You are on page 1of 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Perpindahan panas merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan energi
dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda
atau material. Dalam proses perpindahan energi tersebut tentu ada kecepatan
perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan
panas. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi.
Konduksi merupakan perpindahan panas dari partikel yang lebih berenergi
ke partikel yang kurang berenergi
+yang saling berdekatan dari sebuah bahan karena interaksi antara partikel
tersebut. Contoh: semakin panasnya (hangat) sendok yang tercelup dalam
secangkir kopi panas.

Panas diketahui dapat berpindah dari tempat dengan temperatur lebih


tinggi ke tempat dengan tempeatur lebih rendah. Hukum percampuran panas juga
terjadi karena panas itu berpindah, sedangkan pada kalorimeter, perindahan panas
dapat terjadi dalam bentuk pertukaran panas dengan luar sistem. Jadi, pemberian
atau pengurangan panas tidak saja mengubah temperatur atau fasa zat suatu benda
secara lokal, melainkan panas itu merambat ke atau dari bagian lain benda atau
tempat lain. Peristiwa ini disebut perindahan panas.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Memahami proses perpindahan panas secara konduksi pada aliran linier
dan radial dari berbagai bahan yaitu brass, aluminium dan stainless steel.
2. Memahami penggunaan Hukum Fourier pada perpindahan proses
konduksi.
3. Menentukan konduktivitas termal dari bahan brass, aluminium dan
stainless steel pada aliran linier serta radial.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perpindahan Panas


Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau
material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga
tercapainya kesetimbangan panas. Kesetimbangan panas terjadi jika panas dari
sumber panas sama dengan jumlah panas benda yang dipanaskan dengan panas
yang disebarkan oleh benda tersebut ke medium sekitarnya. Proses perpindahan
panas ini berlangsung dalam tiga mekanisme yaitu konduksi, konveksi dan
radiasi. Dalam prakteknya ketiga proses perpindahan panas tersebut sering terjadi
secara bersama-sama. Namun, dalam bab ini akan dijelaskan teori perpindahan
panas secara konduksi (Holman, 1986).

2.2 Perpindahan Panas Secara Konduksi


Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor
dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara
medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga
terjadi pertukaran energi dan momentum (McCabe, 1993).

Gambar 2.1. Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding


3

Gambar 2.2 Perpindahan panas secara konduksi


Pada konduksi terjadi tumbukan antara atom dan molekul dari medium
yang digunakan serta diikuti dengan transfer energi kinetik namun tidak diikuti
dengan perpindahan material medium tersebut. Dengan menganggap dua
substansi yang berbeda temperaturnya serta dipisahkan oleh barrier yang ikut
bergerak seperti terlihat pada Gambar 2.3, maka ketika barrier bergerak akan
terjadi tumbukan antara atom-atom panas dengan atom-atom dingin serta diikuti
dengan transfer kinetik dari atom-atom panas dengan atom-atom dingin. Transfer
energi dari bagian panas menuju bagian yang dingin disebut dengan aliran panas
melalui konduksi.

Gambar 2.3 Atom-atom panas dengan Atom-atom dingin yang


dipisahkan oleh barrier
Untuk menentukan mudah tidaknya suatu medium menghantarkan panas,
maka digunakan konduktivitas termal dan biasa dikenal dengan konstanta
4

konduktivitas atau koefisien konduksi, k. Konstanta konduktivitas (k) ini


tergantung pada sifat material digunakan seperti fasa medium, temperatur,
densitas, dan ikatan molekular medium.
Logam misalnya tembaga biasanya merupakan konduktor panas yang baik.
Hal ini disebabkan adanya logam kimia yang lebih kuat dari ikatan kovalen dan
ikatan ionik serta memiliki elektron bebas dan berasal dari struktual kristal.
Sedangkan fluida (liquid dan gas) merupakan konduktor yang buruk. Hal ini
disebabkan karena jarak antar atom pada gas sangat jarang sehingga dengan
adanya tumbukan beberapa atom dapat menurunkan konduksi dan densitas fluida
menurun jika konduksi terjadi.
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi
adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut:
𝑑𝑇
𝑞𝑘 = −𝑘𝐴 𝑑𝑥 ....................................................... (2.1)

Keterangan :
q = Laju Perpindahan Panas (kj/det,W)
k = Konduktifitas Termal (W/m.°C)
A = Luas Penampang (m²)
dT = Perbedaan Temperatur (°C, °F)
dx = Perbedaan Jarak (m/det)
ΔT = Perubahan Suhu (°C, °F)
Gradien temperatur kearah perpindahan kalor di tunjukkan oleh dT/dx.
konstanta positif “k” disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu,
sedangkan tanda minus disisipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika,
yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur
(Holman, 1986).
Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara
laju aliran panas yang melintas permukaan isotermal dan gradien yang terdapat
pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap
waktu yang dikenal dengan Hukum Fourier. Dalam penerapan Hukum Fourier
(persamaan 2.1) pada suatu dinding datar, jika persamaan tersebut diintegrasikan
maka akan didapatkan :
5

