You are on page 1of 7

STUDI ATAS KHODAM DI PONDOK PESANTREN

PAPER

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah : Sosiologi Ekonomi
Dosen Pengampu : Ahmad Dahlan, M.S.I

Disusun Oleh :

1. Epi Auliana (15222010


2. Harry Faishal Aqmal (1522201091)
3. Nurrotul Jannah
4. Siti Rofikoh Fat

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2018
STUDI ATAS KHODAM DI PONDOK PESANTREN

A. Pendahuluan
Pondok pesantren disebut sebagai lembaga pendidikan Islam karena
merupakan lembaga yang berupaya menanamkan nilai-nilai Islam di dalam
diri para santri. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memiliki
karakteristik yang berbeda di bandingkan dengan dengna lembaga-lembaga
pendidikan yang lain.1 Ciri –ciri pesantren adalah adanya hubungan akrab
antara santri dan kyai, dan kepatuhan santri kepada kiai. Bahkan sebaian
santri diminta menjandi asisten kiai (khodam). Makna dan fungsi khodam di
pondok pesantren pada hakekatnya merupakan nama lain dari kata pembantu,
walaupun ada istilah Khodam ini di sama artikan dengan kekuatan ghaib yang
tidak semua orang bisa melihat, merasakan dan berkomunikasi.2

B. Pesantren dan Dinamika Sosial


Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata “santri” yang
mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukan tempat. Selain itu
asal kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata “sant” (manusia
baik) dengan suku kata “tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat
berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik. Menurut Abdurrahman Wahid,
pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari
kehidupan disekitarnya. Pesantren seperti yang dikatan oleh Nurkholis
Madjid, tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia (indigeneous), disebabkan oleh
lembaga pesantren ini sudah ada sejak masa kekuasan Hindu dan Budha.3

1
Prof. Dr. Abd. Halim Soebahar, MA., Modernisasi Pesantren : Studi Transformasi
Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta : LKIS Yogyakarta, 2013),
hlm. 33.
2
Supandi, “Dinamika Sosio-Kultural Keagamaan Masyarakat Madura (Kiprah dan
Eksistensi Khodam Dalam Pesantren di Madura), Jurnal Al-Ulum Universitas Islam Madura
(UIM) Pamekasan, Vol. 4 No. 1, hlm. 1.
3
Dr. Mustajab, S.Ag., M.Pd.I., Masa Depan Pesantren : Telaah atas Model Kepemimpinan
dan Manajemen Pesantren Salaf, (Yogyakarta : LKIS Printing Cemerlang, 2015), hlm. 56.
Setiap pesantren ternyata berproses dan bertumbuh kembang dengan
cara yang berbeda-beda di berbagai tempat, baik dalam bentuk maupun
kegiatan-kegiatan kurikulernya. Namun, diantara perbedaan-perbedaan
tersebut masih bisa diidentifikasi adanya pola yang sama. Persamaan pola
tersebut, menurut A. Mukti Ali, dapat dibedakan dalam dua segi, yaitu segi
fisik dan segi non fisik. Segi fisik terdiri dari empat komponen pokok yang
selalu ada pada setiap pesantren, yaitu (a) kiai sebagai pemimpin, pendidik,
guru dan panutan, (b) santri sebagai peserta didik atau siswa, (c) masjid
sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan, pengajaran dan peribadatan (d)
pondok sebagai asrama untuk mukim santri. Adapun yang non fisik adalah
pengajian (pengajaran Agama).
Hampir senada dengan A. Mukti Ali, Zamakhsyari Dhofier juga
merumuskan pola yang hampir sama. Hanya saja, Dhofier menitikberatkan
komponen non fisik pada pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Pasalnya tanpa
pengajaran kitab-kitab Islam klasik tersebut, pesantren dapat dianggap tidak
asli lagi (indigenous). Maka dapat di simpulkan bahwa komponen utama
pesantren secara umum terdiri dari Kiai, Santri, Masjid, Pondok dan
Pengajaran Kiab-Kitab Islam Klasik.4
Namun secara faktual, sesungguhnya kehidupan pesantren memiliki
keberagaman dan dinamika yang sangat variatif sejalan dengan setting sosial
budaya masyarakat tempat pesantren berada. Di sebagian besar tempat, bisa
jadi kelima unsur pesantren itu terpenuhi, namun di sebagian daerah bisa jadi
salah-satu atau dua unsur tersebut tidak terpenuhi. Dalam wacana
fenomenologi, pesantren sesungguhnya adalah suatu lembaga atau institusi
pendidikan yang berorientasi pada pembentukan manusia yang memiliki
tingkat moralitas ke Agama Islam dan sosial tinggi yang diaktualisasikan ke
dalam sistem pendidikan dan pengajarannya.5

