You are on page 1of 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Maloklusi


Pengertian oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi di
rahang dengan permukaaan oklusal gigi geligi di rahang bawah pada saat rahang
atas dan rahang bawah menutup.14
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang atas
(maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan
mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang.
Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system, dan
muscular system. Oklusi gigi bukan merupakan keadaan yang stasis selama
mandibula bergerak, sehingga ada bermacam-macam bentuk oklusi misalnya:
centrik, excentrik, habitual, supra-infra, mesial, distal, lingual.15
Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang
diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika gigi geligi
atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah. Maloklusi
dapat berupa kondisi “bad bite” atau sebagai kontak gigitan menyilang (crossbite),
kontak gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed), posisi gigi maju
kedepan (protrusi). Hal ini dapat memberikan efek terhadap penampilan estetis,
berbicara atau kenyamanan dalam mengunyah makanan.15

2.2 Klasifikasi Maloklusi


Maloklusi dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu:
2.2.1 Klasifikasi Skeletal
Deskripsi ini menghubungkan antara hubungan rahang atas dan rahang
bawah terhadap dasar kranial. Klasifikasi ini terbagi atas tiga kelas, yaitu:14
 Kelas I skeletal : rahang atas dan rahang bawah pada relasi normal
(orthognathi).
 Kelas II skeletal : rahang bawah terlihat lebih kecil dibanding rahang atas
(retrognathi).

3
4

Hal ini berkaitan dengan :


- Rahang bawah yang kecil
- Rahang atas besar
- Kombinasi keduanya
 Kelas III skeletal : rahang bawah terlihat lebih besar dibanding rahang
atas (prognathi).
Hal ini berkaitan dengan :
- Rahang bawah yang besar
- Rahang atas kecil
- Kombinasi keduanya

2.2.2 Klasifikasi Angle


Klasifikasi angle didasarkan atas relasi molar pertama permanen. Bila molar
pertama permanen bergeser karena molar sulung hilang prematur, maka relasi
molar yang ada bukan relasi molar yang sebenarnya sebelum terjadi pergeseran.
Angle berpendapat bahwa letak molar pertama permanen tetap stabil dalam
perkembangannya pada rahang sehingga dengan melihat relasi molar dapat dilihat
pula relasi rahang.16,17
Menurut Angle, klasifikasi ini terbagi atas beberapa kelas, yaitu :
a) Kelas I : terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat
dari relasi molar pertama permanen (netroklusi). Kelainan yang
menyertai dapat berupa, misalnya gigi berdesakan, gigitan terbuka,
protrusi dan lain-lain.
Dalam ortodontik pediatrik, kelas I dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
 Tipe 1 : gigi anterior yang berjejal, gigi molar normal (crowded).
 Tipe 2: hubungan gigi molar normal, gigi anterior terutama gigi atas
terlihat labioversi (protrusi).
 Tipe 3 : terdapat gigitan bersilang anterior (crossbite anterior)
karena inklinasi gigi atas ke palatinal.
 Tipe 4 : hubungan molar normal dalam arah mesio-distal, tetapi
hubungan dalam arah buko-lingual ada pada posisi gigitan bersilang
(crossbite posterior).
5

 Tipe 5 : hubungan molar pertama tetap normal, tetapi pada gigi


posterior terjadi migrasi ke arah mesial (mesial drifting).

Gambar 2.1: Maloklusi kelas I

b) Kelas II : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol lebih ke


distal daripada lengkung atas dilihat dari relasi molar pertama
permanen(distoklusi).
 Divisi 1 : insisivi atas prostrusi sehingga didapatkan jarak gigit
besar, tumpang gigit besar dan kurva Spee positif.
 Divisi 2 : insisivi sentral atas retroklinasi, insisivi lateral atas
proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa
normal atau sedikit bertambah

Gambar 2.2: Maloklusi kelas II

c) Kelas III : lengkung bawah paling tidak setengah tonjol lebih mesial
terhadap lengkung atas dilihat pada relasi molar pertama permanen
(mesioklusi) dan terdapat gigitan silang anterior.Dr. Martin Dewey pun
merincikan maloklusi Angle kelas III ini menjadi:
 Tipe 1 : hubungan molar pertama tetap atas dan bawah mesioklusi,
sedangkan hubungan gigi anterior adalah insisal dangan insisal (edge
to edge).
 Tipe 2 : hubungan molar pertama tetap atas dan bawah mesioklusi,
sedangkan gigi anterior hubungannya normal.
6

 Tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya adalah bersilang (cross


bite) sehingga dagu penderita menonjol ke depan.

