You are on page 1of 7

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMBOK KAB. SIJUNJUNG PRONVISI


SUMATERA BARAT TAHUN 2013

Olyvia Glantika1, Hiswani2, Taufik Ashar2


1
Mahasiswi Departemen Epiemiologi FKM USU
2
Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU
Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155
Email: glantikaolyvia@rocketmail.com

ABSTRACT

Filariasis disease is an infectious disease caused by a filarial worm infections, is


transmitted by mosquito vectors intermediary Mansonia, Anopheles, Culex. Filariasis can
lead to social stigma. Species of filaria worm that infect the human being is wucherexia
bancrofii. Filariasis endemicity level in Indonesia in 1999 was still high by microfilaria (MF)
rate of 3.1%. Sijunjung is endemic filariasis in 2010 up to 2012 there was an increase of
cases of filariasis. With the case in 2010 there were 24 cases and in 2012 increased to 70
cases.
This research was done as descriptive study by using case series design. Population
was all patients with filariasis was recorded in Health Centers of Gambok totalling 100
people. Univariate data were analyzed descriptively using computer-assisted program that
SPSS (Statistical Product and Service Solustion).
The highest proportion of respondents who experienced filariasis in Health Centers of
Gambok Sijunjung, The highest proportion of respondents who are obese are in the age
group above 30 years (79%), male (72%), there is no waste drainage system (61%),there are
mosquitos breeding sites (58%), there are mosquitos resting place (73%), there are
ventilation with insect-proof gauze (45%), and there are nothing room lighting (584%),
usually out of home at night (47%), never slept without bed net insenticide (45%), never
using anti mosquitoes (43%), never wearing repellent (39%).
For community, filariasis control can be done by to minimize the breeding sites and
resting places of mosquitoes that exist in the home environment by keeping the environment
and use mosquito net during sleep to avoid mosquito bites.
Keywords: Filariasis, Environment, Sijunjung

