Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara multi etnik yang memiliki aneka ragam adat
istiadat, salah satu bentuk keberagaman yang dimiliki masing-masing suku bangsa
tersebut adalah upacara adat perkawinan. Perkawinan merupakan suatu hal yang
sakral, agung dan mulia dalam kehidupan manusia. Seperti diketahui bersama
bahwa, suku-suku bangsa yang tersebar di muka bumi nusantara, bahkan pada
Suku bangsa Tolaki adalah salah satu suku bangsa yang berada di daratan
pulau Sulawesi bagian Tenggara bahwa salah satu budaya yang menjadi ciri khas
suku ini ada pada adat perkawinannya yang disebut dengan istilah
perapu’a.Perkawinan dalam suku bangsa Tolaki terbagi dalam dua jenis, yaitu
perkawinan ideal dan perkawinan tidak ideal. Perkawinan ideal yang dimaksud
adalah perkawinan yang dilakukan sesuai dengan tatanan hukum adat perkawinan
didahului dengan pelamaran secara sah yang di dalamnya terdapat lima tahapan
yang harus dilalui oleh pihak laki-laki, yaitu (1) tahap metiro (mengintip atau
meninjau calon istri), (2) tahap monduutudu (pelamaran jajakan), (3) tahap
1
ideal adalah perkawinan yang tidak sesuai dengan deretan tata cara yang sesuai
hal yang baru terjadi pada masyarakat Tolaki, tetapi fenomena perkawinan
tersebut sudah berlangsung sejak dahulu kala yang menjadi salah satu jalan yang
dan tujuan sebuah perkawinan, bukan kebahagiaan yang didapatkan oleh kedua
belah pihak, namun sebuah masalah yang mengakibatkan terjadinya konflik antara
masyarakat Tolaki mengatakan bahwa perkawinan jenis tersebut tidak sesuai dan
sekarang ini banyak dilakukan oleh anak muda Tolaki.Ironisnya yang melakukan
pada usia sekolah, dan sebagian terdapat pasangan yang melakukan kawin lari
2
Dalam konsep penyelesaian konflik masyarakat suku Tolaki peran kalosara
sebagai benda adat yang di anggap sakral oleh masyarakat Tolaki memiliki peran
setiap masalah yang ada harus diselesaikan dengan asas musyawarah mufakat atau
tetapi kadang kala setiap daerah kabupaten, kecamatan dan desa memiliki tata
merupakan salah satu desa yang sampai saat ini, masyarakat, pemangku adat
dan pemerintah desa setempat sering dihadapkan dengan kasus kawin lari
Desa Lelekaa.
Selatan.
3
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Penelitian
perkawinan mombolasuako.
1.4.Manfaat Penelitian
Tolaki.
5
BAB II
untuk membentuk rumah tangga baru, menentukan nasib sendiri, dan juga untuk
terutama yang berkaitan dengan kehidupan seksnya. Akibat dari perkawinan ini,
lain tetapi dengan satu atau beberapa wanita tertentu dalam masyarakat. Akibat
dari perkawinan yang berfungsi sebagai pengatur kelakuan hidup seks manusia itu
adalah seorang laki-laki terikat pada ikatan dengan satu atau beberapa wanita
saja.(
http://floresthenexttourismisland.blogspot.co.id/2009/10/teory_21.html?m=1 ).
bahwa perkawinan adat Tolaki memiliki beberapa istilah yaitu, medulu yang
artinya berkumpul, bersatu, dan mesanggina yang berarti bersama dalam satu
piring, sedangkan istilah yang paling umum dalam masyarakat adat Tolaki adalah
merapu atau perapua yang berarti merapu, keberadaan suami, istri anak-anak,
6
mertua, paman, bibi, ipar, sepupu, kakek, nenek, dan cucu adalah merupakan
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa pernikahan adalah sah,
(http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf).
the right of sexual acces to a women-this right having priority over rights of
sexual acces odhers currently have or may subsequently acquire in relation to her
(except in a similar transaction) until the contract resulting from the transaction
dari empat definisi perkawinan yang nampak pada banyak masyarakat suku
bangsa didunia hasil penelitian para ahli antropologi adalah definisi yang
7
Marriage is characteristically not a relationship between individuals but a
contrach between groups (often, between corporations). The relationship
contractually established in marriage may endure despite the death of one
partner (or even of both).
Haviland (1985) mengartikan perkawinan sebagai suatu transaksi dan
kontrak yang sah dan resmi antara seseorang wanita dan seorang laki-laki yang
mengukuhkan hak mereka yang tetap untuk berhubungan seks satu sama lain dan
termasuk hak atas harta milik, hak atas anak-anak, dan hak atas hubungan seksual.
terbentuknya sebuah keluarga (rumah tangga) baru yang segera memisahkan diri,
baik secara ekonomi maupun tempat tinggal, lepas dari kelompok orang tua dan
membentuk sebuah basis untuk sebuah rumah tangga yang baru. Pada kebanyakan
perempuan yang menikah, tetapi menjadi urusan berbagai pihak yaitu urusan
keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi dan begitu pula
kewarisan (Hadikusuma,1990).
normal atau perkawinan ideal yang dalam istilah bahasa Tolakinya disebut
Mesarapu merupakan perkawinan yang terjadi sesuai dengan harapan orang tua
yang tata urutannya mengikuti urutan yang telah ditetapkan oleh adat.
mengikuti tata aturan dari adat perkawinan suku Tolaki. Perkawinan yang tidak
normal terbagi atas dua bagian yakni mesokei dan umo’api.Dalam adat mesokei di
index.php/kaling/article/view/8430/8009)
luput dari perhatian masyarakat, bagaimana tidak, meskipun melanggar adat tapi
9
perkawinan ini jusrtu banyak dilakukan.Dalam Erens E. Koodoh, Abdul Alim,
yakni:
a. Molasu
lari dan bersembunyi disuatu tempat) karena baik orang tua laki-laki
b. Pinolasuako
c. Mepolasuako
lari” atau karena seorang gadis mengadu kepada imam atau tokoh
seorang laki-laki kepada imam atau tokoh adat jika dia melihat gelagat
di gegerkan atau ramai di bicarakan dalam masyarakat Tolaki, namun dewasa ini
10
tampaknya jarang di bicarakan apakah karena pengaruh lingkungan utamanya
dewasa ini telah mengenal sistem pergaulan bebas misalnya, yaitu mengenal
apabila hubungan antara si gadis dengan si pemuda tidak di setujui oleh orang tua
dan status sosial antara seorang gadis dan seorang pemuda berbeda.
Pelaksanaannya terdiri atas dua tahapan yaitu tahapan rembinggare, dan tahapan
mesokei.
membawa lari anak gadis orang.Pertama, kawin lari itu sesungguhnya merupakan
suatu pelanggaran adat, sehingga siapa saja oknum atau kelompok yang terlibat
Mombolasuako akan kena denda pinalti yakni membayar denda adat yang cukup
besar, belum lagi resiko jika mereka diketemukan sebelum ditangani adat pria
tersebut akan dibunuh oleh keluarga perempuan tersebut. Kedua justru bertolak
belakang atas dimana keluarga pria akan membela mati-matian agar anak mereka
sukses dan selamat dalam menjalani proses adat hingga mereka duduk bersanding
di pelaminan (Tamburaka,2015:60-61).
