You are on page 1of 21

Analisis Manajemen Mutu pada Industri Batik Cetak PT.

X, Jakarta Selatan
1 2 2
Umi Tyasih , Bambang Pramudya dan Hartrisari Hardjomidjojo

Abstract

Garment industry export has been increased 14,6% at 2001 more than at 2000 included export from
batik printing industry which have unique characteristic and added value for their marketing. As long as
crisis term, this sector is able to hold at that moment. PT. X is one company able to hold at that
moment.
The purposed of this study is recognized quality management performance, quality control, some
factor are influenced and recommended to improve it. This study is held with a survey method by using
questioner. This study will be analyzed by description using quality management definition (ISO 8402)
and some elements of seven tools and product standard.
PT. X has commitment to work as efficiently at all company activities and management has good
considered about quality product. Inhibiting factor of management quality at PT. X are focus of
controlled at end product, quality is not employee way of life at PT. X yet, work is as not as team work,
management has believed on evaluation controlled of end product and 92,6% PT.X employee education
have dominated under high school.
Based on PT. X defect products as long as 2003 that analyzed control chart have indicated at
Upper Controlled Limited and Lower Controlled Limited area and show of normally indication. One of the
factor influencing him are line dead of order before the product experience of mode of out product
importing country because consideration of needed to time send the product to state of is target of
exporting while workers not ready and the condition is one of the characteristic of activity of UKM.
Characteristics of defect product as same as product defect that definated by Indonesian national
Standard (SNI). Defect products caused by hole or torn that not permitted by SNI, were find at PT. X.
The defect product PT. X caused by mistake in coloring, hole or torn and spot were happen on kain
batik processing.
Management commitment was give more attention about quality product was prevented and
improved at all level management PT. X. The defect product can be decreased by improvement quality
at medium term, using international standard for their product, quality controlled was optimalisazed at
kain batik processing, knowledge and skill of employee were increased by course, rotation, cadre and
optimalization place of standard operation.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Mutu atau mutu produk tidak terlepas dari manajemen mutu (bagian dari semua fungsi
perusahaan) yang dilaksanakan pada semua tahapan proses, mulai dari perencanaan lini produk
dan fasilitas, sampai penjadwalan dan monitoring hasil. Manajemen mutu merupakan bagian dari
semua fungsi yang lain (pemasaran, sumber daya manusia atau SDM, keuangan dan lain-lain).
Penerapan manajemen mutu sekarang ini sedang dikembangkan di semua sektor industri,
termasuk di dalamnya industri manufaktur. Industri manufaktur adalah kelompok usaha sejenis yang
mengolah bahan-bahan menjadi barang setengah jadi atau barang-barang jadi yang bernilai tambah
lebih besar (Prawirosentono, 2001). Industri manufaktur di Indonesia berupaya juga untuk
mengembangkan potensi agar dapat bersaing dalam era persaingan bebas atau paling tidak dapat
bertahan dalam situasi tersebut melalui pengembangan produk ekspor ke mancanegara.
Salah satu cabang produk industri kecil sandang, kulit dan lain-lain yang cukup menarik untuk
ditelaah adalah produk industri batik. Produk batik sebagai produk yang unik memiliki nilai tambah di
mata pembeli luar negeri sehingga memungkinkan produk tersebut dapat diterima oleh konsumen
luar negeri. Keunikan dan lokalitas yang diterima secara universal memberikan nilai tambah bagi
pemasaran produk batik Indonesia di pasar dunia. Perkembangan ekspor produk batik selama tahun
1995 - 1997 ke luar negeri terlihat cenderung lebih stabil dibandingkan perkembangan ekspor
sandang, kulit dan lain-lain secara umum (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2000).
Pada awal perkembangannya, teknik pembuatan batik Indonesia terbatas hanya pada
pembuatan batik tulis dan batik cap. Demikian pula dengan motif yang awalnya terpaku pada pola-

1
Alumni PS MPI, SPs IPB
2
Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB
81

pola tradisional seperti pola ceplok, lerek, lunglungan, semen dan pinggiran (Badan Standarisasi
Nasional, 1989). Seiring dengan perkembangan jaman, maka batik modern terus dikembangkan
dengan tetap tidak meninggalkan nilai khasnya. Pada tahun 1815 dibuat stempel dari tembaga untuk
membuat cap dan hal ini merupakan awal perkembangan batik cap. Tahun 1902 penah
dikembangkan alat cap dari kayu, namun tidak berkembang dengan baik. Pada tahun 1966 mulai
dikembangkan sistem pembuatan kombinasi batik painting dan tulis. Batik yang dibuat secara
painting ini telah berkembang pada tahun 1967 dengan nama batik modern atau batik gaya bebas
(Susanto dan Sewan,1973).
Batik cetak sebagai salah satu perkembangan dari batik modern berbeda dengan batik
tradisional yang lebih banyak menggunakan keahlian tangan dalam membatik. Batik cetak
menggunakan screen ukuran 1,5 m x 1 m untuk mencetak batik pada kain putih di atas meja
panjang ukuran 1,2 m x 30 m, sebagaimana pada proses sablon. Produk batik yang diminta oleh
pihak pembeli luar negeri dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu produk kain batik sebagai bahan baku
untuk usaha konveksi dan produk batik siap pakai seperti pakaian wanita, pakaian pria, sarung dan
selendang. Secara umum ekspor produk batik Indonesia telah mencapai seluruh kawasan dunia.
Permintaan ekspor batik Inonesia di seluruh kawasan secara relatif cukup stabil, kecuali untuk
kawasan Amerika dan Timur Tengah.
Awalnya produk batik cetak yang dihasilkan oleh PT. X pada tahun 1965 oleh orang tua
pemilik (Suhadi) hanya berupa kain batik, tetapi sejak tahun 1980-an batik cetak Kraton Mas
dikembangkan oleh putranya, yaitu Ir. Suhendra Suhadi dan Wiryanto Suhadi menjadi pakaian jadi
wanita berupa daster. Kedua pemilik tersebut mengembangkan batik cetak menjadi pakaian wanita
komersial untuk diekspor. Kolaborasi keduanya berhasil menjadikan PT. X menjadi salah satu
perusahaan yang berhasil memasuki ekspor dunia dengan menggabungkan unsur seni dengan nilai
ekonomis. Selain memproduksi daster batik untuk pasar ekspor dan dalam negeri sebagai produk
utama, PT. X menghasilkan produk sampingan berupa sarung.

2. Permasalahan
a. Bagaimana perencanaan pengendalian dan perbaikan manajemen mutu di PT. X, Jakarta
Selatan ?
b. Faktor-faktor apakah yang menghambat dan mendorong dari penerapan suatu manajemen dan
pengendalian mutu di PT. X, Jakarta Selatan ?
c. Bentuk rekomendasi bagaimana yang diperlukan bagi sistem perbaikan penerapan manajemen
mutu di PT. X, Jakarta Selatan ?

