You are on page 1of 66

laporan okulasi karet

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbanyakan tanaman karet (Hevea brasiliensis) dapat dilakukan secara generatif melalui benih dan
secara vegetatif melalui teknik okulasi. Perbanyakan dengan benih saat ini sudah jarang dilakukan
kecuali oleh sebagian petani tradisional atau oleh kalangan peneliti guna perbaikan sifat genetif
selanjutnya. Perbanyakan tanaman dengan cara okulasi paling banyak dilakukan dalam perkebunan
terutama pada perkebunan karet dan kakao. Beberapa kelebihan dari perbanyakan tanaman dengan
cara okulasi antara lain penggunaan okulasi dapat menghasilkan tanaman yang dengan produktifitas
yang tinggi, pertumbuhan tanaman yang seragam. Sedangkan kelemahan dari perbanyakan tanaman
secara vegetatif dengan cara okulasi antara lain; tanaman hasil okulasi terkadang kurang normal
terjadi karena tidak adanya keserasian antara batang bawah dengan batang atas (entres),
memerlukan menggunakan tenaga ahli untuk pengokulasian ini.

Bibit okulasi terdiri dari batang atas dan batang bawah yang biasanya berasal dari dua klon yang
berbeda sifatnya. Okulasi bertujuan untuk menghasilkan dua klon dalam satu individu sehingga
diperoleh produksi tinggi dengan umur ekonomis panjang.oleh karena itu perlu diperhatikan sifat-
sifat unggul dari calon batang atas dan batang bawah serta kompatibilitas kedua calon batang
tersebut. Bibit karet okulasi didapatkan dengan cara menempel mata-pucuk dari batang entres ke
bibit karet batang bawah.

Penyambungan (Grafting) serta Okulasi atau Penempelan Mata Tunas (Budding) merupakan teknik
perbanyak tanaman yang dilakukan secara vegetatif. Pada teknik perbanyakan secara Budding perlu
disediakan bagian tanaman sebagai calon batang atas dan bagian tanaman sebagai calon batang
bawah (dari tanaman sejenis). Umumnya calon batang atas adalah tanaman yang produksinya
diutamakan sedangkan batang bawah adalah batang yang memiliki ketahanan terhadap faktor
lingkungan seperti kekeringan dan lain sebagainya.

Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menempelkan
mata tunas dari suatu tanaman kepada tanaman lain yang dapat bergabung (kompatibel) dengan
tujuan menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen sehingga di peroleh pertumbuhan
dan produksi yang baik. Pada teknik okulasi, mata tunas (mata tempel) harus diambil dari tanaman
yang memiliki pertumbuhan yang baik, sehat serta cukup umur untuk diambil sebagai mata entres,
mata tunas diambil dari cabang yang tumbuh keatas (tunas air), yang merupakan cabang-cabang
muda dari bagian yang telah dewasa, sedangkan untuk batang bawah, umur batang bawah harus
sama dengan umur cabang mata entres. Batang bawah berasal dari tanaman yang ditanam dari biji
dan sebaiknya telah berumur 3-4 bulan, sedangkan batang atas diambil dari pohon yang berumur 1
bulan. Mata tunas yang diambil adalah yang belum keluar mata tunasnya. Calon batang bawah juga
dipotong agar nantinya dapat ditempel secara tepat.
B. Tujuan

Untuk mempelajari teknik okulasi di lapangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Strasburgers (1964) taksonomi karet, yaitu:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Sub class : Tricoccae

Familli : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasilliensis Muell Arg.

Tanaman karet merupakan pohon dengan ke tinggiannya dapat mencapai 30-40 m. sistem
perakarannya padat/kompak akar tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 m,
sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Batangya bulat/silindris, kulit kayunya
halus, rata, berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus (Syamsulbahri,1996).

