You are on page 1of 51

FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Umur : 8 tahun
ANAMNESIS Nama : An. P
Ruang : Delima
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kelas : C1

Nama lengkap : An. P Jenis Kelamin :L


Tempat dan tanggal lahir : Ponorogo, 7/06/2007 Umur : 8 tahun
Nama Ayah : Tn. A Umur : 36 tahun
Pekerjaan ayah : Wiraswasta Pendidikan ayah : SMA
Nama ibu : Ny. S Umur : 38 tahun
Pekerjaan ibu : Wiraswasta Pendidikan ibu : D3
Alamat : Bungkal, Ponorogo
Masuk RS tanggal : 04 Januari 2016 Diagnosis masuk : Bronkitis

Dokter yang merawat : dr. Sudarmanto, Sp.A Ko Asisten : Tyas Rachmani Fauziah, S. Ked

Tanggal : 07 Januari 2016 Alloanamnesis di Bangsal Delima


KELUHAN UTAMA : Sesak
KELUHAN TAMBAHAN : Batuk, pilek, dan demam
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa ke rumah sakit masuk IGD dengan keluhan batuk dan sesak sejak 6 hari SMRS.
Malamnya pasien sudah di bawa ke IGD dikarenakan demam, batuk, dan sesak. Batuk disertai
dahak berwarna kekuningan. Kemudian pasien mendapatkan pengobatan dengan nebulizer.
Sesak berkurang dan pasien dibawa pulang ke rumah. Keesokan harinya pasien mengalami
sesak berulang dan dibawa lagi ke IGD RSUD DR Hardjono. Muntah (-), BAB dan BAK
dalam batas normal.
2. Riwayat penyakit dahulu
• Riwayat sakit serupa : diakui
• Riwayat asma : diakui
• Riwayat batuk pilek sebelumnya : diakui
• Riwayat alergi : diakui
• Riwayat typoid :disangkal

1
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

3. Riwayat penyakit pada keluarga


• Riwayat sakit serupa : disangkal
• Riwayat batuk pilek : disangkal
• Riwayat asma : diakui
• Riwayat alergi : diakui
4. Riwayat penyakit pada lingkungan
• Riwayat sakit serupa : disangkal
• Riwayat batuk pilek : diakui
• Riwayat kontak dengan penderita dengan gejala yang sama : diakui
Kesan : Riwayat penyakit dahulu, keluarga dan lingkungan diakui.
5. Pohon Keluarga

38 th 36th

8th
Keterangan :
: Laki-Laki

: Perempuan

: Pasien

2
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

RIWAYAT PRIBADI

Riwayat kehamilan dan persalinan


a. Riwayat kehamilan ibu pasien
Ibu GP1A0 Hamil saat usia 30 tahun. Ibu memeriksakan kehamilannya rutin ke bidan, Ibu
mual dan muntah pada awal usia kehamilannya, tidak ada riwayat demam saat hamil (-),
merokok saat hamil (-), kejang saat hamil (-). Usia kehamilan 3 bulan ibu mengalami flek,
kemudian ke dokter kandungan dan diberikan vitamin dan obat. Tekanan darah ibu saat
mengandung dalam batas normal. Berat badan ibu dinyatakan normal dan mengalami
kenaikan berat badan selama kehamilan.
b. Riwayat persalinan ibu pasien
Ibu melahirkan di Rumah Sakit Jakarta dibantu oleh dokter ahli kandungan, umur
kehamilan 6 bulan, persalinan secara sectio caesarea oleh karena saat usia kehamilan 6
bulan ibu mengalami pembukaan 3.
c. Riwayat pasca lahir pasien
Bayi laki-laki BB 1300 gram, setelah lahir langsung menangis, tidak ada demam atau
kejang. Bayi dirawat di rumah sakit selama 15 hari.
Kesan : Riwayat ANC dan PNC kurang baik, riwayat persalinan prematur.
d. Riwayat makanan
0-6 bulan : ASI.
7-24 bulan : ASI, makanan pendamping
24 bulan-sekarang : Susu formula, nasi

e. Riwayat perkembangan dan kepandaian


Motorik Kasar Motorik Halus

Dapat berdiri sendiri tanpa


Makan menggunakan sendok
dibantu

Kesan : Motorik kasar, motorik halus, sesuai usia.

3
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

f. Riwayat Vaksinasi
Vaksin
Hepatitis B 3 kali Pada umur : 0, 1, 3
BCG 1 kali Pada umur : 1 bulan
DPT 3 kali Pada umur : 2,4,6
Polio 4 kali Pada umur : 1, 2,4,6
Campak 1 kali Pada umur 9 bulan
Kesan : Imunisasi 0 bulan pertama dilakukan di rumah sakit selanjutnya dilakukan di
posyandu.

g. Sosial, ekonomi, dan lingkungan


Sosial dan ekonomi
Ayah (36 tahun, Wiraswasta) dan ibu (38 tahun, Wiraswasta) penghasilan keluarga cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya rumah sakit.

Lingkungan
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan nenek. Rumah terdiri dari ruang tamu, dapur, 3
kamar tidur, dan 1 kamar mandi, 1 WC secara terpisah dengan kamar mandi. Air minum
menggunakan air sumur. Atap terbuat dari genteng, dinding dari batu bata, lantai rumah
dari semen. Ventilasi udara dan penerangan cukup. Tidak terdapat pabrik disekitar rumah.
Kesan : keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingkungan rumah cukup baik.

h. Anamnesis sistem
Cerebrospinal : sakit kepala (-), kejang (-), demam (-)
Kardiovaskuler : sianosis (-), keringat dingin (-)
Respiratori : batuk (+), pilek (+), nyeri tenggorokan (-), sesak (+)
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB (+)
Urogenital : BAK (+).
Muskuloskeletal : kelainan bentuk (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), bengkak (-)
Integumentum : bintik merah (-), ikterik (-)
Kesan : Terdapat masalah pada sistem respiratori.

4
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Umur : 12 bulan
PEMERIKSAAN Nama : An. A
Ruang : Delima
JASMANI Jenis Kelamin : Laki-laki
Kelas : 3
PEMERIKSAAN OLEH Tyas Rachmani Fauziah , S.Ked Tanggal 07 Januari 2016 Jam
11.00
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Vital Sign
HR : 96x/menit
RR : 30x/menit
Suhu : 36,3ºC
BB : 15 kg

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : bintik merah (-), ikterik (-)
Kepala : ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah cukup
Mata : mata cowong (-), ca (-/-), si (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
Hidung : sekret (+/+), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : pembesaran limfonodi leher (-), massa (-), kaku kuduk (-)
Thorax : simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
batas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II normal reguler (+), bising jantung (-)

5
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Paru
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Depan Retraksi dinding dada (-) Retraksi dinding dada (-)
Palpasi Fremitus (n) massa (-) Fremitus (n) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (+), Wh (+) SDV (+), Rh (+), Wh (+)
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Belakang Palpasi Fremitus (n) Fremitus (n)
massa (-) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (+), Wh (+) SDV (+), Rh (+), Wh (+)

Kesan : Terdapat kelainan kedua lapang paru yaitu Rhonki (+) dan wheezing (+)
Abdomen
Inspeksi : distended (-), sikatrik (-), purpura (-)
Auskultasi : peristaltik dalam batas normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : turgor kulit baik, nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Anogenital : tidak ada kelainan
Kesan : Tidak terdapat kelainan pada abdomen .

