You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP HEMODIALISIS

A. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal selain dialisis
peritoneal dan transplantasi ginjal. Indikasi hemodialisis pada pasien penyakit ginjal
kronik adalah bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit/1,73 matau
memenuhi salah satu dari kriteria berupa keadaan umum buruk dengan gejala klinis
uremia yang nyata, kalium serum < 6 mEq/L, ureum darah > 200 mg/dL, pH darah
<7,1, anuria berkepanjangan (> 5 hari), dan kelebihan cairan (Raharjo, 2009).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi
darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan
mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi
ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada
pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal.
Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD
darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et
al.,2007).

B. Tujuan dari Hemodilisis


Tujuan dari hemodialisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada
klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan
organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara
permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya
(biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

C. Indikasi HD
Dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan. Indikasi hemodialisis
segera antara lain (Daurgirdas et al.,2007):
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG,biasanya K >6,5 mmol/l)
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.

a. Indikasi Hemodialisis Kronik


Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur
hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et
al.,2007):
1. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
3. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5. Komplikasi metabolik yang refrakter.

D. Prinsip dan Kara kerja Hemodialisis


Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2)
kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah
dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian
masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis,
darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balikselanjutnya beredar di dalam
tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et
al.,2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel
(dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis.
Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan
solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan
molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air
ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran.
Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air
(transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi
larutan (Daurgirdas et al.,2007). Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses
yang memerlukan gerakan cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran
(Daurgirdas et al.,2007).

E. Komplikasi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderit penyakit ginjal kronik (PGK)
stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang
mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi pada
penderita yang menjalani HD adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah
umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD.
Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40%penderita yang menjalani HD 15 reguler.
Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini
disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension(HID) (Agarwal dan
Light, 2010).
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Daurgirdas et al.,2007).

F. Komplikasi Akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
hipotensi, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,
demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013).
Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik
hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah
sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan
intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen,
hipoksemia (Daurgirdas et al.,2007). Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan
Himmelfarb, 2013).
Komplikasi Penyebab
Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi,
Hipotensi
infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat,
Aritmia
obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel
Dialysis Disequilibirium menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
Masalah pada Dialisat/Kualitas Air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal
Kontaminasi Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala
Fluoride neurologi, aritmia
Kontaminasi bakteri/ Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi
endotoksin dari dialisat maupun sirkuti air

