You are on page 1of 57

OKLUSI NORMAL

I. Pengertian Oklusi Normal

Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada Maksila dan
mandibula, yang terjadi selama pergerakan Mandibula dan berakhir dengan
kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya
interaksi antara Dental system.

Secara teoritis, oklusi didefinisikan sebagai kontak antara gigi-geligi yang


saling berhadapan secara langsung (tanpa perantara) dalam suatu hubungan
biologis yang dinamis antara semua komponen sistem stomato-gnatik terhadap
permukaan gigi-geligi yang berkontak dalam keadaan berfungsi berkontak
dalam keadaan berfungsi.3

Konsep Dasar Oklusi

Dari aspek sejarah perkembanganny, dikenal tiga konsep dasar oklusi yang
sejauh ini diajarkan dalam kedokteran gigi (Mardjono):

a. Oklusi seimbang

oklusi seimbang (balanced occlusion) yang menyatakan suatu oklusi baik


atau normal, bila hubungan antara kontak geligi bawah dan geligi atas
memberikan tekanan yang seimbang pada kedua rahang, baik dalam
kedudukan sentrik maupun eksentrik. Konsep ini lahir atas dasar pengamatan,
bahwa suatu geligi tiruan lengkap akan stabil, bila terdapat keseimbangan
kontak antara geligi pada sisi kanan dan kiri. Walaupun keadaan seimbang
semacam ini ternyata tidak pernah ditemukan pada geligi asli, ternyata fungsi
kunyah tetap berlangsung dengan baik

b. Oklusi morfologis

Oklusi morfologik (morphologic occlusion) yang penganutnya menilai


baik-buruknya oklusi melalui hubungan antar geligi bawah dengan lawannya
dirahang atas pada saat geligi tersebut berkontak. Jadi penilaian oklusi hanya
dilihat dari segi morfologiknya saja. Konsep ini banyak digunakan dalam
bidang perawatan orthodonti.

c. Oklusi dinamis

Oklusi dinamik/individual/fungsional (dinamic)/individual/functional


occlusion). Oklusi yang baik atau normal harus dilihat dari segi keserasian
antara komponen-komponen yang berperan dalam proses terjadinya kontak
antar geligi tadi. Komponen-komponen ini antara lain ialah geligi dan jaringan
ini antara lain ialah geligi dan jaringan penyangganya, otot-otot mastikasi dan
sistem neuromuskularnya, serta sendi temporo mandibula. Bila semua struktur
tersebut berada dalam keadaan sehat dan mampu menjalankan fungsinya
dengan baik, maka oklusi tersebut dikatakan normal (Gunadi, Haryanto A;
dkk).3

Jenis-jenis Oklusi

a. Oklusi Ideal merupakan konsep teoretis dari struktur oklusal dan


hubungan fungsional yang mencakup prinsip dan karakteristik ideal yang harus
dimiliki suatu keadaan oklusi. Menurut Kamus Kedokteran Gigi, oklusi ideal
adalah keadaan beroklusinya semua gigi, kecuali insisivus central bawah dan
molar tiga atas, beroklusi dengan dua gigi di lengkung antagonisnya dan
didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami keausan.

b. Oklusi Normal, menurut Leory Johnson menggambarkan oklusi normal


sebagai suatu kondisi oklusi yang berfungsi secara harmonis dengan proses
metabolic untuk mempertahankan struktur penyangga gigi dan rahang berada
dalam keadaan sehat.

Oklusi gigi-geligi secara normal dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu:

1. oklusi statik merupakan hubungan gigi geligi rahang atas (RA) dan
rahang bawah (RB) dalam keadaan tertutup atau hubungan daerah kunyah gigi-
geligi dalam keadaan tidak berfungsi (statik). Pada oklusi statik, hubungan
cusp fungsional gigi geligi posterior (premolar) berada pada posisi cusp to
marginal ridge dan cusp fungsional gigi molar pada posisi cusp to fossa.
Sedang pada hubungan gigi anterior dapat ditentukan jarak gigit (overjet) dan
tinggi gigit (overbite) dalam satuan milimeter (mm). Jarak gigit (overjet)
adalah jarak horizontal antara incisal edge gigi incisivus RA terhadap bidang
labial gigi insisivus pertama RB. Dan tinggi gigit (overbite) adalah jarak
vertikal antara incisal edge RB sampai incisal edge RA.

2. oklusi dinamik merupakan hubungan antara gigi geligi RA dan RB pada


saat seseorang melakukan gerakan mandibula ke arah lateral (samping)
ataupun kedepan (antero-posterior). Oklusi dinamik timbul akibat gerakan
mandibula ke lateral, kedepan (anterior) dan kebelakang (posterior). Oklusi
yang terjadi karena pergerakan mandibula ini sering disebut artikulasi. Pada
gerakan ke lateral akan ditemukan sisi kerja (working side) yang ditunjukan
dengan adanya kontak antara cusp bukal RA dan cusp molar RB; dan sisi
keseimbangan (balancing side). Working side dalam oklusi dinamik digunakan
sebagai panduan oklusi (oklusal guidance), bukan pada balancing side.

c. Oklusi sentrik adalah posisi kontak maksimal dari gigi geligi pada
waktu mandibula dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam
posisi bilateral simetris di dalam fossanya. Sentris atau tidaknya posisi
mandibula ini sangat ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh kontak
antara gigi pada saat pertama berkontak. Keadaan ini akan mudah berubah bila
terdapat gigi supra posisi ataupun overhanging restoration.

Kontak gigi geligi karena gerakan mandibula dapat diklasifikasikan sebagai


berikut:

1. Intercupal Contact Position (ICP), adalah kontak maksimal antara gigi


geligi dengan antagonisnya
2. Retruded Contact Position (RCP), adalah kontak maksimal antara gigi
geligi pada saat mandibula bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB
masih mampu bergerak secara terbatas ke lateral.

3. Protrusif Contact Position (PCP) adalah kontak gigi geligi anterior pada
saat RB digerakkan ke anterior

4. Working Side Contact Position (WSCP) adalah kontak gigi geligi pada
saat RB digerakkan ke lateral.

Hubungan Mandibula Terhadap Maksila

Relasi sentrik merupakan hubungan mandibula terhadap maksila, yang


menunjukkan posisi mandibula terletak 1-2 mm lebih kebelakang dari oklusi
sentris (mandibula terletak paling posterior dari maksila) atau kondil terletak
paling distal dari fossa glenoid, tetapi masih dimungkinkan adanya gerakan
dalam arah lateral. Pada keadaan kontak ini gigi-geligi dalam
keadaan Intercuspal Contact Position (ICP) atau dapat dikatakan bahwa ICP
berada pada posisi RCP.

II. Mekanisme Oklusi Normal

Lengkungan dan oklusi dari gigi-geligi sangat penting dalam fungsi


mastikasi. Aktivitas dasar dari mengunyah, menelan, dan berbicara tergantung
tidak hanya dari posisi gigi dalam lengkung gigi tetapi juga hubungan dengan
gigi lawan dalam oklusi. Posisi gigi tidak ditentukan dari peluang, tetapi
sejumlah factor control seperti lebar lengkung dan ukuran gigi. Selain itu, juga
ditentukan dari sejumlah gaya control seperti jaringan lunak disekitarnya.
Andrew (1972) menyebutkan enamkunci oklusi normal, yang berasal
dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 120 subyek yang oklusi idealnya
mempunyai enam ciri. Keenam ciri tersebut adalah :

1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang
sagittal
2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal
3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagittal
4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual
5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing
lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal-jejal
6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung

Andrew memperkirakan bahwa jika satu atau beberapa ciri ini tidak tepat,
hubungan oklusal dari gigi-geligi tidaklah ideal. Sekali lagi, kunci Andrew
berhubungan terutama dengan oklusi static, tetapi ciri-ciri yang didefinisikan
tidak mencakup klasifikasi Angle.

FAKTOR DAN GAYA YANG MENENTUKAN POSISI GIGI

kesejajaran gigi geligi dalam lengkung gigi terjadi sebagai hasil dari gaya
banyak arah yang kompleks pada gigi selama dan setelah erupsi. Gigi yang erupsi,
diarahkan keposisi dimana gaya lawan berada dalam equilibrium.

Sebagian besar gaya lawan yang mempengaruhi posisi gigi berasal dari otot-
otot yag mengelilinginya. Labial dari gigi adalah bibir dan pipi, dimana
memberikan gaya arah lingual yang konstan tetapi ringan. Pada daerah lawan dari
lengkung gigi adalah lidah, dimana memberikan gaya dari arah labial dan bukal
pada permukaan lingual dari gigi. Dua gaya ini diberikan arah labial oleh bibir dan
pipidan arah lingual oleh lidah ringan tetapi konstan; ini adalah jenis gaya yang
sepanjang waktu dapar menggerakkan gigi dalam lengkung gigi.
Gaya labiolingual dan bukolingual adalah sama dalam posisi gigi dalam
rongga mulut. Disebut neutral position, atau space, keseimbangan gigi dicapai (
gambar 3-1). Jika selama erupsi gigi gigi diposisikan terlalu jauh dari lingual atau
fasial, gaya yang berlaku ( lidah jika dalam linguoversi, bibir dan pipi jika dalam
fasioversi) akan mendorong gigi ke neutral position. Hal ini normal terjadi ketika
ada ruang yang cukup untuk gigi dalam lengkung gigi. Jika ruang tidak cukup, gaya
otot disekitarnya biasanya tidak cukup untuk memposisikan gigi dalam lengkungan
yang tepat. Gigi tersebut tetap berada diluar bentuk lengkung normal, dan crowding
perlu diobservasi. Crowding tetap ada sampai adanya gaya luar tambahan untuk
memperbaiki ukuran gigi dan perbedaan panjang lengkung (misalnya ortodonsia).

Bahkan setelah erupsi, perubahan atau gangguan dalam ukuran, arah atau
frekuensi dari gaya otot akan cenderung memindahkan gigi ke posisi dimana gaya
berada dalam equilibrium. Gangguan jenis ini dapat terjadi jika lidah aktif dan
besar. Hal ini dapat mengakibatkan gaya lebih besar dari arah lingual ke gigi
dibanding arah labial dari bibir. Hal ini biasanya mengarah lebih ke labial dari gigi
anterior sampai pada posisi gaya labial dan lingual berada pada equilibrium. Secara
klinis digambarkan sebagai oper bite anterior ( gambar 3-2). Jika individu dengan
kondisi ini diminta untuk menelan, lidah mengisi ruang anterior ( gambar 3-2, B
dan D). Awalnya diasumsikan bahwa gaya yang diberikan oleh lidah selama
menelan bertanggung jawab atas pergerakan labial gigi anterior. Faktanya,
kemungkinan yang lebih besar adalah gigi anterior berpindah ke arah labial oleh
posisi dari lidah dan bukan dari aktivitas menelan. Tongue thrusting selama
menelan lebih banyak dihubungkan dengan usaha pasien untuk menutup mulut,
dimana perlu untuk efisiensi menelan.