𝑞𝑘=−𝑘𝐴 (𝑇2− 𝑇1 ) ..................................................... (2.2)


∆𝑥

Apabila konduktivitas termal (thermal conductivity) dianggap tetap, tebal


dinding adalah Δx, sedangkan T1 dan T2 adalah temperatur muka dinding. Jika
konduktivitas berubah menurut hubungan linear dengan temperatur, maka
persamaan aliran kalor menjadi :
𝑘𝑜 𝐴 𝛽
𝑞𝑘 = − [𝑇 − 𝑇1 + 2 (𝑇2 2 − 𝑇1 2 ) .............................. (2.3)
𝑑𝑥 2

Keterangan :
𝑞𝑘 = Laju Perpindahan Panas (kj/det,W)
𝑘𝑜 = Konduktifitas Termal (W/m.°C)
A = Luas Penampang (m²)
dx = Perbedaan Jarak (m/det)
𝛽 = ketebalan (mm)
T2 = suhu dingin ( K )
T1 = suhu panas ( K )

2.3 Konduktivitas Termal


Tetapan kesetimbangan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang
disebut konduktivitas termal. Persamaan 2.1 merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan
pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktifitas termal berbagai
bahan. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu.
Tabel berikut menyajikan konduktivitas termal berbagai bahan pada suhu 25oC.

Tabel 2.1 Konduktivitas Termal Berbagai Bahan pada Suhu 25oC


Bahan W/m x °C Btu/h x ft x °F
Logam
Perak (murni) 410 237
Tembaga (murni) 385 223
Aluminium (murni) 202 117
Nikel (murni) 93 54
Besi (murni) 73 42
Baja karbon, 1% C 43 25
Timbal (murni) 35 20,3
Baja krom-nikel
(18% Cr, 8% Ni) 16,3 9,4
6

Brass 206 160


Bukan Logam
Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6 24
Magnesit 4,15 2,4
Marmar 2,08-2,94 1,2-1,7
Batu pasir 1,83 1,06
Kaca, jendela 0,78 0,45
Kayu mapel atau ek 0,17 0,096
Serbuk gergaji 0,059 0,034
Wol kaca 0,038 0,022
Zat cair
Air-raksa 8,21 4,74
Air 0,556 0,327
Amonia 0,540 0,312
Minyak Lumas, SAE 50 0,147 0,085
Freon 12,CCl2 F2 0,073 0,042
Gas
Hidrogen 0,175 0,101
Helium 0,141 0,081
Udara 0,024 0,0139
Uap air (jenuh) 0,0206 0,0119
Karbon dioksida 0,0146 0,00844
(Sumber: Holman, 1997)

Konduktifitas termal dan mekanisme transport energi :


𝑄 ∆𝑇
=k .................................................. (2.4)
𝐴 𝑌
𝑑𝑇
qy = -k 𝑑𝑦 ..............................................(2.5)

Persamaan 2.5 biasanya disebut juga Heat Flux maksudnya kecepatan


panas lokal per satuan luas dalam arah y (+). Persamaan diatas dapat juga ditulis
pada arah x,y dan z seperti dibawah ini :
𝑑𝑡 𝑑𝑇 𝑑𝑇
qx = -k 𝑑𝑥 ; qy = -k 𝑑𝑦 ; qz = -k 𝑑𝑧 ......................................(2.6)

Dalam bentuk vektor dinyatakan sebagai berikut :


q = -k v T ..................................................... (2.7)
Sebagai tambahan konduktifitas termal (k) dikenal juga difusifitas termal
(α) dinyatakan sebagai :
𝑘
α = 𝜌𝑐𝑝 ......................................................... (2.8)

Dari persamaan 2.5 maka konduktifitas termal :


7

Q .Y
k
A . t ................................................... (2.9)

Gambar 2.4 Perpindahan panas konduksi dan difusi


energi akibat aktivitas molekul

Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan


sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan
sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam
dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan
bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin.
Apabila ujung batang logam tadi menerima energi
kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebahagian energi kepada
molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Moleku1 dan elektron
merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan
kalor konduksi (Ridwana, 2013).
Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar
alir energi kalor adalah berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan molekul dan
juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat
molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara.
Molekul udara adalah renggang sekali. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat
seperti kayu, dan besi, maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada
molekul kayu. Bahan kayu terdiri dari gabungan bahan kimia seperti karbon, uap
air, dan udara yang terperangkat. Besi adalah besi. Kalaupun ada bahan asing,
bahan kimia unsur besi adalah lebih banyak (Ridwana, 2013).
8

