Professional Documents
Culture Documents
Alamat Redaksi:
Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah
Darussalam Banda Aceh 23111. Tel. 0651-7555183
Website: cdj.pskg.fk.unsyiah.ac.id
email: cakradonyadentaljournal@gmail.com
Pelindung:
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah
Penanggung Jawab:
Pembantu Dekan I FKG Unsyiah
Ketua Penyunting:
Sunnati, drg, Sp.Perio
Penyunting Ahli:
Prof. drg. Bambang Irawan, PhD (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp.KG (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Elza Ibrahim Auekari, M. Biomed (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho (FKG UNPAD)
Prof. drg. Ismet Danial Nasution, Sp. Prostho, Ph.D (FKG USU)
Prof. Dr. drg. Benny S Latief, Sp.BM (K) (UI)
Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Perio (FKG UI)
drg. Gus Permana Subita, PhD, Sp.PM (FGK UI)
Prof. Dr. drg. Hanna B. Iskandar, Sp.RKG (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Retno Hayati, Sp.KGA (K) (FKG UI)
Dr. Syahrul, Sp.S (FK Unsyiah)
drg. Zaki Mubarak, MS (FKG Unsyiah)
Penyunting Pelaksana:
Liana Rahmayani, drg, Sp.Pros
Abdillah Imron Nasution, drh, M.Si
Viona Dian Sari, S.si, M.Si
Diana Setya Ningsih, drg, M.Si
EDITORIAL
Cakradonya Dental Journal (CDJ) yang diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala merupakan media komunikasi ilmiah antar intelektual yang akan
menjadi referensi bagi mahasiswa dan praktisi Kedokteran Gigi. Sebagaimana volume
sebelumnya, volume ini masih mengangkat isu seputar teknologi pengembangan ilmu
kedokteran gigi, aplikasi, dan korelasi ilmu kesehatan terintegrasi. Pada volume 6 nomor 2
ini mencakup penelitian, laporan kasus, dan tinjauan pustaka yang di dalamnya mencukup
bidang Konservasi, Biologi Oral, Kesehatan Masyarakat, Ortodonsia, Pedodonsia dan
Dental Material.
Tulisan yang tersaji dari berbagai artikel tersebut secara keilmiahan telah
dilakukan pengeditan oleh tim ahli sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, namun jika
pada artikel tersebut masih terjadi kesalahan, maka akan dijadikan referensi kami untuk
perbaikan edisi selanjutnya. Secara keseluruhan informasi yang tersampaikan dalam jurnal
CDJ volume 6 nomor 2 telah mewakili pengembangan ilmu kedokteran gigi.
Ucapan terima kasih kepada penulis atas kepercayaan memilih CDJ sebagai wadah
publikasi ilmiah. Kepercayaan anda ini akan menjadi tantangan bagi kami untuk selalu
memperbaharui dan memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jurnal CDJ menjadi
lebih baik.
DAFTAR ISI
Pengaruh Kopi Arabika (Coffea arabica) Dan Kopi Robusta (Coffea canephora)
Terhadap Viskositas Saliva Secara In Vitro ...........................................................................687
Santi Chismirina, Ridha Andayani, Rosdiana Ginting
ABSTRAK
Sekarang ini dental estetik berkembang dengan maju dan salah satunya adalah berkaitan dengan
warna gigi. Pasien lebih memilih restorasi yang memiliki warna seperti warna gigi aslinya ataupun
menjalani pemutihan gigi untuk mendapatkan warna yang lebih terang sehingga mungkin saja pasien
yang memiliki tambalan resin komposit akan melakukan pemutihan gigi juga. Oleh karena itu, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 15% terhadap
perubahan warna resin komposit mikrohibrid. Penelitian ini menggunakan 25 sampel resin komposit
mikrohibrid warna A3 dengan diameter 7 mm dan tebal 2 mm. Pengamatan warna dilakukan pada
seluruh sampel sebelum dan setelah perlakuan dengan menggunakan shade guide dan diberikan skor
untuk setiap hasil pengamatan. Aplikasi bahan pemutih hidrogen peroksida 15% dilakukan selama 20
menit dan perlakuan diulang untuk 10 hari. Hasil analisis statistik uji t-dependent menunjukkan
perbedaan signifikan antar kelompok (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah perubahan
warna resin komposit mikrohibrid yang signifikan antara sebelum dan setelah perlakuan
Kata kunci: perubahan warna, resin komposit mikrohibrid, pemutihan gigi, hidrogen peroksida
ABSTRACT
Dental aesthetics growing advanced nowdays and one of it is a concern of tooth color. Patients will
prefer a tooth-colored material such as composites resin as a restoration and bleaching the tooth due
to have a brighter tooth color. Moreover, patient with composites resin filling could be done a
bleaching treatment. So, the aim of this study is to evaluate the effect of 15% hydrogen peroxide as
bleaching agent to the color changes of microhybrid composite resin. Total of 25 resin composite
samples with 7 mm in diameter and 2 mm in thickness with A3 shade was used in this study.
Hydrogen peroxide 15% was applicated on sample surface for 20 minutes and re-apply in 10 days.
Before and after treatment color of the samples are visualized and observed using VITA Classic
Shade Guide and then scored. Statistical analysis using t-test dependent shows significant differences
among the groups (p<0.05). There is a color changes on microhybrid composite resin after bleached
with 15% hydrogen peroxide.
Key words: colour change, microhybrid composite resin, bleaching, hydrogen peroxide
678
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
679
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
akuades dan disimpan dalam wadah tertutup diaplikasikan pada permukaan resin komposit
pada suhu kamar sampai perlakuan berikutnya. maka hidrogen peroksida sebagai agen
Perlakuan pemutihan diulang setiap hari pengoksidasi yang memiliki radikal bebas
selama 10 hari. Setelah hari ke-10 dilakukan dengan elektron yang tidak berpasangan akan
pengamatan warna dan penskoran. Data mengoksidasi resin komposit. Lebih lanjut,
dianalisis dengan menggunakan uji t resin komposit akan mengalami proses reduksi
berpasangan untuk melihat pengaruh bahan dengan menerima elektron dari hidrogen
pemutih hidrogen peroksida 15% terhadap peroksida.1
perubahan warna resin komposit. Pada proses pemutihan, hidrogen
peroksida berdifusi melalui matriks resin
HASIL PENELITIAN komposit. Hal ini karena radikal bebas
Hasil yang diperoleh menunjukkan memiliki elektron yang tidak berpasangan,
terdapat perubahan warna resin komposit radikal bebas menjadi lebih elektrofilik dan
mikrohibrid setelah diaplikasikan bahan tidak stabil sehingga akan menyerang molekul
pemutih gigi hidrogen peroksida 15% selama organik lain untuk mendapatkan kestabilan
10 hari. Perubahan warna yang terjadi pada dengan menciptakan radikal yang lain.
sampel adalah warna awal A3 dengan skor 9 Radikal-radikal ini dapat bereaksi dengan
berubah menjadi warna akhir C2 dengan skor sebagian besar ikatan karbon yang
7 (Tabel 1). Maka dapat dinyatakan bahwa unsaturated, menghasilkan kegagalan
terjadi perubahan warna resin komposit konjugasi elektron dan mengubah penyerapan
menjadi lebih terang setelah diaplikasikan energi molekul organik pada matriks. Molekul
bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 15%. yang lebih sederhana akan merefleksikan sinar
Analisis statistik uji t berpasangan yang lebih sedikit, menjadikan proses
menunjukkan adanya perubahan warna yang pemutihan berhasil.1 Proses ini terjadi ketika
signifikan antara warna awal dengan warna bahan pengoksidasi bereaksi dengan bahan
akhir setelah prosedur pemutihan pada sampel organik pada resin komposit. Selama proses
(p=0,000) sehingga dapat dinyatakan bahwa awal pemutihan komponen cincin karbon
hidrogen peroksida 15% dapat mempengaruhi dengan pigmentasi tinggi akan terbuka dan
warna resin komposit mikrohibrid. berubah menjadi rantai yang berwarna lebih
terang. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa
PEMBAHASAN aplikasi hidrogen peroksida sebagai bahan
Pengamatan warna pada penelitian ini pemutih pada resin komposit akan mengurangi
menggunakan skala VITA shade yang skor warna resin komposit, dari gelap menjadi
merupakan teknik penentuan warna paling lebih terang.
sering digunakan di klinik. Teknik ini cepat, Hasil yang sama juga didapatkan oleh
gampang, dan telah digunakan pada berbagai peneliti sebelumnya. Ameri et al (2010)
penelitian.7 melaporkan bahwa terjadi perubahan warna
Proses dasar pada teknik pemutihan yang bermakna pada resin komposit
adalah melalui proses oksidasi. Bahan pemutih mikrohibrid setelah diputihkan dengan
dapat masuk ke dalam struktur resin komposit karbamid peroksida 15%.4
dan melepaskan molekul-molekul yang Ada beberapa faktor yang
mengandung diskolorasi. Pada reaksi oksidasi mempengaruhi perubahan warna pada proses
reduksi akan terjadi proses pelepasan. Warna pemutihan, yaitu pembersihan permukaan
resin komposit dapat berubah jika terjadi yang akan diaplikasikan, konsentrasi hidrogen
oksidasi.2,3 Ketika bahan pemutih peroksida, waktu pemutihan, dan isolasi
Tabel 1. Perbedaan Rerata Skor Perubahan Warna Resin Komposit Mikrohibrid Setelah Diaplikasikan
Hidrogen Peroksida 15%
Rerata Skor
Kelompok n p
Awal Akhir
680
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
lingkungan.1 Pada penelitian ini, warna awal 9. Wattanapayungkul P, Yap AUJ. Effect of
resin komposit mikrohibrid adalah A3. Setelah in-Office Bleaching Products on Surface
diaplikasikan bahan pemutih gigi hidrogen Finish of Tooth-Colored Restoration.
peroksida 15%, warna resin komposit Operative Dentistry Journal
mikrohibrid berubah menjadi D2 dan terlihat 2003;28(1):15–19.
lebih terang. Perubahan warna resin komposit
mikrohibrid mengalami kenaikan sebanyak 5
tingkat. Semakin lama waktu aplikasi bahan
pemutih gigi maka akan didapatkan warna
yang lebih terang dari sebelumnya. Walaupun
konsentrasi hidrogen peroksida yang
digunakan hanya 15%, akumulasi waktu
pengaplikasian bahan pemutih cukup panjang,
yaitu 200 menit (20 menit per hari selama 10
hari).
KESIMPULAN
Bahan pemutih gigi hidrogen peroksida
15% dapat mengubah warna resin komposit
mikrohibrid menjadi lebih terang
dibandingkan warna sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldstein RE, Garber DA. Complete
Dental Bleaching. Hongkong:
Quintessence Publishing. 1995.
2. Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’s
Restorative Dental Materials. 13th Ed.
Missouri: Mosby Inc. 2013; 213–234.
3. Powers JM. Dental Materials Properties
and Manipulation. 9th Ed. Missouri:
Mosby Inc. 2008; 69–93.
4. Ameri H, Chasteen JE, Ghavahmnasiri M,
Torkzadeh M. Effect of A Bleaching
Agent on The Color Stability of A
Microhybrid Resin Composite. Rev Clin
Pseq Odontol 2010;6(3):215–221.
5. Turker SB, Mandali G, Bugurman B,
Sener ID, Alkumru HN. Color Stability of
Different Composite Resin Materials
Bleached with Three Bleaching Agents.
Marmara Dental Journal 2013;1:9–15.
6. Al-Jubouri SH. The Effect of Bleaching
on The Color Stability and Microhardness
of Tooth-Colored Restorative Materials.
Al-Rafida in Dent J 2013;13(2):184–191.
7. Ameida LCAG. Clinical Evaluation of
The Effectiveness of Different Bleaching
Therapies in Vital Teeth. Int J
Periodontics Restorative Dent
2012;32:303–309.
8. Pruthi G, Jain V. Effect of Bleaching on
Color Changes and Topography of
Composite Restorations. International
Journal of Dentistry 2010;1–7.
681
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pseudo maloklusi Klas III biasanya ditandai dengan hubungan skeletal Klas I atau Klas III ringan,
gigi insisivus maksila yang retroklinasi dengan posisi gigi insisivus bawah yang tegak pada tulang
basal, gigi insisivus yang berada pada hubungan edge to edge saat relasi sentrik, dan gigitan silang
anterior pada oklusi sentrik. Perawatan dini pada kasus pseudo maloklusi Klas III sangat
direkomendasikan dikarenakan untuk mencegah maloklusi menjadi lebih parah. Berbagai teknik
perawatan dapat digunakan dalam mengatasi pseudo maloklusi Klas III pada masa gigi bercampur
salah satunya dengan inverted labial bow. Pasien laki-laki berusia 10 tahun datang ke departemen
Ortodonti RSGMP FKG USU dengan keluhan utama gigi atas depan masuk ke belakang gigi bawah.
Perubahan hasil perawatan diperoleh dalam waktu 3 bulan dengan menggunakan piranti inverted
labial bow. Piranti ini mudah dibuat, efisien dan dapat ditoleransi baik oleh pasien.
Kata kunci: pseudo maloklusi Klas III, inverted labial bow, masa gigi bercampur
ABSTRACT
Pseudo Class III malocclusion normally indicated along with class I skeletal or mild class III skeletal,
retroclination of maxilla incisor with mandible incisor in upright position at the basal bone, incisors at
the edge to edge relation during centric relation and anterior crossbite during centric occlusion. Early
treatment for pseudo Class III malocclusion is recommended to prevent worsen of malocclusion.
There are various of treatment technique that can be used to overcome pseudo Class III malocclusion
during mixed dentition period. One of the treatment is by using inverted labial bow. A boy aged 10
came to department of orthodontics RSGMP FKG USU with a chief complaint of his maxillary
anterior teeth located behind the mandible anterior teeth. There was a change result treatment using
inverted labial bow appliance for 3 months. This appliance is easy to make, efficient and able to
tolerate by patient.
Key words: pseudo Class III malocclusion, inverted labial bow, mixed dentition
682
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
683
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
PEMBAHASAN
Banyak penulis telah menyarankan
perawatan dini terhadap maloklusi Klas III
Gambar 5. Piranti ortodonti: A. Inverted labial yang melibatkan komponen dental dan
bow dengan Z–spring, B. Inverted skeletal, cenderung akan menjadi buruk
labial bow di okludator
seiring bertambahnya usia. Mereka percaya
bahwa perawatan dengan intervensi dini
KEMAJUAN PERAWATAN merupakan sebuah keuntungan pada masa gigi
Tahap pertama dibuat gigitan kerja bercampur, begitu juga pada masa gigi
maksila dan mandibula dalam posisi edge to
edge kemudian ditanam dalam okludator.
685
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
desidui. Keuntungannya meliputi mengoreksi dini dalam perawatan maloklusi pseudo Klas
crossbite anterior sehingga terjadi III dapat membantu mengeliminasi pergerakan
perkembangan basis dental yang normal dan mandibula yang salah, sehingga mencegah
pertumbuhan skeletal yang baik. Selanjutnya, maloklusi yang lebih parah dan juga
dapat mencegah kebiasaan seperti bruksism, mengeliminasi traumatik okulsi.
mengeliminasi traumatik oklusi, dan
mengurangi lamanya waktu perawatan dengan DAFTAR PUSTAKA
piranti cekat. Waktu optimum perawatan yang 1. Albarakati SF. Treatment of A Pseudo
disarankan adalah saat usia 6–10 tahun.9 Class III Relationship in The Mixed
Beberapa klinisi masih menghindari Dentition: A Case Report. Saudi Dental
koreksi dini dari pseudo Klas III pada masa Journal 2007;19(2):119–125.
gigi desidui karena stabilitas yang buruk dan 2. Angle EH. Treatment of Malocclusion of
pengalaman yang kurang baik terhadap Teeth and Fractures of The Maxilla:
kooperatif pasien usia muda. Sebelum Angle’s System. 6th Ed. Philadelphia: SS
memulai perawatan beberapa praktisi memilih White Dental Manufacturing. 1990.
untuk menunggu sampai gigi insisivus maksila 3. Guyer EC, Ellis EE, McNamara JA,
permanen erupsi oleh karena kecenderungan Behrents RG. Component of Class III
fisiologi gigi untuk erupsi di posisi lebih ke Malocclusion in Juveniles and
lingual selama perkembangan lengkung gigi.10- Adolescents. Angle Orthod 1986;56:7–30.
