Professional Documents
Culture Documents
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Umur : 8 tahun
ANAMNESIS Nama : An. P
Ruang : Delima
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kelas : C1
Dokter yang merawat : dr. Sudarmanto, Sp.A Ko Asisten : Tyas Rachmani Fauziah, S. Ked
1
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
38 th 36th
8th
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
2
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
RIWAYAT PRIBADI
3
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
f. Riwayat Vaksinasi
Vaksin
Hepatitis B 3 kali Pada umur : 0, 1, 3
BCG 1 kali Pada umur : 1 bulan
DPT 3 kali Pada umur : 2,4,6
Polio 4 kali Pada umur : 1, 2,4,6
Campak 1 kali Pada umur 9 bulan
Kesan : Imunisasi 0 bulan pertama dilakukan di rumah sakit selanjutnya dilakukan di
posyandu.
Lingkungan
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan nenek. Rumah terdiri dari ruang tamu, dapur, 3
kamar tidur, dan 1 kamar mandi, 1 WC secara terpisah dengan kamar mandi. Air minum
menggunakan air sumur. Atap terbuat dari genteng, dinding dari batu bata, lantai rumah
dari semen. Ventilasi udara dan penerangan cukup. Tidak terdapat pabrik disekitar rumah.
Kesan : keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingkungan rumah cukup baik.
h. Anamnesis sistem
Cerebrospinal : sakit kepala (-), kejang (-), demam (-)
Kardiovaskuler : sianosis (-), keringat dingin (-)
Respiratori : batuk (+), pilek (+), nyeri tenggorokan (-), sesak (+)
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB (+)
Urogenital : BAK (+).
Muskuloskeletal : kelainan bentuk (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), bengkak (-)
Integumentum : bintik merah (-), ikterik (-)
Kesan : Terdapat masalah pada sistem respiratori.
4
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Umur : 12 bulan
PEMERIKSAAN Nama : An. A
Ruang : Delima
JASMANI Jenis Kelamin : Laki-laki
Kelas : 3
PEMERIKSAAN OLEH Tyas Rachmani Fauziah , S.Ked Tanggal 07 Januari 2016 Jam
11.00
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Vital Sign
HR : 96x/menit
RR : 30x/menit
Suhu : 36,3ºC
BB : 15 kg
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : bintik merah (-), ikterik (-)
Kepala : ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah cukup
Mata : mata cowong (-), ca (-/-), si (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
Hidung : sekret (+/+), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : pembesaran limfonodi leher (-), massa (-), kaku kuduk (-)
Thorax : simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
batas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II normal reguler (+), bising jantung (-)
5
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Paru
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Depan Retraksi dinding dada (-) Retraksi dinding dada (-)
Palpasi Fremitus (n) massa (-) Fremitus (n) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (+), Wh (+) SDV (+), Rh (+), Wh (+)
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Belakang Palpasi Fremitus (n) Fremitus (n)
massa (-) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (+), Wh (+) SDV (+), Rh (+), Wh (+)
Kesan : Terdapat kelainan kedua lapang paru yaitu Rhonki (+) dan wheezing (+)
Abdomen
Inspeksi : distended (-), sikatrik (-), purpura (-)
Auskultasi : peristaltik dalam batas normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : turgor kulit baik, nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Anogenital : tidak ada kelainan
Kesan : Tidak terdapat kelainan pada abdomen .
Ekstremitas : akral dingin (-), deformitas (-), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-)
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan : bebas bebas bebas bebas
Tonus : normal normal normal normal
6
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
7
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
RINGKASAN ANAMNESIS
Pasien dibawa ke rumah sakit masuk IGD dengan keluhan batuk dan sesak sejak 6 hari
SMRS. Malamnya pasien sudah di bawa ke IGD dikarenakan demam, batuk, dan sesak.
Batuk disertai dahak berwarna kekuningan. Kemudian pasien mendapatkan pengobatan
dengan nebulizer. Sesak berkurang dan pasien dibawa pulang ke rumah. Keesokan harinya
pasien mengalami sesak berulang dan dibawa lagi ke IGD RSUD DR Hardjono. Muntah (-),
BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat penyakit dahulu,keluarga dan lingkungan disangkal
Pasien mendapatkan makanan susu formula dan nasi.
Riwayat ANC baik dan PNC kurang baik, persalinan sectio caesarea prematur
Perkembangan dan kepandaian baik.
