Professional Documents
Culture Documents
3.1
Sajak
Sajak adalah persamaan bunyi. Persamaan yang terdapat pada kalimat atau
perkataan, di awal, di tengah, dan di akhir perkataan. Walaupun sajak bukan
menjadi syarat khusus bagi sesuatu puisi lama, tetapi pengaruhnya sangat
mengikat kepada baentukdan pilihan kata dalam puisi itu. Sajak terbagi enam jenis;
a.
Sajak Awal
Ialah persamaan bunyi yang terdaspat pada awal kalimat, seperti pantun berikut:
Kalau tidak karena bulan
Tidaklah bintang meninggi hari
Sajak Tengah
Sajak Akhir
Sajak yang terdapat pada akhir kalimat. Sajak ini terdapat hamper pada segala puisi
lama dan puisi baru. Misalnya:
Berdiri aku di tepi pantai
Memandang lepas ke tengah laut
Ombak pulang peceh berderai
Keribaan pasar rindu berpaut
(Amir Hamzah)
d.
Asonansi
Persamaan bunyi hujruf hidup (voksal) yang terdapat dalam perkataan atau kalimat.
Misalnya:
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengahlangsung melewat abad
e.
Sejak Sempurna
Dalam memilih perkataan untuk mencapai perasamaan bunyi, tiadalah selalu bunyi
itu jatuh yang sempurna pada suara yang sama, ada yang mirip dan ada yang
benar-benar tepat. Yang tepat disebut sajak sempurna:
Gabak hari awan pun mendung
Pandan terkulai menderita
Sejakmati ayah kandung
Makan berrhurai air mata
f.
d Bersajak a b a b
e Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata
f Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
a. Macam-macam Pantun dilihat dari Bentuknya
Pantun Biasa, pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh :
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
Seloka (Pantun Berkait), Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan
satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
Ciri-ciri Seloka:
Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan
ketiga bait kedua.
Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan
ketiga bait ketiga dan seterusnya
Contoh Seloka:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Talibun, Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi
harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris,
susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satiu bait berisi delapan baris,
susunannya empat sampiran dan empat isi. Jadi apabila enam baris sajaknya a b
c a b c. Dan bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a b c d a b c d
Contoh Talibun:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
Pantun kilat ( karmina ) Pantun ini disebut juga pantun dua seuntai. Pantun kilat
atau karmina atau pantun dua seuntai adalah pantun yang hanya terdiri atas dua
larik, yaitu larik pertama sebagai sampiran dan larik kedua isinya. Sebenarnya
berasal dari empat larik, yang tiap larik bersuku kata empat atau lima, lalu kedua
larik itu diucapkan seolah-olah sebuah kalimat.
Ciri-ciri Karmina :
Setiap bait terdiri dari 2 baris
baris pertama merupakan sampiran
Baris kedua merupakan isi
Bersajak a a
Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata
Contoh :
Pisang kepok
pisang berbiji,
Anak mondok,
diambil istri.
Lalu dijadikan:
Pisang kepok, pisang berbiji
Anak mondok, diambil istri
b. Macam-macam Pantun Dilihat dari Isinya
Pantun anak-anak
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Pantun orang muda
Contoh :
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
Pantun Orang Tua
Contoh :
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
Pantun Jenaka
Contoh :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Itali) perubahan dari kata sono
yang berarti suara. Jadi dapat dikatakan bahwa soneta adalah puisi yang bersuara.
Di Indonesia soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muh. Yamin dan
Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai
Pelopor/Bapak Soneta Indonesia. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada
syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam
segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat
belas baris).
Soneta (dari Itali), syarat-syaratnya sebagai berikut.
Terdiri 14 baris, terbagi atas dua kuatren (oktaf) dan dua tersina (sekstet).
Oktaf (8 baris I) melukiskan alam (sampiran), sekstet (6 baris ke II) kesimpulan
dari apa yang dikiaskan pada oktaf.
Peralihan dari oktaf ke sekstet disebut volta.
Rima akhirnya: a b b a (kuatren I); a b b a (kuatren II); a d c (tersina I); d c d
(tersina II)
Soneta Inggris (soneta Shakespeare) syarat-syaratnya sebagai berikut.
terdiri atas tiga kuatren dan satu distikon.
Inti sarinya terkandung dalam distikon yang disebut cauda/koda (ekor).
Rumus akhirnya:a b a b / c d c d / e f e f / g g.