Dokter seharusnya mengingat bahwa gaya otot secara konstan bekerja dan
mengatur fungsi gigi. Gaya tidak secara langsung berasal dari otot-otot rongga
mulut tapi dihubungkan dengan kebiasan oral dapat juga mempengaruhi posisi gigi.
Secara konstan menggigit sedotan, contohnya, dapat mengubah posisi gigi.
Instrument music ditempatkan diantara gigi maksila dan mandibular ( contonya
clarinet) dapat memberikan gaya labial ke permukaan lingual dari gigi anterior
maksila, menghasilkan labial flaring. Ketika posisi gigi abnormal ditemukan,
penting untuk bertanya jenis kebiasaan pasien. Jika etiologi posisi tidak
dihilangkan, koreksi posisi gigi akan sulit dilakukan.

Permukaan proksimal dari gigi juga mendapatkan berbagai gaya. Kontak


proksimal antara gigi berdekatan membantu menjaga lengkung normal gigi. Respon
fungsional dari tulang alveolar dan serat gingiva disekeliling gigi tampak
menghasilkan mesial drifting dari gigi menuju garis tengah. Selama mastikasi
bukolingual, maupun vertical, pergerakan gigi sepanjang waktu juga berakibat pada
ausnya daerah kontak proksimal. Ketika daerah ini aus, mesial drifting membantu
menjaga kontak antara gigi yang berdekatan dan menyeimbangkan lengkung.
Mesial drift menjadi nyata ketika permukaan gigi posterior dirusak oleh karies atau
gigi dicabut. Dengan kehilangan kontak proksimal, gigi distal ke daerah yang
dicabut akan bergeser dalam arah mesial ke ruang kosong, yang (biasanya pada gigi
molar) biasanya menyebabkan gigi miring ke ruang kosong.

Faktor penting lainnya yang membantu menyeimbangkan lengkung gigi


adalah kontak oklusal, dimana mencegah ekstrusi atau super erupsi gigi, sehingga
keseimbangan lengkung terjaga. Setiap kali mandibular menutup, pola kontak
oklusal menekankan kembali dan menjaga posisi gigi. Jika bagian dari permukaan
oklusal gigi hilang atau berubah, struktur pendukung periodontal secara dinamis
akan mengikuti pergeseran gigi. Gigi tanpa lawan biasanya super erupsi sampai
kontak oklusal dicapai. Sehingga ketika gigi hilang, tidak hanya gigi distal bergerak
kea rah mesial, tetapi gigi tanpa lawan juga akan erupsi, hingga kontak oklusal (
gambar 3-3). Oleh karena itu, kontak oklusal dan proksimal penting untuk menjaga
kesejajaran gigi dan integritas lengkung. Akibat dari hilangnya satu gigi dapat
menjadi dramatic dalam kehilangan keseimbangan lengkung gigi.
KESEJAJARAN GIGI DALAM LENGKUNG

Kesejajaran gigi dalam lengkung mengacu pada hubungan gigi satu sama
lain dalam lengkung gigi. Bidang oklusi adalah bidang yang dibangun dari garis
yang digambar melewati semua puncak cusp bukal dan tepi incisal dari gigi
mandibular ( gambar 3-4), kemudian diperluas ke bidang untuk memasukkan
puncak cusp lingual dan berlanjut melewati lengkung untuk memasukkan daerah
bukal lawan dan puncak cusp lingual. Ketika bidang oklusi diperiksa, akan menjadi
terlihat bahwa bidang tidaklah datar. Dua TMJ, dimana jarang berfungsi dengan
pergerakan serentak yang identic, menentukan banyak pergerakan yang terdeteksi.
Karena sebagian besar pergerakan rahang kompleks, dengan pusat pergeseran rotasi
yang konstan, bidang oklusal yang datar tidak akan mengizinkan kontak fungsional
secara serentak lebih dari satu daerah dari lengkung gigi. Oleh karena itu, bidang
oklusal dari lengkung gigi adalah melengkung yang mengizinkan penggunaan
maksimal dari kontak gigi selama berfungsi. Kurva bidang oklusal merupakan hasil
dari posisi gigi dalam lengkung dengan berbagai macam derajat inklinasi.

Saat pemeriksaan lengkung dari tampak samping, hubungan axial


mesiodistal dapat terlihat. Jika garis diperpanjang melewati sumbu panjang akar
kea rah oklusal melewati mahkota ( gambar 3-5), angulasi gigi pada tulang alveolar
dapat diobservasi. Pada lengkung mandibular baik gigi anterior maupun posterior
memiliki inklinasi kearah mesial. Molar kedua dan ketiga lebih inklinasi dibanding
premolar. Pada lengkung maksila terdapat perbedaan pola inklinasi ( gambar. 3-6).
Gigi anterior secara umum memiliki inklinasi kearah mesial, dengan sebagian besar
molar posterior memiliki inklinasi ke arah distal. Jika dari tampak samping dapat
dilihat garis imaginer digambar melewati puncak cusp bukal dari gigi posterior (
molar dan premolar), garis kurva mengikuti bidang oklusi akan dibentuk ( gambar
3-4,A) cembung untuk lengkung maksila dan cekung untuk lengkung mandibular.
Garis cembung dan cekung cocok sempurna ketika lengkung gigi ditempatkan pada
oklusi. Kurva dari lengkung gigi pertama kali dijelaskan oleh Von speed an oleh
karena itu dikenal sebagai curve of spee.
Ketika mengamati lengkung gigi dari tampak depan, hubungan axial
bukolingual dapat terlihat. Umumnya gigi posterior dalan lengkung maksila
memiliki sedikit inklinasi bukal ( gambar 3-7). Pada lengkung mandibular dari gigi
posteriormemiliki inklinasi sedikit ke lingual ( gambar 3-8). Jika garis digambar
melewati puncak cusp bukal dan lingual dari kedua gigi posterior kanan dan kiri,
kurva bidang oklusi akan diamati ( gambar 3-4,B). Kurva berbentuk cekung pada
lengkung maksila dan cembung pada lengkung mandibular. Jika lengkung saat
oklusi, kurva gigi akan cocok sempurna. Kurva pada bidang oklusal diamati dari
tampak depan disebut dengan curve of Wilson.
Baru-baru ini dalam kedokteran gigi, pengamat diminta untuk
mengembangkan beberapa formula terstandardisasi yang menjelaskan hubungan
dalam lengkung. Bonwill, orang pertama yang menjelaskan lengkung gigi, dicatat
bahwa segitiga sama sisi ada antara daerah kontak dari insisif pertama mandibular.
Dia menggambarkan sebagai memiliki sisi 4 inch. Dalam kata lain, jarak dari
daerah kontak mesial pada insisif pertama mandibular ke pusat kondilus adalah 4
inch, dan jarak antara pusat kondilus adalah 4 inch. Tahun 1932 Monson,
menggunakan segitiga Bonwill dan mengusulkan sebuah teori bahwa sebuah bola
ada dengan radius 4 inch, pusat berjaraknya sama dari permukaan oklusal gigi
posterior dan dari pusat kondilus. Reaksi dari teori ini mendorong investigasi dari
pihak yang menentang dan mendukung ide ini. Dari banyak kontroversi
berkembang, teori oklusi yang kita gunakan pada kedokteran gigi sekarang.

Permukaan oklusal gigi dibuat dari sejumlah cusp, groove, dan sulci.
Selama berfungsi bagian oklusal secara efektif menghancurkan makanan dan
mencampurkannya dengan saliva membentuk bolus sehingga dapat dengan mudah
ditelan. Permukaan oklusal gigi posterior dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
Bagian gigi antara puncak cusp bukal dan lingual dari gigi posterior disebut
occlusal table ((gambar 3-9). Gaya yang besar dari mastikasi disalurkan pada
bagian ini. Occlusal table menampilkan rata-rata 50-60 % dari total dimensi
bukolingual dari gigi posterior dan diposisikan diatas sumbu panjang struktur akar.
Hal ini dianggap inner aspect dari gigi karena berada antara puncak cusp.
Demikianjuga, puncak cusp terluar bagian oklusal disebut outer aspect. Inner dan
outer aspect dari gigi dibuat dari inklinasi yang meluas dari puncak cusp ke central
fossa atau tinggi kontur permukaan lingual atau labial dari gigi. Sehingga inklinasi
disebut inner dan outer inklinasi ( gambar 3-10). Contohnya inner inklinasi dari
cusp bukal maksila premolar pertama kanan diidentifikasi daerah spesifik dalam
lengkung gigi. Inklinasi gigi juga diidentifikasi dengan mengikuti permukaan
kearah mana diarahkan ( misalnya mesial atau distal). Permukaan inklinasi arah
mesial merupakan menghadap bagian mesial gigi, dan permukaan inklinasi distal
menghadap bagian dital gigi. ( gambar 3-11).
KESEJAJARAN GIGI ANTAR LENGKUNG

Kesejajaran gigi antar lengkung mengacu pada hubungan gigi dalam satu
lengkung dengan yang lainnya. Saat dua lengkung bertemu saat kontak, penutupan
mandibular, hubungan oklusal dari gigi terbentuk.

Gigi maksila dan mandibula menutup secara tepat. Jarak sebuah garis
dimulai pada permukaan distal molar ketiga, meluas kearah mesial melewati
semuanya daerah kontak proksimal sekitar lengkungan, dan berakhir pada
permukaan distal molar ketiga lawan disebut degan arch length. Kedua lengkung
ini memiliki rata-rata panjang yang sama., dengan lengkung mandibular lebih
sedikit kecil ( lengkung maksila 128 mm; lengkung mandibular 126 mm). Sedikit
perbedaan ini merupakan hasil jarak mesiodistalyang sempit dari insisif mandibular
dibandingkan dengan insisif maksila. Arch width adalah jarak antar lengkung.
Lebar lengkung mandibular lebih kecil sedikit dibanding lengkung maksila,
sehingga ketika lengkung oklusi, posisi gigi maksila lebih fasial dibanding gigi
mandibular.

Karena posisi gigi maksia lebih kefasial ( sekurangnya inklinasi lebih ke


fasial), hubungan oklusal normal dari gigi posterior adalah untuk cusp bukal
mandibular beroklusi sepanjang central fossa dari gigi maksila. Begitu juga, cusp
lingual maksila beroklusi sepanjang daerah central fossa dari gigi mandibular (
gambar 3-12). Hubungan oklusal melindungi jaringan lunak disekitarnya. Cusp
bukal gigi maksila mencegah mukosa bukal dari pipi dan bibir tergigit antara
permukaan oklusal gigi selama berfungsi. Juga cusp lingual mandibular membantu
menjaga lidah dari gigi mkasila dan mandibular.

Peran lidah, pipi dan bibir penting selama berfungsi karena secara terus-
menerus menempatkan makakan pada permukaan oklusal gigi. Hubungan
bukolingual yang normal membantu memaksimalkan efisiensi otot dan
meminimalkan trauma jaringan lunak ( dari tergigitnya pipi atau lidah). Terkadang,
karena perbedaan ukuran lengkung skeletal atau pola erupsi, gigi beroklusi
sedemikian rupa sehingga cusp bukal maksila berkontak di daerah central fossa dari
gigi mandibular. Hubungan ini disebut dengan crossbite ( gambar 3-13).
Cusp bukal gigi mandibular posterior dan cusp lingual gigi maksila
posterior beroklusi dengan daerah lawan central fossa. Cusp ini disebut supporting
cusp, atau centric cusp, dan terutama bertugas menjaga jarak antara maksiladan
mandibular. Jarak ini mendukung tinggi fasial vertical dan disebut dengan dimensi
vertical oklusi. Cusp ini juga berperan besar dalam mastikasi karena kontak terjadi
pada cusp inner dan outer aspect . centric cusp luas dan bulat. Saat dilihat dari
oklusal, puncaknya terletak sekitar sepertiga jarak total lebar bukolingual gigi
(gambar 3-14).