12
4. Moyers RE. Handbook of Orthodontics.
Berbagai terapi yang disarankan untuk 4th Ed. Chicago: Year Book. 1982; 410–
mengoreksi crossbite anterior serta masalah 415.
skeletal pada pasien muda termasuk terapi 5. Graber TM, Rakosi TH, Petrovic AG.
facemask, chincaps, dan piranti fungsional. Dentofacial Orthodontics with Functional
Perawatan alternatif lainnya termasuk piranti Appliance. 2nd Ed. St Louis: Mosby.
cekat dan/ atau lepasan, merupakan metode 1997; 462–470.
yang efektif untuk mengoreksi malrelasi gigi 6. Turley PT. Early Management of The
insisivus Klas III. Piranti inverted labial bow Developing Class III Malocclusion. Aust
yang digunakan pada kasus ini telah terbukti Orthod J 1993;13:19–22.
sangat efektif pada kasus maloklusi Klas III 7. Rabie AB, Gu Y. Diagnostic Criteria for
yang tidak berat, dan jika sudut ANB lebih Pseudo Class III Malocclusion. Am J
dari -3°, membutuhkan bedah ortognatik. Orthop 2000;117:1–9.
Ketika mandibula menutup, gaya piranti ini 8. Wang F. Inverted Labial Bow Appliance
mengarah ke lingual dan melawan gigi for Class III Treatment. JCO 1996;487–
anterior bawah, dan Z-spring melawan gigi 492.
anterior atas sehingga menghasilkan 9. Grim SE. Treatment of A Pseudo Class
pergerakan yang resiprokal. Pengalaman klinis III Relationship in The Primary Dentition:
menunjukkan bahwa piranti nyaman dan A Case History. J Dent Child 1991;484–
mudah diadaptasikan dan diterima oleh pasien 488.
muda. Kerugiannya adalah keberhasilan dari 10. Negi KS, Sharma KR. Treatment of
perawatan akan tergantung pada kooperatif Pseudo Class III Malocclusion by
pasien.11 Modified Hawley Appliance with
Jika tidak segera dirawat akan terjadi Inverted Labial Bow. J Indian Soc Pedod
peningkatan panjang maksila dan mandibula Prev Dent 2011;29(1):57–61.
yang mengindikasikan maloklusi Klas III 11. Mahajan N, Bansal S, Garg P. Early
skeletal akan memburuk. Perawatan interseptif Interception of Anterior Crossbite in
yang dini sangat penting pada masa gigi Mixed Dentition Period: Two Case
bercampur dan setelah selesai perawatan, Reports. J Indian of Dent Sci
retensi, piranti sebaiknya digunakan untuk 2013;4(5):113–115.
mempertahankan stabilitas hasil perawatan.12 12. Irena J, Andra L. Anterior Crossbite
Correction in Primary and Mixed
KESIMPULAN Dentition with Removable Inclined Plane.
Inverted labial bow merupakan salah Baltic Dent and Maxilofacial J
satu alternatif perawatan dalam mengatasi 2008;10:140–144.
kasus maloklusi pseudo Klas III. Perawatan
686
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
PENGARUH KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora)
TERHADAP VISKOSITAS SALIVA SECARA IN VITRO
ABSTRAK
Kopi Arabika dan kopi Robusta adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi masyarakat Aceh yang
mengandung asam klorogenat dan asam trigonelin. Kopi Arabika memiliki pH yang lebih asam
dibandingkan dengan kopi Robusta. pH dapat berpengaruh terhadap viskositas saliva. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh kopi Arabika dan kopi Robusta terhadap viskositas saliva.
Kelompok perlakuan terdiri dari kopi Arabika, kopi Robusta, dan akuades sebagai kelompok kontrol.
Masing-masing larutan yang dipaparkan dengan saliva buatan diukur viskositasnya dengan
menggunakan viskometer Ostwald. Viskositas rata-rata masing-masing larutan adalah 0,0008213 N
s/m2 untuk kelompok kontrol, 0,0008319 N s/m2 untuk kopi Arabika, dan 0,0008689 N s/m2 untuk
kopi Robusta. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis One Way
ANOVA kemudian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan analisis Post Hoc Test. Hasil analisis
menunjukkan ada perbedaan signifikan p<0,05 antara akuades, kopi Arabika, dan kopi Robusta. Hasil
uji lanjut menunjukkan bahwa kopi Robusta yang dipaparkan dengan saliva buatan lebih tinggi
viskositasnya dibandingkan akuades dan kopi Arabika. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
viskositas kopi Robusta terhadap viskositas saliva lebih kental dibandingkan kopi Arabika.
ABSTRACT
Acehnese people commonly consume Arabica and Robusta coffee. Both of this coffee contains
chlorogenic acid and trigonelin acid. Arabica coffee has more acidic pH than Robusta coffee. pH can
affect the viscosity of saliva. This study was conducted to determine the effect of Arabica and
Robusta coffee to viscosity of saliva. The treatment group consisted of Arabica, Robusta coffee, and
aquadest as a control group. Each solution was presented by artificial saliva and viscosity measured
using Ostwald viscometer. The viscosity mean of each solution was 0.0008213 N s/m2 for control
group, 0.0008319 N s/m2 for Arabica coffee, and 0.0008689 N s/m2 for Robusta coffee. The data
obtained was analyzed using One Way ANOVA analysis then further tested using analysis of Post
Hoc Test. The analysis showed significant differences p<0.05 between the aquadest, Arabica coffee,
and Robusta coffee. Further test results showed that the Robusta coffee was exposed by artificial
saliva was higher than the viscosity of aquadest and Arabica coffee. The conclusion of this study is
Robusta coffee viscosity to saliva viscosity thicker than Arabica coffee.
687
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
688
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
tahap akhir dari proses penelitian ini. terhadap viskositas saliva dapat dilihat pada
Pengukuran dilakukan dengan cara Tabel 1.
membersihkan terlebih dahulu viskometer lalu Dari hasil pengukuran viskositas saliva
viskometer Ostwald diletakkan dalam menggunakan viskometer Ostwald (Tabel 1)
termostat pada posisi vertikal kemudian dijepit terlihat bahwa kopi Robusta yang dipaparkan
dengan klem pada statif (Gambar 1). dengan saliva buatan memiliki nilai rata-rata
lebih tinggi, yaitu 10,64 detik dibandingkan
dengan akuades yang dipaparkan dengan
saliva buatan dan kopi Arabika yang
dipaparkan dengan saliva buatan, selanjutnya
data hasil pengukuran viskositas tersebut
digunakan untuk mengetahui viskositas saliva
dengan menggunakan persamaan rumus
viskositas.
Berdasarkan hasil perhitungan
viskositas saliva didapatkan nilai viskositas
dari ketiga kelompok seperti yang terlihat pada
Tabel 2.
689
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Tabel 3. Analisis Pengaruh Kopi Arabika dan Kopi Robusta terhadap Viskositas Saliva
690
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
691
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Departemen Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK
Antibiotik dalam bidang kedokteran gigi sangat luas digunakan baik untuk pengobatan infeksi
(terapeutik) ataupun dengan tujuan profilaksis penyakit infeksi. Antibiotik yang banyak digunakan
dalam bidang kedokteran gigi adalah golongan penisilin seperti penisilin dan amoksisilin, makrolida
seperti klindamisin, golongan sefalosporin dan metronidazol. Hal ini sesuai dengan jenis bakteri yang
sering menyebabkan infeksi odontogenik, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri anaerob. Tingkat
penggunaan antibiotik secara empiris yang tinggi menimbulkan berbagai permasalahan sehingga
dapat menyebabkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Pemilihan antibiotik dan penyesuaian
dosis obat harus dilakukan secara cermat dan tepat pada pasien-pasien khusus yang mengalami
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik, diantaranya pasien anak-anak dan usia lanjut, pasien
dengan gangguan fungsi ginjal dan/ atau hati, serta pasien wanita yang sedang hamil atau menyusui.
Insiden terjadinya resistensi terhadap antibiotik mulai terjadi peningkatan di berbagai bidang
kesehatan belakangan ini, termasuk kedokteran gigi sehingga diperlukan perhatian khusus termasuk
dari para dokter gigi untuk menekan kejadian ini dengan menggunakan antibiotik secara tepat dan
benar.
ABSTRACT
Antibiotic in dentistry is very widely used as for the treatment of infection (therapeutic) or even with
the purpose of prophylaxis of infection diseases. The common antibiotic that is used by a dentist is the
penicillins such as penicillin and amoxicillin, macrolides such as clindamycin, cephalosporins and
metronidazole. This is consistent with the type of bacteria that often cause odontogenic infections are
Gram-positive bacteria and anaerobic bacteria. The antibiotic use level is high rise to various
problems that can lead to irrational use of antibiotics. Selection of antibiotics and drug dose
adjustment should be done carefully and precisely in patients specifically undergoing changes
pharmacokinetics and pharmacodynamics. Such patients include patients with children and the
elderly, patients with impaired renal function or liver, as well as female patients who are pregnant or
breastfeeding.The incidence of antibiotic resistance began to increase in many areas of health lately,
including dentistry that required special attention, including from the dentist to suppress these events
by using antibiotics appropriately and correctly.
692
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
693
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
anaerob.3 Kuman Gram positif aerob yang sehingga merupakan alternatif untuk pasien-
sering dihadapi di praktik adalah kuman pasien yang alergi penisilin dan resisten
Staphylococcus dan Streptococcus. Kuman terhadap penisilin.8
Gram positif aerob ini sensitif terhadap Metronidazol merupakan antibiotik
antibiotik golongan penisilin, sefalosporin, dan yang berguna dalam mengatasi berbagai
eritromisin. Kuman Gram positif anaerob peradangan akibat protozoa dan bakteri
seperti Clostridium tetani dan Clostridium anaerob. Spektrum metronidazol terbatas pada
botulinum peka terhadap antibiotik golongan bakteri anaerob obligat dan beberapa bakteri
penisilin dan metronidazol. Kuman Gram mikroaerofilik, dan paling efektif melawan
negatif aerob seperti Neisseria gonorrhoeae, bakteri anaerob Gram negatif yang
Neisseria meningitidis, Klebsiella, bertanggung jawab pada peradangan orofasial
Enterobacter, Escherichia coli, Pseudomonas, akut dan periodontitis kronis. Kombinasi
Salmonella, dan lainnya, dapat dilawan dengan metronidazol dengan antibiotik betalaktam
antibiotik seperti penisilin, tetrasiklin, pada peradangan oral diindikasikan untuk
kloramfenikol, dan sefalosporin. Sedangkan peradangan orofasial akut yang serius dan
kuman Gram negatif anaerob seperti pada penatalaksanaan periodontitis agresif.2,8
Bacterioides dan Fusobacterium dapat Lamanya pemberian (durasi) antibiotik
diberikan linkomisin dan klindamisin, yang ideal adalah siklus tersingkat yang
metronidazol, serta kombinasi amoksisilin- mampu mencegah relaps klinis dan
asam klavulanat adalah antibiotik yang masih mikrobiologis. Sebagian besar infeksi akut
sensitif terhadap kuman-kuman ini.5,6 akan sembuh dalam waktu 3–7 hari.6
Kavitas oral memiliki berbagai jenis
mikroorganisme dan yang paling sering Indikasi Penggunaan Antibiotik dalam
menyebabkan infeksi odontogenik adalah Kedokteran Gigi
Streptococcus dan kuman negatif anaerob, Penggunaan antibiotik di bidang
diantaranya Streptococcus alfa-haemolyticus, kedokteran gigi biasanya dilakukan secara
Streptococcus viridans, Peptostreptococcus empiris, klinisi yang menggunakan antibiotik
spp, Prevotella intermedia, Porphyromonas tersebut tidak mengetahui secara pasti
gingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan mikroorganisme penyebab infeksi karena
Gram negatif anaerob.6,7 Antibiotik oral yang jarangnya dilakukan kultur terhadap pus atau
efektif melawan infeksi odontogenik akibat eksudat yang berasal dari jaringan gigi yang
mikroorganisme tersebut adalah antibiotik mengalami kelainan. Pemilihan antibiotik
golongan penisilin (penisilin, amoksisilin), didasarkan pada keadaan klinis dan data
makrolida (klindamisin, azithromisin dan epidemiologis bakteri yang ada sehingga
eritromisin), sefalosporin (cefadroksil), serta antibiotik yang sering digunakan adalah
metronidazol.8 antibiotik dengan spektrum luas dengan
Penisilin adalah antibiotik yang penggunaan jangka pendek, sekitar 7 hingga
memiliki cincin betalaktam dan bersifat 10 hari.2,6 Pemberian antibiotik seringkali
bakterisidal. Obat ini efektif melawan didasarkan pada beberapa indikasi berikut:
sebagian besar bakteri Gram positif. Penisilin
dengan spektrum luas terhadap kuman Gram 1. Infeksi Odontogenik Akut
positif dan negatif antara lain amoksisilin dan Penggunaan antibiotik yang
ampisilin, tetapi aktivitasnya dapat dihambat dikombinasi dengan intervensi tindakan
oleh penisilinase dan betalaktamase. Karena (surgical therapy) merupakan suatu
itu, kombinasi penisilin dengan bahan penatalaksaan yang paling bijaksana dalam
penghambat enzim penisilinase seperti asam infeksi odontogenik, tetapi pemberian
klavulanat dan sulbaktam menjadi salah satu antibiotik pada kasus ginggivitis kronis dan
pilihan karena dapat mempertahankan aktivitas abses periodontal tidak direkomendasikan,
melawan penisilinase dari streptococcus dan kecuali terjadi penyebaran ke daerah lainnya.1
betalaktamase dari berbagai mikroba Gram Endodontik adalah salah satu area
negatif sehingga memperluas spektrum kesehatan gigi yang menggunakan antibiotik
kerjanya.3,9 secara luas dalam farmakoterapinya. Proses
Golongan makrolida memiliki aktivitas peradangan yang menyertai nyeri endodontik
spektrum yang hampir sama dengan penisilin, biasanya berasal dari infeksi mikroba, tetapi
terutama terhadap mikroba Gram positif juga bisa disebabkan oleh faktor mekanis atau
694
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
695
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
hamil dan menyusui. Perubahan antibiotika lini kedua maupun lini ketiga
farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada masih sangat mahal harganya. Sayangnya,
kondisi tersebut merupakan sebab utama yang tidak tertutup kemungkinan juga terjadi
menimbulkan keragaman respons pasien kekebalan kuman terhadap antibiotika lini
sehingga dapat berpotensi merugikan dan kedua dan ketiga.17
membahayakan pasien.16 Resistensi terjadi ketika bakteri berubah
Pada pasien neonatus dan anak-anak, dalam satu atau lain hal yang menyebabkan
antibiotik seperti kloramfenikol, sulfonamid, turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa
dan aminoglikosida sebaiknya tidak diberikan kimia atau bahan lainnya yang digunakan
karena dapat menimbulkan efek samping dan untuk mencegah atau mengobati infeksi.
toksisitas. Sulfonamid dapat menimbulkan Bakteri yang mampu bertahan hidup dan
kernikterus pada anak, kloramfenikol berkembang biak, menimbulkan lebih banyak
menyebabkan terjadinya grey syndrome bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman
(sindrom abu-abu), sedangkan aminoglikosida ditentukan oleh kadar hambat minimal yang
seperti gentamisin dapat menyebabkan dapat menghentikan perkembangan bakteri.18
gangguan filtrasi glomerulus ginjal.16 Resistensi antibiotik terhadap mikroba
Penurunan fungsi ginjal pada usia lanjut menimbulkan beberapa konsekuensi yang
merupakan perubahan farmakokinetik fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh
terpenting karena dapat menyebabkan bakteri yang gagal berespons terhadap
peningkatan konsentrasi obat dalam plasma pengobatan mengakibatkan perpanjangan
pada obat-obat yang mengalami ekskresi di penyakit, meningkatnya risiko kematian, dan
ginjal. Karena itu, pemberian obat-obat dengan semakin lamanya masa rawat inap di rumah
eliminasi utama melalui ginjal harus dilakukan sakit. Ketika respons terhadap pengobatan
penyesuaian dosis. Penyesuaian dosis dapat menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi
dilakukan dengan menurunkan dosis obat atau infeksius untuk beberapa waktu yang lama.