Contoh:
Gita Gembala
Lemah gemulai lembut derana
Bertiuplah angin sepantun rebut
Menuju gunung arah ke sana
Membawa awan bercampur kabut
Dahan bergoyang sambut menyambut
Menjatuhkan embun jernih warnanya
Menimpa bumi beruap dan lembut
Sebagai benda tiada berguna
Jauh di sana diliputi awan
Terdengar olehku bunyi nan rawan
Seperti permata di dada perawan
Alangkah berahi rasanya jantung
Mendengarkan bunyi suara kelintung
Melagukan gembala membawa untung
(Muh. Yamin)
i Sanjak Bebas, adalah suatu bentuk sanjak yang tidak dapat diberi nama dengan
nama-nama yang sudah tertentu baik dalam puisi lama maupun puisi baru. Yang
dipentingkan dalam jenis ini adalah kandungan isi bukan bentuk. Kandungan isi
dimaksudkan sebagai ekspresi bebas dari jiwanya, dari pengungkapan rasa
pribadinya. kalau perlu bahasa pun dapat tunduk kepada isinya. Sanjak-sanjak ini
merupakan salah ciri angkatan 45, sebuah salah satu perwujudan dari gelora
jiwanya.
Contoh:
Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Sanjak karya Chairil Anwar di atas menggambarkan pemberontakan jiwanya,
semangat hidupnya yang menuntut kebebasan.
2. Jenis Puisi baru berdasarkan isinya dibagi sebagai berikut:
a Balada. Balada adalah puisi yang berisi kisah cerita.
b Romance.Romance ialah puisi yang berisi luapan perasaan kasih sayang terhadap
kekasihnya.
c Elegi. Elegi ialah sajak atau puisi bersedih-sedih, suara sukma yang meratapratap, batin yang merintih.
d Ode. Ode ialah sajak yang berisi pujian dan sanjungan terhadap seseorang yang
besar jasanya dalam masyarakat, seseorang yang dianggap pahlawan bangsa
karena darma baktinya kepada nusa dan bangsa.
e Himne. Himne ialah sajak pujian kepada Tuhan atau sajak keagamaan.
f Epigram. Epigram ialah sajak yang berisi ajaran hidup, semangat perjuangan.
g Satire. Satire ialah sajak yang berisi kritik atau sindiran yang pedas atau
kepincangan-kepincangan yang terlihat dalam masyarakat
E. Puisi Kontemporer
Puisi Kontemporer adalah puisi yang sudah tidak menggunakan kaidah penulisan
puisi pada umumnya, puisi kontemporer sudah jauh lebih bebas dari segala aturan
seperti yang ada pada puisi lama dan bahkan puisi baru. Puisi kontemporer
biasanya mengutamakan isi daripada bentuknya. Misalnya, rima, irama dan yang
lainnya, tidak lagi terlalu diperhatikan dalam penyusunan puisi kontemporer.
Puisi kontemporer adalah bentuk puisi kekinian. Puisi tidak lagi dipandang sebagai
karya sastra yang terikat oleh bentuk dan rima, tetapi sebuah puisi diciptakan untuk
menyampaikan gagasan. Chairil Anwar dipandang sebagai pelopor revolusi bentuk
puisi. Baginya bentuk puisi itu tidak penting. Yang penting adalah ujud pengucapan
bantin.
Sebenarnya puisi-puisi Chairil Anwar pun sudah dapat dikatakan sebagai puisi
kontemporer karena bentuk fisik puisinya menjadi contoh penyair-penyair
berikutnya, bahkan sampai sekarang. Namun, istilah kontemporer sendiri mulai
poluper pada era 70-an. Sutardji Calzoum Bahcri sebagai pelopornya.
Sutarji Calzoum Bachri menulis puisi menempatkan bentuk fisik puisi dalam
kedudukan yang terpenting. Pengulangan kata dan bunyi adalah kekuatan puisinya.
Sutardji ingin mengembalikan puisi pada pada hakikatnya, yaitu sebagai doa.
Bentuk doa selalu ada persamaan ritma layaknya sebuah mantra.
Puisi Kontemporer lebih mengutamakan unsur fisiknya karena lebih mementingkan
tipografi dengan gambar atau bentuk grafisnya (Waluy, 1995: 5-22). Sutardji
Calzum Bachri dianggap sebagai pembaharu dunia puisi Indonesia dan termasuk
pelopor puisi Kontemporer. Sutardji mementingkan bentuk fisik (bunyi). Ulangan
kata, frasa,dan bunyi menjadi kekuatan puisinya.