Pendahuluan
Filariasis (penyakit kaki gajah) Filariasis di Indonesia pertama kali
adalah penyakit menular yang menahun di laporkan oleh Haga dan Van Eecke pada
yang disebabkan oleh cacing filaria dan tahun 1889 di Jakarta yaitu dengan di
ditularkan oleh vector perantara yaitu temukannya penderita filariasis skrotumt.
nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Pada saat itu pula Jakarta diketahui
Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran endemik limfatik yang disebabkan oleh
dan kelenjar getah bening. Pada stadium Brugia malayi. Pada tahun 1937 Brug
yaitu stadium lanjut dapat menimbulkan membuat suatu rangkuman tentang laporan
cacat yang menetap berupa pembesaran filariasis di seluruh Indonesia pada waktu
kaki, lengan, payudara, dan alat kelamin. itu telah diketahui dan spesies cacing filaria
(Chin, 2006) sebagai penyebabnya yaitu Wuchereria
bancrofti dan Brugia malayi. (Depkes RI, dengan microfilaria (MF) rate 3,1% (0,5-
2009) 19,64%). Berdasarkan data survei untuk
Selanjutnya pada tahun 1997 WHO pemeriksaan mikroskopis pada desa dengan
membuat resolusi tengtang eliminasi jumlah penderita terbanyak pada tahun
penyakit kaki gajah, pada tahun 2000 WHO 2002-2005 terutama di Sumatera dan
menetapkan komitmen global untuk Kalimantan telah juga terindentifikasi 84
mengeliminasi penyakit kaki gajah (The Kabupaten/Kota dengan microfilaria rate
Global Goal Of Elimination Of Limphatik 1% atau bisa juga lebih. Data tersebut
Year 2020), menyusul kesepakatan global menggambarkan bahwa seluruh daerah di
tersebut pada tahun 2002 di Indonesia Sumatera dan Kalimantan merupakan
mencanangkan gerakan eliminasi penyakit daerah endemis filariasis. (Nasri Noor,
kaki gajah yang disingkat ELKAGA pada 2006)
tahun 2020. Eliminasi filariasis bertujuan Menurut Depkes Mei tahun 2009
untuk menurunkan prevalensi (MF – rate) tercatat 11.189 kasus kronis filariasis yang
hingga dibawah 1% sehingga filariasis di laporkan daerah yang tersebar di 378
tidak lagi merupakan masalah kesehatan Kabupaten/Kota di Indonesia tergolong
masyarakat. (Depkes RI, 2009) daerah endemis filariasis. Dari jumlah
Pada tahun 2004 filariasis telah penduduk di daerah endemis yang berisiko
menginfeksi 14,45% penduduk di 83 tertular filariasis 150 juta jiwa (Depkes RI,
negara di seluruh dunia, terutama negara- 2007). Berdasarkan Profil Kesehatan
negara di daerah tropis dan beberapa daerah Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat tahun
subtropis seperti India, Bangladesh, 2012, Kabupaten Sijunjung merupakan
Taiwan, China, Philipina, Afrika, Amerika daerah endemis filariasis pada tahun 2010
Latin, daerah pasifik dan negara-negara di sampai dengan tahun 2012 terjadi
Asia Tenggara. Di Indonesia, berdasarkan peningkatan kasus filariasis. Dengan kasus
survei yang dilaksanakan pada tahun 2000- tahun 2010 ada 24 kasus dan tahun 2012
2004 terdapat lebih dari 8000 orang meningkat menjasi 70 kasus. (Dinkes Kab.
menderita klinis kronis atau lama filariasis Sijunjung, 2012)
(elephantiasis) yang tersebar diseluruh Lingkungan merupakan salah satu
provinsi. Secara epidemiologi data ini variabel yang kerap mendapat perhatian
mengindikasikan lebih dari 60 juta khusus dalam menilai kondisi kesehatan
penduduk Indonesia berada yang berisiko masyarakat. Kabupaten Sijunjung Provinsi
tinggi tertular filariasis dengan 6 juta Sumatera Barat merupakan daerah-daerah
penduduk diantaranya telah terinfeksi. sepanjang pesisir Sumatera Barat yang
(Depkes RI, 2007) terdiri dari rawa-rawa dataran rendah dan
Penyakit ini ditemukan hampir di bebukitan yang berpenghuni. Banyak
seluruh wilayah Indonesia seperti di masyarakat diantaranya, masyarakatnya
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, yang memiliki kolam di belakang rumah
Nusa tenggara, dan Papua baik di perkotaan serta adanya juga rawa-rawa disekitar
maupun pedesaan. Kasus di pedesaan rumahnya. (Dinkes Kab.Sijunjung, 2012)
banyak di temukan di kawasan Indonesia Berdasarkan latar belakang diatas,
bagian timur, sedangkan untuk di perkotaan maka perlu di lakukan penelitian untuk
banyak di temukan di daerah seperti mengetahui beberapa faktor-faktor yang
Bekasi, Tanggerang, Pekalongan, dan berhubungan dengan kejadian filariasis di
Lebak (Banten). (Depkes RI, 2006) Puskesmas Gambok Kabupaten Sijunjung.
Data ini belum menggambarkan Perumusan masalah
keadaan yang sebenarnya karena hanya di Belum di ketahui Faktor-faktor apa
laporkan oleh 42% Puskesmas dari 7.221 saja yang berhubungan dengan kejadian
Puskesmas. Tingkat endemisitas filariasis filariasis di wilayah kerja Puskesmas
di Indonesia tahun 1999 masih tinggi Gambok Kabupaten Sijunjung.
Tujuan penelitian Popoulasi sampel penelitian ini