dengan meningkatkan interval pemberian obat. Hal ini memberikan peluang yang lebih besar
Antibiotik yang termasuk di dalamnya adalah bagi galur resisten untuk menyebar kepada
golongan aminoglikosid, seperti streptomisin orang lain. Kemudahan transportasi dan
dan gentamisin.16 Selain itu, antibiotik lain globalisasi sangat memudahkan penyebaran
yang juga perlu diperhatikan adalah bakteri resisten antardaerah, negara, bahkan
amoksisilin dan penisilin G.2 lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya
Beberapa antibiotik dimetabolisme di meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi
hati dan mengalami eliminasi melalui empedu. dalam komunitas.17
Pasien yang memiliki gangguan fungsi hati Kapan saat yang tepat memulai terapi
harus dihindari atau dibatasi pemberian antibiotika? Secara klinik memang sangat sulit
antibiotik tersebut untuk mencegah terjadinya memastikan bakteri penyebab infeksi yang
toksisitas atau overdosis. Antibiotik tersebut tepat tanpa menunggu hasil pemeriksaan
diantaranya eritromisin, klindamisin, mikrobiologi. Secara umum, klinisi tidak
metronidazol, dan anti tuberkulosis.2 boleh memberikan terapi secara sembarangan
Pada wanita hamil dan menyusui tanpa mempertimbangkan indikasi atau malah
antibiotik yang aman diberikan tanpa perlu menunda pemberian antibiotika pada kasus
penyesuaian dosis adalah azithromisin, infeksi yang sudah tegak diagnosisnya secara
eritromisin, sefalosporin, metronidazol, dan klinis meskipun tanpa hasil pemeriksaan
penisilin dengan atau tanpa kombinasi mikrobiologis. Kasus infeksi yang gawat dapat
penghambat betalaktamase.2,10 berupa sepsis, demam dengan neutropeni,
meningitis bakterial.17,18
Resistensi Antibiotik pada Kedokteran Gigi Berdasarkan ditemukannya kuman atau
Munculnya kuman-kuman patogen yang tidak maka terapi antibiotika dapat dibagi dua,
kebal terhadap satu atau beberapa jenis yakni terapi empiris dan terapi definitif. Terapi
antibiotika tertentu (multiple drug resistance) empiris adalah terapi yang diberikan
sangat menyulitkan proses pengobatan. berdasarkan diagnosis klinis dengan
Pemakaian antibiotika lini pertama yang sudah pendekatan ilmiah dari klinisi, sedangkan
tidak bermanfaat harus diganti dengan obat- terapi definitif dilakukan berdasarkan hasil
obatan lini kedua atau bahkan lini ketiga. Hal pemeriksaan mikrobiologis yang sudah pasti
ini jelas akan merugikan pasien karena jenis kuman dan spektrum kepekaan
696
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
antibiotika.19 Jika diperlukan antibiotika, salah satu jenis antibiotik di rumah sakit atau
pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkan pusat kesehatan sebaiknya dilakukan selama
spektrum antikuman, sifat farmakokinetika, beberapa bulan yang ditentukan dan kemudian
ada tidaknya kontraindikasi pada pasien, ada dapat digunakan kembali, (2) membatasi
tidaknya interaksi yang merugikan, bukti akan penggunaan antibiotik generasi baru, (3)
adanya manfaat klinis dari masing-masing menggunakan antibiotika secara tepat dan
antibiotika untuk infeksi yang bersangkutan sesuai dengan range terapi (dosis, jenis,
berdasarkan informasi ilmiah yang layak frekuensi, dan lama penggunaan obat).20
dipercaya, dan berdasarkan pengalaman atau
evidence based sebelumnya bakteri apa yang KESIMPULAN
paling sering, pola kepekaan antibiotika yang Penggunaan antibiotik dalam bidang
beredar lokal.17,19 kedokteran gigi berkaitan erat dengan
Salah satu faktor yang memiliki banyaknya mikroorganisme yang terdapat
kontribusi signifikan terhadap timbulnya dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan
resistensi adalah peresepan antibiotik dalam infeksi sehingga memerlukan antibiotik untuk
bidang kedokteran gigi yang sebenarnya tidak penanganan bakteri tersebut. Antibiotik
perlu. Meskipun para dokter gigi mengetahui diindikasikan untuk terapi infeksi
bahwa sebagian besar infeksi gigi dapat odontogenik, infeksi non-odontogenik, dan
ditangani melalui bedah atau intervensi profilaksis terutama terhadap endokarditis
mekanik, dalam kata lain tidak membutuhkan bakterialis. Penggunaan antibiotik secara
antibiotik, tetapi setiap tahun tetap terjadi rasional harus ditingkatkan untuk menurunkan
pemborosan dalam peresepan antibiotik. Di kejadian resistensi terhadap antibiotik yang
sisi lain, tes sensitivitas dan kultur kuman saat ini menjadi masalah di berbagai belahan
terhadap bakteri yang berasal dari infeksi gigi dunia.
sangat jarang dilakukan oleh para dokter gigi.
Hal ini berarti pemberian antibiotik terjadi DAFTAR PUSTAKA
secara luas untuk infeksi gigi dengan indikasi 1. Ramasamy A. A Review of Use of
yang belum tentu membutuhkannya. Karena Antibiotics in Dentistry and
itu, penggunaan antibotik spektrum luas ini Recommendations for Rational Antibiotic
menyebabkan timbulnya kemungkinan Usage by Dentists. The International
resistensi terhadap bakteri-bakteri strain Arabic Journal of Antimicrobial Agents
tertentu, termasuk terhadap bakteri yang 2014;4(21):1–6.
berada pada mulut. Jika hal ini tidak segera 2. Roda RP, Bagan JV, Bielsa JMS, Pastor
diatasi, akan menimbulkan masalah potensial EC. Antibiotic Use in Dental Practice.
di masa yang akan datang yang menyebabkan Med Oral Patol Oral Cir Bucal
peningkatan morbiditas dan biaya perawatan.7 2007;12;186–192.
Antibiotik yang paling banyak 3. Petri WA. Antimicrobial Agents
digunakan di bidang kedokteran gigi saat ini Penicillins, Cephalosporins, and Other β-
adalah amoksisilin, penisilin, dan Lactam Antibiotics. In: Hardman JG,
metronidazol. Beberapa studi telah Limbird LE, Gilman AG, eds. Goodman
menggambarkan resistensi terhadap & Gilman’s The Pharmacological Basis
amoksisilin dari beberapa kuman dalam of Therapeutics. 10th Ed. New York:
rongga mulut.2,7 Amoksisilin memperlihatkan McGraw-Hill. 2001; 1189–1215.
angka resistensi hingga 30–80% terhadap 4. Setiabudy R. Antimikroba. Dalam:
Prevotella dan Porphyromonas. Munculnya Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, ed.
resistensi bakteri terhadap golongan penisilin Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
ini menyebabkan meningkatnya penggunaan Gaya Baru. 2007; 517–539.
antibiotik golongan makrolid (seperti 5. Dailey YM, Martin MV. Are Antibiotics
klindamisin) untuk melawan infeksi orofasial Being Used Appropriately for Emergency
karena memiliki efikasi yang cukup baik, Dental Treatment. British Dental Journey
timbulnya resistensi rendah dan memiliki 2001;7:391–393.
toleransi yang tinggi.2 6. American Academy of Pediatric
Penanggulangan antibiotik dapat Dentistry. Guideline on Antibiotic
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: Prophylaxis for Dental Patients at Risk
(1) melakukan sikling antibiotik, penghentian for Infection. 14/15;36(6):287–292.
697
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
698
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Suzanna Sungkar
ABSTRAK
Glass ionomer cement (semen ionomer kaca/ SIK) adalah salah satu bahan restorasi yang banyak
digunakan dalam melakukan perawataan gigi anak. Bahan restorasi SIK mempunyai banyak
kelebihan, diantaranya adalah kemampuannya berikatan secara fisiko-kimia dengan struktur gigi,
melepaskan fluor dan aplikasinya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Dalam praktik sering kita
temukan kegagalan dalam melakukan restorasi SIK, yakni lepasnya bahan restorasi terutama pada
karies yang sudah mencapai dentin. Tulisan ini bertujuan untuk membahas peran kondisioner dalam
adhesi bahan restorasi SIK dengan struktur dentin. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang bahan
restorasi SIK, struktur dentin yang beradhesi dengan bahan restorasi SIK, bagaimana adhesi bahan
restorasi SIK dengan struktur dentin, dan penggunaan bahan kondisioner. Penggunaan kondisioner
pada restorasi SIK bertujuan untuk mengangkat smear layer dan bahan-bahan yang mengontaminasi
yang dapat mengurangi kekuatan ikatan antara SIK dengan struktur gigi. Kondisioner ini
meningkatkan kekuatan ikatan SIK dengan struktur gigi, terutama untuk dentin.
Kata kunci: semen ionomer kaca, kondisioner, adhesi, dentin, smear layer
ABSTRACT
Glass ionomer cement is a common material restoration uses in children. The advantages of glass
ionomer restoration are the chemical bonded to enamel and dentin, release fluoride ions to
surrounding tooth structure with no effect on the integrity of the glass ionomer mass, and easy
application to tooth structure. On the other hand, the failured of glass ionomer restoration on moderate
cavity commonly found in dental practice. The objective of this paper is to explain the effect of
conditioner application on adhesion glass ionomer restoration to the tooth structure. The subtopics
investigated in this paper are the uses of glass ionomer restoration, the structure of dentin, the
adhesion of glass ionomer and tooth structure, and the uses of conditioner. Conditioner application in
glass ionomer is to remove smear layer and contaminating materials. Conditioner usage can improves
the bonding of glass ionomer to the dentin structure.
Key words: glass ionomer cement, conditioner, adhesion, dentin, smear layer
699
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
700
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
701
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
fosfat yang bermuatan negatif [PO43-] dan ion Hubungan interfasial yang baik sangat
kalsium yang bermuatan positif [Ca2+] diperlukan untuk adhesi.17 Persyaratan penting
berpindah dari struktur gigi (hidroksiapatit) untuk mendapatkan hubungan interfasial yang
dan masuk ke dalam semen, menghasilkan baik adalah kedua bahan yang berikatan harus
lapisan di antara SIK dan struktur gigi berkontak rapat.12,22,27 Di samping kontak yang
(Gambar 1).11,26 Lapisan ini dinamakan lapisan rapat, pembasahan (wetting) bahan adhesif
pertukaran ion, mempunyai ketebalan yang cukup hanya akan diperoleh bila
beberapa mikrometer (Gambar 2). Lapisan tegangan permukaan bahan adhesif lebih
pertukaran ion ini berisi ion-ion kalsium dan rendah dari energi permukaan bebas dari
fosfat dari struktur gigi dan ion-ion struktur gigi.12,22 Energi permukaan atau
aluminium, silika, fluor, kalsium, dan tegangan permukaan adalah energi yang
strontium dari SIK.8 dimiliki oleh atom dan molekul yang berada
pada permukaan zat padat atau cairan.25
Sedangkan pembasahan adalah istilah yang
menunjukkan derajat penyebaran dari suatu
tetesan cairan pada permukaan benda
padat.21,25,27
Menurut teori wetting dan energi bebas
permukaan, adhesi email lebih mudah dicapai
daripada adhesi ke dentin. Hal ini disebabkan
oleh karena kandungan utama email, yakni
hidroksiapatit, memiliki energi permukaan
yang tinggi, sementara dentin terdiri dari dua
material yang berbeda, yakni hidroksiapatit
dan kolagen yang mempunyai energi
Gambar 1. Diagram sistem pertukaran ion pada permukaan yang rendah. Secara struktural
adhesi SIK ke struktur gigi (email dan yang lebih penting untuk adhesi adalah
dentin).11
volume yang ditempati oleh komponen dentin,
yakni bahan organik (25%) dan air (25%) yang
perbandingan keduanya sama dengan bahan
anorganik (50%). Unsur pokok dentin juga
tidak seimbang distribusinya pada intertubular
dan peritubular dentin sehingga jaringan
dentin ini heterogen, sedangkan email
homogen dalam struktur dan komposisinya.
Komposisi email yang matang berdasarkan
volumenya, bahan anorganik (86%), bahan
organik (2%), dan air (12%).22
Kondisioner
Gambar 2. Lapisan pertukaran ion yang terbentuk Kondisioner dapat didefinisikan sebagai
di antara SIK dan struktur gigi.8 suatu bahan (biasanya berupa bahan asam)
yang digunakan untuk pengondisian
Adhesi yang terjadi antara SIK dengan permukaan email/ dentin yang bertujuan
struktur gigi merupakan fenomena yang mengangkat smear layer dan pada konsentrasi
dinamis karena poliasam pada SIK bersifat tertentu dapat menstimulasi demineralisasi
hidrofilik dan dapat mempertahankan ikatan permukaan email atau dentin. Smear layer
dengan adanya kelembapan sehingga pada sendiri didefinisikan sebagai debri, kalsifikasi
kondisi klinis, terputusnya satu ikatan tidak alami yang dihasilkan dari instrumentasi
menyebabkan kegagalan karena ikatan dapat dentin, email atau sementum, atau merupakan
terbentuk kembali. Ini berarti bahwa meskipun kotoran (bahan kontaminasi) yang
kekuatan ikatan SIK secara in vitro lebih menghalangi interaksi bahan restorasi dengan
rendah bila dibandingkan dengan teknik struktur gigi.22 Istilah kondisioner digunakan
bonding resin, tetapi SIK lebih dapat bertahan untuk membedakan dari teknik etsa yang
lama dalam situasi klinis.6,14 digunakan untuk bonding resin komposit ke
702
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
email.14,17 Tujuan penggunaan kondisioner ikatan adhesi yang terbentuk antara gigi dan
pada restorasi SIK adalah untuk mengangkat bahan restorasi. Oleh karena itu, permukaan
smear layer dan bahan-bahan yang gigi harus dibersihkan dan sebelumnya
mengontaminasi (seperti pelikel organik dilakukan perlakuan awal untuk meningkatkan
saliva, plak, darah) yang dapat mengurangi energi permukaan bebas sehingga
22
kekuatan ikatan antara SIK dengan struktur pelekatannya lebih mudah. Kekuatan ikatan
gigi.6,29 Banyak penelitian menunjukkan antara SIK dengan struktur gigi bergantung
bahwa penggunaan kondisioner menyebabkan kepada bahan yang digunakan sebagai
peningkatan kekuatan ikatan, terutama untuk kondisioner, konsentrasi kondisioner, durasi
dentin.17,29 aplikasi kondisioner, dan metode aplikasi
Dalam rongga mulut, permukaan gigi kondisioner.6,17 Ada dua tipe kondisoner yang
terkontaminasi oleh suatu pelikel organik beredar dan dapat digunakan, yaitu yang
saliva dengan tegangan permukaan sekitar 28 pertama asam kuat (asam fosfat dan asam
dynes/cm yang menghalangi kelembapan yang sitrat). Asam ini memecahkan lapisan debri
adhesif. Demikian juga instrumentasi dari (smear layer) pada dentin dan membuka
struktur gigi selama preparasi kavitas tubulus dentin. Asam lainnya adalah asam
menghasilkan smear layer dengan energi maleat 10% yang digunakan untuk melarutkan
permukaan bebas yang rendah, mengurangi jaringan organik dan anorganik, tetapi kurang
adhesi antara bahan adhesif dan struktur gigi.22 kuat dibandingkan asam fosfat dan asam sitrat.