Cusp bukal gigi maksila posterior dan cusp lingual gigi mandibular
posterior disebut guiding atau noncentric cusp. Relative tajam, dengan puncak di
sekitar seperenam jarak total lebar bukolingual gigi (gambar 3-14). Daerah kecil
pada noncentric cusp dapat memiliki fungsi yang penting. Daerah ini terletak pada
inner incline dari noncentric cusp dekat central fossa gigi dan juga berkontak
dengan atau mendekati sebagian kecil outer aspect dari centric cusp lawan. Daerah
kecil dari centric cusp ( sekitar 1 mm) merupakan satu-satunya daerah dimana outer
aspect memiliki fungsi yang penting. Daerah ini sebelumnya disebut dengan
functional outer aspect. Outer aspect yang kecil pada tiap centric cusp dapat
berfungsi melawan inner incline dari noncentric cusp (gambar 3-15). Karena daerah
ini membantu dalam pemotongan makanan selama mastikasi, noncentric cusp juga
disebut dengan shearing cusp.
Peran utama noncentric cusp adalah meminimalkan terlukanya jaringan,
seperti yang telah disebutkan, untuk menjaga bolus makanan pada meja oklusal dari
mastikasi. Noncentric cusp juga memberikan keseimbangan mandibular sehingga
saat gigi pada oklusi penuh, hubungan oklusal diperoleh. Hubungan gigi dalam
interkuspal maksimal disebut maximum intercuspal position (ICP). Jika mandibula
bergerak ke arah lateral dari posisinya, noncentric contact akan berkontak dan
memandunya. Jika mulut membuka dan kemudian menutup, noncentric cusp akan
membantu memandu mandibular kembali ke ICP. Selama mastikasi, cusp telah
selesai memandu kontak yang memberikan umpanbalik ke system neuromuscular,
dimana mengontrol chewing stroke. Oleh karena itu, noncentric cusp juga disebut
dengan guiding cusp.

HUBUNGAN KONTAK OKLUSAL BUKOLINGUAL

Ketika lengkung gigi dilihari dari oklusal, ciri khas tertentu dapat terlihat,
membantu untuk mengerti hubungan interoklusal gigi.

1. Jika garis khayal diperluas melewati semua puncak cusp bukal dari gigi
mandibular posterior, garis bukooklusal terbentuk. Dalam lengkung normal
garis ini bersambung dinamis, memperlihatkan bentuk lengkungan umum. Hal
ini juga menunjukkan batasan antara inner dan outer aspect cusp bukal
(gambar 3-16).

2. Demikianjuga, jika garis khayal diperluas melewati cusp lingual gigi maksila
posterior, garis linguooklusal terlihat. Garis ini memperlihatkan bentuk
lengkungan umum dan menunjukkan batasa antara inner dan outer aspect
centric cusp (gambar 3-17).
3. Jika garis khayal ketiga diperluas melewati central developmental groove dari
gigi maksila dan mandibular posterior, garis central fossa dapat terlihat. Pada
lengkung yang normal, garis ini bersambung dan memperlihatkan bentuk
lengkung (gambar 3-18).

Saat garis central fossa terbentuk, hal ini penting untuk mencatat hubungan dari
daerah kontak proksimal. Daerah ini umumnya terletak sedikit ke bukal dari garis
central fossa (gambar 3-19), yang memungkinkan untuk daerah embrasure lingual
lebih besar. Selama berfungsi, embrasure lingual yang besar akan bertugas sebagai
menampung makanan selama mastikasi. Sebagai gigi yang berkontak, sebagian
besar makanan akan menghindar ke lidah, dimana lebih efisien dalam
mengembalikan makanan ke meja oklusal dibandungotot bucinator dan perioral.

Untuk menggambarkan hubungan bukolingual gigi posterior dalam oklusi,


kita harus menyesuaikan garis khayal. Seperti yang digambarkan dalam gambar 3-
20, garis bukooklusal gigi mandibular beroklusi dengan garis central fossa dari gigi
maksila. Secara serentak, garis linguooklusal gigi maksila beroklusi dengan garis
central fossa dari gigi mandibular.
HUBUNGAN KONTAK OKLUSAL MESIODISTAL

Seperti yang telah dijelaskan, kontak oklusal terjadi ketika centric cusp
kontak dengan grasi central fossa lawan. Terlihat dari fasial, cusp biasanya
berkontak disalah satu dari dua daerah : (1) daerah central fossa dan (2) daerh
marginal ridge dan embrasure.

Kontak antara puncak cusp dan daerah central fossa sama dengan
penggilingan alu dalam lumpang. Ketika dua permukaan kurva bertemu, hanya
bagian tertentu yang berkontak pada waktu tertentu, meninggalkan daerah bebas
dari kontak untuk bertugas sebagai penampung makanan yang telah hancur.
Sebagai mandibular yang berpindah selama mastikasi, perbedaan daerah kontak,
membentuk perbedaan penampungan. Pergerakan ini meningkatkan efisiensi
mastikasi.

Jenis kedua dari kontak oklusal adalah antara puncak cusp dan marginal
ridge. Marginal ridge merupakan daerah yang sedikit cembung pada batas mesia
dan distal permukaan oklusal yang berubungan dengan permukaan interproksimal
gigi. Bagian tertinggi dari marginal ridge hanya sedikit lebih cembung. Oleh karena
itu, jenis kontak paling baik digambarkan oleh puncak cusp yang berkontak dengan
permukaan datar. Dalam hubungan ini, puncak cusp dapat menembus makan
dengan mudah, dan penampungan disediakan kesegala arah. Sebagai mandibular
yang bergerak ke arah lateral, pergeseran daerah kontak, meningkatkan efisiensi
chewing stroke. Penting bahwa puncak cusp tidak hanya bertanggungjawab penuh
pada kontak oklusal. Daerah bundar sekitar puncak cusp dengan radius sekitar 0.5
mm memberikan daerah kontak dengan permukaan gigi lawan.

Ketika hubungan gigi antar lengkung normal dilihat dari tampak lateral,
dapat terlihat tiap gigi berolusi dengan dua gigi lawan. Namun, ada dua
pengecualian pada aturan ini; insisif sentral mandibular dan molar ketiga maksila.
Dalam kasus ini, gigi beroklusi dengan hanya satu gigi lawan. Oleh karena itu,
sepanjang lengkungan ada gigi beroklusi dengan gigi serupa pada lengkung gigi
lawan dan gigi yang berdekatan.
Hubungan satu atau dua gigi membantu menyalurkan gaya oklusal ke
beberapa gigi dan keseluruh lengkungan. Juga membantu menjaga intergritas
lengkung, bahkan saat gigi hilang, karena keseimbangan kontak oklusal masih
dijaga oleh gigi yang tersisa.

Pada hubungan normal gigi mandibular terletak sedikit lebih kelingual dan
mesial dari gigi lawannya. Baik gigi posterior maupun anterior (gambar 3-21). Pada
pemeriksaan pola kontak dari lengkung gigi, sangat membantu untuk mempelajari
gigi posterior dan anterior secara terpisah.

HUBUNGAN UMUM OKLUSAL GIGI POSTERIOR

Pada pemeriksaan hubungan oklusal gigi posterior, banyak perhatian dipusatkan


disekitar molar pertama. Molar pertama mandibular normalnya terletak sedikit
lebih kemesial dari molar pertama maksila.

Kelas I

Karakteristik berikut mengidentifikasi hubungan molar yang paling khas pada gigi
geligi normal, dijelaskan pertamakali oleh Angle sebagai hubungan kelas I :

1. Cusp mesiobukal molar pertama mandibular beroklusi pada daerah embrasure


antara premolar kedua rahang atas dan molar pertama
2. Cusp mesiobukal molar pertama maksila berada di groove bukal molar pertama
mandibular
3. Cusp mesiolingual molar pertama maksila terletak di daerah central fossa dari
molar pertama mandibular.

Hubungan ini di tiap gigi mandibular beroklusi dengan gigi lawan dan gigi
mesial yang berdekatan. (Contohnya, premolar kedua mandibular berkontak
dengan premolar kedua maksila dan premolar pertama maksila). Kontak antara
molar terjadi pada puncak cusp dan fossa dan puncak cusp dan marginal ridge.

Dua macam pola kontak oklusal dapat diperoleh pada daerah marginal ridge.
Pada beberapa contoh cusp berkontak pada daerah embrasure (dan sering juga pada
marginal ridge yang berdekatan), secara langsug, menghasilkan dua kontak pada
daerah puncak cusp (gambar 3-22). Pada contoh lainnya puncak cusp diposisikan
sedemikian rupa sehingga berkontak hanya dengan marginal ridge, hanya
menghasilkan satu kontak pada puncak cusp. Keadaan selanjutnya menjelaskan
hubungan umum molar. Gambar 3-23 menggambarkan tampak bukal dan pola
kontak oklusal yangkhas pada hubungan molar kelas I.
KELAS II

Pada beberapa pasien lengkung maksilanya besar atau maju ke anterior, atau
lengkung mandibulanya kecil dan terletak lebih ke posterior. Kondisi ini akan
dihasilkan pada molar pertama mandibular yang terletak lebih ke distal dari
hubungan molar kelas I (gambar 3-24), digambarkan sebagai hubungan kelas II.
Hal ini sering digambarkan sebagai berikut:

1. Cusp mesiobukal molar pertama mandibular beroklusi pada daerah central


fossa molar pertama maksila
2. Cusp mesiobukal molar pertama mandibular berada di groove bukal dari molar
pertama maksila
3. Cusp distolingual molar pertama maksila beroklusi pada daerah central fossa
dari molar pertama mandibular.

Ketika dibandingkan dengan hubungan kelas I, setiap kontak oklusal terletak lebih
kedistal, sekitar lebar mesiodistal premolar.
KELAS III

Hubungan molar ketiga, sering ditemukan pada pertumbuhan mandibular yang


dominan, disebut sebagai kelas III. Pada hubungan ini, posisi pertumbuhan molar
mandibular lebih ke mesial dari molar maksila seperti yang terlihat di kelas I
(gambar 3-25).

Ciri kelas III adalah sebagai berikut:

1. Cusp distobukal molar pertama mandibular terletak di embrasure antara


premolar kedua maksila dan molar pertama.
2. Cusp mesiobukal molar pertama maksila terletak diatas embrasure antara
molar pertama dan kedua mandibula
3. Cusp mesiolingual molar pertama maksila terletak di pit mesial molar kedua
mandibular

Tiap pasangan kontak oklusal terletak ke mesial dari kontak pada hubungan kelas
I, sekitar lebar sebuah premolar.