11
Penelitian terkait dengan Kawin Lari sudah banyak dilakukan, diantaranya
yaitu dimana keluarga perempuan melakukan tuntutan kepada keluarga pihak laki-
laki dalam bentuk dendam yang mengarah kepada pembunuhan.Akan tetapi bagi
perempuan, maka yang bersangkutan tidak bisa melakukan reaksi, jika ia tetap
bereaksi maka akan diberikan sanksi adat dan akan dihukum secara fisik oleh
solusi adat, berupa satu pis kain kaci dan 1 ekor kerbau sebagai peohala (denda)
yang harus dibayar pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan. Akibat
hukum kawin lari/ mombolasuako dalam hukum adat Tolaki adalah dalam
supaya jangan bergerak) ruo mata yakni dua lembar sarung, sokei (denda adat)
aso kasu yakni satu pis kain kaci, peosawa’akoa (adat peredam amarah) aso kasu
yakni satu ekor kerbau, pekopu (adat penyerahan anak kepada orang tuanya) ruo
mata yakni satu lembar baju perempuan dan satu lembar kain panjang sanksi adat
12
karena telah berbawah lari yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepihak
terlaksana karena telah menjadi kebiasaan turun-temurun dan menjadi adat istidat
upacara-upacara adat yang telah disatukan, dengan tujuan untuk lebih menghemat
waktu, biaya dan tenaga yang harus dilakukan selama pelaksanaan sebambangan
dipengaruhi oleh kebudayaan sebambangan itu sendiri yang telah menjadi adat
istiadat kampung setempat, keberadaan pemuka adat (puyimbang tiyuh), dan juga
menengah ke bawah.
13
masyarakat Sakra melakukan merariq adalah karena denganpelarian yang mereka
karena ketidak setujuan dari orang tua denganpasangan yang dipilih oleh anak
mereka dan karena adanya suatu paksaan ataubisa dikatakan ketidaktahuan dari
pihak perempuan kalau dia ternyata di bawa larioleh pasangannya. Selain dalam
restui oleh orang tua dari pihak perempuan.Terdapat perbedaan antara merariq
dahulu perbedaan itu terlihat dari pakaian, payingagung yang digunakan akan
tetapi pada masa sekarang sudah tidak bisa terlihatlagi karena antara bangsawan
dan masyarakat biasa sama saja, yangmembedakannya hanya pada besarnya aji
krame yang disebutkan dalam prosesisorong serah, yang mana kaum bangsawan
Noviardi S (2003), Kawin Lari Dalam Budaya Siri‘ Pada Masyarakat Suku
14
c. Laki-laki yang akan melaksanakan perkawinan tersebut tidak
berkelakuan baik
(malu) yang diyakini secara utuh sampai sekarang ini pada masyarakat
menimbulkan akibat:
tempat kediamanya.
terutus.
terhadap akibat dari kawin lari adalah mendatangkan utusan dari pihak
15
yang melakukan kawin lari tersebut setelah diterimanya uang
pengganti.
Radcliffe Brown juga menyatakan bahwa struktur sosial itu ada dan dapat
dianalisa pada segala macam masyarakat baik yang bersahaja maupun yang
bagian:
(1) Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu
(2) Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan
16
(3) Sentimen itu ditimbulkan dalam pikiran individu warga masyarakat
itu dapat diekspresikan secara kolektif dan berulang pada saat tertentu;
yang dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu
struktural.
yang berkaitan dengan struktur sosial dari peradaban primitif. Ide pokoknya
adalah tentang struktur sosial seperti yang di asumsikan bahwa perumusan dari
keseluruhan hubungan atau jaringan antar individu dalam masyarakat, hal yang di
lihat dalam struktur sosial adalah tak lain dari prinsip-prinsip kaitan antara
berbagai unsur masyarakat seperti status dan peran, pranata dan lembaga sosial.
17
merupakan hal yang konkrit sedangkan struktur sosial berada di belakangnya dan
/2011/03/aplikasi-teori-fungsionalstruktural.html)
Mombolasuako
Suku bangsa Tolaki merupakan salah satu suku yang ada di daratan pulau
Sulawesi bagian Tenggara, salah satu tradisi yang hingga kini masih lestari salah
satu di antaranya adalah adat perkawinan atau dalam istilah masyarakat Tolaki
Tolaki dikenal dua jenis perkawinan yaitu perkawinan ideal dan perkawinan tidak
ketetapan hukum adat sedangkan perkawinan tidak ideal adalah perkawinan yang
tidak sesuai dengan adat atau alur perkawinan yang ditetapkan oleh adat.Kawin
lari (mombolasuako) merupakan salah satu contoh jenis perkawinan yang tidak
18
normal pada orang tolaki. Perkawinan mombolasuako pada dasarnya menurut
hukum adat Tolaki merupakan suatu bentuk pelanggaran adat, namun pada
pada usia sekolah dan ada yang melakukanya setelah lulus dari sekolah menengah
19
BAB III
METODE PENELITIAN
Konawe Selatan dengan pertimbangan bahwa Desa Lelekaa merupakan salah satu
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, sejak bulan januari sampai
teknik purposive sampling yaitu tehnik pemilihan informan secara sengaja dengan
dengan mengacu pada Spardley (1997) yang mengatakan bahwa lima persyaratan
minimal dalam pemilihan informan yang baik, dan salah satu diantaranya peneliti
Yaitu orang yang mengetahui budayanya dengan sangat baik, tanpa harus
20
Adapun informan yang dipilih dalam penelitian ini terdiri dari informan
berkaitan dengan urusan adat dan tolea pabitara (juru bicara adat).Sedangkan
informan biasa yaitu, kepala Desa Lelekaa,pasangan suami istri serta orang tua
Lelekaa yang tinggal menetap serta mengerti dan mengetahui tentang fenomena
dipilih adalah bapak Arif Mido (67 Tahun) sebagai tono motu’ono okambo dan
pu’utobudan bapak Ade (63 Tahun) sebagai tolea pabitara, Sedangkan informan
biasa diantaranyabapak Saleh (49 Tahun) sebagai kepala Desa Lelekaa, 4 orang
AMR (23 Tahun), GN (22 Tahun), 3 orang tua anak yang yang melakukan
Tahun), dan ibu MRK (52 Tahun) dan 2 orang masyarakat Desa Lelekaa yang
telah lama tinggal dan menetap di desa tersebut, yaitu bapak Amirullah (56
21
3.3.1 Pengamatan terlibat (Observation Participation)yaitu peneliti turut serta
hadir di rumah warga atau keluarga pihak perempuan yang tersandung kasus
para tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah desa dan keluarga pihak
hal-hal yang diamati adalah tahapan atau susunan acara peletakan adat, benda-
benda yang dibawa pihak keluarga laki-laki ke rumah keluarga perempuan, orang
atau pihak-pihak yang hadir dan peran mereka dalam jalanya acara mombesara.