Morfologi, komposisi, dan ketebalan smear Tipe kondisioner yang kedua adalah asam
layer ditentukan perluasan besarnya oleh tipe lemah (seperti asam poliakrilat) yang
instrumen yang digunakan, metode irigasi digunakan hanya untuk melarutkan smear
yang digunakan, dan sisi dentin yang dibentuk layer tanpa mendemineralisasi dentin.25 Asam
(Gambar 3).11,22,26 Komposisi smear layer ini kuat bukan merupakan kondisioner yang baik
mencerminkan struktur dari dentin di untuk SIK karena menyebabkan pelepasan
bawahnya, terutama berisi hancuran dari kalsium yang diperlukan dalam adhesi SIK
hidroksiapatit dan kolagen yang telah dengan struktur gigi.14 Efek demineralisasi
mengalami perubahan, bercampur dengan pada dentin yang dihasilkan oleh asam kuat
saliva, bakteri, dan debri permukaan lainnya yang diaplikasikan pada dentin juga dapat
hasil pengasahan. Ketebalan smear layer menyebabkan melebarnya tubulus dentin
bervariasi dari 0,5–5,0 µm. sehingga bakteri dapat masuk dan
menyebabkan inflamasi.17
Mount (1984) menganjurkan bahwa
kondisioner yang ideal harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: isotonik,
mempunyai pH antara 5,5–8,0, tidak toksik
terhadap dentin, pulpa dan jaringan gingiva,
sesuai dengan sifat kimia dari semen, larut
dalam air dan mudah dihilangkan/ diangkat,
secara kimia tidak mendemineralisasi email
dan dentin, dan dapat meningkatkan ikatan
secara kimia.17 Penelitian terhadap asam sitrat,
asam poliakrilat, asam tannat, dan dodisin,
ditemukan bahwa kekuatan ikatan SIK
Gambar 3. Smear layer pada permukaan dentin terhadap struktur gigi yang terbaik adalah pada
yang dipreparasi (pembesaran 800x).11 penggunaan asam poliakrilat sebagai
kondisioner.17 Ada dua keuntungan tambahan
Smear layer menutupi tubulus dentin bila digunakan asam poliakrilat ini sebagai
dengan pembentukan smear plug. Smear layer kondisioner dentin. Pertama karena asamnya
ini porous dan dapat ditembus melalui saluran sama dengan yang digunakan untuk SIK
submikron sehingga memungkinkan cairan sendiri maka bila terdapat sedikit sisa cairan
dentin lewat.12 Meskipun demikian, adanya asam poliakrilat tidak akan mempengaruhi
smear layer ini menyebabkan penurunan reaksi pengerasan. Kedua, asam poliakrilat ini
permeabilitas dentin sebesar 86%. Smear layer akan meningkatkan energi permukaan struktur
juga mempunyai pengaruh yang besar pada gigi sehingga meningkatkan kelembapan
703
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
704
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Dentistry. 4th Ed. St Louis: Mosby Co. 28. Glasspoole EA, Erickson RL, Davidson
2002: 28,207–211,256. CL. Effect of Surface Treatment on The
13. McCabe JF. Applied Dental Material. 8th Bond Strength of Glass Ionomer to
Ed. London: Blackwell Scientific Publ. Enamel. Dent Mat 2002;18:454–462.
1998; 202–207. 29. Thean HPY, Mok BYY, Chew CL. Bond
14. Albers HF. Tooth-Colored Restoratives: Strength of Glass Ionomer Restoratives to
Principles and Techniques. 9th Ed. Primary vs Permanent Dentin. J Dent
London: BC Decker Inc. 2002; 46–47. Child 2000;112–116.
15. Craigh RG, Powers JM, Wataha JC.
Dental Material Properties and
Manipulation. 7th Ed. St Louis: Mosby
Co. 2000; 118–119.
16. Frankenberger R, Sindel J, Kramer N.
Viscous Glass Ionomer Cement: A New
Alternative to Amalgam in Primary
Dentition? Quint Int 1997;28(10):667–
675.
17. Wilson AD, McLean JW. Glass-Ionomer
Cement. West German: Quintessence
Publ.1988; 83–91.
18. Nanci A. Ten Cate’s Oral Histology
Development, Structure, and Function. 6th
Ed. St Louis: Mosby Co. 2003: 145–
151,192–194,205,207–208,210,213.
19. Avery JK. Oral and Development and
Histology. 2nd Ed. New York: Thieme
Medical Publishers Inc. 1994: 228,242–
245.
20. Mjor IA, Fejerskov O. Embriologi dan
Histologi Rongga Mulut. Alih bahasa:
Siregar F. Jakarta: Widya Medika. 1991:
56–57,81–92.
21. Brand RW, Isselhard DE. Anatomy of
Orofacial Structures. 6th Ed. St Louis:
Mosby. 1998: 69–70,75.
22. Schwartz RS, Summitt JB, Robbins JW.
Fundamentals of Operative Dentistry: A
Contemporary Approach. Chicago:
Quintessence Publ. 1996: 142–143,145–
146,149.
23. Avery JK. Essentials of Oral Histology
and Embryology: A Clinical Approach. St
Louis: Mosby. 1992: 84–85,93–95,98.
24. Ferguson DB. Oral Bioscience. Edinburg:
Churchill Livingstone. 1999: 24–33,38–
40.
25. O’Brien WJ. Dental Material and Their
Selection. 2nd Ed. Chicago: Quintessence
Publ Co. 1997: 39–40,43,45.
26. Roulet JF, Degrange M. Adhesion: The
Silent Revolution in Dentistry. London:
Quintessence Publ Co. 2000; 29–37.
27. Phillips RW, Moore BK. Element of
Dental Materials. 5th Ed. Philadelphia:
WB Saunders Co. 1994: 16–18,21.
705
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
ABSTRAK
Produk gipsum digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk membuat model studi dan model
kerja dari rongga mulut serta struktur kranio-fasial. Salah satu produk gipsum yang paling sering
digunakan di bidang kedokteran gigi adalah dental stone. Sifat dan karakteristik dental stone adalah
setting time dan kekuatan kompresi. Hal yang mempengaruhi setting time dan kekuatan kompresi
dental stone di antaranya adalah lama pengadukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan lama pengadukan dengan setting time dan kekuatan kompresi dental stone. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan jumlah sampel sembilan buah model dental
stone, dengan masing-masing tiga perlakuan dengan lama pengadukan 20 detik, 40 detik, dan 60
detik. Pengukuran setting time dilakukan dengan alat Vicat Penetrometer dan pengukuran kekuatan
kompresi dilakukan dengan alat Compressive Strength Test. Hasil menunjukkan peningkatan rata-
rata setting time yang diaduk selama 20 detik, 40 detik, dan 60 detik. Kekuatan kompresi dental
stone meningkat saat pengadukan selama 20 detik dan 40 detik, dan 60 detik. Hasil uji One Way
ANOVA menunjukkan terdapat peningkatan signifikan pada setting time dan kekuatan kompresi yang
diaduk lebih lama (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan lama
pengadukan terhadap setting time dan kekuatan kompresi dental stone.
ABSTRACT
Gypsum product used in dentistry to make study model and working model from oral cavity and
cranio-facial structure. The most useful gypsum product type in dentistry is dental stone. The
characteristics of dental stone is setting time and compressive strength. Factors that affect of setting
time and compressive strength such as mixing time. Dental stone that mixed longer will increase
setting time and compressive strength. The purpose of this study is to know the relationship between
mixing time toward setting time and compressive strength of dental stone. A laboratory experimental
with nine sample which have three different treatment, which is 20 second, 40 second, and 60
second. The measurement of setting time was doing by Vicat Penetrometer and the measurement of
compressive strength was doing by Compressive Strength Test. The Result show increase of setting
time which was mixed 20 second, 40 second, and 60 second. The compressive strength of dental
stone increase when the mixing time 20 second and 40 second, and 60 second. One Way ANOVA
showed that there were significant increase of setting time and compressive strength which was
mixed longer (p<0.05). Conclusion there is relationship between mixing time toward setting time
and compressive strength.
706
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
707
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Kekuatan kompresi juga sangat dengan air. Adonan dental stone diletakkan di
menentukan sebagai kualitas akhir dari suatu bawah jarum Gillmore dengan berat beban 1/4
model dental stone. Suatu model studi atau pound dan penampang jarum 1/12 inch.
model kerja yang baik adalah model gipsum Kemudian permukaan adonan dental stone
yang tahan terhadap abrasi dan memiliki ditusuk dengan cepat dan jarum diangkat
kekuatan yang tinggi. Hal yang mempengaruhi kembali. Penusukan diulangi setiap 30 detik
kekuatan kompresi dental stone adalah sekali sambil memutar model agar didapatkan
perbandingan air dan bubuk serta lama tempat tusukan yang berbeda. Gerakan ini
pengadukan. Pengadukan dental stone dengan dilakukan sampai jarum tidak dapat menusuk
vacuum mixing menghasilkan model yang permukaan model dental stone. Pencatatan
lebih keras dibandingkan model yang waktu dihentikan. Final setting time dihitung
dihasilkan dari pengadukan secara manual dengan stopwatch dan alat Vicat yang
dengan tangan, tetapi kekuatan kompresi yang menggunakan pemberat jarum Gillmore.
dihasilkan tidak jauh berbeda.2,4,6 Jarum Gillmore diganti dengan ukuran 1/24
inch. Prosedur sama dengan pengujian initial
BAHAN DAN METODE setting time. Setelah setting time diuji, model
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium selanjutnya akan dilakukan uji kekuatan
Material dan Struktur Jurusan Teknik Sipil kompresi dengan alat Compressive Strength
Fakultas Teknik Universitas Andalas pada Test.
bulan November 2014. Penelitian yang
digunakan adalah eksperimental laboratoris HASIL PENELITIAN
dengan desain post test experimental. Sampel Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penelitian adalah model segitujuh dental stone terjadi peningkatan kecepatan setting time dan
yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak kekuatan kompresi saat lama pengadukan
memiliki kriteria eksklusi. Kriteria inklusi ditingkatkan. Rata-rata setting time saat
adalah model segitujuh dental stone yang pengadukan selama 20 detik adalah 9 menit 91
bebas porous, sedangkan kriteria eksklusi detik. Rata-rata setting time saat pengadukan
adalah model segitujuh dental stone yang ber- selama 40 detik adalah 7 menit 5 detik. Rata-
porous. rata setting time saat pengadukan selama 60
Pengambilan sampel dilakukan dengan detik adalah 5 menit 5 detik. Peningkatan
menggunakan rumus Frederer. Dalam kekuatan kompresi juga terlihat pada saat
penelitian ini akan diberikan tiga perlakuan waktu pengadukan ditingkatkan.
dari masing masing model dental stone, yaitu Rata-rata kekuatan kompresi saat
model yang diaduk selama 20 detik, 40 detik, pengadukan selama 20 detik adalah 19,41
dan 60 detik. Jumlah sampel adalah sembilan MPa. Rata-rata kekuatan kompresi saat
dengan tiga jenis perlakuan. Total sampel yang pengadukan selama 40 detik adalah 22,95
dibutuhkan adalah sebanyak 27 buah model MPa. Rata-rata kekuatan kompresi saat
dental stone. pengadukan selama 60 detik adalah 21,71
Penelitian dilakukan dengan membuat MPa. Terjadi penurunan kekuatan dari 60
model dental stone dimulai dari menakar detik pengadukan terhadap 40 detik
bubuk dan air sesuai dengan aturan pabrik, pengadukan. Penambahan waktu pengadukan
yaitu sebanyak 60 ml air dicampur dengan 200 akan menurunkan kekuatan kompresi karena
gram bubuk dental stone. Terlebih dahulu 60 kristal dihidrat yang telah terbentuk dipecah
ml air dimasukkan ke dalam rubber bowl oleh spatula pengaduk.
kemudian 200 gram bubuk dimasukkan Hasil uji statistik dengan menggunakan
perlahan-lahan ke dalam rubber bowl untuk uji beda lanjut (LSD) yang menunjukkan
menghindari terjebaknya gelembung udara. terdapat perbedaan signifikan setting time
Kemudian dilakukan pengadukan dengan alat yang dilakukan pengadukan selama 20 detik
mixer dengan perlakuan pertama selama 20 dengan 40 detik, yaitu sebesar p=2,916.
detik, perlakuan kedua selama 40 detik, dan Perbedaan setting time yang dilakukan
perlakuan ketiga selama 60 detik. Initial pengadukan selama 20 detik dengan 60 detik,
setting time dental stone dihitung dengan yaitu sebesar p=4,681.
stopwatch dan alat Vicat yang menggunakan
pemberat jarum Gillmore. Penghitungan
dimulai saat bubuk dental stone berkontak
708
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
709
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
DAFTAR PUSTAKA
1. Anusavice KJ. Phillips Science of Dental
Material. 12th Ed. Missouri: Elsevier
Saunders. 2013.
2. Sabouhi M, Khodaeian N, Soltani M,
Ataei E. Comparison of Physical
Properties of An Iranian and A
German.JIDA 2013;25;1:2013-2014
3. Dental Stone Type IV According to ADA
Specifications. Journal of Islamic Dental
Association of Iran (JIDAI) 2013;25(1).
4. McCabe JF, Walls AWG. Applied Dental
Materials. 9th Ed. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd. 2008.
5. Gladwin M, Bagby M. Clinical Aspects of
Dental Materials Theory, Practice, and
Cases. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 2013.
6. Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’s
Restorative Dental Materials. 12th Ed.
India: Elsevier. 2006.
7. Azer SS, Kerby RE, Knobloch LA. Effect
of Mixing Methods on The Physical
Properties of Dental Stones. Journal of
Dentistry 2008;36:736–744.
8. Fitriyani S, Subhaini, Chismirina S.
Effect of Water Hardness to Compressive
Strength on Dental Gypsum (Type III and
IV). Makalah disajikan dalam Seminar
KPPIKG 15th Scientific Meeting &
Refresher Course in Dentistry. Faculty of
Dentistry. University of Indonesia.
Jakarta, 14–17 Oktober. 2009;19–26.
710
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
ABSTRAK
Anak-anak rentan terhadap masalah kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai reliabilitas, validitas diskriminan, dan
validitas konvergen dari COHIP-SF versi Indonesia pada sampel anak 12 tahun di Indonesia dan
untuk menggambarkan kesehatan mulut mereka dalam kaitannya dengan kualitas hidup.
Menggunakan desain cross sectional dan pengambilan sampel secara convenience, pada 321 anak
sekolah berusia 12 tahun yang tinggal di Kota Bekasi dan Minahasa Utara untuk mengisi kuesioner
COHIP-SF versi Indonesia. Pemeriksaan DMF-T, PUFA dan OHI-S dilakukan oleh satu pemeriksa
yang sudah dikalibrasi. Hasil: koefisien Cronbach’s alpha untuk skor keseluruhan adalah 0,81. Skor
COHIP keseluruhan berkisar antara 43–84 (Mean ± SD: 68,0 ± 8,8). Validitas diskriminan didukung
oleh perbedaan yang signifikan antara skor COHIP di Bekasi dan Minahasa Utara (p=0,000).
Validitas konvergen dikonfirmasi oleh hubungan yang signifikan antara skor kualitas hidup dengan
penilaian kesehatan mulut yang dirasakan sendiri (r=0,33), antara kualitas hidup dan DMF-T (r=-
0,13); PUFA (r=-0,16); OHI-S (r=-0,16). Rerata DMF-T, PUFA, dan OHI-S masing-masing adalah
2,5, 0,5, dan 1,7. Ada hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup anak. COHIP-SF versi
Indonesia adalah reliabel dan valid untuk memberikan informasi penting dalam menilai kebutuhan
perawatan, membuat keputusan klinis dan mengevaluasi intervensi, layanan dan program.
Kata kunci: Anak 12 tahun, COHIP-SF versi Indonesia, DMF-T, PUFA, OHI-S, kualitas hidup
ABSTRACT
Children are subject to oral health problems that can impact their quality of life. The purpose of this
study was to assess reliability, discriminant validity, and convergent validity of the COHIP-SF
Indonesian version in a representative community sample of 12-year-old Indonesian children and to
describe their oral health in relation to quality of life. Using a cross sectional design and convenience
sampling, 321 school children aged 12 years living in the city of Bekasi and Minahasa Utara were
recruited to complete the Indonesian COHIP-SF questionnaire. They were also examined for DMF-T,
PUFA and OHI-S by one trained, calibrated examiner. Results: The Cronbach’s alpha coefficient was
0.81 for the overall score. Overall COHIP scores ranged from 43–84 (Mean ± SD: 68.0 ± 8.8).
Discriminant validity was supported by the significant difference between COHIP scores in the
Bekasi and the Minahasa Utara (p=0.000). Convergent validity was confirmed by significant
association between the quality of life scores with the self-perceived oral health ratings (r=0.33),
between the quality of life and DMF-T (r=-0.13); PUFA (r=-0.16); OHI-S (r=-0.16).The mean DMF-
T, PUFA, and OHI-S were 2.5, 0.5, and 1.7 respectively. There were significant association. The
Indonesian version of COHIP-SF is reliable and valid to provide essential information for assessing
treatment needs, making clinical decisions and evaluating interventions, services and programmes.