3. Tujuan
a. Mengetahui penerapan perencanaan, pengendalian dan perbaikan manajemen mutu di PT. X ,
Jakarta Selatan.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendorong dari penerapan suatu
manajemen mutu dan pengendalian mutu di PT. X , Jakarta Selatan.
c. Merekomendasikan sistem perbaikan penerapan manajemen mutu di PT. X, Jakarta Selatan.

METODOLOGI

1. Lokasi
Kajian dilakukan di sebuah industri batik cetak PT. X yang terletak di Jakarta Selatan.

2. Metode Kerja
Pengumpulan data
Pengumpulan data yang berkaitan dengan mutu produk seperti data aktivitas perusahaan, data
produk cacat dan data pendukung produksi digunakan kuesioner. Data tersebut diperlukan untuk
menganalisa penerapan perencanaan, pengendalian dan perbaikan manajemen mutu dengan
berbagai faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kegiatan industri batik PT. X,
yaitu :
a. Rencana mutu : Tujuan dan sasaran mutu, serta melakukan spesifikasi proses-proses operasi
penting dan sumber daya yang diperlukan.
b. Pengendalian mutu : Kegiatan pengukuran kinerja produk-produk, membandingkan dengan
standar produk dan spesifikasi, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


82

c. Jaminan mutu : Kegiatan yang terus menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan
dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen.
d. Perbaikan mutu : Langkah-langkah dalam menangani produk-produk yang mutunya tidak baik
atau cacat.

Alat bantu yang digunakan adalah beberapa elemen seven tools untuk melihat aspek
manajemen mutu, dengan fokus pada data produk cacat yang dihasilkan industri batik PT. X
dengan pembanding beberapa standar yang sudah ada. Kajian dilihat dari sisi berikut :
a. Mengenali proses cara pengendalian produksi dengan seven old tools terhadap data kapasitas
produksi yang telah dicapai dan terpasang, data pemasok, data bahan baku dan penolong, data
produk cacat, data langkah penanggulangan produk cacat dan lain-lain.
b. Mengenali faktor-faktor yang berpengaruh pada mutu produk di perusahaan, sebagai dasar
pengembangan perbaikan kebijakan sistem manajemen mutu yang akan diterapkan oleh
perusahaan.
c. Merekomendasikan perbaikan sistem pengendalian mutu.

Pengolahan dan analisis data


Batik rayon adalah bahan tekstil hasil pewarnaan menurut corak-corak khas corak batik
Indonesia dengan menggunakan lilin batik sebagai zat pelintang dengan bahan kayu rayon viscose.
Untuk batik rayon sendiri berdasar Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan Badan
Standarisasi Nasional memiliki syarat mutu batik rayon sebagai tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat dan mutu Batik Rayon menurut SNI
No. Jenis Uji Persyaratan
1. Ciri Batik Memenuhi salah satu syarat :
a. Ciri batik tulis
b. Ciri batik cap
c. Ciri batik kombinasi
2. Komposisi Serat 100% rayon viskosa
3. Perubahan ukuran kain setelah pencucian
3.1. Arah lusi maksimum 3%
3.2. Arah pakan maksimum 3%

4. Cacat kain akibat proses pembatikan


4.1. Jumlah noda warna permeter (ukuran panjang maksimum 4
0,2 cm 0,5 cm)
4.2. Sobek kain tidak ada

5. Kekuatan tarik kain per 2,5 cm


5.1. Arah lusi minimum 170 N
5.2. Arah pakan minimum 120 N

6. Nilai tahan luntur warna


6.1. Pencucian 40 C
6.1.1. Perubahan warna * minimum 3-4
6.1.2. Penodaan warna ** minimum 3
6.2. Gosokan
6.2.1. Kering ** minimum 3
6.2.2. Basah ** minimum 2-3
6.3. Keringat asam
6.3.1. Perubahan warna ** minimum 3
6.3.2. Penodaan warna ** minimum 2-3
6.4. Sinar *** minimum 3

7. Kadar Kanji maksimum 6%


Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1996.
Keterangan : * Skala abu-abu
** Skala penodaan
*** Wol biru

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


83

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Umum
Usaha pembuatan batik telah dirintis sejak tahun 1965 oleh Suhadi di Jalan Karet Pedurenan
Gang Sidik No. 93 Kelurahan Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Awalnya
produk batik yang dihasilkan berupa batik tradisional yang dibuat secara manual. Sejalan dengan
perkembangan dunia usaha tahun 1975, proses pembuatan batik mulai menggunakan mesin dan
pada tahun 1980-an memproduksi batik modern.
Ir. Suhendra Suhadi yang berlatar belakang pendidikan sarjana teknik industri, pada tahun 1991
mendirikan PT. X untuk meneruskan produksi batik dengan modal awal Rp. 500.000.000. Saat ini
PT X bergerak di bidang industri batik cetak dengan fokus utama pemasaran untuk ekspor.
Pada tahun 1996 modal perusahaan diperkuat dengan kredit modal kerja dari Bank. Fasilitas
yang dimiliki oleh perusahaan saat ini adalah :
a. Bangunan
1) Pabrik seluas 1,2 ha yang digunakan untuk memproduksi kain batik cetak di Balaraja
Tanggerang yang dilengkapi dengan mess untuk karyawan dan keluarga.
2) Workshop, warehouse dan showroom yang terletak di Jakarta Selatan, yang merupakan
tempat sebagian besar proses membuat pakaian jadi wanita (daster).
3) Kantor yang terletak di. Jl Melawan 26/5 Komplek Guna Bank Jakarta Pusat. Sebagian kecil
pembuatan pakaian jadi wanita dilaksanakan di tempat ini, akibat terbatasnya ruang.
b. Mesin dan peralatan
1) Pabrik yang berada di Tangerang telah dilengkapi mesin berikut :
- 1 unit curring machine
- 1 unit padding machine
- 1 unit cylinder drying machine
- 2 unit washing machine
- 1 unit boiler
- 1 unit calendar machine
- 28 unit meja printing (ukuran 1,2 m x 30 m)
- telpon dan fax
2) Workshop, showroom, gudang dan kantor di Jl. Karet Pedurenan, Kuningan Jakarta Selatan
telah dilengkapi mesin dan peralatan berikut :
- 100 unit mesin jahit
- 3 unit mesin obras
- 3 unit mesin pelubang kancing
- 8 unit setrika
- peralatan packing barang
- peralatan kantor
3) Workshop di Mangga Dua telah dilengkapi mesin dan peralatan seperti 50 unit mesin jahit
dan peralatan kantor