G. Pedoman Pengkajian Praprosedur Hemodilasis


Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien
dengan hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman dalam melakukan
pengkajian keperawatan praprosedur hemodialisa.
1) Pengkajian Anamnesis
a) Kaji identitas klien
Rasional: memudahkan kelengkapan asuhan
b) Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis
Rasional: Sebagai peran kolaboratif untuk melaksanakan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan progam dokter
c) Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan
praprosedur
Rasional: mekanisme koping maladktif terutama pada pasein yang pertama
kali divonis untuk cuci darah dapat memepengaruhi pelaksanaan. Peran
perawat sangat penting untuk membantu pasien dalam mencari mekanisme
koping yang positif. Prosedu kecemasan merupakan hal yang paling sering
dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodilalisis. Peran perawat
memberikan dukungan dan penjelasan yang ringkas dan mudah dimengerti
agar bisa menurunkan kecemasan pasien.
d) Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis
Rasional: untuk menentukan tingkat koorperatif dan sebaga materi dasar untuk
memberikan penjelasan prosedur hemodialisis sesuai dengan tingkat
pengetahuannya.
e) Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan informed
consent
Rasional: hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi. Klien perlu diberi
penjelasan dan menyatakan persetujuannya melalui surat pesetujuan tindakan.
f) Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya.
Rasional: untuk memantau reaksi pasca hemodialisis
g) Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya
Rasional: klien yang meminum obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan
tanpa menimbulkan akumulasi toksis. Beberapa obat akan dikeluarkan dari
darah pada saat dialisis, oleh karena itu penyesuaian dosis oleh dokter
mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan
dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung
pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis,
semua jenis obat dan dosisinya harus dievaluasi dengan cermat. Terapi
antihipertensi yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialisis
meruapakan salah satu contih dimana komunikasi, pendidikan dan evalusasi
dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum
obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum
pada pagi hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi
dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah
yang berbahaya.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Timbang berat badan pasien
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan hemodialisis.
Berat badan akan menurun pada saat prosedur selesai dilaksanakan.
b) Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan tekanan
darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur pada saat
selesai prosedur dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.
c) Kaji adanya akses vakuler
Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian praprosedur
a. Subklavia dan femoralis
Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis
darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara.
Kateter dwi lumen atau multi lumen dimasukkan ke dalam vena subklavia.
Meskipun metode akses vaskular ini memiliki risiko misalnya dapat
menyebabkan cedera vaskuler seperti hematom, pneumothoraks, infeksi,
trombosis vena subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuar. Namun
metode tersebut biasanya dapat digunakan selama beberapa minggu.
Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis
untuk pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut dikeluarkan jika
sudah tidak diperlukan karena kondisi pasein telah membaik, atau terdapat
cara akses lain. Oleh karena mayoritas pasien hemodialisis jangka panjang
yang harus dirawat dirumah sakit merupakan pasien dengan kegagalan
akses sirkulasi yang permanen, maka salah satu prioritas dalam perawatan
pasien hemodilasis adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.
b. Fistula arteri vena
Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang
biasanya dilakukan pada lengan bawah dengan cara menghubungkan atau
menyambung pembuluh arteri dengan vena secara dihubungkan antar sisi
atau dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah. Fistula
tersebutkan memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu untuk menjadi matang
sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan
kesempatan agar fistula pulih dn segmen vena fistula berdilatasi dengan
baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran – 14
sampai – 16. Jarum ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup aliran
darah yang akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula digunakan
untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan
kembali reinfus darah yang sudah didialisis. Untuk menampung aliran
darah ini, segmen arteri vena fistula tersebut harus lebih besar daripada
pembuluh darah normal. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna
meningkatkan ukuran pembuluh darah yaitu dengan meremas remas bola
karet untuk melatih fistula yang dibuar dilengan bawah sehingga
pembuluh darah yang sudah lebar dapat menerima jarum berukuran besar
yang digunakand alam proses hemodialisis.
c. Shunt/ Tandur
Rasional: dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum
dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong
pembuluh arteri atau vena dari sapi, materia; gore tex (heterografi) atau
tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila
pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula. Tandur
biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas.
Pasien dengan sistem vaskular yang terganggu seperti pasien diabetes,
biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis.
Oleh karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial, risiko
infkesi akan meningkat.
3) Pengkajian Penunjang
a. Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan hemodialisis,
meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN, Kreatinin dan elektrolit.
b. Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV
Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan universa;
precaution dan mencegahan menular
c. Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT
Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim serum
hati
H. Perawatan Hemodialisa
Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
a. Persiapan mesin:
- Listrik - air (sudah melalui pengolahan)
- Saluran pembuangan - Dialyzer (ginjal buatan)
- AV Blood line - AV Fistula/ Abocath
- Infuse set - Spuit 50cc, 5 cc
- Insulin, Heparin Injeksi - Xylocain (anestesi local)
- Nacl 0,90% - Kain Kasa/ Gaas Steril
- Persiapan peralatan & obat2 - Duk steril
- Sarung tangan steril - Bak & mangkuk steril kecil
- Klem, Plester - Desinfektan (alkohol, betadin)
- Gelas ukur - Timbangan BB
- Formulir Hemodialisis - Sirkulasi darah

b. Langkah-langkah
1. Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas
2. Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
3. Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL
dihubungkan dengan alat penampung/matikan
4. Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas
5. Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)
6. Pasang inus set pada kolf NaCl
7. Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
8. Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk hubungan tekanan
arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)
9. Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
10. Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m
11. Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara degan cara
menekan nekan VBL
12. Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian
13. Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
14. Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL,
klem tetap dilepas
15. Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
16. Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus
dibuka
17. Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10- 15 menit
sebelum dihubungkan dengan sirkulasi sistemik pasien
18. Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:
a) Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)
b) Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)
c) Soaking (Melembabkan GB)
19. Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi
dialisat. Bila mempergunakan dialyzer reuse/ pemakaian GB ulang:
Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat
20. Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15 menit
pada posisi rinse.Test formalin dengan tablet clinitest:
Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain ambil 100 tts ( 1/ 2 cc)
masukkan ke dalam tabung gelas, masukan 1 cairan tablet clinitest ke dalam
tabung gelas yang sudah berisi cairan. Lihat reaksi:
- Warna biru : - / negatif
- Warna hijau : + / positif
- Warna kuning : + / positif
- Warna coklat : + / positif
21. Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara mengisi GB baru.
22. Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL)
23. Cara menghitung volume priming:
NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah Nacl yang ada didalam mat
kan (gelas tampung/ukur). Contoh:
1) Nacl yang dipakai membilas 1000 cc
2) Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc
3) Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
4) Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis, persiapan fisik
(timbang BB, Posisi, Observasi Ku dan ukur TTV)

c. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien


Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:
1) Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino
2) Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
3) Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol
4) Anestesi local (lidocain, procain inj)
5) Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath, fiksasi tutup
dengan kasa steril
6) Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)
7) Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
8) Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena
9) Bolus heparin inj (dosis awal)
10) Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal
11) Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan
12) Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril
13) Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis, tekan arteri
femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis
14) Anestesi lokal (infiltrasi anestesi) Vena femoralis dipunksi setelah anestesi
lokal 3-5 menit dan fiksasi, tutup kassa steril

d. Memulai Hemodilasis
1) Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
2) Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
3) Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai sirkulasi darah
terisi semua
4) Jalankan pompa darah dengan Ob
5) Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi
outlet
6) Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
7) Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan
dikeluarkan sesuai kebutuhan)
8) Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikan
sampai 300 ml/m (dilihat dari keadaan pasien)
9) Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure,
hidupkan air/blood leak detector
10) Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan
dengan NaCl
11) Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan
megukur TD, nadi lebih sering