Key words: Children aged 12 years, COHIP-SF Indonesian version, DMF-T, PUFA, OHI-S, quality
of life
711
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
712
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
surat ijin dari Kepala Dinas Pendidikan Kota diperoleh dari masing-masing item pertanyaan
Bekasi Provinsi Jawa Barat dan juga dari yang merupakan korelasi antara skor item
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dengan skor total item (nilai rhitung) yang akan
Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi dibandingkan dengan nilai rtabel. Reliabilitas
Utara. Pengumpulan data dilakukan pada dengan melihat nilai Cronbach’s alpha untuk
bulan Februari–Maret 2015. mengetahui konsistensi internal kuesioner.
Pengambilan sampel secara convenience Untuk mengetahui perbedaan skor total
pada 300 anak sekolah berusia 12 tahun yang COHIP-SF versi Indonesia berdasarkan faktor
tinggal di Kota Bekasi dan Kabupaten sosiodemografi (jenis kelamin, jenis pekerjaan
Minahasa Utara untuk mengisi kuesioner orang tua, dan wilayah sekolah) digunakan uji
COHIP-SF versi Indonesia. Kuesioner Mann Whitney. Uji partial Spearman
COHIP-SF versi Indonesia telah correlations digunakan untuk mengetahui
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari hubungan antara pemeriksaan klinis (DMF-T,
bahasa aslinya (bahasa Inggris) dan sudah PUFA, dan OHI-S) dengan kualitas hidup
didiskusikan dengan dosen FKG UI yang fasih (COHIP-SF versi Indonesia), dengan
berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. mengontrol variabel faktor sosiodemografi
Proses back translation dilakukan tiga kali (jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, dan
sehingga diperoleh terjemahan yang sesuai wilayah sekolah).
dengan konsep aslinya. COHIP-SF terdiri dari
19 pertanyaan yang terbagi dalam 3 subskala, HASIL PENELITIAN
yaitu oral health, functional well-being, dan Penelitian ini dilakukan di 4 SD negeri
socio-emotional well-being. Anak-anak yang ada di kecamatan Jatiasih Kota Bekasi
diminta untuk mengisi pada kuesioner dan 8 SD di kecamatan Talawaan Kabupaten
seberapa sering mereka mengalami dampak Minahasa Utara. Jumlah sampel pada
kesehatan mulut selama periode tiga bulan penelitian ini sebanyak 321 orang, dengan
terakhir dan setiap pertanyaan dijawab dengan tingkat partisipasi subjek adalah 93,5% atau
lima poin skala Likert mulai dengan tidak 300 orang. Berikut ini adalah prevalensi karies
pernah (5), sangat jarang (4), kadang-kadang gigi dan kebersihan mulut dari subjek
(3), lumayan sering (2), dan hampir setiap saat penelitian.
(1). Ada dua pertanyaan yang bernada positif, Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari
tanggapan terhadap pertanyaan tersebut adalah total subjek ada 81,0% yang mempunyai
tidak pernah (1), sangat jarang (2), kadang- karies gigi dan sebagian besar belum diobati
kadang (3), lumayan sering (4), dan hampir (decay 76,7%). Selain itu, sebanyak 30,7%
setiap saat (5). Keseluruhan COHIP-SF skor memiliki kasus karies gigi yang sudah
dihitung dengan menjumlahkan semua skor 19 mencapai pulpa yang berpotensi terjadinya
item pertanyaan dalam kisaran 19–85. infeksi lebih lanjut. Untuk kebersihan gigi dan
Akibatnya, lebih tinggi skor COHIP-SF mulut subjek yang dinilai menggunakan
mencerminkan OHRQoL lebih baik. Selain indeks OHI-S sebagian besar dalam kategori
itu, ada satu item penilaian mereka sendiri baik dan sedang. Dari semua komponen yang
mengenai kesehatan mulutnya yang dinilai, hampir semua kasus (decay, missing,
penilaiannya mulai dari buruk (1), cukup (2), pulp, abscess, DMF-T, PUFA, dan OHI-S)
rata-rata (3), baik (4), dan sangat baik (5). lebih tinggi pada subjek laki-laki. Namun,
Sedangkan untuk pemeriksaan DMF-T, PUFA untuk gigi yang sudah ditambal (filled) lebih
dan OHI-S dilakukan oleh satu orang banyak pada perempuan. Bila dilihat
pemeriksa yang sudah dikalibrasi. berdasarkan jenis pekerjaan orang tua, dari
Pemeriksaan dilakukan pada anak yang semua komponen yang dinilai hampir semua
bersedia dan telah mendapat persetujuan dari kasus (decay, missing, pulp, DMF-T, dan
orang tuanya. Orang tua telah menandatangani PUFA) lebih banyak pada subjek yang orang
informed consent yang dibagikan sebelum tuanya bekerja secara nonformal. Namun,
pemeriksaan dilakukan. untuk gigi yang sudah ditambal (filled) dan
Data yang telah diperoleh kemudian kasus abses pada gigi, lebih banyak ditemukan
diolah dan dianalisis menggunakan komputer pada subjek yang orang tuanya bekerja secara
dengan program SPSS versi 17. Untuk formal.
mengetahui validitas kuesioner dengan melihat Pada penelitian ini diketahui bahwa
nilai corrected item-total correlation yang rerata DMF-T, PUFA, dan OHI-S pada subjek
713
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Tabel 1. Prevalensi DMF-T, PUFA, dan OHI-S serta Reratanya Berdasarkan Jenis Kelamin, Pekerjaan Orang
Tua, dan Wilayah Sekolah
Jenis Pekerjaan
Jenis Kelamin Wilayah Sekolah
Orang Tua
Total
Variabel Laki- Non- Minahasa
(N=300) Perempuan Formal Bekasi
Laki Formal Utara
(n=164) (n=85) (n=188)
(n=136) (n=215) (n=112)
Prevalensi (%)
Decay 76,7 77,2 76,2 68,2 80,0 76,1 77,7
Missing 32,0 36,8 28,0 23,5 35,3 25,0 43,8
Filled 3,3 2,2 4,3 4,7 2,8 4,3 1,8
DMF-T 81,0 83,8 78,7 72,9 84,2 78,7 84,8
Rerata DMF-T 2,51 2,57 2,46 2,16 2,65 2,45 2,62
Pulp Involvement 30,7 64,0 26,2 22,4 34,0 22,9 43,8
Ulcer 0 0 0 0 0 0,0 0,0
Fistel 0 0 0 0 0 0,0 0,0
Abscess 4,0 5,1 3,0 5,9 3,3 5,3 1,8
PUFA 30,0 34,6 26,2 23,5 32,6 23,4 41,1
Rerata PUFA 0,49 0,56 0,43 0,42 0,52 0,37 0,70
OHI-S Baik 41,7 39,0 43,9 55,3 36,3 44,7 35,6
OHI-S Sedang 47,7 47,8 47,6 36,5 52,1 44,7 52,7
OHI-S Buruk 10,6 13,2 8,5 8,2 11,6 10,6 10,7
Rerata OHI-S 1,70 1,81 1,61 1,44 1,80 1,63 1,81
yang bersekolah di Minahasa Utara lebih skor item dengan skor total item (nilai rhitung)
tinggi dibandingkan dengan subjek yang yang kemudian akan dibandingkan dengan
bersekolah di Bekasi. Selain itu, prevalensi nilai rtabel. Berdasarkan hasil uji validitas
gigi yang missing dan pulp involvement pada diperoleh ada dua item pertanyaan yang
subjek di Minahasa Utara lebih tinggi, namun mempunyai nilai rhitung lebih kecil dari nilai
untuk komponen filled dan abscess lebih rtabel sehingga diperoleh 17 pertanyaan untuk
tinggi di Bekasi. COHIP-SF versi Indonesia.
Pada saat pelaksanaan penelitian untuk Adapun hasil analisis reliabilitas dari
mengetahui kualitas hidup dari subjek kuesioner COHIP-SF versi Indonesia dapat
digunakan kuesioner yang sudah pernah di dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat
pakai di beberapa negara yaitu COHIP-SF 19. bahwa nilai koefisien Cronbach’s alpha dari
Kuesioner COHIP-SF versi Indonesia, total COHIP-SF versi Indonesia adalah 0,81.
awalnya terdiri dari 19 item pertanyaan yang Nilai Cronbach’s alpha yang lebih dari 0,80
dikelompokkan dalam 3 subskala, yaitu oral menunjukkan tingkat reliabilitas yang sangat
health, functional well-being, socio-emotional tinggi dan mempunyai konsistensi internal
well-being. Validitas kuesioner dapat diketahui yang baik.
dengan melihat nilai corrected item-total Ketepatan pengukuran dari suatu alat
correlation yang merupakan korelasi antara ukur adalah amat penting. Validitas penelitian
714
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
salah satunya ditentukan juga oleh validitas hidup anak di Bekasi lebih tinggi dari
pengukuran. COHIP-SF versi Indonesia Minahasa Utara.
merupakan alat ukur yang digunakan pada Pada Tabel 5 terlihat bahwa terdapat
penelitian ini untuk mengetahui kualitas hidup hubungan antara karies gigi (DMF-T dan
anak dari aspek kesehatan gigi dan mulut. PUFA), kebersihan mulut (OHI-S) dengan
Validitas pengukuran dapat dilihat pada Tabel kualitas hidup anak, dengan nilai p<0,05.
3 di atas. Selain itu, diketahui bahwa terdapat hubungan
Untuk mengetahui validitas diskriminan antara jumlah gigi yang missing dan pulp
adalah dengan memeriksa hubungan antara involvement dengan kualitas hidup anak.
indikator keparahan klinis dengan skor Dengan arah korelasi negatif yang berarti
keseluruhan COHIP-SF versi Indonesia dan semakin sedikit jumlah karies dalam mulut
subskala, setelah mengendalikan jenis seseorang maka kualitas hidupnya semakin
kelamin, pekerjaan orang tua, dan wilayah meningkat atau menjadi lebih baik.
sekolah. Pada Tabel 3 terlihat bahwa hasil
pemeriksaan klinis secara signifikan PEMBAHASAN
berkorelasi negatif dengan skor total COHIP- Dari hasil penelitian ini diperoleh data
SF versi Indonesia, meskipun hubungan yang bahwa sebagian besar subjek (76,7%)
lemah. Sedangkan untuk mengetahui validitas mempunyai gigi decay yang belum dirawat.
konvergen dibuktikan dengan hubungan yang Selain itu, dari total sampel terdapat 30,7%
positif antara COHIP-SF versi Indonesia dan subjek yang memiliki kasus karies gigi yang
global scale. sudah mencapai pulpa yang berpotensi
Pada Tabel 4 terlihat bahwa tidak terjadinya infeksi lebih lanjut. Dengan DMF-T
terdapat perbedaan kualitas hidup anak usia 12 2,51 dan PUFA 0,49. Berdasarkan kriteria dari
tahun berdasarkan jenis kelamin dan jenis WHO, DMF-T 2,51 masih termasuk dalam
pekerjaan orang tua. Namun, berdasarkan kategori rendah untuk kelompok usia 12
wilayah sekolah menunjukkan adanya tahun.11 Namun, bila dibandingkan dengan
perbedaan yang bermakna, dengan kualitas beberapa negara berkembang lainnya temuan
Tabel 4. Perbedaan Kualitas Hidup Anak Usia 12 Tahun Berdasarkan Faktor Sosiodemografi
Kualitas Hidup
Faktor Sosiodemografi
Mean (SD) Median (Min–Max) p-value
Jenis Kelamin 0,065
Laki-laki 67,1 (9,0) 69 (43–84)
Perempuan 68,8 (8,6) 70 (46–83)
Pekerjaan Orang Tua 0,275
Formal 68,9 (8,6) 70 (46–83)
Non-Formal 67,7 (8,9) 69 (43–84)
Wilayah Sekolah 0,000*
Bekasi 69,5 (8,2) 71,0 (43–84)
Minahasa Utara 65,6 (9,3) 65,0 (46–84)
*uji Mann Whitney, nilai p<0,05: bermakna
715
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Tabel 5. Hubungan Antara Karies Gigi, Kebersihan Mulut dengan Kualitas Hidup Anak Usia 12 Tahun
Kualitas Hidup
Variabel
N Nilai rs p-value
Karies Gigi
DMF-T 300 -0,13 0,017*
PUFA 300 -0,16 0,005*
Kebersihan Mulut
OHI-S 300 -0,16 0,004*
*uji korelasi Spearman parsial, nilai p<0,05: bermakna, variabel yang dikontrol: jenis kelamin, pekerjaan orang tua, dan
wilayah sekolah
ini termasuk tinggi. Di Yordania, DMF-T Validitas diskriminan dapat dilihat dari
untuk anak usia 12 tahun hanya 1,1 gigi per hubungan antara COHIP-SF versi Indonesia
orang,12 bahkan di negara tetangga yaitu dengan hasil pemeriksaan klinis sebagai
Myanmar, DMF-T hanya 0,2 gigi per orang.13 indikator. Pada penelitian ini diketahui bahwa
Pada periode anak usia 12 tahun, ada korelasi antara skor total COHIP-SF versi
merupakan masa yang sangat penting karena Indonesia dengan hasil pemeriksaan klinis,
pada umumnya gigi tetap sudah erupsi dan baik DMF-T, PUFA, dan OHI-S. Arah
sudah mulai terpapar dengan lingkungan korelasi negatif yang dapat diartikan sebagai
mulut.14 Selain itu, pada masa ini merupakan semakin tingginya masalah kesehatan gigi dan
masa peralihan dari masa anak-anak ke masa mulut yang ditemukan berdasarkan hasil
remaja dan terjadi perkembangan konsep diri pemeriksaan klinis maka kualitas hidupnya
mereka yang sangat kompleks dan melibatkan semakin menurun atau buruk, begitu juga
sejumlah aspek dalam diri mereka. Pada usia sebaliknya. Meskipun nilai parsial koefisien
ini, anak-anak sudah menunjukkan kepekaan korelasi Spearman yang kecil, namun
untuk belajar sesuai dengan rasa ingin mempunyai hubungan yang signifikan.
tahunya.5,14 Adanya masalah kesehatan gigi Temuan ini hampir sama dengan beberapa
pada anak akan memberikan dampak negatif penelitian sebelumnya.16 Dengan hasil ini,
terhadap perkembangannya yang nanti dapat dapat dikatakan bahwa instrumen COHIP-SF
mempengaruhi kualitas hidup dari anak versi Indonesia dapat digunakan untuk
tersebut. Menurut WHO, usia 12 tahun sangat memprediksi kualitas hidup anak usia sekolah
penting sehingga kelompok usia ini dipilih dalam aspek kesehatan gigi dan mulut.
sebagai indikator global untuk perbandingan Sedangkan untuk mengetahui validitas
dan pengawasan penyakit.14 konvergen dibuktikan dengan hubungan yang
Untuk mengetahui kualitas hidup anak positif antara COHIP-SF versi Indonesia dan
usia sekolah dalam hubungannya dengan global scale yang merupakan penilaian dari
kesehatan gigi dan mulut adalah penting untuk subjek sendiri terhadap kesehatan mulutnya.
mempunyai instrumen standar dan mempunyai Ketika kualitas hidup subjek tinggi atau baik
validitas dan reliabilitas yang baik. maka dia juga melaporkan bahwa kesehatan
Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas mulutnya dalam keadaan baik pula. Dalam uji
kuesioner, diketahui bahwa COHIP-SF versi validitas diskriminan pada faktor
Indonesia mempunyai konsistensi internal sosiodemografi lainnya menunjukkan terdapat
yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perbedaan kualitas hidup berdasarkan wilayah
Cronbach’s alpha secara keseluruhan adalah sekolah.