Yang paling sering ditemukan hubungan molar adalah kelas I. Meskipun


digambarkan kelas II dan III jarang, kelas II dan III cukup umum terjadi.
Kecenderungan kelas II atau kelas III digambarkan sebagai sebuah kondisi yang
bukan merupakan kelas I tetapi tidak cukup ekstrim untuk kelas II atau III. Gigi
anterior dan kontak oklusal dapat juga diakibatkan oleh pola pertumbuhan.

HUBUNGAN UMUM OKLUSAL PADA GIGI ANTERIOR

Seperti gigi posterior maksila, gigi anterior maksila normalnya terletak lebih
ke labial dari gigi anterior mandibular. Tidak seperti gigi posterior, namun, baik
gigi anterior maksila dan mandibular memiliki inklinasi lebih kelabial, mulai dari
12 hingga 28 derajat dari garis vertical. Meskipun sejumlah besar variasi terjadi,
hubungan normal akan menemukan tepi insisal dari insisif mandibular berkontak
dengan permukaan lingual insisif maksila. Kontak ini umumnya terjadi pada fossa
lingual dari insisif maksila sekitar 4 mm gingiva hinnga ke tepi insisal. Saat dilihat
tampak labial, 3 hingga 5 mm gigi anterior mandibular tertutupi gigi anterior
maksila (gambar 3-26). Karena panjang mahkota gigi anterior maksila sekitar 9
mm, sedikit lebih dari setengah mahkota sehingga masih terlihat dari tampak labial.
Inklinasi labial gigi anterior menandakan perbedaan fungsi dengan gigi
posterior. Telah dijelaskan sebelumnya, fungsi utama gigi posterior adalah untuk
membantu pemotongan makanan secara efektif selama mastikasi sembari menjaga
dimensi vertical oklusi. Gigi posterior sejajar sehingga gaya vertical yang berat dari
penutupan dapat disebarkan tanpa efek yang merugikan pada gigi atau jaringan
pendukung. Inklinasi labial gigi anterior maksila dan gigi maksila beroklusi tidak
memiliki pertahanan terhadap gaya oklusal yang besar. Jika gaya besar terjadi pada
gigi anterior selama penutupan mandibular, kecenderungan gigi maksila bergeseke
arah labial. Oleh karena itu, pada oklusi normal, kontak pada gigi anterior di ICP
lebih ringan banding gigi posterior. Tidak ada kontak pada gigi anterior pada ICP
jarang terjadi. Fungsi gigi anterior, tidak untuk menjaga dimensivertikal oklusi
tetapi memandu mandibular melakukan pergerakan lateral. Kontak gigi anterior
yang memberikan panduan pada mandibular disebut anterior guidance.

Panduan anterior berperan penting dalam fungsi system mastikasi. Sering


digambarkan oleh posisi yang tepat dan hubungan gigi anterior, dimana dapat
diperiksa dari arah horizontal maupun vertical. Jarak horizontal gigi anterior
maksila terhadap gigi anterior mandibular disebut horizontal overlap ( overjet)
(gambar 3-27), adalah jarak antara tepi insisal labial dari gigi insisal maksila dan
permukaan labial insisal mandibular dalam ICP. Panduan anterior dapat juga
diperiksa dalam bidang vertical, dikenal dengan vertical overlap (overbite).
Vertical overlap adalah jarak antara tepi insisal dari gigi anterior lawan. Sepertiyang
telah dijelaskan, oklusi normal memiliki vertical overlap sekitar 3 hingga 5 mm.
yang penting pada panduan anterior adalah ditentukan oleh keterkaitan yang rumit
dari kedua factor ini.

Fungsi penting lainnya dari gigi anterior adalah melakukan tindakan awal
mastikasi. Fungsi gigi anterior memotong makanan sebelum masukke rongga
mulut. Setelah makanan dipotong, dengan cepat dibawa ke gigi posterior untuk
dihaluskan. Gigi anterior memiliki peran penting dalam berbicara, dukungan bibir
dan estetika.

Pada beberapa orang hubungan gigi anterior normal tidak ada. Variasi dapat
diperoleh dari perbedaan pola perkembangan dan pertumbuhan. Beberapa
hubungan diidentifikasi dengan menggunakan istilah tertentu (gambar 3-28).
Ketika seseorang memiliki mandibular yang kurang berkembang ( hubungan molar
kelas II), gigi anterior mandibular sering berkontak pada sepertiga gingiva dari
permukaan lingual gigi maksila. Hubungan anterior ini disebut deep bite (deep
overbite). Jika hubungan kelas II anterior sentral dan lateral maksila pada inklinasi
labial normal, dapat disebut dengan divisi I. Ketika insisal maksila inklinasi lebih
ke lingual, hubungan anterior ini disebut kelas II, divisi II. Deep bite yang ekstrem
dapat diakibatkan oleh kontak dengan jaringan gingiva di palatal terhadapa insisial
maksila .

Pada orang yang dengan pertumbuhan mandibular, gigi mandibular anterior


sering terletak lebih didepan dan berkontak dengan tepi insisal gigi anterior maksila
(hubungan molar kelas III. Disebut sebagai hubungan end to end ( edge to edge).
Pada kasus yang ekstrem gigi anterior mandibular dapat terletak jauh didepan
sehingga tidak ada kontak yang terjadi pada ICP (misalnya kelas III).

Hubungan gigi anterior lainnya adalah salah satu yang sebenarnya memiliki
vertical overlap yang negative. Dengan kata lain, gigi posterior pada interkuspal
maksimal, gigi anterior lawan tidak overlap atau bahkan berkontak satu dengan
yang lainnya. Hubungan anterior ini disebut dengan anterior open bite.

Seseorang yang memiliki anterior open bite, tidak ada kontak anterior yang
terjadi selama pergerakan mandibular.
KONTAK OKLUSAL SELAMA PERGERAKAN MANDIBULA

Pada hal ini, hanya hubungan static dari gigi anterior dan posterior yang dibahas.
TMJ dan otot yang berhubungan membuat mandibuladapat bergerak dalam 3
bidang (sagittal, horizontal dan frontal). Sepanjang dengan pergerakan ini
menghasilkan kontak gigi yang potensial. Memahami jenis dan lokasi kontak gigi
yang terjadi selama pergerakan dasar mandibular sangatlah penting. Istilah
eksentrik digunakan untuk menggambarkan pergerakan mandibular dari ICP
dihasilkan dari kontak gigi. Tiga dasar pergerakan eksentrik : potrusif, laterotrusif
dan retrusif.
PERGERAKAN MANDIBULA PROTRUSIF

Pergerakan mandibular protrusive terjadi ketika mandibular bergerak lebih maju


dari ICP. Daerah gigi yang berkontak pada gigi lawan selama pergerakan protrusive
dianggap sebagai kontak protrusive. Pada hubungan oklusal yang normal kontak
protrusive utamanya terjadi pada gigi anterior, antara tepi insisal dan labial dari
insisif mandibular melawan daerah fossa lingual dan tepi insisal dari insisif maksila.
Hal ini dianggap menuntun inklinasi gigi anterior (gambar 3-29). Pada gigi
posterior pergerakan protrusive menyebabkan centric cusp mandibular (bukal)
melewati kearah anterior permukaan oklusal dari gigi maksila (gambar 3-30).
Kontak protrusive posterior terjadi antara inklinasi distal cusp lingual maksila dan
inklinasi mesial dari fossa dan marginal ridge lawan. Kontak protrusive posterior
dapat juga terjadi antara inklinasi mesial cusp bukal mandibular dan inklinasi distal
dari fossa dan marginal ridge lawan.
PERGERAKAN MANDIBULA LATEROTRUSIF

Selama pergerakan lateral mandibular kekiri dan kekanan, gigi posterior


mandibular bergerak melewati gigi lawan pada arah yang berbeda.

Contohnya, mandibular bergerak kearah lateral kiri (gambar 3-31), gigi


posterior kiri mandibular akan bergerak ke aralah lateral melewati gigi lawannya.
Namun, gigi posterior kanan mandibular akan bergerak kearah medial melewati
gigi lawan. Daerah kontak potensial untuk gigi ini terletak pada lokasi yang berbeda
dan oleh karena itu ditandai dengan nama yang berbeda. Melihat lebih dekat gigi
posterior pada daerah kiri selama pergerakan lateral kiri menunjukkan bahwa
kontak dapat terjadi pada dua daerah inklinasi. Pertama berada diantara inner
incline dari cusp bukal maksila dan outer incline dari cusp bukal mandibular. Kedua
antara outer incline cusp lingual maksila dan inner incline cusp lingual mandibular.
Kontak ini disebut laterotrusif. Untuk membedakan yang terjadi antara cusp lingual
lawan dari yang terjadi antara cusp bukal lawan, istilah kontak lingual-lingual
laterotrusif digunakan untuk menggambarkannya. Istilah working contact juga
umumnya digunakan untuk kontak laterotrusif. Karena banyak fungsi terjadi pada
daerah yang mana mandibular bergeser, istilah working contact dianggap sesuai.
Selama pergerakan lateral kiri, gigi posterior kanan mandibular melewati
arah medial gigi lawan. Daerah yang potensial untuk kontak oklusal adalah antara
inner incline dari cusp lingual maksila dan inner incline cusp bukal mandibular. Hal
ini disebut kontak mediotrusif. Selama pergerakan lateral kekiri banyak fungsi
terjadi pada daerah kiri, dan oleh karena itu daerah kanan disebut nonworking side.
Kontak mediotrusif juga disebut nonworking contact. Pada literature sebelumnya
istilah balancing contact digunakan.

Jika mandibular bergerak lateral kekanan, daerah potensial kontak akan


identic tetapi terbalik dari yang terjadi di pergerakan lateral kekiri. Daerah kanan
memiliki kontak laterotrusif, dan daerah kiri memiliki kontak mediotrusif. Daerah
kontak ini berada pada inklinasi yang sama seperti dalam pergerakan lateral kekiri
tetapi pada gigi di daerah lawan dari lengkung.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, gigi anterior memiliki peran


penting dalam memandu selama pergerakan mandibula lateral kekiri dan kekanan.
Dalam hubungan oklusal yang normal, kaninus maksila dan mandibular berkontak
selama pergerakan lateral kekiri dan kekanan dan oleh karena itu memiliki kontak
laterotrusif. Hal ini terjadi antara permukaan labial dan tepi insisal dari kaninus
mandibula dan fossa lingual dan tepi insisial dari kaninus maksila. Seperti kontak
protrusive, hal ini dianggap sebagai panduan inklinasi.