Dengan demikian peneliti dapat mengetahui dengan lebih baik mengenai tahapan
dengan mengadakan tanya jawab langsung antara peneliti dengan informan yang
telah ditetapkan dan dilakukan dengan tujuan agar dapat diperoleh data yang
pedoman wawancara (Interview guide) yang telah dibuat. Pedoman wawancara ini
dibuat untuk mengetahui hal-hal apa saja yang ditanyakan, antaranya tahapan-
tahapan adat yang harus dilalui, syarat atau benda-benda apa saja yang mesti
disiapkan, makna dari setiap tahapan dan makna dari benda-benda yang ada dalam
22
Analisis data dilakukan dimulai dari awal hingga penelitian berakhir.Hasil
kualitatif yaitu dengan cara mengolah data, menggolongkan data sesuai kategori
kemudian dihubungkan dengan keterkaitan konsep atau teori yang ada dan
BAB IV
23
GAMBARAN UMUM DESA LELEKA
Selatan dan 04013’28,2”- 04043’581” Bujur Timur dengan luas wilayah ± 48.750
ha2. Desa Lelekaa berada pada ketinggian ± 600 m dari permukaan laut dengan
kondisi tanah sangat subur dengan topograpi sebagian besar adalah berbukit dan
kurang lebih 5 km dengan waktu tempuh dengan kendaraan sepeda motor atau
waktu tempuh menggunakan kendaraan sepeda motor atau mobil kurang lebih 60
menit.
24
4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin
Keadaan penduduk Desa Lelekaa berdasarkan jenjang usia dan jenis kelamin
Tabel 1.Jumlah Penduduk Desa Lelekaa Berdasarkan Jenjang Usia dan Jenis
Kelamin
Kelompok Usia Jenis Kelamin Jumlah
(Tahun) Laki-Laki(Orang) Perempuan(Orang) (Orang)
0–5 72 63 135
6 – 10 79 71 150
11 – 15 56 54 110
16 – 20 58 51 109
21 – 25 67 46 113
26 – 30 36 44 80
31 – 35 51 40 91
36 – 40 35 41 76
41 – 45 36 31 67
46 – 50 26 36 62
51 – 55 30 20 50
56 – 60 12 16 28
61 – 65 12 9 21
66 – 70 4 3 7
71 – 75 8 4 12
> 76 7 5 12
25
Dari data dan penjelasan diatas menunjukan bahwa jumlah penduduk yang
masuk dalam usia pernikahan yakni 16-25 tahun sebanyak 222 jiwa terdiri dari
125 orang laki-laki dan 97 orang perempuan seperti yang tercantum dalam
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa, dari 283 jumlah Kepala Keluarga (KK)
sementara 251 KK (88,69 %) adalah kepala keluarga aktif. Dari jumlah 283
kepala keluarga yang ada, diantaranya dalam proses perkawinan yang mereka
26
4.2.3. Keadaan Penduduk Desa Lelekaa Berdasarkan Mata Pencaharian
2 Petani 71 12,79 %
5 Pedagang 35 06,31 %
9 Honorer 9 01,62 %
10 Pensiunan 4 00,72 %
11 TNI/POLRI 1 00,18 %
27
Pedagang 35 orang, Wirausaha (Usaha Mikro) 32 orang, Pegawai Negeri Sipil
masyarakat Desa Lelekaa lebih banyak bermata pencaharian sebagai petani dan
buruh tani.
Jumlah penduduk Desa Lelekaa dilihat dari tingkat pendidikan dapat dilihat
28
tingkat pendidikan masyarakat juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
pada tingkat SLTA dan S1, dapat pula dipengaruhi oleh faktor ekonomi, juga bisa
dipengaruhi tidak adanya dukungan dari orang tua selaku penanggungjawab dan
Terkait dengan hal tersebut berikut in akan diuraikan jumlah sarana prasaran
1 TK/PAUD 2
2 SD 2
3 SMP 1
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sarana pendidikan yang dimiliki oleh Desa
Lelekaa yaitu gedung TK/PAUD 2 buah, 1 buah milik pemerintah desa dan yang
satunya adalah milik yayasan. Sedangkan gedung SD 2 buah dan gedung SMP 1
buah. Artinya bahwa masyarakat usia sekolah yang ada di Desa Lelekaa tidak
SMP atau sederajat karena sarana prasarana pendidikan pada tingkat tersebut telah
tersedia.
29
4.2.5.Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut
Penduduk Desa Lelekaa jika dilihat dari Agama yang dianut terdapat 3
agama yaitu Agama Islam, Agama Kristen Protestan dan Agama Kristen Khatolik.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah pemeluk agama Islam lebih
Protestan hanya berjumlah 277 orang (24,67 %) dan Agama Kristen Khatolik
hanya berjumlah 3 orang atau hanya 1 kepala keluarga (0,26 %). Dari data
tersebut maka pemeluk agama akan tampak jika dilengkapi dengan sarana
30
Tabel 7.Jumlah Sarana Ibadah Pemeintah Desa Lelekaa
No Sarana Ibadah Jumlah
1 Masjid 2
2 Gereja Protestan + GPI 2
Jumlah 4
Sumber Data : Profil Desa Lelekaa Tahun 2014
Dari tabel 7 dapat dijelaskan bahwa kebutuhan sarana ibadah untuk masing-
masing pemeluk agama sudah terpenuhi, tetapi khusus jumlah sarana ibadah umat
kristiani sebagaimana tecantum pada tabel terdapat 2 buah gereja ini tidak
Khatolik tetapi 1 buah gereja dimaksud adalah Gereja Penyebar Injil (GPI) sebuah
dikatakan sangat plural karena terdiri dari beberapa suku, sekalipun suku asli
Tolaki cukup dominan sementara suku-suku lainnya adalah mereka yang menetap
setelah menikah dengan penduduk asli di Desa Lelekaa dan ada juga yang
memang pidah tempat karena membeli lahan dan menetap di Desa Lelekaa. Untuk
31
Tabel 8.Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku
No Suku Jumlah (Orang) Persentase (%)
Dari tabel di atas sangat jelas bahwa dilihat dari jumlah penduduk
sebagaimana yang tercantum pada tabel di atas sehingga dengan kondisi seperti
ini maka kekerabatan, kekelurgaan secara umum dapat dipelihara dan merupakan
sebuah kekuatan yang dimiliki oleh Desa Lelekaa karena dari sisi budaya Kalo
Sara masih menjadi sarana penyelesaian segala persoalan yang terjadi di Desa.