0,81. Menurut Pratiknya (2007), nilai Instrumen kualitas hidup berperan
Cronbach’s alpha lebih dari 0,80 termasuk penting di masa depan untuk penelitian klinis,
dalam kategori sangat tinggi dan mempunyai survei epidemiologi dan kebijakan kesehatan
konsistensi internal yang sangat baik.15 Nilai masyarakat. WHO menyarankan agar status
Cronbach’s alpha pada penelitian ini juga kesehatan penduduk diukur dalam tiga hal,
sama seperti di Cina dalam pengembangan yaitu dengan melihat ada tidaknya kelainan
COHIP-SF versi Cina yaitu 0,81. Hasil ini patofisiologis, mengukur fungsi, dan penilaian
bahkan mendekati dengan penelitian individu atas kesehatannya.17 Penggunaan
sebelumnya di Amerika Serikat, dengan nilai kuesioner dapat memberikan keuntungan, hal
Cronbach’s alpha 0,82.16 ini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaan
716
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
yang diajukan pada subjek dapat lebih gigi sehingga masalah kesehatan gigi yang ada
lengkap, tersusun secara sistematis serta cenderung dibiarkan. Selain itu, ketersediaan
bentuknya seragam atau sama untuk semua sarana dan fasilitas kesehatan gigi dan mulut
subjek. Instrumen kualitas hidup dalam aspek yang ada di Minahasa Utara masih kurang
kesehatan gigi dan mulut dapat digunakan memadai dibandingkan dengan yang ada di
dalam jalur perawatan klinis untuk Bekasi.23,24
mengevaluasi sensitivitas hasil perawatan dan Beberapa penelitian serupa juga
perubahan klinis dari pasien atau klien.18 menunjukkan bahwa anak-anak dengan status
Pada penelitian ini diketahui bahwa sosial ekonomi yang rendah dan berasal dari
terdapat hubungan yang signifikan antara sekolah-sekolah di pedesaan secara signifikan
status karies gigi, kebersihan gigi dan mulut memiliki kualitas hidup lebih rendah pada
dengan status kualitas hidup anak. Hal ini keseluruhan skor COHIP-SF dan dua subskala
berarti anak yang mempunyai masalah yang ada (oral health dan functional well-
kesehatan gigi yaitu tingginya jumlah karies being) tapi tidak untuk skor socio-emotional
gigi dan buruknya status kebersihan gigi dan well-being.19 Masih banyak anak yang
mulutnya maka seiring dengan hal itu, kualitas mengalami karies aktif dan tidak terkontrol
hidup dari anak tersebut akan menurun atau sehingga memiliki kesehatan rongga mulut
rendah. Penelitian oleh Li et al (2013) di Cina dan kesehatan umum yang tidak adekuat.
menunjukkan bahwa karies gigi, karang gigi, Keadaan ini dapat mempengaruhi dan
dan fluorosis dapat memberikan dampak menurunkan kualitas hidupnya. Hal ini dapat
negatif terhadap kualitas hidup anak.19 Karies dicegah jika setiap anak terlibat dalam praktik
gigi dapat menimbulkan rasa sakit, baik pada menjaga kebersihan rongga mulut setiap hari,
gigi yang terkena maupun daerah sekitar gigi pola diet teratur, dan perawatan ke pusat
tersebut. Apabila invasi bakteri sudah sampai layanan kesehatan gigi dan mulut yang ada
ke pulpa gigi yang terdiri dari pembuluh darah secara rutin. Selain itu, untuk mencapai derajat
dan syaraf gigi, maka terjadi infeksi pada kesehatan gigi dan mulut anak yang optimal,
pulpa yang akan menyebabkan rasa sangat perlu ditingkatkan dan mengoptimalkan
sakit dan berdenyut sehingga dapat upaya-upaya promotif dan preventif yang lebih
mempengaruhi aktivitas dan fungsi fisiologis dekat dengan anak sekolah.19,25
serta psikologis pada anak tersebut.20 Dampak
sosial yang dialami anak dengan karies gigi KESIMPULAN
yang tidak terawat antara lain, tidak hadir di Kesimpulan pada penelitian ini adalah
sekolah karena sakit gigi. Dampak sosial lain terdapat hubungan antara status kesehatan gigi
yang mungkin dialami anak terkait dengan dan mulut dengan kualitas hidup anak.
kegiatan sekolah adalah kesulitan untuk COHIP-SF versi Indonesia adalah reliabel dan
berkonsentrasi ataupun menyelesaikan tugas valid untuk memberikan informasi penting
karena sakit gigi yang dirasakan.21 Penyakit dalam menilai kebutuhan perawatan, membuat
pada rongga mulut atau kondisi gigi dan mulut keputusan klinis, dan mengevaluasi intervensi,
yang tidak sehat seperti adanya karies gigi, layanan dan program.
tidak hanya menyebabkan kerusakan secara
fisik pada gigi saja namun juga mempengaruhi SARAN
ekonomi, sosial, dan psikologis.22 Sebagai saran untuk pelayanan dapat
Pada penelitian ini juga diketahui bahwa menggunakan alat ukur yang dihasilkan dalam
terdapat perbedaan yang bermakna pada memprediksi kualitas hidup anak dalam
kualitas hidup berdasarkan wilayah sekolah, hubungannya dengan kesehatan gigi dan
dengan nilai total COHIP-SF versi Indonesia mulut. Pada penelitian selanjutnya untuk
di Bekasi lebih tinggi dari Minahasa Utara. melakukan test-retest kuesioner serta teknik
Hal ini dikarenakan karena masih tingginya pengambilan sampel secara probability dan
karies gigi anak yang belum diobati di wilayah jumlah sampel yang lebih memadai.
Minahasa Utara sehingga menyebabkan
kualitas hidup anak di wilayah ini lebih rendah UCAPAN TERIMA KASIH
dibandingkan dengan Bekasi. Keadaan ini Penelitian ini mendapat dukungan dana
salah satunya disebabkan karena lokasi dan dari PUSTANSERDIK Badan PPSDM
kondisi geografis yang kurang mendukung Kesehatan Kemenkes RI.
untuk menjangkau pusat layanan kesehatan
717
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
DAFTAR PUSTAKA 13. Chu CH, Chau AMH, Wong ZSW, Hui
1. Kemenkes. Pedoman Usaha Kesehatan BSY, Lo EC. Oral Health Status and
Gigi Sekolah (UKGS). Jakarta: Bina Behaviours of Children in Myanmar: A
Upaya Kesehatan Kemenkes RI. 2012; 1– Pilot Study in Four Villages in Rural
2. Areas. Oral Health Prev Dent
2. Besseling S, Ngonephady S, Wijk AJ. 2012;10:365–372.
Pilot Survey on Dental Health in 5–12 14. World Health Organization. Oral Health
Year-Old School Children in Laos. Surveys Basic Methods. 2013.
Journal of Investigative and Clinical 15. Pratiknya AW. Dasar-Dasar Metodologi
Dentistry 2013;4:44–48. Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.
3. Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007;
Jakarta: Badan Penelitian dan 164–175.
Pengembangan Kesehatan. 2013; 110– 16. Li C, Xia B, Wang Y, Guan X, Yuan J,
119. Ge L. Translation and Psychometric
4. Piovesan C, Batista A, Ferreira FV, Properties of The Chinese (Mandarin)
Ardenghi TM. Oral Health-Related Version of The Child Oral Health Impact
Quality of Life in Children: Conceptual Profile-Short Form 19 (COHIP-SF 19) for
Issues. Odonto cienc 2009;24:81–85. School-Age Children. BMC Oral Health
5. Haditono S, Monks F, Knoers A. 2014;12:1–8.
Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: 17. Petersen PE. The World Oral Health
Gadjah Mada University Press. 2006; Report 2003: Continuous Improvement of
262–269. Oral Health in The 21st Century ± The
6. Naito. Oral Health Status and Health- Approach of The WHO Global Oral
Related Quality of Life: A Systematic Health Programme. Community Dent
Review. Oral Sci 2006;48:1–7. Oral Epidemiol 2003;31:3–24.
7. Papaioannou W, Oulis CJ, Latsou D, 18. Ahn Y, Kim H, Hong S, Patton LL, Kim
Yfantopoulos J. Oral Health-Related J, Noh H. Validation of A Korean
Quality of Life: What, Why, How, and Version of The Child Oral Health Impact
Future Implications. International Profile (COHIP) Among 8 to 15 Year Old
Journal of Dentistry 2011;1264–1271. School Children. IJPD 2012;292–302.
8. Broder HL, McGrath C, Cisneros GJ. 19. Li C, Xia B, Wang Y, Guan X, Yuan J,
Questionnaire Development: Face Ge L. Translation and Psychometric
Validity and Item Impact Testing of The Properties of The Chinese (Mandarin)
Child Oral Health Impact Profile. Version of The Child Oral Health Impact
Community Dent Oral Epidemiol Profile-Short Form 19 (COHIP-SF 19) for
2007;35:8–19. School-Age Children. BMC Oral Health
9. Dunlow N, Philips C, Broder HL. 2014;12:1–8.
Concurrent Validity of The COHIP. 20. Kidd EA, Bechal SJ. Dasar-Dasar Karies
Community Dent Oral Epidemiol Penyakit dan Penanggulangannya.
2007;35:41–49. Jakarta: EGC. 1992: 1–3,98–119.
10. Broder HL, Wilson-Genderson M, Sischo 21. Krisdapong S, Prasertsom P,
L. Reliability and Validity Testing for Rattanarangsima K, Sheiham A.
The Child Oral Health Impact Profile- Relationships Between Oral Diseases and
Reduced (COHIP-SF 19). Journal of Impacts on Thai Schoolchildren’s Quality
Public Health Dentistry 2012;72:302– of Life: Evidence from A Thai National
312. Oral Health Survey of 12 and 15 Year-
11. FDI. A New Model for Caries Old. Community Dent Oral Epidemiol
Classification and Management 2012;550–559.
2012;143:546–551. 22. Foo P, Sampson W, Roberts R, Jamieson
12. Rajab LD, Petersen PE, Baqain Z, L, David D. General Health-Related
Bakaeen G. Oral Health Status Among 6 Quality of Life and Oral Health Impact
and 12 Year-Old Jordanian School Among Australians with Cleft Compared
Children. Oral Health Prev Dent with Population Norms: Age and Gender
2014;12:99–107. Differences. The Cleft Patate-
Craniofacial Journal 2012;49:406–413.
718
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
719
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
*
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
**
Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
ABSTRAK
Resin komposit merupakan material restorasi yang semakin populer di bidang kedokteran gigi.
Adanya tuntutan akan estetik dan peningkatan performa klinis resin komposit menjadikan material ini
sebagai material alternatif untuk restorasi gigi posterior, menggantikan amalgam. Semakin lama
restorasi berada di dalam rongga mulut maka kualitas dari restorasi tersebut akan semakin menurun.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas restorasi resin komposit pada kavitas Klas I gigi
posterior di praktik pribadi salah satu dokter gigi di Kota Palembang. Penelitian ini merupakan suatu
penelitian survei deskriptif yang menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian
ini adalah 30 restorasi resin komposit pada gigi posterior yang telah ditumpat selama tiga tahun pada
pasien yang terdaftar di praktik pribadi dokter gigi di Kota Palembang. Kualitas restorasi diukur
menggunakan kriteria USPHS. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa seluruh restorasi yang
dievaluasi secara klinis menunjukkan hasil yang memuaskan. Skor Alfa didapatkan pada 65% dari
total restorasi dan 35% mendapatkan skor Bravo. Tidak terdapat restorasi yang mendapatkan skor
Charlie. Secara umum, seluruh restorasi menunjukkan hasil yang memuaskan setelah penumpatan
selama tiga tahun.
ABSTRACT
Composite resin restoration is a restoration material that is increasingly popular in the field of
dentistry. Due to patient’s demand of esthetic and improvement of clinical performance, composite
resin acts as an alternative material for posterior teeth restoration subtituting amalgam. The longer the
restoration is in the oral cavity, the quality of the restoration will also be decreased. This study aimed
to evaluate the quality of class I composite resin restoration of posterior teeth in one of dental private
practice in Palembang. This study was a descriptive survey research using purposive sampling
technique. The sample in this study was a class I composite resin in posterior teeth that has been
restored for three years. All sample was a registered patient in dental private practice. The quality of
restoration was measured by USPHS criteria. The result showed that all restorations that were
clinically evaluated obtained a satisfactory results. Alfa scores obtained in 65% of the total restoration
and 35% receive a score of Bravo. There is no restoration that scores Charlie. Generally, the entire
restoration showed satisfactory results after three years of restoration.
720
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
721
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Tabel 1. Kriteria Evaluasi Kualitas Restorasi Menurut The United States Public Health Service (USPHS)7,8
Skor
Kriteria
Alfa Bravo Charlie
Kontur restorasi Kontur restorasi tidak
Dentin telah
Anatomi berkesinambungan berkesinambungan dengan anatomi
terekspos
dengan anatomi gigi asli gigi asli namun dentin belum terekspos
Warna restorasi Warna restorasi kurang menyerupai Warna restorasi tidak
Kecocokan
menyerupai warna gigi warna gigi asli namun masih dalam menyerupai warna
Warna
asli skala normal gigi asli
Adaptasi Tidak terlihat adanya Terdapat sedikit ceruk namun dentin Ceruk telah meluas
Margin ceruk sepanjang margin belum terekspos hingga ke CEJ
Bravo Alfa
Charlie Bravo
Charlie
83%
80%
722
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
0% PEMBAHASAN
Resin komposit merupakan bahan
Alfa
37% restorasi sewarna gigi yang dikembangkan
Bravo pada awal tahun 1950-an oleh Bowen.10 Resin
63% Charlie komposit termasuk salah satu material
restorasi yang semakin sering digunakan pada
gigi posterior dan dapat bertahan hingga
sepuluh tahun dalam rongga mulut.5,11
Gambar 4. Perubahan warna pada margin restorasi Semakin lama restorasi berada di dalam
resin komposit rongga mulut maka kualitas dari restorasi
tersebut akan semakin menurun.8,14
Gambar 5 menunjukkan hasil evaluasi Pada penelitian ini, pemeriksaan klinis
dari kriteria kekasaran permukaan restorasi restorasi resin komposit dilakukan pada 30
resin komposit. Didapatkan bahwa 16 pasien orang subjek penelitian yang telah
memperoleh skor Alfa (53%), yaitu kondisi mendapatkan perawatannya selama tiga tahun.
tekstur permukaan restorasi menyerupai Penilaian kualitas restorasi dilakukan dengan
enamel. Sisanya sebanyak 14 pasien mendapat menggunakan sistem modifikasi USPHS.
Secara keseluruhan, skor kualitas restorasi
resin komposit pada pasien memperoleh hasil
0% yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian (Gambar 1–6) yang
Alfa menunjukkan bahwa dari total enam kriteria
47%
Bravo yang dievaluasi, tidak terdapat pasien yang
53%
mendapatkan skor Charlie. Skor Alfa dan
Charlie Bravo berarti restorasi berada dalam keadaan
yang memuaskan dan dapat diterima secara
klinis (kecuali untuk kriteria karies sekunder,
skor Bravo, berarti kondisi restorasi tidak
Gambar 5. Kekasaran permukaan restorasi resin memuaskan), dan skor Charlie berarti keadaan
komposit restorasi tidak dapat diterima secara klinis.7
723
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
724
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
yang telah ditumpat selama tiga tahun secara Effect Of Different Immersion Media. J
keseluruhan memperoleh hasil yang Appl Oral Sci 2009;17(5):388-391.
memuaskan. Terdapat enam kriteria yang 11. Holm C, Tidehag P, Tillberg A, Molin M.
dievaluasi mengunakan kriteria USPHS, dan Longevity and Quality of FPDs: A
tidak ditemukan pasien yang mendapatkan Retrospective Study of Restorations 30,
skor Charlie. 20, and 10 Years After Insertion. The
International Journal of Prosthodontics
SARAN 2003;16(3):283–289.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya 12. Burke FJ, Lucarotti PS. How Long do
menggunakan metode penelitian yang berbeda, Direct Restorations Placed within The
seperti cohort, agar sampel lebih dapat General Dental Services in England and
dikontrol. Selain itu, perlu dilakukan Wales Survive? Br Dent J 2009;206.
penambahan metode pada proses 13. Geurtsen W, Schoeler U. A 4-Year
pengumpulan data, seperti wawancara, agar Retrospective Clinical Study of Class I
faktor efek dan risiko dapat diketahui. and Class II Composite Restoration. Oper
Dent. 1997;25:129–132.
DAFTAR PUSTAKA 14. Turkun LS, Aktener BO. Twenty-Four-
1. Sumawinata N. Senarai Istilah Month Clinical Evaluation of Different
Kedokteran Gigi: Inggris–Indonesia. Posterior Composite Resin Materials. J
Jakarta: EGC. 2004; 56. Amer Dent Assoc 2001;132:196–203.
2. Kemenkes. Laporan Hasil Riset 15. Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian:
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula.
Jakarta: Badan Penelitian dan Edisi 3. Yogyakarta: Gadjah Mada
Pengembangan Kesehatan. 2008; 142– University Press. 2006.
