You are on page 1of 74

ISSN: 2085-546X

CAKRADONYA DENTAL JOURNAL

Alamat Redaksi:
Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah
Darussalam Banda Aceh 23111. Tel. 0651-7555183
Website: cdj.pskg.fk.unsyiah.ac.id
email: cakradonyadentaljournal@gmail.com

Pelindung:
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Penanggung Jawab:
Pembantu Dekan I FKG Unsyiah

Ketua Penyunting:
Sunnati, drg, Sp.Perio

Wakil Ketua Penyunting:


Rafinus Arifin, drg, Sp.Ort

Penyunting Ahli:
Prof. drg. Bambang Irawan, PhD (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp.KG (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Elza Ibrahim Auekari, M. Biomed (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho (FKG UNPAD)
Prof. drg. Ismet Danial Nasution, Sp. Prostho, Ph.D (FKG USU)
Prof. Dr. drg. Benny S Latief, Sp.BM (K) (UI)
Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Perio (FKG UI)
drg. Gus Permana Subita, PhD, Sp.PM (FGK UI)
Prof. Dr. drg. Hanna B. Iskandar, Sp.RKG (FKG UI)
Prof. Dr. drg. Retno Hayati, Sp.KGA (K) (FKG UI)
Dr. Syahrul, Sp.S (FK Unsyiah)
drg. Zaki Mubarak, MS (FKG Unsyiah)

Penyunting Pelaksana:
Liana Rahmayani, drg, Sp.Pros
Abdillah Imron Nasution, drh, M.Si
Viona Dian Sari, S.si, M.Si
Diana Setya Ningsih, drg, M.Si

Pelaksana Tata Usaha:


Nurmalawati, ST
Aulia Azmi, SE
ISSN: 2085-546X

EDITORIAL

Cakradonya Dental Journal (CDJ) yang diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala merupakan media komunikasi ilmiah antar intelektual yang akan
menjadi referensi bagi mahasiswa dan praktisi Kedokteran Gigi. Sebagaimana volume
sebelumnya, volume ini masih mengangkat isu seputar teknologi pengembangan ilmu
kedokteran gigi, aplikasi, dan korelasi ilmu kesehatan terintegrasi. Pada volume 6 nomor 2
ini mencakup penelitian, laporan kasus, dan tinjauan pustaka yang di dalamnya mencukup
bidang Konservasi, Biologi Oral, Kesehatan Masyarakat, Ortodonsia, Pedodonsia dan
Dental Material.
Tulisan yang tersaji dari berbagai artikel tersebut secara keilmiahan telah
dilakukan pengeditan oleh tim ahli sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, namun jika
pada artikel tersebut masih terjadi kesalahan, maka akan dijadikan referensi kami untuk
perbaikan edisi selanjutnya. Secara keseluruhan informasi yang tersampaikan dalam jurnal
CDJ volume 6 nomor 2 telah mewakili pengembangan ilmu kedokteran gigi.
Ucapan terima kasih kepada penulis atas kepercayaan memilih CDJ sebagai wadah
publikasi ilmiah. Kepercayaan anda ini akan menjadi tantangan bagi kami untuk selalu
memperbaharui dan memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jurnal CDJ menjadi
lebih baik.

Banda Aceh, Desember 2014


Ketua Penyunting

Sunnati, drg, Sp.Perio


ISSN 2085-546X

DAFTAR ISI

Perubahan Warna Resin Komposit Mikrohibrid Setelah Pemutihan


Dengan Hidrogen Peroksida 15% ...........................................................................................678
Kholidina Imanda Harahap, Astrid Yudhit, Sefty Aryani Harahap

Perawatan Pseudo Maloklusi Klas III Pada Masa


Gigi Bercampur (Laporan Kasus) .............................................................................................682
Hilda Fitria Lubis

Pengaruh Kopi Arabika (Coffea arabica) Dan Kopi Robusta (Coffea canephora)
Terhadap Viskositas Saliva Secara In Vitro ...........................................................................687
Santi Chismirina, Ridha Andayani, Rosdiana Ginting

Antibiotik Dalam Dunia Kedokteran Gigi..............................................................................692


Hijra Novia Suardi

Peran Kondisioner Pada Adhesi Bahan Restorasi Semen Ionomer Kaca


Dengan Struktur Dentin (Tinjauan Pustaka)............................................................................699
Suzanna Sungkar

Hubungan Lama Pengadukan Dengan Setting Time Dan Kekuatan


Kompresi Dental Stone .............................................................................................................706
Nila Kasuma, Denas Symond, Danu Prianto

Menilai Kualitas Hidup Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Mulut


Anak Berusia 12 Tahun: Validitas COHIP-SF Versi Indonesia ..........................................711
Youla Karamoy, Risqa Rina Darwita, Diah Ayu Maharani

Klinis Restorasi Resin Komposit Pada Kavitas Klas I


Pasca Penumpatan Tiga Tahun ...............................................................................................720
Lisa Triwardhani, Martha Mozartha, Trisnawaty

Pengaruh Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Interaksi


Streptococcus sanguinis Dan Streptococcus mutans Secara In Vitro .....................................727
Ridha Andayani, Santi Chismirina, Iga Kumalasari

Kajian Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga Dalam Menghadapi Bencana


Gempa Bumi Di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar ......................................737
Fahrevy, Sri Adelila Sari, Indra
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PERUBAHAN WARNA RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID SETELAH


PEMUTIHAN DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA 15%

Kholidina Imanda Harahap, Astrid Yudhit, Sefty Aryani Harahap

Departemen Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Sekarang ini dental estetik berkembang dengan maju dan salah satunya adalah berkaitan dengan
warna gigi. Pasien lebih memilih restorasi yang memiliki warna seperti warna gigi aslinya ataupun
menjalani pemutihan gigi untuk mendapatkan warna yang lebih terang sehingga mungkin saja pasien
yang memiliki tambalan resin komposit akan melakukan pemutihan gigi juga. Oleh karena itu, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 15% terhadap
perubahan warna resin komposit mikrohibrid. Penelitian ini menggunakan 25 sampel resin komposit
mikrohibrid warna A3 dengan diameter 7 mm dan tebal 2 mm. Pengamatan warna dilakukan pada
seluruh sampel sebelum dan setelah perlakuan dengan menggunakan shade guide dan diberikan skor
untuk setiap hasil pengamatan. Aplikasi bahan pemutih hidrogen peroksida 15% dilakukan selama 20
menit dan perlakuan diulang untuk 10 hari. Hasil analisis statistik uji t-dependent menunjukkan
perbedaan signifikan antar kelompok (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah perubahan
warna resin komposit mikrohibrid yang signifikan antara sebelum dan setelah perlakuan

Kata kunci: perubahan warna, resin komposit mikrohibrid, pemutihan gigi, hidrogen peroksida

ABSTRACT
Dental aesthetics growing advanced nowdays and one of it is a concern of tooth color. Patients will
prefer a tooth-colored material such as composites resin as a restoration and bleaching the tooth due
to have a brighter tooth color. Moreover, patient with composites resin filling could be done a
bleaching treatment. So, the aim of this study is to evaluate the effect of 15% hydrogen peroxide as
bleaching agent to the color changes of microhybrid composite resin. Total of 25 resin composite
samples with 7 mm in diameter and 2 mm in thickness with A3 shade was used in this study.
Hydrogen peroxide 15% was applicated on sample surface for 20 minutes and re-apply in 10 days.
Before and after treatment color of the samples are visualized and observed using VITA Classic
Shade Guide and then scored. Statistical analysis using t-test dependent shows significant differences
among the groups (p<0.05). There is a color changes on microhybrid composite resin after bleached
with 15% hydrogen peroxide.

Key words: colour change, microhybrid composite resin, bleaching, hydrogen peroxide

678
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN karbamid peroksida 16% memiliki pengaruh


Dental estetik mengalami yang signifikan terhadap perubahan warna
perkembangan yang maju sekarang ini. Pasien resin komposit hibrid.6
lebih memilih bahan-bahan sewarna gigi untuk Tujuan penelitian ini adalah untuk
merestorasi ataupun mengganti giginya yang mengevaluasi efek hidrogen peroksida 15%
rusak atau hilang. Begitu juga dengan terhadap perubahan warna resin komposit
keinginan untuk memiliki warna gigi yang mikrohibrid.
lebih terang atau putih untuk keestetisannya.
Salah satu perawatan konservatif yang dapat PENDAHULUAN
digunakan dalam mengatasi permasalahan Bahan penelitian yang digunakan adalah
warna gigi adalah dengan melakukan bahan restorasi resin komposit mikrohibrid
pemutihan gigi. Pemutihan gigi merupakan (Glacier, SDI, Ireland, lot. 131220, exp. 2018-
suatu teknik untuk memutihkan ataupun 12) dengan warna A3 dan bahan pemutih gigi
membuat warna gigi lebih terang dari aslinya yang mengandung hidrogen peroksida 15%
dengan memakai bahan tertentu. Bahan (Opalescence, Go, Ultradent, USA, lot. 4638-
pemutih yang umum digunakan pada gigi vital B9S2Z, exp. 2015-12).
adalah hidrogen peroksida dan karbamid Sampel sebanyak 20 buah dibuat dari
peroksida. Bahan-bahan ini bervariasi dalam resin komposit yang diambil secukupnya
konsentrasi, dengan semakin tinggi dengan instrumen plastis dan dimasukkan ke
konsentrasi maka hasil pemutihan yang dalam mould berbentuk cincin dari karet
didapatkan akan semakin maksimal, ditandai dengan diameter 7 mm dan ketebalan 2 mm.
dengan warna yang lebih terang dari warna Kemudian ditutup dengan cellophane strip dan
awal.1 object glass dan ditahan dengan beban 10 g
Resin komposit merupakan salah satu selama 1 menit agar didapatkan permukaan
alternatif untuk merestorasi gigi yang rusak yang datar. Polimerisasi dilakukan dengan
karena memiliki nilai estetis yang baik, yaitu penyinaran selama 20 detik dengan ujung
memiliki pilihan warna yang menyerupai light-cure unit menempel pada object glass
warna gigi asli. Pemakaian resin komposit saat dan arah sinar tegak lurus pada kedua
ini banyak diminati karena resin komposit permukaan sampel (atas dan bawah).
tersedia dalam berbagai warna yang dapat Kemudian sampel disimpan di dalam wadah
disesuaikan dengan warna gigi masing-masing gelap tertutup selama 24 jam sebelum
individu.2,3 Warna-warna tersebut biasanya perlakuan pemutihan.
disimbolkan dengan A1, A2, A3, A3,5, B1, Pengamatan warna dilakukan sebelum
B2, B3, dan seterusnya, dengan perbedaan dan setelah perlakuan dengan menggunakan
shade tersebut berdasarkan warna paling VITA Classic shade guide di bawah sinar
terang ke gelap. matahari dan diberi skor untuk setiap hasil
Resin komposit dapat terpapar dengan pengamatan. Skor warna ditentukan dengan
bahan pemutih apabila dilakukan prosedur mengurutkan warna shade guide dari yang
pemutihan pada gigi yang terdapat restorasi paling terang ke paling gelap, yaitu B1, A1,
resin komposit. Hal ini akan mempengaruhi B2, D2, A2, C1, C2, D4, A3, D3, B3, A3,5,
kestabilan warna resin komposit. Beberapa B4, C3, A4, C4 dengan urutan skor yaitu 1, 2,
penelitian terdahulu telah mendapatkan efek 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16.7
bahan pemutih gigi terhadap warna resin Pengamatan dilakukan oleh tiga orang
komposit. Ameri et al (2010) melaporkan pengamat dan nilai skor dari tiga pengamat
bahwa hidrogen peroksida 15% akan dirata-ratakan.
mengakibatkan perubahan warna pada Perlakuan pemutihan dilakukan dengan
beberapa warna resin komposit yang berbeda, mengaplikasikan gel bahan pemutih gigi
yaitu A1, A2, dan A3,5. Diperoleh bahwa hidrogen peroksida 15% dan dibungkus
warna A3,5 mengalami perubahan warna yang dengan plastik (wrapping plastic) untuk
terbesar.4 Turker et al (2013) mendapatkan menyerupai penggunaan tray sehingga bahan
perubahan warna yang signifikan dari resin pemutih berkontak erat dengan permukaan
komposit fine particle hybrid, ormocer, dan resin komposit dan dibiarkan selama 20 menit
nanohibrid setelah dilakukan pemutihan pada suhu kamar. Kemudian sampel dicuci
dengan karbamid peroksida 16, 17, dan 20%.5 dengan air dan dikeringkan lalu sampel
Selain itu, Al-Jubori (2013) mendapatkan disimpan kembali dalam wadah yang berisi

679
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

akuades dan disimpan dalam wadah tertutup diaplikasikan pada permukaan resin komposit
pada suhu kamar sampai perlakuan berikutnya. maka hidrogen peroksida sebagai agen
Perlakuan pemutihan diulang setiap hari pengoksidasi yang memiliki radikal bebas
selama 10 hari. Setelah hari ke-10 dilakukan dengan elektron yang tidak berpasangan akan
pengamatan warna dan penskoran. Data mengoksidasi resin komposit. Lebih lanjut,
dianalisis dengan menggunakan uji t resin komposit akan mengalami proses reduksi
berpasangan untuk melihat pengaruh bahan dengan menerima elektron dari hidrogen
pemutih hidrogen peroksida 15% terhadap peroksida.1
perubahan warna resin komposit. Pada proses pemutihan, hidrogen
peroksida berdifusi melalui matriks resin
HASIL PENELITIAN komposit. Hal ini karena radikal bebas
Hasil yang diperoleh menunjukkan memiliki elektron yang tidak berpasangan,
terdapat perubahan warna resin komposit radikal bebas menjadi lebih elektrofilik dan
mikrohibrid setelah diaplikasikan bahan tidak stabil sehingga akan menyerang molekul
pemutih gigi hidrogen peroksida 15% selama organik lain untuk mendapatkan kestabilan
10 hari. Perubahan warna yang terjadi pada dengan menciptakan radikal yang lain.
sampel adalah warna awal A3 dengan skor 9 Radikal-radikal ini dapat bereaksi dengan
berubah menjadi warna akhir C2 dengan skor sebagian besar ikatan karbon yang
7 (Tabel 1). Maka dapat dinyatakan bahwa unsaturated, menghasilkan kegagalan
terjadi perubahan warna resin komposit konjugasi elektron dan mengubah penyerapan
menjadi lebih terang setelah diaplikasikan energi molekul organik pada matriks. Molekul
bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 15%. yang lebih sederhana akan merefleksikan sinar
Analisis statistik uji t berpasangan yang lebih sedikit, menjadikan proses
menunjukkan adanya perubahan warna yang pemutihan berhasil.1 Proses ini terjadi ketika
signifikan antara warna awal dengan warna bahan pengoksidasi bereaksi dengan bahan
akhir setelah prosedur pemutihan pada sampel organik pada resin komposit. Selama proses
(p=0,000) sehingga dapat dinyatakan bahwa awal pemutihan komponen cincin karbon
hidrogen peroksida 15% dapat mempengaruhi dengan pigmentasi tinggi akan terbuka dan
warna resin komposit mikrohibrid. berubah menjadi rantai yang berwarna lebih
terang. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa
PEMBAHASAN aplikasi hidrogen peroksida sebagai bahan
Pengamatan warna pada penelitian ini pemutih pada resin komposit akan mengurangi
menggunakan skala VITA shade yang skor warna resin komposit, dari gelap menjadi
merupakan teknik penentuan warna paling lebih terang.
sering digunakan di klinik. Teknik ini cepat, Hasil yang sama juga didapatkan oleh
gampang, dan telah digunakan pada berbagai peneliti sebelumnya. Ameri et al (2010)
penelitian.7 melaporkan bahwa terjadi perubahan warna
Proses dasar pada teknik pemutihan yang bermakna pada resin komposit
adalah melalui proses oksidasi. Bahan pemutih mikrohibrid setelah diputihkan dengan
dapat masuk ke dalam struktur resin komposit karbamid peroksida 15%.4
dan melepaskan molekul-molekul yang Ada beberapa faktor yang
mengandung diskolorasi. Pada reaksi oksidasi mempengaruhi perubahan warna pada proses
reduksi akan terjadi proses pelepasan. Warna pemutihan, yaitu pembersihan permukaan
resin komposit dapat berubah jika terjadi yang akan diaplikasikan, konsentrasi hidrogen
oksidasi.2,3 Ketika bahan pemutih peroksida, waktu pemutihan, dan isolasi

Tabel 1. Perbedaan Rerata Skor Perubahan Warna Resin Komposit Mikrohibrid Setelah Diaplikasikan
Hidrogen Peroksida 15%

Rerata Skor
Kelompok n p
Awal Akhir

Kelompok resin komposit mikrohibrid dengan pengaplikasian


20 9 7 .000*
hidrogen peroksida 15%
*terdapat perbedaan yang bermakna uji t berpasangan

680
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

lingkungan.1 Pada penelitian ini, warna awal 9. Wattanapayungkul P, Yap AUJ. Effect of
resin komposit mikrohibrid adalah A3. Setelah in-Office Bleaching Products on Surface
diaplikasikan bahan pemutih gigi hidrogen Finish of Tooth-Colored Restoration.
peroksida 15%, warna resin komposit Operative Dentistry Journal
mikrohibrid berubah menjadi D2 dan terlihat 2003;28(1):15–19.
lebih terang. Perubahan warna resin komposit
mikrohibrid mengalami kenaikan sebanyak 5
tingkat. Semakin lama waktu aplikasi bahan
pemutih gigi maka akan didapatkan warna
yang lebih terang dari sebelumnya. Walaupun
konsentrasi hidrogen peroksida yang
digunakan hanya 15%, akumulasi waktu
pengaplikasian bahan pemutih cukup panjang,
yaitu 200 menit (20 menit per hari selama 10
hari).

KESIMPULAN
Bahan pemutih gigi hidrogen peroksida
15% dapat mengubah warna resin komposit
mikrohibrid menjadi lebih terang
dibandingkan warna sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Goldstein RE, Garber DA. Complete
Dental Bleaching. Hongkong:
Quintessence Publishing. 1995.
2. Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’s
Restorative Dental Materials. 13th Ed.
Missouri: Mosby Inc. 2013; 213–234.
3. Powers JM. Dental Materials Properties
and Manipulation. 9th Ed. Missouri:
Mosby Inc. 2008; 69–93.
4. Ameri H, Chasteen JE, Ghavahmnasiri M,
Torkzadeh M. Effect of A Bleaching
Agent on The Color Stability of A
Microhybrid Resin Composite. Rev Clin
Pseq Odontol 2010;6(3):215–221.
5. Turker SB, Mandali G, Bugurman B,
Sener ID, Alkumru HN. Color Stability of
Different Composite Resin Materials
Bleached with Three Bleaching Agents.
Marmara Dental Journal 2013;1:9–15.
6. Al-Jubouri SH. The Effect of Bleaching
on The Color Stability and Microhardness
of Tooth-Colored Restorative Materials.
Al-Rafida in Dent J 2013;13(2):184–191.
7. Ameida LCAG. Clinical Evaluation of
The Effectiveness of Different Bleaching
Therapies in Vital Teeth. Int J
Periodontics Restorative Dent
2012;32:303–309.
8. Pruthi G, Jain V. Effect of Bleaching on
Color Changes and Topography of
Composite Restorations. International
Journal of Dentistry 2010;1–7.

681
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PERAWATAN PSEUDO MALOKLUSI KLAS III


PADA MASA GIGI BERCAMPUR
(LAPORAN KASUS)

Hilda Fitria Lubis

Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Pseudo maloklusi Klas III biasanya ditandai dengan hubungan skeletal Klas I atau Klas III ringan,
gigi insisivus maksila yang retroklinasi dengan posisi gigi insisivus bawah yang tegak pada tulang
basal, gigi insisivus yang berada pada hubungan edge to edge saat relasi sentrik, dan gigitan silang
anterior pada oklusi sentrik. Perawatan dini pada kasus pseudo maloklusi Klas III sangat
direkomendasikan dikarenakan untuk mencegah maloklusi menjadi lebih parah. Berbagai teknik
perawatan dapat digunakan dalam mengatasi pseudo maloklusi Klas III pada masa gigi bercampur
salah satunya dengan inverted labial bow. Pasien laki-laki berusia 10 tahun datang ke departemen
Ortodonti RSGMP FKG USU dengan keluhan utama gigi atas depan masuk ke belakang gigi bawah.
Perubahan hasil perawatan diperoleh dalam waktu 3 bulan dengan menggunakan piranti inverted
labial bow. Piranti ini mudah dibuat, efisien dan dapat ditoleransi baik oleh pasien.

Kata kunci: pseudo maloklusi Klas III, inverted labial bow, masa gigi bercampur

ABSTRACT
Pseudo Class III malocclusion normally indicated along with class I skeletal or mild class III skeletal,
retroclination of maxilla incisor with mandible incisor in upright position at the basal bone, incisors at
the edge to edge relation during centric relation and anterior crossbite during centric occlusion. Early
treatment for pseudo Class III malocclusion is recommended to prevent worsen of malocclusion.
There are various of treatment technique that can be used to overcome pseudo Class III malocclusion
during mixed dentition period. One of the treatment is by using inverted labial bow. A boy aged 10
came to department of orthodontics RSGMP FKG USU with a chief complaint of his maxillary
anterior teeth located behind the mandible anterior teeth. There was a change result treatment using
inverted labial bow appliance for 3 months. This appliance is easy to make, efficient and able to
tolerate by patient.

Key words: pseudo Class III malocclusion, inverted labial bow, mixed dentition

682
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN untuk menghindari efek samping dari


Ketika berhadapan dengan maloklusi pertumbuhan skeletal wajah. Perawatan dapat
Klas III, kebingungan dapat timbul karena tiga dengan piranti lepasan atau cekat. Turley
tipe maloklusi dapat memiliki penampilan (1993) merekomendasikan untuk mengatasi
yang sama seperti maloklusi Klas III skeletal kasus tersebut dengan perawatan ortopedik,
yang sebenarnya, crossbite anterior sederhana, yaitu ekspansi palatal dan protraksi headgear.
dan pseudo maloklusi Klas III. Masing-masing Tsai menyarankan penggunaan rapid palatal
memiliki etiologi berbeda yang membedakan expansion dan piranti edgewise standar untuk
ketiga jenis maloklusi tersebut. Tipe pertama merawat crossbite anterior pada pasien berusia
maloklusi Klas III skeletal yang sebenarnya 7 tahun. Rabie dan Gu (2000) telah
(true skeletal) menurut Angle (1990) bahwa menjelaskan metode sederhana untuk
posisi gigi molar pertama bawah terletak lebih perawatan dini pseudo maloklusi Klas III pada
ke mesial daripada gigi molar pertama atas. masa gigi bercampur dengan piranti cekat.6,7
Hal ini terjadi karena diskrepansi skeletal yang Laporan kasus ini bertujuan untuk
ditandai dengan mandibula prognasi dan menggambarkan sebuah cara untuk merawat
maksila normal, maksila retrognasi dan maloklusi pseudo Klas III dengan
mandibula normal atau kombinasi maksila menggunakan piranti inverted labial bow yang
retrognasi dan mandibula prognasi. Komponen dimodifikasi seperti yang digambarkan oleh
dental biasanya ditandai dengan gigi insisivus Wang pada tahun 1996.8
maksila proklinasi dan gigi insisivus
mandibula retroklinasi untuk mendapatkan LAPORAN KASUS
kompensasi dentoalveolar. Tipe kedua Anak laki-laki berusia 10 tahun datang
maloklusi Klas III, crossbite anterior ke dokter gigi dengan keluhan gigi depan atas
sederhana merupakan satu atau lebih gigi masuk ke belakang gigi bawah. Pada
insisivus maksila linguoversi tanpa adanya pemeriksaan ekstraoral, bentuk wajah
pergerakan mandibula ke depan atau leptoprospec dengan profil wajah cembung
keterlibatan komponen skeletal. Tipe ketiga (Gambar 1).
pseudo maloklusi Klas III, menurut Moyers
(1982) pseudo maloklusi Klas III merupakan
hubungan rahang yang tidak tepat karena
gangguan pola refleks neuromuskular saat
penutupan mandibula. Pseudo maloklusi Klas
III biasanya ditandai dengan hubungan skeletal
Klas I atau Klas III ringan, gigi insisivus
maksila retroklinasi dengan posisi gigi
insisivus mandibula tegak pada tulang basal,
saat relasi sentrik gigi insisivus berada pada
hubungan edge to edge, dan saat oklusi sentrik
terjadi crossbite anterior. Graber et al (1997)
menghubungkan gangguan pada gigi insisivus
maksila retroklinasi dan gigi insisivus Gambar 1. Foto profil sebelum perawatan
mandibula proklinasi. Selama penutupan
rahang untuk mendapatkan interkuspal Pada pemeriksaan intraoral dijumpai
maksimum, gigi insisivus maksila yang crossbite anterior, jumlah gigi lengkap, karies
berinklinasi ke arah lingual dan meluncur ke pada beberapa gigi, gingiva yang sehat,
permukaan lingual dari gigi insisivus frenulum labial normal, palatum normal
mandibula yang bertujuan mencegah (37%). Pasien menelan dengan normal,
traumatik gigi insisivus dan membawa gigi penutupan mulut, bibir menutup normal, dan
posterior ke oklusi sentrik. Hal ini akan tidak memiliki kelainan sendi rahang (Gambar
menghasilkan pergeseran ke depan dari 2).
mandibula dan terjadi crossbite anterior.1-5 Pada pemeriksaan model dijumpai relasi
Ketika merawat kasus pseudo maloklusi molar pertama gigi permanen kanan dan kiri
Klas III, tujuan utama perawatan adalah Klas III 1 P Angle, garis median normal
eliminasi gangguan insisal. Perawatan maksila dan mandibula, overjet (-) 5 mm,
ortodonti harus dilakukan sesegera mungkin overbite (+) 5 mm (Gambar 3).

683
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Gambar 2. Foto intraoral sebelum perawatan

Gambar 4. Rongent foto sebelum perawatan

Tabel 1. Hasil Pengukuran Radiografi Sefalometri

Jenis Pengukuran Hasil Pengukuran


Sefalometri Sefalometri
Skeletal
SNA° 89°
SNB° 91°
ANB° -2°
NAPog 1°
MP:SN° 19°
NSGn° 53°
Pog:NB 1°
Dental
I:I 109°
I:SN° 127°
I:MP° 103°
I:APog° mm 1,1
Gambar 3. Model studi sebelum perawatan I:NB mm 1,2

Pemeriksaan radiografi sefalometri RENCANA PERAWATAN


menunjukkan relasi rahang Klas III skeletal, Perawatan dengan alat ortodontik
konveksitas wajah skeletal cekung, rotasi lepasan rahang atas sistem plat. Pada rahang
mandibula berlawanan arah jarum jam, pola atas menggunakan inverted labial bow (ϕ = 0,9
pertumbuhan wajah horizontal, inklinasi mm) dan Z-spring (ϕ = 0,6 mm) untuk
insisivus maksila normal, inklinasi insisivus mendorong gigi 11, 12, dan 21 ke arah labial,
mandibula proklinasi, dan kedudukan bibir dan klamer Adam’s (ϕ = 0,7 mm) pada gigi
atas dan bawah di depan garis estetis, semua molar pertama permanen sebagai retensi
benih gigi lengkap (Gambar 4 dan Tabel 1). (Gambar 5).
684
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

A. Piranti lepasan terdiri dari inverted labial bow,


Z-spring pada gigi insisivus atas untuk
mendorong ke labial, dan klamer Adam’s pada
gigi molar pertama permanen maksila untuk
retensi. Pasien diinstruksikan untuk
menggunakan piranti sepanjang hari, kecuali
saat makan. Instruksi kebersihan mulut
diberikan, dan piranti diperiksa dan diaktivasi
setiap 2 minggu.
Setelah tiga bulan perawatan dijumpai
crossbite anterior telah terkoreksi, overjet dan
overbite menjadi 1 mm, perubahan relasi
B.
molar kanan dan kiri menjadi Klas III ¼ P
Angle. Profil wajah pasien tetap seperti
sebelum perawatan. Perawatan akan terus
dilakukan sampai keempat gigi insisivus
permanen atas dan bawah telah erupsi
sempurna dengan overjet dan overbite yang
normal (2–3 mm) serta relasi molar kanan dan
kiri menjadi Klas I Angle (Gambar 6 dan 7)

PEMBAHASAN
Banyak penulis telah menyarankan
perawatan dini terhadap maloklusi Klas III
Gambar 5. Piranti ortodonti: A. Inverted labial yang melibatkan komponen dental dan
bow dengan Z–spring, B. Inverted skeletal, cenderung akan menjadi buruk
labial bow di okludator
seiring bertambahnya usia. Mereka percaya
bahwa perawatan dengan intervensi dini
KEMAJUAN PERAWATAN merupakan sebuah keuntungan pada masa gigi
Tahap pertama dibuat gigitan kerja bercampur, begitu juga pada masa gigi
maksila dan mandibula dalam posisi edge to
edge kemudian ditanam dalam okludator.

Gambar 6. Foto intraoral setelah tiga bulan perawatan

Gambar 7. Model studi setelah tiga bulan perawatan

685
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

desidui. Keuntungannya meliputi mengoreksi dini dalam perawatan maloklusi pseudo Klas
crossbite anterior sehingga terjadi III dapat membantu mengeliminasi pergerakan
perkembangan basis dental yang normal dan mandibula yang salah, sehingga mencegah
pertumbuhan skeletal yang baik. Selanjutnya, maloklusi yang lebih parah dan juga
dapat mencegah kebiasaan seperti bruksism, mengeliminasi traumatik okulsi.
mengeliminasi traumatik oklusi, dan
mengurangi lamanya waktu perawatan dengan DAFTAR PUSTAKA
piranti cekat. Waktu optimum perawatan yang 1. Albarakati SF. Treatment of A Pseudo
disarankan adalah saat usia 6–10 tahun.9 Class III Relationship in The Mixed
Beberapa klinisi masih menghindari Dentition: A Case Report. Saudi Dental
koreksi dini dari pseudo Klas III pada masa Journal 2007;19(2):119–125.
gigi desidui karena stabilitas yang buruk dan 2. Angle EH. Treatment of Malocclusion of
pengalaman yang kurang baik terhadap Teeth and Fractures of The Maxilla:
kooperatif pasien usia muda. Sebelum Angle’s System. 6th Ed. Philadelphia: SS
memulai perawatan beberapa praktisi memilih White Dental Manufacturing. 1990.
untuk menunggu sampai gigi insisivus maksila 3. Guyer EC, Ellis EE, McNamara JA,
permanen erupsi oleh karena kecenderungan Behrents RG. Component of Class III
fisiologi gigi untuk erupsi di posisi lebih ke Malocclusion in Juveniles and
lingual selama perkembangan lengkung gigi.10- Adolescents. Angle Orthod 1986;56:7–30.
12
4. Moyers RE. Handbook of Orthodontics.
Berbagai terapi yang disarankan untuk 4th Ed. Chicago: Year Book. 1982; 410–
mengoreksi crossbite anterior serta masalah 415.
skeletal pada pasien muda termasuk terapi 5. Graber TM, Rakosi TH, Petrovic AG.
facemask, chincaps, dan piranti fungsional. Dentofacial Orthodontics with Functional
Perawatan alternatif lainnya termasuk piranti Appliance. 2nd Ed. St Louis: Mosby.
cekat dan/ atau lepasan, merupakan metode 1997; 462–470.
yang efektif untuk mengoreksi malrelasi gigi 6. Turley PT. Early Management of The
insisivus Klas III. Piranti inverted labial bow Developing Class III Malocclusion. Aust
yang digunakan pada kasus ini telah terbukti Orthod J 1993;13:19–22.
sangat efektif pada kasus maloklusi Klas III 7. Rabie AB, Gu Y. Diagnostic Criteria for
yang tidak berat, dan jika sudut ANB lebih Pseudo Class III Malocclusion. Am J
dari -3°, membutuhkan bedah ortognatik. Orthop 2000;117:1–9.
Ketika mandibula menutup, gaya piranti ini 8. Wang F. Inverted Labial Bow Appliance
mengarah ke lingual dan melawan gigi for Class III Treatment. JCO 1996;487–
anterior bawah, dan Z-spring melawan gigi 492.
anterior atas sehingga menghasilkan 9. Grim SE. Treatment of A Pseudo Class
pergerakan yang resiprokal. Pengalaman klinis III Relationship in The Primary Dentition:
menunjukkan bahwa piranti nyaman dan A Case History. J Dent Child 1991;484–
mudah diadaptasikan dan diterima oleh pasien 488.
muda. Kerugiannya adalah keberhasilan dari 10. Negi KS, Sharma KR. Treatment of
perawatan akan tergantung pada kooperatif Pseudo Class III Malocclusion by
pasien.11 Modified Hawley Appliance with
Jika tidak segera dirawat akan terjadi Inverted Labial Bow. J Indian Soc Pedod
peningkatan panjang maksila dan mandibula Prev Dent 2011;29(1):57–61.
yang mengindikasikan maloklusi Klas III 11. Mahajan N, Bansal S, Garg P. Early
skeletal akan memburuk. Perawatan interseptif Interception of Anterior Crossbite in
yang dini sangat penting pada masa gigi Mixed Dentition Period: Two Case
bercampur dan setelah selesai perawatan, Reports. J Indian of Dent Sci
retensi, piranti sebaiknya digunakan untuk 2013;4(5):113–115.
mempertahankan stabilitas hasil perawatan.12 12. Irena J, Andra L. Anterior Crossbite
Correction in Primary and Mixed
KESIMPULAN Dentition with Removable Inclined Plane.
Inverted labial bow merupakan salah Baltic Dent and Maxilofacial J
satu alternatif perawatan dalam mengatasi 2008;10:140–144.
kasus maloklusi pseudo Klas III. Perawatan

686
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENGARUH KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora)
TERHADAP VISKOSITAS SALIVA SECARA IN VITRO

Santi Chismirina, Ridha Andayani, Rosdiana Ginting

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Kopi Arabika dan kopi Robusta adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi masyarakat Aceh yang
mengandung asam klorogenat dan asam trigonelin. Kopi Arabika memiliki pH yang lebih asam
dibandingkan dengan kopi Robusta. pH dapat berpengaruh terhadap viskositas saliva. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh kopi Arabika dan kopi Robusta terhadap viskositas saliva.
Kelompok perlakuan terdiri dari kopi Arabika, kopi Robusta, dan akuades sebagai kelompok kontrol.
Masing-masing larutan yang dipaparkan dengan saliva buatan diukur viskositasnya dengan
menggunakan viskometer Ostwald. Viskositas rata-rata masing-masing larutan adalah 0,0008213 N
s/m2 untuk kelompok kontrol, 0,0008319 N s/m2 untuk kopi Arabika, dan 0,0008689 N s/m2 untuk
kopi Robusta. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis One Way
ANOVA kemudian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan analisis Post Hoc Test. Hasil analisis
menunjukkan ada perbedaan signifikan p<0,05 antara akuades, kopi Arabika, dan kopi Robusta. Hasil
uji lanjut menunjukkan bahwa kopi Robusta yang dipaparkan dengan saliva buatan lebih tinggi
viskositasnya dibandingkan akuades dan kopi Arabika. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
viskositas kopi Robusta terhadap viskositas saliva lebih kental dibandingkan kopi Arabika.

