You are on page 1of 2

Bohong yang Dibolehkan

Sep 17, 2014Muhammad Abduh Tuasikal, MScAkhlaq, Tema Menarik5 Komentar

Adakah bohong atau dusta yang dibolehkan?

Asalnya memang berbohong itu terlarang dikecualikan dalam tiga hal. Ketika itu berbohong jadi
rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat yang besar.

Ada hadits yang menyebutkan hal ini,

- -

- -

.





.
Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Muaythin, ia di antara para wanita yang berhijrah
pertama kali yang telah membaiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ia mengabarkan bahwa ia
mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak disebut pembohong jika
bertujuan untuk mendamaikan dia antara pihak yang berselisih di mana ia berkata yang baik atau
mengatakan yang baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).

Ibnu Syihab berkata, Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di
dalamnya kecuali pada tiga perkara, Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan
suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).
(HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).

Dusta dan Bohong Tetap Haram

Contoh perkataan suami pada istrinya yang dimaksud di atas, Tidak ada seorang pun yang lebih
aku cintai selain dirimu. Atau sebaliknya istri mengatakan seperti itu.

Intinya, dusta tetaplah suatu perkara yang diharamkan. Bohong atau dusta hanyalah diringankan
pada suatu perkara yang dianggap punya maslahat yang besar yaitu yang disebutkan dalam
hadits di atas. Dalam suatu kondisi berdusta malah bisa diwajibkan untuk menghindarkan diri
dari kehancuran atau kebinasaan seseorang. (Lihat Nuzhatul Muttaqin karya Syaikh Prof Dr.
Musthofa Al Bugho, dkk, hal. 134).
Tawriyah, Permainan Kata

Namun apakah dusta yang dimaksudkan adalah dusta yang tegas ataukah cuma permainan kata-
kata saja (disebut: tawriyah). Yang dimaksud tawriyah adalah menampakkan pada yang diajak
bicara tidak sesuai kenyataan, namun dari satu sisi pernyataan yang diungkap itu benar.

Misalnya, ada yang mengatakan demi mendamaikan yang berselisih, Si Ahmad (yang
sebenarnya mencacimu) itu benar-benar memujimu. Maksud pujian ini adalah pujian umum,
bukan tertentu karena setiap muslim pasti memberikan pujian pada lainnya.

Misalnya yang lain, karena perselisihan demi mendamaikan, si pendamai berkata, Si fulan yang
penuh dendam padamu itu selalu mendoakanmu. Mendengar seperti itu, tentu akan reda
pertikaian yang ada. Karena memang setiap muslim itu akan mendoakan yang lainnya dalam doa
termasuk dalam shalatnya. Seperti saat tasyahud pada bacaan assalamu alaina wa ala
ibadillahish sholihiin (salam untuk kita dan hamba Allah yang shalih). Yang dimaksud di sini
adalah doa bagi setiap muslim. Jadi seakan-akan perkataannya tadi menunjukkan dusta, namun
dari satu sisi benar karena ia pun mendoakan kaum muslimin secara umum dalam shalat.

Namun yang ingin menyelesaikan atau mendamaikan perselisihan hendaklah menjauhkan diri
dari dusta. Kalau terpaksa, maka hendaklah yang dilakukan bentuknya adalah tawriyah.
Tawriyah itu dibolehkan jika ada maslahat.

Tawriyah pada Pasangan Suami Istri

Sedangkan contoh perkataan dusta atau bohong pada istri yang dibolehkan itu seperti apa?

Bentuknya juga adalah tawriyah, yaitu mengatakan sesuatu yang nampak menyelisihi kenyataan
namun satu sisi ada makna benarnya. Contoh misalnya yang dikatakan oleh suami pada istrinya,
Engkau adalah manusia yang paling aku cintai. Ini tujuannya untuk mengikat cinta dan kasih
sayang antara sesama pasangan.

Akan tetapi hendaklah tidak diperbanyak bentuk tawriyah di antara suami istri. Jika sampai apa
yang diucap menyelisihi realita dan terungkap, maka yang muncul di antara pasangan adalah
saling benci dan bermusuhan.

Penjelasan terakhir di atas, penulis nukil dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin dalam Syarh Riyadhus Sholihin, juz ke-3.

Semoga Allah memberikan kepahaman. Wallahu waliyyut taufiq.

Diselesaikan menjelang Maghrib, 22 Dzulqodah 1435 H di Pesantren DS

You might also like