Simpulannya, kontak laterotrusif (working) pada gigi posterior terjadi pada


inner incline dari cusp bukal maksila melawan outer incline cusp bukal mandibular
dan outer incline cusp lingual maksila melawan inner incline cusp lingual
mandibular. Kontak mediotrusif (nonworking) terjadi pada inner incline cusp
lingual maksila melawan inner incline cusp bukal mandibular.
PERGERAKAN MANDIBULA RETRUSIF

Pergerakan retrusif terjadi ketika mandibular bergerak kearah posterior dari ICP.
Dibandingkan dengan pergerakan lainnya, pergerakan retrusif cukup kecil (1 atau
2 mm). pergerakan retrusif terbatas oleh struktur ligament yang dibahas pada bab
1. Selama pergerakan retrusif, cusp bukal mandibular bergerak kearah distal
melewati permukaan oklusal dari gigi maksila lawannya (gambar 3-32). Daerah
dari kontak yang potensial terjadi antara inklinasi distal cusp bukal mandibular
(sentrik) dan inklinasi mesial dari fossa dan marginal ridge lawan. Pada lengkung
maksila, kontak retrusif terjadi antara inklinasi mesial dari central fossa dan
marginal ridge lawan. Kontak retrusif terjadi pada inklinasi terbalik dari kontak
protrusive karena pergerakan justru sebaliknya.
SIMPULAN KONTAK OKLUSAL

Saat dua gigi posterior lawan beroklusi secara normal (cusp lingual maksila
berkontak dengan central fossa lawan dan cusp bukal mandibular berkontak dengan
central fossa lawan), daerah kontak potensial selama pergerakan eksentrik
mandibular berada pada permukaan oklusal gigi. Tiap inklinasi centric cusp dapat
berpotensi membuat kontak eksentrik dengan gigi lawan. Inner incline dari
noncentric cusp dapat juga berkontak pada gigi lawan selama pergerakan eksentrik
yang spesifik. Gambar 3-33 menunjukkan kontak oklusal yang terjadi pada molar
pertama maksila dan mandibular.

Mengingat daerah ini merupakan kontak potensial karena semua gigi


posterior tidak berkontak selama pergerakan mandibular. Pada beberapa contoh
sedikit gigi berkontak selama pergerakan mandibular, dimana memisahkangigi
yang tersisa. Namun, kontak gigi pada gigi lawan selama pergerakan mandibular,
diagram ini menggambarkan daerah kontak. Ketika gigi anterior beroklusi seperti
biasanya, daerah potensial dari kontak selama pergerakan mandibular juga bias
ditebak dan digambarkan pada gambar 3-34.

III. Gangguan Oklusi

Sejak gigi erupsi, permukaan oklusal dan jaringan pendukungnya berubah


baik karena karies, penyakit periodontium, dan keausan. Bentuk gigi,
tulang, pendukungnya dan ruang di antara gigi sudah lebih dahulu ditentukan
secara genetic dan factor factor ini tidak selalu memberikan fungsi yang
optimal. Pada umunya tedapat fenomena adaptasi untuk memperoleh fungsi
yang terbaik namun fenomena ini tidak selalu memadai bagi kesehatan
sistem mastikasi. Berlandaskan pada penyakit , perubahan, dan adaptasi
inilah berbagai macam gangguan dan kelainan akan dibahas di bawah ini
(Thompson, 2007)

Ada perbedaan yang tipis antara istilah “gangguan (disturbance), “


kelainan” (disorder), dan “penyakit” (disease) dan mungkin terlalu ilmiah
untuk membedakan istilah tersebut. Namun, dengan mempertimbangkan
efek fungsi pada system mastikasi, perbedaan perlu dilakukan agar mampu
memilah antara perubahan atau gangguan fungsi dengan kerusakan yang
mungkin diakibatkannya. Juga perlu dibedakan atntara kedua kondisi ini
dengan penyakit itu sendiri, yang merupakarespon patologis terhadap infeksi
atau perubahan jaringan (Thompson, 2007)
Definisi kedua istilah yang digunakan pada makalah ini adalah
sebagai berikut: Gangguan adalah setiap gangguan atau perubahan pada fungsi
oklusal system mastikasi. Kelainan adalah respon terhadap gangguan yang
menimbulkan perubahan patologis pada jaringan sistem mastikasi.
Gangguan pada sistem mastikasi bias berupa gangguan perkembangan
atau gangguan fungsional (Thompson, 2007).

Gangguan Perkembangan

a. Maloklusi

Ini adalah akibat dari malrelasi antara pertumbuhan dan posisi serta ukuran
gigi. maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I, II, dan III),
atau sebagai relasi normal,pranormal, dan pascanormal. Maloklusi juga
bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang
sedang berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang
dewasa akibat tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga (Thompson,
2007).

Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut :

1. Gigi-gigi sangat berjejal yang mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual


atau berkembangnya gigi di dalam atau di luar lengkung. Gangguan
ini mengakibatkan interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula,
walaupun gigi- geligi yang sedang berkembang adaptasi dari
pergerakan gigi umumnya bias mencegah timbulnya gangguan tersebut.
Gangguan lain yang diakibatkannya adalah relasi oklusal yang kurang stabil
(tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol terhadap fosa) dan kelainan gingiva
antara gigi-gigi karena tidak memadainya ruang untuk tempat epitelium
interdental (Thompson, 2007)

2. Meningkat atau berkurangnya overlap vertikal atau horizontal yang bias


mengakibatkan fungsi insisivus yang tidak stabil atau perlunya seal bibir yang
adaptif (Thompson, 2007).
3. Penyimpangan garis median atas dan bawah yang menandai
adanya interferensi insisivus atau interfernsi tonjol pada segmen posterior
(Thompson, 2007).

Gangguan-gangguan ini sering menerima perawatan ortodonti di saat remaja.


Akan tetapi, adaklanya perawatan ini mengakibatkan relasi tonjol posterior
yang tidak stabil, dan dianjurkan untuk melakukan analisis oklusal
agar stabilitas segmen posterior dalam keadaan berfungsi bisa dijamin.

b. Kurangnya Perkembangan Jaringan Dentoalveolar

Keadaan ini umumnya terlihat pada segmen posterior, uni- atau bilateral, dan
mengakibatkan overclosure mandibula, jika bilateral, dan kurangnya
oklusi fungsional unilateral jika terbatas pada satu sisi. Kondisi ini
menimbulkan gigitan terbuka (open bite) posterior. Gangguan ini juga bisa
terjadi pada segmen anterior atas sebagai akibat kurangnya pertumbuhan
tulang premaksila (Thompson, 2007).

c. Perkembangan Berlebihan

Pertumbuhan tulang yang terlalu besar pada regio kedua kondilus yang
sedang berkembang akan menghasilkan gigitan terbuka anterior atau
jika berlebihan, mandibula yang akromegali. Pertumbuhan terlalu besar ini
juga bisa terjadi pada tulang premaksila (Thompson, 2007).

d. Celah Palatum Dan Defek Terkait

Keadaan ini dan operasi koreksi yang dilakukan untuk memperbaikinya,


dapat menimbulkan berbagai macam masalah ortodonti dan prostodonti
(Thompson, 2007). Respons sistem mastikasi terhadap gangguan
perkembangan umumnya berupa adaptasi. Sewaktu pertumbuhan dan
perkembangan tulang dan jaringan dentoalveolar berlanjut, adaptasi
melalui pergerakan gigi dan aktivitas otot akan berlangsung dan kelainan
jeringan terbentuk. Namun hal ini tidak selalu demikian dan remaja atau
dewasa muda harus senantiasa waspada terhadap tanda-tanda dan gejala-
gejala kelainan yang berasal dari gangguan perkembangan (Thompson,
2007).

2.1.2.2 Gangguan Fungsional

a. Maloklusi sekunder

Ini adalah posisi gigi yang berubah akibat tanggalnya satu atau beberapa gigi
atau akibat penyakit periodontium. Tanggalnya gigi mengakibatkan migrasi
gigi atau gigi-gigi di dekatnya hanya jika oklusi di antara gigi-gigi ini dan
gigi antagonisnya kurang stabil untuk mencegah terjadinya keadaan tersebut.
Beberapa migrasi biasanya berlangsung sampai diperoleh kembali oklusi
yang stabil dan keadaan ini bias mengakibatkan timbulnya satu atau
beberapa kelainan yang lain. Modotnya gigi-gigi yang tidak ber¬antagonis
pada situasi ini merupakan kejadian yang umum walaupun bisa dicegah
dengan gaya otot lidah atau pipi. Kerusakan jaringan pendukung
periodontium gigi yang tidak memiliki antagonis me¬rupakan efek yang
umum dan bisa berkembang menjadi kelainan Perawatan dengan mengganti
gigi yang tanggal sangat sulit dilakukan. Suatu gangguan yang tidak mungkin
di¬ rawat secara restorative tetapi masih belum menimbulkan. Contoh
gigi tidak berantagonis yang bias menimbulkan kelainan aktivitas otot
atau sendi adalah gigi molar terakhir. Pasien ini mengalami nyeri hebat pada
regio sendi kanan yang reda jika molar ketiga kiri dicabut. Jika ada penyakit
periodontium, dengan atau tanpa disertai tanggalnya gigi, fungsi oklusal
bisa mengakibatkan mi¬grasi yang selanjutnya bisa berkembang
menjadi maloklusi sekunder (Thompson, 2007).
b. Fungsi Unilateral Dan Fungsi Yang Berkurang

Gigi-gigi yang tanggal, sakit, atau gigi-gigi yang tajam, kelainan gingiva atau
mukosa bisa menyebabkan mastikasi terbatas hanya pada satu sisi atau
bahkan pada segmen labial. Meskipun demikian, fungsi unilateral pada gigi
tiruan lengkap cukup sering ditemukan sehingga bisa, dianggap normal dan
adakalanya disebut sebagai mastikasi "kidal" atau "normal". Keadaan
ini tidak dianggap sebagai factor perkembangan karena kedua sendi
berhubungan dengan satu tulang. Adaptasi terhadap fungsi unilateral
biasanya sudah cukup untuk mencegah terjadinya kelainan, tetapi
seba¬liknya, restorasi fungsi bilateral sering kali merupakan tindakan
perawatan yang membantu jika timbul sakit pada salah satu atau kedua regio
sendi. Salah satu perluasan dari gangguan ini adalah kurangnya dukungan
gigi posterior yang umumnya diasosiasikan dengan sindrom disfungsi
mandi¬bula. Manifestasi gangguan ini adalah tanggalnya satu atau beberapa
gigi pada segmen bukal; dan kadang-kadang kerusakan permukaan oklusal
sudah cukup menimbulkan nyeri pada daerah sendi. Pertanyaan yang
di¬ajukan kepada Pasien mengenai efisiensi kemampuan
pengunyahannya sering dijawab sebagai: "Saya tidak bisa menggigit" atau
"gigi-gigi saya tidak saling menyentuh." Berkurangnya fungsi
mastikasi merupakan gangguan yang sering ditemukan dan gangguan
ini jarang langsung menimbulkan kelainan. Sebaliknya, restorasinya kerap
bermanfaat jika gangguan ini telah mengenai otot-otot (Thompson, 2007).

c. Supra dan Infrakontak

Suprakontak antara gigi-gigi yang berantagonis akan timbul jika tumpatan


atau mahkota memiliki kontur yang berlebihan atau telah tereksfoliasi akibat
abses periodontium. Kontak dapat membentuk satu-satunya kontak
sindrom disfungsi mandibula dan mencerminkan adanya respons yang tidak
menguntungkan dari otot-otot terhadap perubahan pola menutup atau
mengunyah. Dengan kata lain, keadaan ini bisa menimbulkan kelainan
(Thompson, 2007).
Mengapa gigi yang tanggal tidak menimbulkan gejala seperti tersebut
sedangkan infrakontak bias, masih belum diketahui. Mungkin,
proprioseptor di sekitar gigi yang infraoklusi mneruskan stimulus
yang lebih lemah daripada raangsang yang telah menimbulkan aktifitas
otot secara reflex pada kasus tertentu dan bahwa keadaan ini akan mengubah
pola otot secara tidak menguntungkan. Pada gigi yang tanggal tidak terdapat
proprioseptor dan akan diadopsi pola baru yang stabil (Thompson, 2007).

d. Interfensi Tonjol

Ini adalah kontak anatara sebuah tonjol dan gigi antagonis yang menghalangi
diperolehnya gerak menutup maupun buka mulut (Thompson, 2007).