Gambar 2.3:Maloklusikelas III


2.3 Etiologi Maloklusi
Maloklusi tidak dapat disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa faktor
berbeda yang merupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan. Menurut
Proffit (1998) secara umum maloklusi disebabkan karena 2 faktor yaitu: 16,17
a) Faktor keadaan diluar gigi itu sendiri (faktor ekstrinsik):
1. Herediter
2. Kelainan Kongenital
3. Perkembangan dan pertumbuhan yang salah pada waktu prenatal dan
postnatal
4. Penyakit-penyakit sistemik yang menyebabkan adanya kecenderungan
kearah maloklusi seperti: ketidakseimbangan kelenjar endokrin,
gangguan metabolisme, penyakit-penyakit infeksi, malnutrisi.
5. Kebiasaan jelek (bad habit), sikap tubuh yang salah dan trauma.
b) Faktor-faktor pada gigi (intrinsik/ lokal faktor)
1. Anomali jumlah gigi, terdiri adanya gigi berlebih (dens upernumerary
teeth dan tidak adanya gigi (anondontia)
2. Anomali ukuran gigi
3. Anomali bentuk gigi
4. Frenulum labii yang tidak normal
5. Kehilangan dini gigi decidui
6. Persistensi gigi decidui
7. Terlambatnya erupsi gigi permanen
8. Jalan erupsi yang abnormal
9. Ankilosis
10. Karies gigi
7

11. Restorasi yang tidak baik

2.4 Definisi Ankilosis


Ankilosis dentoalveolar adalah anomali erupsi yang didefinisikan
sebagai fusi antara tulang alveolar dengan sementum dan atau dentin
sebelum atau setelah gigi erupsi. Ankylosis dianggap sebagai kasus yang
jarang terjadi oleh Office of Rare Diseases of the National Institutes of
Health. Saat ini dialami kurang dari 200.000 orang di populasi AS.
Prevalensi gigi sulung ankilosis bervariasi dari 1,3% sampai 14,3%
populasi, tergantung pada kriteria yang digunakan, dengan kejadian yang
jauh lebih tinggi antara saudara kandung. Riwayat keluarga sangat
berpengaruh karena ada kecenderungan yang tinggi untuk gangguan ini.
Rasio wanita terhadap laki-laki adalah 6: 5. Molar mandibular primer
sepuluh kali lebih banyak terkena daripada gigi molar maksila primer.
Molar primer utama mandibula adalah gigi yang paling sering terkena.
Penelitian lain menyebutkan gigi sulung molar dua mandibular adalah yang
paling sering dilibatkan.
Perbedaannya adalah karena gigi sulung molar mandibula pertama
terjadi ankilosis terlebih dahulu, menghasilkan infraoklusi lebih sedikit.
Sebaliknya, gigi sulung molar mandibula kedua menghasilkan infraoklusi
yang lebih parah dan sedikit perlambatan dalam erupsi gigi permanen.
Ankilosis molar primer maksila yang terjadi lebih awal daripada ankilosis
molar primer mandibular memiliki prognosis yang biasanya lebih buruk.
Kaukasia dan Hispanik memiliki kejadian ankilosis yang lebih tinggi
Daripada ras hitam dan oriental.
Ankilosis gigi permanen 10 kali lebih jarang daripada gigi sulung
molar pertama maksila serta mandibular, pada maksila lebih sering ankilosis
gigi kaninus dan insisivus. ankilosis gigi multiple lebih sering daripada
ankilosis gigi tunggal, dan seorang pasien yang memiliki satu atau dua gigi
ankilosis cenderung memiliki gigi lain yang kemudian menjadi ankilosis
nantinya. Gigi yang mengalami intrusi lebih dari 6 mm atau setengah dari
panjang mahkota dalam beberapa minggu setelah trauma menjadi lebih
rentan terhadap ankilosis.
8

Kondisi kelainan endokrin tertentu dan penyakit bawaan, seperti


displosis cleidocranial dan displasia ektodermal telah dikaitkan dengan
insidensi ankilosis gigi yang tinggi. Hal Ini mungkin karena metabolisme
yang terganggu. Ada penyebab sistemik yang menyebabkan erupsi
mengalami perlambatan dan berbeda dengan ankilosis diantaranya,
osteopetrosis, hipopituitarisme, hipotiroidisme, avitaminosis A dan D,
sindrom fanconis, riketsia, mongolisme, acrocephalosyndactyly, dan
epidermolysis bullosa.