Ekstremitas : akral dingin (-), deformitas (-), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-)
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan : bebas bebas bebas bebas
Tonus : normal normal normal normal

6
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Trofi : entrofi eutrofi eutrofi eutrofi


Klonus Tungkai : (-) (-) (-) (-)
Reflek fisiologis : biceps (+) normal, triceps (+) normal, reflek patella (+) normal
achiles (+) normal
Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-), oppenheim (-), gordon (-), rosolimo (-)
Meningeal Sign : kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), brudzinski III (-)
brudzinski IV (-)
Sensibilitas : dalam batas normal
Kesan : extremitas superior et inferior normal.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN DAN KIMIA DARAH


(04 Januari 2016)
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
1. Leukosit 17.7 uL 4000-10000 /uL
2. Lymph# 1.3 uL 0.8-4.0
3. Mid# 0.9 uL 0.1-1.5
4. Gran# 15.5 uL 2.0-7.0
5. Lymph% 7.2 % 20.0-40.0
6. Mid% 5.2 % 3.0-15.0
7. Gran% 87.6 % 50.0-70.0
8. RBC 5.71 uL 3,50-5,5 / uL
9. HGB 16.1 gr/dl 11,0-16,0 g/dl
10. HCT 44.1 % 37-54%
11. MCV 77.2 femtoliter 80-100 fl
12. MCH 28.2 Pikograms 27-34 pg
13. MCHC 36.5 g/dl 32-36 g/dl
14. RDW-CV 13.4 % 11.0-16.0
15. RDW-SD 44.4 fL 35.0-58.0
16. PLT 327 uL 150.000-450.000/uL
17. MPV 7.8 fL 6.5-12
18. PDW 15.2 9.0-17.0

7
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

19. PCT 2.55 Ml/l 1.08-2.82


20. P-LCC 60 uL 30-90
21. P-LCR 18.5 % 11.0-45.0
Kesan : Hasil laboratorium menunjukkan Leukosit meningkat.

RINGKASAN ANAMNESIS
 Pasien dibawa ke rumah sakit masuk IGD dengan keluhan batuk dan sesak sejak 6 hari
SMRS. Malamnya pasien sudah di bawa ke IGD dikarenakan demam, batuk, dan sesak.
Batuk disertai dahak berwarna kekuningan. Kemudian pasien mendapatkan pengobatan
dengan nebulizer. Sesak berkurang dan pasien dibawa pulang ke rumah. Keesokan harinya
pasien mengalami sesak berulang dan dibawa lagi ke IGD RSUD DR Hardjono. Muntah (-),
BAB dan BAK dalam batas normal.
 Riwayat penyakit dahulu,keluarga dan lingkungan disangkal
 Pasien mendapatkan makanan susu formula dan nasi.
 Riwayat ANC baik dan PNC kurang baik, persalinan sectio caesarea prematur
 Perkembangan dan kepandaian baik.
 Imunisasi dasar lengkap, sesuai usia pasien saat ini.
 Keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingkungan rumah cukup baik.
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK
 KU: Sedang
 Vital sign :Nadi 96x /menit, RR 30x/menit, Suhu : 36,3 ºC
 Kulit : dalam batas normal
 Kepala : ca (-/-), si (-/-)
 Leher : PKGB (-/-)
 Pemeriksaan thorax : SDV (+/+), ronkhi (+/+), weezing (+/+)
 Abdomen : bintik merah (-), ikterik (-)
 Extremitas superior et inferior normal.
LABORATORIUM
Darah Rutin : Hasil laboratorium menunjukkan Leukosit meningkat.
DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF
AKTIF
 Sesak

8
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

 Batuk dan pilek

INAKTIF
 Demam

DIAGNOSA KERJA
- Bronkitis asmatis

RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Terapi
- Infus RL 10 tpm makro
- O2 1-2 liter/menit
- Inj aminofilin 90mg selama 30 menit (serangan awal)
- Inj dexamethason 3x3,5 mg (iv)
- Inj Cefotaxim 3 x 400 mg (iv)
- PO : Parasetamol 4x1 C (jika demam)
- PO : Ambroxol Syr 2x5ml
- Nebulizer 3 x 5 menit

Rencana Tindakan
Obsevasi Keadaan Umum
Observasi Vital Sign

Rencana Edukasi
1. Mengetahui penyakit yang berkaitan dengan penyakit yang diderita
2. Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan
gejala yang sama

PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam

9
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

10
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Tgl SOAP Talaksana

08/01/ Pasien batuk dan sesak sudah berkurang. Demam (-). - Infus RL 10 tpm makro
2016 BAB dan BAK dalam batas normal.
- O2
Vital sign:
S: 37,1ºC, HR:98x/menit ,RR: 37/menit - Inj Cefotaxim 3 x 400 mg (iv)
KU: baik
- Nebulizer 3 x 5 menit
Kepala : CA (-/-), UUB normal, mata cekung (-),
mukosa mulut kering (-), secret dari hidung (+), - PO : Ambroxol syr 2x5ml
Leher : PKGB (-)
Thorax :
Pulmo: Ronkhi (+/+), Whezzing (+/+)
Cor: bising (-/-)
Abdomen: Peristaltik meningkat (-), nyeri tekan (-)\
Ekstremitas: normal

Pasien batuk dan sesak berkurang. Demam (-). BAB


09/01/ dan BAK dalam batas normal.
2016 Vital sign:
S: 37ºC, HR:90x/menit, RR : 24xmenit - Infus RL 10 tpm makro
KU: Baik
- Inj Cefotaxim 3 x 400 mg (iv)
Kepala : CA (-/-), UUB normal, mata cekung (-),
mukosa mulut kering (-), secret dari hidung (+), - Nebulizer 3 x 5 menit
Leher : PKGB (-)
- PO : Ambroxol syr 2x5ml
Thorax :
Pulmo: Ronkhi (+/+), Whezzing (-/-)
Cor: bising (-/-)
11
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Abdomen: Peristaltik meningkat (-), nyeri tekan (-)


Ekstremitas: normal

Pasien batuk . sesak (-)


10/01/20 Vital sign: Lepas Infus
16 S: 36 ºC, HR:96x/menit, RR 24x/menit Pasien pulang
KU:Baik
Kepala : CA (-/-), UUB normal, mata cekung (-),
mukosa mulut kering (-), secret dari hidung (-),
Leher : PKGB (-)
Thorax :
Pulmo: Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor: bising (-/-)
Abdomen: Peristaltik meningkat (-), nyeri tekan (-)
Ekstremitas: normal

12
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

BRONKITIS
A. DEFINISI
Bronkitis ( bronchitis ) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir
(mukosa) bronkus (saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam
paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus membengkak
(menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit. Bronkitis terbagi atas 2
jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis. Bronkitis akut pada umumnya
ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-
14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai
sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Kebanyakan brokitis pada anak
yaitu brokitis akut sedangkan bronkitis kronis terjadi pada usia dewasa.

13
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

B. EPIDEMIOLOGI
Bronkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan
puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronkitis
kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang
diatas 45 tahun. Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau
musim hujan (didaerah tropis).

