Professional Documents
Culture Documents
Priyo Sulistiyono1, Dewi Marhaeni Diah Herawati2, Insi Farisa Desy Arya3
sbimbom@yahoo.com
123
Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Bidang Konsentrasi Gizi Masyarakat
ABSTRACT
iii
ABSTRAK
Prevalensi balita gizi kurang di Kota Cirebon mencapai 13,9% sedang balita
pendek mencapai 15,7%, salah satu penyebabnya adalah karena minimnya makanan
sumber protein hewani yang dikonsumsi oleh anak balita. Udang Rebon sebagai
pangan lokal daerah pesisir memiliki potensi kandungan nutrisi yang baik terutama
kandungan protein dan kalsium. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui formulasi
PMT-BUR yang memiliki sifat organoleptik dan daya terima balita terbaik.
Penelitian dimulai dengan tahapan pembuatan Bubuk Udang Rebon (BUR), uji
organoleptik, uji laboratorium dan uji daya terima PMT-BUR pada balita. BUR
dibuat menggunakan udang rebon varietas lokal Cirebon. Uji organoleptik dilakukan
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan (BUR 5, 10,
15%) termasuk kontrol (0%) dan dua kali ulangan. Responden uji organoleptik
sebanyak 30 panelis yaitu Mahasiswa Program Studi Diploma Gizi Cirebon. Uji
penerima dilakukan dengan satu kali uji coba BUR terpilih pada satu kelompok balita
usia 4-5 tahun di Posyandu Anggrek Kelurahan Harjamukti Kecamatan Harjamukti
Kota Cirebon sebanyak 50 balita.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kandungan protein (p=0,000),
kalsium (p=0,013), tingkat kesukaan warna (p=0,029), rasa (p=0,000), aroma
(p=0,000), tektur (p=0,000) dan tingkat kesukaan keseluruhan (overall) (p=0,000)
pada berbagai persentase penambahan bubuk udang rebon sebagai PMT balita.
PMT-BUR bubur lemu dapat diterima oleh 80% balita dan bolu kukus mencapai 88%.
Kandungan kadar air, kadar abu dan protein BUR memenuhi SNI pembanding.
Formulasi PMT-BUR dengan tingkat kesukaan tertinggi adalah PMT-BUR 5%
dengan kadungan protein mencapai 83,8% standar minimal protein PMT sebesar 8
g% dan tingkat penerimaan balita mencapai 88%. Bubuk udang rebon (BUR) dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai suplemen atau bahan tambahan PMT balita di
posyandu untuk meningkatkan mutu gizi. BUR dapat menjadi solusi dalam
penanganan kasus balita kurang gizi di Kota Cirebon.
Kata kunci : balita, gizi kurang, pendek (stunted), udang rebon (acetes erythraeus), PMT
iv
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara kaya akan sumber daya alam, terutama
komoditas perairan yang sangat melimpah, seperti ikan dan udang meskipun
demikian Indonesia masih menghadapi masalah kesehatan dan gizi masyarakat
sampai saat ini terutama balita. Rendahnya konsumsi makanan bergizi balita
disebabkan oleh daya beli keluarga yang rendah dan belum optimalnya pemanfaatan
komoditas perairan (diversifikasi pangan hewani) mengakibatkan masih terbatasnya
alternatif pangan sumber protein hewani yang murah, sehingga menimbulkan
kekurangan gizi1,2.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan kecenderungan
proporsi balita gizi kurang dan pendek (stunted) meningkat antara tahun 2007-2013.
Balita gizi kurang meningkat dari 18,4 menjadi 19,6% dan balita pendek meningkat
dari 36,8 menjadi 37,2%3. Prevalensi yang tidak berbeda juga terjadi di Kota
Cirebon dengan balita gizi kurang mencapai 13,9% dan balita pendek mencapai
15,7%4.