Untuk mengetahui faktor-faktor yang adalah 100 orang. Sampel penelitian ini
berhubungan dengan kejadian filariasis di adalah 100 orang.
wilayah kerja Kab. Sijunjung Puskesmas Data dalam penelitian ini adalah
Gambok Kabupaten Sijunjung Tahun data primer dan data sekunder. Data primer
2013.Tujuan khusus penelitian ini adalah: diperoleh secara langsung dari orang yang
a. Untuk mengetahui distribusi proporsi menderita filariasis dengan menggunakan
responden berdasarkan sosiodemografi, metode wawancara dan juga menggunakan
yang meliputi : umur, jenis kelamin dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari
pekerjaan data yang berobat di Puskesmas Gambok
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi Kab. Sijunjung.
penderita filariasis menurut lingkungan
fisik rumah penderita filariasis meliputi Hasil Penelitian dan Pembahasan
ketersediaan saluran pembuangan air Distribusi proporsi berdasarkan
limbah, tempat perkembangbiakan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan. Data
nyamuk, tempat peristirahatan nyamuk, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.
kawat kasa pada ventilasi, dan Tabel 1. Distribusi Proporsi Filariasis
pencahayaan Berdasarkan Sosiodemografi
c. Untuk mengetahui proporsi penderita di Wilayah Kerja Puskesmas
filariasis menurut lingkungan sosial Gambok Kab.Sijunjung
penderita filariasis meliputi kebiasaan Karakteristik f %
keluar malam hari, pemakaian kelambu,
Umur (Tahun)
pemakaian obat anti nyamuk bakar, >30 tahun 79 79
kebiasaan memakai repellent. <30 tahun 21 21
Manfaat penelitian Jenis Kelamin
a. Bagi Mahasiswa Laki-laki 72 72
Dengan penelitian ini, mahasiswa Perempuan 28 28
dapat menerapkan ilmu dan teori yang
Pekerjaan
telah diperoleh, juga dapat menambah Petani 36 36
wawasan dan pengetahuan mengenai Buruh 17 17
filariasis serta faktor-faktor yang PNS/TNI/Polri 14 14
berhubungan dengan kejadian filariasis Pegawai Swasta 13 13
di Puskesmas Gambok. Pedagang 10 10
b. Bagi Puskesmas Gambok TidakBekerja/Ibu 9 9
Hasil penelitian dapat dijadikan rumah Tangga
bahan masukan dan informasi mengenai Total 100 100
faktor-faktor yang berhubungan dengan Berdasarkan tabel 1 di atas dapat
filariasis di Puskesmas Gambok agar diketahui bahwa proporsi jumlah penderita
tidak mengalami masalah kesehatan filariasis yang tercatat dalam rekam medis
dikemudian hari akibat filariasis. di wilayah kerja Pukesmas Gambok Kab.
c. Bagi Peneliti Lain Sijunjung berdasarkan umur, paling banyak
Sebagai informasi kepada peneliti ditemukan pada golongan umur > 30 tahun
lain untuk melaksanakan penelitian yaitu 79 orang (79%), kemudian pada
selanjutnya. golongan umur < 30 tahun yaitu 21 orang
Metode Penelitian (21%),
Jenis penelitian ini adalah Proporsi penderita filariasis yang
bersifat deskriptif melalui pendekatan case tercatat dalam rekam medis Pukesmas
series. Penelitian ini dilaksanakan di Gambok Kab. Sijunjung berdasarkan jenis
wilayah kerja Puskesmas Gambok, kelamin, lebih banyak ditemukan pada
Kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung.
laki-laki yaitu 72 orang (72%), sedangkan trasmisi penyakit seperti kolera, thypus,
pada perempuan yaitu 28 orang (28%). disentri, malaria dan demam berdarah.
Proporsi penderita filariasis yang Sarana pembuangan air limbah yang sehat
tercatat dalam rekam medis Pukesmas dapat mengalirkan limbah ke tempat
Gambok Kab. Sijunjung berdasarkan penampungan air limbah dengan lancar
pekerjaan, paling banyak ditemukan pada tanpa mencemari lingkungan dan badan air.
Petani yaitu 36 orang (36%), Buruh yaitu Menurut Yatim (2007) pencegahan
17 orang (17%), Pns/tni/polri yaitu 14 yang dilakukan untuk mengurangi
orang (14%), Pegawai swasta yaitu 13 terjadinya kontak dengan nyamuk yaitu
orang (13%), Pedagang yaitu 10 orang dengan pemasangan kawat kasa pada
(10%) sedangkan yang paling sedikit ventilasi.
adalah Tidak bekerja/Ibu rumah tangga Menurut Sarudji (2010) juga secara
yaitu 9 orang (9%). implisit pencahayaan dalam rumah perlu
Menurut penelitian Nasrin(2008) di mendapatkan perhatian khusus karena
kabupaten Bangka Barat orang yang berpengaruh dalam aspek kenyamanan,
memiliki jenis pekerjaan berisiko akan keamanan dan keselamatan, produktivitas
berpeluang terkena penyakit filariasis serta estetika.
sebesar 4,4 kali dibandingkan dengan orang Tabel 3. Distribusi Proporsi Penderita
yang memiliki pekerjaan tidak berisiko. Filariasis Berdasarkan Tempat
Tabel 2. Distribusi Proporsi Filariasis Perkembangbiakan Nyamuk,
Berdasarkan Lingkungan Fisik dan Tempat Peristirahatan
Filariasis di Wilayah Kerja Nyamuk di Wilayah Kerja
Puskesmas Gambok Kab. Puskesmas Gambok Kab.
Sijunjung Sijunjung
Lingkungan Ada Tidak Jumlah Lingkungan Ada Tidak Jumlah
Fisik Ada Fisik Ada
f 5% f % f % f 5% f % f %