Meskipun puisi kontemporer telah bebas dari segala aturan seperti yang mengikat
pada puisi lama dan bahkan puisi baru, tetapi ia tetap berbentuk puisi yang
memiliki perbedaan dengan karya sastra yang lain. Karya sastra puisi tetap
menggunakan bahasa yang singkat dan padat. Pemilihan kata atau diksi dalam
puisi juga harus sangat selektif dan ketat. Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam
puisi harus diperhitungkan dari berbagai segi, seperti makna, kekuatan citraan, dan
jangkauan simboliknya.
Puisi kontemporer bisa dibedakan menjadi beberapa ragam sebagai berikut:
1. Puisi Tanpa Kata, yaitu puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai
alat ekspresinya. Sebagai gantinya di gunakan titik-titik, garis, huruf, atau simbolsimbol lain.
2. Puisi Mini Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata dalam jumlah
yang sangat sedikit, dilengkapi dengan symbol lain yang berupa huruf, garis, titik,
atau tanda baca lain.
3. Puisi Multi Lingual, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata atau kalimat
dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
4. Puisi Tipografi, yaitu puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud fisik
puisi mampu memperkuat ekspresi puisi. Bahkan wujud fisik puisi dipandangg
sebagai salahh satu unsure puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki makna
tertentu, yang tidak terlepas dari keseluruhan makna puisi.
5. Puisi Supra Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata-kata
konvensional yang dijungkir-balikkan atau penciptaan kata-kata baru yang belum
pernah ada dalam kosakata bahasa Indonesia. Puisi macam ini lebih mementingkan
aspek bunyi dan ritme, sehingga merangsang timbulnya suasana magis (cenderung
sebagai puisi mantra).
6. Puisi Idiom Baru. Puisi ini dibedakan dengan puisi konvensional terutama oleh
penggunaan idiom-idiom baru yang terdapat didalamnya. Puisi idiom baru tetap
menggunakan kata sebagai alat ekspresinya, tetapi kata tersebut dibentuk dan
diungkapkan dengan cara baru, diberi nyawa baru. Digunakan idiom-idiom baru
yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
7. Puisi Mbeling. Puisi ini pada umumnya mengandung unsur humor, bercorak
kelakar. Dalam puisi ini sering terdapat unsure kritik, terutama kritik sosial. Puisi
mbeling tidak mengharamkan penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai
hak yang sama dalam penulisan puisi ini.
Contoh puisi kontemporer karya Sutardji
sebagai bapak pembaharu puisi kontemporer karena dia sudah berani mengobokobok bentuk puisi lama yang dalam penyampaianya selalu dalam bentuk bait
empat baris.Dalam bentuk fisik puisi yang tidak biasa itu Sutardji menyampaikan
gagasan lewat kata yang sederhana menjadi sangat rumit dan bermakna. Kata yang
ditulis hanya kawin dan kasih. Namun, di tangan Sutardji kedua kata itu menjadi
kata yang luar biasa yang mempunyai makna tersembuyi di balik bentuk zigzag dan
bolak-balik kata. Tanpa membuat kata tersebut kehilangan makna.
Contoh lain sajak kontemporer yang mementingkan bentuk fisik adalah karya
Ibrahim Sattah
Firman
: Kun
(buat tanda salib)
Adalah malaikat yang dekat denganMu yang duduk dalam halaMu yang senantiasa
sujud yang senantiasa kabut telah lebih dulu raga tatkala berkabar Engkau
kepadanya.
dan
Allah tiada Tuhan selain Dia
dan
Adam yang tak sedap diam
dan
iblis
mematahkan alif
dan
pohon tegahan
membuahkan
firman
dan
angin
dan
api
dan
debu
dan
air
mengalir
dari sabda-Nya
dan
sihir
Yang meniup dengan ludah
Di bumi ini pun
hadir
: Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui
Tuhankuberikan padaku
Firman
Itu
1974
Contoh puisi kontemporer:
Amuk
Ngiau! Kucing dalam darah dia menderas
Lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber
Gegas lewat dalam aortaku dalam rimba
Darahku dia besar dia bukan harimau bu
Kan singa bukan hiena bukan leopar dia
Macam kucing bukan kucing tapi kucing
Ngiau dia lapar dia menambah rimba af
Rikaku dengan cakarnya dengan amuknya
Dia meraung dia mengerang dangan beri
Daging dia tak mau daging jesus dangan
Beri roti dia tak mau ngiau.
contoh di atas adalah bentuk puisi kontemporer yang sampai sekarang banyak
ditiru oleh penyair-penyair muda yang berbakat. Jika puisi lama lebih lebih
menunjukan kesimbangan peranan bentuk fisik yang ditonjolkan pada rima, dengan
bentuk batin, puisi baru lebih menonjolkan bentuk batin dan gagasan, sedangkan
puisi kontemporer lebih menonjolkan struktur fisik dalam menyampaikan gagasan.