Status gizi balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit
infeksi7. Balita dan anak prasekolah usia 4 - 5 tahun membutuhkan energi, protein dan
kasium yang cukup untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan metabolisme tubuh8. Anak
dengan asupan gizi kurang terutama protein dan kalsium akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan sehingga anak bergizi kurang dan berperawakan pendek
(stunted)9,10. Asupan makanan yang kurang disebabkan beberapa faktor antara lain
kemampuan ekonomi keluarga serta minimnya makanan sumber protein hewani
murah yang tersedia dan dapat dikonsumsi oleh anak balita11,12.
Udang rebon (Acetes erythraeus) sebagai pangan lokal daerah pesisir memiliki
potensi kandungan nutrisi yang baik terutama kandungan protein dan kalsium yang
tinggi16. Protein udang rebon kering per 100 g mencapai 59,4 g atau setara dengan
2 - 3 kali protein daging sapi dan 4 - 5 kali protein telur, serta mengandung kalsium
2.306 mg atau setara dengan 46 kali kalsium telur ayam17. Udang rebon di daerah
pesisir keberadaanya cukup melimpah dan murah, harga satu kilogram udang rebon
di pasar tradisional berkisar Rp. 20.000,- atau 4 kali lebih murah dibanding harga
daging yang mencapai Rp. 90.000,- per kilogram. Udang rebon layak untuk menjadi
alternatif pangan sumber protein hewani yang murah dan dapat digunakan sebagai
suplemen protein dan kalsium alami balita. Udang rebon dapat ditambahkan dalam
5
makanan untuk meningkatan protein dan kalsium makanan, sebagai lauk maupun
sebagai bahan makanan campuran (BMC) dengan tujuan melengkapi gizi dan
meningkatkan mutu organoleptiknya5.
Udang rebon dapat dimanfaatkan lebih optimal dengan menjadikan bubuk
udang rebon sebagai bahan tambahan makanan atau suplemen makanan. Studi udang
rebon sebagai formula siap saji yang dapat dikonsumsi balita dengan aman, mudah
dan murah, serta praktis perlu dilakukan. Formula bubuk udang rebon hasil penelitian
diharapkan dapat digunakan pada berbagai jenis menu balita baik di posyandu
maupun dirumah tangga, menambah citarasa dan diterima (disukai) balita16.
Penelitian ini menetapkan tiga jenis perlakuan pada bubuk udang rebon yaitu
persentase penambahan bubuk udang rebon 5, 10 dan 15% mengacu pada Angka
Kecukupan Gizi dan standar PMT Balita5,13,18.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui formulasi PMT-BUR yang
memiliki sifat organoleptik dan daya terima balita terbaik.
METODE
Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan secara bertahap mulai dari
pembuatan bubuk rebon, formulasi, pengujian indrawi oleh panelis dan pengujian
daya terima menu dengan penambahan formulasi bubuk rebon pada balita di
posyandu.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang rebon (Acetes
erythraeus) varietas lokal cirebon yang diperoleh dari pasar tradisional Kalitanjung
Kota Cirebon. Varietas ini dipilih karena banyak tersedia di pasaran sebagai hasil
tangkapan nelayan di wilayah Cirebon sehingga mudah diperoleh. Bahan pembuatan
bolu kukus dan bubur lemu adalah bahan yang biasa digunakan ibu kader posyandu
yang mudah didapat dipasaran yaitu tepung terigu merk sigitiga biru, tepung beras dan
tepung maizena merk rose brand.
Peralatan yang diperlukan adalah alat pembuat bubuk udang rebon (cabinet
dryer, penggiling tepung, ayakan 60 mesh, pengaduk adonan/mixer, timbangan
makanan digital 0,1 g. Alat pembuat PMT berupa bolu kukus dan bubur lemu,
meliputi panci, dandang, cetakan bolu, sendok pengaduk dan timbangan makanan
digital 0,1 g.