Imunisasi dasar lengkap, sesuai usia pasien saat ini.
Keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingkungan rumah cukup baik.
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK
KU: Sedang
Vital sign :Nadi 96x /menit, RR 30x/menit, Suhu : 36,3 ºC
Kulit : dalam batas normal
Kepala : ca (-/-), si (-/-)
Leher : PKGB (-/-)
Pemeriksaan thorax : SDV (+/+), ronkhi (+/+), weezing (+/+)
Abdomen : bintik merah (-), ikterik (-)
Extremitas superior et inferior normal.
LABORATORIUM
Darah Rutin : Hasil laboratorium menunjukkan Leukosit meningkat.
DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF
AKTIF
Sesak
8
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
INAKTIF
Demam
DIAGNOSA KERJA
- Bronkitis asmatis
RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Terapi
- Infus RL 10 tpm makro
- O2 1-2 liter/menit
- Inj aminofilin 90mg selama 30 menit (serangan awal)
- Inj dexamethason 3x3,5 mg (iv)
- Inj Cefotaxim 3 x 400 mg (iv)
- PO : Parasetamol 4x1 C (jika demam)
- PO : Ambroxol Syr 2x5ml
- Nebulizer 3 x 5 menit
Rencana Tindakan
Obsevasi Keadaan Umum
Observasi Vital Sign
Rencana Edukasi
1. Mengetahui penyakit yang berkaitan dengan penyakit yang diderita
2. Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan
gejala yang sama
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
9
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
10
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
08/01/ Pasien batuk dan sesak sudah berkurang. Demam (-). - Infus RL 10 tpm makro
2016 BAB dan BAK dalam batas normal.
- O2
Vital sign:
S: 37,1ºC, HR:98x/menit ,RR: 37/menit - Inj Cefotaxim 3 x 400 mg (iv)
KU: baik
- Nebulizer 3 x 5 menit
Kepala : CA (-/-), UUB normal, mata cekung (-),
mukosa mulut kering (-), secret dari hidung (+), - PO : Ambroxol syr 2x5ml
Leher : PKGB (-)
Thorax :
Pulmo: Ronkhi (+/+), Whezzing (+/+)
Cor: bising (-/-)
Abdomen: Peristaltik meningkat (-), nyeri tekan (-)\
Ekstremitas: normal
12
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKITIS
A. DEFINISI
Bronkitis ( bronchitis ) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir
(mukosa) bronkus (saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam
paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus membengkak
(menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit. Bronkitis terbagi atas 2
jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Bronkitis akut pada umumnya
ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-
14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai
sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Kebanyakan brokitis pada anak
yaitu brokitis akut sedangkan bronkitis kronis terjadi pada usia dewasa.
13
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
B. EPIDEMIOLOGI
Bronkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan
puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronkitis
kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang
diatas 45 tahun. Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau
musim hujan (didaerah tropis).
14
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
D. ETIOLOGI
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :
Infeksi virus : influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytialvirus
(RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain.
Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella).
Jamur
Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.
Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni
sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10%. Belum ada
bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer
Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang
15
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan
infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
E. PATOGENESIS
Bronkitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membran mukosa
bronkus. Pada orang dewasa, bronkitis kronik terjadi akibat hipersekresi mukus
dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel
goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan
oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena
produksi mukus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk
produktif. Pada anak-anak, bronkitis kronik disebabkan oleh respon endogen,
trauma akut saluran pernafasan, atau paparan alergen atau iritan secara terus-
menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan
batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mukus. Apabila terjadi paparan secara
kronik terhadap epitel pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi virus
berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronkitis kronik pada anak-anak. Bakteri
patogen yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran respirasi bagian bawah
pada anak-anak adalah Streptococcus pneumoniae. Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis dapat patogen pada balita (umur <5 tahun), sedangkan
Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sekolah (umur >5-18 tahun).