32
BAB V
adalah dengan cara perkawinan lari atau lebih dikenal dengan istilah
adat. Hal tersebut dikarenakan terkait dengan proses yang dilakukan seorang laki-
laki dalam memperoleh atau mengambil anak gadis seseorang tersebut dianggap
tidak sopan kerena tidak dengan adanya persetujuan atau pembicaraan secara
Perkawinan mombolasuako ini tidak luput dari pro dan kontra dimasyarakat,
disatu sisi hukum adat menyatakan bahwa jenis perkawinan ini melanggar adat
berbagai pertimbangan matang sebelumnya, begitupun juga dengan cara atau awal
Melakukan suatu hal yang tidak dibenarkan oleh aturan hukum yang ada
baik itu hukum negara, agama maupun adat istiadat namun tetap dilakukan jelas
memiliki alasan tersendiri oleh orang yang melakukanya. Begitupun juga dengan
33
5.1 Alasan Masyarakat Desa Lelekaa Melakukan Perkawinan
Mombolasuako
tidak mendapat restu dari orang tua, menghemat waktu dan biaya, tidak setuju
Pilihan untuk mombolasuako atau melarikan anak gadis orang adalah salah
satu cara yang dianggap paling berhasil supaya pernikahan tersebut mendapatkan
restu. Perkawinan mombolasuako pada dasarnya orang tua baik itu orang tua laki-
menginginkan hal tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu orang
berikut:
“Ambuoki laa lumaraero anadalo nggo merapu, mano keno tembonoto maa
nggo ohawopo hae.Mano teembe pera ano pokokoni keito ona leu mowawo
otina ilaika ambuoki nio nio. Adenoto ona lalaa mesuko leesu, teembe
ponaa mami kano laa otina ineheno. Ano tambuoki ona indiono nggo
hawoto ona pombakano anano toono, simbolalo ikaa I olo nggambo
niowaino”
Artinya :
“Tidak ada yang melarang anak-anak kalau sudah ingin menikah.Kalau
sudah waktunya, mau bagaimana lagi.Tapi bagaimana, kami dikagetkan
oleh anak tersebut membawa gadis kerumah sedangkan kondisi kami sedang
tidak mendukung untuk urusan tersebut. Seharusnya ia mengkomunikasikan
lebih dulu kepada kami kalau ada gadis yang ia sukai. Terus ia belum ada
34
pekerjaan, apa nanti yang akan dia berikan makan anak orang. Kegiatanya
hanya sibuk lalu-lalang keliling kampung” (Wawancara 17Januari 2016).
salah satu orang tua keluarga pihak perempuan yang melakukan perkawinan
Artinya :
“Anak itu statusnya masih sekolah, seharusnya ia mengurus dulu
sekolahnya. Setelah selesai, sudah lulus sekolah, mau menikah atau lanjut
kuliah terserah dia. Rencana saya jika ia sudah tamat, akan saya kuliahkan
jika ada kemampuan. Mungkin kalau sekolahnya tinggi hidupnya bisa lebih
baik.Sebenarnya waktu itu saya ingin pergi mengambil kembali anak saya,
tapi orang tua maupun teman-teman lainya mengatakan hal tersebut dapat
menimbulkan masalah baru”.(Wawancara 14Januari 2016).
Dari hasil kedua wawancara di atas dapat diketahui bahwa, orang tua laki-
baru turut menjadi pertimbangan mereka, baik itu kesiapan mental, ekonomi dan
pendidikan yang layak. Selain itu juga beberapa orang tua beralasan tidak
35
latar belakang keluarga tidak luput dari salah satu alasan tentang setuju tidaknya
mereka. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan ibu MRK (52 tahun).
“Waktu itu sudah saya (ibu orang tua laki-laki) beritahu, jangan menjalin
hubungan dengan anak perempun itu.Bukanya apa, kalau anak
perempuannya tidak jadi masalah, tapi bagaimana dengan keluarganya,
kelakuannya mereka hanya minum-minuman keras, main judi. Jangan
sampai mereka berteman, terus (anak laki-laki) ikut ikutan seperti
mereka”.(Wawancara 28Februari 2016).
sudah lama tampak didalam berbagai situasi ketika kedua pasangan tersebut
dalam posisi bersama dimanapun.Apa lagi dalam situasi bertamu di rumah orang
mimik wajah maupun perkataan yang secara tidak langsung mengarah pada
pengungkapan rasa tidak suka baik itu perempuanya ataupun laki-laki. Seperti
yang diungkapkan oleh salah satu informan GN (22 tahun) sebagai berikut.
“Kan itu hari ceritanya sa datang apel di rumahnya istriku skarang.Sa sudah
janjianmi, sms telfon. Kan sa Tanya, sms toh, bisaka saya jalan –jalan di
rumahmu, aa dia jawabmi bilang io bolehji datangmi, saya dirumahji ini
ndada juga kebetulan dia lagi bikin katanya. Habis itu saya mandimi,
perawatan, sisir parfum apalah.Sa datangmi, sampe di rumahnya. Pas juga
itu hari mamanya yang ada di depan rumah. Sa piker-pikir dulu, masuk atau
tidak toh. Ahh sa nekat saja, datangmi bersalam. Sa tanyami ada I (TI)
Tante. Maa gimanaka kasian itu kalau ada tamu toh, jawabka ada atau
tidak.Maa cuek beegitu. Nda lama keluarmi istriku, mamanya tiba-tiba dia
bilang sama istriku “ hee (TI) ko pergimi dulu itu cuci piring, dari tadimi dia
36
disuruh katanya”, sa merasami juga, sa pulang. Sa sms,mi istriku ”
mama,mu gimanaka dia, sebenarnya dia nda suka saya toh ”. aa kita lagi
cerita-cerita sama dorang bapanya I…. dorang bilangmi sa bawa larimi
saja, dari pada di ambil orang”. (Wawancara 27Februari 2016)
peringatanbaik itu secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam bentuk
sikap maupun respon komunikasi kepada salah satu pihak baik itu laki-laki
menjadi sesuatu yang mesti dituruti oleh seorang anak namun justru hal tersebut
Hukum adat perkawinan suku Tolaki membagi atas dua macam perkawinan,
yaitu perkawinan ideal dan tidak ideal.Perkawinan ideal adalah perkawinan yang
mengikuti tata urutan dan kaidah perkawinan yang sesuai dengan jalur adat yang
tidak mengikuti urutan proses adat perkawinan suku Tolaki. Masyarakat Tolaki di
waktu dan biaya dibandingkan dengan perkawinan ideal dan perkawinan tidak
ideal menjadi alasan untuk menentukan sikap. Seperti yang diungkapkan oleh
37
beberapa informan yang melakukan perkawinan mombolasuako, ANG (23 tahun)
bahwa:
“Begini, 1. Factor keuangan toh, karna sapikir kalau melamarkan yaa banya
duitnya baru repot. Pertama to melamar, kita pergi dulu sama orang tuanya.
Kasitau bilang bahwa anaknya saya mau lamar. Habis itu bikin kue.Habis
itu pulangmi beli emas.Habis itu kodatang melamar dirumahnya. Habis ko
lamar. Kopulang lagi habis itu ko datang lagi tanyakan berapa, mau
berapami bilang ini toh, tanyakan oh ini sekian oke. Kopulang lagi mencari
cari.Datang lagi tanyakan berapami semua.Habis itu bikinmi lagi janji.Aa
kalau mombolasuako pertama bawa lari ananya orang. Kan bawa lari sama
pa imam toh lebih gampang. Pikir juga orang tua ekonomi toh jadi bawa
larimi saja”.(Wawancara 10Februari 2016).