C. Tipologi Pesantren

4
Prof. Dr. Abd. Halim Soebahar, MA., Modernisasi Pesantren ..... hlm. 37.
55
Supandi, “Dinamika Sosio-Kultural Keagamaan Masyarakat Madura ... hlm.
Pesantren yang berkembang di Indonesia mempunyai tipe-tipe sebagai
berikut. Pertama, pesantren tradisional. Pesantren ini masih mempertahankan
bentuk aslinya dengan mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke-15
M dengan menggunakan bahasa Arab.6 Pola pengajarannya dilakukan dengan
menerapkan sistem halaqah. Hakikat dari sistem pengajaran halaqah adalah
penghafalan yang titik akhirnya dari segi metodologi cenderung pada
terciptanya santri yang menerima dan memiliki ilmu.
Kedua, pesantren modern. Sistem pembelajaran pada pesantren ini
menggunakan kelas-kelas belajar dalam bentuk klasikal. Kurikulum yang
dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara
nasional. Santrinya ada yang menetap dan ada pula yang tersebar di sekitar
pondok pesantren. Perbedaan dengan madrasah dan sekolah pada umumnya
terletak pada proses pendidikan agama dan bahasa Arab (dan terkadang
bahasa Inggris) yang lebih ditonjolkan sebagai kurikulum lokal.
Ketiga, pesantren konvergensi. Pada jenis ini, pesantren merupakan
sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara yang tradisional dan yang
modern. Di dalamnya diterapkan pendidikan dan pembelajaran kitab kuning
dengan metode sorogan, bandongan, dan wetonan; namun secara reguler
sistem persekolahan terus dikembangkan.
Keempat, pesantren mahasiswa. Pesantren jenis ini merupakan asrama-
asrama yang santri-santrinya berasal dari komunitas mahasiswa. Para
pengasuhnya biasanya berasal dari kalangan dosen yang tugas kesehariannya
di perguruan tinggi yang berlokasi di sekitar pesantren.7

D. Khodam dan Perannya di Dunia Pesantren


Kata khodam diambil dari kata bahasa Arab dari kata khodam yang
berarti pelayan atau pembantu. Jenis pembantu laki-laki maupun perempuan
sama saja penyebutannya yaitu khodam. Khodam merupakan santri yang
selain mencari ilmu, mereka juga membantu kiai dalam melaksanakan tugas

6
Muhammad Fahmi, “Mengenal Tipologi dan Kehidupan Pesantren”, Jurnal Pendidikan
dan Pranata Islam, Syaikhuna, Volume 6 Nomor 2 Oktober 2015, hlm. 305.
7
Muhammad Fahmi, “Mengenal Tipologi dan Kehidupan Pesantren..... hlm. 306.
kepesantrenan dan kerumahtanggaan demi mencapai suatu tujuan yaitu
mendapat barokah dari seorang kiai atau gurunya, walaupun ada sebagian
khodam yang dari unsur orang luar yang tidak pernah nyantri di pesantren.
Dalam dunia pesantren khodam terdiri dari beberapa kelompok,
berdasarkan tugas dan kewajiban mereka masing-masing, misalnya : 1)
bertugas supir pribadi kiai, supir keluarga kiai dan supir umum, 2) bertugas
penerima tamu dan melayani tamu, 3) ada yang bertugas di kebun untuk
bercocok tanam, 4) ada yang bertugas untuk menjadi mediator antara para
pengurus dan pengelola pendidikan yang ada di bawah naungan pesantren
dan lain sebagainya.8
Khodam, jika diinjau dari sisi profesionalisme pekerjaan mereka adalah
orang yang mempunyai pendidikan rendah dan tidak mempunyai kompetensi
sehingga level pekerjaan mereka adalah level pekerjaan yang paling bawah
dan gaji yang juga rendah, sehingga kemudian menyisihkan banyak persoalan
sosial, seperti masih belum balance-nya hak mereka sebagai pekerja
dibandingkan dengan tugas dan kewajiban yang harus mereka selesaikan,
karena keberadaan mereka hanya untuk bekerja dan tidak untuk mendapat
upah yang layak dan pantas dengan bidang pekerjaan yang mereka tekuni.9
Khodam jika di lihat dari sisi status pekerjaannya, mereka adalah para
pekerja profesional yang harus di gaji sesuai dengan status pekerjaan mereka,
namun kenyataannya di dunia pesantren, menjadi khodam merupakan
pekerjaan mulia dan merasa terhormat walaupun mereka tanpa di bayar atau
digaji secara profesional. Dengan demikian, upah pekerjaan bukanlah suatu
yang utama bagi para khodam dalam mengabdikan diri di pesantren. Dalam
benak mereka ada suatu yang tertanam begitu dalam keyakinan hati mereka
yaitu mengharapkan yang namanya “barokah” dari sang kiai. Dalam benak
dan keyakinan mereka, jika nilai “barokah” sudah mereka dapatkan maka
kehidupan mereka akan sejahtera, tentram, bahagia dan sukses.10

8
Supandi, “Dinamika Sosio-Kultural Keagamaan Masyarakat Madura.....hlm.
9
Supandi, “Dinamika Sosio-Kultural Keagamaan Masyarakat Madura.....hlm.
10
Supandi, “Dinamika Sosio-Kultural Keagamaan Masyarakat Madura.....hlm.
Disisi yang lain, khodam merupakan suatu perwujudan dan perwakilan
seorang kiai di dalam pesantren. Sebagai contohnya ketika seorang yang ingin
bertemu kiai, maka mereka harus menghadap khodam terlebih dahulu
sebelum bisa bertemu dengan kiai, sehinga pada posisi ini khodam dapat
berfungsi sebagai penyambung atau mediator antara kiai dengan masyarakat
umum, baik dalam lingkup pesantren maupun masyarakat secara umum.
Khodam disini yang dinilai sebagai manifestasi dari seorang kiai, dimana
posisi khodam ini mempunyai peran yang cukup besar dalam mempengaruhi
sebuah kebijakan dari sang kiai dalam memutuskan suatu persoalan atau
perkara, namun disisi yang lain khodam ini secara devinisi operasional adalah
pembantu dan pekerja profeional yang belum imbang antara upah atau gaji
dengan pekerjaan atau kewajiban mereka.11

E. Pandangan Masyarakat Pesantren Menyikapi Eksistensi Khodam


1. Pada dasarnya eksistensi khodam di pesantren sangat membantu
keberhasilan proses pendidikan walaupun signifikansinya masih belum
sempat terukur.
2. Masyarakat pesantren begitu sangat berterima kasih kepada keberadaan
khodam di pesantren, karena dengan keberadaan mereka, para santri,
ustad dan bahkan masyarakat umum lebih mudah untuk melakukan
komunikasi dengan sang pengasuh atau kiai.
3. Kiai memandang khodam bukan sebagai santri yang di marjinalkan,
bahkan sebaliknya, khodam sudah dianggap bagian dari keluarga besar
pesantren sehingga tidak ada bedanya antara santri reguler dengan santri
yang merangkap menjadi khodam.

F. Hak dan Kewajiban Khodam sebagai Asisten yang Profesional dalam


Pesantren
1. Khodam adalah nama lain dari kata pembantu di pesantren dan mereka
mendapatkan hak seperti tempat tinggal, pendidikan, makan dan minum

11
Supandi, “Dinamika Sosio-Kultural Keagamaan Masyarakat Madura.....hlm.
serta kebutuhan primer lainnya yang dipenuhi dan di tanggung oleh
pengasuh yang dalam hal ini adalah kiai.
2. Hak Khodam adalah bagi yang masih dalam pendidikan maka mereka di
bayari oleh kiai, kemudian bagi yang tidak dalam masa pendidikan maka
mereka mendapat tempat tinggal yang layak dari kiai, kemudian juga
kebutuhan primer lainnya juga menjadi tanggungan kiai.
3. Sedangkan kewajiban khodam beraneka ragam mulai dari berkebun,
berladang, memasak hingga mengurus kendaraan kiai dan keluarga
pesantren.

You might also like