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman karet tidak kurang dari 2500 mm/tahun, optimal antara 2500-4000 mm/ tahun, yang
terbagi dalam 100-150 hari hujan. Kegiatan tempat untuk pertumbuhan tanaman karet adaah 0-600
m dpl, dan optimal pada ketinggian 200 m dpl. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman karet
adalah 20-30 C dengan kelembapan 75-95 % dan kecepatan angin tidak terlalu kencang karena dapat
mengakibatkan batang atau pohon tumbang. Tanaman karet tumbuh pada jenis tanah misalnya
tanah vulkanis umumnya memiliki sifat yang cukup baik, terlihat dari struktur, tekstur, solump,
kedalam air tanah tanah, aerasi dan drainase tetapi sifat kimianya kurang baik karena kandungan
rendah. Reaksi tanah yang umumnya pH 3-8 (Setyamidjaja,1982).

Tanaman karet yang ditumbuhkan seragam di lapangan, sangat bergantung pada penggunaan bibit
hasil okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres yang memiliki klon yang murni. Kegiatan
pemuliaan karet di Indonesia sendiri telah menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai penghasil
lateks dan penghasil kayu. Klon‐klon unggul baru generasi‐4 pada periode periode tahun 2006 –
2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118. Klon‐klon tersebut menunjukkan
produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi
dan sifat‐sifat sekunder lainnya. (Anwar, 2001).

Menurut Anwar (2001) untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan entres
yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang
dari kebun produksi atau entres dari kebun entres. Dari dua macam sumber mata okulasi ini
sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman
yang pertumbuhannya tidak seragam dan keberhasilan okulasinya rendah.
Setelah persiapan bahan tanam, kemudian dilakukan okulasi. Keunggulan yang diharapkan dari
batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang baik, sedang dari batang atas adalah
produksi latex yang baik. Bila bibit yang di okulasi ini ditumbuhkan di lapangan disebut sebagai
tanaman okulasi, sedangkan tanaman asal biji yang di tumbuhkan dilapangan disebut tanaman
semai (Simanjuntak, 2010).

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum okulasi karet ini di lakukan pada hari kamis, tanggal 23 Oktober 2013, pukul 14.30
wib sampai dengan selesai. Praktikum dilakukan di lahan percobaan milik jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Petanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum okulasi karet adalah 1) Alat tulis, 2) Label, 3)
Pisau okulasi, dan 4) Plastik Okulasi.

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu 1) Mata tunas dari batang entres, dan
2) Batang bawah.

C. Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan untuk okulasi.

2. Ambil mata tunas dari batang entres yang sudah di pilih sesuai syarat terlebih dahulu dengan
menggunakan pisau okulasi, usahakan pengambilan mata entres tidak terkontaminasi.

3. Tempel mata tunas dari batang entre ke batang bawah, pehatikan posisi mata tunas entres,
penempelan diusahakan tidak terkontaminasi.

4. Mata tunas yang sudah di tempel di ikat dengan menggunakan plastik okulasi.

5. Beri label nama praktikan, kemudian diamati setelah 2 minggu, catat hasil okulasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel pengamatan okulasi :

Hasil Pengamatan

Keterangan

Karet okulasi

Hasil okulasi mati, karena berwarna cokelat.


B. Pembahasan

Hasil okulasi pada praktikum ini adalah okulasi yang gagal karena hasil okulasi mati, ini di
tandai dengan okulasi yang berwarna cokelat. Pada proses pengokulasian ini terdapat dua bagian
yang penting yaitu batang atas dan batang bawah. Kriteria batang bawah untuk dijadikan sebagai
bahan okulasi adalah merupakan induk yang diperoleh dari pembiakan generatif yang masih muda.
Pada batang atas harus diketahui asalnya untuk mempermudah menentukan hasil akhir okulasi.

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan okulasi yaitu keterampilan, kebersihan dan
kecepatan mengokulasi, Pemilihan entres atau kayu okulasi dengan mata tunas yang masih dorman,
keadaan iklim pada musim kemarau tanaman karet mengalami gugur daun, kurang baik untuk
pengokulasian karena adanya gangguan fisiologis. Prinsip dari okulasi adalah melekatnya kambium
suatu jenis tanaman dengan jenis tanaman lain agar berpadu satu dan hidup. Okulasi sebaiknya
dilakukan pada awal musim hujan. Karena pada saat ini kambium dapat mempertahankan diri tidak
segera menjadi kering., demikian pula dengan mata tunas yang ditempelkan. Sedangkan pada
musim kemarau, mata tunas yang dikerat harus segera ditempelkan ke batang yang sebelumnya
sudah dibuat pada pola keratannya.