Kata kunci: Kopi Arabika, kopi Robusta, viskositas saliva

ABSTRACT
Acehnese people commonly consume Arabica and Robusta coffee. Both of this coffee contains
chlorogenic acid and trigonelin acid. Arabica coffee has more acidic pH than Robusta coffee. pH can
affect the viscosity of saliva. This study was conducted to determine the effect of Arabica and
Robusta coffee to viscosity of saliva. The treatment group consisted of Arabica, Robusta coffee, and
aquadest as a control group. Each solution was presented by artificial saliva and viscosity measured
using Ostwald viscometer. The viscosity mean of each solution was 0.0008213 N s/m2 for control
group, 0.0008319 N s/m2 for Arabica coffee, and 0.0008689 N s/m2 for Robusta coffee. The data
obtained was analyzed using One Way ANOVA analysis then further tested using analysis of Post
Hoc Test. The analysis showed significant differences p<0.05 between the aquadest, Arabica coffee,
and Robusta coffee. Further test results showed that the Robusta coffee was exposed by artificial
saliva was higher than the viscosity of aquadest and Arabica coffee. The conclusion of this study is
Robusta coffee viscosity to saliva viscosity thicker than Arabica coffee.

Key words: Arabica coffee, Robusta coffee, saliva viscosity

687
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN flavonoid, dan polifenol.10 Hasil penelitian lain


Saliva merupakan cairan kompleks menunjukkan bahwa kopi yang telah
dalam mulut yang mengandung protein, dilarutkan di dalam air masih menyisakan
hormon, antibodi, mineral, dan ion-ion tubuh kandungan asam, yaitu asam klorogenik dan
lainnya. Saliva tersebut dapat dihasilkan oleh asam trigonelin yang semula 7,60% dan 1,70%
kelenjar saliva mayor dan minor yang ada di menjadi 0,80% dan 0,29%.11,12
dalam rongga mulut.1-4 Saliva berfungsi untuk Kandungan kafein pada kopi Arabika
membantu pencernaan makanan dan juga 0,8–1,5% dan pada kopi Robusta 1,6–2,5%
membantu menjaga keseimbangan rongga (kopi mentah) sehingga kedua jenis kopi
mulut. Hampir 90% saliva dihasilkan pada saat tersebut diduga mempengaruhi viskositas
makan akibat adanya rangsangan yang dapat saliva.12 Kebiasaan minum kopi dapat
berupa pengecapan dan pengunyahan.1 menyebabkan perubahan pada pH saliva
Makanan tidak hanya mempengaruhi volume karena kopi mengandung zat asam. Umumnya
atau jumlah saliva yang dihasilkan, tetapi juga kopi Arabika memiliki pH lebih rendah
mempengaruhi tingkat keasaman (pH) dan dibandingkan kopi Robusta. Kopi Arabika
viskositas saliva itu sendiri.1,4 memiliki pH sekitar 4,85–5,15 dan kopi
Viskositas adalah suatu ukuran yang Robusta memiliki pH 5,25–5,40.13
menyatakan kekentalan suatu cairan.5 Nilai Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah
normal viskositas saliva manusia adalah 2,75– penelitian untuk mengetahui pengaruh kopi
15,51 centipoise.6 Viskositas sangat Arabika (Coffea arabica) dan kopi Robusta
dipengaruhi oleh musin karena adanya (Coffea canephora) terhadap viskositas saliva
glikoprotein bermolekul tinggi di dalamnya. secara in vitro.
Musin ini berasal dari sel-sel asinar kelenjar
saliva dan tidak dijumpai di dalam sel-sel BAHAN DAN METODE
asinar serosa dan sel-sel asinar duktus. Pada Penelitian yang bersifat eksperimental
keadaan istirahat, viskositas saliva dalam laboratoris ini di Laboratorium Teknik Kimia
keadaan kental sehingga dapat mengalir dan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.
bertahan cukup lama di dalam rongga mulut. Pada penelitian ini bahan yang digunakan
Sementara itu pada keadaan mulut berfungsi, terdiri dari kopi Arabika, kopi Robusta, saliva
viskositas saliva dalam keadaan encer buatan (formula McDoughall), masker, sarung
sehingga dapat memberikan lubrikasi yang tangan, tisu, kertas label, dan akuades,
baik di dalam rongga mulut.7 sementara itu alat yang digunakan adalah
Berdasarkan hasil penelitian yang neraca analitik, viskometer Ostwald, gelas
dilakukan oleh Affianti (2010) menyatakan ukur, gelas kimia, termostat, stopwatch,
bahwa jus apel memiliki peranan yang paling termometer, blender, piknometer, timbangan
besar dalam menurunkan viskositas saliva. analitik, dan saringan kopi.
Rangsangan berupa asam akan merangsang Tahapan pertama yang dilakukan dalam
sekresi saliva dalam jumlah yang tinggi penelitian ini adalah pembuatan bubuk kopi
menyebabkan saliva menjadi lebih encer menjadi larutan yang dilakukan dengan cara
(viskositas saliva rendah).8 Penelitian menyeduh 10 g bubuk kopi ke dalam 150 ml
selanjutnya yang dilakukan Sari (2008) air mendidih (95 °C). Kemudian pisahkan
menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang ampas kopi dengan menggunakan sebanyak 10
bermakna pada nilai viskositas saliva setelah ml larutan kopi yang akan dipaparkan dengan
mengkonsumsi air madu.7 saliva buatan.14-16
Salah satu kebiasaan masyarakat Pada tahapan kedua dilakukan
Indonesia adalah mengkonsumsi kopi. Kopi pemaparan saliva buatan dengan larutan kopi
sebagai minuman ringan memiliki berbagai Arabika (kelompok I), kopi Robusta
khasiat untuk kesehatan dan hal ini telah (kelompok II), dan akuades sebagai kelompok
dibuktikan dari penelitian-penelitian yang kontrol (kelompok III), masing-masing
pernah dilakukan, termasuk terhadap sebanyak 10 ml. Viskositas saliva yang diukur
kesehatan gigi dan mulut.9 Penelitian yang adalah pada waktu 100 detik untuk masing-
dilakukan oleh Ferrazano et al (2009) masing kopi setelah dipaparkan dengan saliva
menyatakan bahwa kopi mengandung turunan buatan.
dari asam hidroksinamis diantaranya kafein, Pengukuran viskositas saliva
klorogenik, coumarin, ferulin, asam sinapik, menggunakan viskometer Ostwald merupakan

688
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

tahap akhir dari proses penelitian ini. terhadap viskositas saliva dapat dilihat pada
Pengukuran dilakukan dengan cara Tabel 1.
membersihkan terlebih dahulu viskometer lalu Dari hasil pengukuran viskositas saliva
viskometer Ostwald diletakkan dalam menggunakan viskometer Ostwald (Tabel 1)
termostat pada posisi vertikal kemudian dijepit terlihat bahwa kopi Robusta yang dipaparkan
dengan klem pada statif (Gambar 1). dengan saliva buatan memiliki nilai rata-rata
lebih tinggi, yaitu 10,64 detik dibandingkan
dengan akuades yang dipaparkan dengan
saliva buatan dan kopi Arabika yang
dipaparkan dengan saliva buatan, selanjutnya
data hasil pengukuran viskositas tersebut
digunakan untuk mengetahui viskositas saliva
dengan menggunakan persamaan rumus
viskositas.
Berdasarkan hasil perhitungan
viskositas saliva didapatkan nilai viskositas
dari ketiga kelompok seperti yang terlihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Viskositas Saliva


Gambar 1. Viskometer Ostwald 17
Bahan Uji Viskositas (N s/m2)
Selanjutnya dimasukkan akuades yang
Akuades + Saliva 0,0008213
sudah dipaparkan dengan saliva buatan ke
dalam A. Biarkan viskometer dan isinya dalam Kopi Arabika + Saliva 0,0008319
termostat selama 10 menit untuk mencapai Kopi Robusta + Saliva 0,0008689
suhu yang dikehendaki. Kemudian dengan
cara menghisap atau meniup, akuades dibawa
ke B sampai melewati garis m. Lalu akuades Jumlah rata-rata perhitungan viskositas
dibiarkan mengalir secara bebas sampai batas saliva pada kelompok kontrol akuades yang
garis n dan dicatat waktu yang diperlukan dipaparkan dengan saliva buatan adalah
cairan mengalir dari garis m ke n dengan 0,0008213 N s/m2, sedangkan jumlah rata-rata
menggunakan stopwatch. Setiap pengukuran pengukuran pada kelompok perlakuan kopi
dilakukan sebanyak 3 kali. Arabika (Coffea arabica) yang dipaparkan
Analisis data yang digunakan untuk dengan saliva buatan adalah 0,0008319 N s/m2
mengetahui pengaruh kopi Arabika dan kopi dan jumlah rata-rata pengukuran kopi Robusta
Robusta terhadap viskositas saliva digunakan (Coffea canephora) yang dipaparkan dengan
One Way ANOVA, sedangkan untuk saliva buatan adalah 0,0008689 N s/m2.
membandingkan pengaruh kedua jenis kopi Hasil uji statistik menggunakan One
tersebut digunakan analisis Post Hoc Test. Way ANOVA (Tabel 3) menunjukkan bahwa
kopi Arabika (Coffea arabica) dan kopi
HASIL PENELITIAN Robusta (Coffea canephora) berpengaruh
Hasil uji pengaruh kopi Arabika (Coffea terhadap viskositas saliva.
arabika) dan kopi Robusta (Coffea canephora)

Tabel 1. Hasil Pengukuran Viskositas Saliva Menggunakan Viskometer Ostwald

Waktu Pengukuran (detik)


Rata-Rata
Bahan Uji ρ
P1 P2 P3 (detik)

Akuades + Saliva 9,24 9,91 9,57 9,57 1,0004


Kopi Arabika + Saliva 9,91 9,81 9,81 9,84 0,9852
Kopi Robusta + Saliva 10,55 10,7 10,67 10,64 0,9520
*P1, P2, P3: pengukuran pertama, kedua, dan ketiga

689
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Tabel 3. Analisis Pengaruh Kopi Arabika dan Kopi Robusta terhadap Viskositas Saliva

No Bahan Uji N Viskositas Rata-Rata Standar Deviasi Nilai p


1. Akuades 3 8,17 0,29904
2. Kopi Arabika 3 8,31 0,04850 <0,05
3. Kopi Robusta 3 8,68 0,06463

PEMBAHASAN bahwa rangsangan berupa asam akan


Berdasarkan hasil uji lanjut Post Hoc merangsang sekresi saliva dalam jumlah tinggi
Test menunjukkan bahwa kopi Robusta menyebabkan saliva menjadi lebih encer
(Coffea canephora) yang dipaparkan dengan (viskositas saliva rendah).8 Menurut hasil
saliva buatan memiliki viskositas lebih tinggi penelitian Maulida dan Rani (2010)
(saliva kental) dibandingkan dengan kopi menunjukkan bahwa saat diberikan suhu yang
Arabika (Coffea arabica). Dari hasil uji tinggi (dipanaskan) maka nilai viskositas
ANOVA menunjukkan bahwa kopi Arabika tersebut akan menurun dan akan menjadi
(Coffea arabica) dan kopi Robusta (Coffea encer.21
canephora) berpengaruh terhadap viskositas Nilai viskositas dan pH merupakan
saliva. Hal ini juga disebabkan karena adanya faktor-faktor di dalam saliva yang dapat
komposisi senyawa-senyawa yang terkandung mempengaruhi aktivitas karies gigi. Viskositas
di dalam kopi Arabika dan kopi Robusta, yaitu saliva berperan dalam kemampuan saliva
kafein, trigonelin, asam klorogenik, lipid, dan membersihkan sisa-sisa makanan dari dalam
tanin.18,19 rongga mulut. Hal ini akan menentukan
Dari hasil uji statistik Post Hoc Test keefektifan saliva dalam mengurangi waktu
tampak bahwa kopi Robusta (Coffea kontak antara karbohidrat dengan gigi.
canephora) yang dipaparkan dengan saliva Sementara pH berperan dalam menentukan
buatan memiliki viskositas lebih tinggi (saliva keasaman lingkungan rongga mulut. Kedua
kental) dibandingkan dengan kopi Arabika hal ini secara tidak langsung akan
(Coffea arabica) yang dipaparkan dengan mempengaruhi kekuatan dari fungsi pelindung
saliva buatan yang memiliki viskositas lebih saliva terhadap faktor-faktor yang
rendah (saliva encer). Hal ini disebabkan oleh menyebabkan karies gigi.7
karena jumlah atau komposisi senyawa-
senyawa yang terkandung di dalam kedua kopi KESIMPULAN
berbeda-beda. Kopi Arabika memiliki Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
kandungan trigonelin (0,3–0,9%), asam disimpulkan bahwa kopi Arabika (Coffea
klorogenik (5–7,5%), lipid (15–17%), dan arabica) dan kopi Robusta (Coffea canephora)
tanin (2,9%), sedangkan kopi Robusta berpengaruh terhadap viskositas saliva dengan
memiliki kandungan trigonelin (0,6–1,3%), pengaruh kopi Robusta (Coffea canephora)
asam klorogenik (7,0–10,5%), lipid (10– terhadap viskositas saliva lebih signifikan
11,5%), dan tanin (3,1%).19 Diduga karena dibandingkan dengan kopi Arabika (Coffea
kandungan di kopi Arabika lebih sedikit maka arabica).
mengakibatkan kopi Arabika lebih asam
sehingga mengakibatkan viskositas saliva DAFTAR PUSTAKA
menjadi lebih encer. Viskositas saliva yang 1. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peranan
tinggi (saliva kental) dapat menyebabkan laju Sorbitol dalam Mempertahankan
aliran saliva rendah sehingga dapat Kestabilan pH pada Proses Pencegahan
menyebabkan penumpukan sisa-sisa makanan Karies. Maj Kedokteran Gigi (Dent J)
yang pada akhirnya dapat menyebabkan 2005;38:25–28.
karies, sedangkan viskositas yang rendah 2. Puspairi A. Analisis Spekel Akustooptik
(saliva encer) akan meningkatkan laju aliran pada Biofilm Saliva Buatan dengan
saliva sehingga didapatkan efek self cleansing Media Akrilik.
yang baik yang dapat mengurangi risiko 3. Rahayu FS, Handajani J. Mengkonsumsi
terjadinya karies gigi.20 Minuman Beralkohol Dapat Menurunkan
Berdasarkan hasil penelitian yang Derajat Keasaman dan Volume Saliva.
dilakukan oleh Affianti (2010) menyatakan

690
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Dentika Dental Journal 2010;15(1):15– 16. Cara Membuat Kopi Enak.


19. www.kopijavalorek.com/2012/11/cara-
4. Ilyas M, Yusri M. Perbedaan Kadar membuat-kopi-enak.html. di unduh
Kalsium dalam Saliva Sebelum dan tanggal 2 April 2013.
Sesudah Mengkonsumsi Minuman 17. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=
Ringan yang Mengandung Asam 9208630. di unduh tanggal 2 April 2013.
Bikarbonat. J Dentofasial 2007;6(2):111– 18. Cara Menyeduh Kopi.
115. www.kopiluwaknusantara.com/tag/cara-
5. Yazid S. Kimia Fisika untuk Paramedis. menyeduh-kopi. di unduh tanggal 2 April
Jakarta: Penerbit Andi. 2005; 102–111. 2013.
6. Preetha A, Banerjee R. Comparison of 19. Mulyani D. Penetrasi Minuman Kopi
Artificial Saliva Subtitutes. Trends Ulee Kareng pada Elemen Gigi Tiruan
Biomater Artif Organs 2005;18(2):178. Resin Akrilik. Program Studi Kedokteran
7. Sari CP. Perbandingan Nilai Viskositas, Gigi. Fakultas Kedokteran. Universitas
pH, dan Kapasitas Dapar Saliva Setelah Syiah Kuala. Skripsi 2012.
Mengkonsumsi Air Madu dan Air Gula 20. Haroen ER. Pengaruh Stimulus
Sukrosa. Fakultas Kedokteran Gigi. Pengunyahan dan Pengecapan Terhadap
Universitas Indonesia. Skripsi 2008. Kecepatan Aliran dan pH Saliva. JKGUI
8. Affianti HS. Viskositas Saliva Sebelum 2002;9(1):29–34.
dan Setelah Mengunyah Buah Apel dan 21. Maulida RH, Rani E. Analisis
Minum Jus Apel pada Mahasiswa FKG Karakteristik Pengaruh Suhu dan
USU Angkatan 2006-2007. Fakultas Kontaminan Terhadap Viskositas Oli
Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Menggunakan Rotary Viscometer. J
Utara. Skripsi 2010. Neutrino 2010;1(3):28–29.
9. Maughan RJ, Griffin J. Caffeine Ingestion
and Fluid Balance: A Review. J Human
Nutrition Dietetics 2003;16:411–420.
10. Ferrazano GT, Ivan A, Anielo L, Natale
DA, Pollio A. Anti-Cariogenic Effects of
Polyphenols From Plant Stimulant
Beverages (Cocoa, Coffee, Tea).
Fitoterapia 2009;80:255–262.
11. Mulato S. Pelarut Biji Kopi Robusta
dengan Kolom Tetap Menggunakan
Pelarut Air. PPKKI 2004; 97–109.
12. Rahayu T. Optimasi Fermentasi Cairan
Kopi dengan Inokulan Kultur Kombucha
(Kombucha Coffee). Jurnal Penelitian
Sains dan Teknologi 2007;8(1):15–29.
13. Ginz M, Hartmut HB, Bradbury GW,
Maier GH. Formation of Aliphatic Acids
by Carbohydrate Degradation During
Roasting of Coffee. European Food
Research & Technology 2000; 404–410.
14. Meryana E. Analisis Daya Saing Kopi
Robusta Indonesia di Pasar Kopi
Internasional. Program Studi Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Skripsi 2007.
15. Hendriayana A. Viskositas dan Tenaga
Pengaktifan Aliran. Laboratorium Ilmu
Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Semarang. Laporan Praktikum 2005.

691
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

ANTIBIOTIK DALAM DUNIA KEDOKTERAN GIGI

Hijra Novia Suardi

Departemen Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Antibiotik dalam bidang kedokteran gigi sangat luas digunakan baik untuk pengobatan infeksi
(terapeutik) ataupun dengan tujuan profilaksis penyakit infeksi. Antibiotik yang banyak digunakan
dalam bidang kedokteran gigi adalah golongan penisilin seperti penisilin dan amoksisilin, makrolida
seperti klindamisin, golongan sefalosporin dan metronidazol. Hal ini sesuai dengan jenis bakteri yang
sering menyebabkan infeksi odontogenik, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri anaerob. Tingkat
penggunaan antibiotik secara empiris yang tinggi menimbulkan berbagai permasalahan sehingga
dapat menyebabkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Pemilihan antibiotik dan penyesuaian
dosis obat harus dilakukan secara cermat dan tepat pada pasien-pasien khusus yang mengalami
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik, diantaranya pasien anak-anak dan usia lanjut, pasien
dengan gangguan fungsi ginjal dan/ atau hati, serta pasien wanita yang sedang hamil atau menyusui.
Insiden terjadinya resistensi terhadap antibiotik mulai terjadi peningkatan di berbagai bidang
kesehatan belakangan ini, termasuk kedokteran gigi sehingga diperlukan perhatian khusus termasuk
dari para dokter gigi untuk menekan kejadian ini dengan menggunakan antibiotik secara tepat dan
benar.

Kata kunci: antibiotik, kedokteran gigi, indikasi, resistensi

ABSTRACT
Antibiotic in dentistry is very widely used as for the treatment of infection (therapeutic) or even with
the purpose of prophylaxis of infection diseases. The common antibiotic that is used by a dentist is the
penicillins such as penicillin and amoxicillin, macrolides such as clindamycin, cephalosporins and
metronidazole. This is consistent with the type of bacteria that often cause odontogenic infections are
Gram-positive bacteria and anaerobic bacteria. The antibiotic use level is high rise to various
problems that can lead to irrational use of antibiotics. Selection of antibiotics and drug dose
adjustment should be done carefully and precisely in patients specifically undergoing changes
pharmacokinetics and pharmacodynamics. Such patients include patients with children and the
elderly, patients with impaired renal function or liver, as well as female patients who are pregnant or
breastfeeding.The incidence of antibiotic resistance began to increase in many areas of health lately,
including dentistry that required special attention, including from the dentist to suppress these events
by using antibiotics appropriately and correctly.

Key words: antibiotic, dentistry, indication, resistance

692
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN diklasifikasikan menjadi: (1) spektrum sempit,


Kedokteran gigi merupakan suatu dan (2) spektrum luas. Batas antara kedua
bidang spesialisasi yang bertujuan untuk spektrum ini sebenarnya tidak terlalu jelas.
menangani infeksi gigi atau memulihkan dan Secara garis besar perbedaan kedua kelompok
merehabilitasi struktur gigi yang hilang akibat ini dapat dibedakan dengan contoh sebagai
proses infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik berikut: contohnya, penisilin G, yaitu salah
merupakan salah satu bagian dari terapi dokter satu antibiotik golongan penisilin sangat aktif
gigi sehingga meresepkan antibiotik terhadap bakteri-bakteri Gram positif, tetapi
merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh tidak peka terhadap bakteri Gram negatif. Hal
dokter gigi yang tidak boleh disalahgunakan. ini berkebalikan dengan streptomisin, suatu
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional antibiotik golongan aminoglikosida yang
akan menyebabkan peningkatan beban pasien sangat aktif terhadap bakteri Gram negatif,
dan masyarakat dengan meningkatnya biaya tetapi tidak peka terhadap bakteri Gram
pengobatan, efek samping, dan juga risiko positif. Di lain pihak, cefotaksim, suatu
terjadinya resistensi antibiotik. antibiotik golongan sefalosporin, aktif
Penyalahgunaan antibiotik telah dianggap terhadap beberapa bakteri Gram positif dan
sebagai masalah pandemi oleh WHO, dan dari beberapa bakteri Gram negatif. Demikian pula
berbagai laporan didapatkan bahwa dengan tetrasiklin, antibiotik ini aktif terhadap
penyalahgunaan antibiotik juga dilakukan oleh beberapa bakteri Gram positif maupun bakteri
dokter gigi.1 Karena itu, para dokter gigi harus Gram negatif. Dari contoh tersebut, penisilin
lebih memperhatikan apa dan bagaimana G dan streptomisin dikelompokkan kedalam
menggunakan antibiotik secara baik dan benar. golongan antibiotik spektrum sempit,
Pengobatan menggunakan antibiotik sedangkan cefotaksim dan tetrasiklin termasuk
dimulai sejak ditemukannya zat kimia kelompok antibiotik spektrum luas. Meskipun
golongan sulfa, penisilin, tetrasiklin, dan suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas
eritromisin pada pertengahan abad ke-20. kliniknya belum tentu seluas spektrumnya
Semenjak itu, dilakukan banyak penelitian sebab efektivitas maksimal diperoleh dengan
klinis dan farmakologis untuk menjawab menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang
berbagai tantangan atau masalah yang timbul sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap
berkenaan dengan antibiotik, diantaranya mikroba lain.3,4
pertumbuhan infeksi bakteri yang meluas, Berdasarkan struktur kimianya,
penemuan patogen-patogen baru, munculnya antibiotik dibedakan atas beberapa kelompok,
resistensi antibiotik, konsolidasi penyakit- yaitu: (1) betalaktam yang terdiri atas
penyakit baru, dan sebagainya.2 golongan penisilin dan derivatnya,
Antibiotik merupakan zat yang sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam,
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme (bakteri, (2) makrolida dan ketolid, (3) linkomisida, (4)
fungi, aktinomicetes) yang dapat menghambat metronidazol, (5) tetrasiklin, (6) kuinolon, (7)
pertumbuhan mikroorganisme jenis lain. aminoglikosida, (8) vankomisin, (9)
Pemakaian antibiotik sebagai terapi dasar sulfonamid, (10) kloramfenikol.3,4
dalam penyakit infeksi harus dilakukan secara Antibiotik sering digunakan di bidang
bijak dan rasional untuk menghindari kedokteran gigi dengan berbagai indikasi,
terjadinya peningkatan resistensi antibiotik diperkirakan lebih kurang 10% dari semua
dan efek samping yang tidak diinginkan yang peresepan berhubungan dengan infeksi gigi.
menyebabkan penyakit infeksi akan semakin Kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat
sulit diberantas. Obat yang digunakan untuk merupakan antibiotik yang paling sering
membasmi mikroba, penyebab infeksi pada diresepkan oleh dokter gigi.5
manusia, ditentukan harus memiliki sifat
toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, TINJAUAN PUSTAKA
obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik Hubungan Antara Kuman Penyebab
untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk Infeksi Gigi dengan Antibiotik
hospes.3 Secara umum kuman dikategorikan
Sifat antibiotik berbeda satu dengan dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) kuman
lainnya. Aktivitasnya bergantung pada jenis Gram positif, dan (2) kuman Gram negatif.
bakteri yang menginfeksi. Berdasarkan Kuman Gram positif dan negatif dibedakan
perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik menjadi dua kelompok, yaitu kuman aerob dan

693
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

anaerob.3 Kuman Gram positif aerob yang sehingga merupakan alternatif untuk pasien-
sering dihadapi di praktik adalah kuman pasien yang alergi penisilin dan resisten
Staphylococcus dan Streptococcus. Kuman terhadap penisilin.8
Gram positif aerob ini sensitif terhadap Metronidazol merupakan antibiotik
antibiotik golongan penisilin, sefalosporin, dan yang berguna dalam mengatasi berbagai
eritromisin. Kuman Gram positif anaerob peradangan akibat protozoa dan bakteri
seperti Clostridium tetani dan Clostridium anaerob. Spektrum metronidazol terbatas pada
botulinum peka terhadap antibiotik golongan bakteri anaerob obligat dan beberapa bakteri
penisilin dan metronidazol. Kuman Gram mikroaerofilik, dan paling efektif melawan
negatif aerob seperti Neisseria gonorrhoeae, bakteri anaerob Gram negatif yang
Neisseria meningitidis, Klebsiella, bertanggung jawab pada peradangan orofasial
Enterobacter, Escherichia coli, Pseudomonas, akut dan periodontitis kronis. Kombinasi
Salmonella, dan lainnya, dapat dilawan dengan metronidazol dengan antibiotik betalaktam
antibiotik seperti penisilin, tetrasiklin, pada peradangan oral diindikasikan untuk
kloramfenikol, dan sefalosporin. Sedangkan peradangan orofasial akut yang serius dan
kuman Gram negatif anaerob seperti pada penatalaksanaan periodontitis agresif.2,8
Bacterioides dan Fusobacterium dapat Lamanya pemberian (durasi) antibiotik
diberikan linkomisin dan klindamisin, yang ideal adalah siklus tersingkat yang
metronidazol, serta kombinasi amoksisilin- mampu mencegah relaps klinis dan
asam klavulanat adalah antibiotik yang masih mikrobiologis. Sebagian besar infeksi akut
sensitif terhadap kuman-kuman ini.5,6 akan sembuh dalam waktu 3–7 hari.6
Kavitas oral memiliki berbagai jenis
mikroorganisme dan yang paling sering Indikasi Penggunaan Antibiotik dalam
menyebabkan infeksi odontogenik adalah Kedokteran Gigi
Streptococcus dan kuman negatif anaerob, Penggunaan antibiotik di bidang
diantaranya Streptococcus alfa-haemolyticus, kedokteran gigi biasanya dilakukan secara
Streptococcus viridans, Peptostreptococcus empiris, klinisi yang menggunakan antibiotik
spp, Prevotella intermedia, Porphyromonas tersebut tidak mengetahui secara pasti
gingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan mikroorganisme penyebab infeksi karena
Gram negatif anaerob.6,7 Antibiotik oral yang jarangnya dilakukan kultur terhadap pus atau
efektif melawan infeksi odontogenik akibat eksudat yang berasal dari jaringan gigi yang
mikroorganisme tersebut adalah antibiotik mengalami kelainan. Pemilihan antibiotik
golongan penisilin (penisilin, amoksisilin), didasarkan pada keadaan klinis dan data
makrolida (klindamisin, azithromisin dan epidemiologis bakteri yang ada sehingga
eritromisin), sefalosporin (cefadroksil), serta antibiotik yang sering digunakan adalah
metronidazol.8 antibiotik dengan spektrum luas dengan
Penisilin adalah antibiotik yang penggunaan jangka pendek, sekitar 7 hingga
memiliki cincin betalaktam dan bersifat 10 hari.2,6 Pemberian antibiotik seringkali
bakterisidal. Obat ini efektif melawan didasarkan pada beberapa indikasi berikut:
sebagian besar bakteri Gram positif. Penisilin
dengan spektrum luas terhadap kuman Gram 1. Infeksi Odontogenik Akut
positif dan negatif antara lain amoksisilin dan Penggunaan antibiotik yang
ampisilin, tetapi aktivitasnya dapat dihambat dikombinasi dengan intervensi tindakan
oleh penisilinase dan betalaktamase. Karena (surgical therapy) merupakan suatu
itu, kombinasi penisilin dengan bahan penatalaksaan yang paling bijaksana dalam
penghambat enzim penisilinase seperti asam infeksi odontogenik, tetapi pemberian
klavulanat dan sulbaktam menjadi salah satu antibiotik pada kasus ginggivitis kronis dan
pilihan karena dapat mempertahankan aktivitas abses periodontal tidak direkomendasikan,
melawan penisilinase dari streptococcus dan kecuali terjadi penyebaran ke daerah lainnya.1
betalaktamase dari berbagai mikroba Gram Endodontik adalah salah satu area
negatif sehingga memperluas spektrum kesehatan gigi yang menggunakan antibiotik
kerjanya.3,9 secara luas dalam farmakoterapinya. Proses
Golongan makrolida memiliki aktivitas peradangan yang menyertai nyeri endodontik
spektrum yang hampir sama dengan penisilin, biasanya berasal dari infeksi mikroba, tetapi
terutama terhadap mikroba Gram positif juga bisa disebabkan oleh faktor mekanis atau