Penyebab interferensi tonjol adalah :

 Gigi-gigi yang dalam proses reposisi (sesudah tanggalnya gigi sebelahnya)


 Gigi-gigi yang menjadi goyang karena kerusakan pendukung
periodontiumnya
 Gigi-gigi yang direstorasi kurang akurat (suprakontak)
 Gigi yang telah berpindah karena kebiasaan parafungsi
 Penyusunan gigi yang tidak tepat pada jembatan atau gigi tiruan

(Thompson, 2007).

Efek interferensi tonjol umumnya salah satu dari berikut ini. Pertama,
melalui respons neuromuskular untuk menghindari interfensi agar
kenyamanan dan efesiensi dapat dipertahankan dan ini bisa dicapai
melalui aktifitas perpindahan dimana mandibula mengadopsi posisi
interkuspa yang telah berubah ; hal ini menimbulakan kontak awal
yang diikuti dengan pergeseran mandibula. Kedua, gigi yang bersangkutan
mungkin bergeser pada saat kontak meluncur dan kembali ke posisi semula
ketika kontak sudah terlewati. Ketiga, satu atau kedua gigi yang
bersangkutan bisa bergerak keposisi yang baru, jadi bisa
menimbulkan kontak prematur yang diikuti dengan reposisi. Keempat,
kebiaasaan menggerenyot (grinding) dapat timbul untuk menghilangkan
interfensi ini dan karena itu, memperparah apa yang merupakan penyebab
interfensi (Thompson, 2007).

Efek total merupakan kombinasi lebih lanjut dari satu respons dan system
biasanya bisa beradaptasi tanpa kelainan. Meskipun demikian, respons yang
kurang menguntungkan bisa terjadi pada otot, sendi, rahang, atau jaringan
periodontium (Thompson, 2007).

Interfensi ini tonjol bisa berlangsung selama mastikasi, penelanan,


atau selama aktifitas parafungsi dari clenching, menggerenyot, atau tapping.

Selama mastikasi interfensi tonjol dapat terjadi :

1. Pada sisi kerja ketika mandibula bergerak ke IP. Jika terjadi, interferensi
ini biasanya dihindari dan dilakukan gerak menutup yang lebih langsung
(chopping) ke IP.

2. Pada sisi nonkerja ketika mandibula miring pada bidang koronal dan
menyebabkan respon otot yang tidak menguntungkan.

3. Selama gerak menutup protrusi antara gigi-gigi insisivus yang


saling berantagonis. Ini umumnya dihindari melalui gerak menutup langsung
walaupun keadaan ini lebih cenderung menimbulkan kebiasaan

parafungsi.

4. Pada gerak langsung menutup langsung habitual ke IP, khususnya selama


menelan, ketika mandibula terdefleksi atau gigi-gigi yang
terkenabergeser.

5. Pada penutupan lengkung retrusi ketika mandibula akan terdefleksi baik


kedepan maupun kesamping, tergantung pada apakah interferensi tersebut
uni- atau bilateral. Jika defleksi ini ke lateral, akan terjadi respons
ototo yang kurang menguntungkan (Thompson, 2007).
Selama interfensi tonjol dapat terjadi parafungsi :

1. Pada sisi kerja atau nonkerja ketika mandibula terdorong meluncur dari
satu sisi ke sisi yang lain yang efeknya dapat membahayakan gigi-gigi atau
otot karena respon reflek protektif cenderung terlampaui.

2. Pada segmen anterior, ketika mandibula terdorong untuk meluncur


kebelakang atau kedepan(Thompson, 2007).

Ada kebanyakan gigi-geligi asli dan beberapa gigi tiruan umumnya terdapat
sedikit artikulasi seimbang, karena adanya perlindungan dari bimbingan
anterior. Gerak meluncur parafungsi biasanya mengakibatkan gaya otot yang
mengenai satu gigi. Oleh karena itu, efek tersebut makin membesar,
khususnya jika luncuran itu menjadi pengerotan. Kebiasaan parafungsi ini
biasanya dijumpai pada anak-anak, khusunya selama tidur, dan interferensi
selama tonjol berfungsi baik untuk membawa gigi keoklusi yang stabil atau
menjadi tereposisi seuai dengan perkembangannya. Selain kebiasaan ini
ruang yang tersedia untuk gigi yang sedang berkembang bias merupakan
penyebab berubahnya relasi gigi. Ketika gigi terdorong keluar dari
lengkung rahang, iterfernsi merupakan akibat umum yang terjadi(Thompson,
2007).

Biasanya interfernsi tonjol selama mastikasi mengakibatkan kontak defleksi


yang berjalan dan timbulnya adaptasi. Selama parafungsi, interferensi akan
lebih persisten dan lebih kuat sehingga lebih membahayakan. Bahkan
kebiasaan menggerot parafungsi pun bisa menggerakan gigi-gigi yang dan
menyebabkan interfensi tonjol (Thompson, 2007).

e. Perubahan Posisi Interkuspa

Ini adalah IP yang sudah berubah karena interferensi tonjol, keausan atau
tanggalnya gigi geligi. Semua posisi interkuspa umumnya bersifat
habitual jika dihubungkan dengan oklusi pada lengkung retrusi dan ada
kecenderungan bagi IP untuk tetap berubah karena permukaan oklusal dan
interproksimal terus mengalami keausan sepanjang hidup. Dalam kaitannya
dengan hal ini rekonstruksi dari gigi geligi asli bisa dibenarkan karena
keausan oklusal dan interproksimal dapat dihentikan dan peluang
untuk memperoleh IP yang stabil meningkat. Defleksi (pergeseran)
mandibula bervariasi dan kadang-kadang hanya kecil saja, dan adaptasi
biasanya cukup memadai untuk mencegah terjadinya respon otot
yang tidak menguntungkan.Walaupun demikian perubahan ini umumnya
dikaitkan dengan nyeri sendi mandibula yang penyebabnya bersumber pada
daerah insersi otot pada jaringan sendi. Diagnosis interverensi tonjol dan IP
yang berubah bisa ditentukan dengan mengamati arah penutupan dan posisi
istirahat ke IP habitual dan dari oklusi retrusi ke IP (Thompson, 2007).

f. Overclosure mandibula

Ini adalah IP yang dicapai ketika arah penutupan dari posisi istirahat melebihi
jarak antar oklusal (3-4 mm). secara matematis dapat diekspresikan sebagai
berikut: RVR + OVR <4 mm. perbedan antara normal dan abnormal tidak
tegas dan para peklinik harus terampil dalam menilai apa yang dianggap
abnormal bagi indikasi perawatan. Banyak metode pengukuran yang bisa
digunakan tetapi posisi penting yang perlu diketahui adalah posisi istirahat
endogen (berlawanan dengan habitual), yang merupakan tempat pengukuran
arah penutupan. Untuk memegang insisivus bawah pada ketinggian yang
ditinggikan sering diperlukan suatu overlai insisal sementara saat pasien
akan memberikan respons terhadap analisis “yang lebih baik atau lebih
buruk”. Penapakan tumpang-tindih pada radiograf kondilus akan
memberbanyak manfaat ketika melakukan diagnosis. Pada penutupan yang
normal terdapat persitumpangan lineal; pada overclosure kondilus
terletak lebih ke distal dalam hubungannya dengan IP (Thompson, 2007).

Overclosure mandibula bisa bersifat perkembangan atau didapat. Overclosure


perkembangan biasanya dikaitkan dengan relasi rahang kelas II yang
perkembangan jaringan dentoalveolar posteriornya terlambat. Jika
overclosure bersifat perkembangan, adaptasi selama pertumbuhan hampir
selalu bisa mencegah terjadinya respons yang kurang menguntungkan.
Walaupun demikian, tanggalnya gigi-gigi akan meningkatkan overclosure,
dan menimbulkan kelainan. Arah gerak kondilus yang curam dan kenaikan
overlap vertical gigi-gigi insisivus atas sering dikaitkan dengan kondisi ini
dan setiap prosedur restorasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati
(Thompson, 2007).

Overclosure dapat terjadi sesudah tanggalnya gigi-gigi posterior dan


mewakili adanya perubahan vertical dari IP. Kelainan yang timbul mencakup
rasa tidak enak karena hilangnya dukungan gigi posterior, lecet atau ulserasi
mukosa palatal atau labial bawah, dan nyeri sendi mandibula (Thompson,
2007).

g. Parafungsi (bruksisme)

Ini adalah suatu gangguan yang perlu dianggap sebagai kondisi


klinis tersendiri, karena timbul tanpa bergantung pada gangguan oklusal atau
iritasi mulut yang lain. Stimulus yang direlai dari pusat otak yang lebih tinggi,
menyebabkan hiperaktivitas otot ( aktivitas otot yang tidak relevan). Jika otot
yang terkena adalah otot system mastikasi, akibatnya adalah parafungsi
clenching atau grinding dari gigi-gigi. Impuls yang mengakibatkan aktivitas
ini dianggap sebagai bentuk gangguan emosional atau kecemasan dan bias
termanifestasikan pada kelompok otot yng lain. Contohnya adalah kepalan
tangan, menghentakkan kaki keras ke lantai dan aktivitas lainnya yang
berbahaya. Teori lain yang bisa diterima adalah bahwa aktivitas yang tidak
relevan terjadi pada region yang memiliki kelemahan atau defek, seperti pada
mulut dengan interfensi tonjol atau pada punggung yang otot-ototnya
mungkin kurang mampu mendukungnya.

