIS PUISI


PUISI
A. Definisi Puisi
Puisi merupakan bentuk karya sastra yang terikat oleh rima, ritme, ataupun jumlah
baris dalam bait, serta ditandai oleh bahasa yang padat
B. Unsur intrinsik puisi
Unsur intrinsik puisi meliputi unsur isi dan unsur bentuk
Unsur isi puisi
1. Tema : pokok pikiran puisi
2. Amanat : pesan yang ingin disampaikan oleh penulis
3. Nada : sikap penyair terhadap pembaca dalam puisi
4. Perasaan : perasaan penyair dalam puisi
Unsur bentuk puisi
1. Larik : kalimat yang ada dalam puisi
2. Bait : kumpulan larik atau baris
3. Pertautan antar bait : hunbungan antar bait
4. Rima : persamaan bunyi
5. Diksi : pilihan kata
Berdasarkan zamannya, puisi bisa dibedakan menjadi puisi lama, puisi baru, dan
puisi kontemporer. Hampir semua puisi lama dibuat dengan sangat terikat pada
aturan-aturan yang meliputi: 1) jumlah kata dalam 1 baris, 2) jumlah baris dalam 1
bait, 3) persajakan (rima), 4) banyak suku kata tiap baris, dan 5) irama (ritma).
C. Puisi Lama
1. Mantra
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu
pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan
dengan adat dan kepercayaan.
Contoh:
Assalammualaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu

Aku membawa sadap gading


Akan membasuh mukamu
2. Bidal
Bidal adalah bahasa berkias untuk mengungkapkan perasaan yang sehalushalusnya, hingga orang lain yang mendengarkan harus mendalami dan meresapi
arti serta maksud dalam hatinya sendiri, biasanya berisi nasihat, sindiran,
peringatan, dan sebagainya. Menurut penggunaannya bidal bisa diklasifikasikan
menjadi beberapa macam, yaitu:
a Pepatah, adalah kiasan tepat yang berupa kalimat sempurna dan pendek, pada
mulanya dimaksudkan untuk mematahkan pembicaraan orang lain. Contoh:
Buruk muka cermin dibelah.
Anjing menyalak takkan menggigit.
Besar bungkus tak berisi.
b Perumpamaan, adalah majas yang berupa perbandingan dua hal yang pada
hakikat berbeda, tetapi sengaja dianggap sama (secara eksplisit dinyatakan dengan
kata-kata pembanding umpama, bak, bagai, seperti, ibarat, dsb). Contoh:
Soraknya seperti gunung runtuh.
Wajahnya laksana bulan kesiangan.
Seperti mendapat durian runtuh.
c Ibarat, adalah perbandingan dengnan seterang-terangnya dengan keadaan alam
sekitarnya, yang mengandung sifat puisi di dalamnya. Contoh:
Hendaklah seperti tembikar, pecah satu pecah semua.
Ibarat bunga, segar dipakai layu dibuang.
Bagai anak ayam kehilangan induk, selalu saja dalam kebingungan.
d Amsal, adalah kalimat pendek untuk mengajarkan suatu kebenaran. Contoh:
Biar badan penat, asal hati suka.
Boleh dipelajari, jangan diikuti (untuk sesuatu yang jelek).
e Tamsil, adalah kiasan pendek yang bersajak dan berirama, seperti pantun kilat
atau karmina. Contoh:
Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.
Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi.
Dekat kabut mata tertutup, dekat maut maaf tertutup.
f Pemeo, adalah kata-kata atau kalimat-kalimat singkat baik yang mengandung
ejekan atau semangat, yang ditiru dari ucapan seseorang, dan kemudian sering
diucapkan atau dipakai dalam masyarakat. Contoh:
Sekali merdeka, tetap merdeka!
Maju terus, pantang mundur!
Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!
3. Pantun. Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya
dalam masyarakat.
Ciri ciri Pantun :
a Setiap bait terdiri 4 baris
b Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
c Baris 3 dan 4 merupakan isi

d Bersajak a b a b
e Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata
f Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
a. Macam-macam Pantun dilihat dari Bentuknya
Pantun Biasa, pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh :
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
Seloka (Pantun Berkait), Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan
satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
Ciri-ciri Seloka:
Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan
ketiga bait kedua.
Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan
ketiga bait ketiga dan seterusnya
Contoh Seloka:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Talibun, Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi
harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris,
susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satiu bait berisi delapan baris,
susunannya empat sampiran dan empat isi. Jadi apabila enam baris sajaknya a b
c a b c. Dan bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a b c d a b c d
Contoh Talibun:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu

Pantun kilat ( karmina ) Pantun ini disebut juga pantun dua seuntai. Pantun kilat
atau karmina atau pantun dua seuntai adalah pantun yang hanya terdiri atas dua
larik, yaitu larik pertama sebagai sampiran dan larik kedua isinya. Sebenarnya
berasal dari empat larik, yang tiap larik bersuku kata empat atau lima, lalu kedua
larik itu diucapkan seolah-olah sebuah kalimat.
Ciri-ciri Karmina :
Setiap bait terdiri dari 2 baris
baris pertama merupakan sampiran
Baris kedua merupakan isi
Bersajak a a
Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata
Contoh :
Pisang kepok
pisang berbiji,
Anak mondok,
diambil istri.
Lalu dijadikan:
Pisang kepok, pisang berbiji
Anak mondok, diambil istri
b. Macam-macam Pantun Dilihat dari Isinya
Pantun anak-anak
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Pantun orang muda
Contoh :
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
Pantun Orang Tua
Contoh :
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
Pantun Jenaka
Contoh :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing

Biar marah tertawa juga


Pantun Teka-Teki
Contoh :
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Jalan-jalan ke Pasar Batu
Jika buntu jalan ke desa
Jika tuan cerdik waskita
bunga apa tak pernah layu
4. Gurindam. Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
Ciri-ciri Gurindam:
a Tiap bait terdiri daari dua baris/larik
b Sajak akhir berirama a a ; b b; c c dst.
c Hubungan baris pertama dan kedua membentuk hubungan sebab akibat
d Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan
suatu sebab akibat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
5. Syair, Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
Ciri ciri Syair :
a Setiap bait terdiri dari 4 baris
b Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata
c Bersajak a a a a
d Isi semua tidak ada sampiran
e Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)

Gagah perkasa tiada tandingnya (a)


6. Kitah Adalah puisi arab yang berisi nasihat nasihat
7. Gazal Adalah puisi arab yang berisi cinta kasih
8. Nazam Puisi arab yang berisi cerita hamba sahaya, raja, sultan, pangeran atau
bangsawan istana
9. Rubai adalah puisi arab yang berkaitan dengan nasihat
10. Masnawi adalah puisi arab yang berisi puji-pujian tentang tingkah laku
seseorang yang mulia
D. Puisi Baru adalah puisi yang sudah mulai meninggalkan aturan-aturan penulisan
seperti pada puisi lama. Hanya saja dalam puisi baru masih memperhatikan jumlah
baris dalam tiap baitnya
1. Jenis puisi baru berdasarkan bait, irama, rima
Puisi baru Indonesia lahir tahun dua puluhan oleh para pujangga Angkatan praPujangga Baru, antara lain, Muhammad Yamin dan Rustam Effendi. Puisi baru bebas
rima dan irama, tetapi jumlah larik tiap bait masih diperhatikan. Puisi ini hanya
terikat oleh jumlah larik tiap bait.
Jenis puisi baru Indonesia, antara lain:
a Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Hang Tuah
Bayu berpuput alam bergulung
Bayu berebut buih dibubung
Selat Malaka ombaknya memecah
Pukul memukul belah membelah
Bahtera ditepuk butiran dilanda
Penjajab dihantuk halauan ditunda
Oleh Amir Hamzah
b Tersina, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Cinta
Dalam ribuan pagi bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Bersinar bagai cendana
Dalam bahagia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mengwarna bagai sari
Oleh Sanusi Pane
c Kuatren adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat
seuntai).
Contoh:
Sebab Dikau
Kasih kuhidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku

Mewangi sari dalam jantungku


.
Oleh Amir Hamzah
d Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh:
Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
(Or Mandank)
e Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam
seuntai). Contoh:
Di kelam hitam mengepung
Menjerit peluit kereta malam
Merintih ke langit
Derita hidup mengepung
Menjerit bangsaku sedang berjuang
Merintih ke langit
(Nursyamsu)
f Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulaudi lautan hijau
Gunung-gemunung bagus rupanya
Dilimpahi air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya.
(Muh. Yamin)
g Stanza / Oktava, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double
kutrain atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa sendiri
Bertambah halus, akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupaan teduh tenang.
(Sanusi Pane)
h Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi
dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-

masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Itali) perubahan dari kata sono
yang berarti suara. Jadi dapat dikatakan bahwa soneta adalah puisi yang bersuara.
Di Indonesia soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muh. Yamin dan
Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai
Pelopor/Bapak Soneta Indonesia. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada
syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam
segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat
belas baris).
Soneta (dari Itali), syarat-syaratnya sebagai berikut.
Terdiri 14 baris, terbagi atas dua kuatren (oktaf) dan dua tersina (sekstet).
Oktaf (8 baris I) melukiskan alam (sampiran), sekstet (6 baris ke II) kesimpulan
dari apa yang dikiaskan pada oktaf.
Peralihan dari oktaf ke sekstet disebut volta.
Rima akhirnya: a b b a (kuatren I); a b b a (kuatren II); a d c (tersina I); d c d
(tersina II)
Soneta Inggris (soneta Shakespeare) syarat-syaratnya sebagai berikut.
terdiri atas tiga kuatren dan satu distikon.
Inti sarinya terkandung dalam distikon yang disebut cauda/koda (ekor).
Rumus akhirnya:a b a b / c d c d / e f e f / g g.
Contoh:
Gita Gembala
Lemah gemulai lembut derana
Bertiuplah angin sepantun rebut
Menuju gunung arah ke sana
Membawa awan bercampur kabut
Dahan bergoyang sambut menyambut
Menjatuhkan embun jernih warnanya
Menimpa bumi beruap dan lembut
Sebagai benda tiada berguna
Jauh di sana diliputi awan
Terdengar olehku bunyi nan rawan
Seperti permata di dada perawan
Alangkah berahi rasanya jantung
Mendengarkan bunyi suara kelintung
Melagukan gembala membawa untung
(Muh. Yamin)
i Sanjak Bebas, adalah suatu bentuk sanjak yang tidak dapat diberi nama dengan
nama-nama yang sudah tertentu baik dalam puisi lama maupun puisi baru. Yang
dipentingkan dalam jenis ini adalah kandungan isi bukan bentuk. Kandungan isi
dimaksudkan sebagai ekspresi bebas dari jiwanya, dari pengungkapan rasa
pribadinya. kalau perlu bahasa pun dapat tunduk kepada isinya. Sanjak-sanjak ini
merupakan salah ciri angkatan 45, sebuah salah satu perwujudan dari gelora
jiwanya.
Contoh:

Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Sanjak karya Chairil Anwar di atas menggambarkan pemberontakan jiwanya,
semangat hidupnya yang menuntut kebebasan.
2. Jenis Puisi baru berdasarkan isinya dibagi sebagai berikut:
a Balada. Balada adalah puisi yang berisi kisah cerita.
b Romance.Romance ialah puisi yang berisi luapan perasaan kasih sayang terhadap
kekasihnya.
c Elegi. Elegi ialah sajak atau puisi bersedih-sedih, suara sukma yang meratapratap, batin yang merintih.
d Ode. Ode ialah sajak yang berisi pujian dan sanjungan terhadap seseorang yang
besar jasanya dalam masyarakat, seseorang yang dianggap pahlawan bangsa
karena darma baktinya kepada nusa dan bangsa.
e Himne. Himne ialah sajak pujian kepada Tuhan atau sajak keagamaan.
f Epigram. Epigram ialah sajak yang berisi ajaran hidup, semangat perjuangan.
g Satire. Satire ialah sajak yang berisi kritik atau sindiran yang pedas atau
kepincangan-kepincangan yang terlihat dalam masyarakat
E. Puisi Kontemporer
Puisi Kontemporer adalah puisi yang sudah tidak menggunakan kaidah penulisan
puisi pada umumnya, puisi kontemporer sudah jauh lebih bebas dari segala aturan
seperti yang ada pada puisi lama dan bahkan puisi baru. Puisi kontemporer
biasanya mengutamakan isi daripada bentuknya. Misalnya, rima, irama dan yang
lainnya, tidak lagi terlalu diperhatikan dalam penyusunan puisi kontemporer.
Puisi kontemporer adalah bentuk puisi kekinian. Puisi tidak lagi dipandang sebagai
karya sastra yang terikat oleh bentuk dan rima, tetapi sebuah puisi diciptakan untuk
menyampaikan gagasan. Chairil Anwar dipandang sebagai pelopor revolusi bentuk
puisi. Baginya bentuk puisi itu tidak penting. Yang penting adalah ujud pengucapan
bantin.
Sebenarnya puisi-puisi Chairil Anwar pun sudah dapat dikatakan sebagai puisi
kontemporer karena bentuk fisik puisinya menjadi contoh penyair-penyair
berikutnya, bahkan sampai sekarang. Namun, istilah kontemporer sendiri mulai
poluper pada era 70-an. Sutardji Calzoum Bahcri sebagai pelopornya.

Sutarji Calzoum Bachri menulis puisi menempatkan bentuk fisik puisi dalam
kedudukan yang terpenting. Pengulangan kata dan bunyi adalah kekuatan puisinya.
Sutardji ingin mengembalikan puisi pada pada hakikatnya, yaitu sebagai doa.
Bentuk doa selalu ada persamaan ritma layaknya sebuah mantra.
Puisi Kontemporer lebih mengutamakan unsur fisiknya karena lebih mementingkan
tipografi dengan gambar atau bentuk grafisnya (Waluy, 1995: 5-22). Sutardji
Calzum Bachri dianggap sebagai pembaharu dunia puisi Indonesia dan termasuk
pelopor puisi Kontemporer. Sutardji mementingkan bentuk fisik (bunyi). Ulangan
kata, frasa,dan bunyi menjadi kekuatan puisinya.
Meskipun puisi kontemporer telah bebas dari segala aturan seperti yang mengikat
pada puisi lama dan bahkan puisi baru, tetapi ia tetap berbentuk puisi yang
memiliki perbedaan dengan karya sastra yang lain. Karya sastra puisi tetap
menggunakan bahasa yang singkat dan padat. Pemilihan kata atau diksi dalam
puisi juga harus sangat selektif dan ketat. Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam
puisi harus diperhitungkan dari berbagai segi, seperti makna, kekuatan citraan, dan
jangkauan simboliknya.
Puisi kontemporer bisa dibedakan menjadi beberapa ragam sebagai berikut:
1. Puisi Tanpa Kata, yaitu puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai
alat ekspresinya. Sebagai gantinya di gunakan titik-titik, garis, huruf, atau simbolsimbol lain.
2. Puisi Mini Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata dalam jumlah
yang sangat sedikit, dilengkapi dengan symbol lain yang berupa huruf, garis, titik,
atau tanda baca lain.
3. Puisi Multi Lingual, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata atau kalimat
dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
4. Puisi Tipografi, yaitu puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud fisik
puisi mampu memperkuat ekspresi puisi. Bahkan wujud fisik puisi dipandangg
sebagai salahh satu unsure puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki makna
tertentu, yang tidak terlepas dari keseluruhan makna puisi.
5. Puisi Supra Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata-kata
konvensional yang dijungkir-balikkan atau penciptaan kata-kata baru yang belum
pernah ada dalam kosakata bahasa Indonesia. Puisi macam ini lebih mementingkan
aspek bunyi dan ritme, sehingga merangsang timbulnya suasana magis (cenderung
sebagai puisi mantra).
6. Puisi Idiom Baru. Puisi ini dibedakan dengan puisi konvensional terutama oleh
penggunaan idiom-idiom baru yang terdapat didalamnya. Puisi idiom baru tetap
menggunakan kata sebagai alat ekspresinya, tetapi kata tersebut dibentuk dan
diungkapkan dengan cara baru, diberi nyawa baru. Digunakan idiom-idiom baru
yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
7. Puisi Mbeling. Puisi ini pada umumnya mengandung unsur humor, bercorak
kelakar. Dalam puisi ini sering terdapat unsure kritik, terutama kritik sosial. Puisi
mbeling tidak mengharamkan penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai
hak yang sama dalam penulisan puisi ini.
Contoh puisi kontemporer karya Sutardji