Berdasarkan data di atas, tampak diketahui ada beberapa alasan mengapa
38
ekonomi orang tua dan waktu yang menurut mereka menjadi faktor mengapa
atas oleh salah satu informan diketahui bahwa terkadang perempuan yang dibawa
lari sebenarnya tidak begitu mengerti bahwa situasinya sedang dibawa lari
Suku Tolaki adalah salah satu dari suku bangsa yang ada di Indonesia pada
solidaritas kekeluargaan, bahkan untuk menjaga keutuhan harta warisan agar tidak
jatuh ke tangan pihak lain melalui fungsi perkawinan, karena dapat dipastikan
Prinsip tersebut di atas tentu saja tidak dapat diterima sepenuhnya oleh
kaum muda Suku Tolaki. Sebagaimana dengan suku-suku yang lain, hal tersebut
tentu saja tidak sesuai dengan nurani para remaja, karena perkawinan perjodohan
39
ingin mengetahui calon pasangannya yang dikenal dengan istilah pacaran.
kediktatoran, karena seseorang dipaksa untuk menikah dan hidup bersama dengan
orang yang sama sekali tidak sesuai dengan nuraninya. Dan, melalui pemikiran ini
kadang kala timbullah ide untuk kawin lari, dengan pemikiran kawin lari dengan
orang yang disukainya akan jauh lebih baik daripada mengikuti sistem
bahwa juga memiliki pilihan hati yang lain, sehingga kehadiran pilihan orangtua
diantara keluarga dekat saja, maka tidak jarang terdapat perkawinan yang berawal
keputusan yang diambil oleh orang tua salah satu pihak keluarga laki-laki maupun
sepakat untuk menjodohkan anak mereka kepada salah satu keluarga pria maupun
wanita. Namun, apa yang telah menjadi keputusan orang tua untuk menjodohkan
mereka terkadang mendapat penolakan dan anak yang dijodohkan tersebut lebih
40
memilih pasangan yang ia sukai.Seperti yang diungkapkan oleh salah
yang telah diputuskan oleh orang tua untuk anaknya dalam urusan perkawinan,
berpacaran yang telah mereka lalui dalam kurun waktu relatif lama, cenderung
siapa.
mombolasuako adalah hal yang biasa. Masyarakat sudah menganggap bahwa jika
mombolasuako bukanlah hal baru pada masyarakat Tolaki, tetapi jenis perkawinan
41
menunjukkan bahwa hampir rata-rata sebagian besar masyarakat Desa lelekaa
diungkapkan oleh salah satu informan, bapak Saleh (45 tahun) selaku kepala Desa
miring yang melekat di jenis perkawinan ini telah pudar seiring berjalanya waktu,
bahkan anak muda Desa Lelekaa tak lagi mengetahui bahwa sesungghnya
42
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan
untuk dinikahinya jika didalam masyarakat tidak pernah terjadi sebelumnya, dan
tradisi perkawinan yang sah-sah saja dilakukan oleh seseorang jika ingin
Suku bangsa Tolaki adalah salah satu suku bangsa yang memiliki jumlah
penduduk cukup banyak dan tersebar di berbagai daerah Sulawesi Tenggara. Pada
dasarnya masyarakat suku Tolaki semua sama, baik itu dari segi bahasa dan juga
adat istiadat. Kalo Sara adalah fokus kebudayaan masyarakat Tolaki, dan semua
hal yang bersangkutan dengan urusan perkawinan harus dihadirkan benda yang
berbentuk lingkaran yang berbahan dasar rotan ini.Seperti gambar di bawah ini.
43
Hukum perkawinan dalam suku bangsa tolaki menetapkan untuk jenis
seorang laki-laki membawa seorang anak perempuan dari suatu keluarga tanpa
sepengetahuan orang tuanya untuk dijadikan calon istri. Hal ini jelas sangat
bertentangan dengan konsep tatanan hukum adat perkawinan suku Tolaki yang
ada. Disebutkan dalam hukum adat perkawinan suku Tolaki, dalam hal urusan
perkawinan baiknya sesuai dengan tata cara yang telah adat tentukan.
Adapun ketentuan, tata cara dan syarat dalam penyelesaian adat perkawinan
mombolasuako pada suku Tolaki di Desa lelekaa terdiri dari beberapa tahap, yaitu
sebagai berikut :
Mowoka Obiri atau Molamba Obiri adalah istilah adat dalam suku bangsa
Tolaki, dimana hal tersebut adalah tindakan awal yang harus dilakukan oleh
keluarga laki-laki yang bertujuan untuk memberi kabar kepada pihak keluarga
perempuan agar tidak timbul kehawatiran mengenai keberadaan dan kondisi anak
perempuan mereka.
sesuatu, baik itu berupa uang maupun barang yang dijadikan sebagai tanda kepada
orang tua perempuan bahwa kepergian anak gadisnya tanpa izin itu karena telah
44
dibawah pergi oleh seorang laki-laki yang ingin menikahinya. Namun hal tersebut
dalam peristiwa tersebut sepenuhnya telah ditangani adat.Untuk itu mowoka obiri
tentang keberadaan dan kondisi anak perempuan yang dibawa oleh seorang laki-
laki, proses ini juga menjadi tanda bagi orang tua perempuan jika kejadian
diungkapkan olehsalah satu informan bapak Ade (63 tahun), menyatakan bahwa:
“Kebiasaan yang dilakukan oleh anak muda jika melarikan seorang anak
gadis biasanya mereka menyimpan sebuah tanda, baik itu berupa barang
atau uang dirumah perempuan jika akan melarikan seorang anak gadis,
namun hal tersebut belumlah masuk dalam hitungan sebagai tindakan adat
resmi.Nanti setelah melaksanakan adat molomba o’biri, hal itulah yang
masuk dalam hitungan jika adat resmi telah berjalan.Dalam pelaksanaanya,
dibawalah satu buah kalo sara, untuk orang biasa 45 Cm dan untuk
tingkatan camat ke atas 50 Cm dan juga satu lembar sarung. Didalam
momen itulah bibahas mengenai keberadaan anak gadisnya, tidak usah
mereka mencarinya dan juga turut dibahas biaya peletakan adat mesokei
nantinya”(Wawancara 22Februari 2016).
Lebih lanjut diterangkan oleh bapak Arif Mido (67 tahun) sebagai
45
“Saa powawono langgai o’tina rekeano molasukee.Nolakoto ona ine
pamarenda atau ine pua ima wawe’i nggiro’o otina.ano lako ine sara,
sumua’iro tolea nggo lako molomba o’biri. Atorano keno molomba o’biri,
pali menggau ito nggiro’o o’ruo oleo. Jadi sa pombolasuakomu au oruki
lako molomba o’biri, iamokaa saru anamotu’ono otina marepo lumolahae
anaro”.
Artinya:
“Jika seorang laki-laki membawa seorang perempuan dalam hal ini
melakukan pelarian. Maka ia harus membawa anak gadis tersebut ke pihak
pemerintah atau imam kampung. Setelah itu ia pergi ke pihak adat,
mengajak Tolea untuk pergi melaksanakan adat molomba obiri ( adat
memberi kabar kepada orang tua perempuan mengenai keberadaan anak
gadisnya). Aturan dalam adat molomba obiri, paling lama dilaksanakan
dalam waktu dua hari.Jadi, jika engkau melarikan seorang perempuan, harap
segera lakukan tindakan adat molomba obiri.Jangan sampai timbul
kehawatiran orang tua perempuan mengenai keberadaan
anaknya”.(Wawancara 4Februari 2016).
tindakan melarikan anak gadis seseorang adalah suatu perbuatan yang mesti
ditangani secepat mungkin oleh adat.Agar tidak timbul kehawatiran orang tua
obiri atau molomba obiriharus segera dilakukan, paling lambat setelah dua hari
dilakukan untuk menjaga laki-laki yang melarikan anak gadis seseorangdari hal-
hal yang tidak diinginkan. Bapak Arif Mido (67 Tahun) sebagai tonomotuono
46
“mesokei batuano u’lako porei’i salano anamotu’ono otina iamo nolako
wowai sa’ae nggiro’o langgai, hawoekaa ano lako polasukee’ ana
lualeno.Dadi keno leuto toono mesokei anomba tonomotu’ono otina
umindipi kasarae nggiro’o langai maa keto liasara ona”.