2.4 Aliran Panas Konduksi


Dalam konduksi, panas ditransmisikan dari satu lokasi dalam badan ke
lokasi lain juga dalam badan sebagai akibat dari perbedaan temperatur yang ada di
dalam badan tidak ada gerakan makroskopik dari setiap bagian badan. Dengan
mekanisme seperti inilah, akan ditunjukkan dalam pasal ini, panas yang dihasilkan
dalam batang bahan bakar dipindahkan ke permukaan batang. Konveksi panas,
sebaliknya, melibatkan perpindahan panas ke cairan atau gas, yang bergerak
sebagai hasil dari perbedaan temperatur dan penolakan panas di lokasi lain. Jadi,
panas yang di pindahkan dengan cara konduksi ke permukaan batang bahan bakar
dibawa ke pendingin dan keluar dari sistem dengan cara konveksi. Hubungan
dasar yang mengatur konduksi panas adalah hukum Fourier.

Gambar 2.5 Sketsa yang melukiskan perjanjian tentang tanda untuk aliran
panas konduksi

2.5 Konduksi pada Aliran Silinder


Arah perpindahan panas pada benda berbentuk silinder seperti tabung atau
pipa adalah radial yaitu bila kedua fluida mengalir dengan arah yang saling
berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan. Pada tipe ini masih mungkin
terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima panas (temperatur fluida dingin)
saat keluar penukar kalor lebih tinggi dibanding temperatur fluida yang
memberikan kalor (temperatur fluida panas) saat meninggalkan penukar kalor
(Artono, 2002).
Pada gambar 2.6 ditunjukkan suatu pipa logam dengan jari-jari dalam ri,
jari-jari luar ro, dan panjang L, perbedaan suhu permukaan dalam dengan
permukaan luar adalah:
9

Gambar 2.6 Aliran radial panas di dalam silinder


dT
q = −kAln dx .............................................(2.10)

dimana:
2π L (r2−r1)
Aln = r2
ln( )
r1

∆T = T2-T1
∆r = r2-r1
Permukaan silindris dalam zat yang membentuk pipa itu dengan jari-jari r
yang dapat berubah harganya dari R1 ke R2, luas permukaan silinder ini untuk
panjang pipa L, adalah A = 2 Π rL (Artono, 2002).

2.6 Konduksi Pada Aliran Linier


Kasus aliran panas suatu dimensi yang paling sederhana yaitu konduksi
panas melalui dinding datar. Untuk suhu seragam pada permukaan yang panas
maupun yang dingin, laju aliran panas dengan cara konduksi melalui suatu bahan
yang homogen diberikan oleh :
dT
q = −kA dx .....................................2.11

Sistem dengan lebih dari satu macam bahan, seperti dinding lapis rangkap,
atau bahan komposit yang memiliki ketebalan material berbeda maka akan
diperoleh konduktivitas termal yang berbeda sperti gambar berikut :
10

Gambar 2.7 Konduksi Linear pada Dinding Berlapis


sehingga analisisnya akan menjadi seperti berikut:
T1 −T4 ∆x
q=R dimana R = k A.......................................2.12
1 +R2 +R3

R adalah tahanan perpindahan panas.

2.7 Perpindahan Panas Secara Konveksi


Konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat
dan fluida yang bergerak ketika memiliki perbedaan temperatur. Perpindahan
panas konveksi dibedakan terhadap tipe aliran fluida. Konveksi paksa terjadi
ketika aliran fluida disebabkan oleh adanya gaya dari luar seperti dari fan. Sebagai
contoh adalahproses pendinginan komponen listrik dengan menggunakan fan.
Konveksi bebas terjadi karena adanya gaya-gaya apung (buoyancy) akibat adanya
perbedaan massa jenis oeh variasi temperatur dalam fluida. Contohnya adalah
pendinginan susunan komponen dalam arah vertikal oleh udara diam.
Proses konveksi tidak hanya terjadi karena adanya panas sensibel, tetapi
dapat pula terjadi karena pergantian panas laten. Seperti yang terjadi pada saat
pendidihan (boiling) dan kondensasi. Proses perpindahan panas konveksi dapat
dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
q = hA( Ts - T∞) .................................... (2.13)
Dimana, q = laju perpindahan panas konveksi ( W )
H = koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2. K)
A = Luas penampang perpindahan panas (m2)
Ts = Temperatur permukaan benda ( K )
T∞= Temperatur aliran fluida disekeliling benda
11

Gambar 2.8 Konveksi Boiling

2.8 Perpindahan Panas Secara Radiasi


Radiasi termal adalah energi yang dikeluarkan oleh setiap benda. Energi
radiasi ini ditransmisikan oleh gelombang elektromagnetik (gambar ). Energi
radiasi antara dua permukaan ideal dapat dirumuskan dengan hukum Stefan-
Boltzman, sebagai berikut
4
qrad = SBAT ...............................................(2.14)
dimana, SB = Stefan-Boltzman Constant ( 5,67 X 10-8 W/m2. K)
A = luas permukaan benda hitam (m2)
T = Suhu absolut benda hitam ( K )