Gambar. Mukus klirens pada saluran napas yang normal

14
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

C. MEKANISME KLIRENS SALURAN NAFAS


Pertama, mukus didorong ke proksimal saluran napas oleh gerakan
silia,yang akan membersihkan partikel-partikel inhalasi, patogen dan
menghilangkan bahan-bahan kimia yang mungkin dapat merusak paru. Musin
polimerik secara terus-menerus disintesis dan disekresikan untuk melapisi lapisan
mukosa.Kecepatan normal silia 12 sampai 15x/detik, menghasilkan kecepatan
1mm/menit untuk membersihkan lapisan mukosa. Kecepatan mucociliary clearance
meningkat dalam keadaan hidrasi tinggi. Dan kecepatan gerakan silia meningkat
oleh aktivitas purinergik, adrenergik, kolinergik dan reseptor agonis adenosin,serta
bahan iritan kimia. Mekanisme kedua, adalah dengan mengeluarkan mukus dengan
refleks batuk. Ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa penyakit paru
yang disebabkan oleh kerusakan fungsi silia tidak terlalu berat dibandingkan
dengan yang disebabkan dehidrasi, yang menghalangi kedua mekanisme klirens
saluran napas. Meskipun batuk berkontribusi dalam membersikan mukus pada
penyakit dengan peningkatan produksi mukus atau gangguan fungsi silia, ini dapat
menyulitkan gejala.

D. ETIOLOGI
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :
 Infeksi virus : influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytialvirus
(RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain.
 Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella).
 Jamur
 Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.
 Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni
sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10%. Belum ada
bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer
Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang

15
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan
infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.

E. PATOGENESIS
Bronkitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membran mukosa
bronkus. Pada orang dewasa, bronkitis kronik terjadi akibat hipersekresi mukus
dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel
goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan
oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena
produksi mukus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk
produktif. Pada anak-anak, bronkitis kronik disebabkan oleh respon endogen,
trauma akut saluran pernafasan, atau paparan alergen atau iritan secara terus-
menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan
batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mukus. Apabila terjadi paparan secara
kronik terhadap epitel pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi virus
berulang, dapat menyebabkan terjadinya bronkitis kronik pada anak-anak. Bakteri
patogen yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran respirasi bagian bawah
pada anak-anak adalah Streptococcus pneumoniae. Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis dapat patogen pada balita (umur <5 tahun), sedangkan
Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sekolah (umur >5-18 tahun).
Seperti disebutkan sebelumnya penyebab dari bronkitis akut adalah virus,namun
organisme pasti penyebab bronkitis akut sampai saat ini belum dapat diketahui, oleh
karena kultur virus dan pemeriksaan serologis jarang dilakukan. Adapun beberapa
virus yang telah diidentifikasi sebagai penyebab bronkitis akut adalah virus – virus
yang banyak terdapat di saluran pernapasan bawah yakni influenza B, influenza A,
parainfluenza dan respiratory syncytial virus (RSV). Influenza sendiri merupakan
virus yang timbul sekali dalam setahun dan menyebar secara cepat dalam suatu
populasi. Gejala yang paling sering akibat infeksi virus influenza diantaranya
adalah lemah, nyeri otot, batuk dan hidung tersumbat. Apabila penyakit influenza
sudah mengenai hampir seluruh populasi disuatu daerah, maka gejala batuk serta
demam dalam 48 jam pertama merupakan prediktor kuat seseorang terinfeksi virus
influenza. RSV biasanya menyerangorang – orang tua yang terutama mendiami

16
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

panti jompo, pada anak kecil yangmendiami rumah yang sempit bersama
keluarganya dan pada tempat penitipananak. Gejala batuk biasanya lebih berat pada
pasien dengan bronkitis akut akibatinfeksi RSV.
Virus yang biasanya mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas seperti
rhinovirus, adenovirus dapat juga mengakibatkan bronkitis akut. Gejala yang
dominan timbul akibat infeksi virus ini adalah hidung tersumbat, keluar sekret encer
dari telinga (rhinorrhea) dan faringitis. Bakteri juga memerankan perannya dalam
pada bronkitis akut, antara lain,Bordatella pertusis, Bordatella parapertusis,
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. Infeksi bakteri ini biasanya
paling banyak terjadi dilingkungan kampus dan di lingkungan militer. Namun
sampai saat ini, peranan infeksi bakteri dalam terjadinya bronkitis akut tanpa
komplikasi masih belum pasti, karena biasanya ditemukan pula infeksi virus atau
terjadi infeksi campuran(Sidney S. Braman, 2006).Pada kasus eksaserbasi akut dari
bronkitis kronik, terdapat bukti klinis bahwa bakteri – bakteri seperti Streptococcus
pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenzae mempunyai
peranan dalam timbulnya gejala batuk dan produksi sputum. Namun begitu, kasus
eksaserbasi akut bronkitis kronik merupakan suatu kasus yang berbeda dengan
bronkitis akut, karena ketiga bakteritersebut dapat mendiami saluran pernapasan
atas dan keberadaan mereka dalamsputum dapat berupa suatu koloni bakteri dan ini
bukan merupakan tanda infeksi akut.
Penyebab batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi bisa dari
berbagai penyebab dan biasanya bermula akibat cedera pada mukosa bronkus. Pada
keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence,
yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada
pasien dengan bronkhitis akut, sistem mukosiliar defence paru-paru mengalami
kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, akan
terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang mengakibatkan kelenjar mukus
menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah)
sehingga produksi mukus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding
bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan
mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan
mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat

17
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.Mukus yang
kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napasterutama selama
ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolapsdan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Pasien mengalamikekurangan 02, iaringan dan ratio
ventilasi perfusi abnormal timbul, di manaterjadi penurunan PO2 Kerusakan
ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Pada
bronkitis akut akibat infeksi virus, pasien dapat mengalami reduksinilai volume
ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) yang reversibel. Sedangkan pada infeksi
akibat bakteri M. pneumoniae atau C. Pneumoniae biasanyamempunyai nilai
reduksi FEV1 yang lebih rendah serta nilai reversibilitas yang rendah pula
Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d’entre mulut dan hidung
“droppletinfection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/bakterimia dan
gejala ataureaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.

ALERGEN Invasi kuman ke jalan nafas

infeksi

Aktivasi IgE

iritasi mukosa bronkus

Peningkatan
pelepasan histamin
Penyebaran bakteri/virus
keseluruh tubuh.
Edema mukosa  sel
goblet di produksi

hitertermi Peningkatan
Bersihan jalan Peningkatan
laju
nafas tdk efektif akumulasi sekret
metabolisme

Batuk produktif Penyempitan


jalan napas Demam melaise
nyeri
Penggunaan otot-otot
pernapasan
18
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3
minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih,
kuning kehijauan,atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala
berikut ini :
Demam (biasanya ringan)
Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak).
Sesak napas, rasa berat bernapas,
Bunyi napas mengi atau ± ngik
Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada
Kadang batuk darah
Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran
pernafasan lainnya. Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti gejala – gejala
infeksi saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3 –
4 hari setelah rhinitis. Batuk pada mulanya keras dan kering, kemudian
seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang ringan dan produktif. Karena anak
– anak biasanya tidak membuang lendir tapi menelannya, maka dapat terjadi gejala
muntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih besar,keluhan
utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk serta nyeri dada padakeadaaan
yang lebih berat.
Karena bronchitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan
dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui
secara jelasa karena kurangnya ketersediaan jaringan untuk pemeriksaan.
Yangdiketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mucus dan terjadinya
deskuamasi sel – sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam
dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen. Akan
tetapi karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan
jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan adanya
superinfeksi bakteri. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium
awal.Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai
macam ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing ataupun suara kombinasi.
Hasil pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan corakan bronkial.

19
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10 -14 hari. Bila tanda – tanda klinis
menetap hingga 2 – 3 minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis. Selain itu
dapat pula terjadi infeksi sekunder.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis dari bronkitis akut dapat ditegakkan bila; pada anamnesa pasien
mempunyai gejala batuk yang timbul tiba – tiba dengan atau tanpa sputum dan
tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia,common cold , asma
akut,eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK).Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring
hiperemis.Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi
didadapat terdengar ronki,wheezing , ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi
lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.
Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan
pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang
dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan
sebagai berikut:
 Denyut jantung > 100 kali per menit
 Frekuensi napas > 24 kali per menit
 Suhu > 38°C
 Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi
dan peningkatan suara napas.
 Keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat
disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax).
 Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif
untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi
bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya
diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak
berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus.
Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial
meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkanadanya penurunan ringan

20
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu dilakukan pada penderita yang
sebelumnya sehat.
Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat, tidak sesak atau takipnea.
Mungkin ada nasofaringitis
 Paru:ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah
batuk),wheezing dan krepitasi
Pemeriksaan penunjang
 Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
 Laboratorium : Leukosit > 17.500.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya
bakteri, sputumnya akan seperti nanah. Untuk pasien anak yang diopname,
dilakukan tes C-reactive protein, kultur pernafasan, kultur darah, kultur sputum, dan
tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah
dari bakteri atau virus. Untuk anak yang diopname dengan kemungkinan infeksi
Chlamydia, mycoplasma,atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan
pemeriksaan sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba yang
cocok. Serum IgM mungkin dapat membantu.Untuk anak yang diduga mengalami
imunodefisiensi, pengukuran serum immunoglobulin total, subkelas IgG, dan
produksi antibodi spesifik direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis.

H. DIAGNOSIS BANDING
Batuk dengan atau tanpa produksi sputum dapat dijumpai pada
commoncold. Common cold sendiri merupakan istilah konvensional dari infeksi
saluran pernapasan atas yang ringan, gejalanya terdiri dari adanya sekret dari
hidung, bersin, sakit tenggorok dan batuk serta bias juga dijumpai demam, nyeri
otot danlemas. Seringkali common cold dan bronkitis akut memiliki gejala yang
sama dan sulit dibedakan. Batuk pada common cold merupakan akibat dari infeksi

21
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

saluran pernapasan atas yang disertai post nasal drip dan pasien biasanya sering
berdeham.
Batuk pada bronkitis akut disebabkan infeksi pada saluran pernapasan
bawah yang dapat didahului oleh infeksi pada saluran pernapasan atas dan oleh
sebab itu mempersulit penegakkan diagnosis penyakit ini. Bronkitis akut juga sulit
dibedakan dengan eksaserbasi akut bronkitis kronik dan asma akut dengan gejala
batuk. Dalam suatu penelitian mengenai bronkitis akut, asma akut seringkali
didiagnosa sebagai suatu bronkitis akut pada1/3 pasien yang datang dengan gejala
batuk. Oleh karena kedua penyakit ini memiliki gejala yang serupa, maka satu –
satunya alat diagnostik adalah dengan mengevaluasi bronkitis akut tersebut, apakah
merupakan suatu penyakit tersendiri atau merupakan awal dari penyakit kronik
seperti asma. Bronkitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan yang dapat
sembuh sendiri dan bila batuk lebih dari 3 minggu maka diagnosis diferensial
lainnya harus dipikirkan. Pasien dengan riwayat penyakit paru kronik sebelumnya
seperti bronkitis kronik, PPOK dan bronkiektasis, pasien dengan gagal jantung dan
dengan gangguan sistem imun seperti AIDS atau sedang dalam kemoterapi,
merupakan kelompok yang beresiko tinggi terkena bronkitis akut dan dalam halini
kelompok tersebut merupakan pengecualian.

I. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan
keluhan).
Antitusif (penekan batuk):
a. DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg,
diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini
bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif
tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula
pada anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan,
terutama pada anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut
yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan
dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak,
maka antitusif dihentikan.

22
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

b. Penggunaan codein atau dekstrometorphan untuk mengurangi


frekuensi batuk dan perburukannya pada pasien bronkitis akut sampai saat
ini belum diteliti secara sistematis. Dikarenakan pada penelitian
sebelumnya, penggunaan kedua obat tersebut terbukti efektif untuk
mengurangi gejala batuk untuk pasien dengan bronkitis kronik, maka
penggunaan pada bronkitis akut diperkirakan memiliki nilai kegunaan. Suatu
penelitian mengenai penggunaan kedua obat tersebut untuk mengurangi
gejala batuk pada common cold dan penyakit saluran napas akibat virus,
menunjukkan hasil yang beragam dan tidak direkomendasikan untuk sering
digunakan dalam praktek keseharian (Lee P, Jawad M, Eccles R,
2008) Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kedua obat ini juga
efektif dalam menurunkan frekuensi batuk per harinya. Dalam suatu
penelitian, sebanyak 710 orang dewasa dengan infeksi saluran pernapasan
atas dan gejala batuk, secara acak diberikan dosis tunggal 30 mg
Dekstromethorpan hydrobromide atau placebo dan gejala batuk kemudian di
analisa secara objektif menggunakan rekaman batuk secara berkelanjutan.
Hasilnya menunjukkan bahwa batuk berkurang dalam periode 4 jam
pengamatan (Pavesi L, Subburaj S, Porter – ShawK, 2009).
Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan
sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG
(glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
Antipiretik : parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya, digunakan jika penderita
demam.
Bronkodilator ,
diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain.
Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa
berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak
hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan
napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek
samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni:
berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami efek
samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika

23
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat


bronkodilator jenis lain.
c. Dalam suatu studi penelitian dari Cochrane, penggunaan bronkodilator tidak
direkomendasikan sebagai terapi untuk bronkitis akut tanpa
komplikasi.Ringkasan statistik dari penelitian Cochrane tidak menegaskan
adanya keuntungan dari penggunaan β-agonists oral maupun dalam
mengurangi gejala batuk pada pasien dengan bronkhitis akut (Hueston WJ,
2008). Namun, pada kelompok subgrup dari penelitian ini yakni pasien
bronkhitis akutdengan gejala obstruksi saluran napas dan terdapat
wheezing , penggunaan bronkodilator justru mempunyai nilai
kegunaan.Efek samping dari penggunaan β-agonists antara lain, tremor,
gelisah dan tangan gemetar (Smucny J, Flynn C,Becker L,et al , 2007).
Penggunaan antikolinergik oral untuk meringankan gejala batuk pada
bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti dan oleh karena itu
tidak dianjurkan (Sidney S. Braman, 2006).
d. Dikarenakan pada penelitian ini disebutkan bahwa gejala batuk lebih banyak
berasal dari bronkitis akut, maka penggunaan antitusif sebagai terapiempiris
untuk batuk pada bronkitis akut dapat digunakan (Sidney S. Braman,2006).
Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh bakteri.

J. PROGNOSIS
Perjalanan dan prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang
tepat atau mengatasi setiap penyakit yang mendasari.

K. KOMPLIKASI
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Pleuritis
d. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
e. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis

24
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

ASMA
A. DEFINISI
Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2002, batasan asma
menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya. Asma didefinisikan
sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,
khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan.
Konsensus Nasional tahun 2000 menggunakan batasan bahwa asma adalah
mengi berulang dan / atau batuk persisten dengan karakteristik; timbul secara
episodik, cenderung malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik,
serta adanya riwayat asma atau atopi pada pasien / keluarganya.

B. ETIOLOGI
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama
adalah reaksi yang berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus).
Hiperreaktivitas bronkus ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Namun
diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergic-beta, kurangnya enzim
adenil siklase dan meningginya tonus system parasimpatis. Keadaan demikian
cenderung meningkatkan tonus parasimpatis bila ada rangsangan sehingga terjadi
spasme bronkus. Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan banyak
faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut, karena itu
asma disebut penyakit multifaktorial.
Faktor-faktor yang erat hubungannya dalam proses terjadinya manifestasi asma
adalah:
1. Faktor Genetik
2. Allergen
 Allergen Hirup ( inhalan )
- Debu rumah, tungau debu rumah
- Bulu binatang

25
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

- Kapuk dan wol


• Allergen makanan (ingestan)
- <3 tahun penyebab asma bronchial (susu dan telur)
- >3 tahun (buah, coklat, kacang, ikan laut)
3. Bahan Iritan
 Bau cat, hair spray, parfum, bahan – bahan kimia, asap rokok.
 Polusi udara
 Udara dingin
 Air dingin
4. Perubahan Cuaca
Perubahan cuaca sering dihubungkan sebagai pencetus asma, tetapi mekanisme
dari efek ini belum dapat diketahui.
5. Infeksi
 Infeksi virus
 Infeksi jamur
 Infeksi bakteri
 Infeksi parasit
6. Latihan Jasmani
Lari dan naik sepeda
7. Faktor Emosi
Faktor emosi dapat mengakibatkan peninggian aktifitas parasimpatis, baik
perifer maupun sentral, sehingga terjadi peningkatan aktifitas kolinergik yang
mengakibatkan eksaserbasi asma. Faktor emosi dapat bersumber dari masalah
antara kedua orangtua dengan anak atau masalah dengan teman atau guru
disekolah.
8. Refluks Gastroesofagus
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak
dan orang dewasa.
9. Rinitis alergi, sinusitis, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut

C. FAKTOR RESIKO

26
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Faktor Pejamu Faktor Lingkungan Faktor Lingkungan


Mempengaruhi Mencetuskan
berkembangnya asma eksaserbasi
 Prediposisi genetik Alergen di dalam  Alergen di dalam
 Atopi ruangan dan di luar ruangan
 Hiperesponsif jalan  Mite domestik  Polusi udara di
napas  Alergen binatang dalam dan di luar
 Jenis kelamin (L:Pr =  Alergen kecoa ruangan
1,5-2 : 1)  Jamur (fungi, molds,  Infeksi pernapasan
yeasts)  Exercise dan
Alergen di luar ruangan hiperventilasi
 Tepung sari bunga  Perubahan cuaca
 Jamur (fungi, molds,  Sulfur dioksida
yeasts)  Makanan, aditif
Infeksi pernapasan (pengawet,
Infeksi parasit penyedap, pewarna
Status sosioekonomi makanan), obat-
Diet dan obat obatan
Obesitas  Ekspresi emosi yang
berlebihan
 Asap rokok
 Iritan

D. PATOFISIOLOGI SERANGAN ASMA


Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara
luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa
karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak
seragam / merata di seluruh paru. Atelektasis segmentasi atau subsegmentalis dapat
terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas,
terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan. Perubahan tahanan jalan napas

27
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya
ventilasi dengan perfusi.
Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi
peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk
ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau
menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya
pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik
vena dan mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan
peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal
serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar
PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi
jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar
yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika
dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang
normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain
itu dapat terjadi pula asidosis metabolic akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat
oleh otot napas.
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun
jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak
sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan
resiko terjadinya atelektasis.

28
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

E. KLASIFIKASI
KNAA ( Konsensus Nasional Asma Anak) membagi derajat serangan asma atas :
1. Serangan ringan
2. Serangan sedang
3. Serangan berat
Dalam hal ini perlu dibedakan antara derajat penyakit asma dengan derajat
serangan asma. Setiap derajat penyakit asma dapat mengalami derajat serangan yang

29
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

mana saja. Sebagai contoh : seorang penderita asma persisten dapat mengalami
serangan ringan saja. Sebaliknya bisa saja seorang pasien yang tergolong asma
episodic jarang mengalami serangan asma berat. Dengan kata lain derajat serangan
asma tidak tergantung pada derajat penyakit asma.
Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Global
Initiative for Asthma ( GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru dan pemeriksaan laboratorium.
Butir penilaian di bagian awal merupakan penilaian klinis yang sifatnya cenderung
subyektif. Penilaian yang obyektif adalah pemeriksaan FEV-1 dengan spirometer,
serta pemeriksaan saturasi oksigen. Kendalanya adalah kesulitan jurus ( Manuver )
pemeriksaan, terlebih pada anak dengan serangan asma berat.

Paramater Ringan Sedang Berat Ancaman henti napas


klinis, fungsi
paru,
laboratorium

Kesulitan Berjalan Berbicara Istirahat


bernafas saat Bayi : menangis Bayi : Bayi
aktivitas keras - Tangis berhenti
pendek makan
&lemah
- Kesulitan
makan

Bicara Kalimat Penggal Kata- kata


kalimat

Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk


duduk bertopang
lengan

Kewaspadaan Mungkin Biasanya Biasanya Pusing/ bingung


teragitasi teragitasi teragitasi

30
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Sianosis Tidak ada Ada ada Ada, nyata

Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat Sulit/ tidak terdengar


hanya pada sepanjang nyaring, ( silent chest )
akhir ekspirasi ekspirasi terdengar
tanpa
stetoskop

Sesak nafas Minimal Sedang berat

Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dangkal / hilang


retraksi ditambah ditambah
intercostal retraksi nafas
suprasternal cuping
hidung

Laju napas Meningkat ± Meningkat + Meningkat Menurun


++

Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar :


Usia Laju napas normal
< 2 bulan < 60 x / menit
2- 12 bulan < 50 x / menit
1 – 5 tahun < 40 x / menit
6- 8 tahun < 30 x / menit

Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :


Usia Laju nadi normal
2 – 12 bulan < 160 x / menit
1 – 2 tahun < 120 x / menit
3- 8 tahun < 110 x / menit

31
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

FEV-1
- pra b. dilator > 60 % 40 -60 % < 40 %
- pasca > 80 % 60 – 80 % < 60 %
b.dilator Respon < 2
jam

Sa O2 % > 95 % 91 -95 % ≤ 90 %

Pa O2 Normal > 60 mmHg < 60 mmHg


( biasanya
tidak perlu
diperiksa )

Pa CO 2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

Klasifikasi derajat penyakit Asma


Konsensus Internasional penanggulangan asma anak membagi asma berdasarkan
keadaan klinis dan keperluan obat, menjadi 3 kelompok yaitu :

Tabel Pembagian Derajat Penyakit Asma pada Anak


Episodik Episodik Asma
Jarang Sering Persisten
Frekuensi < 1x /bulan >1x /bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Antara Serangan Tanpa gejala Sering gejala Siang dan malam
Tidur, aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan Fisik Normal Mungkin terganggu Tidak pernah
di luar serangan normal
Obat Pengendali Tidak perlu Non steroid/steroid Tidak perlu
Anti Inflamsi hirup dosis rendah

32
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Uji faal paru PEV / FEV1 > 80% PEV / FEV1 60- PEV / FEV1 < 60%,
80% variasi 20-30%
Variabilitas faal Var > 15% Var > 30% Var > 50 %
paru (saat serangan)

GINA (1995) menyusun klasifikasi beratnya asma berdasarkan kombinasi


manifestasi klinis termasuk adanya gejala asma nokturnal dan hasil uji fungsi paru :
 Asma intermiten :
- gejala intermiten kurang dari 1 kali perminggu
- serangan singkat (jam-hari)
- gejala malam hari kurang dari 2 kali sebulan
- diluar serangan tanpa gejala dan uji fungsi paru normal
- PEFR ( Peak Expiratory Flow Rate ) atau PEV > 80% predicted,
variasi < 20 %
 Asma persisten ringan :
- gejala > 1 kali seminggu tetapi kurang dari 1 kali sehari
- serangan mungkin mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari lebih dari 2 kali sebulan
- PEFR atau PEV > 80 % predicted, variasi 20 – 30 %
 Asma persisten sedang
- gejala setiap hari
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari > 1 kali seminggu
- penggunaan harian inhalasi β 2 agonis kerja pendek
- PEFR atau PEV > 60 % – < 80 % predicted, variasi > 30 %
 Asma persisten berat
- gejala berkesinambungan
- serangan sering terjadi
- gejala malam hari sering terjadi
- aktivitas fisik terbatas akibat gejala asma
- PEFR atau PEV < 60 % predicted, variasi > 30

33
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

F. DIAGNOSIS
Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada malam
hari yang dapat dipicu bila ada beban fisik yang berat, infeksi virus, allergen
hirupan sangat karakteristik untuk asma.
Namun asma dapat juga menyebabkan batuk menetap pada anak tanpa
riwayat mengi karena kecepatan aliran udara tidak mencukupi untuk
menimbulkan mengi, penyumbatan jalan nafas yang relative ringan, atau
pengasuh tidak mampu mengenali mengi.
2. Pemeriksaan fisik
Tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asma, pada asma
yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik diluar serangan. Pada
Infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, batuk paroksismal, suara wheezing,
ekspirium memanjang, retraksi supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan
sela iga. Pada asma kronik terlihat bentuk thorak emfisematous, bongkok
kedepan, sela iga melebar, diameter anteroposterior bartambah.
Pada perkusi hipersonor pada seluruh thorak, daerah pekak jantung dan hati
mengecil. Pada auskultasi, mula-mula bunyi nafas kasar atau mengeras, tapi
pada stadium lanjut suara nafas melemah atau hampir tidak terdengar karena
aliran udara sangat lemah, dalam keadaan normal fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase
inspirasi, waktu serangan fase ekspirasi memanjang terdengar ronkhi kering dan
ronkhi basah.
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah (eosinofil IgE total, IgE spesifik), sekret (eosinofil), sputum (eosinofil,
kristal Charcot-Leyden dan Spiral Curshman). Bila ada infeksi mungkin
ditemukan lekositosis polimorfonukleus.
4. Foto roentgen thorak
Tampak corakan paru meningkat, hiperinflasi pada serangan akut dan asma
kronik, dan gambaran atelektasis.
5. Tes fungsi paru

34
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan
mengikuti perjalanan penyakit.

35
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

G. DIAGNOSIS BANDING
Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai macam
keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :
1. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus.
2. penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrostik kistik.
3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan terbanyak
dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
4. bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter,
bila sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.
5. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial
6. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam hari
dan didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis bronkus.

36
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

H. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana Asma Akut

Tujuan tatalaksana Asma jangka panjang :


Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya potensi tubuh kembang anak secara optimal.

37
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :


1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal seorang anak, termasuk bermain dan
berolahraga.
2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak
ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul : terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tata laksana medikamentosa dibagi menjadi 2 yaitu :
- Tata laksana jangka panjang bertujuan untuk mencegah memburuknya proses
inflamasi yang ada menggunakan obat-obat pengendali
- Tata laksana jangka pendek bertujuan untuk mengatasi serangan asma yang terjadi

Flow Chart Managemen asma jangka panjang.

38
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Pencegahan Serangan asma pada anak:


1. penghindaran faktor –faktor pencetus
macam-macam faktor pencetus asma antara lain:
- alergen; pada bayi dan anak kecil sering karena debu, tungau, serpih bulu binatang,
spora jamur, dll
- infeksi: biasanya infeksi virus, paling umum disebabkan oleh respirartory syncitial
virus (RSV)
- iritan: Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau tajam, dll
- cuaca : perubahan tekanan udara, angin dan kelembaban.
- Kegiatan jasmani: lari, naik sepeda.
- Psikik: tidak ada perhatian, tidak mau mengakui persoalan

2. Obat-obatan dan terapi imunologik


Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar :
- Obat pereda (relievers) digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika
sedang timbul, membuka jalan nafas secepatnya(mendilatasi bronkus) dikenal dengan
bronkodilator.
-
Obat pengendali ( controller) atau obat profilaksis untuk mengatasi masalah asma yaitu
inflamasi kronik saluran nafas. Yang biasa dipakai glutikokortikosteroid seperti
budesonide, beclometason dan fluticasone.
Penanggulangan bronkospasme :
1. Beta-2 agonis
- Beta-2 agonis selektif : yang sering dipakai:
Salbutamol , terbutalin, fenoterol
- Beta-2 agonis subkutan atau IV
Salbutamol , terbutalin, fenoterol.
2. Teofolin
3. Anti kolinergik

Penanggulangan edem mukosa :


1. Obat anti inflamasi inhalasi

39
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

2. Obat anti inflamasi peroral

Penanggulangan sumbatan lendir :


1. Memberikan banyak minum
2. Mukolitik
3. Fisioterapi

Tatalaksana Serangan Asma


Definisi: episode peningkatan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak napas,
wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi gejala tersebut.
Tujuan tatalaksana serangan asma:
- meredakan penyempitan saluran secepat mungkin
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya.
- Re-evaluasi tatalaksana jangka panjang, cegah kekambuhan.

Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan β2-agonis atau teofilin. Bila
tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek
samping sistemiknya minimal. Obat golongan β2 agonis inhalasi yang dapat digunakan
yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.
Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi
perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.

Tatalaksana di klinik/ unit gawat darurat


Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi ditambahkan Garam
fisiologis . Nebulisasi dapat diulang 2 kali dengan selang 20 menit. Pada pemberian
ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi
sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara
klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.

40
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang jelas,
langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan antikolinergik.
Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi dan asodosis metabolik dapat
mengalami takifilaksis atau respons yang kurang terhadap nebulisasi beta agonis.
Penderita seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk
mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.
Serangan Asma Ringan:
- sekali nebulisasi respon baik
- diobservasi 1 jam, bila tetap baik dipulangkan
- dibekali: obat β-agonis hirupan/oral diberi tiap 4-6 jam
- pencetus virus: corticosteroid oral untuk 3-5 hari.
- Kontrol ke klinik rawat jalan24 – 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Serangan Asma Sedang:
- Dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali
- Pemberian nebulisasi 2 kali, menunjukan respon parsial.
- Observasi dan ditangani dalam ruang rawat sehari
- Obat: steroid sistemik (oral) metilprednisolon 0,5 – 1 mg/kgbb/ hari untuk 3-5 hari.
- Atau steroid nebulisasi dosis tinggi 1600 ug
- Sebaiknya dipasang jalur parenteral
Serangan Asma Berat:
- Nebulisasi 3 kali berturut-turut tidak ada respon
- Harus Rawat di ruang rawat inap.
- Sejak awal dinilai berat: nebulisasi β-agonis + antikolinergik
- Oksigen 2- 4 L/menit sejak awal
- Pasang jalur parenteral
- Foto rontgent  deteksi pneumothoraks atau pneumo-mediastinum.
Tatalaksana ruang rawat sehari:
- nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 2 jam
- steroid sistemik oral metilprednisolon / prednison ( dilanjutkan sampai 3-5 hari).
- Dalam 12 jam klinis baik: boleh pulang dengan bekal obat seperti serangan asma
ringan.
- Dalam 12 jam klinis tidak baik:dialih ke ruang rawat inap.