Dengan kondisi mesin terpasang seperti itu, maka dengan asumsi memiliki 25 hari kerja (1
hari kerja selama 8 jam) dapat diproduksi 302.400 potong baju atau 25.200 lusin/bulan. Dengan
rataan produksi 10.000 lusin/bulan, maka kapasitas yang terpakai baru 40%. Kondisi disesuaikan
dengan order yang diterima oleh perusahaan.
c. Kendaraan operasional
Saat ini kendaraan operasional perusahaan yang dimiliki berupa 1 unit mobil box dan 2 unit
mobil minibus.
d. Tenaga kerja
Tenaga kerja yang dimiliki perusahaan saat ini 432 orang dengan komposisi 10 orang di
tingkat manajemen, 19 orang bekerja sebagai tenaga administrasi, 3 orang bekerja di unit
pemasaran dan 400 orang bekerja sebagai buruh pabrik.
Bahan baku utama berupa kain rayon dipasok dari beberapa perusahaan lokal seperti PT.
Sri Rejeki Isman (Jakarta), PT. Surya Sido Agung Mulia dan PT. Agung Agung Kuncorotex
(Solo), PT. Samitex Sewon (Yogyakarta), PT. Sri Kapas Agung Sri (Sukoharjo) dan PT. Buana
Harimau Tekstil. Kain yang digunakan untuk membuat batik adalah rayon dengan kualifikasi
Grade A, B dan C. Pakaian Batik untuk ekspor dibuat dari kain rayon Grade A mutu yang terbaik
dan tidak pernah dibuat dari Grade B ataupun Grade C, yaitu hanya digunakan untuk produksi

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


84

kain batik untuk daster yang dipesan pedagang dari Pekalongan. Produksi ini hanya
dilaksanakan pada saat terjadi kekosongan produksi untuk ekspor, yaitu bulan Agustus sampai
Januari. Produksi batik Kraton Mas untuk ekspor biasanya dibuat pada bulan Februari sampai
dengan Mei. Bulan Juni dan Juli adalah waktu pengiriman barang/ekspor.
Bahan baku penolong berupa obat pewarna diperoleh dari perusahaan lokal juga seperti
PT. Kunci Chemical, PT. Basf Indonesia, PT. Garlic Bina Mada, PT. Inti Sumber Lestari dan PT.
Kapo Kimia Kencana. Sedangkan pemasok solar mesin didatangkan dari PT. Daya Prima Abadi
Jaya.

Proses Produksi
Alur produksi industri batik PT. X terbagi dalam 2 proses produksi utama sebagaimana yang
dimuat pada Gambar 1 dan 2.

MULAI

Order :
- Telpon
- Langsung
- Internet

DESAIN

PENCETAKAN

PENYATUAN
WARNA

PENCUCIAN

PENGUAPAN

FIKSASI

Tidak
SESUAI

Ya
PRODUK CACAT
KAIN BATIK

MUSNAH/JUAL
MURAH PERAPIHAN

SELESAI PENYIMPANAN

PEMOTONGAN

Gambar 1. Diagram proses pembuatan kain batik di PT. X

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


85

PEMOTONGAN

PENJAHITAN

Tidak SESUAI

Ya
PRODUK CACAT
PAKAIAN BATIK
WANITA

MUSNAH/JUAL
MURAH PERAPIHAN

PENGEMASAN

PENJUALAN PENYIMPANAN

SELESAI

Gambar 2. Diagram proses pembuatan pakaian batik wanita di PT. X

Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 1 dan 2, kegiatan produksi di PT. X terdiri dari 2 kegiatan
utama produksi, yaitu produksi kain batik dan produksi pakaian batik wanita berikut :
a. Produksi kain batik mencakup kegiatan :
1) Desain : Desain dibuat menggunakan komputer dengan program desain grafis untuk
membuat screen cetak warna ukuran 1,5 m x 1 m. Motif yang dibuat sesuai dengan budaya
negara tujuan ekspor dan sesuai dengan selera atau permintaan pembeli
2) Pencetakan (Printing) : Kain rayon putih dibentangkan di atas meja ukuran 30 m x 1,2 m,
kemudian dilakukan pencetakan warna menggunakan screen di atas meja tersebut. Proses
pencetakan ini seperti proses cetak sablon. Tenaga kerja untuk 1 meja adalah 2 3 orang.
Meja yang terpasang sebanyak 28 unit.
3) Penyatuan warna (Curing) : Setelah dicetak, kain dikeringkan dengan cara dibentangkan di
atas beberapa tiang rak. Setelah kain kering, dilakukan proses menyatukan warna hasil
pencetakan dengan menggunakan mesin curing.
4) Pencucian (Washing) : Setelah warna menyatu dilakukan proses pencucian kain dengan
mesin cuci.
5) Penguapan (Steaming) : Setelah pencucian kain selesai, kain dikeringkan dengan mesin
pengering.
6) Fiksasi : Setelah kain kering, kemudian dilakukan fiksasi, yaitu melapisi kain dengan lilin,
agar warna lebih padat dan mengkilap.
7) Pengawasan mutu (Quality Control atau QC) : Setelah selesai fiksasi, kain diperiksa dan
dilihat mutunya.
8) Perapihan (Finishing) : Setelah selesai diperiksa, kain digulung dengan rapi dan siap
menjadi bahan setengah jadi untuk pembuatan pakaian batik wanita (daster dan blouse).
9) Penyimpanan (Stock) : Kain yang akan digunakan disimpan di workshop.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


86

b. Produksi pakaian batik wanita mencakup kegiatan :


1) Pemotongan (Cutting) : Kain batik yang berasal dari penyimpanan maupun yang sudah
melalui tahap finishing dan siap proses, dipotong berdasarkan pola yang sudah dibuat.
2) Penjahitan (Sewing) : Kain yang sudah dipotong berdasarkan pola, dijahit, diobras dan diberi
kancing jika dibutuhkan.
3) Pengawasan mutu (QC) : Hasil jahitan kemudian diperiksa dan melakukan pemisahan poduk
yang cacat.
4) Perapihan (Finishing) : Setelah selesai pakaian disetrika dengan rapih.
5) Pengemasan (Packaging) : Setelah pakaian rapih, dimasukkan ke dalam plastik dan diberi
label (merk). Setiap 12 pakaian jadi dimasukkan ke dalam sebuah kardus dan barang siap
untuk diekspor.
6) Penyimpanan (Stock) : Pakaian jadi yang telah dikemas, sebagian darinya disimpan untuk
menunggu waktu diekspor.
7) Penjualan : Penjualan produk dilakukan setelah barang siap untuk diekspor, baik yang berasal
dari produk yang telah melalui tahap pengemasan maupun yang berasal dari tempat
penyimpanan.

Kegiatan pembuatan kain batik mulai dari pencetakan, penyatuan warna, penguapan,
penyelesaian hingga pengawasan dilakukan di pabrik yang berada di Tangerang. Sistem printing
yang digunakan adalah dengan disperse/reactive dyes dengan 2 tahap pengerjaan, yaitu tahap fixing
agent dengan dry heat process yang menggunakan steam singkat, kemudian tahap memilih larutan
warna (paste) dengan viskositas rendah pada kondisi off medium atau micro acid sodium alginate
larutan warna (paste) atau medium emulsion larutan warna.
Guna menghemat harga produksi khususnya bahan kimia dan pewarna, produksi untuk satu
model daster minimum dilakukan dengan rataan 100-200 lusin. Kebijakan tersebut dianggap memiliki
nilai ekonomis.