Seperti disebutkan sebelumnya penyebab dari bronkitis akut adalah virus,namun
organisme pasti penyebab bronkitis akut sampai saat ini belum dapat diketahui, oleh
karena kultur virus dan pemeriksaan serologis jarang dilakukan. Adapun beberapa
virus yang telah diidentifikasi sebagai penyebab bronkitis akut adalah virus – virus
yang banyak terdapat di saluran pernapasan bawah yakni influenza B, influenza A,
parainfluenza dan respiratory syncytial virus (RSV). Influenza sendiri merupakan
virus yang timbul sekali dalam setahun dan menyebar secara cepat dalam suatu
populasi. Gejala yang paling sering akibat infeksi virus influenza diantaranya
adalah lemah, nyeri otot, batuk dan hidung tersumbat. Apabila penyakit influenza
sudah mengenai hampir seluruh populasi disuatu daerah, maka gejala batuk serta
demam dalam 48 jam pertama merupakan prediktor kuat seseorang terinfeksi virus
influenza. RSV biasanya menyerangorang – orang tua yang terutama mendiami
16
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
panti jompo, pada anak kecil yangmendiami rumah yang sempit bersama
keluarganya dan pada tempat penitipananak. Gejala batuk biasanya lebih berat pada
pasien dengan bronkitis akut akibatinfeksi RSV.
Virus yang biasanya mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas seperti
rhinovirus, adenovirus dapat juga mengakibatkan bronkitis akut. Gejala yang
dominan timbul akibat infeksi virus ini adalah hidung tersumbat, keluar sekret encer
dari telinga (rhinorrhea) dan faringitis. Bakteri juga memerankan perannya dalam
pada bronkitis akut, antara lain,Bordatella pertusis, Bordatella parapertusis,
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. Infeksi bakteri ini biasanya
paling banyak terjadi dilingkungan kampus dan di lingkungan militer. Namun
sampai saat ini, peranan infeksi bakteri dalam terjadinya bronkitis akut tanpa
komplikasi masih belum pasti, karena biasanya ditemukan pula infeksi virus atau
terjadi infeksi campuran(Sidney S. Braman, 2006).Pada kasus eksaserbasi akut dari
bronkitis kronik, terdapat bukti klinis bahwa bakteri – bakteri seperti Streptococcus
pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenzae mempunyai
peranan dalam timbulnya gejala batuk dan produksi sputum. Namun begitu, kasus
eksaserbasi akut bronkitis kronik merupakan suatu kasus yang berbeda dengan
bronkitis akut, karena ketiga bakteritersebut dapat mendiami saluran pernapasan
atas dan keberadaan mereka dalamsputum dapat berupa suatu koloni bakteri dan ini
bukan merupakan tanda infeksi akut.
Penyebab batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi bisa dari
berbagai penyebab dan biasanya bermula akibat cedera pada mukosa bronkus. Pada
keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence,
yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada
pasien dengan bronkhitis akut, sistem mukosiliar defence paru-paru mengalami
kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, akan
terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang mengakibatkan kelenjar mukus
menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah)
sehingga produksi mukus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding
bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan
mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan
mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat
17
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.Mukus yang
kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napasterutama selama
ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolapsdan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Pasien mengalamikekurangan 02, iaringan dan ratio
ventilasi perfusi abnormal timbul, di manaterjadi penurunan PO2 Kerusakan
ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Pada
bronkitis akut akibat infeksi virus, pasien dapat mengalami reduksinilai volume
ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) yang reversibel. Sedangkan pada infeksi
akibat bakteri M. pneumoniae atau C. Pneumoniae biasanyamempunyai nilai
reduksi FEV1 yang lebih rendah serta nilai reversibilitas yang rendah pula
Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d’entre mulut dan hidung
“droppletinfection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/bakterimia dan
gejala ataureaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.
infeksi
Aktivasi IgE
Peningkatan
pelepasan histamin
Penyebaran bakteri/virus
keseluruh tubuh.
Edema mukosa sel
goblet di produksi
hitertermi Peningkatan
Bersihan jalan Peningkatan
laju
nafas tdk efektif akumulasi sekret
metabolisme
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3
minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih,
kuning kehijauan,atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala
berikut ini :
Demam (biasanya ringan)
Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak).
Sesak napas, rasa berat bernapas,
Bunyi napas mengi atau ± ngik
Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada
Kadang batuk darah
Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran
pernafasan lainnya. Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti gejala – gejala
infeksi saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3 –
4 hari setelah rhinitis. Batuk pada mulanya keras dan kering, kemudian
seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang ringan dan produktif. Karena anak
– anak biasanya tidak membuang lendir tapi menelannya, maka dapat terjadi gejala
muntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih besar,keluhan
utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk serta nyeri dada padakeadaaan
yang lebih berat.