F. Menganalisis Puisi
1. Menyebutkan tema puisi
Tema puisi adalah dasar, jiwa, atau isu utama yang menjadi pijakan terciptanya
puisi. Tema puisi merupakan salah satu unsur intrinsik puisi. Unsur intrinsik puisi
adalah unsur-unsur yang ada dalam puisi, baik tersurat maupun tersirat. Unsurunsur tersebut, antara lain,tema, diksi, rima, makna, dan amanat. Untuk memahami
tema puisi, Anda harus memahami unsur-unsur intrinsik puisi tersebut. Cobalah
pahami puisi berikut!
Bungaku Bersemi
Karya: Ach. Makmun Baqir
Bungaku kini bersemi
setelah sewindu terkurung
di lembah sunyi.
Dedaunan yang berguguran
reranting yang dahulu kering
kini telah biru kembali
membentuk singgasana
di tengah pusaran angin.
Tiada sia-sia kiranya
kusirami taman
di kala kemarau murka.
Bungaku kembali bersemi
hatiku kini bersemi.
2. Menjelaskan makna puisi
Makna puisi adalah arti atau maksud atau isi yang terkandung dalam puisi yang
dapat ditangkap oleh pembaca sesuai tingkat pengalaman dan pengetahuannya.
Oleh karena itu, makna puisi akan berbeda-beda manakala penafsirnya tidak sama.
Bahkan, bukan tidak mungkin akan bertolak belakang. Dalam penafsiran, pasti akan
ada unsur subjektivitas. Kedewasaan, kemantapan pengalaman, dan pengetahuan
penafsir akan menentukan mutu rumusan makna puisi. Dengan demikian, hanya
penyairnya yang tahu makna persis puisi tersebut.
Beberapa hal yang berkaitan dengan apresiasi puisi adalah pemahaman terhadap
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik puisi meliputi tema, diksi, bait/larik,
rima, makna, amanat. Adapun unsur ekstrinsiknya adalah latar belakang penulis,
keadaan masyarakat pada saat puisi tersebut digubah, sosial, politik, adat, dan
sebagainya. Untuk lebih meningkatkan daya apresiasi Anda terhadap puisi, cobalah
pahami makna puisi berjudul Bungaku Bersemi
G. Membaca pusi
Membaca puisi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
mengapresiasi atau menghargai, menghayati, dan menikmatinya. Dalam
pembacaan puisi perlu diperhatikan lafal, tekanan/stres, intonasi, volume suara, dan
penampilan/performa yang mencakup gaya dan sikap (untuk pembacaan yang
disaksikan langsung atau di atas panggung).
a Lafal adalah cara seseorang mengucapkan atau menuturkan bunyi bahasa. Jika
lafal seseorang baik, aka bunyi bahasa yang diucapkannya akan mudah dan jelas
ditangkap oleh pendengar.
b Tekanan/stres/aksen adalah keras lembutnya pengucapan kata, kalimat, atau
baris dalam puisi. Maksud adanya aksentuasi adalah untuk menegaskan bagianbagian yang dirasa lebih penting daripada bagian lain.
c Intonasi atau lagu kalimat adalah ketepatan tinggi rendah nada dalam pembacaan
puisi sehingga suara pembaca tidak monoton tetapi berirama. Intonasi sebenarnya
merupakan gabungan dari berbagai unsur, di antaranya nada, tempo, irama/ritme,
tekanan, dan volume suara.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa.
Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada
puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi
baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya
ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya
empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme)
adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi.
Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan
bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait),
tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan
dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah
salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima.
Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang
membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna
bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis
puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur,
yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal
sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah
hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata,
baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis
dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan
dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan
penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih
banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian
yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga
berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan
mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek
magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi,
persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh,
repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi.
Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.