Artinya:
“Peletakan adat mesokei artinya sebagai langkah untuk menutup jalan orang
tua perempuan agar tidak melakukan tindakan kasar kepada pihak laki-laki,
karena telah melarikan anak gadisnya.Jadi, bila seseorang datang melakukan
adat mesokei, dan orang tua perempuan melakukan tindakan kasar terhadap
laki-laki yang melarikan anaknya maka ia akan dianggap tidak menghargai
adat”.(Wawancara 4 Februari 2016)
masalah dalam kehidupan masyarakat Tolaki yang telah masuk dalam ranah adat,
apapun situasi dan kondisi emosi dari pihak yang dirugikan sebaiknya tidak
melakukan sebuah tindakan diluar batas kewajaran seperti kontak fisik yang
berupa pemukulan terhadap salah satu pihak, karena hal tersebut dianggap sudah
mencederai adat. Seperti yang tergambar dalam palsafah orang Tolaki yaitu, “inae
kona sara iye pinesara, inae lia sara iye pinekasara” yang berarti “siapa yang
menghargai adat dia akan dihormati dan siapa yang tidak menghargai adat dia
47
Dalam pelaksanaan peletakan adat mesokei, terdapat beberapa tahap yang
mesti dilakukan oleh seorang tolea sebelum adat mesokei ini resmi dijalankan,
seperti yang di unkapkan oleh salah satu informanBapak Ade (63 tahun) yang
“Nggiro’o ine kalo sara laa otolu poweweino, pamarenda, o’sara, iepo
agama. Ndabisa jadi kalau salah satunya tidak ada. Pamarenda kan
wakeleno luwuako raea ikambo. Puutobu mandarano osara, tutumorikei
ihino okambo pesuko ando teembe nggo perukuno osara. Ronga meparamsi
ine pabitara kan no wakeleno keluargano otina. Keno ari ona ine
pamarenda, puutobu maa meparamesi to ona ine pabitara. Aringgiro’o
lakoeto ona toleano langgai mewulosokee nggirokaeroto ona pombotuha
aso mata,rembinggare oruo mata, pekopu oruo mata iepoaso ndumbu
o’kasa, ari ona nggiro,o lakonoto hae mepalisako ine urusa suere ieto
mekopu, ari nggiro’o nibitara niwindahako iepo odandi nggo teipia ro leu
mowindahako, ari ona nggiro’o mobasato ona okawi. Hendenggiro’o
tengga-tenggano pesokeia”.
Artinya :
“Kalo sara itukan terdapat tiga utas lilitan, pemerintah, adat dan agama.
Pemerintah sebagai wakil dari seluruh masyarakat di kampung.
Puutobuyang mengerti adat, yang mengetahui isi kampungtempat kita
bertanya bagaimana jalur adat. Dan meminta izin kepada pabitara harus di
adakan karena pabitara adalah wakil dari keluarga perempuan. Kalau
selesai pihak pemerintah, pemangku adat (puutobu), selanjutnya meminta
izin kepada keluarga perempuan (pabitara). Setelah itu juru bicara pihak
laki-laki (Tolea) menyodorkan syarat adat seperti pombotuha aso mata
(1lembar sarung),rembinggare oruo mata(2 lembar sarung), pekopu oruo
mata dan aso ndumbu o’kasa(1 pis kaci), setelah itu beralih lagi pada acara
adat selanjutnya yaitumeminta maaf kepada orang tua perempuan (mekopu),
setelah itumembahas tentang pokok adat (nibitara
niwindahako)terusmembahas mengenaijanji (odandi)atau waktu
pelaksanaan peletakan adat mowindahako, setelah itupelaksanaan akad
nikah. Begitulah tahap-tahap peletakan adat mesokei”.(Wawancara 22
Februari 2016).
Berdasarkan data di atas, nampak diketahui ada beberapa tahapan maupun
syarat dalam adat mesokei, diantaranya Sara Meparamesi Ine Pamarenda (Adat
Meminta izin kepada Pihak Pemerintah), Sara Meparamesi Ine Puutobu (Adat
48
Meminta izin kepada Pihak Pemangku Adat), Sara Meparamesi Ine
Pemerintah)
Sara Meparamesi Ine Pamarenda berarti adat meminta izin kepada pihak
pemerintah setempat baik itu dari pihak pemerintah desa yang dilakukan oleh
kepala desa atau jajaranya maupun pemerintah kecamatan dalam hal ini yang
bertindak sebagai camat disuatu wilayah. Tujuan di adakanya prosesi ini adalah
dalam hal untuk meminta izin dari pihak pemerintah kiranya seorang tolea yang
49
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
peletakan adat meminta izin kepada pihak pemerintah (Sara Meparamesi Ine
peran pemerintah dalam adat sangat penting baik itu sebagai saksi maupun salah
adat.
5.2.2.2 Sara Meparamesi Ine Puutobu (Adat Meminta izin kepada Pihak
Pemangku Adat)
Sara meparamesi ine puutobu sama saja dengan tahap sebelumnya yang
dilakukan kepada pihak pemerintah. Namun kali ini, dalam adat sara meparamesi
ine puutobu adalah adat untuk memohon ijin kepada orang yang menguasai
tentang seluk beluk isi kampung dan juga mengerti dan menguasai segala urusan
adat (pu’utobu).
50
Berdasarkan gambar di atas tampak seorang juru bicara keluarga laki-laki
sebagai langkah kedua untuk meminta izinkepada pemangku adat, orang yang
bahwa seorang pu’utobu memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam adat dan
keberadaanya sebagai pemangku adat, ahli adat dan orang yang mengetahui seluk
Keluarga Perempuan)
tahap ketiga yang dilakukan adalah sara meparamesi ine pabitara. Sara
meparamesi ine pabitara adalah peletakan adat yang dilakukan dalam hal untuk
pabitara mengenai kesiapan keluarga perempuan, apakah tolea dari pihak laki-
laki diberi izin untuk dijalankanproses adat selanjutnya. Setelah pihak keluarga
perempuan memberi izin maka langkah selanjutnya yang di lakukan oleh tolea
adalah peletakan syarat-syarat dalam adat mesokei. Adapun syarat dalam adat
maaf atas kelakuan anak dari keluarga laki-laki kepada orang tua
51
Rembinggare adalah seserahan dari keluarga laki-laki yang bertujuan
untuk merebut kembali anak gadisnya, dan untuk hal tersebut pihak
Pekopu berasal dari kata mekopu yang berarti memeluk yang bertujuan
pasangan untuk melakukan kawin lari telah melukai perasaan orang tua
perempuan.