41
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Tatalaksana ruang rawat inap:


- pemberian oksigen diteruskan 2 -4 L/menit.
- Dehidrasi dan asidosis diatasi dengan cairan intravena dan koreksi asidosisnya.
- Steroid Intravena bolus tiap 6-8 jam, dosis steroid Intravena 0,5 – 1 mg/kgBB/hari
- nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 1-2 jam dalam 4-6 kali ada perbaikan jarak
menjadi 4-6 jam
- Aminofilin:
1. dosis awal/ belum mendapat sebelumnya: 6-8 mg/kgBB dalam dextrose atau
garam fisiologis 20 ml diberikan dalam 20 – 30 menit.
2. telah dapat aminofilin < 8 jam : dosis separuhnya.
3. Kadar Aminofilin diukur dan dipertahankan 10 – 20 mg/ ml.
4. Aminofilin dosis rumatan 0,5 – 1 mg/ kgBB/jam
- ada perbaikan klinis :Nebulisasi tiap 6 hingga 24 jam, steroid dan aminofilin diganti
oral.
- Dalam 24 jam stabil: dipulangkan dengan β-agonis (hirupan/oral) tiap 4 6 jam
selama 24 – 48 jam. Steroid oral dilanjutkan sampai pasien kontrol ke klinik rawat
jalan dalam 24 – 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Kriteria Rawat di ruang intensif
- tidak ada respon terhadap tatalaksana awal dan perburukan dengan cepat.
- Kebingungan, disorientasi, ancaman henti napas, atau hilang kesadaran
- Tidak ada perbaikan dalam tatalaksana diruang rawat inap
-
Ancaman henti napas, walaupun sudah diberi oksigen.

TERAPI INHALASI
Prinsip terapi inhalasi
Mempunyai keuntungan:
- Bekerja langsung di saluran respiratorik
- Awitan kerjanya cepat.
- Dosis obat yang digunakan kecil
- Efek samping minimal karena konsentrasinya dalam darah sedikit/ kecil.

42
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Biasanya digunakan bentuk aerosol yaitu suspensi partikel didalam gas. Aerosol dengan
diameter kecil (1-10 micron) mengalami benturan secara inersial dan sedimentasi dan
mengendap karena efek gravitasi. Partikel dengan diameter lebih dari 8 micron
mengalami benturan saluran respiratorik proksimal dan laring sehingga tidak mencapai
paru, partikel 1-8 micron mengendap di saluran respiratorik besar, kecil, dan alveoli.

Cara pemberian obat inhalasi


Harus disesuaikan dengan umur karena adanya perbedaan kemampuan dalam
menggunakan alat inhalasi, dan pentingnya dilakukan pelatihan yang benar dan berulang.
Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya diabsorpsi, sehingga
keseimbangan antara efek terapi dan efek samping sistemik sepenuhnya tergantung pada
bioavaibilitas obat yang tertelan. Hal ini penting dipertimbangkan, karena pada anak
kecil sangat besar kemungkinan obat tertelan.

Gambar. Distribusi Kortikosteroid Inhalasi.

Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan umur.


Umur Alat Inhalasi

43
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler


2 - 4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
MDI dengan alat peregang (spacer)
5 - 8 tahun Nebuliser,
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler,
Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
> 8 tahun Nebuliser,
MDI
Alat hirupan bubuk (DPI)
Autohaler

Jenis Terapi inhalasi:


Aerosol yang ideal : Sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, eektif mencapai saluran
respiratorik bawah. Dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan oarng tua.
- Metered dose Inhaler.
Obat dilarutkan dalam zat pendorong/propelan dengan tekanan uap tinggi, bila
kanister ditekan aerosol menyemprot keluar dengan kecepatan 30 m/detik, lebih dari
60 % aerosol menempel pada orofaring, hanya 10 % ang sampai ke paru-paru.

Meterer dose inhaler


- Metered Dose Inhaler dengan spacer
Spacer/ alat penyembur akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut sehingga
kecepatan aerosol saat dihisap menjadi berkurang, dapat mengurangi pengendapan di
orofaring 5-60 %, spacer berupa tabung volume 80 ml, panjang sekitar 10-20cm atau
berbentuk kerucut volume 600-1000ml. beberapa dilengkapi dengan katub 1 arah

44
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

yang terbuka saat inhalasi mengurangi 5% pengendapan di orofaring. Penggunaan


akan menguntungkan pada anak-anak karena pada anak koordinasi belum baik.

Metered dose inhaler dengan spacer


- Dry powdered Inhaler
Penggunaan Bubuk kering/ dry powdered memerlukan inspirasi cukup kuat, pada
anak anak ini cukup sulit. Tapi tidak membutuhkan koordinasi, deposisi obat pada
paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan sehingga dianjurkan pada anak
diatas 5 tahun. Tidak memerlukan spacer dan mudah dibawa. Yang banyak dipakai di
indonesia ialah turbuhaler.

- Nebulizer
Alat yang dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus
menerus dengan tenaga dari udara yang dipadatkan.aerosol yang terbentuk dihirup
melalui mouth piece, dapat menghasilkan partikel 2-5 micron,pengendapan yang
didapatkan dalam paru 30-60 %.Bronkodilator dapat memberikan efek bronkodilatasi
tanpa efek samping.

45
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Dosis berbagai Steroid Inhalasi menurut GINA 2002


Adults
Drug Low dose Medium dose High dose
Beclomethasone 200-500 μg 500-1,000 μg >1,000 μg
dipropionate
Budesonide 200-400 μg 400-800 μg >800 μg
Flunisolide 500-1,000 μg 1,000-2,000 μg >2,000 μg
Fluticasone 100-250 μg 250-500 μg >500 μg
Triamcinolone 400-1,000 μg 1,000-2,000 μg >2,000 μg
acetonide

Children
Drug Low dose Medium dose High dose
Beclomethasone 100-400 μg 400-800 μg >800 μg
dipropionate
Budesonide 100-200 μg 200-400 μg >400 μg
Flunisolide 500-750 μg 1,000-2,250 μg >1,250 μg
Fluticasone 100-200 μg 200-500 μg >500 μg
Triamcinolone 400-800 μg 800-1,200 μg >1,200 μg
acetonide

46
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

I. KOMPLIKASI
 Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi emfisema
dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk kedepan dan
memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara
dan tampak sulcus Harrison.
 Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung lama
terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.
 Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.

J. PROGNOSIS
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan
timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun
setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan
tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak.
Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara
keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21
tahun asmanya sudah menghilang.