Adanya iritasi pada rongga mulut merangsang aktivitas-aktivitas tersebut atau


berperan sebagai pemicu timbulnya aktivitas aktivitas itu melalui system
umpan balik; gangguan oklusi dapat memberikan rangsang seperti itu.
h. Atrisi permukaan oklusal

Proses keausan ini dimulai segera stelah gigi bererupsi dan bervarisi sesuai
dengan kualitas diet, kebiasaan mengunyah , dan kebiasaan parafungsi. Atrisi
bias terjadi setempat yakni hanya mengenai satu atau dua gigi yang saling
berantagonis atau menyeluruh. Oleh karena itu perubahan kecil pada posisi
interkuspa ini akan berlangsung berkesinambungan. Adaptasi terhadap
hilangnya dimensi vertical oklusal ini bisa timbul dalam bentuk erupsi lebih
lanjut melalui deposit sementum diatas permukaan akar atau respon
neuromuscular terhadap IP yang sudah berubah. Juga, pulpa gigi yang
bersangkutan juga memberi respon dengan mendepositkan dentin sekunder.

i.Impaksi makanan dan plunger cusp

Hal ini merupakan suatu gangguan fungsi dan pada umumnya dihubungkan
dengan berubahnya titik kontak antara dua gigi dan tonjol pendukung
antagonis yang beroklusi pada ruang antara linggir marginal dari gigi-gigi
yang terkena. Partikel makanan dapat terdorong diantara gigi-gigi oleh tonjol
tersebut, yang sering kali disebut sebagai plunger cusp. Perlu diingat bahwa
empat dari enam bonjol pendukung dari keempat gigi posterior biasanya
beroklusi pada daerah linggir marginal gigi antagonisnya dan merupakan
plunger cusp yang potensial. Relasi titik kontak bias diubah oleh karena gigi
miring, linger marginal yang aus atau permukaan embrasure atau aproksimal
restorsi yang tidak tepat. Pendalaman col epitelium interdental juga bias
menimbulkan gangguan iniyang akan terjadi jika makanan terdorong oleh
lidah kedaerah diantara gigi-gigi selama gerak menelan. Impaksi makanan
sangat mengganggu dan bias menimbulkan kelainan pada epitelium
interdental.

j.Gangguan gigi tiruan

Gigi tiruan sebagian dan lengkap merupakan subjek dari berbagai gangguan
yang telah ada tetapi responnya jelas terbatas oleh karena tidak adanya akar
dan reseptor peridontium. Kelainan pada mukosa pendukung dapat terjadi,
tetapi gigi tiruan untungnya bias dilepas.

Deskripsi dan diskusi gangguan ini menekankan perlunya ketelitian


observasidokter dan digunakannya pendekatan konservatif dalam perawatan
yang akan bias mencegah kelainan yang munkin terjadi. Berkembangnya
gangguan menjadi kelainan ini dapat berkurang sehingga perawatan perlu
dilakukan. Sebaliknya perawatan yang terlalu dini atau berlebihan juga bisa
mengakibatkan kelainan dan istillah “iatrogenik” tidak jarang ditemukan
pada bidang kedokteran gigi (Thompson, 2007).

2.1.2.3 Kelainan

Seperti sudah disebutkan di atas, kelainan oklusi adalah respon terhadap


gangguan sehingga timbul perubahan patologis pada jaringan sistem
mastikasi. Dalam mempertimbangkan kelainan sebagai suatu kelompok
keadaan, perlu ide yang jelas mengenai gangguan yang sudah ada
karena sebuah gangguan umumnya merupakan akibat dari gangguan yang
lain. Kelainan-kelainan yang akan dibicarakan adalah :

1. Atrisi (keausan) dari permukaan oklusal dan insisal,

2. Ulserasi epitelium interdental,

3. Respons periodontium terhadap tekanan oklusal,

4. Mobilitas, jiggling, dan migrasi,

5. Nekrosis pulpa,

6. Ulserasi mukosa,

7. Stagnasi yang cukup besar dan atrofi (insufisiensi mastikasi),

8. Kelainan iatrogenik,

9. Ketidakstabilan gigi tiruan dan rasa tidak enak, dan

10. Trauma oklusal. (Thompson, 2007).


Kelainan-kelainan ini memperlihatkan kegagalan beradaptasi terhadap satu
atau beberapa gangguan, seringkali disertai dengan penyebab tambahan.
Keadaan ini umumnya menjadi alasan pasien untuk mencari pertolongan
dokter gigi (dokter umum), dan seperti pada penyakit karies, jika keadaan
ini sudah menimbulkan nyeri, kerusakan pasti sudah terjadi. Pada kelainan
oklusi, nyeri bukanlah satu-satunya gejala; gejala lainnya juga bisa
sama merusak dan sering kali sulit dirawat (Thompson, 2007).

a. Atrisi (Keausan) Permukaan Oklusal Dan Insisal

Gangguan ini menjadi suatu kelainan ketika dentin terpajang dan menjadi
berlubang. Gigi menjadi sensitif secara intermiten dan relasi vertikal
oklusal perlahan-lahan mengecil. Penampilan gigi-gigi menjadi kurang
menarik. Penyebabnya adalah kombinasi dari grinding parafungsi, kualitas
diet dan produksi asam oleh aktivitas bakteri terhadap karbohidrat yang
dikonsumsi. Hasil akhirnya kadang-kadang terlihat berupa permukaan gigi
yang datar dengan kurva monsoon terbalik yang menunjukkan keausan yang
besar dari tonjol pendukung. Keadaan ini umumnya timbul perlahan-lahan
namun kelainan tersebut bisa dipercepat oleh adanya kebiasaan grinding yang
berlebihan dari gigi-geligi (Thompson, 2007).

Efek lain dari gaya parafungsi adalah retaknya gigi yang sering
kali merupakan penyebab umumnya dari nyeri gigi, walaupun hal ini sering
luput dari perkiraan. Kelainan ini juga bisa mengakibatkan terjadinya fraktur
gigi longitudinal atau kerusakan pulpa yang memerlukan perawatan.
Peringatan yang bertujuan preventif harus diberikan kepada pasien sedini
mungkin dan pesawat overlai peerlu dibuat agar dipakai pasien sewaktu tidur
malam hari (Thompson, 2007).

b. Ulserasi epitelium interdental

Kelainan ini berasal dari gangguan impaksi makanan dan plunger


cusp. Perkembangan suatu ulkus pada epitelium di antara gigi-gigi sering kali
ditentukan oleh bentuk col tetapi hilangnya titik kontak yang efektif dan
oklusi tonjol-lingir biasanya merupakan penyebab yang mempercepat
berkembangnya kelainan tersebut. Jika dibiarkan tidak dirawat, akan timbul
kelainan periodontium dan oklusi (biasanya oleh plunger cusp) akan terus
bertindak sebagai faktor pemberat. Gejalan yang timbul adalah akan tidak
enak, perdarahan, rasa pahit pada mulut, dan bau mulut. Perawatannya
adalah dengan merestorasi embrasur, walaupun tindakan ini sulit
dilakkukan karena adanya kecenderungan bagi gigi yang terletak lebih
posterior untuk bergeser ke distal. Pembuatan splin untuk gigi-gigi
yang bersangkutan merupakan indikasi (Thompson, 2007).

c. Respons periodontium terhadap gaya oklusal

Ini disebutkan hanya untuk membedakannya dari kelainan periodontium, dan


akan dibahas lebih lanjut di bawah masalah trauma oklusal. Pendapat yng
mengatakn bahwa kelainan jaringan periodontium berasal dari gaya oklusal
yang merugikan dan berlarut-larut tanpa ada faktor pendorong lainnya, belum
bisa dibuktikan. Walaupun demikian, gaya ini tetap tidak bisa dianggap
bukan faktor yang memperparah lesi yang sudah ada pada jaringan
periodontium (Thompson, 2007).

d. Mobilitas, jiggling, dan migrasi

Mobilitas atu goyangya gigi bisa disebabkan oleh gaya oklusal


yang berlawanan, tetapi dalam keadaan tanpa lesi gingiva atau periodontium,
gigi akan kembali stabil jika gaya oklusalnya hilang. Jika ada lesi
periodontium dan eksfoliasi dalam derajat tertentu, gaya oklusal bisa
memperberat mobilitas. Oleh karena itu, interferensi tonjol bisa
disebabkan oleh kerusakan perodontium dan merupakan penyebab
kontak prematur dan pergeseran gigi. Jadi, dengan demikian, terciptalah
lingkaran setan sebab-akibat (Thompson, 2007).

Jiggling adalah istilah yang kurang ilmiah namun deskriptif untuk


menggambarkan gerak gigi pada satu arah akibat suatu gaya (otot, gigi, atau
pesawat) dan reposisinya akibat gaya yang berlawanan (gigi, otot atau
pesawat yang dilepas). Jadi, gigi insisivus atas yang periodontium
pendukungnya sudah rusak bisa terdorong ke depan oleh insisivus bawah
antagonisnya dan bisa kembali ke posisi semula oleh aktivitas otot bibir.
Contoh lain adalah retraksi insisivus atas yang proklinasi (biasanya
dengan dukungan bibir yang kurang memadai) akibat pemakaian pesawat
lepasan yang dipakai di malam ari dan kembali ke posisinya selama siang hari
akibat kekuatan lidah atau gigi antagonis ketika pasien melepas pesawat.
Pada contoh pertama, lesi periodontium merupakan faktro predisposisi;
pada contoh kedua, perawatan adalah penyebabnya. Suatu kelainan bisa
timbul pada kasus terakhir, jika “perawatan” berlarut-larut akibat nekrosis
traumatik jaringan periodontiumnya. Aktivitas ini juga merangsang
timbulnya gangguan pada pembentukan akar gigi-gigi pada pasien remaja.
Oklusi interkuspa dan kebiasaan parafungsi akan memperberat

kedua contoh tersebut dan seperti pada mobilitas, gigi akan mulai
mengalami lingkaran setan sebab-akibat (Thompson, 2007).

Migrasi mengacu pada gerakan gigi dengan periodontium yang rusak yang
disebabkan karena aksi gigi antagonis atau otot tanpa bisa mengalami
reposisi. Gigi akan bergerak sampai mencapai kese=tabilan posisi antara otot-
otot atau gigi yang berlawanan. Kondisi ini biasanya mengenai gigi insisivus
atas yang akan bermigrasi ke depan atau ke lateral. Seal bibir yang kurang
baik biasanya juga ikut menyebabkan keadaan tersebut. Tidak jarang
gigi-gigi ini bergeser ke luar dari bibir, dan sesudahnya bibir bawah
akan menjadi kekuatan tambahan untuk menggeser gigi. Pada kasus semacam
itu, perawatan konservatif sulit dilakukan atu bahkan tidak mungkin
dilakukan. Pada kelainan-kelainan ini selalu ada kombinasi berbagai
penyebab dan selain lesi periodontium, gaya oklusal dan muskular, sering
disertai pula oleh tanggalnya gigi-gigi posterior dan overclosure mandibula.
Respons patologi lebih lanjut adalah nekrosis jaringan periodontium yang
timbul setelah terjadinya jiggling yang lama, yang tidak mesti didahului oleh
lesi gingiva dan lesi periodontium yang kelak timbul. Ini adalah komplikasi
yang langka (Thompson, 2007).

e. Nekrosis pulpa

Kelainan ini bisa disebabkan oleh kebiasaan clenching yang persisten pada
gigi individual ketika pembuluh darah yang melewati apeks gigi
terganggu dan akhirnya rusak. Kematian pulpa akan terjadi dan
mengakibatkan nekrosis steril. Toksin dari pulpa bisa keluar dari apeks gigi
ke jaringan periodontium, menyebabkan respons patologis. Bakteri yang
beredar dalam darah akan merangsang terjadinya kondisi penyakit yang
nantinya akan dibuat lebih parah olehadanya tekanan oklusal. Kondisi ini
umumnya tidak sakit dan untuk mendeteksinya diperlukan radiografi atau
berdasarkan pada perubahan warna gigi. Meskipun demikian, nyeri yang
samar akan terasakan dari waktu ke waktu, dan perlu diperhatikan dalam
pemeriksaan riwayat penyakit (Thompson, 2007).

f. Ulserasi mukosa

Ini adalah akibat cedera karena insisivus bawah mengenai mukosa dibalik
gigi-gigi insisivus atas mengenai epitelium labial di depan gigi-gigi insisivus
bawah. Penyebabnya adalah overclosure progeresif dari mandibula dan
biasanya berhubungan dengan tanggalnya gigi-gigi posterior. Selain
rasa nyeri sewaktu menutup mulut dan iritasi sewaktu mengunyah,
mukosa juga akan terlepas dari permukaan gigi tang terkena. Ini adalah
suatu kondisi ang memburuk perlahan-lahan dan dokter gigi seringkali segan
merawatnya sampai akhirnya penyakit sudah terlalu terlambat untuk dirawat
dengan efektif (Thompson, 2007).

g. Disuse stagnation dan atrofi (insufisiensi mastikasi)

Berkurangnya fungsi akan merangsang terjadinya penumpukan sisa makanan


pada gigi-gigi dan epitelium di sekitarnya. Akibatnya yang bisa terjadi adalah
karies dan iritasi gingiva. Ulserasi dan perdarahan epitelium yang terkena
akan mengikuti keadaan tersebut, baik sewaktu gigi-gigi disikat atau terjadi
kadang-kadang ketika mengunyah makanan yang keras (Thompson, 2007).