694
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

kimiawi.10 Sefalosporin golongan pertama 3. Profilaksis Infeksi


seperti cefadroksil dan sefadril adalah Penggunaan antibiotik sebagai
antibiotik spektrum luas yang diindikasikan profilaksis telah diterima secara luas.
untuk kasus endodontik karena memiliki Penggunaan dengan indikasi ini umum
penetrasi yang baik pada jaringan tulang dan digunakan pada kedokteran gigi. Antibiotik
memiliki kepekaan terhadap bakteri Gram sebagai profilaksis digunakan untuk mencegah
positif. Selain itu juga digunakan klindamisin, terjadinya infeksi fokal dan infeksi lokal.
azithromisin dan ciprofloksasin.10,11 Biasanya tujuan penggunaan antibiotik
Abses odontogenik adalah infeksi yang sebagai profilaksis fokal infeksi adalah sebagai
melibatkan banyak bakteri meliputi berbagai pencegahan kejadian endokarditis infektif.
bakteri fakultatif anaerob seperti Streptococcus Hubungan antara infeksi bakteri dan
viridans dan Streptococcus anginosus, serta endokarditis telah ditemukan sejak sebelum
bakteri obligat anaerob seperti spesies abad ke-20. Beberapa studi menunjukkan
Prevotella dan Fusobacterium.8,10 Secara tindakan pada gigi merupakan pemicu
umum, organisme yang ditemukan pada abses terjadinya endokarditis, terutama pada
alveolar, abses periodontal dan pulpa nekrotik kesehatan periodontal yang buruk.10,13,14
adalah bakteri Gram positif aerob dan bakteri Lockhart (1996) melaporkan banyak kasus
anaerob.11 Penisilin merupakan antibiotik yang endokarditis infeksi yang terjadi setelah
sensitif terhadap golongan kuman tersebut. ekstraksi gigi dan pembedahan periodontal.15
Antibiotik lain yang sering digunakan untuk Karena itu, pemberian antibiotik untuk
mengobati abses odontogenik akut diantaranya profilaksis diindikasikan pada pasien yang
amoksisilin, metronidazol, klindamisin dan berisiko dalam hal prosedur invasif dalam
eritromisin. Akibat tingginya angka resistensi rongga mulut, misalnya pasien yang
terhadap antibiotik, penggunaan kombinasi menggunakan katup jantung buatan, pasien
Amoksisilin-klavulanat lebih disukai karena dengan penyakit jantung kongenital,
spektrum kerja yang luas dan memiliki profil menggunakan bahan atau alat jantung buatan,
farmakokinetik yang baik.2,8,12 serta penerima transplantasi jantung.10,14
Durasi penggunaan antibiotik untuk Regimen standar yang digunakan untuk
infeksi odontogenik yang paling ideal adalah indikasi ini adalah amoksisilin dosis tinggi (2
siklus tersingkat yang mampu mencegah gram secara oral) yang diberikan satu jam
relaps klinis dan mikrobiologis. Sebagian sebelum tindakan intervensi terhadap gigi
besar infeksi akan sembuh dalam waktu 3–7 dilakukan. Pada pasien yang alergi terhadap
hari.6,13 betalaktamase dapat digunakan klindamisin
atau sefalosporin generasi pertama.15
2. Infeksi Non-Odontogenik Profilaksis antibiotik juga digunakan
Durasi penggunaan antibiotik untuk untuk mencegah peradangan lokal dengan
infeksi non-odontogenik biasanya menghambat proliferasi dan penyebaran
membutuhkan waktu yang lebih lama. bakteri di dalam dan dari luka operasi itu
Peradangan non-odontogenik termasuk sendiri. Prosedur bedah dan kondisi medis
peradangan spesifik dari rongga mulut, yang berkaitan dengan indikasi ini diantaranya
misalnya pada pasien yang menderita penyakit impaksi molar ketiga, bedah ortognatik, bedah
TBC, sifilis, dan lepra serta peradangan implant, bedah periapikal, bedah tumor jinak,
nonspesifik membran mukosa, otot dan wajah, dan pasien dengan kekebalan tubuh rendah.10
kelenjar ludah dan tulang. Antibiotik yang Beberapa studi memperlihatkan bahwa
banyak digunakan untuk kasus ini adalah pemberian antibiotik setelah berbagai tindakan
golongan makrolida (klindamisin) dan bedah di atas menurunkan keparahan nyeri dan
fluorokuinolon (ciprofloksasin, norfloksasin, infeksi post operasi.2,10
dan moksifloksasin).10 Antibiotik lain yang
digunakan adalah klindamisin atau doksisiklin. Pemilihan Antibiotik dengan Pertimbangan
Tuberculosis diterapi dengan etambutol, Khusus
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan Pemberian antibiotik memerlukan
streptomisin. Penisilin G untuk pengobatan pertimbangan khusus pada pasien-pasien
sifilis, sedangkan klofazimin, dapson, dan berikut ini, yaitu: pasien anak, pasien usia
rifampisin digunakan untuk pengobatan lanjut, dan pasien dengan gangguan fungsi
lepra.2,10 organ seperti gagal ginjal dan hati, serta ibu

695
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

hamil dan menyusui. Perubahan antibiotika lini kedua maupun lini ketiga
farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada masih sangat mahal harganya. Sayangnya,
kondisi tersebut merupakan sebab utama yang tidak tertutup kemungkinan juga terjadi
menimbulkan keragaman respons pasien kekebalan kuman terhadap antibiotika lini
sehingga dapat berpotensi merugikan dan kedua dan ketiga.17
membahayakan pasien.16 Resistensi terjadi ketika bakteri berubah
Pada pasien neonatus dan anak-anak, dalam satu atau lain hal yang menyebabkan
antibiotik seperti kloramfenikol, sulfonamid, turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa
dan aminoglikosida sebaiknya tidak diberikan kimia atau bahan lainnya yang digunakan
karena dapat menimbulkan efek samping dan untuk mencegah atau mengobati infeksi.
toksisitas. Sulfonamid dapat menimbulkan Bakteri yang mampu bertahan hidup dan
kernikterus pada anak, kloramfenikol berkembang biak, menimbulkan lebih banyak
menyebabkan terjadinya grey syndrome bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman
(sindrom abu-abu), sedangkan aminoglikosida ditentukan oleh kadar hambat minimal yang
seperti gentamisin dapat menyebabkan dapat menghentikan perkembangan bakteri.18
gangguan filtrasi glomerulus ginjal.16 Resistensi antibiotik terhadap mikroba
Penurunan fungsi ginjal pada usia lanjut menimbulkan beberapa konsekuensi yang
merupakan perubahan farmakokinetik fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh
terpenting karena dapat menyebabkan bakteri yang gagal berespons terhadap
peningkatan konsentrasi obat dalam plasma pengobatan mengakibatkan perpanjangan
pada obat-obat yang mengalami ekskresi di penyakit, meningkatnya risiko kematian, dan
ginjal. Karena itu, pemberian obat-obat dengan semakin lamanya masa rawat inap di rumah
eliminasi utama melalui ginjal harus dilakukan sakit. Ketika respons terhadap pengobatan
penyesuaian dosis. Penyesuaian dosis dapat menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi
dilakukan dengan menurunkan dosis obat atau infeksius untuk beberapa waktu yang lama.
dengan meningkatkan interval pemberian obat. Hal ini memberikan peluang yang lebih besar
Antibiotik yang termasuk di dalamnya adalah bagi galur resisten untuk menyebar kepada
golongan aminoglikosid, seperti streptomisin orang lain. Kemudahan transportasi dan
dan gentamisin.16 Selain itu, antibiotik lain globalisasi sangat memudahkan penyebaran
yang juga perlu diperhatikan adalah bakteri resisten antardaerah, negara, bahkan
amoksisilin dan penisilin G.2 lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya
Beberapa antibiotik dimetabolisme di meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi
hati dan mengalami eliminasi melalui empedu. dalam komunitas.17
Pasien yang memiliki gangguan fungsi hati Kapan saat yang tepat memulai terapi
harus dihindari atau dibatasi pemberian antibiotika? Secara klinik memang sangat sulit
antibiotik tersebut untuk mencegah terjadinya memastikan bakteri penyebab infeksi yang
toksisitas atau overdosis. Antibiotik tersebut tepat tanpa menunggu hasil pemeriksaan
diantaranya eritromisin, klindamisin, mikrobiologi. Secara umum, klinisi tidak
metronidazol, dan anti tuberkulosis.2 boleh memberikan terapi secara sembarangan
Pada wanita hamil dan menyusui tanpa mempertimbangkan indikasi atau malah
antibiotik yang aman diberikan tanpa perlu menunda pemberian antibiotika pada kasus
penyesuaian dosis adalah azithromisin, infeksi yang sudah tegak diagnosisnya secara
eritromisin, sefalosporin, metronidazol, dan klinis meskipun tanpa hasil pemeriksaan
penisilin dengan atau tanpa kombinasi mikrobiologis. Kasus infeksi yang gawat dapat
penghambat betalaktamase.2,10 berupa sepsis, demam dengan neutropeni,
meningitis bakterial.17,18
Resistensi Antibiotik pada Kedokteran Gigi Berdasarkan ditemukannya kuman atau
Munculnya kuman-kuman patogen yang tidak maka terapi antibiotika dapat dibagi dua,
kebal terhadap satu atau beberapa jenis yakni terapi empiris dan terapi definitif. Terapi
antibiotika tertentu (multiple drug resistance) empiris adalah terapi yang diberikan
sangat menyulitkan proses pengobatan. berdasarkan diagnosis klinis dengan
Pemakaian antibiotika lini pertama yang sudah pendekatan ilmiah dari klinisi, sedangkan
tidak bermanfaat harus diganti dengan obat- terapi definitif dilakukan berdasarkan hasil
obatan lini kedua atau bahkan lini ketiga. Hal pemeriksaan mikrobiologis yang sudah pasti
ini jelas akan merugikan pasien karena jenis kuman dan spektrum kepekaan

696
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

antibiotika.19 Jika diperlukan antibiotika, salah satu jenis antibiotik di rumah sakit atau
pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkan pusat kesehatan sebaiknya dilakukan selama
spektrum antikuman, sifat farmakokinetika, beberapa bulan yang ditentukan dan kemudian
ada tidaknya kontraindikasi pada pasien, ada dapat digunakan kembali, (2) membatasi
tidaknya interaksi yang merugikan, bukti akan penggunaan antibiotik generasi baru, (3)
adanya manfaat klinis dari masing-masing menggunakan antibiotika secara tepat dan
antibiotika untuk infeksi yang bersangkutan sesuai dengan range terapi (dosis, jenis,
berdasarkan informasi ilmiah yang layak frekuensi, dan lama penggunaan obat).20
dipercaya, dan berdasarkan pengalaman atau
evidence based sebelumnya bakteri apa yang KESIMPULAN
paling sering, pola kepekaan antibiotika yang Penggunaan antibiotik dalam bidang
beredar lokal.17,19 kedokteran gigi berkaitan erat dengan
Salah satu faktor yang memiliki banyaknya mikroorganisme yang terdapat
kontribusi signifikan terhadap timbulnya dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan
resistensi adalah peresepan antibiotik dalam infeksi sehingga memerlukan antibiotik untuk
bidang kedokteran gigi yang sebenarnya tidak penanganan bakteri tersebut. Antibiotik
perlu. Meskipun para dokter gigi mengetahui diindikasikan untuk terapi infeksi
bahwa sebagian besar infeksi gigi dapat odontogenik, infeksi non-odontogenik, dan
ditangani melalui bedah atau intervensi profilaksis terutama terhadap endokarditis
mekanik, dalam kata lain tidak membutuhkan bakterialis. Penggunaan antibiotik secara
antibiotik, tetapi setiap tahun tetap terjadi rasional harus ditingkatkan untuk menurunkan
pemborosan dalam peresepan antibiotik. Di kejadian resistensi terhadap antibiotik yang
sisi lain, tes sensitivitas dan kultur kuman saat ini menjadi masalah di berbagai belahan
terhadap bakteri yang berasal dari infeksi gigi dunia.
sangat jarang dilakukan oleh para dokter gigi.
Hal ini berarti pemberian antibiotik terjadi DAFTAR PUSTAKA
secara luas untuk infeksi gigi dengan indikasi 1. Ramasamy A. A Review of Use of
yang belum tentu membutuhkannya. Karena Antibiotics in Dentistry and
itu, penggunaan antibotik spektrum luas ini Recommendations for Rational Antibiotic
menyebabkan timbulnya kemungkinan Usage by Dentists. The International
resistensi terhadap bakteri-bakteri strain Arabic Journal of Antimicrobial Agents
tertentu, termasuk terhadap bakteri yang 2014;4(21):1–6.
berada pada mulut. Jika hal ini tidak segera 2. Roda RP, Bagan JV, Bielsa JMS, Pastor
diatasi, akan menimbulkan masalah potensial EC. Antibiotic Use in Dental Practice.
di masa yang akan datang yang menyebabkan Med Oral Patol Oral Cir Bucal
peningkatan morbiditas dan biaya perawatan.7 2007;12;186–192.
Antibiotik yang paling banyak 3. Petri WA. Antimicrobial Agents
digunakan di bidang kedokteran gigi saat ini Penicillins, Cephalosporins, and Other β-
adalah amoksisilin, penisilin, dan Lactam Antibiotics. In: Hardman JG,
metronidazol. Beberapa studi telah Limbird LE, Gilman AG, eds. Goodman
menggambarkan resistensi terhadap & Gilman’s The Pharmacological Basis
amoksisilin dari beberapa kuman dalam of Therapeutics. 10th Ed. New York:
rongga mulut.2,7 Amoksisilin memperlihatkan McGraw-Hill. 2001; 1189–1215.
angka resistensi hingga 30–80% terhadap 4. Setiabudy R. Antimikroba. Dalam:
Prevotella dan Porphyromonas. Munculnya Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, ed.
resistensi bakteri terhadap golongan penisilin Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
ini menyebabkan meningkatnya penggunaan Gaya Baru. 2007; 517–539.
antibiotik golongan makrolid (seperti 5. Dailey YM, Martin MV. Are Antibiotics
klindamisin) untuk melawan infeksi orofasial Being Used Appropriately for Emergency
karena memiliki efikasi yang cukup baik, Dental Treatment. British Dental Journey
timbulnya resistensi rendah dan memiliki 2001;7:391–393.
toleransi yang tinggi.2 6. American Academy of Pediatric
Penanggulangan antibiotik dapat Dentistry. Guideline on Antibiotic
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: Prophylaxis for Dental Patients at Risk
(1) melakukan sikling antibiotik, penghentian for Infection. 14/15;36(6):287–292.

697
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Available at: http://www.aapd.org/ Pharmaceutical Education and Research


media/policies_Guidelines/G_AntibioticP 2008.
rophylaxis.pdf. Accessed March 29, 2015. 19. Jawetz E. Principle of Antimicrobial
7. Sweeney LC, Dave J, Chambers PA, Drug Action: Basic and Clinical
Heritage G. Antibiotic Resistance in Pharmacology. 3th Ed. Norwalk:
General Dental Practice – A Cause For Appleton and Lange. 1997; 49–66.
Concern? Journal of Antimicrobial 20. Panitia Pengendalian Resistensi
Chemotherapy 2004;53:567–576. Antibiotik RSUPN Dr. Cipto
8. Swift JQ, Gulden WS. Antibiotic Terapy: Mangunkusumo. Kebijakan dan Panduan
Managing Odontogenic Infections. Dent Penggunaan Antibiotik di RSCM. Jakarta.
Clin North Am 2002;46:623–633. 2009.
9. Chambers HF. Antibiotik Betalaktam dan
Penghambat Sintesis Dinding Sel
Lainnya. Dalam: Sjabana D, Katzung BG,
ed. Basic and Clinical Pharmacology.
Jilid I. Jakarta: Salemba Medika. 2001; 3–
30.
10. Ramu C, Padmanaban TV. Indications of
Antibiotic Prophylaxis in Dental Practice:
A Review. Asian Pac J Trop Biomed
2012;2(9):749–754.
11. Robertson D, Smith J. The Microbiology
of The Acute Dental Abcess. Journal of
Medical Microbiology 2009;58:155–162.
12. Fakhrurrazi, Hakim RF. Gambaran
Bakteri dan Sensitivitas Antimikroba
pada Abses Odontogenik. Cakradonya
Dent J 2013;5(1):475–541.
13. Palmer NOA, Martin MV, Pealing RV,
Ireland RS. An Analysis of Antibiotic
Prescriptions from General Dental
Practice in England. J Antimicrob
Chemother 2000;46:1033–1035.
14. Cowper T. Pharmacologic Management
of The Patient with Disorders of The
Cardiovascular System: Infective
Endocarditis. Dent Clinic North Am
1996;40:611–617.
15. Lockhart PB. An Analysis of Bacteremias
During Dental Extraction: A Double-
Blind Placebo-Controlled Study of
Chlorhexidine. Arch Intern Med
1996;156:513–520.
16. Setiawati A, Muchtar A. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Respons Pasien
terhadap Obat. Dalam: Gunawan SG,
Setiabudy R, ed. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru. 2007;
886–895.
17. Utami ER. Antibiotik, Resistensi dan
Rasionalitas Terapi. El-Hayah
2011;1(4):191–198.
18. Bari SB, Mahajan BM, Surana SJ.
Resistance to Antibiotic: A Challenge in
Chemotherapy. Indian Journal of

698
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PERAN KONDISIONER PADA ADHESI BAHAN RESTORASI SEMEN


IONOMER KACA DENGAN STRUKTUR DENTIN
(TINJAUAN PUSTAKA)

Suzanna Sungkar

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Glass ionomer cement (semen ionomer kaca/ SIK) adalah salah satu bahan restorasi yang banyak
digunakan dalam melakukan perawataan gigi anak. Bahan restorasi SIK mempunyai banyak
kelebihan, diantaranya adalah kemampuannya berikatan secara fisiko-kimia dengan struktur gigi,
melepaskan fluor dan aplikasinya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Dalam praktik sering kita
temukan kegagalan dalam melakukan restorasi SIK, yakni lepasnya bahan restorasi terutama pada
karies yang sudah mencapai dentin. Tulisan ini bertujuan untuk membahas peran kondisioner dalam
adhesi bahan restorasi SIK dengan struktur dentin. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang bahan
restorasi SIK, struktur dentin yang beradhesi dengan bahan restorasi SIK, bagaimana adhesi bahan
restorasi SIK dengan struktur dentin, dan penggunaan bahan kondisioner. Penggunaan kondisioner
pada restorasi SIK bertujuan untuk mengangkat smear layer dan bahan-bahan yang mengontaminasi
yang dapat mengurangi kekuatan ikatan antara SIK dengan struktur gigi. Kondisioner ini
meningkatkan kekuatan ikatan SIK dengan struktur gigi, terutama untuk dentin.

Kata kunci: semen ionomer kaca, kondisioner, adhesi, dentin, smear layer

ABSTRACT
Glass ionomer cement is a common material restoration uses in children. The advantages of glass
ionomer restoration are the chemical bonded to enamel and dentin, release fluoride ions to
surrounding tooth structure with no effect on the integrity of the glass ionomer mass, and easy
application to tooth structure. On the other hand, the failured of glass ionomer restoration on moderate
cavity commonly found in dental practice. The objective of this paper is to explain the effect of
conditioner application on adhesion glass ionomer restoration to the tooth structure. The subtopics
investigated in this paper are the uses of glass ionomer restoration, the structure of dentin, the
adhesion of glass ionomer and tooth structure, and the uses of conditioner. Conditioner application in
glass ionomer is to remove smear layer and contaminating materials. Conditioner usage can improves
the bonding of glass ionomer to the dentin structure.

Key words: glass ionomer cement, conditioner, adhesion, dentin, smear layer

699
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN perubahan sifat fisik dengan mengubah


Perkembangan bahan kedokteran gigi perbandingan bubuk-cairan atau kandungan
berlangsung pesat dengan adanya bubuk dan cairan.7
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di Komposisi utama bubuk SIK adalah
bidang biomaterial.1 Seiring dengan itu, dokter silica (SiO) dan Alumina (Al2O3). Dapat juga
gigi anak dituntut mempunyai pengetahuan ditambahkan kalsium fluorida (CaF2), cryolite
khususnya tentang pemilihan bahan restorasi (Na3AlF6), sodium fluorida (NaF), dan
yang akan digunakan.1,2 Salah satu bahan aluminium fosfat (AlPO4).9,11 Sedangkan
restorasi yang banyak digunakan dalam cairan SIK dapat berupa larutan encer asam
melakukan perawataan gigi anak adalah glass poliakrilat 50%, larutan encer campuran asam
ionomer cement (semen ionomer kaca/ SIK).1-3 poliakrilat 47,5% dan asam tartat 5%, larutan
SIK adalah bahan restorasi sewarna gigi encer campuran asam itakonik 47,5% dan
yang melepaskan fluor dalam waktu yang asam tartat 5%, larutan encer campuran asam
relatif panjang. Oleh karena itu, SIK maleat 47,5% dan asam tartat 5%.9,13
dianjurkan sebagai bahan pilihan untuk Reaksi pengerasan SIK terdiri dari tiga
restorasi gigi sulung yang mengalami karies. fase, yakni fase pelepasan ion, fase hidrogel,
Penggunaan SIK membutuhkan waktu yang dan fase gel poligaram.9,14 Pelepasan ion
singkat sehingga sesuai digunakan pada anak terjadi segera setelah kontak antara cairan dan
usia muda.1,2,4 bubuk. Larutan kopolimer poliasam dan
Salah satu keuntungan SIK adalah akselerator asam tartarik melarutkan bubuk
kemampuannya berikatan secara fisiko-kimia aluminofluorosilikat glass dan permukaan
dengan struktur gigi.1,2,5 Ikatan fisiko-kimia ini terluar dari glass. Ion-ion [H+] dari poliasam
terbentuk dengan adanya adhesi antara SIK dan asam tartarik menyebabkan pelepasan
dan struktur gigi. Agar adhesi SIK dengan kation metal seperti [Ca2+] dan [Al3+] dari
struktur gigi (email atau dentin) lebih baik permukaan bubuk glass. Pada mulanya [Ca2+]
maka sebelum melakukan restorasi dengan dan [Al3+] bereaksi dengan ion [F-]
bahan SIK, dianjurkan untuk melakukan membentuk CaF2 dan [AlF2-] serta ikatan yang
aplikasi kondisioner.6 Tulisan ini akan lebih kompleks. Sejalan dengan meningkatnya
membahas tentang peran kondisioner pada keasaman, CaF2 yang tidak stabil terputus dan
adhesi bahan restorasi SIK dengan struktur bereaksi dengan polimer akrilik membentuk
dentin. kompleks yang lebih stabil.9,14
Fase hidrogel dimulai 5–10 menit
TINJAUAN PUSTAKA setelah pencampuran, dan menyebabkan awal
Semen Ionomer Kaca pengerasan. Selama fase ini ion kalsium yang
SIK merupakan material kedokteran bermuatan positif dilepaskan lebih cepat dan
gigi yang berbahan dasar air dan mengeras bereaksi dengan larutan rantai poliasam
dengan reaksi asam-basa antara bubuk calcium polianionik yang bermuatan negatif
fluoroaluminosilicate glass dan cairan membentuk ikatan silang ion. Maturasi terjadi
aqueous solution of polyacrylic acid.3,7,8 selama 24 jam. Selama fase ini, ionomer harus
Standar ISO mendefinisikan SIK sebagai dilindungi dari pengaruh kontaminasi
semen poliakrilat, tetapi istilah glass ionomer lingkungan (air dan udara).9,14,15 Dalam hal ini,
cement (SIK) telah diterima secara luas dalam perlindungan dapat diberikan dengan
profesi kedokteran gigi.7 mengaplikasikan varnish atau bonding agent
Wilson dan Kent telah mengembangkan setelah aplikasi bahan SIK pada struktur gigi.16
SIK sejak tahun 1969.9,10 Pada tahun 1972, Fase gel poligaram terjadi pada saat
SIK mulai digunakan sebagai bahan restorasi bahan sudah mengeras seluruhnya, dapat
untuk lesi abrasi kelas V, tetapi masih terdapat berlangsung selama beberapa bulan. Matriks
kekurangan pada estetik dan translusennya. semen mengalami maturasi pada saat ion
Selanjutnya pengembangan dan penelitian [Al3+] yang dilepaskan membentukan hidrogel
banyak dilakukan dan menghasilkan sejumlah poligaram mengelilingi filler glass. Fase ini
material penting yang sangat berguna dan menghasilkan peningkatan sifat fisik dari
memiliki berbagai fungsi dalam kedokteran SIK.9,14
gigi.11 Pada tahun 1980-an bahan SIK ini Kelebihan SIK dibandingkan dengan
mulai populer digunakan.7,12 SIK dapat dipakai bahan lain, yakni mempunyai koefisien
secara luas karena dapat menunjukkan ekspansi termal yang sama dengan struktur

700
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

gigi, mempunyai biokompatibilitas dan sifat hipermineralisasi, daerah ini dinamakan


fisik yang baik serta mudah manipulasinya. peritubular dentin atau intratubular
Karakteristik SIK adalah kemampuannnya dentin.18,19,22,23,25 Sedangkan bagian
berikatan secara fisiko-kimia dengan struktur terkalsifikasi dari jaringan di antara tubulus
gigi dan merupakan restorasi sewarna gigi dentin disebut intertubular dentin.18,24
yang mudah melepaskan ion flour sehingga Komposisi dentin berdasarkan berat,
dapat mencegah karies.1,2,7,17 bahan anorganik 70%, bahan organik 18% dan
air 12%.21 Kandungan anorganik dentin
Struktur Dentin terutama terdiri dari kristal hidroksiapatit. Juga
Dentin adalah struktur jaringan keras dijumpai kalsium-fosfat amorf, F, Cu, Fe, dan
dari kompleks pulpa-dentin yang merupakan garam-garam organik seperti karbonat,
bagian terbesar dari gigi, berfungsi melindungi kalsium fosfat dan sulfat. Kandungan organik
pulpa dan mendukung lapisan email.12,18-20 dentin terutama terdiri dari kolagen yakni
Berbeda dengan email, struktur dentin terdiri 93%, lemak, glikosaminoglikans, protein, dan
dari jaringan vital yang berisi sel prosesus asam sitrat.20 Unsur pokok dentin tidak
odontoblas dan neuron.19,21 Odontoblas seimbang distribusinya pada intertubular dan
berperan dalam membentuk matriks dentin peritubular dentin maka jaringan dentin ini
dan neuron berperan sebagai pengantar bersifat heterogen.21
informasi sensorik. Komponen utama dari
matriks dentin adalah kolagen, memberikan Adhesi Semen Ionomer Kaca dengan
kekenyalan yang dibutuhkan email maupun Struktur Dentin
dentin untuk menahan tekanan pengunyahan.19 Karakteristik penting dari SIK adalah
Gambaran khas dari dentin adalah kemampuannya berikatan secara fisiko-kimia
tubulus dentin yang dibentuk oleh odontoblas. dengan struktur gigi.1,2,5 Ikatan fisiko-kimia ini
Jaringan ini tidak memiliki sel, dan terbentuk dengan adanya adhesi antara SIK
terkalsifikasi yang disebut orthodentin. dan struktur gigi. Adhesi adalah pelekatan satu
Matriks orthodentin terkalsifikasi menjadi tipe bahan dengan bahan lainnya. Permukaan
dentin tertentu dipengaruhi oleh lokasi, bahan yang melekat disebut adherent.12,21,25
komposisi matriks, struktur dan pola Adhesi ini menunjukkan kekuatan atau energi
perkembangannya.19 Tubulus dentin berisi di antara atom-atom atau molekul-molekul
prosesus odontoblas sebagai penghubung pada permukaan yang memegang dua fase
langsung ke pulpa. Diameter tubulus dentin bersama-sama.22
menurun dari 2,5 µm pada sisi pulpa, menjadi Mekanisme adhesi pada SIK terjadi
0,8 µm pada dentino enamel junction (DEJ). berdasarkan difusi dan fenomena adsorpsi.5,6
Demikian juga jumlah tubulus dentin menurun Difusi merupakan hasil dari ikatan antara
dari kira-kira 45000 per mm2 di dekat pulpa, molekul-molekul yang bergerak. Polimer dari
menjadi kira-kira 20000 per mm2 di dekat masing-masing sisi dari interface dapat
DEJ. Tubulus dentin menyebar dari pulpa menyeberangi dan bereaksi dengan molekul-
melalui seluruh ketebalan dentin sehingga molekul pada sisi yang lain. Pada akhirnya,
dentin mempunyai sifat permeabilitas tinggi.22 interface akan hilang dan dua bagian akan
Daerah dentin yang berdekatan dengan menjadi satu. Adsorption mencakup semua
dentino enamel junction merupakan dentin jenis ikatan kimia antara adhesif dan adherent
yang pertama kali terbentuk dan disebut termasuk ikatan primer (ikatan ion dan
mantle dentin.19,23,24 Daerah ini paling banyak kovalen) dan ikatan sekunder (ikatan hidrogen
mengandung serat kolagen. Lapisan di bawah dan interaksi dipolar).12,22 Mekanisme adhesi
mantle dentin adalah circumpulpal dentin. SIK dengan struktur jaringan keras gigi sangat
Serat kolagen pada lapisan ini memiliki kompleks. Secara sederhana dapat dijelaskan
diameter yang lebih kecil dan lebih tidak bahwa pada tahap awal terjadi ikatan hidrogen
beraturan dibandingkan di daerah mantle karena adanya interaksi polar antara struktur
dentin. Antara lapisan circumpulpal dentin dan gigi dan bahan SIK yang baru diaplikasikan.
mantle dentin terdapat lapisan interglobular Ikatan hidrogen ini akan digantikan oleh
dentin. Lapisan ini terbentuk sebagai hasil ikatan kimia yang lebih kuat, yakni ikatan
mineralisasi awal yang cepat dari dentin.18,19,23 ion.5 Ikatan ion terjadi antara ion-ion karboksil
Dentin yang mengelilingi tubulus di daerah [COO-] dari asam pada bahan SIK dengan ion
circumpulpal dentin mengalami kalsium [Ca2+] pada email dan dentin. Ion

701
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

fosfat yang bermuatan negatif [PO43-] dan ion Hubungan interfasial yang baik sangat
kalsium yang bermuatan positif [Ca2+] diperlukan untuk adhesi.17 Persyaratan penting
berpindah dari struktur gigi (hidroksiapatit) untuk mendapatkan hubungan interfasial yang
dan masuk ke dalam semen, menghasilkan baik adalah kedua bahan yang berikatan harus
lapisan di antara SIK dan struktur gigi berkontak rapat.12,22,27 Di samping kontak yang
(Gambar 1).11,26 Lapisan ini dinamakan lapisan rapat, pembasahan (wetting) bahan adhesif
pertukaran ion, mempunyai ketebalan yang cukup hanya akan diperoleh bila
beberapa mikrometer (Gambar 2). Lapisan tegangan permukaan bahan adhesif lebih
pertukaran ion ini berisi ion-ion kalsium dan rendah dari energi permukaan bebas dari
fosfat dari struktur gigi dan ion-ion struktur gigi.12,22 Energi permukaan atau
aluminium, silika, fluor, kalsium, dan tegangan permukaan adalah energi yang
strontium dari SIK.8 dimiliki oleh atom dan molekul yang berada
pada permukaan zat padat atau cairan.25
Sedangkan pembasahan adalah istilah yang
menunjukkan derajat penyebaran dari suatu
tetesan cairan pada permukaan benda
padat.21,25,27
Menurut teori wetting dan energi bebas
permukaan, adhesi email lebih mudah dicapai
daripada adhesi ke dentin. Hal ini disebabkan
oleh karena kandungan utama email, yakni
hidroksiapatit, memiliki energi permukaan
yang tinggi, sementara dentin terdiri dari dua
material yang berbeda, yakni hidroksiapatit
dan kolagen yang mempunyai energi
Gambar 1. Diagram sistem pertukaran ion pada permukaan yang rendah. Secara struktural
adhesi SIK ke struktur gigi (email dan yang lebih penting untuk adhesi adalah
dentin).11
volume yang ditempati oleh komponen dentin,
yakni bahan organik (25%) dan air (25%) yang
perbandingan keduanya sama dengan bahan
anorganik (50%). Unsur pokok dentin juga
tidak seimbang distribusinya pada intertubular
dan peritubular dentin sehingga jaringan
dentin ini heterogen, sedangkan email
homogen dalam struktur dan komposisinya.
Komposisi email yang matang berdasarkan
volumenya, bahan anorganik (86%), bahan
organik (2%), dan air (12%).22

