You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN PASIEN NSTEMI (NON ST


ELEVASI MIOKARD INFARK) DI RUANG ICVCU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

TOMI KISWOYO

NIM : 070117A006

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2018
A. Definisi
1. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner
adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark miokard akut
dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard
Infark/ STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina
pektoris tidak stabil (APTS) (Andra, 2006). Sindrom koroner akut adalah fenomena di mana
aliran darah menuju ke jantung berkurang secara dramatis. Penyakit ini merupakan ancaman
yang serius bagi kehidupan dan kesehatan. Serangan jantung dan nyeri dada seperti tertindih
benda berat merupakan manifestasi yang biasa terjadi akibat sindrom koroner akut.
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke
miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel
pada tingkat sel dan jaringan. (Sylvia,2008). NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa
elevasi ST yang terjadi dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau
oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini
menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung.
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama
yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial
otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan jantung. Pada APTS dan
NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency),
sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi.
Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan
patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat
yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk
mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.

2. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi
ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak
dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-
sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaranaseperti TNF hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 20010)
3. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis
akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada
subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun
menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan
arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak
aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
a. Faktor resiko
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota
keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang
lebih muda dari usia 65 tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak
jenuh, kalori.
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress
psikologis berlebihan.
b. Faktor penyebab
a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b) Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
3) Obstruksi mekanik yang progresif
4) Inflamasi dan atau inflamasi
5) Faktor atau keadaan pencetus
4. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang
menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung
bisa tanpa disertai nyeri dada.
5. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien NSTEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark )
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru
dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti
paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias
6. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
a. Memeriksa tanda-tanda vital
b. Mendapatkan akses intra vena
c. Merekam dan menganalisis EKG
d. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
e. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta pemeriksaan
koagulasi.
f. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika
normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada pasien
dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark < 2minggu dengan iskemik
berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.
Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
a. Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)
b. Aspirin 160 mg (dikunyah)
c. Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila masih nyeri
dada.
d. Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Biomarker Jantung:
Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat
penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner
Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam
mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).
Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan
troponin I:
1) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen
inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
2) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
b. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST depresi
yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia,
gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara
(saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan
miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin)
maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil.
Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar
troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI
disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi
spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
c. Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
1) Area Gangguan
2) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume
akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan
apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
d. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami
derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien
mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan
pemasangan stent.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos
mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi
sistem saraf pusat.
b. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat
kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul
pada saat istirahat.
c. B2 (Blood)
1) Inspeks : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya
di daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas
di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan
tangan.
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
3) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
4) Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
d. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah
meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan
respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain
yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan
nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan
tanda utama IMA.
g. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur.
perubahan postur tubuh.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
c. Penururnan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektrikal.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


a. Nyeri yang berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC Label : Pain Management NIC Label : Pain Management
dengan ketidakseimbangan suplai keperawatan asuhan keperawatan 1. Kaji secara komprehensip 1.Untuk mengetahui tingkat nyeri
darah dan oksigen dengan selama …x 2 jam, nyeri yang terhadap nyeri termasuk lokasi, pasien
kebutuhan miokardium akibat dirasakan klien berkurang dengan karakteristik, durasi, frekuensi, 2.Untuk mengetahui tingkat
sekunder dari penurunan suplai criteria hasil : kualitas, intensitas nyeri dan ketidaknyamanan dirasakan
darah ke miokardium, faktor presipitasi oleh pasien
peningkatan produksi asam laktat. NOC label : Pain Control 2. Observasi reaksi 3.Untuk mengalihkan perhatian
 Klien melaporkan nyeri ketidaknyaman secara pasien dari rasa nyeri
berkurang nonverbal 4. Untuk mengetahui apakah nyeri
 Klien dapat mengenal lamanya 3. Gunakan strategi komunikasi yang dirasakan klien
(onset) nyeri terapeutik untuk berpengaruh terhadap yang
 Klien dapat menggambarkan mengungkapkan pengalaman lainnya
faktor penyebab nyeri dan penerimaan klien 5. Untuk mengurangi factor yang
 Klien dapat menggunakan terhadap respon nyeri dapat memperburuk nyeri yang
teknik non farmakologis 4. Tentukan pengaruh pengalaman dirasakan klien
 Klien menggunakan analgesic nyeri terhadap kualitas 6. Untuk mengetahui apakah
sesuai instruksi hidup( napsu makan, tidur, terjadi pengurangan rasa nyeri
aktivitas,mood, hubungan atau nyeri yang dirasakan klien
Pain Level sosial) bertambah.
 Klien melaporkan nyeri 5. Tentukan faktor yang dapat 7. Untuk mengurangi tingkat
berkurang memperburuk nyeriLakukan ketidaknyamanan yang
 Klien tidak tampak mengeluh evaluasi dengan klien dan tim dirasakan klien.
dan menangis kesehatan lain tentang ukuran 8. Agar nyeri yang dirasakan klien
 Ekspresi wajah klien tidak pengontrolan nyeri yang telah tidak bertambah.
menunjukkan nyeri dilakukan 9. Agar klien mampu
 Klien tidak gelisah 6. Berikan informasi tentang nyeri menggunakan teknik
termasuk penyebab nyeri, nonfarmakologi dalam
berapa lama nyeri akan hilang, memanagement nyeri yang
antisipasi terhadap dirasakan.
ketidaknyamanan dari prosedur 10. Pemberian analgetik dapat
7. Control lingkungan yang dapat mengurangi rasa nyeri pasien
mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien( suhu
ruangan, cahaya dan suara)
8. Hilangkan faktor presipitasi
yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri
klien( ketakutan, kurang
pengetahuan)
9. Ajarkan cara penggunaan
terapi non farmakologi
(distraksi, guide
imagery,relaksasi)
10. Kolaborasi pemberian
analgesik