Gambar : Infraoklusi
Kurol dan Magnusson telah menemukan bahwa pada anak-anak
daerah ankilotik sering berada di bagian akar apikal, sementara pada anak
yang lebih tua, letaknya lebih koroner. Bila gigi permanen hadir, gigi sulung
molar ankilosis biasanya menyerap secara normal dan efeknya pada
perkembangan oklusal bersifat sementara. Studi lain menunjukkan bahwa
hal itu dapat menyebabkan sedikit keterlambatan dalam erupsi gigi
permanen. Gigi sulung tanpa benih gigi permanen memiliki prevalensi yang
lebih tinggi, dan tidak berganti secara spontan serta menunjukkan
infraoklusi progresif.

2.5 Etiologi Ankilosis


Ankilosis sering terjadi pada umur 6 – 12 tahun. Ankilosis terjadi
oleh karena robeknya bagian dari membrana periodontal sehingga lapisan
tulang bersatu dengan lamina dura dan cemen. Ankilosis dapat juga
disebabkan oleh karena gangguan endokrin atau penyakit kongenital (misal :
kleidokranial disostosis yang mempunyai predisposisi terjadi ankilosis,
9

kecelakaan atau trauma). Penyebab ankilosis dapat dikategorikan


dianataranya genetik dan perubahan metabolik. Hal lain juga seperti trauma,
akibat cedera luksasi, avulsi gigi, defisiensi pertumbuhan tulang alveolar,
tekanan abnormal pada jaringan lunak, infeksi periapikal, iritasi kimia dan
termal, prosedur pembedahan sebelumya. Mayoritas cedera gigi terjadi pada
anak usia 6-12 tahun dengan luksasi menjadi cedera paling sering. Ketika
terjadi trauma gigi pada anak mengakibatkan gagal erupsi, bersamaan
dengan pertumbuhan wajah vertikal. Hal ini menyebabkan gigi terendap
dalam ruang alveolar. Tingkat keparahan sebanding dengan laju
pertumbuhan wajah.

2.6 Perawatan Ortodonsi Pada Kasus Ankilosis


Penanganan gigi ankilosis tidak mungkin dilakukan oleh orthodonsi
konvensional. Namun, pilihan pengobatan termasuk ekstraksi dengan
beberapa prosedur berikut ini tergantung pada kasusnya. Penanganan yang
pertama adalah reimplantasi pada posisi ideal dengan osteotomi segmen
dentoalveolar, jika diperlukan. Yang kedua adalah penutupan ruang
ortodontik dengan pengganti. Jika pasien telah menyelesaikan masa
pertumbuhan, penempatan implan osseo terintegrasi atau penggantian
prostetik adalah dua pilihan lagi. Gangguan osteogenesis adalah pengobatan
kontemporer yang mencoba membawa gigi ankilosis ke bidang oklusal.
Pertumbuhan pasien dalam kasus ini menjadi perhatian khusus karena risiko
kekambuhan vertikal. Teknik lainnya meliputi perawatan bedah luksasi,
kortikotomi, atau ostektomi.
Luksasi adalah memutus ankylosis dengan cara mekanis tanpa
merusak pembuluh darah pada apeks. Hal ini dapat dilakukan dengan
mencengkeram gigi dengan tepat dengan forceps yang tepat dan dengan
lembut serta mengayunkannya dengan arah buccolingual dan mesiodistal.
Setelah proses reparatif, kontinuitas ligamen periodontal dipulihkan untuk
memungkinkan erupsi. Geiger dan Bronsky (1994) menganjurkan
menggunakan teknik luksasi, karena teknik ini menyediakan gigi fungsional
dengan adanya tulang alveolar.
10