Kondisioner
Gambar 2. Lapisan pertukaran ion yang terbentuk Kondisioner dapat didefinisikan sebagai
di antara SIK dan struktur gigi.8 suatu bahan (biasanya berupa bahan asam)
yang digunakan untuk pengondisian
Adhesi yang terjadi antara SIK dengan permukaan email/ dentin yang bertujuan
struktur gigi merupakan fenomena yang mengangkat smear layer dan pada konsentrasi
dinamis karena poliasam pada SIK bersifat tertentu dapat menstimulasi demineralisasi
hidrofilik dan dapat mempertahankan ikatan permukaan email atau dentin. Smear layer
dengan adanya kelembapan sehingga pada sendiri didefinisikan sebagai debri, kalsifikasi
kondisi klinis, terputusnya satu ikatan tidak alami yang dihasilkan dari instrumentasi
menyebabkan kegagalan karena ikatan dapat dentin, email atau sementum, atau merupakan
terbentuk kembali. Ini berarti bahwa meskipun kotoran (bahan kontaminasi) yang
kekuatan ikatan SIK secara in vitro lebih menghalangi interaksi bahan restorasi dengan
rendah bila dibandingkan dengan teknik struktur gigi.22 Istilah kondisioner digunakan
bonding resin, tetapi SIK lebih dapat bertahan untuk membedakan dari teknik etsa yang
lama dalam situasi klinis.6,14 digunakan untuk bonding resin komposit ke

702
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

email.14,17 Tujuan penggunaan kondisioner ikatan adhesi yang terbentuk antara gigi dan
pada restorasi SIK adalah untuk mengangkat bahan restorasi. Oleh karena itu, permukaan
smear layer dan bahan-bahan yang gigi harus dibersihkan dan sebelumnya
mengontaminasi (seperti pelikel organik dilakukan perlakuan awal untuk meningkatkan
saliva, plak, darah) yang dapat mengurangi energi permukaan bebas sehingga
22
kekuatan ikatan antara SIK dengan struktur pelekatannya lebih mudah. Kekuatan ikatan
gigi.6,29 Banyak penelitian menunjukkan antara SIK dengan struktur gigi bergantung
bahwa penggunaan kondisioner menyebabkan kepada bahan yang digunakan sebagai
peningkatan kekuatan ikatan, terutama untuk kondisioner, konsentrasi kondisioner, durasi
dentin.17,29 aplikasi kondisioner, dan metode aplikasi
Dalam rongga mulut, permukaan gigi kondisioner.6,17 Ada dua tipe kondisoner yang
terkontaminasi oleh suatu pelikel organik beredar dan dapat digunakan, yaitu yang
saliva dengan tegangan permukaan sekitar 28 pertama asam kuat (asam fosfat dan asam
dynes/cm yang menghalangi kelembapan yang sitrat). Asam ini memecahkan lapisan debri
adhesif. Demikian juga instrumentasi dari (smear layer) pada dentin dan membuka
struktur gigi selama preparasi kavitas tubulus dentin. Asam lainnya adalah asam
menghasilkan smear layer dengan energi maleat 10% yang digunakan untuk melarutkan
permukaan bebas yang rendah, mengurangi jaringan organik dan anorganik, tetapi kurang
adhesi antara bahan adhesif dan struktur gigi.22 kuat dibandingkan asam fosfat dan asam sitrat.
Morfologi, komposisi, dan ketebalan smear Tipe kondisioner yang kedua adalah asam
layer ditentukan perluasan besarnya oleh tipe lemah (seperti asam poliakrilat) yang
instrumen yang digunakan, metode irigasi digunakan hanya untuk melarutkan smear
yang digunakan, dan sisi dentin yang dibentuk layer tanpa mendemineralisasi dentin.25 Asam
(Gambar 3).11,22,26 Komposisi smear layer ini kuat bukan merupakan kondisioner yang baik
mencerminkan struktur dari dentin di untuk SIK karena menyebabkan pelepasan
bawahnya, terutama berisi hancuran dari kalsium yang diperlukan dalam adhesi SIK
hidroksiapatit dan kolagen yang telah dengan struktur gigi.14 Efek demineralisasi
mengalami perubahan, bercampur dengan pada dentin yang dihasilkan oleh asam kuat
saliva, bakteri, dan debri permukaan lainnya yang diaplikasikan pada dentin juga dapat
hasil pengasahan. Ketebalan smear layer menyebabkan melebarnya tubulus dentin
bervariasi dari 0,5–5,0 µm. sehingga bakteri dapat masuk dan
menyebabkan inflamasi.17
Mount (1984) menganjurkan bahwa
kondisioner yang ideal harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: isotonik,
mempunyai pH antara 5,5–8,0, tidak toksik
terhadap dentin, pulpa dan jaringan gingiva,
sesuai dengan sifat kimia dari semen, larut
dalam air dan mudah dihilangkan/ diangkat,
secara kimia tidak mendemineralisasi email
dan dentin, dan dapat meningkatkan ikatan
secara kimia.17 Penelitian terhadap asam sitrat,
asam poliakrilat, asam tannat, dan dodisin,
ditemukan bahwa kekuatan ikatan SIK
Gambar 3. Smear layer pada permukaan dentin terhadap struktur gigi yang terbaik adalah pada
yang dipreparasi (pembesaran 800x).11 penggunaan asam poliakrilat sebagai
kondisioner.17 Ada dua keuntungan tambahan
Smear layer menutupi tubulus dentin bila digunakan asam poliakrilat ini sebagai
dengan pembentukan smear plug. Smear layer kondisioner dentin. Pertama karena asamnya
ini porous dan dapat ditembus melalui saluran sama dengan yang digunakan untuk SIK
submikron sehingga memungkinkan cairan sendiri maka bila terdapat sedikit sisa cairan
dentin lewat.12 Meskipun demikian, adanya asam poliakrilat tidak akan mempengaruhi
smear layer ini menyebabkan penurunan reaksi pengerasan. Kedua, asam poliakrilat ini
permeabilitas dentin sebesar 86%. Smear layer akan meningkatkan energi permukaan struktur
juga mempunyai pengaruh yang besar pada gigi sehingga meningkatkan kelembapan

703
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

permukaan gigi terhadap semen dan memungkinkan mengalami pertukaran ion


mengaktifkan ion-ion kalsium dan fosfat dengan SIK. Pada perkembangannya banyak
dalam struktur gigi sehingga struktur gigi lebih macam kondisioner yang dapat digunakan dan
memungkinkan mengalami pertukaran ion pemilihan bahan kondisioner yang digunakan
dengan SIK.6,7 harus sesuai dengan syarat-syarat kondisioner
Penggunaan asam poliakrilat secara yang ideal.
klinis sebagai kondisioner pada permukaan
kavitas dapat dilakukan dengan DAFTAR PUSTAKA
mengaplikasikan asam poliakrilat 10% dalam 1. Sutadi H. Penggunaan Glass Ionomer
waktu yang relatif singkat. Asam poliakrilat Cement dalam Ilmu Kesehatan Gigi
merupakan asam yang relatif lemah yang Anak. Naskah Lengkap Kursus Penyegar
melarutkan smear layer dan bila dibiarkan dan Penambah Ilmu Kedokteran Gigi
lebih dari 20 detik kemungkinan terjadi Anak 1988;8:302–309.
demineralisasi dentin dan email yang masih 2. Suwelo IS. Penggunaan Bahan Sewarna
tersisa dan membuka tubulus dentin. Untuk Gigi untuk Pencegahan Karies dan
mendapatkan ikatan yang baik antara SIK Restorasi Gigi Anak. JKG UI
terhadap struktur email dan dentin gigi tetap, 1995;3(2):33–39.
smear layer dan bahan kontaminasi pada 3. Croll TP. Glass Ionomers for Infants,
permukaan dapat dihilangkan dengan asam Children, and Adolescents. J Am Dent
poliakrilat 10% selama 10–15 detik, diirigasi Assoc 1990;12(1):65–68.
dengan air, dikeringkan dengan tekanan udara 4. Cho S, Cheng AC. A Review of Glass
ringan, tidak terlalu kering serta aplikasi bahan Ionomer Restorations in The Primary
SIK.6 Dentition. J Can Dent Assoc
1999;65:491–495.
KESIMPULAN 5. Tanumiharja M, Burrow MF, Cimmino
SIK merupakan bahan restorasi yang A, Tyas MJ. The Evaluation of Four
banyak digunakan dalam bidang kedokteran Conditioner for Glass Ionomer Cement
gigi anak karena mempunyai banyak Using Field-Emission Scanning Electron
kelebihan, di antaranya adalah kemampuannya Microscopy. J Dent 2001;29:131–138.
melepaskan fluor dalam waktu yang relatif 6. Mount GJ. An Atlas of Glass-Ionomer
panjang dan manipulasinya yang mudah serta Cements: A Clinician’s Guide. 3th Ed.
memerlukan waktu yang relatif singkat. SIK United Kingdom: Martin Dunitz.
juga mempunyai kemampuan untuk berikatan 2002:28–33,109.
secara fisiko-kimia dengan struktur gigi 7. Davidson CL, Mjor IA. Advance in
sehingga tidak diperlukan preparasi kavitas Glass-Ionomer Cement. Chicago:
yang banyak. Quintessence Publ Co. 1999: 1–5,13,18–
Mekanisme adhesi SIK dengan struktur 29,31,33,46–48,121–126,201–222.
gigi terjadi berdasarkan difusi dan fenomena 8. Tyas MJ, Burrow MF. Adhesive
adsorption. Terjadi pertukaran ion-ion dari Restorative Materials: A Review. J Austr
bahan SIK dan struktur gigi serta Dent 2004;49(3):112–121.
pembentukan lapisan yang kaya ion, disebut 9. Katsuyama S, Ishikawa T, Fujii B. Glass
"lapisan pertukaran ion" yang berada di antara Ionomer Dental Cement – The Materials
SIK dan struktur gigi. Adhesi SIK dengan and Their Clinical Use. St Louis:
struktur gigi dapat ditingkatkan dengan Ishiyaku Euro America. 1993: 47,49.
penggunaan bahan kondisioner sebelum 10. Abate PF, Bertacchini SM, Polack MA,
melakukan restorasi dengan bahan SIK. Macchi RL. Adhesion of A Compomer to
Penggunaan kondisioner pada SIK akan Dental Structures. Quintessence Int
mengangkat smear layer dan bahan-bahan 1997;28:509–512.
lainnya yang mengontaminasi serta 11. Mount GJ, Hume WR. Preservation and
meningkatkan energi permukaan struktur gigi. Restoration of Tooth Structure. London:
Peningkatan energi permukaan struktur gigi Knowledge Multimedia. 2005: 6–7,147–
ini akan menyebabkan kelembapan permukaan 148,163–164,173–180,184–186.
gigi meningkat terhadap semen dan 12. Robertson TM, Heymann HO, Swift EJ.
mengaktifkan ion-ion kalsium dan fosfat Sturdevan’s Art and Science of Operative
dalam struktur gigi sehingga struktur gigi lebih

704
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Dentistry. 4th Ed. St Louis: Mosby Co. 28. Glasspoole EA, Erickson RL, Davidson
2002: 28,207–211,256. CL. Effect of Surface Treatment on The
13. McCabe JF. Applied Dental Material. 8th Bond Strength of Glass Ionomer to
Ed. London: Blackwell Scientific Publ. Enamel. Dent Mat 2002;18:454–462.
1998; 202–207. 29. Thean HPY, Mok BYY, Chew CL. Bond
14. Albers HF. Tooth-Colored Restoratives: Strength of Glass Ionomer Restoratives to
Principles and Techniques. 9th Ed. Primary vs Permanent Dentin. J Dent
London: BC Decker Inc. 2002; 46–47. Child 2000;112–116.
15. Craigh RG, Powers JM, Wataha JC.
Dental Material Properties and
Manipulation. 7th Ed. St Louis: Mosby
Co. 2000; 118–119.
16. Frankenberger R, Sindel J, Kramer N.
Viscous Glass Ionomer Cement: A New
Alternative to Amalgam in Primary
Dentition? Quint Int 1997;28(10):667–
675.
17. Wilson AD, McLean JW. Glass-Ionomer
Cement. West German: Quintessence
Publ.1988; 83–91.
18. Nanci A. Ten Cate’s Oral Histology
Development, Structure, and Function. 6th
Ed. St Louis: Mosby Co. 2003: 145–
151,192–194,205,207–208,210,213.
19. Avery JK. Oral and Development and
Histology. 2nd Ed. New York: Thieme
Medical Publishers Inc. 1994: 228,242–
245.
20. Mjor IA, Fejerskov O. Embriologi dan
Histologi Rongga Mulut. Alih bahasa:
Siregar F. Jakarta: Widya Medika. 1991:
56–57,81–92.
21. Brand RW, Isselhard DE. Anatomy of
Orofacial Structures. 6th Ed. St Louis:
Mosby. 1998: 69–70,75.
22. Schwartz RS, Summitt JB, Robbins JW.
Fundamentals of Operative Dentistry: A
Contemporary Approach. Chicago:
Quintessence Publ. 1996: 142–143,145–
146,149.
23. Avery JK. Essentials of Oral Histology
and Embryology: A Clinical Approach. St
Louis: Mosby. 1992: 84–85,93–95,98.
24. Ferguson DB. Oral Bioscience. Edinburg:
Churchill Livingstone. 1999: 24–33,38–
40.
25. O’Brien WJ. Dental Material and Their
Selection. 2nd Ed. Chicago: Quintessence
Publ Co. 1997: 39–40,43,45.
26. Roulet JF, Degrange M. Adhesion: The
Silent Revolution in Dentistry. London:
Quintessence Publ Co. 2000; 29–37.
27. Phillips RW, Moore BK. Element of
Dental Materials. 5th Ed. Philadelphia:
WB Saunders Co. 1994: 16–18,21.

705
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

HUBUNGAN LAMA PENGADUKAN DENGAN SETTING TIME DAN KEKUATAN


KOMPRESI DENTAL STONE

Nila Kasuma*, Denas Symond**, Danu Prianto***


*
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas
**
Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
***
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas

ABSTRAK
Produk gipsum digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk membuat model studi dan model
kerja dari rongga mulut serta struktur kranio-fasial. Salah satu produk gipsum yang paling sering
digunakan di bidang kedokteran gigi adalah dental stone. Sifat dan karakteristik dental stone adalah
setting time dan kekuatan kompresi. Hal yang mempengaruhi setting time dan kekuatan kompresi
dental stone di antaranya adalah lama pengadukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan lama pengadukan dengan setting time dan kekuatan kompresi dental stone. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan jumlah sampel sembilan buah model dental
stone, dengan masing-masing tiga perlakuan dengan lama pengadukan 20 detik, 40 detik, dan 60
detik. Pengukuran setting time dilakukan dengan alat Vicat Penetrometer dan pengukuran kekuatan
kompresi dilakukan dengan alat Compressive Strength Test. Hasil menunjukkan peningkatan rata-
rata setting time yang diaduk selama 20 detik, 40 detik, dan 60 detik. Kekuatan kompresi dental
stone meningkat saat pengadukan selama 20 detik dan 40 detik, dan 60 detik. Hasil uji One Way
ANOVA menunjukkan terdapat peningkatan signifikan pada setting time dan kekuatan kompresi yang
diaduk lebih lama (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan lama
pengadukan terhadap setting time dan kekuatan kompresi dental stone.

Kata kunci: Gipsum, dental stone, setting time, kekuatan kompresi

ABSTRACT
Gypsum product used in dentistry to make study model and working model from oral cavity and
cranio-facial structure. The most useful gypsum product type in dentistry is dental stone. The
characteristics of dental stone is setting time and compressive strength. Factors that affect of setting
time and compressive strength such as mixing time. Dental stone that mixed longer will increase
setting time and compressive strength. The purpose of this study is to know the relationship between
mixing time toward setting time and compressive strength of dental stone. A laboratory experimental
with nine sample which have three different treatment, which is 20 second, 40 second, and 60
second. The measurement of setting time was doing by Vicat Penetrometer and the measurement of
compressive strength was doing by Compressive Strength Test. The Result show increase of setting
time which was mixed 20 second, 40 second, and 60 second. The compressive strength of dental
stone increase when the mixing time 20 second and 40 second, and 60 second. One Way ANOVA
showed that there were significant increase of setting time and compressive strength which was
mixed longer (p<0.05). Conclusion there is relationship between mixing time toward setting time
and compressive strength.

Key words: Gypsum, dental stone, setting time, compressive strength

706
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN dihidrat. Selama proses pengerasan material


Dental stone merupakan salah satu tersebut akan mengeluarkan panas. Panas yang
bahan cor di bidang kedokteran gigi yang terjadi selama proses setara dengan panas yang
berbahan dasar gipsum. Gipsum adalah salah digunakan selama proses pengapuran.1-3
satu mineral yang sangat vital digunakan di Proses pengerasan dental stone hingga
dunia kedokteran gigi. Produk gipsum menjadi suatu model kerja atau model studi
digunakan dalam kedokteran gigi untuk dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
membuat model studi dan model kerja dari adalah setting time. Setting time merupakan
rongga mulut serta struktur kranio-fasial dan waktu yang dibutuhkan mulai dari proses
sebagai piranti penting untuk pekerjaan pencampuran air dan bubuk hingga bahannya
laboratorium kedokteran gigi yang melibatkan menjadi keras. Hal-hal yang mempengaruhi
pembuatan protesa gigi. Dalam kedokteran kecepatan setting time adalah suhu, lama
gigi, replika dari jaringan keras dan jaringan pengadukan, penambahan akselerator dan
lunak digunakan untuk diagnosis dan rencana retarder, serta perbandingan air dan bubuk.1,3
perawatan dari suatu keadaan patologis yang Salah satu faktor yang dapat
menyimpang dari normalnya. Replika ini mengendalikan setting time adalah lama
disebut dengan model studi, casts atau die. pengadukan. Ketika bubuk dental stone diberi
Masing-masing dari replika ini memiliki air, reaksi kimia dimulai dan kalsium sulfat
tujuan khusus dalam kegiatan kedokteran dihidrat terbentuk. Selama proses pengadukan
gigi.1 struktur kalsium sulfat dihidrat dipecah
Menurut International Organization for menjadi kristal dihidrat yang lebih kecil dan
Standardization, gipsum diklasifikasikan ke memiliki inti yang baru, dengan pengendapan
dalam lima tipe. Tipe I adalah dental plaster kalsium sulfat dihidrat dipercepat. Peningkatan
yang biasa digunakan untuk pencetakan. Tipe kecepatan pengadukan dapat mengubah
II adalah dental plaster untuk pembuatan kalsium sulfat hemihidrat menjadi kalsium
model studi. Tipe III adalah dental stone untuk sulfat dihidrat lebih cepat sehingga waktu
pembuatan model kerja. Tipe IV adalah dental setting yang dibutuhkan pun menjadi lebih
stone untuk pembuatan die, dengan kekuatan kecil.3,4
besar dan ekspansi rendah. Tipe V adalah Pengadukan dental stone selama proses
dental stone untuk pembuatan die, kekuatan manipulasi dapat dilakukan dengan dua
besar namun memiliki ekspansi tinggi.1 metode, yaitu pengadukan dengan tangan
Tipe-tipe gipsum mempunyai kegunaan menggunakan rubber bowl plastis dan spatula
sebagai berikut dalam praktik kedokteran gigi. atau hand mixing, serta pengadukan
Gipsum tipe I berguna untuk membuat cetakan menggunakan alat vacuum mixing. Teknik
bagi pasien yang edentulous. Gipsum tipe II pengadukan dengan tangan dilakukan dengan
berguna untuk pembuatan model studi. gerakan memutar dalam rentang waktu satu
Gipsum tipe III berguna untuk pebuatan model menit. Pengadukan yang berhasil akan
kerja baik untuk pembuatan protesa ataupun membentuk adonan semifluid yang lembut dan
pembuatan alat ortodonti. Gipsum tipe IV dan homogen dan dapat dicapai dengan gerakan
V lebih sering digunakan dalam pembuatan menekan adonan ke dinding-dinding rubber
die ataupun logam cor untuk pembuatan bowl untuk mengurangi gumpalan dan
mahkota gigi.1 gelembung udara.2-4
Kandungan utama dental stone adalah Pengadukan dengan vacuum mixing
kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4)2.H2O. memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan
Reaksi kimia pertama kali dapat terjadi saat pengadukan secara manual dengan tangan.
proses pencampuran bubuk gipsum dengan air. Pengadukan menggunakan vacuum mixing
Pada saat hemihidrat diaduk dengan air, dapat mengurangi gelembung udara yang
terbentuklah suatu suspensi semifluid yang terperangkap selama manipulasi karena adanya
dapat dimanipulasi. Hemihidrat melarut getaran yang dihasilkan oleh mesin.
sampai terbentuk larutan jenuh sehingga Penuangan bubuk dental stone ke dalam
dihidrat mengendap. Reaksi ini akan terus vacuum mixing harus diperhatikan dengan
berlanjut sampai tidak ada lagi dihidrat yang cermat. Penuangan dilakukan sedikit demi
mengendap dari larutan. Produk yang sedikit untuk menghindari terperangkapnya
dihasilkan berupa campuran hemihidrat dan air gelembung udara.2,5
yang memadat dan selanjutnya disebut

707
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Kekuatan kompresi juga sangat dengan air. Adonan dental stone diletakkan di
menentukan sebagai kualitas akhir dari suatu bawah jarum Gillmore dengan berat beban 1/4
model dental stone. Suatu model studi atau pound dan penampang jarum 1/12 inch.
model kerja yang baik adalah model gipsum Kemudian permukaan adonan dental stone
yang tahan terhadap abrasi dan memiliki ditusuk dengan cepat dan jarum diangkat
kekuatan yang tinggi. Hal yang mempengaruhi kembali. Penusukan diulangi setiap 30 detik
kekuatan kompresi dental stone adalah sekali sambil memutar model agar didapatkan
perbandingan air dan bubuk serta lama tempat tusukan yang berbeda. Gerakan ini
pengadukan. Pengadukan dental stone dengan dilakukan sampai jarum tidak dapat menusuk
vacuum mixing menghasilkan model yang permukaan model dental stone. Pencatatan
lebih keras dibandingkan model yang waktu dihentikan. Final setting time dihitung
dihasilkan dari pengadukan secara manual dengan stopwatch dan alat Vicat yang
dengan tangan, tetapi kekuatan kompresi yang menggunakan pemberat jarum Gillmore.
dihasilkan tidak jauh berbeda.2,4,6 Jarum Gillmore diganti dengan ukuran 1/24
inch. Prosedur sama dengan pengujian initial
BAHAN DAN METODE setting time. Setelah setting time diuji, model
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium selanjutnya akan dilakukan uji kekuatan
Material dan Struktur Jurusan Teknik Sipil kompresi dengan alat Compressive Strength
Fakultas Teknik Universitas Andalas pada Test.
bulan November 2014. Penelitian yang
digunakan adalah eksperimental laboratoris HASIL PENELITIAN
dengan desain post test experimental. Sampel Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penelitian adalah model segitujuh dental stone terjadi peningkatan kecepatan setting time dan
yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak kekuatan kompresi saat lama pengadukan
memiliki kriteria eksklusi. Kriteria inklusi ditingkatkan. Rata-rata setting time saat
adalah model segitujuh dental stone yang pengadukan selama 20 detik adalah 9 menit 91
bebas porous, sedangkan kriteria eksklusi detik. Rata-rata setting time saat pengadukan
adalah model segitujuh dental stone yang ber- selama 40 detik adalah 7 menit 5 detik. Rata-
porous. rata setting time saat pengadukan selama 60
Pengambilan sampel dilakukan dengan detik adalah 5 menit 5 detik. Peningkatan
menggunakan rumus Frederer. Dalam kekuatan kompresi juga terlihat pada saat
penelitian ini akan diberikan tiga perlakuan waktu pengadukan ditingkatkan.
dari masing masing model dental stone, yaitu Rata-rata kekuatan kompresi saat
model yang diaduk selama 20 detik, 40 detik, pengadukan selama 20 detik adalah 19,41
dan 60 detik. Jumlah sampel adalah sembilan MPa. Rata-rata kekuatan kompresi saat
dengan tiga jenis perlakuan. Total sampel yang pengadukan selama 40 detik adalah 22,95
dibutuhkan adalah sebanyak 27 buah model MPa. Rata-rata kekuatan kompresi saat
dental stone. pengadukan selama 60 detik adalah 21,71
Penelitian dilakukan dengan membuat MPa. Terjadi penurunan kekuatan dari 60
model dental stone dimulai dari menakar detik pengadukan terhadap 40 detik
bubuk dan air sesuai dengan aturan pabrik, pengadukan. Penambahan waktu pengadukan
yaitu sebanyak 60 ml air dicampur dengan 200 akan menurunkan kekuatan kompresi karena
gram bubuk dental stone. Terlebih dahulu 60 kristal dihidrat yang telah terbentuk dipecah
ml air dimasukkan ke dalam rubber bowl oleh spatula pengaduk.
kemudian 200 gram bubuk dimasukkan Hasil uji statistik dengan menggunakan
perlahan-lahan ke dalam rubber bowl untuk uji beda lanjut (LSD) yang menunjukkan
menghindari terjebaknya gelembung udara. terdapat perbedaan signifikan setting time
Kemudian dilakukan pengadukan dengan alat yang dilakukan pengadukan selama 20 detik
mixer dengan perlakuan pertama selama 20 dengan 40 detik, yaitu sebesar p=2,916.
detik, perlakuan kedua selama 40 detik, dan Perbedaan setting time yang dilakukan
perlakuan ketiga selama 60 detik. Initial pengadukan selama 20 detik dengan 60 detik,
setting time dental stone dihitung dengan yaitu sebesar p=4,681.
stopwatch dan alat Vicat yang menggunakan
pemberat jarum Gillmore. Penghitungan
dimulai saat bubuk dental stone berkontak

708
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan lama


Bubuk dental stone dimanipulasi pengadukan 20 detik, 40 detik, dan 60 detik
dengan air akan menghasilkan suatu campuran meningkatkan kekuatan kompresi dental stone
homogen yang semakin lama semakin secara signifikan. Namun, pada perlakuan
mengeras. Campuran dental stone memerlukan selama 60 detik terjadi penurunan kekuatan
waktu tertentu untuk mengeras sempurna. kompresi jika dibandingkan dengan perlakuan
Waktu yang dibutuhkan saat bubuk bercampur selama 40 detik. Hal ini dapat dijelaskan, lama
dengan air sampai bahan mengeras disebut pengadukan yang dianjurkan jika
dengan setting time. Kecepatan setting time menggunakan mixer pengaduk adalah 20–30
dan kekuatan kompresi dental stone detik. Pengadukan yang lebih lama akan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu mempercepat pembentukan kristalisasi
faktor tersebut adalah lama pengadukan.1,7 dihidrat sehingga setting time diperpendek dan
Berdasarkan hasil perhitungan didapat kekuatan kompresi lebih tinggi. Kekuatan
rata-rata setting time dengan pelakuan lama kompresi suatu dental stone bergantung pada
pengadukan 20 detik, 40 detik, dan 60 detik banyaknya kristal dihidrat yang terbentuk.
secara berturut-turut adalah 9 menit 91 detik, 7 Semakin banyak kristal dihidrat yang
menit 5 detik, dan 5 menit 5 detik. Terdapat terbentuk saat pengadukan, semakin tinggi
perbedaan yang signifikan rata-rata setting pula kekuatan kompresi yang dihasilkan.
time dengan pengadukan yang lebih lama Namun, jika waktu pengadukan diperpanjang,
dibandingkan setting time dengan pengadukan kristal dihidrat yang sudah terbentuk akan
yang relatif lebih singkat. Hal ini dikarenakan diputus kembali oleh spatula pengaduk. Hal
semakin lama waktu pengadukan maka inilah yang menyebabkan kekuatan kompresi
pembentukan kristal dihidrat semakin banyak menjadi berkurang.1,2
terbentuk sehingga setting time menjadi lebih Pada penelitian yang dilakukan oleh
pendek. Rata-rata setting time dental stone Azer et al (2008), tidak terdapat perbedaan
adalah 12 ± 4 menit.1 yang signifikan antara pengadukan
Kekuatan kompresi dental stone menggunakan vacuum mixing dan pengadukan
berbanding lurus dengan lama pengadukan. manual dengan tangan. Peningkatan kekuatan
Semakin lama dental stone diaduk, semakin kompresi terjadi setelah 24 jam dan terdapat
tinggi kekuatan kompresi suatu model dental perbedaan yang signifikan antara pengadukan
stone. Waktu pengadukan yang dianjurkan menggunakan vacuum mixing dan pengadukan
untuk memanipulasi dental stone adalah manual dengan tangan.7
selama 1 menit jika dental stone dimanipulasi Kekuatan kompresi dental stone rata-
secara manual dengan tangan menggunakan rata adalah 20,7 MPa (3000 psi), namun tidak
spatula dan rubber bowl. Waktu pengadukan melebihi 34,5 MPa (5000 psi). Kekuatan ini
yang dianjurkan untuk memanipulasi dental cukup untuk pekerjaan laboratoris seperti
stone jika bubuk diaduk dengan menggunakan pembuatan pola malam dan pembuatan piranti
mesin pengaduk adalah selama 20–30 detik ortodonti. Selain itu, dental stone juga
saja.2 digunakan untuk pembuatan konstruksi
Pada penelitian ini bubuk dental stone protesa karena protesa lebih mudah
diaduk menggunakan mesin pengaduk mixer dikeluarkan setelah proses selesai.1,4
dengan kecepatan adukan 150 rpm dengan tiga
perlakuan selama 20 detik, 40 detik, dan 60 KESIMPULAN
detik. Dari hasil perhitungan didapatkan rata- Setelah dilakukan penelitian mengenai
rata kekuatan kompresi dengan lama hubungan lama pengadukan dengan setting
pengadukan 20 detik adalah 19,41 MPa. Rata- time dan kekuatan kompresi dental stone dapat
rata kekuatan kompresi dengan lama disimpulkan:
pengadukan 40 detik adalah 22,95 MPa, dan 1. Terdapat peningkatan setting time dengan
rata-rata kekuatan kompresi dengan lama lama pengadukan 20 detik, 40 detik, dan
pengadukan 60 detik adalah 21,71 MPa. Data 60 detik. Semakin lama pengadukan maka
yang didapatkan menunjukkan perbedaan yang akan semakin cepat setting time yang
signifikan kekuatan kompresi dengan lama diperoleh.
pengadukan yang lebih lama dibandingkan 2. Terdapat peningkatan kekuatan kompresi
kekuatan kompresi dengan lama pengadukan dengan lama pengadukan 20 detik, 40
yang relatif singkat. detik, dan 60 detik. Semakin lama

709
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

pengadukan maka akan semakin tinggi


kekuatan kompresi yang diperoleh.
3. Penambahan waktu pengadukan akan
menurunkan kekuatan kompresi karena
kristal dihidrat yang telah terbentuk akan
terputus oleh spatula pengaduk.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui lebih spesifik pengaruh lama
pengadukan terhadap setting time dan
kekuatan kompresi dental stone, serta faktor
lain yang mempengaruhi setting time dan
kekuatan kompresi dental stone.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anusavice KJ. Phillips Science of Dental
Material. 12th Ed. Missouri: Elsevier
Saunders. 2013.
2. Sabouhi M, Khodaeian N, Soltani M,
Ataei E. Comparison of Physical
Properties of An Iranian and A
German.JIDA 2013;25;1:2013-2014
3. Dental Stone Type IV According to ADA
Specifications. Journal of Islamic Dental
Association of Iran (JIDAI) 2013;25(1).
4. McCabe JF, Walls AWG. Applied Dental
Materials. 9th Ed. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd. 2008.
5. Gladwin M, Bagby M. Clinical Aspects of
Dental Materials Theory, Practice, and
Cases. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 2013.
6. Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’s
Restorative Dental Materials. 12th Ed.
India: Elsevier. 2006.
7. Azer SS, Kerby RE, Knobloch LA. Effect
of Mixing Methods on The Physical
Properties of Dental Stones. Journal of
Dentistry 2008;36:736–744.
8. Fitriyani S, Subhaini, Chismirina S.
Effect of Water Hardness to Compressive
Strength on Dental Gypsum (Type III and
IV). Makalah disajikan dalam Seminar
KPPIKG 15th Scientific Meeting &
Refresher Course in Dentistry. Faculty of
Dentistry. University of Indonesia.
Jakarta, 14–17 Oktober. 2009;19–26.