Disuse atrophy bisa berkembang jika gigi sudah sama sekali keluar dari
kontaknya dengan gigi antagonis atau lingir residual. Kondisi ini
paling sering mengenai molar kedua dan ketiga. Perubahan bisa
terjadi pada membrane periodontium: fibroblas cenderung muncul dan
serabut kolagen digantikan dengan retikulum dari jaringan ikat fibrosa.
Tulang alveolar cenderung memiliki trabekula yang lebih sedikit dan lebih
tipis dan gigi-gigi tersebut tidak memberi respons dengna baik terhadap
fungsi yang telah dipulihkan jika gigi sudah tidak berfungsi dalam waktu
lama. Penggantian serabut periodontium dengan jaringan ikat fibrosa akan
membuat gigi tidak bisa menahan daya oklusal atau abutment dan
tulang membutuhkan perbaikan lebih cepat daripada yang bisa disediakan
untuk kebutuhan fungsional yang mendadak tersebut. Meskipun
demikian, jika fungsinya bias diperbaiki perlahan-lahan, misalnya dengan
memasang basis gigi tiruuan tanpa gigi untuk beberapa waktu, baru
kemudian menambahkan elemen gigi, pemulihan jaringan tersebut bisa
terjadi (Thompson, 2007).

h. Kelainan iatrogenik

Kelainan iatrogenik adalah suatu respons patologis terhadap


perawatan. Kelainan ini dikelompokan menjadi beberapa bentuk yaitu :

1. Tergagnggu karena keberadaan gigi. Ini bisa terjadi jika tumpatan atau
mahkota yang terlalu tinggi gagal dikoreksi (suprakontak). Pengasahan
tonjol antagonis (biasanya tonjol pendukung) dan bukan fosa tumpatan
akan bias mengakibatkan berubahnya posisi interkuspa. Hal ini tidak
bisa ditoleransi oleh pasien yang sampai saat tersebut, tidak terganggu
dengna keberadaan giginya (Thompson, 2007).

2. Oklusi gigi yang tidak memadai. Ini bisa disebabkan oleh restorasi dengan
kontur yang tidak memadai (infrakontak) dan bisa mengakibatkan makanan
terjebak pada restorasi atua tersalurkan ke daerah kontak. Keduanya tidak
bisa ditolelir dan mengakibatkan timbunan makanan di interdental.
Infrakontak juga bisa berfungsi sebagai faktor yang mempermudah
terjadinya sindrom disfungsi mandibula, khususnya jika jembatan atau
gigi tiruan dibuat dengan gigi-pontik yang tidak beroklusi (Thompson,
2007).

3. Gigi yang nyeri. Tidak jarang terjadi reaksi pulpa akibat diasahnya gigi asli
dan jika ini disertai dengna perubahan yang tidak bisa diterima dari posisi
interkuspa, pasien bisa merasa nyeri (Thompson, 2007).

4. Sindrom disfungsi mandibula (MDS). Ini ditimbulkan oleh dokter gigi


dalam prosedur restorasidan pembuatan gigi tiruan, karena tidak bisa
diteolransinya OVR yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Perubahan
horizontal posisi interkuspa bisa menyebabkan kebiasaan parafungsi
antara gigi-gigi, yang akhirnya mengakibatkan timbulnya sindrom
(Thompson,2007).
5. Lecet atu ulserasi pada mukosa. Bisa terjadi di bawah gigi tiruan jika
interferensi tonjol menyebabkan basis gigi tiruan bergeserdan
membuat mukosa pendukung lecet. Sering kali, upaya untuk
memperbaiki kelainan semacam ini dilakukan dengan mengasah tepi atau
permukaan pendukung gigi tiruan padahal perawatan yang benar adalah
menghilangkan interferensi dan membuat oklusi yang tepat (Thompson,
2007).

Salah satu resiko yang perlu dihindari dalam setiap perawatan restorasi yang
melibatkan permukaan oklusal dari satu atau beberapa gigi adalah kegagalan
dalam mengkoreksi gangguan yang adasebelum membuat restorasi dan
dengan demikian mendorong berkembangnya gangguan lebih lanjut dan
mungkin suatau kelainan (Thompson, 2007).

Sehubungan dengan pekerjaan dokter gigi yang tidak lepas dari kepedulian
dan sopan santun, jangna dilupakan masalah etika. Hendaknya
diingat bahwa pekerjaan seseorang tidak lepas dari penilaian sejawatnya.
Sebaliknya, jangan sampai kita lupa menghargai hasil kerja kolega kita
(Thompson, 2007).

j. Ketidakstabilan gigi tiruan dan rasa kurang enak

Ketidakstabilan gigi tiruan sudah disebutkan sebagai salah satu


ragam gangguan dan seringkali bisa ditolerir oleh pasien yang
memiliki kemampuan beradaptasi dan mengontrol gigi tiruan yang tidak
memiliki retensi maupun stabilitas. Kemampuan adaptasi ini biasanya
berhubungan dengan gigi-gigi pada gigi tiruan yang disusun pada posisi stabil
dalam hubungannya dengan otot lidah, pipi, dan bibir. Keadaan ini tentu
harus selalu menjadi tujuan dalam penyususnan gigi. Jika hal ini tidak bisa
diperoleh dan hubungan oklusal serta artikular pada gigi tiruan tidak sama
dengan posisi rahang dan gerakannya, gaya pergeseran timbul pada gigi-gigi
dan basis gigi tiruan akan bergerak atau menekan mukosa pendukungnya.
Ketidakstabilan atau rasa tidak enak yang diakibatkannya merupakan suatu
kelainan. Atau, jika basis pas, mandibula bisa saja terdorong ke posisi
interoklusal yang berubah, tetapi otot tidak bisa menolerir perubahan tersebut,
seperti kadang terjadi pada gigi-geligi asli. Ini juga merupakan suatu
kelainan. Akhirnya, patahnya gigi tiruan atas yang berulangkali terjadi
hampir selalu disebabkan oleh ketidakseimbangan oklusal ditambah
dengan kebiasaan parafungsi (Thompson, 2007).

k. Trauma oklusal

Istilah ini mendominasi studi mengenai oklusi, sejak diperkenalkan


oleh Stillman dan McCall (1927) sebagai “oklusi traumatik.” Istilah ini
barangkali tidak bisa dipertukarkan karena istilah yang pertama menunjukkan
cedera akibat oklusi sedangkan yang lain berkonotasi oklusi yang
menyebabkan cedera. Walaupun demikian, keduanya tidak bisa
disingkirkan dari daftar gangguan atau kelainan oklusi. Namun, istilah ini
banyak menimbulkan kerancuan dan sebaiknya digunakan bukan sebagai
suatu dogma (Thompson, 2007).

Istilah ini didefinisikan sebagai cedera pada jaringan periodontium gigi


akibatgaya oklusal gigi atau gigi-gigi antagonis. Trauma oklusal
diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder: trauma oklusal primer
mengacu pada efek gaya abnormal pada jaringan periodontium yang sehat,
sedangkan trauma oklusal sekunder mengacu pada efek gaya oklusal pada
periodontium yang memang sudah berpenyakit. Istilah ini sering
menimbulkan pertentangn dan salah pengertian di kalangan peklinik
dan ilmuwan, dan alasannya tidak sulit ditemukan: istilah ini menimbulkan
pertanyaan; ini mengacu pada fakta yang belum terbukti, yaitu bahwa gaya
oklusal menyebabkan cedera apda periodontium. Ada anggapan bahwa hal
ini kelihatannya terjadi, dan karena itu istilah tersebut digunakan. Hipotesis
ini belum pernah benar-benar diuji, apalagi dibuktikan. Memang benar, gaya
oklusal menyebabkan gigi bergerak dan menjadi goyang jika gaya dibiarkan
tetap ada; namun gigi-gigi akan kembali stabil jika gaya ditiadakan. Gaya
semacam ini akan memperberat lesi periodontium yang sudah ada tetapi
belum terbukti bisa mengakibatkan munculnya lesi semacam itu kecuali jika
lesi gingiva sebelumnya memang sudah ada. Pada situasi tersebut, gaya
oklusal akan memicu kerusakan peirodontium. Demikian pula, lesi
periodontium akan sembuh, jika defek periodontiumnya diperbaiki
(Thompson, 2007).

Gaya oklusal, khususnya yang diarahkan sepanjang bidak aksial,


dapat menyebabkan terjepitnya pembuluh yang masuk dan keluar dari kamar
pulpa gigi melalui apeks sehingga mengakibatkan kematin pulpa. Cedera juga
bisa disebabkan karena tekanan insisivus pada gingiva antagonis, seperti
sudah disebutkan di atas, namun tidak satupun digunakan sebagai alasan
terjadinya keausan permukaan oklusal akibat kebiasaan parafungsi. Istilah
“oklusi traumatogenik”, yang digunakan oleh Box (1930) dan berimplikasi
kemungkinan menimbulkan trauma, lebih bersifat pengandaian. Istilah
ini menimplikasikan bahwa cedera bisa disebabkan oleh gaya oklusal lateral
yang mengaeai membran periodontium, dan ini belum pernah terlihat terjadi
tanpa ada sebab lain (Thompson, 2007).

“Trauma oklusal” adalah suatu istilah yang dapat diterapkan untuk keausan
permukaan oklusal gigi-gigi, nekrosis pembuluh pulpa, dan cedera
gingiva atau mukosa palatal, tetapi bukan untuk kerusakan jaringan
peiodontium (Thompson, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

1. Okeson JP. Management of the Temporomandibular Disorders and


Occlusion. Mosby, St Louis, 6th ed. 2008
2. Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta: EGC
3. Gunadi, Haryanto A,dkk. Buku ajar ilmu gigi geligi tiruan sebagian
lepasan. 1995. Jakarta : Hipokrates.

You might also like