Gambar 2.9 Perpindahan Secara Radiasi


12

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan yang Digunakan


1. Brass 25 dan 13 mm
2. Alumunium 25 mm
3. Stainless steel 25 mm

3.2 Alat-alat yang digunakan


1. HT11 Linier Heat Conduction Accessory
2. HT12 Radial Heat Conduction Accessory
3. Power Supply
4. Multimeter
5. Thermocouple

3.3 Metode Percobaan


Percobaan yang dilakukan dengan pengukuran perbedaan temperatur
sepanjang bahan, dimana laju alir panas (Q) diperoleh dari hubungan antara
tegangan listrik (V) dan arus listrik (I) yang dapat diketahui dari peralatan yang
ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan Hukum
Fourier.

3.4 Persiapan Peralatan


Sebelum melaksanakan praktikum, keadaan alat dipersiapkan dan
dipastikan dalam keadaan baik.
1. Alat HT11 Linier Heat Conduction diletakkan disamping Power Supply
pada tempat yang sesuai.
2. HT11 Linier Heat Conduction dihubungkan ke Power Supply.
3. Tegangan yang diberikan diatur sesuai dengan yang ditugaskan yaitu 6
volt, 7 volt, dan 8 volt dengan menggunakan multimeter.
4. Kemudian HT11 Linier Heat Conduction dihubungkan ke thermocouple.
5. Suplai air pendingin dipastikan terhubung dengan regulating valve pada
HT11.
13

6. Semua unit dipastikan terhubung dengan sumber listrik.

3.5 Prosedur Percobaan


1. Semua unit siap dioperasikan.
2. Modul dipasang pada tempat yang telah ditentukan. Pada percobaan ini
modul yang dipakai adalah Brass 25 dan 13 mm, Aluminium 25 mm, dan
Stainless steel 25 mm.
3. Air pendingin dialirkan ke peralatan percobaan.
4. Tegangan pemanas diset dengan variasi 4, 5, 6, 6,5 dan 7 Volt.
5. HT11 distabilkan dan dicatat hasil T1-T8.
6. Percobaan diulangi untuk linier dan radial dengan menggunakan beberapa
jenis bahan yang berbeda

3.6 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan


14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Hubungan Temperatur terhadap Jarak Termokopel
Percobaan praktikum percobaan yang dilkukan yaitu menetukan
konduktivitas termal pada berbagai macam modul pada aliran linear.
Konduktivitas termal dapat ditentukan dengan mengukur temperatur serta
menentukan besarnya arus pada variasi tegangan ( voltage) yang telah ditentukan.
Percobaan pertama dilakukan pada modul brass 13 mm. Dalam percobaan
ini temperatur yang akan dicatat dan diamati adalah temperaturpada T1, T2, T3, T6,
T7 dan T8 , sedangkan untuk T4 dan T5 dibuatkan nilai asumsi tanpa dilakukan
pengamatan, karena termokopel pada T4 dan T5 tidak berfungsi. Hasil percobaan
yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.1.
Brass 13 mm
70.0

60.0
temperatur (oC)

50.0
4 Volt
40.0
5 Volt
30.0
6 Volt
20.0
6.5 Volt
10.0 7 Volt
0.0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
jarak (m)

Gambar 4.1 Kurva Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Termokopel untuk
Bahan Brass (D = 13 mm)

Pada gambar 4.1 dapat dilihat suhu tertinggi diperoleh pada T1 dengan tegangan 7
volt yaitu 64,1 0C dan temperatur terendah terdapat pada T5 pada tegangan 4 volt
yaitu 29 0C. Pada percobaan yang dilakukan, pada T6 terjadi kenaikan suhu
kembali. Untuk hal ini dikarenakan kabel penghubung untuk termokopel terputus
15

sehingga temperatur yang terbaca tidak sesuai untuk semua variasi tegangan
(voltage).
Dari data dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak termokopel maka suhu
yang terbaca pada alat semakin kecil. Dan bertambahnya kenaikan tegangan juga
mempengaruhi suhu. Suhu akan naik jika tegangan yang digunakan semakin
tinggi. Dari data yang diperoleh dari percobaan terdapat kenaikkan suhu pada T6,
T7 dan T8, hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu akan
semakin turun jika jarak termokopel semakin jauh dari sumber panas.

Persamaan diatas menunjukkan bahwa temperature berbanding terbalik


dengan jarak dari pengukuran suhu oleh termokopel, sedangkan laju perpindahan
panas berbanding lurus dengan suhu dan berbanding terbalik dengan jarak.
Kesalahan yang terjadi pada percobaan disebabkan karena alat yang digunakan
tidak dapat membaca dengan konstan suhu pada T6, T7 dan T8.