710
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

MENILAI KUALITAS HIDUP YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN MULUT


ANAK BERUSIA 12 TAHUN: VALIDITAS COHIP-SF VERSI INDONESIA

Youla Karamoy*, Risqa Rina Darwita**, Diah Ayu Maharani**


*
Program Magister Ilmu Kedokteran Gigi Komunitas FKG Universitas Indonesia
**
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Komunitas FKG Universitas Indonesia

ABSTRAK
Anak-anak rentan terhadap masalah kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai reliabilitas, validitas diskriminan, dan
validitas konvergen dari COHIP-SF versi Indonesia pada sampel anak 12 tahun di Indonesia dan
untuk menggambarkan kesehatan mulut mereka dalam kaitannya dengan kualitas hidup.
Menggunakan desain cross sectional dan pengambilan sampel secara convenience, pada 321 anak
sekolah berusia 12 tahun yang tinggal di Kota Bekasi dan Minahasa Utara untuk mengisi kuesioner
COHIP-SF versi Indonesia. Pemeriksaan DMF-T, PUFA dan OHI-S dilakukan oleh satu pemeriksa
yang sudah dikalibrasi. Hasil: koefisien Cronbach’s alpha untuk skor keseluruhan adalah 0,81. Skor
COHIP keseluruhan berkisar antara 43–84 (Mean ± SD: 68,0 ± 8,8). Validitas diskriminan didukung
oleh perbedaan yang signifikan antara skor COHIP di Bekasi dan Minahasa Utara (p=0,000).
Validitas konvergen dikonfirmasi oleh hubungan yang signifikan antara skor kualitas hidup dengan
penilaian kesehatan mulut yang dirasakan sendiri (r=0,33), antara kualitas hidup dan DMF-T (r=-
0,13); PUFA (r=-0,16); OHI-S (r=-0,16). Rerata DMF-T, PUFA, dan OHI-S masing-masing adalah
2,5, 0,5, dan 1,7. Ada hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup anak. COHIP-SF versi
Indonesia adalah reliabel dan valid untuk memberikan informasi penting dalam menilai kebutuhan
perawatan, membuat keputusan klinis dan mengevaluasi intervensi, layanan dan program.

Kata kunci: Anak 12 tahun, COHIP-SF versi Indonesia, DMF-T, PUFA, OHI-S, kualitas hidup

ABSTRACT
Children are subject to oral health problems that can impact their quality of life. The purpose of this
study was to assess reliability, discriminant validity, and convergent validity of the COHIP-SF
Indonesian version in a representative community sample of 12-year-old Indonesian children and to
describe their oral health in relation to quality of life. Using a cross sectional design and convenience
sampling, 321 school children aged 12 years living in the city of Bekasi and Minahasa Utara were
recruited to complete the Indonesian COHIP-SF questionnaire. They were also examined for DMF-T,
PUFA and OHI-S by one trained, calibrated examiner. Results: The Cronbach’s alpha coefficient was
0.81 for the overall score. Overall COHIP scores ranged from 43–84 (Mean ± SD: 68.0 ± 8.8).
Discriminant validity was supported by the significant difference between COHIP scores in the
Bekasi and the Minahasa Utara (p=0.000). Convergent validity was confirmed by significant
association between the quality of life scores with the self-perceived oral health ratings (r=0.33),
between the quality of life and DMF-T (r=-0.13); PUFA (r=-0.16); OHI-S (r=-0.16).The mean DMF-
T, PUFA, and OHI-S were 2.5, 0.5, and 1.7 respectively. There were significant association. The
Indonesian version of COHIP-SF is reliable and valid to provide essential information for assessing
treatment needs, making clinical decisions and evaluating interventions, services and programmes.

Key words: Children aged 12 years, COHIP-SF Indonesian version, DMF-T, PUFA, OHI-S, quality
of life

711
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN mulut (Oral Health Related Quality of Life/


Salah satu faktor yang mempengaruhi OHRQoL), yaitu respons dari masing-masing
kesehatan secara umum adalah kondisi gigi individu dalam kehidupannya sehari-hari
dan mulut. Masalah kesehatan gigi dan mulut terhadap fungsi fisik, psikis, dan sosial sebagai
masih didominasi oleh penyakit karies gigi akibat dari status kesehatan gigi yang kurang
dan hampir ditemukan di setiap wilayah di baik. Respons ini akan mempengaruhi
Indonesia. Padahal, karies gigi yang tidak kepuasan individu atas kesehatan mulutnya
terawat dapat menimbulkan rasa sakit yang dalam lingkungan kehidupannya.7 Memahami
tidak tertahankan sehingga dapat besarnya isu mengenai dampak kesehatan gigi
menyebabkan terganggunya atau dan mulut terhadap kualitas hidup anak maka
berkurangnya fungsi gigi dan mulut sehingga beberapa ahli di berbagai negara telah
anak tersebut kesulitan untuk makan dan tidur, mengembangkan instrumen untuk mengukur
akibatnya asupan gizi berkurang yang kualitas hidup dalam aspek kesehatan gigi dan
akhirnya akan mengganggu pertumbuhan anak mulut, di antaranya adalah Child Oral Health
dan kesehatan anak secara umum.1 Impact Profile (COHIP).8
Karies gigi masih merupakan masalah COHIP ini dikembangkan oleh Broder
pada anak sekolah di beberapa kota dan negara et al sejak tahun 2007 untuk menilai dampak
di dunia. Salah satunya adalah di Laos, sosial dari kelainan gigi dan rongga mulut
prevalensi karies gigi pada anak usia 5–12 pada anak usia sekolah. Versi asli dari COHIP
tahun cukup tinggi, yaitu 85,4% dan hampir dalam bahasa Inggris, Spanyol, dan Perancis,
semua karies tidak diobati.2 Sedangkan di selain itu juga telah diterjemahkan ke dalam
Indonesia, pengalaman karies pada kelompok bahasa Belanda, Korea, dan Persia yang telah
umur 12 tahun terus meningkat yaitu 0,91 gigi diuji dan terbukti dapat diandalkan.9 Untuk
per orang (berdasarkan Riskedas tahun 2007) menyesuaikan dengan penelitian klinis dan
menjadi 1,4 gigi per orang pada temuan tahun studi epidemiologi, instrumen ini telah
2013, dengan jumlah kasus karies gigi pada dipersingkat dan dikembangkan sejak tahun
anak yang tidak dirawat adalah 1,36 gigi.3 2012. Child Oral Health Impact Profile-Short
Umur 12 tahun merupakan umur yang Form (COHIP-SF 19) disingkat menjadi 19
dijadikan standar WHO untuk komparasi item dan 3 subskala (oral health, functional
antarnegara karena sebagian besar gigi tetap well-being, dan socio-emotional well-being).10
sudah erupsi dan tidak seharusnya sudah Adanya instrumen untuk mengukur
mengalami karies. Selain itu, pada masa ini kualitas hidup dapat membantu dalam
merupakan masa peralihan dari masa anak- pengambilan keputusan klinis dan memantau
anak ke masa remaja dan terjadi kondisi pasien, selain itu informasi yang
perkembangan konsep diri mereka yang sangat diperoleh dapat digunakan sebagai masukan
kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam penyusunan berbagai kebijakan
dalam diri mereka sehingga apabila terjadi pelayanan kesehatan gigi dan mulut.7,10 Karena
suatu kelainan atau masalah dalam rongga masalah perbedaan bahasa dan lintas budaya
mulut maka dapat mempengaruhi maka instrumen OHRQoL tidak hanya harus
perkembangan dan pergaulan anak tersebut di diterjemahkan tetapi juga harus divalidasi.
lingkungannya serta berpengaruh pada kualitas Penelitian ini bertujuan untuk menilai
hidupnya.4,5 reliabilitas, validitas diskriminan, dan validitas
Penelitian yang sudah sering dilakukan konvergen dari COHIP-SF versi Indonesia
sampai saat ini pada umumnya mengenai pada anak usia 12 tahun di Indonesia dan
akibat fisik yang ditinggalkan dari penyakit menggambarkan kesehatan mulut mereka
seperti studi morbiditas sehingga konsep sehat dalam kaitannya dengan kualitas hidup.
menurut WHO yang mencakup sehat fisik,
mental maupun sosial tidaklah terukur. BAHAN DAN METODE
Pertemuan para pakar kedokteran gigi di Penelitian analitik dengan desain cross
Amerika Serikat pada tahun 1996 menekankan sectional. Penelitian ini dilakukan setelah
pentingnya untuk memasukkan aspek kualitas mendapatkan persetujuan dari Tim Komisi
hidup dalam penilaian hasil program Etik Penelitian Kedokteran Gigi (KEPKG)
pelayanan kesehatan gigi dan mulut.6 Konsep Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
kualitas hidup yang dimaksud adalah kualitas Indonesia dan juga persetujuan dari
hidup yang berhubungan dengan kesehatan pemerintah terkait di lokasi penelitian melalui

712
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

surat ijin dari Kepala Dinas Pendidikan Kota diperoleh dari masing-masing item pertanyaan
Bekasi Provinsi Jawa Barat dan juga dari yang merupakan korelasi antara skor item
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dengan skor total item (nilai rhitung) yang akan
Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi dibandingkan dengan nilai rtabel. Reliabilitas
Utara. Pengumpulan data dilakukan pada dengan melihat nilai Cronbach’s alpha untuk
bulan Februari–Maret 2015. mengetahui konsistensi internal kuesioner.
Pengambilan sampel secara convenience Untuk mengetahui perbedaan skor total
pada 300 anak sekolah berusia 12 tahun yang COHIP-SF versi Indonesia berdasarkan faktor
tinggal di Kota Bekasi dan Kabupaten sosiodemografi (jenis kelamin, jenis pekerjaan
Minahasa Utara untuk mengisi kuesioner orang tua, dan wilayah sekolah) digunakan uji
COHIP-SF versi Indonesia. Kuesioner Mann Whitney. Uji partial Spearman
COHIP-SF versi Indonesia telah correlations digunakan untuk mengetahui
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari hubungan antara pemeriksaan klinis (DMF-T,
bahasa aslinya (bahasa Inggris) dan sudah PUFA, dan OHI-S) dengan kualitas hidup
didiskusikan dengan dosen FKG UI yang fasih (COHIP-SF versi Indonesia), dengan
berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. mengontrol variabel faktor sosiodemografi
Proses back translation dilakukan tiga kali (jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, dan
sehingga diperoleh terjemahan yang sesuai wilayah sekolah).
dengan konsep aslinya. COHIP-SF terdiri dari
19 pertanyaan yang terbagi dalam 3 subskala, HASIL PENELITIAN
yaitu oral health, functional well-being, dan Penelitian ini dilakukan di 4 SD negeri
socio-emotional well-being. Anak-anak yang ada di kecamatan Jatiasih Kota Bekasi
diminta untuk mengisi pada kuesioner dan 8 SD di kecamatan Talawaan Kabupaten
seberapa sering mereka mengalami dampak Minahasa Utara. Jumlah sampel pada
kesehatan mulut selama periode tiga bulan penelitian ini sebanyak 321 orang, dengan
terakhir dan setiap pertanyaan dijawab dengan tingkat partisipasi subjek adalah 93,5% atau
lima poin skala Likert mulai dengan tidak 300 orang. Berikut ini adalah prevalensi karies
pernah (5), sangat jarang (4), kadang-kadang gigi dan kebersihan mulut dari subjek
(3), lumayan sering (2), dan hampir setiap saat penelitian.
(1). Ada dua pertanyaan yang bernada positif, Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari
tanggapan terhadap pertanyaan tersebut adalah total subjek ada 81,0% yang mempunyai
tidak pernah (1), sangat jarang (2), kadang- karies gigi dan sebagian besar belum diobati
kadang (3), lumayan sering (4), dan hampir (decay 76,7%). Selain itu, sebanyak 30,7%
setiap saat (5). Keseluruhan COHIP-SF skor memiliki kasus karies gigi yang sudah
dihitung dengan menjumlahkan semua skor 19 mencapai pulpa yang berpotensi terjadinya
item pertanyaan dalam kisaran 19–85. infeksi lebih lanjut. Untuk kebersihan gigi dan
Akibatnya, lebih tinggi skor COHIP-SF mulut subjek yang dinilai menggunakan
mencerminkan OHRQoL lebih baik. Selain indeks OHI-S sebagian besar dalam kategori
itu, ada satu item penilaian mereka sendiri baik dan sedang. Dari semua komponen yang
mengenai kesehatan mulutnya yang dinilai, hampir semua kasus (decay, missing,
penilaiannya mulai dari buruk (1), cukup (2), pulp, abscess, DMF-T, PUFA, dan OHI-S)
rata-rata (3), baik (4), dan sangat baik (5). lebih tinggi pada subjek laki-laki. Namun,
Sedangkan untuk pemeriksaan DMF-T, PUFA untuk gigi yang sudah ditambal (filled) lebih
dan OHI-S dilakukan oleh satu orang banyak pada perempuan. Bila dilihat
pemeriksa yang sudah dikalibrasi. berdasarkan jenis pekerjaan orang tua, dari
Pemeriksaan dilakukan pada anak yang semua komponen yang dinilai hampir semua
bersedia dan telah mendapat persetujuan dari kasus (decay, missing, pulp, DMF-T, dan
orang tuanya. Orang tua telah menandatangani PUFA) lebih banyak pada subjek yang orang
informed consent yang dibagikan sebelum tuanya bekerja secara nonformal. Namun,
pemeriksaan dilakukan. untuk gigi yang sudah ditambal (filled) dan
Data yang telah diperoleh kemudian kasus abses pada gigi, lebih banyak ditemukan
diolah dan dianalisis menggunakan komputer pada subjek yang orang tuanya bekerja secara
dengan program SPSS versi 17. Untuk formal.
mengetahui validitas kuesioner dengan melihat Pada penelitian ini diketahui bahwa
nilai corrected item-total correlation yang rerata DMF-T, PUFA, dan OHI-S pada subjek

713
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Tabel 1. Prevalensi DMF-T, PUFA, dan OHI-S serta Reratanya Berdasarkan Jenis Kelamin, Pekerjaan Orang
Tua, dan Wilayah Sekolah

Jenis Pekerjaan
Jenis Kelamin Wilayah Sekolah
Orang Tua
Total
Variabel Laki- Non- Minahasa
(N=300) Perempuan Formal Bekasi
Laki Formal Utara
(n=164) (n=85) (n=188)
(n=136) (n=215) (n=112)
Prevalensi (%)
Decay 76,7 77,2 76,2 68,2 80,0 76,1 77,7
Missing 32,0 36,8 28,0 23,5 35,3 25,0 43,8
Filled 3,3 2,2 4,3 4,7 2,8 4,3 1,8
DMF-T 81,0 83,8 78,7 72,9 84,2 78,7 84,8
Rerata DMF-T 2,51 2,57 2,46 2,16 2,65 2,45 2,62
Pulp Involvement 30,7 64,0 26,2 22,4 34,0 22,9 43,8
Ulcer 0 0 0 0 0 0,0 0,0
Fistel 0 0 0 0 0 0,0 0,0
Abscess 4,0 5,1 3,0 5,9 3,3 5,3 1,8
PUFA 30,0 34,6 26,2 23,5 32,6 23,4 41,1
Rerata PUFA 0,49 0,56 0,43 0,42 0,52 0,37 0,70
OHI-S Baik 41,7 39,0 43,9 55,3 36,3 44,7 35,6
OHI-S Sedang 47,7 47,8 47,6 36,5 52,1 44,7 52,7
OHI-S Buruk 10,6 13,2 8,5 8,2 11,6 10,6 10,7
Rerata OHI-S 1,70 1,81 1,61 1,44 1,80 1,63 1,81

yang bersekolah di Minahasa Utara lebih skor item dengan skor total item (nilai rhitung)
tinggi dibandingkan dengan subjek yang yang kemudian akan dibandingkan dengan
bersekolah di Bekasi. Selain itu, prevalensi nilai rtabel. Berdasarkan hasil uji validitas
gigi yang missing dan pulp involvement pada diperoleh ada dua item pertanyaan yang
subjek di Minahasa Utara lebih tinggi, namun mempunyai nilai rhitung lebih kecil dari nilai
untuk komponen filled dan abscess lebih rtabel sehingga diperoleh 17 pertanyaan untuk
tinggi di Bekasi. COHIP-SF versi Indonesia.
Pada saat pelaksanaan penelitian untuk Adapun hasil analisis reliabilitas dari
mengetahui kualitas hidup dari subjek kuesioner COHIP-SF versi Indonesia dapat
digunakan kuesioner yang sudah pernah di dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat
pakai di beberapa negara yaitu COHIP-SF 19. bahwa nilai koefisien Cronbach’s alpha dari
Kuesioner COHIP-SF versi Indonesia, total COHIP-SF versi Indonesia adalah 0,81.
awalnya terdiri dari 19 item pertanyaan yang Nilai Cronbach’s alpha yang lebih dari 0,80
dikelompokkan dalam 3 subskala, yaitu oral menunjukkan tingkat reliabilitas yang sangat
health, functional well-being, socio-emotional tinggi dan mempunyai konsistensi internal
well-being. Validitas kuesioner dapat diketahui yang baik.
dengan melihat nilai corrected item-total Ketepatan pengukuran dari suatu alat
correlation yang merupakan korelasi antara ukur adalah amat penting. Validitas penelitian

Tabel 2. Analisis Reliabilitas COHIP-SF Versi Indonesia (Internal Consistency)

Cronbach’s Corrected Item- Alpha if Item


Skala (Jumlah Item)
Alpha Total Correlation Deleted
Total COHIP-SF Versi Indonesia (17) 0,81 0,26-0,52 0,80-0,81
Oral Health (5) 0,44 0,14-0,31 0,33-0,44
Functional Well-Being (4) 0,52 0,26-0,34 0,42-0,49
Socio-Emotional Well-Being (8) 0,74 0,36-0,49 0,71-0,73

714
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Tabel 3. Uji Validitas COHIP-SF Versi Indonesia


Total COHIP-SF Functional Well- Socio-Emotional
Oral Health
Variabel Versi Indonesia Being Well-Being
rs p-value rs p-value rs p-value rs p-value
DMF-T -0,13 0,017* -0,11 0,053 -0,12 0,027* -0,11 0,053
PUFA -0,16 0,005* -0,14 0,011* -0,13 0,018* -0,13 0,025*
OHI-S -0,16 0,004* -0,15 0,007* -0,13 0,021* -0,13 0,023*
Global Scale 0,33 0,000* 0,33 0,000* 0,25 0,000* 0,25 0,000*
*uji korelasi Spearman parsial, nilai p<0,05: bermakna, variabel yang dikontrol: jenis kelamin, pekerjaan orang tua, dan
wilayah sekolah

salah satunya ditentukan juga oleh validitas hidup anak di Bekasi lebih tinggi dari
pengukuran. COHIP-SF versi Indonesia Minahasa Utara.
merupakan alat ukur yang digunakan pada Pada Tabel 5 terlihat bahwa terdapat
penelitian ini untuk mengetahui kualitas hidup hubungan antara karies gigi (DMF-T dan
anak dari aspek kesehatan gigi dan mulut. PUFA), kebersihan mulut (OHI-S) dengan
Validitas pengukuran dapat dilihat pada Tabel kualitas hidup anak, dengan nilai p<0,05.
3 di atas. Selain itu, diketahui bahwa terdapat hubungan
Untuk mengetahui validitas diskriminan antara jumlah gigi yang missing dan pulp
adalah dengan memeriksa hubungan antara involvement dengan kualitas hidup anak.
indikator keparahan klinis dengan skor Dengan arah korelasi negatif yang berarti
keseluruhan COHIP-SF versi Indonesia dan semakin sedikit jumlah karies dalam mulut
subskala, setelah mengendalikan jenis seseorang maka kualitas hidupnya semakin
kelamin, pekerjaan orang tua, dan wilayah meningkat atau menjadi lebih baik.
sekolah. Pada Tabel 3 terlihat bahwa hasil
pemeriksaan klinis secara signifikan PEMBAHASAN
berkorelasi negatif dengan skor total COHIP- Dari hasil penelitian ini diperoleh data
SF versi Indonesia, meskipun hubungan yang bahwa sebagian besar subjek (76,7%)
lemah. Sedangkan untuk mengetahui validitas mempunyai gigi decay yang belum dirawat.
konvergen dibuktikan dengan hubungan yang Selain itu, dari total sampel terdapat 30,7%
positif antara COHIP-SF versi Indonesia dan subjek yang memiliki kasus karies gigi yang
global scale. sudah mencapai pulpa yang berpotensi
Pada Tabel 4 terlihat bahwa tidak terjadinya infeksi lebih lanjut. Dengan DMF-T
terdapat perbedaan kualitas hidup anak usia 12 2,51 dan PUFA 0,49. Berdasarkan kriteria dari
tahun berdasarkan jenis kelamin dan jenis WHO, DMF-T 2,51 masih termasuk dalam
pekerjaan orang tua. Namun, berdasarkan kategori rendah untuk kelompok usia 12
wilayah sekolah menunjukkan adanya tahun.11 Namun, bila dibandingkan dengan
perbedaan yang bermakna, dengan kualitas beberapa negara berkembang lainnya temuan

Tabel 4. Perbedaan Kualitas Hidup Anak Usia 12 Tahun Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Kualitas Hidup
Faktor Sosiodemografi
Mean (SD) Median (Min–Max) p-value
Jenis Kelamin 0,065
Laki-laki 67,1 (9,0) 69 (43–84)
Perempuan 68,8 (8,6) 70 (46–83)
Pekerjaan Orang Tua 0,275
Formal 68,9 (8,6) 70 (46–83)
Non-Formal 67,7 (8,9) 69 (43–84)
Wilayah Sekolah 0,000*
Bekasi 69,5 (8,2) 71,0 (43–84)
Minahasa Utara 65,6 (9,3) 65,0 (46–84)
*uji Mann Whitney, nilai p<0,05: bermakna

715
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Tabel 5. Hubungan Antara Karies Gigi, Kebersihan Mulut dengan Kualitas Hidup Anak Usia 12 Tahun

Kualitas Hidup
Variabel
N Nilai rs p-value
Karies Gigi
DMF-T 300 -0,13 0,017*
PUFA 300 -0,16 0,005*
Kebersihan Mulut
OHI-S 300 -0,16 0,004*
*uji korelasi Spearman parsial, nilai p<0,05: bermakna, variabel yang dikontrol: jenis kelamin, pekerjaan orang tua, dan
wilayah sekolah

ini termasuk tinggi. Di Yordania, DMF-T Validitas diskriminan dapat dilihat dari
untuk anak usia 12 tahun hanya 1,1 gigi per hubungan antara COHIP-SF versi Indonesia
orang,12 bahkan di negara tetangga yaitu dengan hasil pemeriksaan klinis sebagai
Myanmar, DMF-T hanya 0,2 gigi per orang.13 indikator. Pada penelitian ini diketahui bahwa
Pada periode anak usia 12 tahun, ada korelasi antara skor total COHIP-SF versi
merupakan masa yang sangat penting karena Indonesia dengan hasil pemeriksaan klinis,
pada umumnya gigi tetap sudah erupsi dan baik DMF-T, PUFA, dan OHI-S. Arah
sudah mulai terpapar dengan lingkungan korelasi negatif yang dapat diartikan sebagai
mulut.14 Selain itu, pada masa ini merupakan semakin tingginya masalah kesehatan gigi dan
masa peralihan dari masa anak-anak ke masa mulut yang ditemukan berdasarkan hasil
remaja dan terjadi perkembangan konsep diri pemeriksaan klinis maka kualitas hidupnya
mereka yang sangat kompleks dan melibatkan semakin menurun atau buruk, begitu juga
sejumlah aspek dalam diri mereka. Pada usia sebaliknya. Meskipun nilai parsial koefisien
ini, anak-anak sudah menunjukkan kepekaan korelasi Spearman yang kecil, namun
untuk belajar sesuai dengan rasa ingin mempunyai hubungan yang signifikan.
tahunya.5,14 Adanya masalah kesehatan gigi Temuan ini hampir sama dengan beberapa
pada anak akan memberikan dampak negatif penelitian sebelumnya.16 Dengan hasil ini,
terhadap perkembangannya yang nanti dapat dapat dikatakan bahwa instrumen COHIP-SF
mempengaruhi kualitas hidup dari anak versi Indonesia dapat digunakan untuk
tersebut. Menurut WHO, usia 12 tahun sangat memprediksi kualitas hidup anak usia sekolah
penting sehingga kelompok usia ini dipilih dalam aspek kesehatan gigi dan mulut.
sebagai indikator global untuk perbandingan Sedangkan untuk mengetahui validitas
dan pengawasan penyakit.14 konvergen dibuktikan dengan hubungan yang
Untuk mengetahui kualitas hidup anak positif antara COHIP-SF versi Indonesia dan
usia sekolah dalam hubungannya dengan global scale yang merupakan penilaian dari
kesehatan gigi dan mulut adalah penting untuk subjek sendiri terhadap kesehatan mulutnya.
mempunyai instrumen standar dan mempunyai Ketika kualitas hidup subjek tinggi atau baik
validitas dan reliabilitas yang baik. maka dia juga melaporkan bahwa kesehatan
Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas mulutnya dalam keadaan baik pula. Dalam uji
kuesioner, diketahui bahwa COHIP-SF versi validitas diskriminan pada faktor
Indonesia mempunyai konsistensi internal sosiodemografi lainnya menunjukkan terdapat
yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perbedaan kualitas hidup berdasarkan wilayah
Cronbach’s alpha secara keseluruhan adalah sekolah.
0,81. Menurut Pratiknya (2007), nilai Instrumen kualitas hidup berperan
Cronbach’s alpha lebih dari 0,80 termasuk penting di masa depan untuk penelitian klinis,
dalam kategori sangat tinggi dan mempunyai survei epidemiologi dan kebijakan kesehatan
konsistensi internal yang sangat baik.15 Nilai masyarakat. WHO menyarankan agar status
Cronbach’s alpha pada penelitian ini juga kesehatan penduduk diukur dalam tiga hal,
sama seperti di Cina dalam pengembangan yaitu dengan melihat ada tidaknya kelainan
COHIP-SF versi Cina yaitu 0,81. Hasil ini patofisiologis, mengukur fungsi, dan penilaian
bahkan mendekati dengan penelitian individu atas kesehatannya.17 Penggunaan
sebelumnya di Amerika Serikat, dengan nilai kuesioner dapat memberikan keuntungan, hal
Cronbach’s alpha 0,82.16 ini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaan
716
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

yang diajukan pada subjek dapat lebih gigi sehingga masalah kesehatan gigi yang ada
lengkap, tersusun secara sistematis serta cenderung dibiarkan. Selain itu, ketersediaan
bentuknya seragam atau sama untuk semua sarana dan fasilitas kesehatan gigi dan mulut
subjek. Instrumen kualitas hidup dalam aspek yang ada di Minahasa Utara masih kurang
kesehatan gigi dan mulut dapat digunakan memadai dibandingkan dengan yang ada di
dalam jalur perawatan klinis untuk Bekasi.23,24
mengevaluasi sensitivitas hasil perawatan dan Beberapa penelitian serupa juga
perubahan klinis dari pasien atau klien.18 menunjukkan bahwa anak-anak dengan status
Pada penelitian ini diketahui bahwa sosial ekonomi yang rendah dan berasal dari
terdapat hubungan yang signifikan antara sekolah-sekolah di pedesaan secara signifikan
status karies gigi, kebersihan gigi dan mulut memiliki kualitas hidup lebih rendah pada
dengan status kualitas hidup anak. Hal ini keseluruhan skor COHIP-SF dan dua subskala
berarti anak yang mempunyai masalah yang ada (oral health dan functional well-
kesehatan gigi yaitu tingginya jumlah karies being) tapi tidak untuk skor socio-emotional
gigi dan buruknya status kebersihan gigi dan well-being.19 Masih banyak anak yang
mulutnya maka seiring dengan hal itu, kualitas mengalami karies aktif dan tidak terkontrol
hidup dari anak tersebut akan menurun atau sehingga memiliki kesehatan rongga mulut
rendah. Penelitian oleh Li et al (2013) di Cina dan kesehatan umum yang tidak adekuat.
menunjukkan bahwa karies gigi, karang gigi, Keadaan ini dapat mempengaruhi dan
dan fluorosis dapat memberikan dampak menurunkan kualitas hidupnya. Hal ini dapat
negatif terhadap kualitas hidup anak.19 Karies dicegah jika setiap anak terlibat dalam praktik
gigi dapat menimbulkan rasa sakit, baik pada menjaga kebersihan rongga mulut setiap hari,
gigi yang terkena maupun daerah sekitar gigi pola diet teratur, dan perawatan ke pusat
tersebut. Apabila invasi bakteri sudah sampai layanan kesehatan gigi dan mulut yang ada
ke pulpa gigi yang terdiri dari pembuluh darah secara rutin. Selain itu, untuk mencapai derajat
dan syaraf gigi, maka terjadi infeksi pada kesehatan gigi dan mulut anak yang optimal,
pulpa yang akan menyebabkan rasa sangat perlu ditingkatkan dan mengoptimalkan
sakit dan berdenyut sehingga dapat upaya-upaya promotif dan preventif yang lebih
mempengaruhi aktivitas dan fungsi fisiologis dekat dengan anak sekolah.19,25
serta psikologis pada anak tersebut.20 Dampak
sosial yang dialami anak dengan karies gigi KESIMPULAN
yang tidak terawat antara lain, tidak hadir di Kesimpulan pada penelitian ini adalah
sekolah karena sakit gigi. Dampak sosial lain terdapat hubungan antara status kesehatan gigi
yang mungkin dialami anak terkait dengan dan mulut dengan kualitas hidup anak.
kegiatan sekolah adalah kesulitan untuk COHIP-SF versi Indonesia adalah reliabel dan
berkonsentrasi ataupun menyelesaikan tugas valid untuk memberikan informasi penting
karena sakit gigi yang dirasakan.21 Penyakit dalam menilai kebutuhan perawatan, membuat
pada rongga mulut atau kondisi gigi dan mulut keputusan klinis, dan mengevaluasi intervensi,
yang tidak sehat seperti adanya karies gigi, layanan dan program.
tidak hanya menyebabkan kerusakan secara
fisik pada gigi saja namun juga mempengaruhi SARAN
ekonomi, sosial, dan psikologis.22 Sebagai saran untuk pelayanan dapat
Pada penelitian ini juga diketahui bahwa menggunakan alat ukur yang dihasilkan dalam
terdapat perbedaan yang bermakna pada memprediksi kualitas hidup anak dalam
kualitas hidup berdasarkan wilayah sekolah, hubungannya dengan kesehatan gigi dan
dengan nilai total COHIP-SF versi Indonesia mulut. Pada penelitian selanjutnya untuk
di Bekasi lebih tinggi dari Minahasa Utara. melakukan test-retest kuesioner serta teknik
Hal ini dikarenakan karena masih tingginya pengambilan sampel secara probability dan
karies gigi anak yang belum diobati di wilayah jumlah sampel yang lebih memadai.
Minahasa Utara sehingga menyebabkan
kualitas hidup anak di wilayah ini lebih rendah UCAPAN TERIMA KASIH
dibandingkan dengan Bekasi. Keadaan ini Penelitian ini mendapat dukungan dana
salah satunya disebabkan karena lokasi dan dari PUSTANSERDIK Badan PPSDM
kondisi geografis yang kurang mendukung Kesehatan Kemenkes RI.
untuk menjangkau pusat layanan kesehatan

717
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

DAFTAR PUSTAKA 13. Chu CH, Chau AMH, Wong ZSW, Hui
1. Kemenkes. Pedoman Usaha Kesehatan BSY, Lo EC. Oral Health Status and
Gigi Sekolah (UKGS). Jakarta: Bina Behaviours of Children in Myanmar: A
Upaya Kesehatan Kemenkes RI. 2012; 1– Pilot Study in Four Villages in Rural
2. Areas. Oral Health Prev Dent
2. Besseling S, Ngonephady S, Wijk AJ. 2012;10:365–372.
Pilot Survey on Dental Health in 5–12 14. World Health Organization. Oral Health
Year-Old School Children in Laos. Surveys Basic Methods. 2013.
Journal of Investigative and Clinical 15. Pratiknya AW. Dasar-Dasar Metodologi
Dentistry 2013;4:44–48. Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.
3. Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007;
Jakarta: Badan Penelitian dan 164–175.
Pengembangan Kesehatan. 2013; 110– 16. Li C, Xia B, Wang Y, Guan X, Yuan J,
119. Ge L. Translation and Psychometric
4. Piovesan C, Batista A, Ferreira FV, Properties of The Chinese (Mandarin)
Ardenghi TM. Oral Health-Related Version of The Child Oral Health Impact
Quality of Life in Children: Conceptual Profile-Short Form 19 (COHIP-SF 19) for
Issues. Odonto cienc 2009;24:81–85. School-Age Children. BMC Oral Health
5. Haditono S, Monks F, Knoers A. 2014;12:1–8.
Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: 17. Petersen PE. The World Oral Health
Gadjah Mada University Press. 2006; Report 2003: Continuous Improvement of
262–269. Oral Health in The 21st Century ± The
6. Naito. Oral Health Status and Health- Approach of The WHO Global Oral
Related Quality of Life: A Systematic Health Programme. Community Dent
Review. Oral Sci 2006;48:1–7. Oral Epidemiol 2003;31:3–24.
7. Papaioannou W, Oulis CJ, Latsou D, 18. Ahn Y, Kim H, Hong S, Patton LL, Kim
Yfantopoulos J. Oral Health-Related J, Noh H. Validation of A Korean
Quality of Life: What, Why, How, and Version of The Child Oral Health Impact
Future Implications. International Profile (COHIP) Among 8 to 15 Year Old
Journal of Dentistry 2011;1264–1271. School Children. IJPD 2012;292–302.
8. Broder HL, McGrath C, Cisneros GJ. 19. Li C, Xia B, Wang Y, Guan X, Yuan J,
Questionnaire Development: Face Ge L. Translation and Psychometric
Validity and Item Impact Testing of The Properties of The Chinese (Mandarin)
Child Oral Health Impact Profile. Version of The Child Oral Health Impact
Community Dent Oral Epidemiol Profile-Short Form 19 (COHIP-SF 19) for
2007;35:8–19. School-Age Children. BMC Oral Health
9. Dunlow N, Philips C, Broder HL. 2014;12:1–8.
Concurrent Validity of The COHIP. 20. Kidd EA, Bechal SJ. Dasar-Dasar Karies
Community Dent Oral Epidemiol Penyakit dan Penanggulangannya.
2007;35:41–49. Jakarta: EGC. 1992: 1–3,98–119.
10. Broder HL, Wilson-Genderson M, Sischo 21. Krisdapong S, Prasertsom P,
L. Reliability and Validity Testing for Rattanarangsima K, Sheiham A.
The Child Oral Health Impact Profile- Relationships Between Oral Diseases and
Reduced (COHIP-SF 19). Journal of Impacts on Thai Schoolchildren’s Quality
Public Health Dentistry 2012;72:302– of Life: Evidence from A Thai National
312. Oral Health Survey of 12 and 15 Year-
11. FDI. A New Model for Caries Old. Community Dent Oral Epidemiol
Classification and Management 2012;550–559.
2012;143:546–551. 22. Foo P, Sampson W, Roberts R, Jamieson
12. Rajab LD, Petersen PE, Baqain Z, L, David D. General Health-Related
Bakaeen G. Oral Health Status Among 6 Quality of Life and Oral Health Impact
and 12 Year-Old Jordanian School Among Australians with Cleft Compared
Children. Oral Health Prev Dent with Population Norms: Age and Gender
2014;12:99–107. Differences. The Cleft Patate-
Craniofacial Journal 2012;49:406–413.