143. 16. Palaniappan S, Elsen L. Three-Year
3. Harti FJ. Kamus Kedokteran Gigi. Randomised Clinical Trial to Evaluate
Jakarta: EGC. 1995; 263. The Clinical Performance, Quantitative,
4. Demirci M. Prevalence of Caries on and Qualitative Wear Patterns of Hybrid
Individual Tooth Surfaces and Its Composite Restorations. Clinical Oral
Distribution by Age and Gender in Investigations 2010;14(4):441–458.
University Clinic Patients. Eur J Dent 17. Pardal D, Hedge M. Clinical Evaluation
2010;4(3):270–279. of Different Posterior Composite
5. Craig RG, Powers JM. Dental Materials: Restorative Material in Class I and Class
Properties and Manipulation. 8th Ed. St II Restorations: An in-Vivo Study.
Louis Missouri: Mosby. 2004. Journal of Dental Science 2008;7(2).
6. McCabe JF, Walls AWG. Applied Dental 18. Kang A, Son SA, Hur B, Kwon YH, Ro
Materials. 8th Ed. Oxford: Blackwell JH, Park JK. The Color Stability of
Science Ltd. 2008. Silorane- and Methacrylate-Based Resin
7. Moura FR, Romano AR, Lund RG. Composites. Dental Material Journal
Three-Year Clinical Performance of 2012;31(5):879–884.
Composite Restoration Placed by 19. Ren YF, Feng L, Serban D, Malmstrom
Undergraduate Dental Student. Braz J HS. Effects of Common Beverage
Dent 2011;22(2):111–116. Colorants on Color Stability of Dental
8. Cetin AR, Unlu N. One-Year Clinical Composites Resins: The Utility of A
Evaluation of Direct Nanofilled and Thermo Cycling Stain Challenge Model
Indirect Composite Restoration in in Vitro. Journal of Dentistry
Posterior Teeth. Dental Material Journal 2012;40(1):48–56.
2009;28(5):620–626. 20. Pazinatto FB, Neto RG, Wang L,
9. Anusavice KJ. Philips: Buku Ajar Ilmu Mondelli J, Mondelli RF, Navarro MF.
Bahan Kedokteran Gigi. Alih bahasa: 56-Month Clinical Performance of Class I
Johan AB, Purwoko S. Edisi 10. Jakarta: and II Resin Composite Restorations. J
EGC. 2003; 227,244,251. Appl Oral Sci 2013;20(3):323–328.
10. Fontes ST, Fernandez MR, Moura CM. 21. Barabanti N, Gagliani M, Roulet JF,
Color Stability Of A Nanofill Composite: Testori T, Ozcan M, Cerutti A. Marginal
Quality of Posterior Microhybrid Resin
725
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
726
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
ABSTRAK
Streptococcus sanguinis bakteri Gram positif menginisiasi adhesi bakteri rongga mulut lainnya
dengan reseptor adhesin, seperti dengan bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans patogen
utama terjadinya karies. Pemanfaatan tanaman herbal seperti belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
untuk mengurangi resiko karies karena tanaman ini memiliki kemampuan antibakteri. Tujuan
penelitian untuk mengetahui interaksi Streptococcus sanguinis dan Streptococcus mutans secara in
vitro pada ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Ekstraksi belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi) dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Kultur S. sanguinis dan S. mutans
pada media Trypticase Yeast Cysteine (TYC), interaksi dilakukan pada media cair Nutrient Broth
(NB). Uji dilakukan dengan metode Standart Plate Count (SPC) dengan kelompok kontrol akuades.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata jumlah koloni kelompok kontrol 33,67 x 103 CFU/ml,
kelompok perlakuan 3,67 x 103 CFU/ml. Kesimpulan dari penelitian ini ekstrak belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) memiliki pengaruh terhadap interaksi S. sanguinis dan S. mutans secara in vitro.
Kata kunci: Streptococcus sanguinis, Streptococcus mutans, belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi),
karies gigi
ABSTRACT
Streptococcus sanguinis is a Gram positive bacteria which can initiate the adhesion another bacterias
in the oral cavity. It’s happened because Streptococcus sanguinis has receptor for another bacterias in
the oral cavity such as Streptococcus mutans. Streptococcus mutans is major pathogen in dental
caries. One attempt to minimize the risk of dental caries is the use of herbal plants that have
antibacterial capabilities such as bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi). This study aimed to determine the
effects of bilimbi-fruit (Averrhoa bilimbi) extract on the interaction of Streptococcus sanguinis and
Streptococcus mutans in vitro. Bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi) was extracted by maceration method
with 96% ethanol solvent. Both Streptococcus sanguinis and Streptococcus mutans were cultured in
Trypticase Yeast Cysteine (TYC) medium and interacted on Nutrient Broth (NB) medium. Standart
Plate Count (SPC) was used to test the effects of the extracts on the interaction of Streptococcus
sanguinis and Streptococcus mutans, the control group was distilled water. This study showed that the
average quantity of colonies at the control group is 33.67 x 103 CFU/ml and the treatment group is
3.67 x 103 CFU/ml. The Conclusion of this study is the bilimbi-fruit (Averrhoa bilimbi) extract affects
the interaction of Streptococcus sanguinis and Streptococcus mutans in vitro.
Key words: Streptococcus sanguinis, Streptococcus mutans, bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi), dental
caries
727
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
728
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
729
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
730
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
pada uji tannin, perubahan warna merah cara menghambat sintesis DNA dan sintesis
setelah penambahan Mg dan HCl pada uji makromolekular. Penghambatan sintesis
flavonoid, dan pembentukan endapan merah makromolekular pada bakteri juga dapat
setelah penambahan HCl pada uji alkaloid. menyebabkan kehancuran pada membran sel
Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian bakteri.58 Walaupun mekanismenya belum
Finer (1983) dan Harborne (1998) bahwa dipahami sepenuhnya, triterpenoid efektif
ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa melawan bakteri Gram positif dan Gram
bilimbi) mengandung senyawa triterpenoid, negatif. Saponin berperan sebagai senyawa
saponin, tannin, flavonoid, dan alkaloid.29,31 antibakteri dengan meningkatkan
Hasil kultur Streptococcus sanguinis (S. permeabilitas membran sehingga terjadi
sanguinis) pada media TYC menghasilkan hemolisis sel bakteri.59,60
koloni S. sanguinis yang berwarna putih, Tannin berfungsi sebagai antibakteri
permukaan cembung, mengkilap, dan dengan cara berikatan pada protein-protein.
berukuran ±1 mm. Sedangkan hasil kultur Tannin dapat berikatan dengan adhesin,
Streptococcus mutans (S. mutans) pada media menghambat enzim bakteri, dan kemampuan
yang sama menghasilkan koloni S. mutans kompleksasi dengan ion metal sehingga efektif
yang berwarna putih kekuningan, permukaan menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini
cembung, dan berukuran ±1 mm. Morfologi dibuktikan dengan penelitian Hayati et al
koloni ini merupakan ciri dari morfologi (2010) bahwa tanin efektif melawan S.
koloni S. sanguinis dan S. mutans. Hal ini aureus.30,61 Selanjutnya, Flavonoid dapat
dikonfirmasi dengan hasil pewarnaan Gram, menginaktivasi protein sehingga mengganggu
kedua bakteri tersebut berbentuk coccus dan proses metabolisme sel bakteri. Flavonoid juga
membentuk rantai berwarna ungu.2,20,33,35,39,75 mampu berikatan dengan protein ekstraseluler
Terbentuknya warna ungu karena S. sanguinis dan melakukan kompleksasi dengan dinding
dan S. mutans merupakan bakteri Gram sel bakteri dan juga mengganggu membran sel
positif. Bakteri Gram positif memiliki dinding bakteri. Alkaloid berperan sebagai antibakteri
sel yang tebal dan membran sel selapis. dengan cara berinterkalasi ke dalam dinding
Pemberian kristal violet akan mewarnai sel dan DNA.30,58 Adanya kemampuan
seluruh permukaan bakteri sel Gram positif. antibakteri yang dimiliki oleh belimbing
Pemberian lugol’s iodine akan meningkatkan wuluh diperkuat oleh penelitian Karon et al
afinitas pengikatan kristal violet pada bakteri. (2011) bahwa ekstrak belimbing wuluh
Penetesan etanol 96% akan menyebabkan (Averrhoa bilimbi) efektif melawan Bacillus
denaturasi protein pada dinding selnya megatirium dan Bacillus cereus.29
sehingga pori-pori mengecil dan kompleks Interaksi antara S. sanguinis dan S.
violet-iodine masih dapat dipertahankan. mutans dapat terjadi karena adanya reseptor
Pemberian safranin yang berwarna merah yang dimiliki oleh S. sanguinis seperti hasil
menjadi pengontras bagi bakteri Gram penelitian Kriswandini (2008) bahwa adhesin
positif.69,76 S. mutans (SAG) dapat menempel pada
Hasil uji pengaruh ekstrak buah permukaan gigi melalui reseptor (protein dan
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap karbohidrat) yang ada pada S. sanguinis.26
interaksi S. sanguinis dan S. mutans secara in Hasil penelitian Caufield et al (2000)
vitro menunjukkan hasil perhitungan rata-rata menyebutkan bahwa baik S. sanguinis dan S.
3,67 x 103 CFU/ml, dengan kontrol (akuades) mutans bersaing secara ekologikal (tempat)
bernilai 33,67 x 103 CFU/ml (Tabel 2). dalam hal kolonisasi permukaan gigi.10 Hal ini
Hambatan interaksi pertumbuhan S. sanguinis diperkuat dengan hasil penelitian Kerth et al
dan S. mutans pada kelompok perlakuan (2005) bahwa jika S. sanguinis lebih dahulu
karena adanya interaksi senyawa aktif diinokulasikan satu malam dalam media cair,
antibakteri yang terkandung dalam ekstrak lalu S. mutans diinokulasikan maka
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). keberadaan S. sanguinis lebih dominan, dan
Ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa sebaliknya. Selanjutnya jika S. sanguinis dan
bilimbi) mengandung senyawa antibakteri S. mutans diinokulasikan secara bersamaan
seperti, triterpenoid, saponin, tannin, maka keberadaan keduanya hampir
flavonoid, dan alkaloid.29 Triterpenoid seimbang.77 Hal ini dikarenakan setiap bakteri
merupakan senyawa antibakteri yang dapat memiliki substansi penghambat bagi bakteri
menghalangi pembelahan sel bakteri dengan satu sama lain, S. sanguinis menghasilkan
731
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
732
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Streptococcus sanguinis in The Oral 22. Walsh LJ. Dental Plaque Fermentation
Cavity Infants: Evidence for A Discrete and Its Role in Caries Risk Assessment.
Window of Infectivity. Infect Immun International Dentistry SA 2005;8(5):34–
2000;68:4018–4023. 40.
11. Truper HG, Clarl SJ. Taxonomic Note: 23. Lamont RJ, Demuth DR, Davis CA,
Necessary Correction of Specific Epithets Malamud D, Rosan B. Salivary-
Formed as Substantive (Noun) "in Agglutinin-Mediated Adherence of
Apposition". International Journal of Streptococcus mutans to Early Plaque
Systematic Bacteriology 1997;47(3):908– Bacteria. Infection and Immunity
909. 1991;59(10):3446–3450.
12. Yamaguchi M, Terao Y, Ogawa T. Role 24. Dennis LS, Kaplan EL. Streptococcal
of Streptococcus sanguinis Sortase A in Infections Clinical Aspects, Microbiology,
Bacterial Colonization. Elsevier and Molecular Pathogenesis. New York:
2006;8:2791–2796. Oxford University Press Inc. 2000; 344–
13. Kolenbrander PE, Andersen RN, Blehert 345.
DS, Egland SG, Foster JS, Palmer J. 25. Laar JHV, Soet JJD, Hogeveen R, Graff
Communication Among Oral Bacteria. JD. Adhesion of Streptococcus mutans to
Microbiology and Molecular Biology Saliva-Coated Hydroxyapatite Formed in
Review 2002;66(3):486–505. Situ in Microtitre Plates. Microbial
14. Diaz PL, Chalmers NI, Rickard AH, Ecology in Health and Disesase
Kong H, Millburn C, Palmer CL. 1996;9:1–8.
Molecular Characterization of Subject- 26. Kriswandini LI. Penentuan Adhesin dan
Specific Oral Microflora During Initial Reseptor Streptococcus mutans yang
Colonization of Enamel. Appl Environ Berperan dalam Patogenesis Karies Gigi.
Microbiol 2007;72:2837–2848. Surabaya: Universitas Air Langga.
15. Kolenbrander PE, London J. Adhere Disertasi 2008.
Today, Here Tomorrow: Oral Bacterial 27. De Smet PAGM. The Role of Plant
Adherence. Journal of Bacteriology Derived Drugs and Herbal Medicines in
1993;175(11):3274–3252. Healthcare. Drugs 1997;54(6):801–840.
16. Marsh PD, Moter A, Devine DA. Dental 28. Anonymous. Belimbing Sayur. Available
Plaque Biofilms: Communities, Conflict, at: http://id.wikipedia.org/wiki/Belimbing
and Control. Periodontology 2000 _sayur. Accessed January, 2013.
2011;55:16–35. 29. Karon B, Ibrahim M, Mahmood A, Huq
17. Corby PM, Weiler JL, Bretz WA, Hart AKMM, Chowdury MMU, Hossain MA.
TC, Aas JA, Boumenna T. Microbial Risk Preliminary Antimicrobial, Cytotoxic,
Indicators of Early Childhood Caries. and Chemical Investigations of Averrhoa
Journal of Clinical Microbiology bilimbi and Ziziphus mauritiana.
2005;43(11):5753–5759. Bangladesh Pharmaceutical Journal
18. Lowe SE, Jain MK, Zeikus G. Biology, 2011;14(2):127–131.
Ecology, and Biotechnological 30. Cowan MM. Plant Products as
Applications of Anaerobic Bacteria Antimicrobial Agents. Clinical
Adapted to Environmental stresses in Microbiology Reviews 1994;12(4):564–
Temperature, pH, Salinity, or Substrates. 582.
Microbiological Reviews 31. Lathifah QA. Uji Efektivitas Ekstrak
1993;57(2):451–509. Kasar Senyawa Antibakteri pada Buah
19. Sivathasundharam B, Raghu AR. Dental Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
Caries. In: Rajendran R, dengan Variasi Pelarut. Malang: Fakultas
Sivathasundharam B, eds. Shafer’s Kimia UIN. Skripsi 2008.
Textbook of Oral Pathology. 6th Ed. India: 32. McNab R, Lamagni T. Oral and Other
Elsevier. 2009; 415–416. Non-β-Haemolytic Streptococci. In:
20. Loesche WJ. Role of Streptococcus Gillespie SH, Hawkey PM, eds. 2nd Ed.
mutans in Human Dental Decay. Principles and Practice of Clinical
Microbial Rev 1986;50:353–380. Bacteriology. London: John Wiley & Son
21. Parija SC. Textbook of Microbiology and Ltd. 2006; 87.
Immunology. Elsevier. 2009; 200.
733
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
33. Lisa G. Review of Literature General 43. Simon L. The Role of Streptococcus
Bacteriological Aspect of Mutans mutans and Oral Ecology in The
Streptococci. Helsinki University. E- Formation of Dental Caries. Journal of
Thesis 2000. Available at: http://ethesis Young Investigators 2000. Available at:
.helsinki.fi/julkaisut/laa/hamma/vk/gronro http://www.jyi.org/issue/the-role-of-
os/ch2.htm. Accessed February 6, 2013. streptococcus-mutans-and-oral-ecology-
34. Nobbs AH, Lamont RJ, Jenkinson HF. in-the-formation-of-dental-caries.
Streptococcus Adherence and Accessed February, 2013.
Colonization. Microbiology and 44. Nishimura J, Saito T, Yoneyama H, Bai
Molecular Biology Review LL, Okumura K, Isogai E. Biofilm
2009;73(3):407–450. Formation by Streptococcus mutans and
35. Skilton CJ, Tagg JR. Production by Related Bacteria. Advances in
Streptococcus sanguis of Bacteriocin- Microbiology 2012;2:208–215.