Kortikotomi adalah teknik bedah dimana osteotomy segmen kecil


digunakan untuk mereposisi gigi ankilosis dan tulang alveolar yang
berdekatan. Ostektomi lokal dari tulang yang menyatu adalah prosedur
dimana jaringan osseous yang terkena dikeluarkan, yang hanya bisa
dilakukan jika ankilosis berada di daerah puncak karena di tempat lain tidak
mudah diakses operasi.
Gigi ankilosis, yang berperan sebagai anchorage selama perawatan
ortodontik, tidak boleh diekstraksi. Namun, gigi ini biasanya tidak menjadi
penyebab maloklusi dan sebaiknya tidak membahayakan pengobatan.
Pilihan pengobatan yang paling banyak diterima dari gigi ankilosis adalah
pengangkatan dengan cara operasi yang mungkin disertai dengan robekan
tulang alveolar traumatis, terutama dengan adanya pelat bukal maksilaris
tipis. Namun hal itu dapat menyebabkan kelainan deformitas dari tulang
dan mungkin mengganggu perawatan prostetik berikutnya. Pada tahun
1984, Malmgren dkk. menyarankan pengobatan alternatif untuk ekstraksi
gigi ankilosis yang mencoba dengan menjaga tulang alveolar sekitarnya dan
mencegah infra-positioning. Hal Ini disebut dekoronasi. Hal Ini melibatkan
elevasi flap mucoperiosteal gingival, pengangkatan gigi mahkota subcrestal
dan meninggalkan akar alveolusnya untuk digantikan oleh tulang. Temuan
histologis dan radiografi menunjukkan sedikit perubahan inflamasi di
sekitar akar vital dan endodontik yang telah terendap untuk tujuan pelepasan
tulang alveolar.
Setelah pengangkatan mahkota lengkap, pengisian saluran akar yang
ada, jika ada, dikeluarkan untuk mencegah reaksi terhadap benda asing.
Kanal dibilas secara menyeluruh dengan saline dan diisi dengan darah untuk
meningkatkan resorpsi pengganti tambahan dari aspek internalnya, menjaga
resorpsi penggantian eksternal tanpa gangguan.
Flap mucoperiostal dijahit di atas akar sampai diserap secara
bertahap. faktor yang menentukan jalannya pengobatan Apakah gigi
ankilosis itu gigi sulung atau permanen, onset, waktu diagnosis, dan lokasi
gigi yang terkena.
11

Jika gigi ankilosis adalah gigi sulung dan mempunyai benih gigi
permanen, pengobatan ideal yang segera dilakukan adalah ekstraksi dan
menjaga ruang yang tersisa.
Jika gigi ankilosis adalah gigi sulung dan tidak mempunyai benih
gigi permanen, terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan dan tergantung
onsetnya. Jika onset dini dengan kemungkinan benih gigi terendap,
perawatan meliputi ekstraksi dan perawatan ruang. Jika onsetnya terlambat,
kontak proksimal dan oklusal dapat dibangun pada saat matur.
Jika gigi ankilosis permanen dan onsetnya dini, gigi harus diluksasi.
Jika tidak berhasil, harus diekstraksi. Jika onset ankilosis terlambat, gigi
permanen harus diluksasi.
Modul perawatan lainnya adalah transplantasi gigi yang sedang
berkembang, biasanya premolar kedua, untuk menggantikan gigi insisivus
rahang atas yang hilang. Waktu ekstraksi insisivus dan transplantasi harus
direncanakan dengan hati-hati. Bila gigi seri diekstraksi sebelum tanggal
transplantasi, sebaiknya dilakukan sesegera mungkin kecuali bila
dibutuhkan ruang. Kemudian, pembentukan ruang harus terjadi sebelum
transplantasi.
Setelah itu, gigi donor dibentuk kembali untuk membuat ciri
morfologi gigi alami. Gigi donor harus dicoba ke penerima yang telah
disiapkan sebelumnya dengan memeriksa kecocokan jaringan gingiva di
sekitarnya, sejak saati itu lima puluh persen keberhasilan transplantasi
bergantung padanya. Transplantasi harus ditempatkan sedikit di bawah
bidang oklusal dengan jahitan, yang harus dilepas dalam seminggu.
Selanjutnya, stabilisasi dan kawat perekat komposit dipasang untuk
menghubungkan gigi seri yang ditancapkan dengan gigi yang berdekatan.
Sebuah splint fisiologis dapat digunakan untuk memungkinkan gerakan
tertentu dari gigi juga memfasilitasi penyembuhan pulpa dan periodontal
serta meminimalkan efek samping yang potensial. Sebelum prosedur dan
selama seminggu setelah operasi diberikan resep antibiotik profilaksis.

You might also like