718
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

23. Kemenkes RI. Ringkasan Eksekutif Data


dan Informasi Kesehatan Provinsi Jawa
Barat. Jakarta: Pusat Data dan Informasi.
2014.
24. Kemenkes RI. Ringkasan Eksekutif Data
dan Informasi Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi. 2014.
25. Houwink B. Ilmu Kedokteran Gigi
Pencegahan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 1993: 2–3,275.

719
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

KLINIS RESTORASI RESIN KOMPOSIT PADA KAVITAS KLAS I


PASCA PENUMPATAN TIGA TAHUN

Lisa Triwardhani*, Martha Mozartha**, Trisnawaty**

*
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
**
Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

ABSTRAK
Resin komposit merupakan material restorasi yang semakin populer di bidang kedokteran gigi.
Adanya tuntutan akan estetik dan peningkatan performa klinis resin komposit menjadikan material ini
sebagai material alternatif untuk restorasi gigi posterior, menggantikan amalgam. Semakin lama
restorasi berada di dalam rongga mulut maka kualitas dari restorasi tersebut akan semakin menurun.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas restorasi resin komposit pada kavitas Klas I gigi
posterior di praktik pribadi salah satu dokter gigi di Kota Palembang. Penelitian ini merupakan suatu
penelitian survei deskriptif yang menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian
ini adalah 30 restorasi resin komposit pada gigi posterior yang telah ditumpat selama tiga tahun pada
pasien yang terdaftar di praktik pribadi dokter gigi di Kota Palembang. Kualitas restorasi diukur
menggunakan kriteria USPHS. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa seluruh restorasi yang
dievaluasi secara klinis menunjukkan hasil yang memuaskan. Skor Alfa didapatkan pada 65% dari
total restorasi dan 35% mendapatkan skor Bravo. Tidak terdapat restorasi yang mendapatkan skor
Charlie. Secara umum, seluruh restorasi menunjukkan hasil yang memuaskan setelah penumpatan
selama tiga tahun.

Kata kunci: Restorasi resin komposit, evaluasi klinis, USPHS

ABSTRACT
Composite resin restoration is a restoration material that is increasingly popular in the field of
dentistry. Due to patient’s demand of esthetic and improvement of clinical performance, composite
resin acts as an alternative material for posterior teeth restoration subtituting amalgam. The longer the
restoration is in the oral cavity, the quality of the restoration will also be decreased. This study aimed
to evaluate the quality of class I composite resin restoration of posterior teeth in one of dental private
practice in Palembang. This study was a descriptive survey research using purposive sampling
technique. The sample in this study was a class I composite resin in posterior teeth that has been
restored for three years. All sample was a registered patient in dental private practice. The quality of
restoration was measured by USPHS criteria. The result showed that all restorations that were
clinically evaluated obtained a satisfactory results. Alfa scores obtained in 65% of the total restoration
and 35% receive a score of Bravo. There is no restoration that scores Charlie. Generally, the entire
restoration showed satisfactory results after three years of restoration.

Key words: Composite resin restorations, clinical evaluation, USPHS

720
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN al (2001) yang mengevaluasi kualitas restorasi


Karies merupakan penyakit pada resin komposit yang telah ditumpat selama 2
jaringan keras gigi yang disebabkan oleh tahun, belum menemukan tanda-tanda
aktivitas mikroorganisme yang ditandai kerusakan pada restorasi tersebut.14 Penelitian
dengan terjadinya demineralisasi email dan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran
dentin serta diikuti dengan kerusakan jaringan klinis kualitas restorasi resin komposit pada
organik.1 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar kavitas Klas I gigi posterior pasca penumpatan
(Riskesdas), disebutkan bahwa prevalensi tiga tahun di Kota Palembang.
karies aktif di Indonesia pada tahun 2007
mencapai 43,4%, dan Sumatera Selatan BAHAN DAN METODE
temasuk dalam 14 provinsi yang memiliki Penelitian ini merupakan penelitian
prevalensi karies aktif di atas prevalensi survei deskriptif yang dilakukan di tempat
nasional yaitu sebesar 43,9%.2 tinggal subjek penelitian dan di salah satu
Salah satu upaya penatalaksanaan karies klinik dokter gigi di Kota Palembang, mulai
adalah dengan penumpatan gigi menggunakan bulan Agustus sampai dengan September
bahan restorasi yang berfungsi untuk 2014.
memperbaiki dan mengembalikan fungsi gigi.3 Populasi penelitian adalah pasien yang
Dalam penelitian Demirci (2010) yang terdaftar di satu klinik dokter gigi di Kota
melibatkan 2285 sampel, ditemukan bahwa Palembang dan ditumpat dengan bahan
karies paling banyak terdapat pada gigi restorasi resin komposit, dengan usia tumpatan
posterior, yaitu 45% kasus karies pada gigi selama tiga tahun. Kriteria inklusi adalah
molar.4 Material restorasi yang sering restorasi resin komposit pada gigi permanen,
digunakan pada gigi posterior adalah yaitu gigi molar pertama dengan kategori Klas
amalgam.5 Namun, penggunaannya dewasa ini I GV Black, telah ditumpat selama 3 tahun,
mulai ditinggalkan dengan alasan material gigi dalam keadaan oklusi normal, dan
tidak menyerupai warna gigi dan kemungkinan memiliki gigi antagonis serta gigi tetangga.
terjadinya reaksi alergi akibat terdapatnya Selain itu, gigi yang ditumpat masih dalam
kandungan merkuri. Oleh sebab itu, amalgam keadaan vital, dan pasien bersedia untuk
mulai digantikan dengan material resin mengikuti seluruh kegiatan penelitian dengan
komposit.6,7 adanya persetujuan dan tanda tangan informed
Resin komposit memiliki karakteristik consent. Kriteria eksklusi adalah restorasi
warna yang menyerupai warna gigi. Oleh resin komposit yang terdapat pada gigi sulung,
karena itu, resin komposit awalnya hanya pasien tidak dapat membuka mulutnya dengan
digunakan sebagai restorasi pada gigi anterior. baik, serta ditumpat oleh dokter gigi selain
Seiring dengan meningkatnya kekuatan yang telah ditentukan oleh peneliti.
mekanis resin komposit seperti kekuatan tarik Sampel penelitian adalah populasi
dan tekan yang tinggi, material ini menjadi penelitian yang telah memenuhi kriteria
alternatif sebagai bahan restorasi pada gigi tersebut di atas. Pengambilan sampel
posterior.8 Meski demikian, resin komposit dilakukan dengan metode purposive sampling
juga memiliki kekurangan. Di antaranya dengan jumlah sebesar 30 orang.15
rentan mengalami kebocoran tepi akibat Pengambilan data meliputi identitas pasien dan
penyusutan selama polimerisasi, dan riwayat perawatan gigi yang diperoleh dari
cenderung bersifat hidrofilik sehingga dapat bagian rekam medik. Pasien kemudian
menyebabkan perubahan warna restorasi.9,10 dihubungi (recall) untuk diikutsertakan dalam
Holm et al (2003) menyatakan bahwa penelitian, dan diberikan penjelasan mengenai
lamanya suatu restorasi berada dalam rongga prosedur kerja dengan bahasa yang mudah
mulut akan mempengaruhi kualitas restorasi dimengerti. Pasien yang bersedia berpartisipasi
tersebut.11 Burke et al (2009) mengungkapkan dalam penelitian menandatangani lembar
bahwa tumpatan resin komposit pada gigi informed consent, dilanjutkan dengan
posterior dapat bertahan hingga sepuluh tahun pemeriksaan klinis menggunakan alat
dalam rongga mulut.12 Namun, Geurtsen et al diagnostik. Kualitas restorasi dievaluasi
(1997) dalam penelitiannya menunjukkan menggunakan sistem modifikasi USPHS, dan
bahwa tepi tumpatan resin komposit mulai data yang diperoleh kemudian diolah dan
menunjukkan tanda-tanda perubahan warna disajikan secara deskriptif dalam bentuk
setelah empat tahun.13 Sementara itu Turkun et diagram.

721
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Tabel 1. Kriteria Evaluasi Kualitas Restorasi Menurut The United States Public Health Service (USPHS)7,8

Skor
Kriteria
Alfa Bravo Charlie
Kontur restorasi Kontur restorasi tidak
Dentin telah
Anatomi berkesinambungan berkesinambungan dengan anatomi
terekspos
dengan anatomi gigi asli gigi asli namun dentin belum terekspos
Warna restorasi Warna restorasi kurang menyerupai Warna restorasi tidak
Kecocokan
menyerupai warna gigi warna gigi asli namun masih dalam menyerupai warna
Warna
asli skala normal gigi asli

Adaptasi Tidak terlihat adanya Terdapat sedikit ceruk namun dentin Ceruk telah meluas
Margin ceruk sepanjang margin belum terekspos hingga ke CEJ

Tidak terlihat perubahan Terdapat sedikit


Perubahan Terdapat sedikit perubahan warna
warna pada margin perubahan warna dan
Warna Margin namun tidak meluas ke arah pulpa
antara restorasi dan gigi meluas ke arah pulpa
Tekstur permukaan Tekstur permukaan restorasi Terdapat porous
Kekasaran
restorasi menyerupai menyerupai resin komposit pada permukaan
Permukaan
enamel konvensional restorasi

Karies Tidak terdapat karies


Terdapat karies sekunder -
Sekunder sekunder

HASIL PENELITIAN resin komposit. Sebanyak 6 pasien mendapat


Pasien yang memenuhi kriteria yang skor Alfa (20%) yang berarti keadaan warna
telah ditentukan dan menyetujui untuk restorasi menyerupai warna gigi asli.
diikutsertakan sebagai subjek penelitian Sementara sejumlah 24 pasien mendapat skor
berjumlah sebanyak 30 orang. Berikut ini data Bravo (80%), yaitu restorasi mengalami
yang diperoleh disajikan dalam bentuk sedikit perubahan warna namun masih dalam
diagram. skala normal. Tidak terdapat pasien yang
mendapat skor Charlie.
0%
17%
0%
Alfa 20%

Bravo Alfa

Charlie Bravo
Charlie
83%
80%

Gambar 1. Anatomi restorasi resin komposit


Gambar 2. Kecocokan warna pada restorasi resin
Pada kriteria anatomi restorasi resin komposit
komposit (Gambar 1), diketahui 25 pasien
mendapat skor Alfa (83%) yang berarti Evaluasi dari kriteria adaptasi margin
keadaan kontur restorasi berkesinambungan (Gambar 3) menunjukkan bahwa skor Alfa,
dengan anatomi gigi asli. Skor Bravo yaitu tidak terlihat adanya ceruk sepanjang
didapatkan pada 5 pasien (17%), yaitu keadaan margin restorasi, didapatkan oleh 21 pasien
kontur restorasi tidak berkesinambungan dengan persentase 70%. Sementara skor
dengan anatomi gigi asli namun dentin belum Bravo, yaitu terdapat sedikit ceruk pada
terekspos, dan tidak terdapat pasien yang margin restorasi namun dentin belum
mendapat skor Charlie. terekspos, didapatkan pada 9 pasien dengan
Gambar 2 menunjukkan hasil evaluasi persentase 30%. Tidak terdapat pasien yang
dari kriteria kecocokan warna pada restorasi mendapat skor Charlie.

722
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

skor Bravo (47%) yang berarti tekstur


permukaan restorasi kondisinya menyerupai
0%
resin komposit konvensional. Tidak terdapat
30% Alfa
pasien yang mendapat skor Charlie.
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa
Bravo seluruh pasien (n=30) mendapatkan skor Alfa
Charlie (100%), tidak terdapat pasien yang
70%
mendapatkan skor Bravo. Skor Alfa pada
kriteria ini memiliki arti bahwa tidak terdapat
karies sekunder pada restorasi dan skor Bravo
memiliki arti bahwa terdapat karies sekunder
Gambar 3. Adaptasi margin pada restorasi resin pada restorasi.
komposit

Pada kriteria perubahan warna pada


margin restorasi resin komposit, sejumlah 19 0%
pasien (63%) mendapat skor Alfa, yaitu tidak
Alfa
terlihat perubahan warna pada margin antara
restorasi dan gigi asli. Skor Bravo ditemukan Bravo
pada 11 pasien (37%) yang berarti terdapat 100%
sedikit perubahan warna pada margin restorasi
namun tidak meluas ke arah pulpa. Tidak
terdapat pasien yang mendapat skor Charlie
(Gambar 4). Gambar 6. Karies sekunder pada restorasi resin
komposit

0% PEMBAHASAN
Resin komposit merupakan bahan
Alfa
37% restorasi sewarna gigi yang dikembangkan
Bravo pada awal tahun 1950-an oleh Bowen.10 Resin
63% Charlie komposit termasuk salah satu material
restorasi yang semakin sering digunakan pada
gigi posterior dan dapat bertahan hingga
sepuluh tahun dalam rongga mulut.5,11
Gambar 4. Perubahan warna pada margin restorasi Semakin lama restorasi berada di dalam
resin komposit rongga mulut maka kualitas dari restorasi
tersebut akan semakin menurun.8,14
Gambar 5 menunjukkan hasil evaluasi Pada penelitian ini, pemeriksaan klinis
dari kriteria kekasaran permukaan restorasi restorasi resin komposit dilakukan pada 30
resin komposit. Didapatkan bahwa 16 pasien orang subjek penelitian yang telah
memperoleh skor Alfa (53%), yaitu kondisi mendapatkan perawatannya selama tiga tahun.
tekstur permukaan restorasi menyerupai Penilaian kualitas restorasi dilakukan dengan
enamel. Sisanya sebanyak 14 pasien mendapat menggunakan sistem modifikasi USPHS.
Secara keseluruhan, skor kualitas restorasi
resin komposit pada pasien memperoleh hasil
0% yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian (Gambar 1–6) yang
Alfa menunjukkan bahwa dari total enam kriteria
47%
Bravo yang dievaluasi, tidak terdapat pasien yang
53%
mendapatkan skor Charlie. Skor Alfa dan
Charlie Bravo berarti restorasi berada dalam keadaan
yang memuaskan dan dapat diterima secara
klinis (kecuali untuk kriteria karies sekunder,
skor Bravo, berarti kondisi restorasi tidak
Gambar 5. Kekasaran permukaan restorasi resin memuaskan), dan skor Charlie berarti keadaan
komposit restorasi tidak dapat diterima secara klinis.7

723
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Berdasarkan hasil evaluasi bentuk dan diperburuk dengan pengaplikasian sistem


anatomi restorasi resin komposit (Gambar 1), adhesif yang kurang baik.21
diketahui bahwa 25 dari 30 pasien (83%) Hasil evaluasi pada kriteria perubahan
mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini warna margin menunjukkan bahwa skor yang
sejalan dengan penelitian Moura et al (2011) paling banyak didapatkan adalah Alfa (63%),
dan Palaniappan et al (2010) yang yang mengindikasikan bahwa warna margin
mengevaluasi performa klinis restorasi resin restorasi masih dalam keadaan baik (Gambar
komposit pada beberapa jenis kavitas.7,16 4) Tidak ditemukan pasien yang mendapatkan
Hasilnya menunjukkan bahwa pada kriteria skor Charlie. Adanya restorasi yang mendapat
anatomi restorasi resin komposit Klas I GV skor Bravo (37%) menunjukkan bahwa sudah
Black, skor yang paling banyak didapatkan ditemukan sedikit perubahan warna pada
adalah skor Alfa. Keadaan anatomi suatu margin restorasi, namun masih dapat diterima
restorasi berhubungan dengan jumlah secara klinis. Hal ini sejalan dengan hasil
permukaan yang berkontak dengan tekanan penelitian Lopes et al (2003) yang
mastikasi. Semakin banyak permukaan menemukan adanya perubahan warna margin
restorasi yang berkontak dengan tekanan saat usia restorasi baru mencapai dua tahun. 22
mastikasi maka semakin cepat restorasi akan Perubahan warna pada margin restorasi dapat
mengalami kehilangan material.16 Dalam dipengaruhi oleh faktor etsa asam yang kurang
penelitian ini, restorasi hanya melibatkan satu adekuat, akibat penyusutan polimerisasi,
permukaan, yakni permukaan oklusal sehingga pemilihan warna material restorasi, dan
secara keseluruhan bentuk anatomi masih kebersihan rongga mulut pasien.23
memuaskan. Evaluasi kekasaran permukaan restorasi
Pardal et al (2008) dalam penelitiannya resin komposit (Gambar 5) menunjukkan hasil
mengungkapkan bahwa perubahan warna yang memuaskan. Semakin baik keadaan
restorasi resin komposit sudah mulai terjadi permukaan suatu restorasi, maka akan
saat usia restorasi baru mencapai enam meningkatkan estetik serta ketahanan restorasi
bulan.17 Pada penelitian ini, skor Bravo tersebut di dalam rongga mulut. Pergerakan
ditemukan pada 24 pasien (80%) yang berarti gigi selama proses mastikasi, abrasi akibat dari
restorasi sudah mengalami perubahan warna kebiasaan menyikat gigi yang salah, serta jenis
namun masih dapat diterima secara klinis diet yang dikonsumsi merupakan faktor yang
(Gambar 2). Perubahan warna restorasi resin dapat meningkatkan kekasaran permukaan
komposit dapat dihubungkan dengan jenis suatu restorasi.16 Selain itu, Schmitt et al
resin komposit yang digunakan, yang (2011) dalam penelitiannya menyatakan
berpengaruh terhadap kemampuan penyerapan bahwa struktur matriks dan karakteristik dari
zat warna.18 Selain itu, sumber eksogen seperti material pengisi juga merupakan faktor yang
tembakau, teh, dan minuman kopi juga dapat mempengaruhi kekasaran permukaan
merupakan faktor yang dapat meningkatkan dari suatu restorasi.24
perubahan warna suatu restorasi.19 Namun Hasil evaluasi mengenai karies sekunder
dalam penelitian ini, tidak diketahui secara menunjukkan hasil yang memuaskan. Dari
pasti jenis resin komposit yang digunakan dan total 30 pasien, tidak terdapat satu pun pasien
diet yang dikonsumsi pasien. yang mendapatkan skor Bravo (skor Alfa
Penelitian Pazinatto et al (2013) 100%). Hasil ini sejalan dengan penelitian
menunjukkan adaptasi margin restorasi masih Pazinatto et al (2013) yang mengevaluasi
dalam keadaan baik setelah penumpatan performa klinis resin komposit pada kavitas
selama 56 bulan.20 Pada penelitian ini, evaluasi Klas I dan Klas II. Hasilnya menunjukkan
adaptasi margin restorasi resin komposit bahwa pada restorasi Klas I, karies sekunder
(Gambar 3) menunjukkan hasil yang tidak ditemukan.20 Hal tersebut kemungkinan
memuaskan. Meski demikian, terdapat skor disebabkan karena restorasi berada pada
Bravo pada beberapa pasien (30%) yang bagian oklusal sehingga mudah untuk
berarti ceruk telah terlihat pada margin dibersihkan.
restorasi. Barabanti et al (2013) menyatakan
bahwa secara umum kualitas margin dari suatu KESIMPULAN
restorasi memang akan menurun seiring Dengan keterbatasan penelitian ini,
waktu. Hal tersebut dapat disebabkan akibat dapat disimpulkan bahwa kualitas restorasi
interaksi kimia yang terjadi pada rongga mulut resin komposit di gigi posterior pada 30 pasien

724
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

yang telah ditumpat selama tiga tahun secara Effect Of Different Immersion Media. J
keseluruhan memperoleh hasil yang Appl Oral Sci 2009;17(5):388-391.
memuaskan. Terdapat enam kriteria yang 11. Holm C, Tidehag P, Tillberg A, Molin M.
dievaluasi mengunakan kriteria USPHS, dan Longevity and Quality of FPDs: A
tidak ditemukan pasien yang mendapatkan Retrospective Study of Restorations 30,
skor Charlie. 20, and 10 Years After Insertion. The
International Journal of Prosthodontics
SARAN 2003;16(3):283–289.
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya 12. Burke FJ, Lucarotti PS. How Long do
menggunakan metode penelitian yang berbeda, Direct Restorations Placed within The
seperti cohort, agar sampel lebih dapat General Dental Services in England and
dikontrol. Selain itu, perlu dilakukan Wales Survive? Br Dent J 2009;206.
penambahan metode pada proses 13. Geurtsen W, Schoeler U. A 4-Year
pengumpulan data, seperti wawancara, agar Retrospective Clinical Study of Class I
faktor efek dan risiko dapat diketahui. and Class II Composite Restoration. Oper
Dent. 1997;25:129–132.
DAFTAR PUSTAKA 14. Turkun LS, Aktener BO. Twenty-Four-
1. Sumawinata N. Senarai Istilah Month Clinical Evaluation of Different
Kedokteran Gigi: Inggris–Indonesia. Posterior Composite Resin Materials. J
Jakarta: EGC. 2004; 56. Amer Dent Assoc 2001;132:196–203.
2. Kemenkes. Laporan Hasil Riset 15. Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian:
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula.
Jakarta: Badan Penelitian dan Edisi 3. Yogyakarta: Gadjah Mada
Pengembangan Kesehatan. 2008; 142– University Press. 2006.
143. 16. Palaniappan S, Elsen L. Three-Year
3. Harti FJ. Kamus Kedokteran Gigi. Randomised Clinical Trial to Evaluate
Jakarta: EGC. 1995; 263. The Clinical Performance, Quantitative,
4. Demirci M. Prevalence of Caries on and Qualitative Wear Patterns of Hybrid
Individual Tooth Surfaces and Its Composite Restorations. Clinical Oral
Distribution by Age and Gender in Investigations 2010;14(4):441–458.
University Clinic Patients. Eur J Dent 17. Pardal D, Hedge M. Clinical Evaluation
2010;4(3):270–279. of Different Posterior Composite
5. Craig RG, Powers JM. Dental Materials: Restorative Material in Class I and Class
Properties and Manipulation. 8th Ed. St II Restorations: An in-Vivo Study.
Louis Missouri: Mosby. 2004. Journal of Dental Science 2008;7(2).
6. McCabe JF, Walls AWG. Applied Dental 18. Kang A, Son SA, Hur B, Kwon YH, Ro
Materials. 8th Ed. Oxford: Blackwell JH, Park JK. The Color Stability of
Science Ltd. 2008. Silorane- and Methacrylate-Based Resin
7. Moura FR, Romano AR, Lund RG. Composites. Dental Material Journal
Three-Year Clinical Performance of 2012;31(5):879–884.
Composite Restoration Placed by 19. Ren YF, Feng L, Serban D, Malmstrom
Undergraduate Dental Student. Braz J HS. Effects of Common Beverage
Dent 2011;22(2):111–116. Colorants on Color Stability of Dental
8. Cetin AR, Unlu N. One-Year Clinical Composites Resins: The Utility of A
Evaluation of Direct Nanofilled and Thermo Cycling Stain Challenge Model
Indirect Composite Restoration in in Vitro. Journal of Dentistry
Posterior Teeth. Dental Material Journal 2012;40(1):48–56.
2009;28(5):620–626. 20. Pazinatto FB, Neto RG, Wang L,
9. Anusavice KJ. Philips: Buku Ajar Ilmu Mondelli J, Mondelli RF, Navarro MF.
Bahan Kedokteran Gigi. Alih bahasa: 56-Month Clinical Performance of Class I
Johan AB, Purwoko S. Edisi 10. Jakarta: and II Resin Composite Restorations. J
EGC. 2003; 227,244,251. Appl Oral Sci 2013;20(3):323–328.
10. Fontes ST, Fernandez MR, Moura CM. 21. Barabanti N, Gagliani M, Roulet JF,
Color Stability Of A Nanofill Composite: Testori T, Ozcan M, Cerutti A. Marginal
Quality of Posterior Microhybrid Resin

725
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Composite Restoration Applied Using


Two Polymerization Protocols: 5-Year
Randomized Split Mouth Trial. Journal of
Dentistry 2013;41(5):436–442.
22. Lopes LG, Cefaly DF, Franco EB,
Mondelli RF, Lauris JR, Navarro MF.
Clinical Evaluation of Two "Packable"
Posterior Composite Resins: Two Year
Results. J Oral Rehabit 2003;33:144–151.
23. Priyalakshmi S, Ranjan M. A Review on
Marginal Deterioration of Composite
Restoration. IOSR Journal of Dental and
Medical Sience 2014;13(1):6–9.
24. Schmitt VL, Puppin-Rontani RM, Naufel
FS, Ludwig D, Ueda JK, Sobrinho LC.
Effect of Finishing and Polishing
Techniques on The Surface Roughness of
A Nanoparticle Composite Resin. Braz J
Oral Sci 2011;10(2):105–108.

726
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENGARUH EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) TERHADAP


INTERAKSI Streptococcus sanguinis DAN Streptococcus mutans SECARA IN VITRO

Ridha Andayani, Santi Chismirina, Iga Kumalasari

Departemen Oral Biologi


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Streptococcus sanguinis bakteri Gram positif menginisiasi adhesi bakteri rongga mulut lainnya
dengan reseptor adhesin, seperti dengan bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans patogen
utama terjadinya karies. Pemanfaatan tanaman herbal seperti belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
untuk mengurangi resiko karies karena tanaman ini memiliki kemampuan antibakteri. Tujuan
penelitian untuk mengetahui interaksi Streptococcus sanguinis dan Streptococcus mutans secara in
vitro pada ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Ekstraksi belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi) dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Kultur S. sanguinis dan S. mutans
pada media Trypticase Yeast Cysteine (TYC), interaksi dilakukan pada media cair Nutrient Broth
(NB). Uji dilakukan dengan metode Standart Plate Count (SPC) dengan kelompok kontrol akuades.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata jumlah koloni kelompok kontrol 33,67 x 103 CFU/ml,
kelompok perlakuan 3,67 x 103 CFU/ml. Kesimpulan dari penelitian ini ekstrak belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) memiliki pengaruh terhadap interaksi S. sanguinis dan S. mutans secara in vitro.

Kata kunci: Streptococcus sanguinis, Streptococcus mutans, belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi),
karies gigi

ABSTRACT
Streptococcus sanguinis is a Gram positive bacteria which can initiate the adhesion another bacterias
in the oral cavity. It’s happened because Streptococcus sanguinis has receptor for another bacterias in
the oral cavity such as Streptococcus mutans. Streptococcus mutans is major pathogen in dental
caries. One attempt to minimize the risk of dental caries is the use of herbal plants that have
antibacterial capabilities such as bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi). This study aimed to determine the
effects of bilimbi-fruit (Averrhoa bilimbi) extract on the interaction of Streptococcus sanguinis and
Streptococcus mutans in vitro. Bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi) was extracted by maceration method
with 96% ethanol solvent. Both Streptococcus sanguinis and Streptococcus mutans were cultured in
Trypticase Yeast Cysteine (TYC) medium and interacted on Nutrient Broth (NB) medium. Standart
Plate Count (SPC) was used to test the effects of the extracts on the interaction of Streptococcus
sanguinis and Streptococcus mutans, the control group was distilled water. This study showed that the
average quantity of colonies at the control group is 33.67 x 103 CFU/ml and the treatment group is
3.67 x 103 CFU/ml. The Conclusion of this study is the bilimbi-fruit (Averrhoa bilimbi) extract affects
the interaction of Streptococcus sanguinis and Streptococcus mutans in vitro.

Key words: Streptococcus sanguinis, Streptococcus mutans, bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi), dental
caries

727
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN dihasilkan dari proses fermentasi tersebut


Beragam mikroorganisme dapat hidup dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
di dalam rongga mulut dan bakteri merupakan keras gigi yang disebut dengan proses
mikroorganisme yang dominan ditemukan. demineralisasi dan apabila terus berlanjut
Umumnya bakteri ini berkolonisasi dengan dapat menyebabkan karies gigi.21,22
membentuk biofilm dan hidup sebagai flora Salah satu hal yang mempengaruhi
normal.1,2 Adanya gangguan keseimbangan keberadaan S. mutans di dalam rongga mulut
ekosistem rongga mulut akibat faktor-faktor adalah S. sanguinis.15 Streptococcus sanguinis
tertentu dapat menyebabkan perubahan sifat memperantarai perlekatan molekul adhesin S.
bakteri sebagai flora normal menjadi mutans yaitu antigen I/II pada reseptor pelikel
patogen.3-5 Diet, kehilangan gigi, pemasangan gigi salivary agglutinin.23-25 Hal ini diperkuat
gigi tiruan cekat atau lepasan, radiasi area oleh hasil penelitian Kriswandini (2008)
kepala dan leher, serta sindrom Sjogren tentang penentuan adhesin dan reseptor S.
merupakan beberapa contoh faktor yang dapat mutans yang berperan dalam patogenesis
memicu terjadinya hal tersebut. Konsumsi karies gigi. Dari hasil penelitian tersebut
obat-obatan antibiotik spektrum luas jangka terbukti bahwa adhesi S. mutans pada
panjang serta obat-obatan antihipertensi dan permukaan gigi terjadi akibat adanya S.
agen antineoplastik juga merupakan beberapa sanguinis.26 Adhesi S. mutans akan diikuti
contoh faktor yang dapat memicu terjadinya dengan terjadinya akumulasi S. mutans pada
hal tersebut.3,6,7 Faktor-faktor tersebut tidak plak gigi akibat adanya polisakarida
hanya menyebabkan perubahan sifat ekstraseluler yang dapat meningkatkan
mikroorganisme di dalam rongga mulut, tetapi akumulasi bakteri tersebut.19 Selain
juga pada flora normal di bagian tubuh host berakumulasi, S. mutans melakukan koadhesi
lainnya.8 terhadap mikroorganisme lainnya pada
Salah satu flora normal yang ditemukan permukaan gigi.1,25
di dalam rongga mulut adalah Streptococcus Upaya untuk mencegah pertumbuhan
sanguinis (S. sanguinis).9 Streptococcus berlebih S. mutans di dalam plak dapat
sanguinis yang sebelumnya dikenal dengan dilakukan dengan menghambat interaksi yang
nama S. sanguis merupakan bakteri yang terjadi di antara S. sanguinis dan S. mutans
pertama sekali berkolonisasi pada gigi yang sehingga mencegah risiko karies gigi. Hal ini
baru erupsi melalui pelikel gigi.10,11 diperoleh dengan memanfaatkan tanaman
Keberadaan bakteri tersebut pada permukaan herbal seperti belimbing wuluh (Averrhoa
gigi dapat menginisiasi terjadinya adhesi dari bilimbi).27 Umumnya buah belimbing wuluh
bakteri-bakteri rongga mulut lainnya, seperti sering dipergunakan oleh masyarakat Aceh
Streptococcus mutans (S. mutans), sebagai bumbu masakan.28 Belimbing wuluh
Streptococcus gordonii, Actinomyces memiliki kandungan senyawa aktif berupa
naeslundii, Haemophilus parainfluenzae, triterpenoid, saponin, tannin, flavonoid, dan
Veillonella atypica, Prevotella loescheii, dan alkaloid.29 Senyawa-senyawa tersebut terbukti
Eikenella corrodens.12-14 Hal ini terjadi karena memiliki efek farmakologis sebagai
S. sanguinis memiliki reseptor bagi adhesin antibakteri.30 Hasil penelitian Karon et al
dari bakteri pengkoloni selanjutnya. Sejauh ini (2011) tentang ekstrak buah belimbing wuluh
belum diketahui secara spesifik reseptor yang menunjukkan bahwa buah tersebut mampu
berperan untuk mengikat adhesin dari bakteri menghambat Bacillus megaterium dan
pengkoloni tersebut.14,15 Bacillus cereus.29 Hasil penelitian lainnya
Interaksi dari berbagai bakteri pada yang dilakukan oleh Lathifah (2008)
permukaan gigi akan menyebabkan menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah
terbentuknya plak gigi.16 Dari hasil penelitian belimbing wuluh memiliki daya hambat yang
diketahui bahwa S. mutans merupakan bakteri sedang terhadap Staphylococcus aureus.31
yang paling banyak ditemukan di dalam plak Berdasarkan uraian di atas maka
karena bakteri ini mampu beradaptasi dalam dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
lingkungan asam.3,17,18 Streptococcus mutans mengetahui pengaruh ekstrak buah belimbing
juga dapat menghasilkan asam, glukosa, dan wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap interaksi S.
fruktosa dari fermentasi sukrosa. Hal tersebut sanguinis dan S. mutans secara in vitro.
menjadikan S. mutans sebagai patogen utama
penyebab karies gigi.19,20 Asam yang

728
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

BAHAN DAN METODE pengenceran S. sanguinis dan S. Mutans


Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode serial dilution.
laboratoris. Sampel pada penelitian ini adalah Uji pengaruh ekstrak buah belimbing
isolat S. sanguinis ATCC 10556 dan S. mutans wuluh terhadap interaksi S. sanguinis dan S.
ATCC 31987 dari Laboratorium Mikrobiologi mutans dengan menghitung jumlah koloni.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Disiapkan dua tabung reaksi dan ditandai
sedangkan buah belimbing wuluh (Averrhoa untuk setiap kelompok. Tabung I diisi akuades
bilimbi) berwarna hijau (panjang ±5 cm) steril (kontrol) dan tabung II untuk ekstrak
berasal dari Banda Aceh. Pengujian dua buah belimbing wuluh, masing-masing tabung
sampel tersebut dilakukan di Laboratorium diisi sebanyak 3,5 ml dan ditambahkan dengan
Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu 1 ml TSB (Trypticase Soy Broth). Kemudian
Pengetahuan Alam (FMIPA) untuk proses di dalam semua tabung reaksi diberi masing-
ekstraksi buah belimbing wuluh (Averrhoa masing 0,5 ml suspensi interaksi S. sanguinis
bilimbi), sedangkan proses pengujian pengaruh dan S. mutans yang telah diencerkan lalu
ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa dihomogenkan.72-78
bilimbi) terhadap interaksi S. sanguinis dan S. Selanjutnya dari masing-masing tabung
mutans secara in vitro dilakukan di diambil 0,1 ml suspensi menggunakan syringe
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas 1 ml dan diteteskan pada media agar MHA
Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda (Muller Hinton Agar). Kemudian diratakan
Aceh. dengan metode sebar menggunakan hockey
Tahapan pertama yang dilakukan dalam stick spreader dan diinkubasi pada suhu 37 °C
penelitian ini adalah ekstraksi buah belimbing selama 2 x 24 jam dalam suasana anaerob.
wuluh sebanyak 3 kg dengan metode maserasi. Setelah itu dilakukan pengamatan dan
Belimbing wuluh dicuci bersih dan diangin- menghitung jumlah koloni yang tumbuh
anginkan sehingga kering, diiris tipis dan menggunakan colony counter.39,72 Pengujian
direndam etanol 96% dengan perbandingan ini dilakukan sebanyak tiga kali.
1:2 selama 3 x 24 jam di dalam wadah
tertutup. Kemudian larutan ekstrak buah HASIL PENELITIAN
belimbing wuluh disaring. Filtrat ekstrak buah Ekstrak buah belimbing wuluh
belimbing wuluh dipekatkan dengan rotary (Averrhoa bilimbi) diperoleh sebanyak 38
vacuum evaporator.31,62 Hasil filtrat yang telah gram. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa
dipekatkan inilah yang akan digunakan. ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa
Selanjutnya dilakukan uji fitokimia ekstrak bilimbi) mengandung senyawa triterpenoid,
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) saponin, tannin, flavonoid, dan alkaloid.
untuk pemeriksaan triterpenoid, saponin,
tannin, flavonoid, dan alkaloid. Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Buah
Tahapan selanjutnya kultur dan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
konfirmasi S. sanguinis dan S. mutans. Isolat
Senyawa Hasil yang
S. sanguinis dan S. mutans di kultur dalam Aktif Terbentuk
Ada/Tidak
media agar Trypticase Yeast Cysteine (TYC)
yang berbeda untuk mendapatkan koloni Triterpenoid Warna merah Ada
tunggal, lalu diinkubasi 2 x 24 jam pada suhu
37 °C dengan suasana anaerob dalam Saponin Busa 1–3 mm Ada
inkubator. Dilakukan pewarnaaan Gram Warna hijau
Tannin Ada
terhadap bakteri untuk mengonfirmasi bakteri kehitaman
S. sanguinis dan S. mutans.39,69 Pembuatan Flavonoid Warna merah Ada
suspensi S. sanguinis dan S. mutans dalam dua
tabung reaksi yang berbeda berisi NaCl. Alkaloid Endapan merah Ada
Kepekatan suspensi bakteri S. sanguinis dan S.
mutans diukur menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 625 nm hingga Hasil kultur Streptococcus sanguinis
didapatkan absorbansi 0,08–0,10. Kemudian dan Streptococcus mutans pada media agar
isolat bakteri S. sanguinis dan S. mutans TYC yang telah diinkubasi selama 2 x 24 jam
diinteraksikan dalam media cair Nutrient pada suhu 37 °C dalam kondisi anaerob
Broth (NB).71,72 Selanjutnya dilakukan menunjukkan koloni Streptococcus sanguinis

729
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

berwarna putih dengan permukaan mengkilap, menghambat interaksi S. sanguinis dan S.


sedangkan koloni Streptococcus mutans mutans secara in vitro.
berwarna putih kekuningan. Hasil konfirmasi
dengan pewarnaan Gram menunjukkan koloni PEMBAHASAN
berwarna ungu dengan bentuk coccus berantai Proses ekstraksi yang digunakan pada
pada pembesaran mikroskop cahaya 10x100. penelitian ini adalah metode maserasi. Metode
Hasil pengenceran Streptococcus sanguinis ini dipilih karena senyawa aktif di dalam buah
dan Streptococcus mutans yang diperoleh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) tidak
dengan metode serial dilution menunjukkan tahan panas.62-64 Pelarut yang digunakan pada
bahwa pengenceran 10-2 dan 10-3 memenuhi metode maserasi ini adalah etanol. Etanol
syarat koloni 30–300. Berdasarkan penjelasan merupakan pelarut yang bersifat polar karena
tersebut, pengenceran 10-2 yang dapat memiliki gugus fungsi hidroksil (R-OH)
digunakan untuk uji sampel dengan metode sehingga dapat menarik senyawa antibakteri
Standard Plate Count (SPC). yang bersifat polar lebih optimal, seperti
Uji pengaruh ekstrak buah belimbing triterpenoid, saponin, tannin, dan flavonoid.
wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap interaksi Etanol juga memiliki rantai ikatan kovalen
Streptococcus sanguinis dan Streptococcus antara atom karbon dan hidrogen yang bersifat
mutans dengan metode Standard Plate Count nonpolar sehingga mampu menarik senyawa
(SPC). Jumlah rata-rata interaksi pertumbuhan antibakteri yang bersifat nonpolar seperti
koloni S. sanguinis dan S. mutans dari hasil uji alkaloid.31,73,74 Pemilihan konsentrasi 96%
pengaruh ekstrak buah belimbing wuluh dengan pertimbangan bahwa semakin tinggi
(Averrhoa bilimbi) setelah dibagi dengan konsentrasi suatu pelarut maka semakin
tingkat pengencerannya (10-2) pada mampu menarik senyawa aktif yang
konsentrasi 100% adalah 3,67 x 103 CFU/ml. dikandung buah belimbing wuluh (Averrhoa
Sementara itu, jumlah rata-rata interaksi bilimbi) dengan lebih baik.63 Penggunaan
pertumbuhan koloni S. sanguinis dan S. etanol 96% sebagai pelarut dalam penelitian
mutans pada kontrol (akuades) adalah 33,67 x ini diduga ikut berkontribusi untuk
103 CFU/ml. Nilai rata-rata dari hasil mengoptimalkan upaya menarik senyawa aktif
perhitungan interaksi pertumbuhan koloni S. antibakteri di dalam buah belimbing wuluh
sanguinis dan S. mutans seperti yang (Averrhoa bilimbi) dengan lebih baik. Hal ini
ditunjukkan pada Tabel 2. terbukti dengan penelitian Lathifah (2008),
aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah
Tabel 2. Jumlah Koloni Interaksi Pertumbuhan belimbing wuluh lebih tinggi terhadap
Koloni S. sanguinis dan S. mutans Setelah Staphylococcus aureus bila dibandingkan
Diuji dengan Ekstrak Buah Belimbing dengan pelarut metanol, petroleum eter,
Wuluh (Averrhoa bilimbi) kloroform, dan akuades.31
Konsentrasi Rata-Rata Jumlah Metode pengujian kandungan ekstrak
Bahan Uji Koloni (CFU/ml) buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
pada penelitian ini adalah menggunakan uji
Akuades 33,67 x 103 fitokimia. Uji fitokimia adalah uji kualitatif
Ekstrak buah belimbing untuk mengetahui keberadaan senyawa-
3,67 x 103
wuluh 100% senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).
Uji statistik pada penelitian ini Hasil uji fitokimia dalam penelitian ini
menggunakan uji T (independent samples menunjukkan bahwa ekstrak buah belimbing
test). Hasil independent samples test wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung
menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 5,457 senyawa triterpenoid, saponin, tannin,
lebih besar dari ttabel yang bernilai 2,776 flavonoid, dan alkaloid. Hal tersebut
sehingga disimpulkan hipotesis diterima, yaitu dibuktikan dengan adanya pembentukan warna
ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa merah pada larutan setelah penambahan
bilimbi) mempunyai pengaruh terhadap CHCl3, asam asetat anhidrat, dan H2SO4 pada
interaksi S. sanguinis dan S. mutans secara in uji triterpenoid, pembentukan busa 1–3 cm
vitro. Pengaruh ekstrak buah belimbing wuluh setelah pemberian air panas dan HCl pada uji
(Averrhoa bilimbi) terhadap interaksi S. saponin, perubahan warna ekstrak menjadi
sanguinis dan S. mutans yaitu dapat hijau kehitaman setelah penambahan FeCl3

730
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

pada uji tannin, perubahan warna merah cara menghambat sintesis DNA dan sintesis
setelah penambahan Mg dan HCl pada uji makromolekular. Penghambatan sintesis
flavonoid, dan pembentukan endapan merah makromolekular pada bakteri juga dapat
setelah penambahan HCl pada uji alkaloid. menyebabkan kehancuran pada membran sel
Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian bakteri.58 Walaupun mekanismenya belum
Finer (1983) dan Harborne (1998) bahwa dipahami sepenuhnya, triterpenoid efektif
ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa melawan bakteri Gram positif dan Gram
bilimbi) mengandung senyawa triterpenoid, negatif. Saponin berperan sebagai senyawa
saponin, tannin, flavonoid, dan alkaloid.29,31 antibakteri dengan meningkatkan
Hasil kultur Streptococcus sanguinis (S. permeabilitas membran sehingga terjadi
sanguinis) pada media TYC menghasilkan hemolisis sel bakteri.59,60
koloni S. sanguinis yang berwarna putih, Tannin berfungsi sebagai antibakteri
permukaan cembung, mengkilap, dan dengan cara berikatan pada protein-protein.
berukuran ±1 mm. Sedangkan hasil kultur Tannin dapat berikatan dengan adhesin,
Streptococcus mutans (S. mutans) pada media menghambat enzim bakteri, dan kemampuan
yang sama menghasilkan koloni S. mutans kompleksasi dengan ion metal sehingga efektif
yang berwarna putih kekuningan, permukaan menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini
cembung, dan berukuran ±1 mm. Morfologi dibuktikan dengan penelitian Hayati et al
koloni ini merupakan ciri dari morfologi (2010) bahwa tanin efektif melawan S.
koloni S. sanguinis dan S. mutans. Hal ini aureus.30,61 Selanjutnya, Flavonoid dapat
dikonfirmasi dengan hasil pewarnaan Gram, menginaktivasi protein sehingga mengganggu
kedua bakteri tersebut berbentuk coccus dan proses metabolisme sel bakteri. Flavonoid juga
membentuk rantai berwarna ungu.2,20,33,35,39,75 mampu berikatan dengan protein ekstraseluler
Terbentuknya warna ungu karena S. sanguinis dan melakukan kompleksasi dengan dinding
dan S. mutans merupakan bakteri Gram sel bakteri dan juga mengganggu membran sel
positif. Bakteri Gram positif memiliki dinding bakteri. Alkaloid berperan sebagai antibakteri
sel yang tebal dan membran sel selapis. dengan cara berinterkalasi ke dalam dinding
Pemberian kristal violet akan mewarnai sel dan DNA.30,58 Adanya kemampuan
seluruh permukaan bakteri sel Gram positif. antibakteri yang dimiliki oleh belimbing
Pemberian lugol’s iodine akan meningkatkan wuluh diperkuat oleh penelitian Karon et al
afinitas pengikatan kristal violet pada bakteri. (2011) bahwa ekstrak belimbing wuluh
Penetesan etanol 96% akan menyebabkan (Averrhoa bilimbi) efektif melawan Bacillus
denaturasi protein pada dinding selnya megatirium dan Bacillus cereus.29
sehingga pori-pori mengecil dan kompleks Interaksi antara S. sanguinis dan S.
violet-iodine masih dapat dipertahankan. mutans dapat terjadi karena adanya reseptor
Pemberian safranin yang berwarna merah yang dimiliki oleh S. sanguinis seperti hasil
menjadi pengontras bagi bakteri Gram penelitian Kriswandini (2008) bahwa adhesin
positif.69,76 S. mutans (SAG) dapat menempel pada
Hasil uji pengaruh ekstrak buah permukaan gigi melalui reseptor (protein dan
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap karbohidrat) yang ada pada S. sanguinis.26
interaksi S. sanguinis dan S. mutans secara in Hasil penelitian Caufield et al (2000)
vitro menunjukkan hasil perhitungan rata-rata menyebutkan bahwa baik S. sanguinis dan S.
3,67 x 103 CFU/ml, dengan kontrol (akuades) mutans bersaing secara ekologikal (tempat)
bernilai 33,67 x 103 CFU/ml (Tabel 2). dalam hal kolonisasi permukaan gigi.10 Hal ini
Hambatan interaksi pertumbuhan S. sanguinis diperkuat dengan hasil penelitian Kerth et al
dan S. mutans pada kelompok perlakuan (2005) bahwa jika S. sanguinis lebih dahulu
karena adanya interaksi senyawa aktif diinokulasikan satu malam dalam media cair,
antibakteri yang terkandung dalam ekstrak lalu S. mutans diinokulasikan maka
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). keberadaan S. sanguinis lebih dominan, dan
Ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa sebaliknya. Selanjutnya jika S. sanguinis dan
bilimbi) mengandung senyawa antibakteri S. mutans diinokulasikan secara bersamaan
seperti, triterpenoid, saponin, tannin, maka keberadaan keduanya hampir
flavonoid, dan alkaloid.29 Triterpenoid seimbang.77 Hal ini dikarenakan setiap bakteri
merupakan senyawa antibakteri yang dapat memiliki substansi penghambat bagi bakteri
menghalangi pembelahan sel bakteri dengan satu sama lain, S. sanguinis menghasilkan

731
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

hidrogen peroksida dan S. mutans jumlah rata-rata interaksi pertumbuhan koloni


menghasilkan mutasin.77,78 S. sanguinis dan S. mutans pada uji pengaruh
Pada penelitian ini digunakan akuades ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa
sebagai kontrol. Akuades tidak mengandung bilimbi) pada konsentrasi 100% adalah 3,67 x
senyawa antibakteri dan memiliki derajat 103 CFU/ml. Sementara itu, jumlah rata-rata
keasaman atau power of Hydrogen (pH) interaksi pertumbuhan koloni S. sanguinis dan
bernilai 7,4.79 Akuades berupa air yang bebas S. mutans pada kontrol (akuades) adalah 33,67
dari segala zat lain. Akuades diperoleh dari x 103 CFU/ml.
hasil penyulingan atau resin pengikat ion
sehingga kandungan zat mineral telah DAFTAR PUSTAKA
berkurang (sedikit atau bahkan tidak ada).80-83 1. Giannobile WV. Etiology of Periodontal
Mineral berperan sebagai salah satu unsur Disease. In: Newman MG, Takei HH,
nutrisi yang diperlukan untuk metabolisme sel Klokkevold PR, Caranza FA, eds.
yang biasa diperoleh dari media pertumbuhan Carranza’s Clinical Periodontology. 10th
bakteri.69 Oleh sebab itu, akuades diduga Ed. Philadelphia: Elsevier. 2006; 133.
menjadi penghambat interaksi antara S. 2. Samaranayake LA. Essential
sanguinis dan S. mutans karena setelah Microbiology for Dentistry. 3th Ed.
dilakukan 6x pengulangan pada hari yang Elsevier. 2006:57–59,255–226,275–284.
berbeda ditemukan penurunan jumlah S. 3. McLntyre JM. Dental Caries-The Major
sanguinis dan S. mutans dari hasil Cause of Tooth Damage. In: Graham JM,
pengenceran bertingkat sebelumnya. Sebagai Hume WR, eds. Preservation and
tambahan, bakteri yang digunakan pada Restoration of Tooth Structure. 2nd Ed.
penelitian ini yaitu kelompok Streptococcus. Queensland: Knowledge Books and
Streptococcus merupakan bakteri yang Software. 2005; 22–25.
fastidious, yaitu bakteri yang memerlukan 4. Marsh PD. Dental Diseases: Are These
kondisi lingkungan yang tepat dan nutrisi yang Examples of Ecological Catastrophes? Int
cukup untuk mendukung pertumbuhannya.83 J Dent Hyg 4 2000;1:50–52.
Media pengujian pertumbuhan umum 5. Sbordone L, Bortolaia C. Oral Microbial
Streptococcus adalah blood agar base + 5% Biofilms and Plaque Related Diseases:
darah domba atau darah manusia, Mueller Microbial Communities and Their Role in
Hinton Agar (MHA) + 5% darah domba atau The Shift from Oral Health to Disease.
darah manusia. Selanjutnya, pertumbuhan Clin Oral Investig 2003;7:181–182.
bakteri juga dipengaruhi oleh pH media.84 6. Walsh LJ. Lifestyle Impacts on Oral
Streptococcus sangunis dapat hidup pada pH Health. In: Graham JM, Hume WR, eds.
6,2 dan pH optimal bernilai 7,5. Sedangkan S. Preservation and Restoration of Tooth
mutans dapat hidup pada pH 5 dan pH optimal Structure. 2nd Ed. Queensland:
bernilai 6.18 Berdasarkan hal inilah, diduga Knowledge Books and Software. 2005;
interaksi S. sanguinis dan S. mutans yang 91.
dilakukan pada kontrol (akuades) tidak dapat 7. Olsen I. New Principles in Ecological
tumbuh secara optimal. Regulation-Features from The Oral
Berdasarkan hasil penelitian ini, Cavity. Microbiology Ecology in Health
diketahui bahwa ekstrak buah belimbing and Disease 2006;18:26–31.
wuluh (Averrhoa bilimbi) memiliki pengaruh 8. Rafii F, Sutherland JB, Cerniglia CE.
terhadap interaksi antara S. sanguinis dan S. Effect of Treatment with Antimicrobial
mutans. Hambatan interaksi tersebut Agents on Human Colonic Microflora.
disebabkan karena adanya interaksi dengan Review Therapeutic and Clinical Risk
senyawa-senyawa antibakteri yang terkandung Management 2008;4(6):1343–1357.
dalam ekstrak buah belimbing wuluh. 9. Rodriguez AM, Callahan JE, Fawcett P,
Ge X, Xu P, Kitten T. Physiological and
KESIMPULAN Molecular Characterization of Genetic
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan Competence in Streptococcus sanguinis.
bahwa ekstrak buah belimbing wuluh Molecular Oral Microbiology
(Averrhoa bilimbi) mempunyai pengaruh 2011;26:99–116.
terhadap interaksi S. sanguinis dan S. mutans 10. Caufield PW, Dasanayake AO, Hsu J,
secara in vitro. Hal ini dibuktikan dengan Hardin M. Natural History of

732
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Streptococcus sanguinis in The Oral 22. Walsh LJ. Dental Plaque Fermentation
Cavity Infants: Evidence for A Discrete and Its Role in Caries Risk Assessment.
Window of Infectivity. Infect Immun International Dentistry SA 2005;8(5):34–
2000;68:4018–4023. 40.
11. Truper HG, Clarl SJ. Taxonomic Note: 23. Lamont RJ, Demuth DR, Davis CA,
Necessary Correction of Specific Epithets Malamud D, Rosan B. Salivary-
Formed as Substantive (Noun) "in Agglutinin-Mediated Adherence of
Apposition". International Journal of Streptococcus mutans to Early Plaque
Systematic Bacteriology 1997;47(3):908– Bacteria. Infection and Immunity
909. 1991;59(10):3446–3450.
12. Yamaguchi M, Terao Y, Ogawa T. Role 24. Dennis LS, Kaplan EL. Streptococcal
of Streptococcus sanguinis Sortase A in Infections Clinical Aspects, Microbiology,
Bacterial Colonization. Elsevier and Molecular Pathogenesis. New York:
2006;8:2791–2796. Oxford University Press Inc. 2000; 344–
13. Kolenbrander PE, Andersen RN, Blehert 345.
DS, Egland SG, Foster JS, Palmer J. 25. Laar JHV, Soet JJD, Hogeveen R, Graff
Communication Among Oral Bacteria. JD. Adhesion of Streptococcus mutans to
Microbiology and Molecular Biology Saliva-Coated Hydroxyapatite Formed in
Review 2002;66(3):486–505. Situ in Microtitre Plates. Microbial
14. Diaz PL, Chalmers NI, Rickard AH, Ecology in Health and Disesase
Kong H, Millburn C, Palmer CL. 1996;9:1–8.
Molecular Characterization of Subject- 26. Kriswandini LI. Penentuan Adhesin dan
Specific Oral Microflora During Initial Reseptor Streptococcus mutans yang
Colonization of Enamel. Appl Environ Berperan dalam Patogenesis Karies Gigi.
Microbiol 2007;72:2837–2848. Surabaya: Universitas Air Langga.
15. Kolenbrander PE, London J. Adhere Disertasi 2008.
Today, Here Tomorrow: Oral Bacterial 27. De Smet PAGM. The Role of Plant
Adherence. Journal of Bacteriology Derived Drugs and Herbal Medicines in
1993;175(11):3274–3252. Healthcare. Drugs 1997;54(6):801–840.
16. Marsh PD, Moter A, Devine DA. Dental 28. Anonymous. Belimbing Sayur. Available
Plaque Biofilms: Communities, Conflict, at: http://id.wikipedia.org/wiki/Belimbing
and Control. Periodontology 2000 _sayur. Accessed January, 2013.
2011;55:16–35. 29. Karon B, Ibrahim M, Mahmood A, Huq
17. Corby PM, Weiler JL, Bretz WA, Hart AKMM, Chowdury MMU, Hossain MA.
TC, Aas JA, Boumenna T. Microbial Risk Preliminary Antimicrobial, Cytotoxic,
Indicators of Early Childhood Caries. and Chemical Investigations of Averrhoa
Journal of Clinical Microbiology bilimbi and Ziziphus mauritiana.
2005;43(11):5753–5759. Bangladesh Pharmaceutical Journal
18. Lowe SE, Jain MK, Zeikus G. Biology, 2011;14(2):127–131.
Ecology, and Biotechnological 30. Cowan MM. Plant Products as
Applications of Anaerobic Bacteria Antimicrobial Agents. Clinical
Adapted to Environmental stresses in Microbiology Reviews 1994;12(4):564–
Temperature, pH, Salinity, or Substrates. 582.
Microbiological Reviews 31. Lathifah QA. Uji Efektivitas Ekstrak
1993;57(2):451–509. Kasar Senyawa Antibakteri pada Buah
19. Sivathasundharam B, Raghu AR. Dental Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
Caries. In: Rajendran R, dengan Variasi Pelarut. Malang: Fakultas
Sivathasundharam B, eds. Shafer’s Kimia UIN. Skripsi 2008.
Textbook of Oral Pathology. 6th Ed. India: 32. McNab R, Lamagni T. Oral and Other
Elsevier. 2009; 415–416. Non-β-Haemolytic Streptococci. In:
20. Loesche WJ. Role of Streptococcus Gillespie SH, Hawkey PM, eds. 2nd Ed.
mutans in Human Dental Decay. Principles and Practice of Clinical
Microbial Rev 1986;50:353–380. Bacteriology. London: John Wiley & Son
21. Parija SC. Textbook of Microbiology and Ltd. 2006; 87.
Immunology. Elsevier. 2009; 200.

733
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

33. Lisa G. Review of Literature General 43. Simon L. The Role of Streptococcus
Bacteriological Aspect of Mutans mutans and Oral Ecology in The
Streptococci. Helsinki University. E- Formation of Dental Caries. Journal of
Thesis 2000. Available at: http://ethesis Young Investigators 2000. Available at:
.helsinki.fi/julkaisut/laa/hamma/vk/gronro http://www.jyi.org/issue/the-role-of-
os/ch2.htm. Accessed February 6, 2013. streptococcus-mutans-and-oral-ecology-
34. Nobbs AH, Lamont RJ, Jenkinson HF. in-the-formation-of-dental-caries.
Streptococcus Adherence and Accessed February, 2013.
Colonization. Microbiology and 44. Nishimura J, Saito T, Yoneyama H, Bai
Molecular Biology Review LL, Okumura K, Isogai E. Biofilm
2009;73(3):407–450. Formation by Streptococcus mutans and
35. Skilton CJ, Tagg JR. Production by Related Bacteria. Advances in
Streptococcus sanguis of Bacteriocin- Microbiology 2012;2:208–215.
Like Inhibitory Substances (BLIS) with 45. Kolenbrander PE, Palmer RJ, Periasamy
Activity Against Streptococcus rattus. S, Jakubovics NS. Oral Multispecies
Microbial Ecology in Health and Disease Biofilm Development and The Key of
Journal 1992;2:219–226. Cell-Cell Distance. Nature Review
36. Zhongchun Tong, Liping Dong, Lin Microbiology 2010;8:171–480.
Zhou, Longxing Ni. Nisin Inhibits Dental 46. Roy A, Geetha, Lakshmi T. Averrhoa
Caries-Associated Microorganism in bilimbi Nature’s Drug Store: A
Vitro. Elsevier 2010;31(11):2003–2008. Pharmacogical Review. IJDR
http://www.sciencedirect.com/science/arti 2011;3(3):101–106.
cle/pii/S0196978110003281. Accessed 47. Orwa. Agroforestry Data Base 2009.
November 17, 2012. Averrhoa bilimbi. Available at:
37. Taxonomy browser NCBI. Streptococcus http://www.worldagroforestcentre.org/sea
sanguinis SK1056, Streptococcus mutans /Producets/AFDbase/af/asp/Speciesinfo.a
25175, Averrhoa bilimbi. Available at: sp?SpID=17943. Accessed October,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy. 2012.
Accessed February, 2013. 48. Vera L, Enaide D, Lueci D.
38. Rosa RT, Napimoga MH, Hofling JF, Physicochemical Characteristics of
Goncalves RD, Rosa EA. Clonal Bilimbi (Averrhoa bilimbi). Rev Bras
Diversity of Streptococcus mutans Clarke Frutic Jaboticabal 2001;23(2):421–423.
(1924) in Caries-Free Adults. Estud 49. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat
Biolog 2005;27(58):49–51 Indonesia. Edisi 5. Jakarta: Pustaka
39. Wan AKL, Seow WK, Bird PS. Bunda. 2008; 6–7.
Comparison of Five Selective Media for 50. Soenanto H. 100 Resep Sembuhkan
The Growth and Enumeration of Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas.
Streptococcus mutans. Australian Dental Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Journal 2002;47(1):21–28. 2009; 53.
40. Anonymous. Streptococcus mutans. 51. Seideman J. World Spice Plants. New
Available at: http://microbewiki.kenyon York: Springer. 2005; 59.
.edu/index.php/Streptococcus_mutans. 52. Anonymous. Belimbing wuluh (Averrhoa
Accessed Februari, 2013. bilimbi). Available at: http://www
41. Nobuo O, Masanobu N, Yukata T, .plantamor.com/index.php?plant=164.
Ryutaro I, Atsuo S, Tomoko S. Pili of Accessed October, 2012.
Oral Streptococcus sanguinis Binds to 53. Tan BK, Tan CH, Pushparaj PN. Anti-
Salivary Amylase and Promote The Diabetic Activity of The Semi-Purified
Biofilm Formation. Elsevier Microbial Fractions of Averrhoa bilimbi in High Fat
Pathogenesis 2011;50:148–154. Diet Fed-Streptozotocin-Induced Diabetic
42. Liu J, Wu C, Huang I, Merrit J, Qi F. Rats. Life Science 2005;76(24):2827–
Differential Response of Streptococcus 2839.
mutans Towards Friend and Foe in 54. Yusuf R. Belimbing Wuluh. Available at:
Mixed-Species Cultures. Microbiology http://ronnyyusuf88.blogspot.com/2011/1
2011;157:2422–2444. 2/belimbing-wuluh-averrhoa-bilimbi-
l.html. Accessed September, 2012.