6
Pengujian hedonik (kesukaan) menggunakan form penilaian hedonik dengan
kategori penilaian sebanyak 7 (tujuh) tingkatan dari 1=sangat tidak suka, hingga 7 =
sangat suka. Analisis nilai gizi makanan dengan form daftar bahan makanan dan
software nutrisurey. Daya terima diukur dengan menilai sisa secara visual yang
dikembangkan oleh Comstock dengan skala rating 1 5 yaitu 1=habis (0%) sampai
dengan 5=tidak dimakan (100%).
Uji kimia gizi makanan menggunakan uji proksimat meliputi uji kadar air
menggunakan metode oven biasa, kader abu menggunakan metode pengabuan kering,
kadar protein menggunakan metode mikrokjeldahl dan kadar kalsium menggunakan
metode AAS.
Subjek pengujian hedonik dilakukan oleh panelis agak terlatih sebayak 30
panelis yaitu mahasiswa Program Studi D.III Gizi Cirebon. Pengujian daya terima
pada suplementasi udang rebon terbaik dilakukan pada balita 4 - 5 tahun di wilayah
Posyandu Anggrek A dan B Kelurahan Harjamukti Kecamatan Harjamukti Kota
Cirebon sebanyak 50 balita.
Perlakuan (Sumplementasi)
Ulangan
0% (R1) 5% (R2) 10% (R3) 15% (R4)
I R1-I (H) R2-I (H) R3-I (H) R4-I (H)
II R1-II (H) R2-II (H) R3-II (H) R4-II (H)
Modus/Rerata
Keterangan :
7
Tabel 3.4 Formulasi Bubuk Udang Rebon pada Menu PMT
Bahan utama
Bubuk Udang % Bubuk
Formulasi (tepung
Rebon (g) Udang Rebon
terigu/beras) (g)
R1 100 0 0
R2 100 5 5
R3 100 10 10
R4 100 15 15
Pengumpulan Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Hasil analisis laboratorium pada BUR disandingkan dengan SNI Tepung
Terigu, Tepung Ikan dan Tepung Bumbu Rempah.
80 73.59
69.45
70 65
60
50
50
40
30
20
20 14.5 13.31
10 12
10 7 7 7
3.42
0
Kadar air Kadar abu Kadar Protein Kadar Kalsium
BUR SNI Tepung Terigu SNI Tepung Ikan SNI Bumbu Rempah
Kandungan kadar air dan protein BUR yaitu 3,42 %bb dan 73,59 %bb lebih
tinggi dari Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk tepung makanan, tepung ikan dan
tepung bumbu rempah. Memiliki kadar abu yang tidak terlalu tinggi, karena SNI
tepung ikan mempersyaratkan maksimal kadar abu 20%.
Formulasi bubuk udang rebon (BUR) pada menu PMT posyandu dalam
penelitian ini diambil dua menu yaitu bolu kukus dan bubur lemu yang mempunyai
karakteristik rasa manis dan kurang kandungan protein dan kalsiumnya. Peneliti
bermaksud mengkombinasikan BUR yang memiliki potensi protein dan kalsium
tinggi, namun memiliki karakteristik BUR gurih (ummami) dan memiliki aroma
cenderung amis, yang sebenarnya lebih cocok untuk ditambahkan pada menu
makanan dengan karakteritik gurih atau diproses dengan cara digoreng.
Perhitungan persentase BUR sebesar 5, 10 dan 15%, pada penelitian ini
dihitung dari berat bahan utama menu dengan pertimbangan memudahkan kader di
posyandu dalam menghitung bahan dan berat BUR yang ditambahkan. Perhitungan
persen BUR pada bolu kukus, didasarkan pada berat tepung terigu dan bubur lemu
dari berat tepung beras sebagai bahan utamanya.
1) Kandungan Energi PMT BUR
10
Kadungan energi PMT BUR 0 - 15% per 100 g bolu kukus berkisar 264,0
283,3 kkal dan bubur lemu berkisar 339,5 358,0 kkal. Kadungan energi tersebut
mencapai 80,3 - 102,5% standar minimal energi PMT yaitu sebesar 350 kkal atau
tertinggi mencapai 22,5% Angka Kecukupan Gizi (AKG) sebesar 1600 kkal per
anak per hari7,18.