Percobaan kedua dilakukan pada modul brass 25 mm. Dalam percobaan


ini temperatur yang akan dicatat dan diamati adalah temperaturpada T1, T2, T3, T6,
T7 dan T8 , sedangkan untuk T4 dan T5 dibuatkan nilai asumsi tanpa dilakukan
pengamatan, karena termokopel pada T4 dan T5 tidak berfungsi. Hasil percobaan
yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.2

Brass 25 mm
80.0
temperatur (oC)

60.0 4 Volt
40.0 5 Volt

20.0 6 Volt
6.5 Volt
0.0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 7 Volt
jarak (m)

Gambar 4.2 Kurva Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Termokopel untuk
Bahan Brass (D = 25 mm)
16

Pada gambar 4.2 dapat dilihat suhu tertinggi diperoleh pada T1 dengan
tegangan 7 volt yaitu 64,3 0C dan temperatur terendah terdapat pada T5 dengan
tegangan 4 volt yaitu 31.1 0C. Pada percobaan yang dilakukan, pada T6 terjadi
kenaikan suhu kembali untuk. Hal ini dikarenakan kabel penghubung untuk
termokopel terputus sehingga temperatur yang terbaca tidak sesuai untuk semua
variasi tegangan (voltage).
Dari data dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak termokopel maka suhu
yang terbaca pada alat semakin kecil. Dan bertambahnya kenaikan tegangan juga
mempengaruhi suhu. Suhu akan naik jika tegangan yang digunakan semakin
tinggi. Dari data yang diperoleh dari percobaan terdapat kenaikkan suhu pada T6,
T7 dan T8, hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu akan
semakin turun jika jarak termokopel semakin jauh dari sumber panas.

Persamaan diatas menunjukkan bahwa temperature berbanding terbalik


dengan jarak dari pengukuran suhu oleh termokopel, sedangkan laju perpindahan
panas berbanding lurus dengan suhu dan berbanding terbalik dengan jarak.
Kesalahan yang terjadi pada percobaan disebabkan karena alat yang digunakan
tidak dapat membaca dengan konstan suhu pada T6, T7 dan T8.

Percobaan ketiga dilakukan pada modul alumium 25 mm. Dalam


percobaan ini temperatur yang akan dicatat dan diamati adalah temperaturpada T1,
T2, T3, T6, T7 dan T8 , sedangkan untuk T4 dan T5 dibuatkan nilai asumsi tanpa
dilakukan pengamatan, karena termokopel pada T4 dan T5 tidak berfungsi. Hasil
percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.3
17

Aluminium 25 mm
50.0
45.0
40.0
35.0
temperatur (oC)

30.0 4 Volt
25.0 5 Volt
20.0 6 Volt
15.0
6.5 Volt
10.0
5.0 7 Volt
0.0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
jarak (m)

Gambar 4.3 Kurva Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Termokopel untuk
Bahan Aluminium (D = 25 mm)

Pada gambar 4.3 dapat dilihat suhu tertinggi diperoleh pada T1 dengan
tegangan 7 volt yaitu 47 0C dan temperatur terendah terdapat pada T5 dengan
tegangan 4 volt yaitu 29,1 0C. Pada percobaan yang dilakukan, pada T6 terjadi
kenaikan suhu kembali untuk. Hal ini dikarenakan kabel penghubung untuk
termokopel terputus sehingga temperatur yang terbaca tidak sesuai untuk semua
variasi tegangan (voltage).
Dari data dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak termokopel maka suhu
yang terbaca pada alat semakin kecil. Dan bertambahnya kenaikan tegangan juga
mempengaruhi suhu. Suhu akan naik jika tegangan yang digunakan semakin
tinggi.

Dari data yang diperoleh dari percobaan terdapat kenaikkan suhu pada T6, T7 dan
T8, hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu akan semakin
turun jika jarak termokopel semakin jauh dari sumber panas.

Persamaan diatas menunjukkan bahwa temperature berbanding terbalik


dengan jarak dari pengukuran suhu oleh termokopel, sedangkan laju perpindahan
panas berbanding lurus dengan suhu dan berbanding terbalik dengan jarak.
18

Kesalahan yang terjadi pada percobaan disebabkan karena alat yang digunakan
tidak dapat membaca dengan konstan suhu pada T6, T7 dan T8.

Percobaan keempat dilakukan pada modul stainless steel 25 mm. Dalam


percobaan ini temperatur yang akan dicatat dan diamati adalah temperaturpada T1,
T2, T3, T6, T7 dan T8 , sedangkan untuk T4 dan T5 dibuatkan nilai asumsi tanpa
dilakukan pengamatan, karena termokopel pada T4 dan T5 tidak berfungsi. Hasil
percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.4

Aluminium 25 mm
50.0
45.0
40.0
35.0
temperatur (oC)

30.0 4 Volt
25.0 5 Volt
20.0 6 Volt
15.0
6.5 Volt
10.0
5.0 7 Volt
0.0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
jarak (m)

Gambar 4.4 Kurva Hubungan antara Temperatur dengan Jarak Termokopel untuk
Bahan Stainless Steel (D = 25 mm)

Pada gambar 4.4 dapat dilihat suhu tertinggi diperoleh pada T1 dengan
tegangan 7 volt yaitu 48,9 0C dan temperatur terendah terdapat pada T5 dengan
tegangan 4 volt yaitu 32,3 0C. Pada percobaan yang dilakukan, pada T6 terjadi
kenaikan suhu kembali. untuk hal ini dikarenakan kabel penghubung untuk
termokopel terputus sehingga temperatur yang terbaca tidak sesuai untuk semua
variasi tegangan (voltage).
Dari data dapat dilihat bahwa semakin jauh jarak termokopel maka suhu
yang terbaca pada alat semakin kecil. Dan bertambahnya kenaikan tegangan juga
mempengaruhi suhu. Suhu akan naik jika tegangan yang digunakan semakin
tinggi. Dari data yang diperoleh dari percobaan terdapat kenaikkan suhu pada T6,
19

T7 dan T8, hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu akan
semakin turun jika jarak termokopel semakin jauh dari sumber panas.

Persamaan diatas menunjukkan bahwa temperature berbanding terbalik


dengan jarak dari pengukuran suhu oleh termokopel, sedangkan laju perpindahan
panas berbanding lurus dengan suhu dan berbanding terbalik dengan jarak.
Kesalahan yang terjadi pada percobaan disebabkan karena alat yang digunakan
tidak dapat membaca dengan konstan suhu pada T6, T7 dan T8.

Percobaan kelima yaitu mengukur temperatur untuk bahan Brass dengan


konduksi perpindahan panas secara radial. Berbeda dengan konduksi linear, pada
konduksi radial temperatur yang diperoleh tidak sebesar konduksi linear. Dari
Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa temperatur tertinggi terdapat pada T1 dengan
tegangan 7 volt yaitu 33.8 ºC dan temperatur terendah terdapat pada T6 dengan
tegangan 4 volt yaitu 27 ºC.

35.0
34.0
33.0
32.0
suhu (0C)

31.0
30.0
29.0
28.0
27.0
26.0
25.0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
jarak (m)

Gambar 4.5 Kurva hubungan suhu dengan tegangan pada aliran radial

Data yang diperoleh diplotkan antara temperatur dan jarak termokopel


seperti pada Gambar 3.5. Gambar 3.5 menunjukkan hubungan temperatur dengan
jarak termokopel pada konduksi radial untuk bahan Brass. Pada percobaan yang
dilakukan terlihat penurunan suhu jika jarak dari termokopel diperbesar. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu berbanding terbalik dengan
jarak.
20

Kesalahan yang terjadi pada percobaan sebelumnya tidak terjadi lagi


karena percobaan tidak menggunakan rangkaian alat yang sama. Semua
termokopel pada rangkaian alat radial berfungsi dengan baik.

4.2 Menentukan Konduktivitas Termal Pada Aliran Linier dan Radial


4.2.1 Aliran Linier
Pada percobaan ini nilai dari tegangan listrik, laju perpindahan panas,
jarak, luas penampang dan temperature sudah dutentukan sehingga harga dari
konduktivitas termal dapat dihitung. Berikut ini ditampilkan grafik hubungan
konduktivitas panas antara literatur dan percobaan versus tegangan listrik dari
masing-masing bahan.

350
konduktivitas termal (W/moC)

300

250

200

150 k percobaan
k literatur
100

50

0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0
Volt (V)

Gambar 4.6 Kurva Perbandingan Antara Konduktivitas Termal Hasil Percobaan


Dengan Literatur Pada Aliran Linier Untuk Brass 13 mm

Gambar 4.6 menunjukkan hubungan konduktivitas termal literatur dan


percobaan pada bahan Brass 13 mm. Konduktivitas termal literatur sebesar 100,78
W/m oC sedangkan konduktivitas yang dihitung berdasarkan data percobaan
cenderung berubah-ubah pada setiap tegangan yakni dengan rata-rata 217,855
21

W/m oC dan error 48,05%. Dari grafik dapat dilihat bahwa konduktivitas termal
percobaan mengalami peningkatan terhadap penambahan tegangan yang
diberikan, hal ini sesuai hukum Fourier yang menyatakan bahwa konduktivitas
termal bahan akan meningkat seiring dengan peningkatan tegangannya (voltage).

q dX (𝑉 𝐼) 𝑑𝑋
k=− =−
A dT 𝐴 𝑑𝑇

350
konduktivitas termal (W/moC)

300

250

200

150 k percobaan
k literatur
100

50

0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0
Volt (V)

Gambar 4.7 Kurva Perbandingan Antara Konduktivitas Termal Hasil Percobaan


Dengan Literatur Pada Aliran Linier Untuk Brass 25 mm

Gambar 4.7 menunjukkan hubungan konduktivitas termal literatur dan


percobaan pada bahan Brass 25 mm. Konduktivitas termal literatur sebesar 100,76
W/m oC sedangkan konduktivitas yang dihitung berdasarkan data percobaan
cenderung berubah-ubah pada setiap tegangan yakni dengan rata-rata 226,70 W/m
o
C dan error 51,02%. Dari grafik dapat dilihat bahwa konduktivitas termal
percobaan mengalami peningkatan terhadap penambahan tegangan yang
diberikan, hal ini sesuai hukum Fourier yang menyatakan bahwa konduktivitas
termal bahan akan meningkat seiring dengan peningkatan tegangannya (voltage).

q dX (𝑉 𝐼) 𝑑𝑋
k=− =−
A dT 𝐴 𝑑𝑇
22

1000
900

konduktivitas termal (W/moC)


800
700
600
500
k percobaan
400
k literatur
300
200
100
0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0
Volt (V)

Gambar 4.8 Kurva Perbandingan Antara Konduktivitas Termal Hasil Percobaan


Dengan Literatur Pada Aliran Linier Untuk Aluminium 25 mm

Gambar 4.8 menunjukkan hubungan konduktivitas termal literatur dan


percobaan pada bahan Aluminium 25 mm. Konduktivitas termal literatur sebesar
o
200,16 W/m C sedangkan konduktivitas yang dihitung berdasarkan data
percobaan cenderung berubah-ubah pada setiap tegangan yakni dengan rata-rata
461,96 W/m oC dan error 41,36%. Dari grafik dapat dilihat bahwa konduktivitas
termal percobaan mengalami peningkatan terhadap penambahan tegangan yang
diberikan, hal ini sesuai hukum Fourier yang menyatakan bahwa konduktivitas
termal bahan akan meningkat seiring dengan peningkatan tegangannya (voltage).

q dX (𝑉 𝐼) 𝑑𝑋
k=− =−
A dT 𝐴 𝑑𝑇
23

800

700

konduktivitas termal (W/moC)


600

500

400
k percobaan
300
k literatur
200

100

0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0
Volt (V)

Gambar 4.9 Kurva Perbandingan Antara Konduktivitas Termal Hasil Percobaan


Dengan Literatur Pada Aliran Linier Untuk Stainless Steel 25 mm

Gambar 4.9 menunjukkan hubungan konduktivitas termal literatur dan


percobaan pada bahan Stainless Steel 25 mm. Konduktivitas termal literatur
sebesar 15,42 W/m oC sedangkan konduktivitas yang dihitung berdasarkan data
percobaan cenderung berubah-ubah pada setiap tegangan yakni dengan rata-rata
405,41 W/m oC dan error 94,57%. Dari grafik dapat dilihat bahwa konduktivitas
termal percobaan mengalami peningkatan terhadap penambahan tegangan yang
diberikan, hal ini sesuai hukum Fourier yang menyatakan bahwa konduktivitas
termal bahan akan meningkat seiring dengan peningkatan tegangannya (voltage).

q dX (𝑉 𝐼) 𝑑𝑋
k=− =−
A dT 𝐴 𝑑𝑇

Selanjutnya konduktivitas termal hasil percobaan pada semua bahan


(Brass 13 mm, Brass 25 mm, Alumunium 25 mm, dan Stainless Steel 25 mm)
dibandingkan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.10 berikut ini.
24

1000
900

konduktivitas termal (W/moC)


800
700
600
Brass 13 mm
500
Brass 25 mm
400
Alumunium 25 mm
300
Stainlees Steel 25 mm
200
100
0
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0
Volt (V)

Gambar 4.10 Kurva Perbandingan Konduktivitas Hasil Percobaan Pada Berbagai


Bahan
Dari gambar 3.10 dapat dilihat konduktivitas termal tertinggi hingga yang
terendah berturut-turut adalah alumunium 25 mm, stainless steel 25 mm, brass 25
mm, dan brass 13 mm. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa alumunium memiliki
konduktivitas tertinggi dibandingkan bahan-bahan lainnya. Namun untuk harga
konduktivitas termal dari stainless steel dan brass tidak sesuai dengan literatur
yang ada. Seharusnya stainless steel memiliki harga konduktuvitas lebih kecil
dibandingkan dengan brass.

4.2.2 Aliran Radial


Selanjutnya untuk aliran radial, bahan yang digunakan yaitu brass 25 mm.
Konduktivitas termal yang didapat dari hasil percobaan dibandingkan dengan nilai
konduktivitas termal pada literatur. Konduktivitas panas untuk bahan Brass adalah
100,78 W/m oC. Hasil perhitungan ditampilkan pada gambar 4.11 berikut.
25

900.00

konduktivitas termal (W/moC)


800.00
700.00
600.00
500.00
400.00 k percobaan

300.00 k literatur

200.00
100.00
0.00
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0
Volt (V)

Gambar 4.11 Kurva Perbandingan Antara Konduktivitas Termal Hasil Percobaan


Dengan Literatur Pada Aliran Radial

Gambar 4.11 menunjukkan hubungan konduktivitas termal literatur dan


percobaan pada bahan Brass 13 mm. Konduktivitas termal literatur sebesar 15,42
W/m oC sedangkan konduktivitas yang dihitung berdasarkan data percobaan
cenderung berubah-ubah pada setiap tegangan yakni dengan rata-rata 433,93 W/m
o
C dan error 69,31%. Dari grafik dapat dilihat bahwa konduktivitas termal
percobaan mengalami peningkatan terhadap penambahan tegangan yang
diberikan, hal ini sesuai hukum Fourier yang menyatakan bahwa konduktivitas
termal bahan akan meningkat seiring dengan peningkatan tegangannya (voltage).

q dX (𝑉 𝐼) 𝑑𝑋
k=− =−
A dT 𝐴 𝑑𝑇
26

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar jarak thermocouple maka temperatur yang mengalir di
dalam bahan akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hukum Fourier
dimana hubungan jarak dengan temperatur yang mengalir di dalam bahan
adalah berbanding terbalik.
2. Semakin tinggi tegangan pemanas maka temperatur bahan yang mengalir
di dalam bahan juga semakin tinggi, dan sebaliknya. Hal ini juga sesuai
dengan hukum Fourier dimana hubungan tegangan pemanas, laju
perpindahan kalor dan temperatur adalah berbanding lurus.
3. Dari data hasil praktikum, konduktivitas panas aliran linier suatu bahan
lebih besar dibandingkan konduktivitas panas pada aliran radial dan
konduktivitas panas aliran radial suatu bahan cenderung lebih stabil
dibandingkan konduktivitas panas pada aliran linier. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan laju perpindahan panas pada aliran radial akan
seragam pada masing-masing lapisan, karena berada dalam keadaan steady
state dimana laju perpindahan panas berbanding lurus dengan
konduktivitas panas yang sesuai dengan hukum Fourier.
4. Menurut literatur konduktivitas panas bahan alumunium lebih besar
dibandingkan konduktivitas panas bahan brass dan stainless steel,
sedangkan konduktivitas panas bahan brass lebih besar dibandingkan
konduktivitas panas bahan stainless steel.
5.2 Saran
1. Sebaiknya jepitan pemanas pada alat HT11 Linier dan HT12 Radial
Conduction Accessory diganti dengan yang baru dikarenakan adanya
kerusakan yang menyebabkan data yang diperoleh tidak maksimal.
2. Set tegangan dengan teliti dan diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan
saat menentukan arus listriknya.
27

DAFTAR PUSTAKA

Alfijar. 2010. Bahan Ajar Perpindahan Panas. Semarang: Jurusan Teknik Mesin
Unimus.

Artono. 2002. Perpindahan Kalor. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Geankoplis, C., J., 1997, Transport Processes and Unit Operations, Prentice Hall
of India, New Delhi

Holman, J.P. 1986. Heat Transfer. New York: McGraw Hill, Ltd.

Kern, D.Q. 1965.Process Heat Transfer.Singapore: Mc-Graw-Hill.

McCabe, W.L. 1993.Unit Operation of Chemical Engineering.Singapore:


McGraw-Hill Book Co. pp. 309-369.

Ozisik, M.N. 1985. Heat Transfer, a basic approach. New York: McGraw-Hill.

Ridwana, V. 2013. Perpindahan Kalor secara Konduksi Konveksi dan Radiasi.


http://www.onfisika.com/2013/01/perpindahan-kalor-secarakonduksi.htm
28

LAMPIRAN D
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Penetapan tegangan 4 Gambar C.2 Penetapan tegangan 5


volt pada multimeter volt pada multimeter

Gambar C.3 Penetapan tegangan 6 Gambar C.4 Penetapan tegangan


volt pada multimeter 6,5 volt pada multimeter
29

Gambar C.5 Penetapan tegangan 7 Gambar C.6 Penetapan suhu


volt pada multimeter dengan menggunakan termokopel

Gambar C.7 Penetapan suhu Gambar C.8 Rangkaian alat


dengan menggunakan termokopel perpindahan panas

You might also like