Ketersediaan 39 39 61 61 100 100,0 Tempat 58 58 42 42 100 100,0


Saluran Perkembang
Pembuangan biakan nyamuk
Air Limbah Tempat 73 73 27 27 100 100,0
Kawat Kasa 37 37 63 63 100 100,0 Peristirahatan
Ventilasi nyamuk
Pencahayaan 42 42 58 58 100 100,0 Berdasarkan tabel 3 di atas dapat
diketahui bahwa proporsi penderita
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat filariasis yang tercatat dalam rekam medis
diketahui bahwa proporsi jumlah penderita Puskesmas Gambok Kab. Sijunjung
filariasis yang tercatat dalam rekam medis berdasarkan lingkungan fisik yaitu ada
Puskesmas Gambok Kab. Sijunjung tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu
berdasarkan lingkungan fisik yaitu tidak 58 rumah (58%), ada tempat peristirahatan
ada ketersediaan saluran pembuangan air nyamuk 73 rumah (73%).
limbah, paling banyak ditemukan tidak ada Penelitian ini sejalan penelitian
saluran pembuangan air limbah yaitu 61 Widiyanto (2007), yang menyatakan bahwa
rumah (61%), tidak ada kawat kasa ada hubungan antara tempat perindukan
ventilasi yaitu 63 rumah (63%), tidak ada nyamuk dengan kejadian Demam Filariasis.
pencahayaan yaitu 58 rumah (58%). Menurut Anies (2006) tempat
Menurut Notoatmodjo (2005) yang perindukan nyamuk ini bermacam-macam
menyatakan air buangan yang tidak saniter tergantung jenis nyamuknya, ada yang
dapat menjadi media perkembang biakan hidup di pantai, rawa-rawa, persawahan,
mikroorganisme patogen, larva nyamuk tambak ikan maupun air bersih di
atau serangga yang dapat menjadi media pegunungan. Prinsipnya sedapat mungkin
meniadakan tempat perindukan nyamuk filariasis yang tercatat dalam rekam medis
tersebut dengan menjaga kebersihan wilayah kerja Puskesmas Gambok Kab.
lingkungan. Sehubungan dengan hal Sijunjung berdasarkan lingkungan sosial
tersebut, tempat perindukan nyamuk buatan yaitu selalu keluar rumah malam hari 47
seperti vas bunga sebaiknya dapat diberi orang (47%), tidak pernah memakai
campuran pasir dan air, tempat minum kelambu 45 orang (45%), tidak pernah
burung diganti airnya setiap hari, ban memakai obat anti nyamu bakar 43 orang
bekas, botol, kaleng semuanya harus (43%), tidak pernah memakai repellent 39
dikubur atau dihancurkan dan didaur ulang orang (39%).
untuk keperluan industri (Chahaya,2003). Penelitian ini sejalan dengan
Menurut hasil penelitian juga bahwa Kadarusman (2003) diketahui bahwa
rumah-rumah yang mempunyai tempat kebiasaan keluar pada malam hari ada
peristirahatan yaitu sebanyak 74% sehingga hubungan denga kejadian filariasis (p=
kemungkinan jumlah populasi nyamuk 0,002).
disekitar rumah akan bertambah dan Penelitian yang dilakukan Sunardi
merupakan faktor resiko. (2006) yang menyatakan bahwa responden
Menurut Handayani (2008), habitat yang memiliki kebiasaan keluar rumah
nyamuk adalah suatu daerah dimana pada malam hari berpeluang terjangkit
tersedia tempat beristirahat, setiap nyamuk filariasis sebesar 26,3 kali lebih besar
pada waktu aktivitasnya akan melakukan dibandingkan dengan responden yang tidak
orientasi terhadap habitatnya untuk memiliki kebiasaan keluar rumah pada
memenuhi kebutuhan fisiologis yaitu malam hari.
hinggap istirahat selama 24 jam – 48 jam Penelitian ini sejalan dengan Ansyari
lalu kawin dan sesudah itu menuju hospes (2004) diketahui bahwa kebiasaan tidak
setelah cukup memperoleh darah dari menggunakan kelambu waktu tidur sebagai
hospes nyamuk kembali ke tempat istirahat faktor resiko kejadian filariasis (OR=8,09).
untuk menunggu waktu bertelur begitulah Menurut Yatim (2007) menghindari
terus menerus proses ini berkelajutan yang gigitan nyamuk pada daerah yang
disebut siklus Gonotropik : yaitu dimulai penderitanya banyak adalah sangat penting
dari Tempat berkembang biak kemudian ke dan upaya yang dapat dilakukan berupa
tempat hospes (makan). penggunaan kelambu merupakan alat-alat
Tabel 4. Distribusi Proporsi Filariasis yang telah digunakan sejak dahulu,
Berdasarkan Lingkungan penggunaannya dewasa ini sudah jauh
Sosial di Wilayah Kerja berkurang karena dianggap kurang praktis.
Puskesmas Gambok Kab. Prinsip penggunaan kelambu adalah
Sijunjung upaya untuk mencegah kontak dengan
Lingkungan selalu Kadang- Tidak Jumlah nyamuk, jenis kelambu manapun yang
Sosial kadang pernah digunakan oleh responden pada saat tidur,
f % f % f % f %
tetap menjadi upaya yang penting dalam
Kebiasaan 47 47 26 26 27 27 100 100,0 rangka mencegahpenularan penyakit
keluar malam
hari
filariasis, namun penggunaan kelambu
Pemakaian 26 26 29 29 45 45 100 100,0 tidak akan berarti kalau tidak diikuti
Kelambu dengan pemakaian yang rutin oleh
Kebiasaan 25 25 32 32 43 43 100 100,0
Memakai Obat
seseorang. Salah satu cara yang digunakan
Anti Nyamuk Insecticide Treated Net (ITN) yang cukup
Bakar efektif sebagai proteksi diri terhadap
Kebiasaan 24 24 37 37 39 39 100 100,0 gigitan nyamukdan serangga lainnya.
Memakai
Repellent Salah satu cara untuk mencegah
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat dari gigitan nyamuk adalah dengan
diketahui bahwa proporsi jumlah penderita penggunaan obat anti nyamuk. Metode
perlindungan diri ini digunakan oleh rumah), ada tempat peristirahatan
individu atau kelompok kecil pada nyamuk 73% (73 rumah), ada, rusak
masyarakat untuk melindungi diri dari kawat kasa pada ventilasi 45% (45
gigitan nyamuk dengan cara mencegah rumah), dan tidak ada pencahayaan
kontak antara tubuh manusia dengan 58% (58 rumah).
nyamuk, dimana peralatannya kecil, mudah c. Distribusi proporsi jumlah berdasarkan
dibawa dan dipakai serta sederhana dalam lingkungan sosial penderita filariasis
penggunaannya, diantaranya obat-obat anti yang tercatat dalam rekam medis di
nyamuk seperti: bakar, oil dan obat oles wilayah kerja Puskesmas Gambok Kab.
anti nyamuk. Sijunjung tertinggi yaitu selalu keluar
Menggunakan obat-obat repellent malam hari 47% (47 orang), tidak
merupakan metode perlindungan diri oleh pernah memakai kelambu 45% (45
individu atau kelompok kecil pada orang), tidak pernah memakai obat anti
masyarakat untuk melindungi diri dari nyamuk bakar 43% (43 orang), dan
gigitan nyamuk. Dengan cara mencegah tidak pernah memakai repellent 39%
kontak antara tubuh manusia dengan (39 orang).
nyamuk. Penggunaan repellent ini tidak
akan berarti apa-apa jika kebiasaan 2. Saran
masyarakat masih sering keluar pada a. Pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan
malam hari dengan tidak menggunakan terus melakukan penyuluhan secara
pelindung diri. Mengingat hal tersebut berkala tentang filariasis guna
diatas sangat diharapkan pada masyarakat meningkatkan sikap dan tindakan
menggunakan repellent secara rutin untuk masyarakat dalam mencegah terjadinya
menghindari kontak dengan nyamuk. filariasis.
Prinsip utama agar terhindar filariasis b. Masyarakat mengurangi aktifitas keluar
adalah menghidarkan diri dari gigitan rumah pada malam hari serta jika keluar
nyamuk vektor infektif atau berusaha rumah memakai baju dan celana
seminimal mungkin kontak dengan panjang sebagai pelindung diri dan
nyamuk. Masyarakat sebaiknya selalu menggunakan kelambu insektisida
membiasakan diri memakai obat nyamuk sewaktu tidur.
oles saat beraktivitas di luar rumah pada
malam hari maupun sebelum tidur. Daftar Pustaka
Asri Maharani, Bagus Febrianto, Saptop,
Kesimpulan dan Saran Widiarti, 2006. Studi Faktor Resiko
1. Kesimpulan Filariasis di Desa Sambirejo
a. Distribusi proporsi jumlah berdasarkan Kecamatan Tirto Kabupaten
sosiodemografi pada penderita filariasis Pekalongan Jawa Tengah. Rinbinkes
yang tercatat dalam rekam medias BPVRP Salatiga.
Puskesmas Gambok Kab.Sijunjung Chin, J. 2006. Manual Pemberantasan
tertinggi pada umur > 30 tahun yaitu Penyakit Menular. Editor: dr. I.
(79%), jenis kelamin laki-laki 72%, dan Nyoman Kandun, CV. Infomedika,
petani 37%. Edisi 17 Cetakan 11. Jakarta.
b. Distribusi proporsi jumlah berdasarkan Depkes RI, 2003. Modul Pemberantasan
lingkungan fisik rumah pada penderita Vektor. Ditjend PP & PL. Jakarta.
filariasis yang tercatat dalam rekam ________, 2006. Epidemiologi Filariasis.
medis Puskesmas Gambok Kab. Ditjend PP & PL. Jakarta.
Sijunjung tertinggi yaitu tidak ada ________, 2006. Pedoman
ketersediaan saluran pembuangan air Penatalaksanaan Kasus Klinis
limbah 61% (61 rumah), ada tempat Filariasis. Ditjend PP & PL. Jakarta.
perkembangbiakan nyamuk 58% (58
_________, 2006. Pedoman Promosi Notoadmojo S, 1997. Ilmu Kesehatan
Kesehatan Dalam Eliminasi Masyarakat. Rineka Cipta.
Filariasis. Ditjend PP & PL. Jakarta. Notoadmojo S, 2005. Metodologi
_________, 2007. Ekologi Dan Aspek Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka
Perilaku Vektor. Ditjend PP & PL. Cipta.
Jakarta. Oemijati, 2006. Parasitologi. Penerbit
_________, 2007. Pedoman Program Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Penamggulangan Penyakit Kaki Pusat Data Surveilans Epidemiologi
Gajah (Filariasis) di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Filariasis
Ditjend P2M & PL. Jakarta. di Indonesia. Buletin Jendela
_________, 2009. Pedoman Epidemiologi Juli 2010, Volume 1.
Pemberantasan Filariasis di Sarudji D. Kesehatan Lingkungan, Karya
Indonesia. Jakarta. Putra Darwanti 2010. Bandung
________, 2009. Kasus Klinis Filariasis Yatim F, 2009. Macam-macam Penyakit
di Indonesia. Ditjend PP & PL. Menular dan Cara Pencegahannya.
Jakarta.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sijunjung,
2012. Penyusunan Profil Kesehatan
Kabupaten Sijunjung. Sijunjung.
Dinkes SUMUT, 2011. Profil Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara 2010.
Sumatera Utara.
Isgiyanto A. Teknik Pengambilan Sampel
Pada Penelitian Non Eksperimental.
Penerbit Buku Kesehatan. Jogjakarta.
Juriastuti P, 2010. Faktor Risiko Kejadian
Filariasis di Kelurahan Jati
Sempurna Makara. Buletin
Kesehatan, Volume 14 no 1. Juni.
Kadarusman, 2003. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Filariasis di Desa Talang Babat
Kecamatan Muara Sabak Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Provinsi
Jambi. FKM UI Jakarta.
Machfoed, I. 2008. Menjaga Kesehatan
Rumah Dari Berbagai Penyakit
Kesehatan Lingkungan-Kesehatan
Masyarakat Sanitasi Pedesaan Dan
Perkotaan. Fitramaya. Jakarta.
Nasri Noor, 2006. Pengantar
Epidemiologi Penyakit Menular.
Renika Cipta.
Nurmaini, 2003. Mengidentifikasi Vektor
dan Pengendalian Nyamuk
Anopheles Aconitus secara
Sederhana. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Bagian Kesehatan
Lingkungan Universitas Sumatera
Utara.

You might also like