Tradi Winka dan Sihka


kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
sih
ku
Dalam puisi di atas bentuk grafis sangat dipentingkan penyair, bukan hanya penyair
menulis dengan bentuk zigzag, tapi juga penyair ingin menyampaikan gagasan
lewat pengulangan kata yang dibolak-balik. Di sinilah kenapa Sutardji dipandang

sebagai bapak pembaharu puisi kontemporer karena dia sudah berani mengobokobok bentuk puisi lama yang dalam penyampaianya selalu dalam bentuk bait
empat baris.Dalam bentuk fisik puisi yang tidak biasa itu Sutardji menyampaikan
gagasan lewat kata yang sederhana menjadi sangat rumit dan bermakna. Kata yang
ditulis hanya kawin dan kasih. Namun, di tangan Sutardji kedua kata itu menjadi
kata yang luar biasa yang mempunyai makna tersembuyi di balik bentuk zigzag dan
bolak-balik kata. Tanpa membuat kata tersebut kehilangan makna.
Contoh lain sajak kontemporer yang mementingkan bentuk fisik adalah karya
Ibrahim Sattah
Firman
: Kun
(buat tanda salib)
Adalah malaikat yang dekat denganMu yang duduk dalam halaMu yang senantiasa
sujud yang senantiasa kabut telah lebih dulu raga tatkala berkabar Engkau
kepadanya.
dan
Allah tiada Tuhan selain Dia
dan
Adam yang tak sedap diam
dan
iblis
mematahkan alif
dan
pohon tegahan
membuahkan
firman
dan
angin
dan
api
dan
debu
dan
air
mengalir
dari sabda-Nya
dan
sihir
Yang meniup dengan ludah
Di bumi ini pun
hadir
: Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui
Tuhankuberikan padaku
Firman

Itu
1974
Contoh puisi kontemporer:
Amuk
Ngiau! Kucing dalam darah dia menderas
Lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber
Gegas lewat dalam aortaku dalam rimba
Darahku dia besar dia bukan harimau bu
Kan singa bukan hiena bukan leopar dia
Macam kucing bukan kucing tapi kucing
Ngiau dia lapar dia menambah rimba af
Rikaku dengan cakarnya dengan amuknya
Dia meraung dia mengerang dangan beri
Daging dia tak mau daging jesus dangan
Beri roti dia tak mau ngiau.
contoh di atas adalah bentuk puisi kontemporer yang sampai sekarang banyak
ditiru oleh penyair-penyair muda yang berbakat. Jika puisi lama lebih lebih
menunjukan kesimbangan peranan bentuk fisik yang ditonjolkan pada rima, dengan
bentuk batin, puisi baru lebih menonjolkan bentuk batin dan gagasan, sedangkan
puisi kontemporer lebih menonjolkan struktur fisik dalam menyampaikan gagasan.
F. Menganalisis Puisi
1. Menyebutkan tema puisi
Tema puisi adalah dasar, jiwa, atau isu utama yang menjadi pijakan terciptanya
puisi. Tema puisi merupakan salah satu unsur intrinsik puisi. Unsur intrinsik puisi
adalah unsur-unsur yang ada dalam puisi, baik tersurat maupun tersirat. Unsurunsur tersebut, antara lain,tema, diksi, rima, makna, dan amanat. Untuk memahami
tema puisi, Anda harus memahami unsur-unsur intrinsik puisi tersebut. Cobalah
pahami puisi berikut!
Bungaku Bersemi
Karya: Ach. Makmun Baqir
Bungaku kini bersemi
setelah sewindu terkurung
di lembah sunyi.
Dedaunan yang berguguran
reranting yang dahulu kering
kini telah biru kembali
membentuk singgasana
di tengah pusaran angin.
Tiada sia-sia kiranya
kusirami taman
di kala kemarau murka.
Bungaku kembali bersemi
hatiku kini bersemi.
2. Menjelaskan makna puisi