Kain kaci merupakan tiang adat bagi orang Tolaki atau pu’uno o’sara
dan tanpa adanya benda ini maka adat mombesara dalam perkawinan
52
Berdasarkan gambar di atas tampak seorang juru bicara keluarga laki-laki
dihadapan kalo sara sebagai langkah untuk menanyakan bagaimana respon dan
kesiapan pihak keluarga perempuan, dalam hal ini keluarga pihak laki-laki akan
lembar sarung dan kain kaci sebagai syarat dalam adat mesokei.
Orang Tua)
kedua pasangan yang melakukan pelarian untuk menikah telah diterima oleh
kedua orang tua perempuan untuk dijabat tanganya sekaligus untuk meminta maaf
53
Berdasarkan gambar di atas tampak kedua pasangan calon suami istri yang
melakukan pelarian menghadap kedua orang tua perempuan untuk meminta maaf
atas tindakan yang mereka lakukan yang disaksikan oleh para tokoh adat,
tinggi asas musyawarah mufakat atau asas mesambepe meambo, apapun masalah
yang ada didalam masyarakat baik itu sebuah tindakan melarikan anak gadis
pemerintah.
keluarga laki-laki.Dalam tahapan ini, bukan saja membahas mengenai pokok adat
namun juga turut serta dengan pembahasan mengenai biaya acara peletakan adat
terdapat dua jenis pilihan, yaitu peletakan adat mowindahako yang dibarengi
dengan acara pesta perkawinan atau peletakan adat mowindahako dengan tidak
mengadakan acara pesta perkawinan. Namun itu kembali lagi dari kesepakan
kedua belah pihak yaitu keluarga perempuan dan keluarga laki-laki, apakah akan
mengadakan pesta perkawinan atau tidak. Pada proses ini tolea dan pabitara yang
54
Adapun isi pokok adat dalam perkawinan suku Tolaki di Desa Leekaa
ditentukan oleh adat dan berlaku secara mutlak dalam sebuah wilayah atau
kampung.Seperti yang diungkapkan oleh bapak Ade (63 tahun) sebagai berikut.
“Ihino niwindahako ieto Pu’uno, Aso ndumbu okasa , Kiniku sara Tawa-
tawa sara, Eno sara. Aringgiro’o Tawano halumbulo olipa. Iepo hae Sara
Pe’ana, ihino Boku Mbebaho’a , Sandu-sandu, Hulo-hulo, Rane-rane
mba’a iepo Tema-tema.Sara Pe’ana batuano poeusano hapo-hapo pinakeno
inano iepo pobalasino uko-ukono inanowalino, ombulo ota’u nolaa
umoanae walino”.
Artinya;
“Isi dari pokok adat adalah batangnya (Pu’uno) berupa, satu pis kain kaci,
kerbau adat, gong adat, dan kalung adat. Setelah itu daunya (tawano)
delapan puluh lembar sarung, dan juga adat melahirkan (sara pe’ana) isinya
wadah tempat mandi bayi, timba, lampu pelita, satu lembar sarung, dan kain
panjang untuk menimang bayi.adat melahirkan (sara pe’ana) artinya
sebagai pengganti barang-barang yang digunakan dan juga sebagai balas
jasa atas keringat ibu istrinya, berpuluh-puluh tahun telah merawat istrinya”.
(Wawancara 22 Februari 2016).
Lebih lanjut bapak Arif Mido (67 tahun) yang bertindak sebagai
Jumlah dan jenis dari isi pokok adat, bukanlah berasal dari keputusan
sepihak bukan pula keputusan yang berasal dari orang tua perempuan.Tapi
dari hasil musyawarah dari beberapa pihak yaitu pemerintah, orang tua
kampong, pemangku adat dan tokoh masyarakat yang mengerti seluk beluk
adat. Hasil dari musyawarah itulah yang kita jalankan disini.( Wawancara 4
Februari 2016).
55
Berdasarkan data hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa isi dari
pokok adat mowindahako adalah satu pis kain kaci, kerbau adat, gong adat, dan
kalung adat, delapan puluh lembar sarung, dan juga adat melahirkan (sara pe’ana)
isinya wadah tempat mandi bayi, timba, lampu pelita, satu lembar sarung, dan
kain panjang untuk menimang bayi. Data hasil wawancara di atas pula
yang mengharuskan adanya pengembalian barang dan juga system balas jasa
untuk seorang ibu perempuan yang akan dinikahi.Selain itu jenis-jenis dan
besarnya pokok adat dalam acara peletakan adat mowindahako bukanlah hasil dari
keinginan seseorang yang diputuskan secara sepihak, namun hal tersebut adalah
hasil musyawarah mufakat dari unsur pemerintah, adat dan tokoh masyarakat.
maupun perempuan, namun yang dominan memutuskan hal tersebut adalah dari
laki-laki maka akan disesuaikan dengan seberapa lama biaya acara mowindahako
56
5.2.2.7 Mobasa O’kawi( Akad Nikah )
setempat sesuai dengan agama kedua pasangan atau pihak dari KUA yang
disaksikan oleh kedua orang tua mempelai dan disaksikan oleh orang-orang yang
Pada umumnya dalam pernikahan suku Tolaki, proses akad nikah akan
karena adanya kehawatiran dari pihak keluarga bila esok hari anaknya hamil dan
memiliki anak diluar nikah akan menambah aib bagi keluarga besar kedua
mempelai. Seperti yang di ungkapkan oleh salah satu tokoh agama dan juga
sebagai Penyuluh Pencatat Nikah (PPN) di Desa Lelekaa, Amirullah (56 tahun)
bahwa.
57
okawi.Kan okino meambo tepodea’ano.Menggena ikaa ato laa
mombetaa’tatumorikee kero laa mowaihako peowai nda halala”.
Artinya :
“Aturan adatkan begitu ketentuannya. Kalau orang yang melakukan
perkawinan mombolasuako harus segera dibacakan nikah.Begitu juga dalam
agama. Jangan sampai seiring berjalanya waktu, mereka dikaruniai oleh
seorang anak sebelum ijab kabul dilakukan.Itukan tidak bagus
kedengaranya.Sama saja kita solah-olah tidak tahu akan perbuatan yang
mereka lakukan adalah sesuatu yang belum di bolehkan (halal)”(Wawancara
13Februari 2016).
dalam suku Tolaki,bukan hanya menjadi urusan adat semata, tetapi didalamnya
perkawinan suku Tolaki baik itu perkawinan ideal maupun tidak ideal.Inti dari
mowindahako adalah penyerahan pokok adat yang telah dibicarakan pada acara
58
tokaa nggo ihino niwindahako. Saa arino nggiro’o lakonoto lako ine mohue
o’sara, batuano nggiro’o mohue osara ieto ona pobasa’a o’do’a tinotonao
luwuako toono lalaa ikiro ine pasipole powindahako’a iepo nggiro’o
anadalo nggo-nggoo kawi aro mendidoha, masagena kerolaa mo’ia.Keno
arito nggiro’o luwuako pasipole tinutu ito ronga sara momberahi, nggo
meparamesito ona nggo mbule”.