400
345.7 351.9 358.0 350
339.6
350
300 271.0 277.2 283.3
264.0
250
200
150
100
50
0
0% 5% 10% 15%
11
10 9.1
9
7.9 7.7 8
8
7 6.7 6.5
6 5.5 5.3
5 4.1
4
3
2
1
0
0% 5% 10% 15%
12
Grafik 4.4 Kadungan Kalsium PMT BUR
Grafik 4.8 Perbedaan Tingkat Kesukaan pada Warna Bolu Kukus dan Bubur Lemu dengan
berbagai persentase penambahan bubuk udang rebon
13
persentase kesukaannya semakin menurun seiring dengan penambahan persentase
BUR pada menu PMT paling disukai adalah BUR 5% mencapai 73,3% seperti terlihat
pada grafik 4.11.
100
90 86.7
80 73.3
70 62.5
60
50
40.8 40.8
40
30 25.8
18.3
20 15
11.7 11.7
8.3
10 5
0
0% 5% 10% 15%
Grafik 4.11 Perbedaan Tingkat Kesukaan pada Rasa Bolu Kukus dan Bubur Lemu dengan
berbagai persentase penambahan bubuk udang rebon
0
0% 5% 10% 15%
14
Grafik 4.14 Perbedaan Tingkat Kesukaan pada Aroma Bolu Kukus dan Bubur
Lemu dengan berbagai persentase penambahan bubuk udang rebon
PMT dengan BUR memiliki aroma yang cukup disukai meskipun persentase
kesukaannya semakin menurun seiring dengan penambahan persentase BUR pada
menu PMT seperti terlihat pada grafik 4.13. Aroma menu PMT dengan penambahan
BUR yang paling disukai adalah BUR 5% mencapai 72,5%.
0
0% 5% 10% 15%
Grafik 4.17 Perbedaan Tingkat Kesukaan pada Tekstur Bolu Kukus dan Bubur Lemu
dengan berbagai persentase penambahan bubuk udang rebon
Tingkat kesukaan tekstur pada bolu kukus dan bubur lemu tertinggi mencapai
81,7% pada produk BUR 5%, angka ini lebih tinggi dari tingkat kesukaan pada
produk kontrol (BUR 0%). Tingkat kesukaan tekstur terendah dialami oleh produk
dengan BUR 15% mencapai 63,3%. PMT dengan BUR memiliki tekstur yang cukup
disukai meskipun persentase kesukaannya semakin menurun seiring dengan
penambahan persentase BUR pada menu PMT seperti terlihat pada grafik 4.17.
15
Pada grafik 4.17 terlihat bahwa tekstur menu PMT dengan penambahan BUR
yang paling disukai adalah BUR 5% mencapai 81,7% lebih tinggi dibandingkan
dengan produk kontrol BUR 0% yang mencapai 77,5%.
0
0% 5% 10% 15%
Grafik 4.20 Perbedaan Tingkat Kesukaan pada Keseluruhan Bolu Kukus dan Bubur Lemu
dengan berbagai persentase penambahan bubuk udang rebon
16
7.0
6.1
6.0
5.3 5.3 5.2 5.0
5.0 4.5 4.3 4.2
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
Bolu Kukus Bubur Lemu
0% 5% 10% 15%
Grafik 4.21 Nilai rerata hasil uji hedonik secara keseluruhan pada bolu kukus dan
bubur lemu
Grafik 4.21 menunjukkan dari skala penilaian 1 - 7, secara keseluruhan
penambhan BUR pada PMT sampai dengan 15% masih diterima oleh panelis dengan
nilai rerata 4,2 s.d 5,3 dengan kategori netral sampai dengan agak suka.
Uji statistik untuk melihat perbedaan tingkat kesukaan pada parameter hedonik
(warna, rasa, tekstur, aroma dan keseluruhan) dengan Kruskal-Wallis Test pada
tingkatan kemaknaan 95%, menunjukkan hasil sebagaimana dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut.
Parameter
n reratasd Nilai p
Uji Hedonik
Warna 480 5,45 1,17 0,029
Rasa 480 4,871,38 0,000
Tekstur 480 5,131,11 0,000
Aroma 480 4,761,56 0,000
Keseluruhan 480 4,971,27 0,000
Hasil uji menunjukkan nilai p untuk seluruh parameter hedonik kurang dari 0,05
yang berarti secara statistik menunjukan perbedaan yang bermakna pada parameter
warna, rasa, tekstur, aroma dan keseluruhan antar berbagai persentasi penambahan
BUR. Hasil uji Kruskal-Wallis Test menunjukkan perbedaan rerata tingkat kesukaan
keseluruhan (overall) PMT BUR bolu kukus dan bubur lemu (p=0,000), dimana nilai
17
p< 0,05, yang berarti bahwa terdapat perbedaan tingkat kesukaan keseluruhan
(overall) pada berbagai persentase penambahan BUR. Untuk mengetahui perlakuan
mana yang berbeda bermakna dilakukan uji Mann-Whitney Test yang hasilnya
menunjukkan semua perlakuan penambahan BUR 0, 5, 10 dan 15% pada PMT
menunjukkan perbedaan kesukaan secara keseluruhan (overall) yang bermakna.
Grafik 4.22 Daya Terima Balita pada Bubur Lemu dan Bolu Kukus dengan
Formulasi Bubuk Udang Rebon Terpilih (BUR 5%)
Hasil penilaian sisa menu PMT BUR terpilih, setelah diberikan pada balita di
posyandu menunjukkan bahwa bubur lemu dapat diterima oleh 80% balita dan bolu
kukus mencapai 88%. Hasil uji binomial dengan test-proportion 0,75 (1-tailed) pada
sampel tunggal yaitu penerimaan formulasi terpilih (PMT BUR 5%) pada 50 balita
menunjukan nilai p = 0,000 (p<0,05).
2. Pembahasan
Kadar air BUR mencapai 3,42 %bb lebih rendah dari SNI tepung terigu
(14,5 %bb), SNI tepung bumbu rempah (12 %bb) dan SNI tepung ikan (10 %bb)26.
Hal tersebut tentu akan membuat BUR berdaya simpan lebih lama dibandingkan
tepung terigu maupun tepung bumbu rempah19,25.
18
Kadar protein BUR jauh lebih tinggi (73,59 %bb) dibandingkan dengan SNI
tepung ikan yaitu minimal 65 %bb, SNI tepung terigu dan bubuk bumbu rempah
minimal 7 %bb protein25,26. Kadar abu BUR lebih tinggi karena BUR memiliki
kandungan mineral lebih tinggi, dan belum tersediannya standar mutu khusus untuk
tepung atau bubuk udang rebon di Indonesia.25
(1) Energi
Anak memerlukan energi untuk pertumbuhan, bermain, makan dan aktivitas
lain selain kebutuhan untuk kerja organ tubuh atau Basal Metabolic Rate (BMR).
Kebutuhan energi didapat dari pembakaran karbohidrat, lemak dan juga protein yang
ada didalam tubuh11,12.
Kadungan energi tertinggi PMT BUR mencapai 357,9 kkal yaitu pada PMT
BUR 15% bubur lemu atau mencapai 102,5% standar minimal energi PMT sebesar
350 kkal5,13. Capaian pada formulasi terpilih BUR 5% bubur lemu sebesar 98,8%.
Angka tersebut tentunya merupakan capaian cukup baik meskipun belum mencapai
100%.
Perbandingan energi PMT BUR 5% dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
energi yang dianjurkan untuk balita 4 - 6 tahun sebesar 1600 kkal per anak per hari
maka PMT BUR 5% bubur lemu mencapai 21,6% AKG. Jika mengacu pada
ketentuan bahwa PMT minimal dapat memberikan sumbangan seperempat dari
kebutuhan energi sehari anak (400 kkal), maka sesunggunya energi PMT BUR 5%
sudah mencapai 86,4% AKG yang berarti cukup baik karena melebihi dari
80%AKG7,18.