Like Inhibitory Substances (BLIS) with 45. Kolenbrander PE, Palmer RJ, Periasamy
Activity Against Streptococcus rattus. S, Jakubovics NS. Oral Multispecies
Microbial Ecology in Health and Disease Biofilm Development and The Key of
Journal 1992;2:219–226. Cell-Cell Distance. Nature Review
36. Zhongchun Tong, Liping Dong, Lin Microbiology 2010;8:171–480.
Zhou, Longxing Ni. Nisin Inhibits Dental 46. Roy A, Geetha, Lakshmi T. Averrhoa
Caries-Associated Microorganism in bilimbi Nature’s Drug Store: A
Vitro. Elsevier 2010;31(11):2003–2008. Pharmacogical Review. IJDR
http://www.sciencedirect.com/science/arti 2011;3(3):101–106.
cle/pii/S0196978110003281. Accessed 47. Orwa. Agroforestry Data Base 2009.
November 17, 2012. Averrhoa bilimbi. Available at:
37. Taxonomy browser NCBI. Streptococcus http://www.worldagroforestcentre.org/sea
sanguinis SK1056, Streptococcus mutans /Producets/AFDbase/af/asp/Speciesinfo.a
25175, Averrhoa bilimbi. Available at: sp?SpID=17943. Accessed October,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy. 2012.
Accessed February, 2013. 48. Vera L, Enaide D, Lueci D.
38. Rosa RT, Napimoga MH, Hofling JF, Physicochemical Characteristics of
Goncalves RD, Rosa EA. Clonal Bilimbi (Averrhoa bilimbi). Rev Bras
Diversity of Streptococcus mutans Clarke Frutic Jaboticabal 2001;23(2):421–423.
(1924) in Caries-Free Adults. Estud 49. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat
Biolog 2005;27(58):49–51 Indonesia. Edisi 5. Jakarta: Pustaka
39. Wan AKL, Seow WK, Bird PS. Bunda. 2008; 6–7.
Comparison of Five Selective Media for 50. Soenanto H. 100 Resep Sembuhkan
The Growth and Enumeration of Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas.
Streptococcus mutans. Australian Dental Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Journal 2002;47(1):21–28. 2009; 53.
40. Anonymous. Streptococcus mutans. 51. Seideman J. World Spice Plants. New
Available at: http://microbewiki.kenyon York: Springer. 2005; 59.
.edu/index.php/Streptococcus_mutans. 52. Anonymous. Belimbing wuluh (Averrhoa
Accessed Februari, 2013. bilimbi). Available at: http://www
41. Nobuo O, Masanobu N, Yukata T, .plantamor.com/index.php?plant=164.
Ryutaro I, Atsuo S, Tomoko S. Pili of Accessed October, 2012.
Oral Streptococcus sanguinis Binds to 53. Tan BK, Tan CH, Pushparaj PN. Anti-
Salivary Amylase and Promote The Diabetic Activity of The Semi-Purified
Biofilm Formation. Elsevier Microbial Fractions of Averrhoa bilimbi in High Fat
Pathogenesis 2011;50:148–154. Diet Fed-Streptozotocin-Induced Diabetic
42. Liu J, Wu C, Huang I, Merrit J, Qi F. Rats. Life Science 2005;76(24):2827–
Differential Response of Streptococcus 2839.
mutans Towards Friend and Foe in 54. Yusuf R. Belimbing Wuluh. Available at:
Mixed-Species Cultures. Microbiology http://ronnyyusuf88.blogspot.com/2011/1
2011;157:2422–2444. 2/belimbing-wuluh-averrhoa-bilimbi-
l.html. Accessed September, 2012.
734
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
55. Ahsan. Belimbing Wuluh. Available at: 66. Bauer AW, Kirby WM, Sherris JC, Turck
http://ahsanfile.com/2011/04/20/mengena M. Antibiotic Susceptibility Testing by
l-belimbing-wuluh-foto-gambar- Standardized Single Disk Method. Am J
belimbing-sayur-averrhoa-bilimbi/. Clin Path 1966;45(4):493–496.
Accessed September, 2012. 67. Lalitha MK. Manual on Antimicrobial
56. Kumar AS, Kavimani S, Jayaveera KN. Susceptibility Testing. Indian Association
Review on Medical Plants with Potensial of Medical Microbiologist 2004;1–47.
Antidiabetic Activity. International 68. Reynolds J, Farinha M. Counting
Journal of Phytopharmacology Bacteria. Richard Colledge 2005;1–10.
2011;2(2):53–60. 69. Tim Mikrobiologi. Penuntun Praktikum
57. Ambili S, Subramoniam A, Nagarajan Mikrobiologi. Fakultas Biologi.
NS. Studies on The Antihyperlipidemic Universitas Jenderal Soedirman. 2008.
Properties of Averrhoa bilimbi Fruit in 70. Baum L, Phillips RW, Lund MR. Buku
Rats. Planta Medica 2009;75(1):55–58. Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Edisi 3.
58. Chung PY, Navaratnam P, Chung LY. Jakarta: Penerbit EGC. 1997; 117–122.
Synergistic Antimicrobial Activity 71. Prashant GM, Chandu GN, Murulikrishna
Between Pentacyclic Triterpenoids and KS, Shafiulla MD. The Effect of Mango
Antibiotic Against Staphylococcus aureus and Neem Extract on Four Organisms
Strains. Annals of Clinical Microbiology Causing Dental Caries: Streptococcus
and Antimicrobial 2011;10(25):1–6. mutans, Streptococcus salivavius,
59. Rosyidah K, Nurmuhaimina SA, Komari Streptococcus mitis, and Streptococcus
N, Astuti MD. Aktivitas Antibakteri sanguis: an in Vitro Study. Indian J Dent
Saponin dari Kulit Batang Tumbuhan Res 2007;18(4):148–151.
Kasturi (Mangira casturi). Bioscientiae 72. Sulistyowati, Widyasturi A. Pemanfaatan
2010;7(2):25–31. Centella asiatica sebagai Bahan
60. Poeloengan M, Praptiwi. Uji Aktivitas Antibakteri Salmonella typhi. Stigma J of
Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis Science 2008;2:5–10.
(Garcinia mangostana). Media Litbang 73. Yuwono T. Biologi Molekular. Surabaya:
Kesehatan 2010;20:65–69. Erlangga. 2007; 30–31.
61. Hayati EK, Fasyah AG, Sa’adah L. 74. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG.
Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Biologi. Surabaya: Erlangga. 2000; 57–
Tanin pada Daun Belimbing Wuluh 60.
(Averrhoa bilimbi). Jurnal Kimia 75. Wood BJB, Holzapfel WH. The Genera
2010;4(2):193–200. of Lactid Acid Bacteria. 2nd Ed. London:
62. Handa SS. An Overview of Extraction Chapman & Hall. 1995: 57,107–109.
Techniques for Medicinal and Aromatic 76. Lay BW. Analisis Mikroba di
Plants. In: Handa SS, Khanuja SPS, Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo
Longo G, Rakesh DD, eds. Extraction Persada.1994; 55–59.
Technologies for Medicinal and Aromatic 77. Kerth J, Merrit J, Shi W, Qi F.
Plants. Trieste: ICS-UNIDO. 2008; 22– Competition and Coexistence Between
24. Streptococcus mutans and Streptococcus
63. Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G, sanguinis in Dental Biofilm. Journal of
Kaur H. Phitochemical Screening and Bacteriology 2006;187(21):7193–7203.
Extraction: A Review. Internationale 78. Nes IF, Dzung BD, Holo H. Bacteriocin
Pharmaceutica Sciencia 2011;1(1):105– Diversity in Streptococcus and
106. Enterococcus. Journal of Bacteriology
64. Remington JP. Remington The Science 2007;189(4):1189–1198.
and Practice of Pharmacy. 21th Ed. 79. Mutaminnah BQ. Uji Aktivitas
Philadelphia: Lippincott Williams & Antibakteri dari Asap Cair Sekam Padi
Wilkins. 2006; 221–222. Grade I terhadap Beberapa Bakteri
65. James HJ, Mary JF. Antimicrobial Pencemar Pangan. FMIPA. Universitas
Susceptibility Testing: A Review of Mataram. Skripsi 2010.
General Principles and Contemporary 80. Nugroho A. Ensiklopedia Otomotif.
Practices. Medical Microbiology Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2009;49:1749–1755. 2005; 12.
735
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
736
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
*
Magister Ilmu Kebencanaan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
**
Program Studi Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala
***
Magister Ilmu Tanah dan Pesisir Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK
Beberapa faktor penyebab utama timbulnya banyak korban akibat bencana gempa adalah karena
kurangnya pengetahuan kepala keluarga tentang bencana dan kurangnya kesiapan kepala keluarga
dalam mengantisipasi bencana tersebut. Oleh karena itu, untuk meminimalisir risiko bencana harus
menjadi bagian terpadu dengan kepala keluarga. Jenis penelitian berbentuk deskriptif dengan metode
penelitian menggunakan sequential exploratory yang bertujuan untuk mendapatkan kajian tentang
pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi ancaman bencana gempa bumi. Pengumpulan data
telah dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2015 di Kecamatan Baitussalam Kabupaten
Aceh Besar. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu cluster sampling pada 381
responden kepala keluarga di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner, pengolahan dan analisis data secara manual dengan menggunakan rumus
p = × 100% untuk melihat sejauh mana pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi bencana
gempa bumi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi
ancaman bencana gempa bumi di Kecamatan Baitussalam sudah baik, dari 381 responden hanya 46
responden yang masih kurang dalam memahami pengetahuan kebencanaan.
ABSTRACT
Some of the factors leading causes of many victims of the earthquake is due to lack of knowledge
about the family's head of disaster preparedness and lack of family heads in anticipation of the
disaster. Therefore, to minimize the risk of disasters should be an integral part of the family head.
Type a descriptive research by using sequential exploratory research method that aims to get the study
of knowledge heads of families in the face of the threat of earthquakes. Data collection was conducted
in January to February 2015 in the district of Aceh Besar district Baitussalam. How to sampling in
this research cluster sampling on 381 respondents heads of families in the Aceh Besar District. The
instrument used was a questionnaire, processing and analysis of data manually by using the formula
p = × 100% to see the extent to which knowledge of the head of the family in the face of the
earthquake. The result showed that the knowledge of the head of the family in the face of the threat of
earthquakes in the district has been good Baitussalam of 381 respondents only 46 respondents who
are still lacking in understanding the knowledge of disaster.
737
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
738
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
739
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
Gambar 1. Peta Pusat Gempa Bumi di Kabupaten Aceh Besar Tanggal 22 Oktober 2012 Pukul 12:40:34 WIB
(Sumber: Kementerian ESDM/ Badan Geologi)
740
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
741
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
8000
JUMLAH PENDUDUK 7000 7123
6000
5000
4000
3000
2000 2004 1849
1000 1104 1013 983 1121 960
566 662 786
474 336
0
140
120 119
105
100
JUMLAH RESPONDEN
80
74
60
45
40 38
20
0
PNS PHL PEDAGANG NELAYAN PBB
742
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
120
71,43 71,43
66,66
60 61,53
40
25
20
Gambar 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015
bencana gempa bumi. Kesimpulan ini penelitian, peneliti lebih banyak mengambil
didasarkan dari jawaban responden pada sampel pada pedagang.
distribusi per kampung di Kecamatan
Baitussalam Kabupaten Aceh Besar diketahui KESIMPULAN
bahwa sebagian besar pertanyaan tentang Dari penelitian dapat disimpulkan
pengetahuan kebencanaan gempa bumi bahwa pengetahuan kepala keluarga terhadap
terdapat 335 kepala keluarga dari 381 ancaman bencana gempa bumi di Kecamatan
responden yang menjawab benar. Baitussalam tergolong baik (persentase
Penelitian LIPI-UNESCO/ISDR (2006) 87,92%), terbukti bahwa pada saat gempa
tentang kesiapsiagaan masyarakat Aceh bumi melanda Aceh pada 11 April 2012 semua
menghadapi bencana, menunjukkan bahwa kepala keluarga menyuruh anggota
pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap keluarganya untuk mengungsi pada daerah
tingkat kesiapsiagaan menghadapi bencana yang aman dan terkendali.
pada masyarakat pedesaan Aceh. Dengan hasil
penelitian ini maka semakin memperkuat DAFTAR PUSTAKA
bahwa pengetahuan masyarakat tentang 1. BNPB. Tentang Penanggulangan
bencana merupakan salah satu komponen Bencana. 2011.
penting dalam pengurangan dampak risiko 2. BRR NAD – NIAS. Identifikasi Bencana.
bencana. Banda Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam.
Dalam penelitian ini pedagang 2009.
menempati urutan terbanyak dalam hal 3. Danny. Sumatra Rawan Gempa Bumi.
pekerjaan responden dan yang paling sedikit Puslit Geoteknologi LIPI. 2009.
responden ditempati oleh pekerja pada 4. Departemen Sosial RI. Memberdayakan
pembuatan batu-bata. Bila dilihat dari hasil Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat
penelitian, pekerjaan hal yang sangat Terpencil. 2006.
mempengaruhi pengetahuan kepala keluarga 5. Depkes RI. Tentang Pusat Penanganan
terhadap bencana gempa bumi. Dilihat dari Krisis. 2008.
pekerjaan yang mendominasi masyarakat di 6. ESDM. Gempa Bumi dan Tsunami.
Kecamatan Baitussalam lebih banyak pada Bandung. 2010.
pembuatan batu-bata dan nelayan karena di 7. LIPI-UNESCO/ISDR. Kajian
Kecamatan Baitussalam banyak terdapat dapur Kesiapsiagaan Masyarakat dalam
batu-bata dan dekat dengan laut. Pada saat Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi &
743
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744
744
ISSN: 2085-546X
Petunjuk Bagi Penulis
Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yang Pendahuluan (tanpa subjudul)
terbit dua kali setahun, Juni dan Desember. Artikel yang Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan
diterima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan Penutup (kesimpulan dan saran)
yang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer- Daftar pustaka
review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberi 3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yang
kesempatan untuk memperbaikinya. cukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangan
sejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,
CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian original Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.
yang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dan 4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkan
kedokteran. CDJ juga menerima tinjauan pustaka, dan laporan bersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.
kasus. 5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secara
rinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,
Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernah ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.
dipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerima 6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judul
artikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk
bersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh huruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas dari
penulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel. halaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.
7. Nama dan alamat penulis. Nama penulis tanpa gelar dan
1. Artikel Penelitian alamat atau lembaga tempat bekerja ditulis lengkap dan
Tatacara penulisan: jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon, nomor
Judul dalam bahasa Indonesia facsimile, dan alamat e-mail.
Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris, 8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untuk
dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah para profesional yang membantu penyusunan naskah,
maksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel, termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukungan
ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembaca umum dari suatu institusi.
memahami tentang aspek baru atau penting tanpa 9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan
harus membaca seluruh isi artikel. Diketik dengan aturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuai
spasi tunggal satu kolom. dengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secara
Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang sama super script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.
dengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapat Bila pengarang lebih dari 6 orang, maka disebutkan 6
membantu penyusunan indek. nama pengarang kemudian baru at al/dkk. Bila kurang
Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times New dari 6 orang maka disebutkan semua nama pengarangnya.
Roman ukuran 11 point, spasi satu dan dibuat dalam - Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical
bentuk dua lajur (page layout) intervation for speech rehabilitation in Parkinson
Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambar disease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.
harus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5 - Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied Oral
x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm, Physiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.
jumlah halaman maksimum 12. Laporan tentang - Book Section: Shklar G, Carranza FA. The Historical
penelitian pada manusia harus memperoleh Background of Periodontology. In: Carranza's Clinical
persetujuan tertulis (signed informed consent). Periodontology (Newman MG, Takei HH, Klokkevold
Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalah PR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: Saunders
sebagai berikut: Elsevier, 2006: 1-32.
Judul - Website : Almas K. The antimicrobial effects of seven
Nama dan alamat penulis serta alamat email different types of Asian chewing sticks. Available in
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris http://www.santetropicale.com/resume/49604.pdf
Kata kunci Accessed on April, 2004.
Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar 10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalam
belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan bentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan program
masalah/tujuan penelitian). yang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulan
Bahan dan Metode sebelum bulan penerbitan kepada:
Hasil Ketua Dewan Penyunting
Pembahasan Cakradonya Dental Journal (CDJ)
Kesimpulan dan Saran Fakultas Kedokteran Gigi -Unsyiah
Ucapan terima kasih Darussalam Banda Aceh 23211
Daftar Pustaka. Telp/fax. 0651-7551843
2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasil 11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan
penelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan atau diberitahukan melalui email. Penulis yang artikelnya
buku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dan dimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak 1 (satu)
kesehatan mutakhir memuat: eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akan
Judul dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.
Nama penulis
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris