You are on page 1of 9

URAIAN KASUS

Seorang wanita berumur 20 tahun pernah mengalami pemeriksaan sputum dan hasilnya untuk
TB paru. Namun, oleh dokter dia tetap diberikan Obat Anti Tuberculosis pada saat itu.
Meskipun awalnya dia mengomsumsi OAT dia tidak berusaha melakukan follow up klinik
sehingga kondisinya memburuk. Hasil pemeriksaan sputum, sekarang menunjukkan tanda
positif TB paru. Wanita ini tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Pertanyaan:
1. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?
2. Apakah masih diperbolehkan wanita tersebut aktif bekerja, bagaimanakah akibat yang
dapat ditimbulkan apabila dia berinteraksi dengan orang lain?

II. ANALISA KASUS:

Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,


Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :

Subyektif
Nama :-
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : wanita
BB : 50 kg
Riwayat : pasien mengalami negatif untuk tb paru, namun pasien tetep diberikan
obat anti TB. Pasien tidak melakukan follow up klinik sehingga kondisi menburuk.

Obyektif
pemeriksaan sputum : Positif TB paru

Assesment
Berdasarkan riwayat pemeriksaan sputum pasien didiagnosa mengalami Positif TB paru
(klasifikasi TB Paru Tersangka, masuk dalam Kategori 2).

Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Tujuan terapi jangka pendek :
 Mencegah berkembangnya kuman Mycobacterium tuberculosis.
 Merubah BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin
 Mencegah kekambuhan
 Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi perbaikan daya tahan imonologis.
 Mencegah penularan kuman dari pasien yang dicurigai terinfeksi TBC.
Tujuan terapi jangka panjang :
 Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
 Meningkatkan kualitas hidup pasien .
 Mencegah terjadinya resistensi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis.

2). Sasaran Terapi :


 Mengubah BTA (+) menjadi BTA (-) secepat mungkin dengan pengobatan kategori kedua
(Sukandar, 2008)

3). Strategi Terapi :


Terapi Farmakologi :
- Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari,
Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.
- Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin 500
mg, Pirazinamid 2500 mg.
Terapi Non Farmakologi :
- Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
- Memperbanyak istirahat (bedrest).
- Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk
jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.
- Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.
- Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru.
- Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)


Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang
digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis
dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis
rasionalitas obat yang digunakan :

 Tepat Indikasi
Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan
Isoniazid Untuk terapi semua Menghambat sintesis asam Tepat
bentuk tuberculosis mikolat, komponen terpenting indikasi
aktif, disebabkan kuman pada dinding sel bakteri
yang peka dan untuk (Sukandar, 2008).
profilaksis orang
beresiko tinggi
mendapatkan infeksi.
Rifampisin Untuk obat anti Menghambat aktivitas Tepat
tuberculosis yang polymerase RNA yang indikasi
dikombinasikan dengan tergantung DNA pada sel-sel
antituberkulosis lain yang rentan (Sukandar, 2008).
untuk terapi awal dan
ulang
Pirazinamid Tuberculosis dalam Menjadi asam pirazinat oleh Tepat
kombinasi dengan obat enzim pirazinamidase yang indikasi
lain. berasal dari hasil TBC (Tjay,
2007).
Etambutol Tuberculosis dalam Menghambat sintesis minimal Tepat
kombinasi dengan obat satu metabolit yang indikasi
lain. menyebabkan kerusakan pada
metabolism sel, menghambat
multiplikasi dan kematian sel
(Sukandar, 2008).
Streptomisin Tuberculosis dalam Berdasarkan penghambatan Tepat
kombinasi dengan obat sintesa protein, dengan jalan indikasi
lain. mengikatan pada RNA
ribosomal (Tjay, 2007).
Vitamin B6 neuromuskuler, paralisis Di dalam hati B6 dengan Tepat
agitantia, neurasthenia. bantuan ko-factor riboflavin Indikasi
dan magnesium diubah
menjadi zat aktifnya
(piridoksal-5-fosfat (P5P)), zat
tersebut berperan penting
sebagai ko-enzim pada
metabolism protein dan asam-
asam amino, antara lain
pengubahan triptopan melalui
okstriptan menjadi serotonin
(Tjay, 2007)

 Tepat Obat
Nama obat Alasan sebagai drug of choice Keterangan
Isoniazid Derivat asam isonikotinat yang Tepat Obat
berkhasiat tuberkulostatis paling kuat
terhadap Mycobacterium
tuberculosis (dalam fase istirahat) dan
bersifat bakterisid terhadap basil yang
sedang tumbuh pesat.
Rifampisin Untuk obat anti tuberculosis yang Tepat Obat
dikombinasikan dengan anti
tuberkulosis lain untuk terapi awal dan
lanjutan. Maka sangat penting untuk
membasmi semua basil guna mencegah
kambuhnya TBC.
Pirazinamid Bekerja sebagai bakterisida, sprektrum Tepat Obat
kerjanya sangat sempit dan hanya
meliputi Mycobacterium
tuberculosis dan merupakan
pengobatan kombinasi dalam kategori
dua.
Etambutol Berkhasiat spesifik Tepat Obat
terhadapMycobacterium tuberculosis.
Streptomisin Khusus aktif terhadap mikrobakteria Tepat Obat
ekstraseluler yang sedang membelah
aktif dan pesat.
Vitamin B6 untuk menghindari neuritis perifer yang Tepat Obat
diakibatkan oleh efek samping INH.

 Tepat Pasien
Nama Obat Kontra Indikasi Keterangan
Isoniazid Penyakit hati yang aktif, Tepat Pasien
hipesensitifitas terhadap isoniazid
(Sukandar, 2008).
Rifampisin Hipersensitifitas, neuritis optik, Tepat Pasien
kerusakan hati, ikterus.
Pirazinamid Gangguan fungsi hati berat, porfiria, Tepat Pasien
hipersensitifitas terhadap pirazinamid
(Sukandar, 2008)
Etambutol Anak dibawah 6 tahun, neuritis optic, Tepat Pasien
gangguan visual (Sukandar, 2008)
Streptomisin Kehamilan, miasteniagravis Tepat Pasien
(Sukandar, 2008).
Vitamin B6 Pasien dengan sejarah sensivitas pada Tepat Pasien
vitamin, hipersensivitas terhadap
piridoksin, atau komponen lain dalam
formulasi.

 Tepat Dosis
Nama Obat Dosis Standar Dosis yang Diberikan Keterangan
Isoniazid 300 mg 1x sehari, Tahap awal : 250 Tepat Dosis
atau 900 mg mg/hari di minum
3x seminggu malam hari. Selama 2
(Dipiro, 2002) bulan.
Tahap Lanjutan :
Isoniazid 750 mg 3 x
seminggu. Selama 5
bulan.

Rifampisin 600 mg 1x Tahap awal : 500 Tepat Dosis


sehari, atau 600 mg/hari di minum
mg malam hari. Selama 2
3x seminggu bulan.
(Dipiro, 2002). Tahap lanjutan : 500
mg 3 x seminggu.
Selama 5 bulan.

Pirazinamid 15-30 mg/kg BB Tahap awal : 750 Tepat Dosis


(maks. 2 gram) mg/hari di minum
1x sehari malam hari. Selama 2
(Manjoer, 2000) bulan.
25–35 mg/kg per Tahap lanjutan : 2500
dose 3x mg 3 x seminggu.
seminggu Selama 5 bulan.
(Dipiro, 2002).
Etambutol 15-30 mg/KgTahap awal : 750 Tepat Dosis
(max. 2,5 gram) mg/hari mg/hari di
1x sehari
minum malam hari.
(Manjoer, 2000).Selama 2 bulan.
Streptomisin 15 mg/kg maks. 1Tahap awal : 750 Tepat Dosis
gram 1x sehari mg/hari mg/hari di
(Manjoer, 2000).minum malam hari.
Selama 2 bulan.
Vitamin B6 10-100 mg /hari 100 mg sehari Tepat Dosis
(Tjay, 2007)

 Waspada Efek Samping Obat


Nama Obat Efek Samping Obat Saran
Isoniazid Kerusakan hati, neuritis Menambahkan vitamin B6
perifer, gatal-gatal, ikterus, untuk menghindari neuritis
gangguan penglihantan, perifer.
letih, anoreksia (Tjay, 2007)
Rifampisin Ikterus, kerusakan hati, Jika mual atau muntah maka
gangguan saluran cerna, dapat diatasi dengan
mual, muntah, sakit ulu hati, penggunaan obat pada malam
kejang perut, diare, hari sebelum tidur.
gangguan SSP, dan reaksi Jika urine berwarna merah
hipersensitifitas (Tjay, berikan info kepada pasien
2007). bahwa efek itu hanya karena
warna tablet rifampisin. Dan
tidak perlu diobati.
Pirazinamid Hepatotoksik, demam Lakukan pemeriksaan kadar
anoreksia, hepatomegali, SGPT, SGOT
ikterus, gagal hati, mual,
muntah, artralgia, anemia
sideroblastik, urtikaria
(Sukandar, 2008)
Etambutol Neuritis optic, gout, gatal, Nyeri sendi yang terjadi dapat
nyeri sendi (Manjoer, 2000) diberikan Aspirin.
Streptomisin Gangguan vestibuler dan Konsultasikan ke dokter.
pendengaran,
nefrotoksisitas,
hipomagnesemia pada
pemberian jangka panjang
colitis karena antibiotic
(Sukandar, 2008)
Vitamin B6 Gangguan lambung dan Konsultasikan ke dokter.
usus, alergi (Tjay, 2007)

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut


No. Monitoring Rencana Tindak Lanjut
1. Monitoring terhadap hasil- Bila pada akhir tahap intensif
pemeriksaan sputum atau pengobatan penderita baru dengan
pemeriksaan BTA. BTA positif, hasil pemeriksaan
sputumnya masih menunjukkan BTA
positif maka diberikan obat sisipan
(HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
- Jika pemeriksaan BTA setelah
melaksanakan fase intensif
menunjukkan hasil BTA (-) maka
pengobatan dilanjutkan selama 5
bulan (fase lanjutan).
2. Monitoring fungsi hati - Melakukan pemeriksaan SGOT,
SGPT setiap 1 bulan sekali.
- Pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi kurkuma.
3. Monitoring fungsi paru - Melakukan foto thoraks untuk
mengetahui apakah masih ada
infiltrat dan kavitas di lobus paru.

Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)


 Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara
penggunaan obat.
 Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya
tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
 Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum sampai selesai sesuai
dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk dokter/petugas kesehatan lainnya dan
diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari
berikutnya.
 Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap hari atau sesuai
dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum
obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah jauh, dan dekat ke waktu
berikutnya, maka minum obat sesuaikan saja dengan waktu/dosis berikutnya.
 Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal yang diberitahukan
oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari.
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosa menderita TBC kategori 2, karena pasien sebelumnya telah


mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberculosis). Kondisi pasien memburuk karena
tidak tidak berusaha melakukan follow up klinik, pasien sebelumnya memang pernah
melakukan pemeriksaan sputum dan hasilnya negatif. Padahal TBC ada dua kategori
yaitu BTA (+) dan BTA (-). Yang mana untuk memastikan pasien menderita TBC,
seharusnya ada pemeriksaan lanjut yaitu pemeriksaan toraks dan CT-Scan. Dokter masih
memberikan obat anti TBC, mungkin asumsi dari pasien bahwa dia tidak mengalami
TBC. Kemungkinan pasien tidak teratur atau bahkan putus dalam meminum obat.
Pengobatan untuk pasien dengan Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) adalah
Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid, Etambutol,
Streptomisin. Dan tahap lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid,
Rifampicin, dan Pirazinamid. Untuk dosis dengan menggunakan KDT (Kombinasi Dosis
Tetap) dapat digunakan dosis seperti dibawah:
Dosis untuk panduan OAT KDT kategori 2 (Sukandar, 2008)

Namun apabila diharapkan pemberian dosis tiap obat, maka:


Tabel Dosis obat antituberculosis (Manjoer, 2000)
Dosis
dua kali
Obat setiap hari /minggu 3 kali/minggu
5 mg/kg maxs. 300 15 mg/kg
Isoniazid mg maks. 900 mg 15 mg/kg maks. 900 mg
10 mg/kg maks. 10 mg/kg
Rifampisin 600 mg maks. 600 mg 10 mg/kg maks. 600 mg
15-30 mg/kg maks. 50-70 mg/kg
Pirazinamid 2 gram maks. 4 gram 50-70 mg/kg maks. 3 gram
15-30 mg/kg maks.
Etambutol 2,5 gram 50 mg/kg 25-30 mg/kg
25-30 mg/kg
15 mg/kg maks 1 maks. 1,5
Streptomisin gram gram 25-30 mg/kg maks. 1 gram
Etambutol: tidak dianjurkan untuk anak-anak < 6 thun, karena gangguan penglihatan sulit
dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya resisten terhadap obat TBC lainnya).

Pasien mempunyai BB: 50 Kg sehingga dosis yang digunakan pasien:


- Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari,
Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.
- Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin 500
mg, Pirazinamid 2500 mg.
Tahap intensif diharapkan dapat menghancurkan bakteri mycobakterum
tuberkulosis dengan segera, membuat lesisteril secara cepat dan menyeluruh,mencegah
resistensi kuman. Sedangkan pada tahap lanjutan diharapkan dapatmenghancurkan kuman
pada pertumbuhan tiba-tiba dan mencegah dan mengurangi kekambuhan.
Pengobatan dilakukan dengan jangka waktu yang telah ditentukan, apabila pasien
lupa meminum obat maka terapi pengobatan harus diulang dari awal.
Efek samping ringan yang ditimbulkan oleh obat rifamfisin digunakan pada
malam hari hal ini ditujukan agar menghindari ESO obat yang mungkin terjadi. Apabila
terjadi ESO nyeri sendi yang diakibatkan oleh pirasinamid maka dapat digunakan
Aspirin, merupakan obat analgetik yaitu obat yang dapat mengurangi rasa nyeri, nyeri
terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau
bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel
melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung
saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang
disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap
rangsangan nyeri oleh polipeptida ini. Sehingga mekanisme aspirin sendiri dalam
menangani nyeri adalah dengan penghambatan prostaglandin. Jika terjadi efek samping
obat isoniasid (INH),neuritis perifer adalah efek samping yang paling sering timbul
karena efisiensi piridoksin yang relative. Ini disebabkan karena suatu kompetisi INH
dengan piridoksal fosfat untuk enzim apotriptofanase. Sebagian besar reaksi toksik
diperbaiki dengan penambahan piridoksin. (catatan : INH dapat mencapai konsentrasi
dalam air susu ibu yang cukup tinggi untuk menyebabkan suatu defisiensi piridoksin pada
bayi kecuali si ibu diberikan vitamin tersebut), maka diberi tambahan vitamin B6
(piridoxin 100 mg/hari).
Apabila pengobatan sudah dipatuhi oleh pasien maka perlu adanya tindak lanjut
hasil pemeriksaan ulang dahak,

Sedangkan bila pasien mengalami resistensi obat, maka dapat digunakan obat TB
pilihan kedua yaitu:
Aminoglikosidaa. Amikasin: toksisitas terhadap pendengaran dan fungsi ginjal, hanya
digunakan bila kuman penyebab resistensi terhadap streptomisin dan
kanamisin.
b. Kanamisin : efek toksik umum ditemukan pada pasien yang mendapat 1
gram/hari, efek toksik cukup berat berupa paralisis, neuromuscular,
depresi nafas, agranulositosis, tuli, anafilaksis, dan nefrotoksisitas.
c. Kapreomisin : tinnitus, ketulian, proteinemia, silenduria, dan retensi
nitrogen. Dapat terjadi leukositosis, leucopenia, urtikaria dan reaksi
kulit, makulopapular dan demam obat. Obat ini dapat menyebabkan
nyeri ditempat suntikan.
Golongan a. Tersering adalah gangguan saluran cerna; anoreksia, mual, muntah, dan
Tionamid diare.
b. Gangguan fungsi hati yang refersibel bila obat dihentikan.
Floroquinolon a. Tersering adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala dan pusing.
b. Gangguan SSP berat: halusinasi, derilium, dan kejang.
c. Artralgia dan pembengkakan sendi (KI: anak, dewasa muda, dan wanita
hamil)
d. Menghambat metabolism teofilin.
Sikoserin Gangguan SSP: ngantuk, sakit kepala, tremor, vertigo, binggung,
gelisah, iritabilitas, pesikosis dengan kecenderungan bunuh diri,
gangguan penglihatan.
Asam paraa. Efek samping yang sangat mengganggu, terutama pada saluran cerna.
amino salisilat b. Hipotiroidisme, hipokalemia, kelainan kulit, dan gangguan fungsi hati.
(Manjoer, 2001)

Terapi non farmakologi, Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8
pagi), karena sinar matahari dapat membunuh bakteri penyakit TBC, bakteri bereaksi
terhadap sinar matahari yang dalam waktu 10 menit bakteri ini dapat
mati. Memperbanyak istirahat (bedrest). Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak
lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem
imun. Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal. Menjaga sirkulasi
udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru. Berolahraga, seperti
jalan santai di pagi hari.
KESIMPULAN

 Pasien didiagnosa menderita TBC kategori 2, karena pasien sebelumnya telah


mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberculosis).
 Pengobatan untuk pasien dengan Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) adalah
Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid, Etambutol,
Streptomisin. Dan tahap lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid,
Rifampicin, dan Pirazinamid.
 Ditambah dengan Vitamin B6 untuk menghindari efek samping neuritis perifer dari INH.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Departemen Farmakologi dan Terapetik
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Anonim, 2008, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 309, ISFI, Jakarta
Anonim, 2008, Mims Indonesia, Edisi 8, 196, PT Info Master, Jakarta
Frida, M., Gessy, P., 2009, Apa itu isoniazid?,http://yosefw.wordpress.com/2009/03/19/apa-
itu-isoniazid/, diakses tanggal 28 November 2010
7, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi II, Bakti Husada, Jakarta
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Media Aesculapius
FKUI, Jakarta
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Media
Aesculapius FKUI, Jakarta
Sukandar, E.Y., dkk, 2008, Iso Farmakoterapi, PT ISFI penerbitan, Jakarta
Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Gramedia, Jakarta

You might also like