(2) Protein
Protein adalah zat gizi yang sangat penting untuk tubuh, karena disamping
sebagai bahan bakar juga berfungsi sebagai zat pembangun sekaligus pengatur.
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N
yang tidak dimiliki lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein
merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh.
Pada masa pertumbuhan seperti masa balita proses pembentukan jaringan terjadi
secara besar-besaran sehingga pada masa tersebut asupan protein harus cukup agar
pertumbuhan balita tidak terganggu11,12,19.
Kadungan protein tertinggi PMT BUR mencapai 9,1 g yaitu pada PMT BUR
15% bolu kukus atau mencapai 113,8% standar minimal protein PMT sebesar 8 g5,13.
19
Tingkat capaian pada formulasi terpilih BUR 5% bolu kukus sebesar 83,8%. Angka
tersebut tergolong capaian yang cukup baik meskipun dibawah capaian energi.
Perbandingan protein PMT BUR 5% dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
protein yang dianjurkan untuk balita 4 - 6 tahun sebesar 35 g per anak per hari maka
PMT BUR 5% bolu kukus mencapai 18,9% AKG. Seperti halnya energi, mengacu
pada ketentuan bahwa PMT minimal dapat memberikan sumbangan seperempat dari
kebutuhan protein sehari anak (8,75g), maka protein PMT BUR 5% baru mencapai
76,6% AKG yang artinya bahwa PMT BUR 5% belum mencukupi kebutuhan protein
AKG7,18. Kebutuhan protein akan tercukup bila yang digunaakan minimal PMT
BUR 10% meskipun dengan daya terima yang lebih rendah.
(3) Kalsium
Kadungan kalsium tertinggi PMT BUR mencapai 260,1 kkal yaitu pada PMT
BUR 15% bubur lemu atau mencapai 104,0% standar minimal kalsium PMT sebesar
5,13
250mg . Capaian kalsium pada formulasi terpilih BUR 5% bubur lemu sebesar
121,5%. Angka tersebut merupakan capaian yang baik karena telah melampaui
standar minimal kalsium PMT.
Perbandingan kalsium PMT BUR 5% dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
kalsium yang dianjurkan untuk balita 4 - 6 tahun sebesar 1000 mg per anak per hari,
maka PMT BUR 5% bubur lemu mencapai 25,9% AKG. Seperti halnya energi dan
protein bahwa PMT minimal dapat memberikan sumbangan seperempat dari
kebutuhan kalsium sehari anak (250 g), maka kalsium PMT BUR 5% tertinggi
mencapai 121,5% AKG yang berarti sangat baik karena melebihi dari AKG7,18. Hal
tersebut baik mengingat fungsi kalsium penting pada masa pertumbuhan. Kalsium
berperan membantu dalam pembentukan tulang dan gigi serta mengatur proses
biologis dalam tubuh, sehingga kebutuhan terbesar kalsium adalah pada masa
pertumbuhan seperti balita dan anak sekolah. Kalsium yang berada dalam sirkulasi
darah dan jaringan tubuh berperan sebagai transmisi impuls syaraf, kontraksi otot,
penggumpalan darah, pengaturan permiabelitas membran sel, serta keaktifan
enzim12,19.
20
Warna paling mudah membentuk dan memberi kesan, tetapi paling sulit dalam
penggambaran dan pengukuran, sehingga penilaian yang subjektif dengan
pengelihatan masih sangat menentukan dalam penilaian suatu produk15. Penilaian
secara subjektif paling mudah dan paling memberi kesan yang dilakukan oleh indera
pengelihatan.15,36
Penelitian ini memberikan warna yang sama pada penampilan menu meskipun
presentase BUR yang berbeda. Hasil penilaian panelis menunjukkan nilai rerata
kesukaan warna PMT BUR mencapai 5,3 5,6 yang berarti warnanya disukai. Hasil
tersebut sama dengan kisaran nilai beberapa penelitian terkait penambahan udang
rebon pada bola-bola tempe,20 kukis,21 biskuit,22 dan nugget.23
(2) Kesukaan Rasa
Rasa makanan merupakan campuran dari kesan-kesan cicip, bau dan perabaan
yang dipadu dengan kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan pendengaran.
Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawai yang sampai di indera
pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam dan pahit15,36.
Hasil penilaian panelis menunjukkan nilai rerata kesukaan rasa PMT BUR
mencapai 4,8 5,0 yang berarti rasanya agak disukai. Hasil tersebut sama dengan
kisaran nilai beberapa penelitian terkait penambahan ikan dan udang rebon pada bola-
bola tempe20, kukis21 dan biskuit22. Kisaran angka tersebut menunjukkan bahwa rasa
PMT BUR bisa diterima oleh panelis bahkan cenderung disukai.
21
Penilaian melalui rabaan atau sentuhan, memiliki peranan penting dalam
penerimaan makanan didalam mulut. Penilaian tektur makanan dapat dilakukan
dengan jari, gigi dan langit-langit (tekak). Tektur merupakan parameter yang
digunakan untuk mengukur kualitas makanan dengan menilai hasil perabaan tangan,
keempukan, kemudahan dikunyah dan kerenyahan makanan15,36.
Hasil penilaian panelis menunjukkan nilai rerata kesukaan tekstur PMT BUR
mencapai 4,9 5,4 yang berarti teksturnya agak disukai. Hasil tersebut sama dengan
kisaran nilai beberapa penelitian terkait penambahan udang rebon pada bola-bola
tempe20, kukis21, biskuit22 dan nugget23.
(5) Kesukaan Keseluruhan (overall)
Penilaian secara keseluruhan oleh panelis terhadap menu PMT ditujukan untuk
mendapatkan gambaran kesan panelis secara utuh terhadap kesukaan dari berbagai
segi, sehingga panelis dapat memberikan penelian secara menyeluruh. Penelitian ini
memperlihatkan bahwa ada konsistensi penilaian unsur kesukaan masing-masing
parameter dengan penilaian secara umum atau keseluruhan. Sehingga memberikan
gambaran yang hampir sama yaitu terdapat perbedaan tingkat kesukaan keseluruhan
(overall) pada berbagai persentase penambahan bubuk udang rebon sebagai PMT
balita, kecuali antara keseluruhan (overall) bolu kukus 10 dengan 15%. Untuk
keseluruhan (overall) perbedaan bermakna pada bubur lemu terdapat pada perlakuan
0 dengan 5% dan 0 dengan 10%. PMT yang menjadi kontrol (0%) secara keseluruhan
tetap yang disukai oleh panelis dan berbeda secara bermakna dengan PMT dengan
penambahan BUR. Hal tersebut berarti bahwa penambahan BUR menurunkan
penerimaan panelis pada PMT meskipun demikian bukan berarti panelis tidak
menyukai PMT BUR.
22
dengan citarasa udang rebon. Hal ini menurut winarno (1987) dapat dijadikan
makanan tambahan pada balita karena penolakan (rasa yang tidak disukai) tidak
melebihi 25%.
23
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
(1) Terdapat perbedaan kandungan protein dan kalsium serta pada kesukaan
warna, rasa, aroma, tekstur dan secara keseluruhan pada berbagai persentase
penambahan bubuk udang rebon sebagai PMT balita diantara semua
perlakuan 0, 5, 10 dan 15%.
(2) Daya terima PMT posyandu dengan formulasi bubuk udang rebon terpilih
(PMT BUR 5%) mencapai 75%, dengan bubur lemu dapat diterima oleh
80% balita dan bolu kukus mencapai 88%.
(3) PMT BUR terpilih (BUR5%) memiliki campaian energi 86,4% AKG yang
berarti cukup baik karena melebihi dari 80%AKG. Protein 76,6% AKG yang
berarti belum mencukupi kebutuhan protein. Kalsium mencapai 121,5% AKG
yang berarti sangat baik karena sudah melebihi AKG.
