Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hardenability atau sifat mampu keras adalah kemampuan baja untuk dapat
dikeraskan dengan membentuk martensit hingga keseluruhan bagiannya.
Pengerasan baja itu sendirit tergantung pada banyaknya martensit yang terjadi
dan kekerasan martensitnya sendiri. Banyaknya martensit tergantung pada kadar
karbon dalam martensit dan kadar karbondalam martensit ini bergantung pada
kadar karbon yang larut dalam austenit.
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
berpengaruh terhadap kekerasannya (seperti bentuk specimen , ukuran specimen
dan quenching treatment) dijaga agar tetap sama/konsTAN.
HAL INI DITENTUKAN MENURUT standar sebagai berikut :
Dari pengujian Jominy ini kita akan mendapatkan kurva hubungan antara
Kekerasan (HRc) terhadap jarak dari quenched end (gambar diatas). Semakin jauh
jarak dari quenched end maka harga kekerasan suatu baja akan semakin kecil.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian ini salah satunya adalah
Severity of quench. Severity of quench merupakan ukuran dari suatu media
quench dalam menyerap panas/kalor dari benda kerja. Media quench yang sering
digunakan antara lain air, oli, dan udara. Dari ketiga contoh tersebut air memiliki
kemampuan menyerap panas paling tinggi, sehingga laju pendinginan benda kerja
dalam media quench air paling cepat dibandingkan media pendinginan yang lain.
4
BAB III
PEMBAHASAN
1. Bila laju pendinginan dapat diketahui, kekerasan dapat lansung dibaca dari
2. Bila kekerasan dapat diukur, laju pendinginan dari titik tersebut dapat
diperoleh.
Pada uji Jominy ini, material dipanaskan dalam tungku dipanaskan sampai suhu
transformasi ( austenit ) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga dapat
dipasangkan pada aparatus Jominy kemudian air disemprotkan dari bawah,
sehingga menyentuh permukaan bawah spesimen. Dengan ini didapatkan
kecepatan pendinginan ditiap bagian spesimen berbeda-beda. Pada bagian yang
5
terkena air mengalami pendinginan yang lebih cepat dan semakin menurun
kebagian yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran kekerasan tiap-tiap
bagian dari spesimen akan didapatkan kurva Hardenability Band.
Dari kurva diatas dapat diketahui bahwa fasa pearlit didapatkan pada suhu
antara 500 C dengan 700 C jika dipanaskan pada suhu austenite. Sifat mampu
keras dapat digambarkan dalam bentuk kurva yaitu kurva Hardenability Band.
Kurva Hardenability Band menggambarkan range-range sifat mampu keras suatu
logam. Jadi, kekerasan suatu material akan berada dalam range tersebut jika
dilakukan proses pemanasan. Kurva diatas menyatakan fasa yang terjadi pada
specimen sampai temperature austenite yang diuji jominy. Dimana pada bagian
yang terkena semprotan air mengalami pendinginan cepat, dapat dilihat pada
grafik dengan nilai HRC paling tinggi dengan fasa martensit. Kemudian dengan
seiringnya peningkatan jarak dari ujung menuju pangkal specimen memiliki
penurunan angka kekerasan. Hal ini disebabkan pada bagian tersebut tidak
mengalami quenching / pendinginan nya lambat. Hal tersebut dapat dilihat dari
6
perubahan fasa pada grafik yang ditunjukkan, yaitu dari fasa martensit, fasa
martensit dan perlit, fine perlit dan perlit.
7
dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain. Struktur mikro yang
dihasilkan lewat transformasi tergantung pada parameter proses perlakuan panas
yang diterapkan dan jenis proses proses perlakuan panas. Struktur mikro yang
berubah melalui transformasi dekomposisi austenite menjadi struktur mikro yang
lain, dimaksudkan untuk memperoleh sifat mekanik dan fisik yang diperlukan
untuk suatu aplikasi proses pengerjaan logam. Proses selanjutnya setelah fasa
tunggal austenit terbentuk adalah pendinginan, dimana mekanismenya
dipengaruhi oleh temperatur, waktu, serta media yang digunakan. Pada
pendinginan secara perlahan-lahan perubahan fasa berdasarkan mekanisme
difusi, dimana kehalusan dan kekasaran struktur yang dihasilkan tergantung pada
kecepatan difusi Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka perubahan
fasanya berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur mikro dengan sifat
mekanik yang keras dan getas. Perubahan struktur mikro selama proses
pendinginan dapat merupakan paduan dari mekanisme difusi dan mekanisme
geser. Variasi dari pembentukan struktur mikro yang merupakan fungsi dari
kecepatan pendinginan pada baja dari temperatur eutektoid.