NIC Label : Airway


Setelah dilakukan tindakan Management NIC Label : Airway
keperawatan selama 3 x 24jam 1. Posisikan pasien semi fowler Management
pasien menunjukkan keefektifan 2. Auskultasi suara nafas, catat 1. Untuk memaksimalkan
pola nafas, dengan kriteria hasil: hasil penurunan daerah potensial ventilasi
ventilasi atau tidak adanya 2. Memonitor kepatenan jalan
suara adventif napas
NOC Label : Respiratory 3. Monitor pernapasan dan status 3. Memonitor respirasi dan
Status: Airway patency oksigen yang sesuai keadekuatan oksigen
1. Frekuensi, irama, kedalaman NIC Label : Oxygen Therapy NIC Label : Oxygen Therapy
pernapasan dalam batas normal 1. Mempertahankan jalan napas 1. Menjaga keadekuatan ventilasi
2. Tidak menggunakan otot-otot paten 2. Meningkatkan ventilasi dan
bantu pernapasan 2. Kolaborasi dalam pemberian asupan oksigen
oksigen terapi 3. Menjaga aliran oksigen
NOC Label : Vital Signs 3. Monitor aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
1. Tanda Tanda vital dalam NIC Label : Respiratory
rentang normal (tekanan darah, NIC Label : Respiratory Monitoring
nadi, pernafasan) (TD 120- Monitoring 1. Monitor keadekuatan
90/90-60 mmHg, nadi 80-100 1. Monitor kecepatan, ritme, pernapasan
x/menit, RR : 18-24 x/menit, kedalaman dan usaha pasien 2. Melihat apakah ada obstruksi di
suhu 36,5 – 37,5 C) saat bernafas salah satu bronkus atau adanya
2. Catat pergerakan dada, simetris gangguan pada ventilasi
atau tidak, menggunakan otot 3. Mengetahui adanya sumbatan
bantu pernafasan pada jalan napas
3. Monitor suara nafas seperti 4. Memonitor keadaan pernapasan
snoring klien
4. Monitor pola nafas: bradypnea,
tachypnea, hiperventilasi,
respirasi kussmaul, respirasi
cheyne-stokes dll

1. Aukskultasi nadi, kaji frekuensi


Setelah dilakukan tindakan 1. Agar mengetahui seberapa
jantung, irama jantung.
keperawatan selama 3 x 24jam besar tingkatan perkembangan
2. Pantau tekanan darah
curah jantung kembali normal penyakit secara universal
3. Kaji kulit terhadap pucat dan
Kriteria Hasil : 2. Pada kelainan jantung
sianosis.
1. Menununjukan tanda vital peningkatan tekanan darah bisa
4. Berikan oksigen tambahan
dalam batas normal, dan bebas terjadi kapanpun
dengan kanula nasal/masker
gejala gagal jantung. 3. Pucat atau sianosis menunjukan
sesuai indikasi.
2. Melaporkan penurunan episode menurunnya perfusi perifer
5. Kolaborasi pemberian
dispnea, angina. sekunder terhadap tidak
vasodilator
3. Ikut serta dalam aktvitas adekuatnya curah jantung..
mengurangi beban kerja jantung. 4. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard
5. Vasodilator digunakan untuk
meningkatkan curah jantung,
dan menurunkan volume
sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri:
Mosby Elsevier
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-
2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi
Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri
Praptiani. Jakarta; EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.
8. Vol. 3. Jakarta : EGC

You might also like