Pemasaran Produk PT. X


Produk utama daster batik yang dipasarkan oleh perusahaan adalah batik Kraton Mas
(dipatenkan tahun 1999, setelah terjadi pemalsuan merk oleh perusahaan lain yang berlangsung
sejak tahun 1997 - 1998) khusus dijual untuk ekspor. Sedangkan produk sampingan berupa daster
batik Ghawara dan Alok untuk pasar dalam negeri. Daster tersebut dibuat dalam satu ukuran (free
size) atau tidak ada perbedaan ukuran kecil, sedang atau besar, sehingga perusahaan dapat
membuat ukuran standar Kraton Mas dengan lebih mudah. Cara penjualan secara umum PT. X
dapat dilihat pada Gambar 3.
Produk batik yang tidak memenuhi standar perusahaan untuk diekspor (cacat) dijual kepada
pedagang yang datang ke workshop di Karet Pedurenan dengan harga rendah. Sebelum produk
tersebut dijual ke pasar lokal, produk tersebut diperbaki oleh para pedagang yang datang ke kantor
PT.X. Selain melakukan penjualan ekspor daster batik, perusahaan menjual sarung Al-Usthath
dan Pario, sejenis kain penutup untuk dipakai di pantai. Perusahaan membeli dari pengrajin Sarung
dan Pario kemudian mengemas dan menjualnya. Pasar yang dituju untuk dua produk ini adalah
pasar dalam negeri.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


87

Mulai

Negosiasi :
- Langsung
- Telpon
- Internet

Tunai

Letter of
Credit

Kontrak Kontrak
Penjualan Penjualan

Pembayaran
Pembeli buka
uang muka
LC at sight
30-50%

Produksi Produksi

Pengiriman Pengiriman
barang ke barang ke
konsumen konsumen

Barang diterima Barang diterima Barang diterima


pembeli pembeli pembeli

Bank membayar
Sisa pembayaran
setelah menerima
via collection oleh
dokumen
Bank maks. 1 bulan
pengiriman

Selesai

Gambar 3. Diagram alur cara penjualan PT. X

2. Hasil Kajian
a. Manajemen mutu di PT. X
Secara umum, kegiatan manajemen mutu yang telah dilakukan oleh PT. X mencakup hal
berikut :
1) Rencana mutu
Perencanaan mutu PT. X dilakukan setelah adanya permintaan untuk desain dan harga
tertentu dari pembeli. Bahan baku dan bahan penolong dicari ke pasar setelah ada kepastian
permintaan tersebut. Dari pengalaman perusahaan yang dirasakan selama ini bahwa produk

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


88

yang dapat diterima adalah produk yang memberikan harga lebih bersaing dan sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan konsumen, khususnya untuk negara-negara di kawasan Afrika dan
Timur Tengah yang selama ini menjadi negara-negara dominan tujuan ekspor PT. X. Dalam
hal penentuan harga, PT. X tidak menentukan dari awal transaksi, namun ditentukan setelah
terdapat kesesuaian desain dan mutu yang dibutuhkan oleh konsumen. Produk yang dihasilkan
merupakan produk pesanan.
2) Pengendalian mutu
Kegiatan pengukuran kinerja produk dilakukan dengan membandingkan produk yang
dihasilkan menurut standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada
penyimpangan. Pada umumnya pengawasan diupayakan di setiap fase kegiatan masing-
masing unit kerja yang beroperasi pada proses kegiatan produksi. Dua tahap utama kegiatan
produksi PT. X adalah pembuatan kain batik dan pembuatan pakaian jadi wanita, masing-
masing telah memiliki unit quality control.
3) Jaminan mutu
Dalam hal pemberian jaminan mutu, PT. X akan mengganti produk yang sama dengan
mutu yang lebih baik, apabila ada produk yang dikeluhkan oleh pelanggan. Upaya tersebut
lebih banyak dilakukan oleh pihak manajemen, yaitu direktur bersama tim pemasaran.
4) Perbaikan mutu
Dalam hal menangani produk yang cacat atau reject atau return, PT. X mengambil
langkah kebijakan dengan menjual kembali produknya itu dengan resiko mengalami penurunan
nilai jual. Produk dengan kodisi tersebut biasanya dibeli oleh para penjual barang cacat yang
datang ke perusahaan.
Sebagai salah satu perusahaan kecil yang mempunyai visi 10 tahun akan datang untuk
menjadi perusahaaan menengah yang mampu bertahan pada persaingan pasar bebas, maka PT.
X cukup menyadari bahwa salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah faktor mutu produk
yang baik. Secara umum penerapan manajemen mutu di PT. X tergambar pada Tabel 2.

Tabel 2. Penerapan manajemen mutu di PT. X

No. Kegiatan Penerapan Keterangan


1. Rencana mutu Sudah Masih berupa rencana jangka pendek yang dise-
suaikan dengan rencana pemasaran perusahaan.
2. Pengendalian mutu Sudah Belum optimal karena QC masih difokuskan pada
produk akhir berupa kain batik dan produk daster
batik.
3. Jaminan mutu Sudah - Penggantian produk cacat dengan produk yang
mutunya lebih baik.
- Memberikan tanggapan keluhan konsumen
dengan cepat dan tepat.
- Belum memiliki unit khusus yang menanggapi
keluhan konsumen.
4. Perbaikan mutu Sudah Masih berupa penjualan produk cacat pada
pedagang penampung dengan resiko penurunan
harga jual.

Terdapat beberapa faktor pendukung dari penerapan manajemen mutu di perusahaan PT.
X, yaitu :
1) Sudah adanya kesadaran dari pihak manajemen PT. X tentang pentingnya arti mutu produk
yang baik.
2) Produk yang dihasilkan perusahaan berdasarkan pada pesanan konsumen (produce by
order), sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan untuk menentukan mutu produk yang
diterima oleh pasar, terutama pasar ekspor.
3) Mesin yang dimiliki perusahaan cukup modern
4) Perusahaan memiliki tenaga desainer cukup berpengalaman, sehingga lebih mudah
menyesuaikan dengan desain yang sedang disukai oleh pasar, khususnya yang diminati oleh
para konsumen PT. X.
5) Pemilik perusahaan memiliki pengalaman yang cukup lama dalam menangani perusahan
industri batik cetak. Kondisi tersebut didukung lagi dengan pendidikan yang cukup dimiliki oleh
pemilik perusahaan, yaitu direktur PT. X memiliki latar belakang pendidikan sarjana teknik
industri.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