2. Saran
(1) Hasil penelitian ini diharapkan memperkaya diversifikasi sumber protein dan
kalsium berbasis pangan lokal yaitu udang rebon sebagai alternatif pangan
sumber protein dan kalsium hewani.
(2) Perlu pengembangan penelitian dengan disain penelitian yang lebih baik guna
melihat konsistensi penerimaan balita pada PMT BUR.
(3) Orang tua balita, posyandu, puskesmas dan dinas kesehatan dapat
memanfaatkan bubuk udang rebon (BUR) untuk tambahan makanan pada
menu balita dan keluarga, serta berbagai macam menu PMT posyandu untuk
meningkatan nilai gizi makanan yang diberikan pada balita pengunjung
posyandu.
24
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih pada yang terhormat Irvan Afriadi, Dewi Marhaeni Diah Herawati,
Insi Farisa Desy Arya, Dadang Kusnadi, Dikdik Kurnia, telah banyak memberikan
masukan pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
4. Dinkes. Profil Kesehatan Kota Cirebon Tahun 2011. Cirebon: Dinas Kesehatan
Kota Cirebon 2012.
13. Astawan. Udang rebon bikin tulang padat. 2009 [diunduh 02 April 2014 2014].
Tersedia dari: http://cybermed.cbn.net.id/
14. PERSAGI. Tabel komposisi pangan Indonesia. Jakarta: Persatuan Ahli Gizi
Indonesia; 2009.
25
15. Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 75 Tahun 2013 tentang Angka
Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) bagi Bangsa Indonesia. Jakrta2013.
16. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;2004.
17. Fatty AR. Pengaruh penambahan udang rebon terhadap kandung gizi dan hasil uji
hedonik pada bola-bala tempe. Jakarta: Univerisat Indonesia; 2012.
18. Sipayung EN. Potensi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea Batatas L.), tepung tempe
dan tepung udang rebon dalam pembuatan kukis. Riau: Universitas Riau-
Pekanbaru; 2013.
19. Djundjung E. Pemanfaatan tepung udang rebon sebagai sumber kalsium dan
fosfor pada pembuatan biskuit. Jakarta: Universitas Pelita Harapan; 2011.
20. Desmelati, Sumarto, Meilin S. Kajian penerimaan konsumen dan mutu nugget
udang rebon (Acetes Erythraeus) Jurnal Penelitian Pertanian BERNAS.
2013;Volume 8, No 2 : 55-66.
21. Haryati S, Syarani L, Agustini TW. Kajian substitusi tepung ikan kembung,
rebon, rajungan dalam berbagai konsentrasi terhadap mutu fisika-kimiawi dan
organoleptik pada mie instan. Pasir Laut. 2006;Vol. 2 No.1.
22. Standar Nasional Indonesia (SNI) 3751-2009 Tepung Terigu dan (SNI) 3709-1995
Bubuk Rempah-Rempah, 2009.
24. PERSAGI. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: PT. Elex Media
Computindo;2009.
26. Gracia C, Sugiyono, Haryanto B. Kajian formulasi biskuit jagung dalam rangka
subtitusi tepung terigu. Teknologi dan Industri Pangan. 2009;Vol. XX No.1.
27. Suter K, Wijaya S, Yusa M. Formulasi ledok instan yang ditambahkan ikan
tongkol dan rumput laut. Teknologi dan Industri Pangan. 2011;Vol. XXII No. 2.
29. Ratnaningrum. Evaluasi sisa makanan pasien di rumah sakit. Penelitian Gizi dan
Makanan. 2005;Vol.26.
30. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan : deskriptif, bivariat dan
mulivariat. Jakarta: Salemba Medika;2013.
26
Lampiran : Dokumentasi Kegiatan Penelitian
27
Pelaksanaan Uji Daya Terima pada balita di Posyandu Anggrek
28
29