Karena bronchitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan
dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui
secara jelasa karena kurangnya ketersediaan jaringan untuk pemeriksaan.
Yangdiketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mucus dan terjadinya
deskuamasi sel – sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam
dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen. Akan
tetapi karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan
jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan adanya
superinfeksi bakteri. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium
awal.Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai
macam ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing ataupun suara kombinasi.
Hasil pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan corakan bronkial.
19
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10 -14 hari. Bila tanda – tanda klinis
menetap hingga 2 – 3 minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis. Selain itu
dapat pula terjadi infeksi sekunder.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis dari bronkitis akut dapat ditegakkan bila; pada anamnesa pasien
mempunyai gejala batuk yang timbul tiba – tiba dengan atau tanpa sputum dan
tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia,common cold , asma
akut,eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK).Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring
hiperemis.Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi
didadapat terdengar ronki,wheezing , ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi
lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.
Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan
pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang
dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan
sebagai berikut:
Denyut jantung > 100 kali per menit
Frekuensi napas > 24 kali per menit
Suhu > 38°C
Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi
dan peningkatan suara napas.
Keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat
disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax).
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif
untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi
bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya
diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak
berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus.
Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial
meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkanadanya penurunan ringan
20
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu dilakukan pada penderita yang
sebelumnya sehat.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat, tidak sesak atau takipnea.
Mungkin ada nasofaringitis
Paru:ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah
batuk),wheezing dan krepitasi
Pemeriksaan penunjang
Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
Laboratorium : Leukosit > 17.500.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya
bakteri, sputumnya akan seperti nanah. Untuk pasien anak yang diopname,
dilakukan tes C-reactive protein, kultur pernafasan, kultur darah, kultur sputum, dan
tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah
dari bakteri atau virus. Untuk anak yang diopname dengan kemungkinan infeksi
Chlamydia, mycoplasma,atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan
pemeriksaan sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba yang
cocok. Serum IgM mungkin dapat membantu.Untuk anak yang diduga mengalami
imunodefisiensi, pengukuran serum immunoglobulin total, subkelas IgG, dan
produksi antibodi spesifik direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis.
H. DIAGNOSIS BANDING
Batuk dengan atau tanpa produksi sputum dapat dijumpai pada
commoncold. Common cold sendiri merupakan istilah konvensional dari infeksi
saluran pernapasan atas yang ringan, gejalanya terdiri dari adanya sekret dari
hidung, bersin, sakit tenggorok dan batuk serta bias juga dijumpai demam, nyeri
otot danlemas. Seringkali common cold dan bronkitis akut memiliki gejala yang
sama dan sulit dibedakan. Batuk pada common cold merupakan akibat dari infeksi
21
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
saluran pernapasan atas yang disertai post nasal drip dan pasien biasanya sering
berdeham.
Batuk pada bronkitis akut disebabkan infeksi pada saluran pernapasan
bawah yang dapat didahului oleh infeksi pada saluran pernapasan atas dan oleh
sebab itu mempersulit penegakkan diagnosis penyakit ini. Bronkitis akut juga sulit
dibedakan dengan eksaserbasi akut bronkitis kronik dan asma akut dengan gejala
batuk. Dalam suatu penelitian mengenai bronkitis akut, asma akut seringkali
didiagnosa sebagai suatu bronkitis akut pada1/3 pasien yang datang dengan gejala
batuk. Oleh karena kedua penyakit ini memiliki gejala yang serupa, maka satu –
satunya alat diagnostik adalah dengan mengevaluasi bronkitis akut tersebut, apakah
merupakan suatu penyakit tersendiri atau merupakan awal dari penyakit kronik
seperti asma. Bronkitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan yang dapat
sembuh sendiri dan bila batuk lebih dari 3 minggu maka diagnosis diferensial
lainnya harus dipikirkan. Pasien dengan riwayat penyakit paru kronik sebelumnya
seperti bronkitis kronik, PPOK dan bronkiektasis, pasien dengan gagal jantung dan
dengan gangguan sistem imun seperti AIDS atau sedang dalam kemoterapi,
merupakan kelompok yang beresiko tinggi terkena bronkitis akut dan dalam halini
kelompok tersebut merupakan pengecualian.
I. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan
keluhan).
Antitusif (penekan batuk):
a. DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg,
diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini
bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif
tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula
pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan,
terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut
yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan
dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak,
maka antitusif dihentikan.
22
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
23
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
J. PROGNOSIS
Perjalanan dan prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang
tepat atau mengatasi setiap penyakit yang mendasari.
K. KOMPLIKASI
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Pleuritis
d. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
e. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
24
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
ASMA
A. DEFINISI
Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2002, batasan asma
menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya. Asma didefinisikan
sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,
khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan.
Konsensus Nasional tahun 2000 menggunakan batasan bahwa asma adalah
mengi berulang dan / atau batuk persisten dengan karakteristik; timbul secara
episodik, cenderung malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik,
serta adanya riwayat asma atau atopi pada pasien / keluarganya.
B. ETIOLOGI
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama
adalah reaksi yang berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus).
Hiperreaktivitas bronkus ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Namun
diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergic-beta, kurangnya enzim
adenil siklase dan meningginya tonus system parasimpatis. Keadaan demikian
cenderung meningkatkan tonus parasimpatis bila ada rangsangan sehingga terjadi
spasme bronkus. Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan banyak
faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut, karena itu
asma disebut penyakit multifaktorial.
Faktor-faktor yang erat hubungannya dalam proses terjadinya manifestasi asma
adalah:
1. Faktor Genetik
2. Allergen
Allergen Hirup ( inhalan )
- Debu rumah, tungau debu rumah
- Bulu binatang
25
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
C. FAKTOR RESIKO
26
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
27
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya
ventilasi dengan perfusi.
Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi
peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk
ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau
menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya
pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik
vena dan mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan
peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal
serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar
PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi
jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar
yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika
dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang
normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain
itu dapat terjadi pula asidosis metabolic akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat
oleh otot napas.
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun
jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak
sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan
resiko terjadinya atelektasis.
28
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
E. KLASIFIKASI
KNAA ( Konsensus Nasional Asma Anak) membagi derajat serangan asma atas :
1. Serangan ringan
2. Serangan sedang
3. Serangan berat
Dalam hal ini perlu dibedakan antara derajat penyakit asma dengan derajat
serangan asma. Setiap derajat penyakit asma dapat mengalami derajat serangan yang
29
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
mana saja. Sebagai contoh : seorang penderita asma persisten dapat mengalami
serangan ringan saja. Sebaliknya bisa saja seorang pasien yang tergolong asma
episodic jarang mengalami serangan asma berat. Dengan kata lain derajat serangan
asma tidak tergantung pada derajat penyakit asma.
Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Global
Initiative for Asthma ( GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru dan pemeriksaan laboratorium.
Butir penilaian di bagian awal merupakan penilaian klinis yang sifatnya cenderung
subyektif. Penilaian yang obyektif adalah pemeriksaan FEV-1 dengan spirometer,
serta pemeriksaan saturasi oksigen. Kendalanya adalah kesulitan jurus ( Manuver )
pemeriksaan, terlebih pada anak dengan serangan asma berat.
30
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
31
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
FEV-1
- pra b. dilator > 60 % 40 -60 % < 40 %
- pasca > 80 % 60 – 80 % < 60 %
b.dilator Respon < 2
jam
Sa O2 % > 95 % 91 -95 % ≤ 90 %
32
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Uji faal paru PEV / FEV1 > 80% PEV / FEV1 60- PEV / FEV1 < 60%,
80% variasi 20-30%
Variabilitas faal Var > 15% Var > 30% Var > 50 %
paru (saat serangan)
33
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
F. DIAGNOSIS
Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada malam
hari yang dapat dipicu bila ada beban fisik yang berat, infeksi virus, allergen
hirupan sangat karakteristik untuk asma.
Namun asma dapat juga menyebabkan batuk menetap pada anak tanpa
riwayat mengi karena kecepatan aliran udara tidak mencukupi untuk
menimbulkan mengi, penyumbatan jalan nafas yang relative ringan, atau
pengasuh tidak mampu mengenali mengi.
2. Pemeriksaan fisik
Tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asma, pada asma
yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik diluar serangan. Pada
Infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, batuk paroksismal, suara wheezing,
ekspirium memanjang, retraksi supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan
sela iga. Pada asma kronik terlihat bentuk thorak emfisematous, bongkok
kedepan, sela iga melebar, diameter anteroposterior bartambah.
Pada perkusi hipersonor pada seluruh thorak, daerah pekak jantung dan hati
mengecil. Pada auskultasi, mula-mula bunyi nafas kasar atau mengeras, tapi
pada stadium lanjut suara nafas melemah atau hampir tidak terdengar karena
aliran udara sangat lemah, dalam keadaan normal fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase
inspirasi, waktu serangan fase ekspirasi memanjang terdengar ronkhi kering dan
ronkhi basah.
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah (eosinofil IgE total, IgE spesifik), sekret (eosinofil), sputum (eosinofil,
kristal Charcot-Leyden dan Spiral Curshman). Bila ada infeksi mungkin
ditemukan lekositosis polimorfonukleus.
4. Foto roentgen thorak
Tampak corakan paru meningkat, hiperinflasi pada serangan akut dan asma
kronik, dan gambaran atelektasis.
5. Tes fungsi paru
34
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan
mengikuti perjalanan penyakit.
35
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
G. DIAGNOSIS BANDING
Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai macam
keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :
1. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus.
2. penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrostik kistik.
3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan terbanyak
dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
4. bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter,
bila sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.
5. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial
6. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam hari
dan didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis bronkus.
36
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
H. PENATALAKSANAAN
37
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
38
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
39
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan β2-agonis atau teofilin. Bila
tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek
samping sistemiknya minimal. Obat golongan β2 agonis inhalasi yang dapat digunakan
yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.
Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi
perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.
40
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang jelas,
langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan antikolinergik.
Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi dan asodosis metabolik dapat
mengalami takifilaksis atau respons yang kurang terhadap nebulisasi beta agonis.
Penderita seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk
mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.
Serangan Asma Ringan:
- sekali nebulisasi respon baik
- diobservasi 1 jam, bila tetap baik dipulangkan
- dibekali: obat β-agonis hirupan/oral diberi tiap 4-6 jam
- pencetus virus: corticosteroid oral untuk 3-5 hari.
- Kontrol ke klinik rawat jalan24 – 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Serangan Asma Sedang:
- Dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali
- Pemberian nebulisasi 2 kali, menunjukan respon parsial.
- Observasi dan ditangani dalam ruang rawat sehari
- Obat: steroid sistemik (oral) metilprednisolon 0,5 – 1 mg/kgbb/ hari untuk 3-5 hari.
- Atau steroid nebulisasi dosis tinggi 1600 ug
- Sebaiknya dipasang jalur parenteral
Serangan Asma Berat:
- Nebulisasi 3 kali berturut-turut tidak ada respon
- Harus Rawat di ruang rawat inap.
- Sejak awal dinilai berat: nebulisasi β-agonis + antikolinergik
- Oksigen 2- 4 L/menit sejak awal
- Pasang jalur parenteral
- Foto rontgent deteksi pneumothoraks atau pneumo-mediastinum.
Tatalaksana ruang rawat sehari:
- nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 2 jam
- steroid sistemik oral metilprednisolon / prednison ( dilanjutkan sampai 3-5 hari).
- Dalam 12 jam klinis baik: boleh pulang dengan bekal obat seperti serangan asma
ringan.
- Dalam 12 jam klinis tidak baik:dialih ke ruang rawat inap.
41
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
TERAPI INHALASI
Prinsip terapi inhalasi
Mempunyai keuntungan:
- Bekerja langsung di saluran respiratorik
- Awitan kerjanya cepat.
- Dosis obat yang digunakan kecil
- Efek samping minimal karena konsentrasinya dalam darah sedikit/ kecil.
42
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Biasanya digunakan bentuk aerosol yaitu suspensi partikel didalam gas. Aerosol dengan
diameter kecil (1-10 micron) mengalami benturan secara inersial dan sedimentasi dan
mengendap karena efek gravitasi. Partikel dengan diameter lebih dari 8 micron
mengalami benturan saluran respiratorik proksimal dan laring sehingga tidak mencapai
paru, partikel 1-8 micron mengendap di saluran respiratorik besar, kecil, dan alveoli.
43
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
44
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
- Nebulizer
Alat yang dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus
menerus dengan tenaga dari udara yang dipadatkan.aerosol yang terbentuk dihirup
melalui mouth piece, dapat menghasilkan partikel 2-5 micron,pengendapan yang
didapatkan dalam paru 30-60 %.Bronkodilator dapat memberikan efek bronkodilatasi
tanpa efek samping.