89

Penerapan konsep manajemen mutu secara terpadu belum dilaksanakan oleh PT. X,
karena beberapa faktor penghambat berikut :
1) Perusahaan masih mengandalkan pada pengendalian produk yang berorientasi pada
penilaian produk akhir. Hal ini ditunjukkan dengan unit QC untuk masing-masing kegiatan
utama produksi, yaitu pembuatan kain batik dan pembuatan pakaian jadi wanita. Pada konsep
manajemen mutu terpadu, setiap karyawan harus dapat mengendalikan sendiri dirinya dan
perlunya pengawasan disetiap bagian proses produksi untuk memberikan produk yang bebas
cacat.
2) Belum seluruh elemen karyawan PT. X menjadikan mutu sebagai pandangan hidup dan
belum seragamnya tujuan di seluruh lapisan perusahaan.
3) Pekerjaan belum seluruhnya dilakukan secara tim atau masih lebih banyak dilakukan secara
individu. Oleh karena itu, pemberian upah atau penghargaan masih terbatas untuk individu.
4) Komposisi karyawan yang 92,6% didominasi oleh buruh yang sebagian besar berpendidikan
SMA ke bawah yang sudah tentu memiliki tingkat hambatan tersendiri untuk mentransfer
konsep-konsep peningkatan mutu di perusahaan. Namun demikian, PT. X berupaya
meminimkan hambatan tersebut dengan berusaha menempatkan karyawan yang memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada pekerjaan dengan tingkat kesulitan teknis yang lebih
sulit dan menempatkan beberapa alur standar operasi di ruang kerja. Pekerjaan yang memiliki
tingkat kesulitan yang cukup tinggi antara lain proses desain yang memerlukan rasa seni yang
cukup tinggi, mencampur bahan pewarna dan kimia yang membutuhkan pengetahuan teknis,
pengalaman dan rasa seni.

b. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan,
standar mutu proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai dengan standar
pengiriman produk akhir ke konsumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan
spesifikasi mutu yang direncanakan. Produk yang dihasilkan perusahaan PT. X tergantung pada
permintaan pasar dengan mutu produk yang lebih didominasi oleh keinginan pasar.
Dalam hal pemilihan pemasok, PT. X sangat memperhatikan aspek mutu bahan baku, di
samping aspek harga yang ditawarkan, ketepatan waktu penyerahan dan pelayanan, serta
hubungan dengan para pemasok. Pada saat produksi, tiap-tiap unit memiliki standar operasi yang
dibeberapa unit kerja terdapat petunjuk teknis secara tertulis yang setiap saat dapat dilihat oleh
para pekerja untuk mengingatkan bagaimana standar operasi dari unitnya. Mengingat kesadaran
perusahaan akan pentingnya mutu produk yang dihasilkan sudah cukup baik, maka perusahaan
memiliki QC pada saat bahan setengah jadi, yaitu berupa kain printing batik dan pada saat
menjadi bahan jadi berupa pakaian daster wanita. Dalam hal pengemasan barang, pengiriman
sampai dengan barang diterima oleh pembeli, perusahaan memiliki perhatian yang cukup besar
dan bahkan langsung diawasi oleh direktur dibantu oleh tim pemasarannya.
Secara umum penerapan pengendalian mutu di perusahaan PT. X dapat dilihat pada Tabel
3. Faktor yang mendukung penerapan kegiatan pengendalian mutu di perusahaan PT. X secara
umum tidak berbeda dengan faktor yang mendukung penerapan manajemen mutu, yaitu :
- Perusahaan memiliki kesadaran yang baik tentang pentingnya arti mutu.
- Pengalaman dan pendidikan yang cukup dimiliki oleh para para pemilik perusahaan.
- Perusahaan memiliki peralatan mesin yang cukup modern.
- Perusahaan memiliki tenaga khusus untuk mendesain produk yang dihasilkan.
- Produk yang dihasilkan berdasarkan pesanan konsumen.
Bila dalam tahap proses kegiatan terdapat hasil pekerjaan yang menyimpang, maka
dilakukan tindakan koreksi. Hasil pekerjaan yang menyimpang menjadi barang/produk yang cacat.
Produk yang digolongkan produk cacat oleh PT. X adalah produk-produk yang mengalami sobek,
warna salah dan bernoda. Rataan produk cacat yang dihasilkan 1 3%. Kondisi jumlah produksi
dan jumlah produk yang cacat di PT. X pada tahun 2003 dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


90

Tabel 3. Penerapan pengendalian mutu di PT. X

No. Proses Penerapan Keterangan


1. Desain Sudah Ditangani langsung oleh tenaga desainer khusus
yang sudah berpengalaman dengan tetap di bawah
pengawasan pemilik perusahaan.
2. Kegiatan Produksi
a. Input Sudah - Dilakukan pemilihan bahan baku yang bermutu
- Pemilihan para pemasok dengan melihat mutu
bahan, kecepatan, ketepatan pengiriman dan
kelangsungan penyediaan bahan baku, serta
harga.
b. Proses produksi Sudah (belum
optimal)
1. Pencetakan Belum
2. Penyatuan warna Belum
3. Pencucian Belum
4. Penguapan Belum
5. Fiksasi Belum
6. Penyelesaian Sudah Perusahaan memiliki unit khusus QC untuk produk
akhir berupa kain batik.
7. Penyimpanan Belum
8. Pemotongan Belum
9. Penjahitan Sudah - Perusahaan memiliki unit khusus QC untuk
memeriksa produk jadi berupa blouse atau daster
batik.
- Ciri produk cacat yang digunakan perusahaan
hampir sama dengan ciri produk cacat menurut
SNI.
c. Output Belum
1. Perapihan Belum
2. Pengemasan Belum

Gambar 4. Jumlah produksi PT. X pada tahun 2003

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


91

350

Jumlah produk cacat (lusin)


300

250

200

150

100

50

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

Bulan

Gambar 5. Jumlah produk cacat PT. X pada tahun 2003

Pada Gambar 4 dan 5 terlihat bahwa pada saat kegiatan produksi untuk ekspor biasanya
dibuat pada bulan Februari Mei, dengan jumlah produksi mengalami peningkatan dan bulan-
bulan selanjutnya dapat dikatakan cukup, kecuali untuk bulan September - Desember sedikit
mengalami peningkatan akibat adanya kebutuhan masyarakat akan pakaian di hari Raya. Kondisi
yang hampir sama juga terlihat pada produk yang cacat PT.X selama tahun 2003. Peningkatan
produk yang cacat terjadi pada saat jumlah produksi mengalami peningkatan. Salah satu faktor
yang mempengaruhinya adalah dead line penyelesaian pesanan sebelum produk tersebut
mengalami out of mode di negara pengimpor produk, karena adanya pertimbangan waktu yang
diperlukan pada saat mengirim produk tersebut ke negara tujuan ekspor.
Secara proporsional gambaran produk cacat dibanding jumlah produksi selama tahun 2003
dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6 terlihat bahwa pada saat jumlah produksi mengalami
peningkatan, maka jumlah produk yang cacat juga mengalami peningkatan. Kegiatan produksi
untuk ekspor biasanya dibuat pada bulan Februari - Mei. Pengiriman barang atau ekspor dilakukan
pada bulan Juni dan Juli. Selama bulan Agustus sampai Januari, kegiatan produksi tidak sebesar
bulan Februari - Mei. Pada bulan-bulan tersebut hanya memproduksi barang untuk konsumsi
dalam negeri dengan mutu sedikit di bawah produk yang akan diekspor.

3,00%
Proporsi produk cacat (%)

2,50%

2,00%

1,50%

1,00%

0,50%

0,00%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des

Bulan

Gambar 6. Proporsi produk cacat (produk salah warna, noda dan sobek) dibandingkan jumlah
produksi PT. X Tahun 2003

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


92

Produk cacat yang dihasilkan oleh PT. X seperti salah warna, noda dan sobek lebih banyak
terjadi karena cacat kain sebagai akibat proses pembatikan (Tabel 4). Ciri produk cacat yang
digunakan oleh PT. X sudah hampir sama dengan ciri yang digunakan oleh SNI untuk cacat kain
karena proses pembatikan. Produk cacat karena faktor bernoda, kemungkinan masih dalam batas
standar nasional (0,8% - 2%). Sedangkan cacat produk karena sobek menurut standar nasional
sama sekali tidak diperkenankan, namun pada PT. X produk cacat tersebut masih ditemui.
Produk yang sobek atau berlubang pada proses pencetakan kain dengan sistem flat printing
terjadi karena adanya benda keras/rusak dan tension yang tak seimbang. Apabila terdapat kotoran
atau bahan perekat paste pada saat melarutkan material sedangkan pemeriksaan pada saat
membuat screen ram kurang, maka akan terjadi tonjolan. Apabila sudah terjadi lubang, maka
bahan print cepat kering dapat digunakan. Cacat produk karena noda biasanya terjadi karena
penggunaan flat printing mesin yang tidak sesuai atau penggunaan pasta pencampur yang terlalu
banyak. Cara mengatasinya adalah dengan tetap menjaga kebersihan flat printing dan menjaga
viskositas pasta pencampur yang cocok. Salah warna pada produk yang dihasilkan pada sistem
flat printing biasanya terjadi karena viskositas pasta yang tidak sesuai, screen leak tidak sesuai
dengan order yang diterima, suhu uap yang terlalu tinggi dan produk yang terlalu lama didiamkan
setelah dicetak. Apabila terjadi salah formula, cara mengatasinya dengan mengatur viskositas
pasta yang cocok, penyesuaian suhu uap dan pencampuran pasta yang lebih sempurna.

Tabel 4. Gambaran produksi dan produk cacat PT. X tahun 2003


Unsur Jumlah Keterangan
1. Jumlah Produksi 120.000 lusin Kapasitas terpakai baru 40 50% dari
kapasitas mesin terpasang
2. Jumlah produksi cacat 2.760 lusin
3. Proporsi produk cacat dari 0,019 0,027% Masih dalam batas nilai proporsi kerusakan
total produksi menurut SNI (maks. 2%)
4. Jenis produk cacat (salah 3 jenis Sudah sama dengan kriteria cacat menurut
warna, noda dan lubang SNI, hanya lubang masih ada (tidak
diperkenankan pada SNI)

Kondisi produk cacat yang dihasilkan oleh PT. X dapat terlihat pada Tabel 5 dan Gambar 7.

0,04
Batas kontrol atas (UCL)
0,03
Nilai / Ukuran

Batas Standar
0,02

0,01
Batas kontrol bawah (LCL)
0
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Bulan

Produk cacat Standar UCL LCL

Gambar 7. Control chart produk cacat PT. X tahun 2003

Berdasar data dan gambar, terlihat bahwa proporsi produk cacat PT. X masih dalam batas
daerah Upper Control Limit (batas atas kontrol) dan Low Control Limit (batas bawah kontrol), serta
masih menunjukkan perilaku normal. Data pada bulan Februari - Mei terlihat di atas batas rataan
dan mendekati batas atas kontrol. Kondisi tersebut terjadi pada saat kegiatan produksi lebih
banyak untuk kepentingan ekspor yang harus memperhitungkan waktu pengiriman dan mode di
negara tujuan ekspor. Sebaliknya pada periode Juni - Juli mendekati batas bawah kontrol. Pada
kurun waktu bulan Juni dan Juli, perusahaan melakukan pengiriman barang. Proporsi produk

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


93

cacat periode Juli - Januari dapat dikatakan rataan dan bahkan pada bulan November hampir
mendekati rataan standar. Periode Juni - Desember dapat dikatakan relatif cukup stabil, karena
pada periode tersebut perusahaan melakukan produksi untuk konsumsi dalam negeri dengan
mutu sedikit di bawah produk ekspor.
Untuk mengetahui detail faktor-faktor yang mempengaruhinya, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut agar dapat dilakukan tindakan koreksi secara tepat dan cepat. Salah satu alat bantu
yang dapat digunakan untuk mengetahui petunjuk faktor-faktor tersebut adalah dengan
menggunakan diagram Cause effect seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Dari Gambar 8 terlihat bahwa dengan analisa yang memperhatikan faktor 5 M dan 1 E (Man,
Machine, Management, Material, Method dan Environment) terdapat beberapa faktor
pendorong dan penghambat dari terjadinya produk cacat di perusahaan PT. X. Beberapa faktor
yang dapat diidentifikasi adalah :
1) Faktor manusia
i. Lama bekerja dan lama/waktu di suatu unit kerja di perusahaan merupakan salah satu faktor
yang cukup mempengaruhi keterampilan seorang karyawan. Makin lama masa kerja
karyawan, maka pengetahuan dan keterampilannya akan lebih baik bila dibandingkan
karyawan yang relatif masih baru. Semakin baik keterampilan seorang karyawan, maka
produk yang dihasilkan akan semakin baik, sehingga produk cacat akan semakin minimal.
ii. Komposisi karyawan yang 92,6% didominasi oleh buruh yang sebagian besar berpendidikan
SMA kebawah tentu memiliki tingkat hambatan tersendiri untuk mentransfer konsep-konsep
peningkatan mutu di perusahaan. Untuk meminimalisasi hambatan tersebut, PT. X
berusaha menempatkan karyawan yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi ke
pekerjaan-pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan teknis lebih tinggi dan menempatkan
beberapa alur standar operasi di ruang kerja.
iii. Ada tidaknya upaya perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan/keterampilan kepada
karyawan berupa kursus, kaderisasi dan rotasi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi peningkatan keahlian karyawan yang pada akhirnya akan menghasilkan
produk yang semakin baik. Upaya ini dirasa cukup penting, utamanya untuk kegiatan
produksi yang memiliki kesulitan seni seperti mendesain, mencampur bahan pewarna dan
kimia yang tentunya banyak memerlukan keahlian yang membutuhkan pengetahuan teknis,
pengalaman dan rasa seni yang cukup besar.
2) Faktor metode yang digunakan
i. Pemilihan metode pembuatan kain batik dan pakaian jadi wanita oleh PT.X nampaknya
cukup memberikan hasil yang baik. Pemilihan itu sendiri mengacu pada permintaan pasar
yang selalu diupayakan untuk disesuaikan dengan kondisi perusahaan berdasarkan pada
pengalaman perusahaan, mesin dan SDM yang dimiliki oleh perusahaan.
ii. Kepatuhan terhadap urutan langkah kerja dan standar kerja yang telah ditetapkan dapat
mempengaruhi produk yang dihasilkan. Produk yang sobek karena tension tak seimbang,
cacat produk karena noda yang disebabkan oleh penggunaan pasta pencampur yang terlalu
banyak dan salah warna karena viskositas pasta yang tidak sesuai, screen leak tidak sesuai
dengan order yang diterima, suhu uap yang terlalu tinggi dan produk yang terlalu lama
didiamkan setelah dicetak adalah contoh faktor penyebab produk cacat yang lebih banyak
disebabkan oleh faktor tidak patuh pada urutan dan standar kerja.
iii. Adanya unit QC di masing-masing kegiatan utama perusahaan, yaitu produksi kain batik dan
produksi pakaian jadi wanita, menunjukkan komitmen perusahaan akan pentingnya mutu
produk. Komitmen tersebut akan semakin mendorong perusahaan untuk menghasilkan
produk yang bermutu dan meminimalkan produk yang cacat.
3) Manajemen yang digunakan
i. Perencanaan lebih banyak dilakukan secara jangka pendek yang disesuaikan dengan
perencanaan bagian marketing. Kondisi itu dilakukan mengingat produk yang dihasilkan
merupakan barang yang diproduksi berdasarkan pesanan.
ii. Pengorganisasian belum menyeluruh dilaksanakan ke seluruh unit kerja yang ada di
perusahaan. Meski demikian pihak manajemen perusahaan memiliki komitmen untuk
melakukan pekerjaan seefisien mungkin.
iii. Pelaksanaan pengendalian mutu masih banyak dibebankan pada unit QC di bagian produksi.
Visi pihak manajemen untuk memberikan produk yang bermutu masih terbatas pada pihak
manajemen dan belum ke seluruh karyawan perusahaan.
iv. Pengawasan hampir sama dengan kondisi pelaksanaan yang lebih banyak dibebankan pada
unit QC di bagian produksi.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


94

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


95

4) Material (bahan) yang digunakan


i. PT. X sangat memperhatikan mutu bahan baku rayon dengan bahan pembantu berupa
bahan kimia dan solar. Dalam hal pemilihan pemasok, PT. X sangat memperhatikan aspek
mutu bahan baku, disamping aspek harga yang ditawarkan, ketepatan waktu penyerahan
dan pelayanan, serta hubungan dengan para pemasok.
ii. Faktor tempat simpan yang baik dari baku dan bahan pembantu, cukup menentukan mutu
bahan-bahan tersebut. Guna mendukung upaya tersebut, biaya untuk inspeksi material
mendapatkan perhatian yang cukup.
5) Mesin yang digunakan
i. Penggunaan mesin yang sebagian manual dan mekanik menjadi salah faktor dari mutu
produk yang dihasilkan perusahaan. Penggunaan mesin manual dengan keterbatasan
kurangnya tenaga kerja yang terampil pada proses pencetakan kain batik merupakan salah
satu faktor penyebab dari terjadinya produk cacat di PT. X.
ii. Pemeliharaan mesin yang rutin dan selalu terjaganya kebersihan mesin yang dipergunakan
oleh perusahaan akan menjadi faktor yang mendukung dari dihasilkannya produk bermutu.
Produk yang sobek atau berlubang karena terdapat benda keras/rusak, sedangkan
pemeriksaan pada saat membuat screen ram kurang dan cacat produk akibat noda yang
disebabkan kurang bersihnya flat printing mesin adalah contoh produk cacat akibat faktor
kurangnya pemeliharaan dan kebersihan mesin yang tidak terjaga.
iii Dengan rataan produksi 10.000 lusin/bulan, maka kapasitas mesin yang terpakai baru 40%
dari maksimum kapasitas terpasang mesin. Kondisi ini disesuaikan dengan order yang
diterima perusahaan, mengingat produksi dilaksanakan sesuai order yang diterima.
iv. Penempatan alat/mesin yang teratur dan urut, serta adanya standar operasi yang jelas bagi
karyawan merupakan faktor yang dapat mengurangi produk cacat yang dihasilkan
perusahaan. Menempatkan beberapa standar operasi kerja di beberapa unit kerja di PT. X
merupakan suatu usaha positif, agar karyawan dapat lebih paham terhadap proses kerja.
6) Lingkungan Kerja
i. Kondisi ruangan yang baik karena fakor kesesuaian suhu dan luas ruang kerja yang cukup
memadai adalah faktor yang mendukung dari produktivitas para pekerja. Semakin baik
kondisi suatu ruang kerja, maka produktivitas pekerja akan baik dan produk yang
dihasilkannya juga akan baik. Kondisi tersebut mempengaruhi kondisi pekerja berdasar
waktu kerja atau shift sebagai faktor yang mempengaruhi mutu kerja pekerjanya. Upaya PT.
X untuk membuat kondisi yang lebih baik adalah dengan dibangunnya workshop yang lebih
representative. Di lokasi tersebut, bangunan dibuat dengan atap tinggi dan penggunaaan
exaust fan di atap secara optimal.
ii. Lingkungan kerja yang nyaman, terutama secara psikologis merupakan suatu nilai tambah
yang dapat mempengaruhi mutu kerja para pekerja. Membuat suasana kekeluargaan di
kalangan internal perusahaan dan membangun hubungan baik dengan para mitra kerja,
terutama di sekeliling perusahaan merupakan langkah-langkah konkrit yang diupayakan oleh
PT. X untuk mencapai kondisi kondusif bagi perkembangan perusahaan.
Apabila dilihat secara rinci dari faktor yang mempengaruhi produk cacat berupa sobek,
bernoda dan salah warna secara umum, hampir sama dengan faktor yang berpengaruh pada
produk cacat secara umum di PT. X, seperti yang terlihat pada Gambar 9 11.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


96

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


97

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


98

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


99

Dari Gambar 9 - 11 terlihat bahwa produk cacat sobek, bernoda dan salah warna selain
disebabkan oleh faktor umum penyebab produk cacat secara keseluruhan juga terdapat faktor
khusus untuk masing-masing jenis produk cacat, yaitu :
1) Produk sobek
Produk sobek biasanya disebabkan adanya benda keras/rusak dan tension yang tidak
seimbang. Oleh karenanya menjaga kebersihan mesin flat printing, bahan pencampur dan
rayon serta menjaga keseimbangan tension dengan baik akan mengurangi produk cacat karena
sobek.
2) Produk bernoda
Produk bernoda biasanya disebabkan adanya karena penggunaan flat printing mesin yang tidak
sesuai atau penggunaan pasta pencampur yang terlalu banyak. Cara mengatasinya adalah
dengan tetap menjaga kebersihan flat printing-nya dan menjaga viskositas pasta pencampur
yang cocok serta proses pencampuran yang turut aturan akan mengurangi produk cacat karena
bernoda.
3) Produk salah warna
Produk salah warna biasanya disebabkan biasanya terjadi karena viskositas pasta yang tidak
sesuai, screen leak tidak sesuai dengan order yang diterima, suhu steam yang terlalu tinggi dan
produk yang terlalu lama didiamkan setelah dicetak. Apabila terjadi salah formula, maka cara
mengatasinya dengan mengatur viskositas pasta yang cocok, penyesuaian suhu steam dan
pencampuran pasta yang lebih sempurna, sehingga akan mengurangi produk cacat karena
salah warna.

Secara garis besar faktor yang mempengaruhi produk cacat PT. X dengan melihat faktor 5
M dan 1 E, serta langkah yang perlu diantisipasi oleh perusahaan dapat dijabarkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rangkuman faktor analisa Cause effect diagram produk cacat PT. X pada tahun 2003
Faktor Analisa Kondisi Saat ini Saran perbaikan
1. Manusia
- Lama kerja - Rataan > 2 tahun - Tingkat kesulitan pekerjaan lebih
- Pendidikan - 92,6% di bawah SMA disesuaikan dengan lama kerja dan
pendidikan
- SOP di tempatkan pada ruang kerja
- Kursus
- Rotasi unit kerja dan kaderisasi
2. Metoda
- Pemilihan metoda - Cukup baik - Pengawasan yang lebih intensif di tiap unit
- Kepatuhan kerja - Belum seluruhnya produksi
sesuai dengan SOP - Penempatan SOP yang lebih mudah
dilihat dan dipahami dengan bahasa yang
lebih sederhana
3. Manajemen
- Perencanaan - Masih jangka pendek - Perlu dibuat jangka menengah
- Pengorganisasian - Belum jelas - Perlu dibentuk organisasi yang lebih jelas
- Pelaksanaan - Hanya berlaku di unit QC - Diupayakan berlaku di seluruh unit kerja
- Pengawasan - Hanya berlaku di unit QC - Diupayakan berlaku di seluruh unit kerja
4. Material
- Pemilihan bahan baku - Baik -
- Pemilihan pemasok - Baik
- Lokasi penyimpanan - Cukup
5. Mesin
- Pemilihan mesin - Manual dan mekanik - Mekanisasi pada proses pencetakan
- Pemeliharaan mesin - Belum optimal - Memelihara kebersihan mesin yang lebih
- Kapasitas mesin - Baru terpakai 40% intensif
- Penempatan alat - Cukup teratur - Disesuaikan dengan permintaan
6. Lingkungan
- Kondisi fisik ruangan - Cukup - Memperbanyak exhaust fan pada ruang
- Kondisi psikis kerja - Cukup produksi
- Memberikan penghargaan pada individu
atau unit yang berprestasi, misal zero
defect pada unitnya.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007


100

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
1. Penerapan beberapa unsur manajemen mutu di PT. X, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan
perencanaan mutu, pengendalian mutu, pemberian jaminan mutu dan penjualan kembali produk-
produk cacat/reject/return dengan resiko mengalami penurunan nilai jual atas produk tersebut.
Beberapa faktor pendukung dari penerapan manajemen mutu di perusahaan PT. X adalah
kesadaran dari pihak manajemen tentang pentingnya arti mutu produk yang baik, produk
berdasarkan pesanan konsumen (produce by order), mesin cukup modern, memiliki tenaga
desainer handal dan pengalaman, serta tingkat pendidikan pemilik yang cukup baik. Faktor
penghambat dari kegiatan tersebut, antara lain pengawasan hanya difokuskan pada hasil akhir
produk atau mutu belum dijadikan sebagai pandangan hidup, belum seragamnya tujuan
diseluruh lapisan, pekerjaan masih banyak secara individu dan belum secara tim, serta karyawan
sebagian besar berpendidikan SMA ke bawah.
2. Produk cacat yang dihasilkan oleh PT. X seperti salah warna, noda dan sobek lebih banyak
terjadi karena cacat kain akibat proses pembatikan. Proporsi produk cacat PT. X masih dalam
daerah batas atas kontrol dan batas bawah kontrol, serta masih menunjukkan perilaku normal.
3. Dari analisa diagram cause effect dengan faktor 5M dan 1E, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya produk cacat di perusahaan PT. X, yaitu :
- Faktor manusia (lama bekerja, pendidikan, kesempatan peningkatan keterampilan)
- Faktor metode (pemilihan metode, kepatuhan terhadap urut kerja dan standar kerja dan
adanya unit QC)
- Faktor manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan
pengawasan)
- Faktor material (pemilihan jenis dan mutu bahan, serta faktor tempat simpan)
- Faktor mesin (pemilihan mesin manual dan mekanik, pemeliharaan mesin, penempatan
alat/mesin yang teratur dan kapasitas mesin belum optimal karena bekerja sesuai pesanan)
- Lingkungan Kerja (kondisi ruangan yang baik dan lingkungan psikologis kerja yang nyaman)

2. Saran
a. Dalam rangka menjaga mutu dan citra produk yang telah cukup dikenal oleh konsumennya,
terutama dari luar negeri, maka produk-produk ekspor yang cacat, tidak dijual kepada para
pedagang penampung, namun dimusnahkan mengingat pendapatan perusahaan dari transaksi
produk tersebut tidak terlalu besar dampaknya bagi keuntungan perusahaan.
b. Mekanisasi proses pencetakan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif mengurangi produk
yang cacat karena proses pembatikan.
c. Perlu dilakukannya peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan, baik dengan upaya
kursus, rotasi dan kaderisasi. Penempatan alur standar operasi di ruang kerja pada unit-unit kerja
yang ada perlu dioptimalkan. Standar-standar operasi kiranya dibuat dalam bahasa yang
sederhana dan disosialisasikan kepada karyawan, terutama unit pemakai secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 1989. Definisi dan Penggolongan Pola Batik (SNI 08-0247-1989). Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
________________________. 1996. Batik Rayon (SNI 08-4088-1996), Badan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2000. Industri Kecil dalam Angka Tahun 2000 Seri Data
dan Informasi Industri Kecil dan Perdagangan Kecil, Dirjend Industri Kecil dan Perdagangan
Kecil, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.
Prawirosentono, S. 2001. Manajemen Operasi, Analisis dan Studi Kasus. Bumi Aksara, Jakarta.
Susanto, SK. dan S.T. Sewan. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Departemen Perindustrian RI Balai
Penelitian Batik dan Kerajinan Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri. Jogjakarta.

Jurnal MPI Vol. 2 No. 2. September 2007

You might also like