e. Isi formulir HD antara lain: Nama, umur, BB, TD, N, S, P, Tipe GB, cairan
priming yang masuk, makan/ minum, keluhan selama HD, Masalah selama HD.
Cacatan:
a) Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi
kembalikan ke posisi sebenarnya
b) Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus
diamankan lebih dulu
c) Semua sambungkan dikencangkan
d) Tempat-tempat punksi harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi
perdarahan dari tempat punksi
e) Mesin:
Memprogam mesin hemodialisis:
- Qb: 200 – 300 ml/ m
- Qd : 300 – 500 ml/m
- Temperatur : 36 – 400 cc
- TMP, UFR

f. Heparinisasi
Dosis awal : 25 – 50 U/ kg BB
Dosis selanjutnya (maintance) = 500 – 1000 U/ kg BB
Cara memberikan:
a) Kontinus
b) Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD
selesai
Heparin Umum:
Kontinius:
Dosis awal : ........ U
Dosis Selanjutnya: ........ U
Intermitten:
Dosis awal : ...... U
Dosis selanjutnya : ...... U
Heparinisasi Regional :
Dosis awal : ....... U
Dosis Selanjutnya : ..... U
Protamin : ....... U
Heparin : Protamin = 100 U : 1 mg
Heparin & Protamin dilarutkan dengan NaCl, hepain diberikan atau dipasang
pada selang sebelum dialyzer. Protamin diberikan atau dipasang pada selang
sebelum masuk ke tubuh / VBL.
Heparinisasi Minimal:
Syarat – syarat:
- Dialyzer Khusus (kalau ada)
- Qb tingi ( 250 – 300 ml/ m)
- Dosis Heparin : 500 U (pada sirkulasi darah)
- Bilas dengan NaCl yang masuk harus dhitung
- Banyaknya Nacl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa
dimasukkan ke dalam progam ultrafiltarsi
Catatan :
a. Dosis awal: diberikan pada waktu punksi (sirkulasi sistem)
b. Dosis selanjutnya: diberkan dengan sirkulasi ekstra korporeal
c. Tekanan (+) , tekanan (-)
d. Tekanan / Pressure:
- Aterial pressure / tekanan arteri: banyaknya darah yang keluar dari
tubuh
- Venous pressure/ tekanan vena: lancar atau tidak darah yang masuk
ke dalam.

g. Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa


a) Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet, outlet, keluhan
/komplikasi hemodialisis
b) Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/ tekanan
arterial & venous, dialysate, UFR, Air leak & blood leak, heparinisasi,
sirkulasi ekstra corporeal, sambungan-sambungan
Catatan: Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul + 10
cc aquadest kmd disuntik 2 ml/ IV

h. Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)


Persiapan alat:
1) Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine, antibiotik
powder (Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 – ½ kram): pada punksi femoral
2) Cara Bekerja:
a) Menit sebeum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m UFR
=0
b) Ukur TD, nadi
c) Blood Pump Stop
d) Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut, bekas punksi inlet ditekan dengan
kassa steril yang diberi betadine
e) Hubungkan ujung ABL dengan indus set 50 – 100 cc, 100ml/m Nacl
masuk
f) Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorong dengan Nacl sambil Qb
dijalankan
g) Setelah darah masuk ke tubuh blood pump stop, ujun VBL diklem
h) Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan kassa
steril yang diberi betadine
i) Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet dan
outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/ band aid
lalu pasang verband
j) Ukur TTV : TD, N, S, P
k) Timbang BB (kalau memungkinkan)
l) Isi Formulir Hemodialisis
Catatan:
- Cairan pendorong/ pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan kalau
perlu didorong dengan udara (harus hati-hati)
- Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
- Bekas punksi femoral lebih lama, setelah peredarahn berhenti, ditekan
kembali dengan bantal pasir
- Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
- Memakai teknik aseptik dan antiseptik
m) Scribner:
1) Pakai sarung tangan
2) Sebelum ABL & VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri & kanula
vena harus diklem lebih dulu
3) Kanula arteri & vena dibilas dengan Nacl yang diberi 250 U – 300 U
heparin inj
4) Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor
5) Lepas klem pada kedua kanula
6) Fiksasi
7) Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar untuk
mengetahui ada bekuan atau tidak
8) Bila perdarahan pada pungsi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet
& outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/band
aid lalu pasang verband
9) Ukur TTV: TD, N, S, P
10) Timbang BB
11) Isi Formulir
Catatan:
- Cairan pendorong atau pembilas Nacl sesuai dengan kebutuhan, kalau
perlu didorong dengan udara
- Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
- Bekas pungsi femoral lebih lama, setelah perdaragan berhenti, ditekan
kembali dengan bantal pasir
- Memakai teknik aseptik dan antiseptik.

You might also like