Artinya :
“Tahapan urusan adat mowindahako ( penyerahan pokok adat ) hamper
mirip dengan adat mesokei (membentengi), tapi terdapat beberapa bagian
yang berbeda. Seperti mombowuleako (bertukar sirih pinang), moanggo
(pelantunan sebuah pesan moral dalam sebuah nada) dan juga mohue osara
(pembacaan do’a dalam bahasa Tolaki). Tapi kalau tahapan dari awal adat
mowindahako adalah (1) adat meminta izin kepada pihak pemerintah, (2)
adat meminta izin dari pemangku adat, setelah itu dilakukan peletakan adat
kepada juru bicara keluarga perempuan, duduklah juru bicara keluarga
perempuan yang diwakili oleh seorang laki-laki (pabitara) dan juru bicara
keluarga perempuan yang diwakili oleh seorang perempuan (pabitara
ndina). Maksud dari keikut sertaan juru bicara keluarga perempuan yang
diwakili oleh seorang perempuan (pabitara ndina) dialah yang akan
melaksanakan prosesi pertukaran sirih pinang (mombowuleako). Setelah
pertukaran sirih pinang di lakukan selanjutnya peletakan mahar adat dengan
adat melahirkan, hal itulah yang sebelumnya telah di bahas sebelumnya
dalam adat mesokei (membentengi) apa saja isi dari mahar adat tersebut.
Setelah hal tersebut selesai, lanjut pada tahapan mohue o’sara ( do’a adat )
artinya adalah pembacaan do’a untuk semua orang yang ada ditempat
berlangsungnya adatmowindahako dan juga untuk anak yang akan
melangsungkan perkawinan agar mereka sejahtera dan hidup berkecukupan
selama hidup mereka. Setelah semuanya telah selesai maka di tutup dengan
adat berpamitan (sara momberahi)”. (Wawancara, 4 Februari 2016).
Kemudian dijelaskan pula oleh bapak Ade (63 tahun) mengenai syarat atau
mowindahako.Mengatakan bahwa:
“Ihino niwindahako ieto Pu’uno, Aso ndumbu okasa , Kiniku sara Tawa-
tawa sara, Eno sara. Aringgiro’o Tawano halumbulo olipa. Iepo hae Sara
Pe’ana, ihino Boku Mbebaho’a , Sandu-sandu, Hulo-hulo, Rane-rane
mba’a iepo Tema-tema.Sara Pe’ana batuano poeusano hapo-hapo pinakeno
inano iepo pobalasino uko-ukono inanowalino, ombulo ota’u nolaa
umoanae walino”.
59
Artinya;
“Isi dari pokok adat adalah batangnya (Pu’uno) berupa, satu pis kain kaci,
kerbau adat, gong adat, dan kalung adat. Setelah itu daunya (tawano)
delapan puluh lembar sarung, dan juga adat melahirkan (sara pe’ana) isinya
wadah tempat mandi bayi, timba, lampu pelita, satu lembar sarung, dan kain
panjang untuk menimang bayi. adat melahirkan (sara pe’ana) artinya
sebagai pengganti barang-barang yang digunakan dan juga sebagai balas
jasa atas keringat ibu istrinya, berpuluh-puluh tahun telah merawat istrinya”.
(Wawancara 22 Februari 2016).
benda-benda adat yang menjadi syarat dalam peletakan adat mowindahako, yakni
sebagai berikut:
Pemerintah)
laki-laki dari pihak perempuan yang dilakukan oleh tolea ndina dan
pabitara ndina.
60
Gambar 5.8. Suasana pertukaran sirih pinang yang dipraktekkan oleh tolea ndina
dan pabitara ndina Dan Lopa-lopa yang berisi sirih pinang.
Sumber : Dokumen Peneliti, 18Februari 2016.
delapan puluh helai daun yang di jadikan sebagai atasan tiang adat.Hal
61
5.1. Niwindahako (Pokok Adat)
A. Pu’uno(Tiang)
Gambar 5.9. Kain sarung sebagai salah satu syarat dalam adat
Mowindahako Atau Tawano Niwindahako.
Sumber : Dokumen Peneliti, 18 Februari 2016.
62
B. Sandu-sandu( timba untuk mandi)
D. Rane-rane mba’a
yang turut hadir dalam acara mowindahako baik itu para undangan,
63
para pelaku dalam peletakan adat maupun kedua mempelai pengantin
empat sudut kalo sara yang dibarengi dengan kata-kata o’aso, o’ruo,
nada yang khas (meliuk-liuk) yang berisikan sebuah pesan moral dan
berumah tangga.
64
8. Sara Momberahi( Adat Berpamitan )
adat mowindahako.
65
Berdasarkan datahasil wawancara di atasdapat diketahui bahwa setiap
susunan acara dan benda-benda dalam peletakan adat mowindahako syarat akan
makna dari setiap tahapan. Selain itu juga dapat dilihat bagaimana sebuah
perkawinan yang pada dasarnya masuk dalam kategori tidak ideal dikemas sama
seperti perkawinan ideal pada umumnya. Data gambar di atas juga menunjukkan
66
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
restu dari orang tua, perkawinan mombolasuako dianggap lebih efisien untuk
mempersingkat susunan adat yang harus dilalui oleh keluarga laki-laki dan juga
efisien dari segi biaya selama proses penyelesaian adat di lakukan, selain itu,
alasan karena tidak setuju dengan pilihan orang tua menjadi salah satu penyebab
mengapa anak muda Tolaki di Desa Lelekaa memilih jalan untuk melakukan
langsung stigma miring mengenai perkawinan tersebut menjadi pudar dan sudah
perkawinan mombolasuako.
DesaLelekaa terdiri dari tiga tahap yaitu molomba obiri atau memberi kabar
67
mombolasuako dan mowindahakoatau peletakan adat penutup dari sekian
6.2 Saran
sebagaiberikut :
dalam sekolah-sekolah, baik itu SD, SMP, dan SMA melalui mata
68
DAFTAR PUSTAKA
69
Noviardi, Sefri S. 2003. Kawin Lari Dalam Budaya Siri‘ Pada Masyarakat Suku
Bugis di Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jambung Timur
Propinsi Jambi. Semarang:Tesis Universitas Diponegoro
Wardani, St. Jumhuriatul. 2009. Adat Kawin Lari “Merariq” Pada Masyarakat
Sasak, Studi Kasus di Desa Sakra Kabupaten Lombok Timur. Semarang:
Skripsi Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Semarang
70
DAFTAR INFORMAN
Umur : 67 Tahun
Pendidikan : Diploma
2. Nama : Ade
Umur : 63 Tahun
Pendidikan : SD
3. Nama : YP
Umur : 62 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
4. Nama : Amirullah
Umur : 56 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
5. Nama : MRK
Umur : 52 Tahun
71
Pendidikan : SD
6. Nama : AN
Umur : 47 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
7. Nama : Saleh
Umur : 45 Tahun
Pendidikan : Strata 1
8. Nama : LP
Umur : 26 Tahun
Pendidikan : SMA
9. Nama : ANG
Umur : 23 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
72
10. Nama : SF
Umur : 23 Tahun
Pendidikan : SMA
11. Nama : GN
Umur : 22 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
73
PEDOMAN WAWANCARA
3. Mengapa bapak/ ibu tidak merestui hubungan yang dijalani oleh anak
mombolasuako ?
mombolasuako ?
8. Apa makna dari tahapan dan syarat maupun benda-benda dalam penyelesaian
74
GLOSARIUM
75
Pabitara : Juru bicara adat keluarga perempuan
76