734
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

55. Ahsan. Belimbing Wuluh. Available at: 66. Bauer AW, Kirby WM, Sherris JC, Turck
http://ahsanfile.com/2011/04/20/mengena M. Antibiotic Susceptibility Testing by
l-belimbing-wuluh-foto-gambar- Standardized Single Disk Method. Am J
belimbing-sayur-averrhoa-bilimbi/. Clin Path 1966;45(4):493–496.
Accessed September, 2012. 67. Lalitha MK. Manual on Antimicrobial
56. Kumar AS, Kavimani S, Jayaveera KN. Susceptibility Testing. Indian Association
Review on Medical Plants with Potensial of Medical Microbiologist 2004;1–47.
Antidiabetic Activity. International 68. Reynolds J, Farinha M. Counting
Journal of Phytopharmacology Bacteria. Richard Colledge 2005;1–10.
2011;2(2):53–60. 69. Tim Mikrobiologi. Penuntun Praktikum
57. Ambili S, Subramoniam A, Nagarajan Mikrobiologi. Fakultas Biologi.
NS. Studies on The Antihyperlipidemic Universitas Jenderal Soedirman. 2008.
Properties of Averrhoa bilimbi Fruit in 70. Baum L, Phillips RW, Lund MR. Buku
Rats. Planta Medica 2009;75(1):55–58. Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Edisi 3.
58. Chung PY, Navaratnam P, Chung LY. Jakarta: Penerbit EGC. 1997; 117–122.
Synergistic Antimicrobial Activity 71. Prashant GM, Chandu GN, Murulikrishna
Between Pentacyclic Triterpenoids and KS, Shafiulla MD. The Effect of Mango
Antibiotic Against Staphylococcus aureus and Neem Extract on Four Organisms
Strains. Annals of Clinical Microbiology Causing Dental Caries: Streptococcus
and Antimicrobial 2011;10(25):1–6. mutans, Streptococcus salivavius,
59. Rosyidah K, Nurmuhaimina SA, Komari Streptococcus mitis, and Streptococcus
N, Astuti MD. Aktivitas Antibakteri sanguis: an in Vitro Study. Indian J Dent
Saponin dari Kulit Batang Tumbuhan Res 2007;18(4):148–151.
Kasturi (Mangira casturi). Bioscientiae 72. Sulistyowati, Widyasturi A. Pemanfaatan
2010;7(2):25–31. Centella asiatica sebagai Bahan
60. Poeloengan M, Praptiwi. Uji Aktivitas Antibakteri Salmonella typhi. Stigma J of
Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis Science 2008;2:5–10.
(Garcinia mangostana). Media Litbang 73. Yuwono T. Biologi Molekular. Surabaya:
Kesehatan 2010;20:65–69. Erlangga. 2007; 30–31.
61. Hayati EK, Fasyah AG, Sa’adah L. 74. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG.
Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Biologi. Surabaya: Erlangga. 2000; 57–
Tanin pada Daun Belimbing Wuluh 60.
(Averrhoa bilimbi). Jurnal Kimia 75. Wood BJB, Holzapfel WH. The Genera
2010;4(2):193–200. of Lactid Acid Bacteria. 2nd Ed. London:
62. Handa SS. An Overview of Extraction Chapman & Hall. 1995: 57,107–109.
Techniques for Medicinal and Aromatic 76. Lay BW. Analisis Mikroba di
Plants. In: Handa SS, Khanuja SPS, Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo
Longo G, Rakesh DD, eds. Extraction Persada.1994; 55–59.
Technologies for Medicinal and Aromatic 77. Kerth J, Merrit J, Shi W, Qi F.
Plants. Trieste: ICS-UNIDO. 2008; 22– Competition and Coexistence Between
24. Streptococcus mutans and Streptococcus
63. Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G, sanguinis in Dental Biofilm. Journal of
Kaur H. Phitochemical Screening and Bacteriology 2006;187(21):7193–7203.
Extraction: A Review. Internationale 78. Nes IF, Dzung BD, Holo H. Bacteriocin
Pharmaceutica Sciencia 2011;1(1):105– Diversity in Streptococcus and
106. Enterococcus. Journal of Bacteriology
64. Remington JP. Remington The Science 2007;189(4):1189–1198.
and Practice of Pharmacy. 21th Ed. 79. Mutaminnah BQ. Uji Aktivitas
Philadelphia: Lippincott Williams & Antibakteri dari Asap Cair Sekam Padi
Wilkins. 2006; 221–222. Grade I terhadap Beberapa Bakteri
65. James HJ, Mary JF. Antimicrobial Pencemar Pangan. FMIPA. Universitas
Susceptibility Testing: A Review of Mataram. Skripsi 2010.
General Principles and Contemporary 80. Nugroho A. Ensiklopedia Otomotif.
Practices. Medical Microbiology Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2009;49:1749–1755. 2005; 12.

735
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

81. Bassett J, Denney RC, Jeffery GH,


Mendham J. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Penerbit EGC. 1994; 90–91.
82. Sutisna DH, Sutarmanto R. Pembenihan
Ikan Air Tawar. Yogyakarta: Kanisius.
1995; 99.
83. University of Maryland. Pathogenic
Bacteria. Available at: http://www.life
.umd.edu/classroom/bsci424/Definitions.
htm. Accessed June, 2013.
84. Wikler MA, Cockerill FR, Craig WA,
Dudley MA, Eliopoulus GM, Hetch DW.
Performance Standards for Antimicrobial
Susceptibility Testing; Seventeenth
Informational Supplement. CLSI
2007;27(1):1–177.

736
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN KEPALA KELUARGA


DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI
DI KECAMATAN BAITUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR

Fahrevy*, Sri Adelila Sari**, Indra***

*
Magister Ilmu Kebencanaan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
**
Program Studi Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala
***
Magister Ilmu Tanah dan Pesisir Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Beberapa faktor penyebab utama timbulnya banyak korban akibat bencana gempa adalah karena
kurangnya pengetahuan kepala keluarga tentang bencana dan kurangnya kesiapan kepala keluarga
dalam mengantisipasi bencana tersebut. Oleh karena itu, untuk meminimalisir risiko bencana harus
menjadi bagian terpadu dengan kepala keluarga. Jenis penelitian berbentuk deskriptif dengan metode
penelitian menggunakan sequential exploratory yang bertujuan untuk mendapatkan kajian tentang
pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi ancaman bencana gempa bumi. Pengumpulan data
telah dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2015 di Kecamatan Baitussalam Kabupaten
Aceh Besar. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu cluster sampling pada 381
responden kepala keluarga di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner, pengolahan dan analisis data secara manual dengan menggunakan rumus
p = × 100% untuk melihat sejauh mana pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi bencana
gempa bumi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi
ancaman bencana gempa bumi di Kecamatan Baitussalam sudah baik, dari 381 responden hanya 46
responden yang masih kurang dalam memahami pengetahuan kebencanaan.

Kata kunci: Kepala keluarga, pengetahuan kebencanaan

ABSTRACT
Some of the factors leading causes of many victims of the earthquake is due to lack of knowledge
about the family's head of disaster preparedness and lack of family heads in anticipation of the
disaster. Therefore, to minimize the risk of disasters should be an integral part of the family head.
Type a descriptive research by using sequential exploratory research method that aims to get the study
of knowledge heads of families in the face of the threat of earthquakes. Data collection was conducted
in January to February 2015 in the district of Aceh Besar district Baitussalam. How to sampling in
this research cluster sampling on 381 respondents heads of families in the Aceh Besar District. The
instrument used was a questionnaire, processing and analysis of data manually by using the formula
p = × 100% to see the extent to which knowledge of the head of the family in the face of the
earthquake. The result showed that the knowledge of the head of the family in the face of the threat of
earthquakes in the district has been good Baitussalam of 381 respondents only 46 respondents who
are still lacking in understanding the knowledge of disaster.

Key words: The head of family, knowledge of disaster

737
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

PENDAHULUAN mencakup: bagaimana menyelamatkan diri


Indonesia merupakan satu-satunya mereka saat bencana mengancam dan
negara yang terletak pada pertemuan tiga menghindari kecelakaan yang tidak perlu
lempeng utama bumi yaitu lempeng Eurasia, terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Krishna,
lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. 2006).
Indonesia negeri yang memiliki potensi Pada akhirnya, pemanfaatan
bencana dan gunung berapi terbanyak di pengetahuan sebagai produk dapat mendorong
dunia. Namun disisi lain, Indonesia amatlah pengguna pengetahuan untuk mampu dan
subur, penuh dengan keanekaragaman hayati mandiri mendukung penyelesaian masalah-
dan kaya akan sumber mineral. Semua itu masalah yang dihadapinya. Pengetahuan
tidak terlepas dari posisi Indonesia yang dikembangkan melalui proses pengalaman di
berada di jantung pertemuan tiga lempeng mana pengetahuan tersebut dipergunakan.
dunia (Widyawati, 2010). Oleh karena itu, untuk meminimalisir risiko
Penanggulangan bencana adalah bagian bencana harus menjadi bagian terpadu dengan
integral dari pembangunan nasional dalam kepala keluarga.
rangka melaksanakan amanat UUD 1945, Wilayah Kecamatan Baitussalam
sebagaimana dimaksud dalam alinea IV Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu
pembukaan UUD 1945. Dalam wilayah terparah dihantam oleh tsunami pada
implementasinya, penanggulangan bencana akhir tahun 2004. Tsunami merupakan
tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab dampak dari gempa bumi yang berskala tinggi.
pemerintah dan pemerintah daerah bersama- Oleh karena itu, untuk meminimalisir korban
sama masyarakat luas. Bentuk tanggung jawab dari bencana gempa bumi maka peneliti ingin
antara lain memenuhi kebutuhan masyarakat melakukan Kajian Tingkat Pengetahuan
yang diakibatkan oleh bencana yang Kepala Keluarga dalam Menghadapi Bencana
merupakan salah satu wujud perlindungan Gempa Bumi di Kecamatan Baitussalam
negara kepada warga negara (BNPB, 2011). Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan observasi
Beberapa faktor penyebab utama dilapangan maka kepala keluarga harus
timbulnya banyak korban akibat bencana mempunyai pengetahuan kebencanaan untuk
gempa adalah karena kurangnya pengetahuan menyelamatkan keluarganya dari dampak
masyarakat tentang bencana dan kurangnya risiko bencana gempa bumi.
kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi Berdasarkan latar belakang masalah di
bencana tersebut. Khusus untuk gempa bumi atas maka peneliti ingin mengetahui tingkat
korban yang meninggal banyak terjadi karena pengetahuan kepala keluarga dalam
tertimpa reruntuhan akibat bangunan yang menghadapi ancaman gempa bumi di
roboh. Di antara korban jiwa tersebut, paling Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh
banyak adalah wanita dan anak-anak. Dalam Besar.
manajemen risiko bencana dikenal tindakan
pengurangan risiko bencana (disaster risk TUJUAN PENELITIAN
reduction measure) (Krishna, 2006). Tujuan umum adalah untuk mengetahui
Berdasarkan Hyogo Framework yang tentang pengetahuan kepala keluarga dalam
disusun oleh PBB maka pendidikan siaga menghadapi ancaman gempa bumi.
bencana merupakan prioritas, yakni priority Tujuan khusus:
for action, use knowledge, innovation and 1) Untuk mendapatkan informasi dari kepala
education to build a culture of safety and keluarga yang berhubungan dengan
resilience at all levels. Dalam rangka pengetahuan dalam menghadapi ancaman
membangun suatu budaya keselamatan dan gempa bumi.
ketahanan khususnya untuk anak-anak dan 2) Usaha mendapatkan informasi tentang
generasi muda, pengetahuan kebencanaan sumber informasi yang di peroleh dengan
perlu lebih lanjut dikembangkan di rumah pengetahuan dalam menghadapi ancaman
tangga. Belajar dari pengalaman tentang gempa bumi.
kejadian bencana alam yang besar dan 3) Untuk mendapatkan informasi, tentang
berbagai bahaya yang ada di Indonesia maka lingkungan sosial, hubungannya dengan
dipandang perlu untuk mengajarkan kepada pengetahuan dalam menghadapi ancaman
anggota keluarga tentang siaga bencana gempa gempa bumi.
bumi dalam rumah tangga yang di dalamnya

738
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

MANFAAT PENELITIAN Kecamatan Baitussalam menyebutkan bahwa


1) Bagi Peneliti kepala keluarga di Kecamatan Baitussalam
Menambahkan pengetahuan, pengalaman belum memiliki pengetahuan yang memadai
dalam melaksanakan penelitian. tentang gempa bumi, bahkan seluruh
2) Bagi Intansi Terkait komunitas masyarakat Aceh tidak pernah
Menjadi masukan untuk menyusun mendengar istilah "tsunami" yang merupakan
langkah-langkah strategis untuk dampak dari ancaman gempa bumi, apalagi
memberikan pengetahuan kepada hubungan antara gempa tektonik dengan
masyarakat khususnya kepala rumah tsunami. Rendahnya pengetahuan sebagian
tangga. besar komunitas masyarakat Aceh tersebut
3) Bagi Masyarakat menyebabkan warga Aceh yang berada di
Diharapkan dapat menambah kawasan pantai tidak segera menghindar
pengetahuan serta kesadaran dalam setelah terjadinya guncangan gempa dahsyat
menghadapi ancaman gempa bumi. pada minggu pagi. Komunitas masyarakat
4) Bagi Ilmu Pengetahuan Aceh justru beramai-ramai menangkap ikan
Peningkatan ilmu pengetahuan, yang yang menggelepar karena air laut mendadak
nantinya menjadi pedoman dalam surut dan mengering, lalu pada saat air laut
menyusun langkah-langkah ke depan. berbalik nyaris tidak ada komunitas
masyarakat yang selamat dari bencana
TINJAUAN PUSTAKA tersebut.
Pengetahuan adalah salah satu domain Menurut Triutomo (2007), di Indonesia,
perilaku. Menurut Bloom dalam Notoatmojo masih banyak penduduk yang menganggap
(2010), perilaku dapat dibedakan menjadi tiga bahwa bencana itu merupakan suatu takdir.
area, wilayah, ranah atau domain, yaitu Pada umumnya mereka percaya bahwa
kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan
perkembangan selanjutnya, berdasarkan kesalahan yang telah diperbuat sehingga
pembagian oleh Bloom ini, perilaku dibagi seseorang harus menerima bahwa itu sebagai
menjadi tiga ranah untuk kepentingan praktis, takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak
yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. Hasil perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-
dari penelitian yang dilakukan oleh Miller langkah pencegahan atau penanggulangannya.
tentang kerentanan komunitas terhadap Pengetahuan terkait dengan persiapan
konsekuensi bahaya vulkanis menyatakan menghadapi bencana pada kepala keluarga
bahwa pengetahuan kebencanaan dapat yang rentan bencana menjadi fokus utama.
berpengaruh terhadap berkurangnya Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa
kerentanan terhadap efek bahaya vulkanis kesiapan menghadapi bencana ini seringkali
secara langsung dan tidak langsung (Miller, terabaikan pada masyarakat yang belum
1999). memiliki pengalaman langsung dengan
Pengetahuan kebencanaan nantinya bencana (Priyanto, 2006).
akan mempengaruhi kepala keluarga dalam
merespons setiap ancaman bencana. Dengan Manajemen Risiko Bencana
pengetahuan kebencanaan yang dimiliki oleh Bencana tidak dapat dihindari akan
kepala keluarga dapat diinternalisasikan tetapi dapat kurangi dampak negatif atau risiko
kepada setiap anggota keluarga sehingga dapat bencananya. Agar mengurangi risiko bencana
meminimalisir risiko bencana. Pengetahuan maka kita harus dapat mengelola bencana
kebencanaan dapat meningkatkan tersebut. Konsep pengelolaan bencana telah
kesiapsiagaan kepala keluarga dalam mengalami pergeseran paradigma dari
menghadapi ancaman gempa bumi. Banyak pendekatan konvensional menuju pendekatan
korban anak-anak pada saat terjadinya holistik (menyeluruh). Pandangan
ancaman gempa bumi dipicu oleh faktor konvensional menganggap bencana
keterbatasan pemahaman risiko-risiko bencana merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang
di sekeliling mereka, yang berakibat tidak tidak dapat dielakkan dan korban harus segera
adanya pengetahuan kepala keluarga dalam mendapatkan pertolongan. Oleh karena itu,
menghadapi bencana. fokus dari pengelolaan bencana dalam
Banyaknya korban berjatuhan, menurut pandangan konvensional lebih bersifat bantuan
sumber dari komunitas masyarakat di (relief) dan kedaruratan (emergency).

739
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Orientasi dari pandangan konvensional tindakan persiapan sebelum bencana terjadi,


adalah pada pemenuhan kebutuhan darurat, dukungan dan membangun kembali
kesehatan, dan penanganan krisis. Tujuannya masyarakat saat bencana terjadi. Secara umum
adalah menekan kerugian, kerusakan, dan pengelolaan sebelum bencana merupakan
secepatnya memulihkan keadaan pada kondisi proses terus-menerus yang dilakukan oleh
semula. Pandangan yang berkembang individu, kelompok, dan komunitas dalam
selanjutnya adalah paradigma mitigasi, yang mengelola bahaya sebagai upaya untuk
tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi menghindari atau mengurangi dampak akibat
pada daerah-daerah yang rawan bencana, bencana. Tindakan yang dilakukan bergantung
mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan pada persepsi terhadap risiko yang dihadapi.
kerawanan serta melakukan tindakan-tindakan Efektivitas pengelolaan bencana bergantung
mitigasi baik yang struktural maupun pada keterpaduan seluruh elemen, baik
nonsruktural. pemerintah maupun nonpemerintah. Aktivitas
Paradigma yang selanjutnya pada setiap hirarki (individu, kelompok,
berkembang adalah paradigma pembangunan, masyarakat) memberikan pengaruh pada
dengan upaya-upaya pengelolaan bencana tingkatan yang berbeda.
yang dilakukan lebih bersifat Mengembangkan pengetahuan
mengintegrasikan upaya penanganan bencana kebencanaan untuk kepala keluarga tentang
dengan program pembangunan, seperti manajemen risiko bencana akan berdampak
perkuatan perekonomian, penerapan teknologi, besar dalam penanggulangan bencana.
pengentasan kemiskinan, dan lain sebagainya. Pengetahuan yang akan dikembangkan
Paradigma ini didasarkan pada upaya mencakup langkah antisipasi dan penanganan
mengurangi kerentanan dalam masyarakat. meliputi bagaimana mempersiapkan diri bila
Paradigma yang terakhir adalah bencana terjadi.
paradigma pengurangan risiko. Pendekatan ini
adalah perpaduan dari sudut pandang teknis Pengetahuan Pengurangan Risiko Bencana
dan ilmiah dengan perhatian pada faktor-faktor Pengetahuan adalah hasil tau dari
sosial, ekonomi dan politik dalam perencanaan manusia dan ini terjadi setelah orang
pengurangan bencana. Tujuan pengelolaan melakukan penginderaan terhadap suatu objek
bencana dalam paradigma pengurangan risiko tertentu, dan penginderaan tersebut dapat
bencana ini adalah meningkatkan kemampuan terjadi melalui penginderaan manusia, yakni
masyarakat untuk mengelola dan menekan penglihatan, pendengaran, penawaran rasa,
risiko terjadinya bencana. Pendekatan ini dan peraba (Notoatmodjo, 2003).
memandang masyarakat sebagai subjek dan Setiap komunitas masyarakat
bukan objek dari pengelolaan bencana dan mempunyai pengetahuan dan cara untuk
proses pembangunan. menghadapi lingkungan demi kelangsungan
Manajemen risiko bencana merupakan hidupnya. Pengetahuan dan cara ini dikenal
ilmu pengetahuan yang terkait dengan upaya sebagai “wisdom to cope with the local events”
untuk mengurangi risiko yang meliputi atau sering disingkat sebagai “local wisdom”.

Gambar 1. Peta Pusat Gempa Bumi di Kabupaten Aceh Besar Tanggal 22 Oktober 2012 Pukul 12:40:34 WIB
(Sumber: Kementerian ESDM/ Badan Geologi)

740
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Sebagai contoh, di masyarakat Simeuleue umumnya tenggelam dalam amplitudo


dikenal local wisdom yang disebut smong, gelombang permukaan sehingga penetuan
yaitu suatu pengetahuan yang diwariskan waktu tiba gelombang ini menjadi sulit untuk
secara turun-temurun dari generasi ke generasi diukur secara akurat (Santosa, 2008).
untuk bertindak bila masyarakat menghadapi
bencana tsunami. Mekanisme dalam METODE PENELITIAN
menghadapi kejadian terbentuk dan lahir dari Jenis penelitian yang akan digunakan
pengalaman, pengetahuan, pemahaman, dan dalam penelitian ini menggunakan penelitian
pemaknaan terhadap setiap kejadian, deskriptif, yaitu penelitian yang di dalamnya
fenomena, harapan, dan masalah yang terjadi tidak ada analisis hubungan antarvariabel,
disekitarnya. Mekanisme tersebut diteruskan tidak ada variabel bebas dan terikat, bersifat
lewat proses sosialisasi dari generasi ke umum yang membutuhkan jawaban di mana,
generasi dan pelaksanaannya tergantung pada kapan, berapa, siapa, dan analistik yang
kadar kualitas pemahaman dan implikasinya digunakan adalah deskriptif (Hidayat, 2009).
dalam kehidupan sehari-hari. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sequential
Bencana Gempa Bumi exploratory, yaitu mengumpulkan dan
Bumi tersusun atas beberapa lapisan. menganalisis data kualitatif kemudian
Lapisan yang paling luar disebut sebagai kulit mengumpulkan dan menganalisis data
bumi dan yang terdalam adalah inti bumi. Di kuantitatif. Dalam penelitian ini lebih
antara kedua lapisan teratas dan terbawah menekankan pada metode kualitatif.
tersebut adalah lapisan mantel (tersusun atas Sependapat yang dikatakan oleh McMillan,
mantel atas dan bawah). Lapisan mantel ini Creswell (2010) yaitu pada tahap pertama akan
diperdebatkan sebagai faktor yang paling diisi dengan pengumpulan dan menganalisis
penting dalam memahami terjadinya gempa- data kuantitatif kemudian setelah didapatkan
gempa yang besar (Santosa, 2008). hasil dari data kuantitatif dan selanjutnya
Litosfer adalah bagian yang tersusun menggunakan metode kualitatif untuk
atas kulit bumi dan 100 km ketebalan mantel menggambarkan atau memaparkan
teratas bersama. Benua-benua dan lautan- pengetahuan kepala rumah tangga dalam
lautan semuanya terletak di atas litosfer. menghadapi ancaman gempa bumi di
Lempeng-lempeng benua dan lautan Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh
mengambang di atas mantel yang quasi plastis. Besar.
Arus-arus konveksi dalam lapisan mantel
teratas merupakan gaya-gaya utama yang TEKNIK ANALISIS DATA
mengontrol terjadinya gerakan-gerakan Teknik analisis data yang digunakan
lempeng dan oleh karena itu merupakan latar dalam penelitian ini adalah analisis univariat,
belakang terjadinya gempa bumi. dengan secara menyeluruh data yang sejenis
Menurut Engdahl dan Gubbins (1987) atau mendekati digabungkan, yang kemudian
pada daerah subduksi, karena terjadi tumbukan dibuat tabel distribusi frekuensi untuk
antara lempeng lautan dengan tepian lempeng dipresentasikan.
kontinen, struktur tanah yang mengalami Untuk mengukur pengetahuan alat ukur
anomali kecepatan negatif. Struktur kecepatan yang digunakan adalah kuisioner yang
seperti ini didapatkan dengan menginversikan diberikan kepada para responden. Pada setiap
data waktu tempuh gelombang. Jarak item pertanyaan terdapat dua alternatif
episentral gempa-gempa bumi Indonesia yang jawaban yang ada. Bila jawaban benar
digunakan dalam analisis seismogram di mendapat nilai 1, bila jawaban yang diberikan
stasiun UGM adalah kecil sehingga sulit untuk salah mendapat nilai 0 (Hidayat,2007).
mengukur waktu tempuh gelombang S dengan Pengolahan dan analisis data dilakukan
akurasi yang memadai. Pengukuran secara secara manual dengan menggunakan rumus
langsung tidak mudah karena jarak antara sebagai berikut:
waktu tiba gelombang P, S, dan gelombang
permukaan sangat pendek, sedangkan
amplitudo gelombang S jauh lebih kecil dari p = × 100%
pada gelombang permukaan. Oleh karena itu,
pada jarak episentral kecil gelombang S

741
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

8000
JUMLAH PENDUDUK 7000 7123
6000
5000
4000
3000
2000 2004 1849
1000 1104 1013 983 1121 960
566 662 786
474 336
0

Gambar 2. Statistik Jumlah Penduduk Kecamatan Baitussalam Tahun 2015

Keterangan: 1. Sebelah Utara Selat Malaka, Kota Sabang


p : Persentase dan Kota Banda Aceh
a : Jumlah pertanyaan yang dijawab benar 2. Sebelah Selatan Kabupaten Aceh Jaya
b : Jumlah seluruh pertanyaan (Arikunto,2006) 3. Sebelah Timur Kabupaten Aceh Pidie
Sedangkan untuk penentuan kategori 4. Sebelah Barat Samudra Indonesia
penelitian menurut Arikunto (2006) sebagai Dari hasil penelitian diketahui bahwa
berikut: sebagian besar responden sangat baik dalam
1. Kategori baik jika 76–100% memahami pengetahuan tentang bencana
2. Kategori cukup jika 56–75% gempa bumi, yaitu 335 kepala keluarga dari
3. Kategori kurang jika <56% 381 responden (87,92%). Hasil ini
menunjukkan bahwa sebagian besar
HASIL PENELITIAN masyarakat di wilayah Kecamatan
Kecamatan Baitussalam merupakan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar sudah
salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten mengetahui tentang pengetahuan bencana
Aceh Besar. Letak Kabupaten Aceh Besar terhadap ancaman gempa bumi. Hal ini
5,2°–5,8° Lintang Utara, 95,0°–95,8° Bujur disebabkan masyarakat sudah mendapatkan
Timur, panjang pantai 195 km. Batas-batas informasi yang memadai dari pemerintah
daerah Kabupaten Aceh Besar yaitu: maupun dari lembaga nonpemerintah tentang

140

120 119
105
100
JUMLAH RESPONDEN

80
74
60
45
40 38

20

0
PNS PHL PEDAGANG NELAYAN PBB

Gambar 3. Distribusi Pekerjaan Responden

742
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

120

100 100 100 100

85,36 84,61 84,61


80 81,81
73,73
PERSENTASE

71,43 71,43
66,66
60 61,53

40

25
20

Gambar 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015

bencana gempa bumi. Kesimpulan ini penelitian, peneliti lebih banyak mengambil
didasarkan dari jawaban responden pada sampel pada pedagang.
distribusi per kampung di Kecamatan
Baitussalam Kabupaten Aceh Besar diketahui KESIMPULAN
bahwa sebagian besar pertanyaan tentang Dari penelitian dapat disimpulkan
pengetahuan kebencanaan gempa bumi bahwa pengetahuan kepala keluarga terhadap
terdapat 335 kepala keluarga dari 381 ancaman bencana gempa bumi di Kecamatan
responden yang menjawab benar. Baitussalam tergolong baik (persentase
Penelitian LIPI-UNESCO/ISDR (2006) 87,92%), terbukti bahwa pada saat gempa
tentang kesiapsiagaan masyarakat Aceh bumi melanda Aceh pada 11 April 2012 semua
menghadapi bencana, menunjukkan bahwa kepala keluarga menyuruh anggota
pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap keluarganya untuk mengungsi pada daerah
tingkat kesiapsiagaan menghadapi bencana yang aman dan terkendali.
pada masyarakat pedesaan Aceh. Dengan hasil
penelitian ini maka semakin memperkuat DAFTAR PUSTAKA
bahwa pengetahuan masyarakat tentang 1. BNPB. Tentang Penanggulangan
bencana merupakan salah satu komponen Bencana. 2011.
penting dalam pengurangan dampak risiko 2. BRR NAD – NIAS. Identifikasi Bencana.
bencana. Banda Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam.
Dalam penelitian ini pedagang 2009.
menempati urutan terbanyak dalam hal 3. Danny. Sumatra Rawan Gempa Bumi.
pekerjaan responden dan yang paling sedikit Puslit Geoteknologi LIPI. 2009.
responden ditempati oleh pekerja pada 4. Departemen Sosial RI. Memberdayakan
pembuatan batu-bata. Bila dilihat dari hasil Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat
penelitian, pekerjaan hal yang sangat Terpencil. 2006.
mempengaruhi pengetahuan kepala keluarga 5. Depkes RI. Tentang Pusat Penanganan
terhadap bencana gempa bumi. Dilihat dari Krisis. 2008.
pekerjaan yang mendominasi masyarakat di 6. ESDM. Gempa Bumi dan Tsunami.
Kecamatan Baitussalam lebih banyak pada Bandung. 2010.
pembuatan batu-bata dan nelayan karena di 7. LIPI-UNESCO/ISDR. Kajian
Kecamatan Baitussalam banyak terdapat dapur Kesiapsiagaan Masyarakat dalam
batu-bata dan dekat dengan laut. Pada saat Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi &

743
Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

Tsunami. Jakarta: Deputi Ilmu


Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. 2006.
8. Miller. Community Vulnerability to
Volcanik Hazard Consequences. Disaster
Prevention and Management
1999;8(4):255–260.
9. Notoatmodjo S. Domain Perilaku Dalam:
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010; 139–146.
10. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat
Ilmu dan Seni. Jakarta: PT Rineka Cipta.
2007.
11. Priyanto. Persiapan Menghadapi
Bencana. Medan. Sumatera Utara: USU.
2006.
12. Santosa. Struktur Kecepatan Gelombang
Seismik di Bawah Indonesia Melalui
Analisis Seismogram Gempa-Gempa
Bumi di Sekitar Indonesia pada Stasiun
Observasi UGM. Jurnal Makara Sains
2008;12(2):134–145.
13. Santoso. Study Hadard Seismik dan
Hubungannya dengan Intensitas Seismik
di Pulau Sumatra dan Sekitarnya. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika 2011;12(2).
14. Triutomo. Perencanaan Kontijensi
Menghadapi Bencana. Edisi 2. BRR
NAD – NIAS. 2007.
15. UU No 23 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
16. Widyawati S. Pedoman Kesiapsiagaan
Menghadapi Gempa Bumi. Bandung:
Paramartha. 2010.
17. Zulkarnain A, Febriansyah R. Kearifan
Lokal: Pemanfaatan dan Pelestarian
Sumber Daya Pesisir. Jurnal Agribisnis
Kerakyatan 2008;1:69–85.

744
ISSN: 2085-546X
Petunjuk Bagi Penulis

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yang  Pendahuluan (tanpa subjudul)
terbit dua kali setahun, Juni dan Desember. Artikel yang  Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan
diterima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan  Penutup (kesimpulan dan saran)
yang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-  Daftar pustaka
review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberi 3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yang
kesempatan untuk memperbaikinya. cukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangan
sejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,
CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian original Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.
yang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dan 4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkan
kedokteran. CDJ juga menerima tinjauan pustaka, dan laporan bersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.
kasus. 5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secara
rinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,
Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernah ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.
dipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerima 6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judul
artikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk
bersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh huruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas dari
penulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel. halaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.
7. Nama dan alamat penulis. Nama penulis tanpa gelar dan
1. Artikel Penelitian alamat atau lembaga tempat bekerja ditulis lengkap dan
Tatacara penulisan: jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon, nomor
 Judul dalam bahasa Indonesia facsimile, dan alamat e-mail.
 Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris, 8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untuk
dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah para profesional yang membantu penyusunan naskah,
maksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel, termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukungan
ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembaca umum dari suatu institusi.
memahami tentang aspek baru atau penting tanpa 9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan
harus membaca seluruh isi artikel. Diketik dengan aturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuai
spasi tunggal satu kolom. dengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secara
 Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang sama super script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.
dengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapat Bila pengarang lebih dari 6 orang, maka disebutkan 6
membantu penyusunan indek. nama pengarang kemudian baru at al/dkk. Bila kurang
 Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times New dari 6 orang maka disebutkan semua nama pengarangnya.
Roman ukuran 11 point, spasi satu dan dibuat dalam - Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical
bentuk dua lajur (page layout) intervation for speech rehabilitation in Parkinson
 Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambar disease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.
harus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5 - Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied Oral
x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm, Physiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.
jumlah halaman maksimum 12. Laporan tentang - Book Section: Shklar G, Carranza FA. The Historical
penelitian pada manusia harus memperoleh Background of Periodontology. In: Carranza's Clinical
persetujuan tertulis (signed informed consent). Periodontology (Newman MG, Takei HH, Klokkevold
 Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalah PR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: Saunders
sebagai berikut: Elsevier, 2006: 1-32.
 Judul - Website : Almas K. The antimicrobial effects of seven
 Nama dan alamat penulis serta alamat email different types of Asian chewing sticks. Available in
 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris http://www.santetropicale.com/resume/49604.pdf
 Kata kunci Accessed on April, 2004.
 Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar 10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalam
belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan bentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan program
masalah/tujuan penelitian). yang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulan
 Bahan dan Metode sebelum bulan penerbitan kepada:
 Hasil Ketua Dewan Penyunting
 Pembahasan Cakradonya Dental Journal (CDJ)
 Kesimpulan dan Saran Fakultas Kedokteran Gigi -Unsyiah
 Ucapan terima kasih Darussalam Banda Aceh 23211
 Daftar Pustaka. Telp/fax. 0651-7551843
2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasil 11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan
penelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan atau diberitahukan melalui email. Penulis yang artikelnya
buku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dan dimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak 1 (satu)
kesehatan mutakhir memuat: eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akan
 Judul dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.
 Nama penulis
 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris

You might also like