45
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Children
Drug Low dose Medium dose High dose
Beclomethasone 100-400 μg 400-800 μg >800 μg
dipropionate
Budesonide 100-200 μg 200-400 μg >400 μg
Flunisolide 500-750 μg 1,000-2,250 μg >1,250 μg
Fluticasone 100-200 μg 200-500 μg >500 μg
Triamcinolone 400-800 μg 800-1,200 μg >1,200 μg
acetonide
46
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
I. KOMPLIKASI
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi emfisema
dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk kedepan dan
memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara
dan tampak sulcus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung lama
terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.
Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.
J. PROGNOSIS
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan
timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun
setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan
tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak.
Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara
keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21
tahun asmanya sudah menghilang.
47
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
BAB III
PEMBAHASAN
48
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
Asma ditandai oleh 3 kelainan utama pada bronkus yaitu: konstriksi otot bronkus, inflamasi
mukosa dan bertambahnya sekret jalan napas. Stadium awal mukosa jalan napas pucat,
terdapat edema dan sekresi lendir bertambah, lumen bronkus dan bronkioli menyempit
karena spasme. Terlibat kongesti pembuluh darah, infiltrat eosinofil bahkan juga dalam
lumen saluran napas. Selain itu juga sel mast memberi peranan penting dimana mengalami
degranulasi dan mengeluarkan berbagai mediator yang menyebabkan bronkonstriksi dan
mengiritasi reseptor iritan.
Bronkitis biasanya didahului oleh suatu infeksi traktus respiratorius bagian atas oleh
virus. Umumnya anak-anak datang dengan gejala infeksi saluran napas atau yang tidak
spesifik seperti rinitis. Tiga sampai 4 hari kemudian timbul batuk kering yang cukup sering.
Timbulnya batuk menunjukkan adanya perluasan infeksi kearah trakea dan bronkus.
Batuk merupakan gejala klinis pasien, batuk kemudian menjadi produktif. Setelah
beberapa hari sputum mungkin menjadi purulen. Nyeri dada dapat dikeluhkan oleh anak
yang lebih besar yang diperberat oleh adanya batuk. Mukusnya kemudian menjadi lebih
encer, biasanya berlangsung sekitar 2 minggu dan jarang sampai melebihi 3 minggu.
Pada dinding toraks terlihat retraksi interkostal, gerakan pernapasan sama kiri dan kanan
dan tidak tampak pelebaran sela iga, fremitus sama di kedua lapangan paru, sonor pada
perkusi paru dan pada auskultasi didapatkan wheezing pada kedua paru dan setelah diterapi
wheezing menghilang. Ditemukan adanya ronki basah kasar pada kedua paru. Dari
pemeriksaan tersebut diatas, didapatkan kesan terjadi perubahan anatomis yang besar pada
paru dan dinding toraks diluar serangan. Ini sesuai literatur baik bronkitis maupun asma
ditemukan adanya ronki basah kasar disertai mengi.
49
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
DAFTAR PUSTAKA
50
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK
13. Setiawan L, Makmuri MS, Santoso G. Inhalasi steroid pada penatalaksanaan asma
anak. Buletin ilmu kesehatan anak. Divisi pulmonologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr.Sutomo. 2003: 402-16.
14. Goodman D. Inflamatory disorder of the small airways. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, eds. Nelson textbook of pediatrics; 16th ed. Philadelphia: WB
Saunders Company, 2000: 1414-5.
15. Loughlin GM. Bronkhitis. In: Chernick V, Boat TF, Kendig EL, eds. Kendig’s
disorder of the respiratory tract in children, sixth ed. Philadelphia: WB Saunders
Company, 1998: 461-72.
16. Said M. Pendekatan diagnostik bronkitis pada anak. Dalam: Rahajoe N, Budiman I et
al, Bronkitis dan asma pada anak. Jakarta: Sub Bagian Pulmonologi Bagian IKA FK
UI, 1984: 193-204
17. Mellis CM. Bronchitis in children. Dalam: Rahajoe N, Budiman I et al, Bronkitis dan
asma pada anak. Jakarta: Sub Bagian Pulmonologi Bagian IKA FK UI, 1984: 51-7
18. Wantania JM. Bronkitis akuta. Dalam: Mantik MFJ, Runtunuwu A, Wantania JM, ed.
Buku pedoman diagnosis dan terapi. Manado: Bagian IKA FK Unsrat, 2001: 208.
51