8
1. Kecepatan pendinginan
Setelah logam dipanaskan, lalu dilakukan pendinginan cepat, maka logam akan
menjadi semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
a. Annealing
b. Normalizing
c. Quenching
2. Komposisi kimia
3. Kandungan karbon
9
kadar karbon dari beberapa material dapat dilakukan dengan beberapa perlakuan,
yaitu:
a. Carborizing
b. Nitriding
c. Carbonitriding
Keterangan : M = Martensite
P = Perlite
B = Bainite
Dari kurva CCT di atas dapat kita lihat beberapa perbedaan. Pada baja
Hypoeutektoid ada dua fasa yang terbentuk matertensit dan perlit. Terbentuk fasa
10
Martensite + perlit setelelah melewati garis perlit start dan martensite finish.
Perlite 100% Terbentuk karena pada saat pendinginan spesimen tidak melewati
fasa martensite awal dan martensite finish Pada baja eutektoid tebentuk tiga fasa
setelah dilakukan pendinginan. Fasa pertama yang terbentuk yaitu martensite
100%, pendinginan dengan membiarkan baja di udara mengasilkan fasa
martensite + perlite. Sedangkan pendinginan didalam tungku atau secara lambat
menghasilkan perlite 100%. Pada baja hyper eutektoid juga terbentuk tiga, sama
seperti pada baja eutektoid. Tetapi pada baja hyper eutektoid waktu yang
dibutuhkan agak lama. Kurva TTT (Time Temperature Transformation) adalah
suatu diagram yang menghubungkan transformasi austenit terhadap waktu dan
temperatur. Kurva ini menggambarkan proses pendinginan dengan melakukan
holding.Setelah spesimen mencapai suhu austenit (727 C) dilakukan holding
terlebih dahulu gunanya agar semua bagian spesimen benar-benar mendapat
panas yang sama.
11
100%M terbentuk setelah melewati M start dan M finish, M +B terbentuk setelah
melewati garis M finish dan B finish, 100% P terbentuk setelah melewati P
finish. Pada baja hypereutectoid terbentuk 3 fasa 100% M , M + B dan 100% P.
100%M terbentuk setelah melewati M start and M finish. M + B terbentuk
setelah melewati B start dan M finish. 100% P terbentuk setelah melewati P
finish.
1) Untuk melaksanakan pengujian, suatu batang uji dengan panjang 100 mm dan
uji tersebut digantungkan pada peralatan quench. Salah satu ujung yang lain
dari batang uji yang akan disemprot air, permukaannya harus dihaluskan
12
Gambar : Spesimen Uji Jominy
3) Atur pancaran air dengan dengan menyeting kran pada alat, terdapat 2 kran
yang terdapat pada alat, kran yang 1 untuk menseting ketinggian pancaran air,
dan keran yang ke 2 untuk membuka pada saat pendinginan. Diameter dari
13
berkas air yang dipancarkan kira-kira 12 mm dan harus memancar ± 64 mm dari
ujung pipa air
5) Setelah spesimen sudah terpasang pada tempatnya, Buka pemancar keran Air
sampai semprotan ̊̊̊ air ̊̊̊ dengan ̊̊̊ suhu ̊̊̊ 25˚C ̊̊̊ mengenai ̊̊̊ ujung ̊̊̊ Benda ̊̊̊ kerja ̊̊̊ yang ̊̊̊ di
14
gantung, Kurang lebih 10 menit. Berdasarkanhal ini ujung batang uji akan
mengalami pendinginan yang sangat cepat. Laju pendinginan akan menurun
kearah salah satu ujungnya yang lain. Dengan demikian sepanjang batang uji
akan terjadi variasi laju pendinginan. Sepanjang batang uji diukur kekerasannya
dengan menggunakan alat uji kekerasan
Setelah uji jominy dilakukan, tahap selanjutnya adalah mencari hasil kekerasan
spesimen yang selesai di uji jominy tadi. Ada beberapa macam alat penguji
kekerasan, diantaranya adalah Uji Micro struktur, Brinell, Vickers, dan yang
terakhir adalah Rockwell.
1) Uji Microstruktur
Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi
piramid. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan
menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop meberikan
kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan
Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis
atau mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah
sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.
15
2) Metode Brinell (Ball Indentor)
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple dan
tidak menghendaki keahlian khusus. Pengujian kekerasan dengan metode
Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya
tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja
ataupunkerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Berikut adalah hasil dari Rockwell test pada spesimen setelah Uji Jominy.
16
Gambar 3.6 Setelah pengujian Rockwell
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
18
4.2 Saran Makalah ini memiliki saran sebagai berikut.
1 ) Kepada para pembaca makalah ini, diharapkan mencari sumber yang lain
sebagai bahan pertimbangan.
19
DAFTAR PUSTAKA
ASTM E18. Standard Test Methods for Rockwell Hardness and Rockwell
Superficial Hardness of Metallic Materials. American Society for Testing and
Materials, (2000).
20