Makna puisi adalah arti atau maksud atau isi yang terkandung dalam puisi yang
dapat ditangkap oleh pembaca sesuai tingkat pengalaman dan pengetahuannya.
Oleh karena itu, makna puisi akan berbeda-beda manakala penafsirnya tidak sama.
Bahkan, bukan tidak mungkin akan bertolak belakang. Dalam penafsiran, pasti akan
ada unsur subjektivitas. Kedewasaan, kemantapan pengalaman, dan pengetahuan
penafsir akan menentukan mutu rumusan makna puisi. Dengan demikian, hanya
penyairnya yang tahu makna persis puisi tersebut.
Beberapa hal yang berkaitan dengan apresiasi puisi adalah pemahaman terhadap
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik puisi meliputi tema, diksi, bait/larik,
rima, makna, amanat. Adapun unsur ekstrinsiknya adalah latar belakang penulis,
keadaan masyarakat pada saat puisi tersebut digubah, sosial, politik, adat, dan
sebagainya. Untuk lebih meningkatkan daya apresiasi Anda terhadap puisi, cobalah
pahami makna puisi berjudul Bungaku Bersemi
G. Membaca pusi
Membaca puisi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
mengapresiasi atau menghargai, menghayati, dan menikmatinya. Dalam
pembacaan puisi perlu diperhatikan lafal, tekanan/stres, intonasi, volume suara, dan
penampilan/performa yang mencakup gaya dan sikap (untuk pembacaan yang
disaksikan langsung atau di atas panggung).
a Lafal adalah cara seseorang mengucapkan atau menuturkan bunyi bahasa. Jika
lafal seseorang baik, aka bunyi bahasa yang diucapkannya akan mudah dan jelas
ditangkap oleh pendengar.
b Tekanan/stres/aksen adalah keras lembutnya pengucapan kata, kalimat, atau
baris dalam puisi. Maksud adanya aksentuasi adalah untuk menegaskan bagianbagian yang dirasa lebih penting daripada bagian lain.
c Intonasi atau lagu kalimat adalah ketepatan tinggi rendah nada dalam pembacaan
puisi sehingga suara pembaca tidak monoton tetapi berirama. Intonasi sebenarnya
merupakan gabungan dari berbagai unsur, di antaranya nada, tempo, irama/ritme,
tekanan, dan volume suara.

Puisi : Pengertian dan Unsur-unsurnya 27 Juli, 2009


Posted by abdurrosyid in Hobiku Menulis.
Tags: definisi, pengertian, puisi, unsur
trackback
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama.
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti
membangun, membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam
tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang
hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia
adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan
filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang
kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional
dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, katakatanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang
merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah
dalam susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan
sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.

Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan


secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya
condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam
wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa
dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis,
sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari
kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya
disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai
akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada
bahannya, melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil
aktivitas pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan
lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu
proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko
Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat
pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa
merupakan aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo,
1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan
prosa menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata,
larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan
sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang
tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata
yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.

Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa.
Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada
puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi
baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya
ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya
empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme)
adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi.
Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan
bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait),
tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan
dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah
salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima.
Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang
membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna
bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis
puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur,
yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal
sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah
hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata,
baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis
dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan
dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan
penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih
banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian
yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga
berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan

nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan


masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada
sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang
mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair
menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah
sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi.
Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang
tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji
raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan
melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau
lambang. Misal kata kongkret salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan
hidup, dll, sedangkan kata kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat
kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa
figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora,
simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro
parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima

mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek
magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi,
persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh,
repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi.
Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

You might also like