47
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis bronkitis asmatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.
Pada penderita ini dari anamnesis didapatkan adanya gejala bronkitis dan asma, tapi
yang lebih berperan yaitu gejala asma berupa sesak napas yang berulang disertai batuk 6 hari
SMRS dan adanya demam. Sehari SMRS, penderita merasa sesak napas, namun berkurang
setelah dilakukan nebulisasi di IGD RSUD DR Hardjono Ponorogo. Serangan selanjutnya
penderita langsung dibawa ke rumah sakit lagi keesokan harinya. Selain itu, penderita ini
juga didapatkan gejala sesak napas episodik, mengi (wheezing berulang), rasa dada tertekan,
dimana gejala timbul bila penderita terpajan dengan faktor pencetus.
Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien sudah sering mendapat serangan asma,
pasien juga memiliki riwayat alergi. Pada riwayat penyakit keluarga pasien juga ada yang
memiliki riwayat asma dan alergi. Ini berarti sesuai faktor resiko pada literatur.
Faktor Pejamu Faktor Lingkungan Faktor Lingkungan
Mempengaruhi Mencetuskan
berkembangnya asma eksaserbasi
 Prediposisi genetik Alergen di dalam  Alergen di dalam
 Atopi ruangan dan di luar ruangan
 Hiperesponsif jalan  Mite domestik  Polusi udara di
napas  Alergen binatang dalam dan di luar
 Jenis kelamin (L:Pr =  Alergen kecoa ruangan
1,5-2 : 1)  Jamur (fungi, molds,  Infeksi pernapasan
yeasts)  Exercise dan
Alergen di luar ruangan hiperventilasi
 Tepung sari bunga  Perubahan cuaca
 Jamur (fungi, molds,  Sulfur dioksida
yeasts)  Makanan, aditif
Infeksi pernapasan (pengawet,
Infeksi parasit penyedap, pewarna

48
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

Status sosioekonomi makanan), obat-


Diet dan obat obatan
Obesitas  Ekspresi emosi yang
berlebihan
 Asap rokok
 Iritan

Asma ditandai oleh 3 kelainan utama pada bronkus yaitu: konstriksi otot bronkus, inflamasi
mukosa dan bertambahnya sekret jalan napas. Stadium awal mukosa jalan napas pucat,
terdapat edema dan sekresi lendir bertambah, lumen bronkus dan bronkioli menyempit
karena spasme. Terlibat kongesti pembuluh darah, infiltrat eosinofil bahkan juga dalam
lumen saluran napas. Selain itu juga sel mast memberi peranan penting dimana mengalami
degranulasi dan mengeluarkan berbagai mediator yang menyebabkan bronkonstriksi dan
mengiritasi reseptor iritan.
Bronkitis biasanya didahului oleh suatu infeksi traktus respiratorius bagian atas oleh
virus. Umumnya anak-anak datang dengan gejala infeksi saluran napas atau yang tidak
spesifik seperti rinitis. Tiga sampai 4 hari kemudian timbul batuk kering yang cukup sering.
Timbulnya batuk menunjukkan adanya perluasan infeksi kearah trakea dan bronkus.
Batuk merupakan gejala klinis pasien, batuk kemudian menjadi produktif. Setelah
beberapa hari sputum mungkin menjadi purulen. Nyeri dada dapat dikeluhkan oleh anak
yang lebih besar yang diperberat oleh adanya batuk. Mukusnya kemudian menjadi lebih
encer, biasanya berlangsung sekitar 2 minggu dan jarang sampai melebihi 3 minggu.
Pada dinding toraks terlihat retraksi interkostal, gerakan pernapasan sama kiri dan kanan
dan tidak tampak pelebaran sela iga, fremitus sama di kedua lapangan paru, sonor pada
perkusi paru dan pada auskultasi didapatkan wheezing pada kedua paru dan setelah diterapi
wheezing menghilang. Ditemukan adanya ronki basah kasar pada kedua paru. Dari
pemeriksaan tersebut diatas, didapatkan kesan terjadi perubahan anatomis yang besar pada
paru dan dinding toraks diluar serangan. Ini sesuai literatur baik bronkitis maupun asma
ditemukan adanya ronki basah kasar disertai mengi.

49
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

DAFTAR PUSTAKA

1. Supriyanto B. Tatalaksana serangan asma pada anak. Updates in Pediatric


Emergencies. Jakarta: FKUI, 2003: 57-72
2. Kelly CS, Morrow AL, et al. Outcomes Evaluation of a comprehensive intervention
program for asthmaticus children enrolled in medical. Pediatrics, 2000: 105, 1029-35
3. Gausche M. The pediatric emergency medicine course. 3rd ed. Dallas: American
College of Emergency Physicians and American Academy of Pediatrics, 1998: 57-8
4. Heru & Sundaru, Staf Pengajar IKA FKUI. Asma bronkial. Dalam: Ilmu kesehatan
anak. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI, 1995: 1203-28
5. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman nasional asma anak. In meet the expert
respirologi anak IV dan tatalaksana mutakhir penyakit respiratorik pada anak. Medan:
PP-IDAI UKK Pulmonologi, 2003: 1-11
6. Sly RM. Asthma. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, eds. Nelson textbook
of pediatrics; 16th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 2000: 664-79.
7. Santoso G, Setyawati L, Makmuri MS. Tatalaksana serangan asma. Dalam: Permong
B, Soeprapto HP, Kapsari FM, dkk. Editor. Continuing education ilmu kesehatan
anak. Kapita selekta ilmu kesehatan anak II. Surabaya: Laboratorium/ SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2003: 107-20
8. Bierman CW, Pearlman DS. Asthma. In: Chernick V, Kendig EL, eds. Kendig’s
disorders of the respiratory tract in children; 14th ed. Philadelphia: WB saunders
Company, 1990: 557-96
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Status asmatikus. Dalam: Buku Pedoman Diagnosis dan Terapi. Manado, 2001: 200-
1.
10. Sly MR. Gangguan alergi. Dalam: Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak.
Nelson vol.3. Jakarta: EGC, 1996: 82.
11. Harsono A. Asma bronkiale. In: Nuer SM, Ismoedjianto, Untario CM, Bunga rampai
pediatri. Surabaya: Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga / RSUD Dr.Sutomo, 2002: 1-19.
12. Mills J, Luce JM. Seri diagnosis dan pengobatan darurat paru-paru. Jakarta: EGC.
1993: 22-6.

50
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
NO RM : 33-14-66
SURAKARTA KESEHATAN ANAK

13. Setiawan L, Makmuri MS, Santoso G. Inhalasi steroid pada penatalaksanaan asma
anak. Buletin ilmu kesehatan anak. Divisi pulmonologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr.Sutomo. 2003: 402-16.
14. Goodman D. Inflamatory disorder of the small airways. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, eds. Nelson textbook of pediatrics; 16th ed. Philadelphia: WB
Saunders Company, 2000: 1414-5.
15. Loughlin GM. Bronkhitis. In: Chernick V, Boat TF, Kendig EL, eds. Kendig’s
disorder of the respiratory tract in children, sixth ed. Philadelphia: WB Saunders
Company, 1998: 461-72.
16. Said M. Pendekatan diagnostik bronkitis pada anak. Dalam: Rahajoe N, Budiman I et
al, Bronkitis dan asma pada anak. Jakarta: Sub Bagian Pulmonologi Bagian IKA FK
UI, 1984: 193-204
17. Mellis CM. Bronchitis in children. Dalam: Rahajoe N, Budiman I et al, Bronkitis dan
asma pada anak. Jakarta: Sub Bagian Pulmonologi Bagian IKA FK UI, 1984: 51-7
18. Wantania JM. Bronkitis akuta. Dalam: Mantik MFJ, Runtunuwu A, Wantania JM, ed.
Buku pedoman diagnosis dan terapi. Manado: Bagian IKA FK Unsrat, 2001: 208.

51

You might also like