Untuk okulasi yang dilakukan pada batang bawah, biasanya dipilih dari jenis tanaman varietas lokal
yang sudah berumur sekitar 1 tahun, dan yang memiliki pertumbuhan baik, sehat serta memiliki kulit
batang yang mudah dikelupas. Mengetahui jenis-jenis mata okulasi adalah sangat penting agar
okulasi yang dilaksanakan tidak sia-sia dan tingkat keberhasilannya tinggi. Jenis-jenis mata okulasi,
yaitu mata sisik, mata prima dan mata palsu. Adapun syarat tanaman dapat diokulasi yaitu tanaman
tidak sedang Flush (sedang tumbuh daun baru) antara batang atas dan batang bawah harus memiliki
umur yang sama. Tanaman harus masih dalam satu family atau satu genus. Umur tanaman antara
batang atas dan batang bawah sama.
Pada klon yang dijadikan batang bawah memiliki perakaran yang kuat atau kokoh, tidak mudah
terserang penyakit terutama penyakit akar, mimiliki biji atau buah yang banyak yang nantinya
disemai untuk dijadikan batang bawah, umur tanaman induk pohon batang bawah yang biji/buahnya
akan dijadikan benih untuk batang bawah minimal 15 tahun, memiliki pertumbuhan yang cepat Pada
klon yang akan dijadika batang atas atau entres tanaman harus memiliki produksi yang unggul, dan
memiliki pertumbuha yang cepat, dan tahan terhadap penyakit.

Keuntungan dari mengenten ataupun okulasi diantaranya tanaman dapat berproduksi lebih
cepat, hasil produksi dapat sesuai dengan keinginan tergantung batang atas yang digunakan. Jenis ini
dapat dipadukan, bagian atas tanaman dipilih yang rasanya manis dan bagian bawah dipilih yang
tahan genangan air sehingga dapat dihasilkan rambutan yang manis dan tahan pada daerah yang
tergenang.

Kelemahan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara okulasi yaitu terkadang suatu
tanaman hasil okulasi ada yang kurang normal terjadi karena tidak adanya keserasian antara batang
bawah dengan batang atas (entres) perlu menggunakan tenaga ahli untuk pengokulasian ini. Bila
salah satu syarat dalam kegiatan pengokulasian tidak terpenuhi kemngkinan gagal atau mata entres
tidak tumbuh sangat besar.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum okulasi ini yaitu:

1. Hasil okulasi mati, ini di tandai dengan okulasi yang berwarna cokelat.

2. Prinsip dari okulasi adalah melekatnya kambium suatu jenis tanaman dengan jenis tanaman lain
agar berpadu satu dan hidup.

3. Mengetahui jenis-jenis mata okulasi adalah sangat penting agar okulasi yang dilaksanakan tidak
sia-sia dan tingkat keberhasilannya tinggi.

4. Keuntungan dari okulasi diantaranya tanaman dapat berproduksi lebih cepat, hasil produksi
dapat sesuai dengan keinginan tergantung batang atas yang digunakan.

5. Kelemahan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara okulasi yaitu terkadang
suatu tanaman hasil okulasi ada yang kurang normal terjadi karena tidak adanya keserasian antara
batang bawah dengan batang atas (entres) perlu menggunakan tenaga ahli untuk pengokulasian ini.

B. Saran

Adapun saran untuk praktikum pengokulasian ini agar praktikan mencari dahulu sumber
informasi mengenai okulasi tanaman karet dari berbagai sumber agar praktikan dapat lebih
memahami teknik okulasi tanaman karet yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2001.Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet, Medan.

Setiawan, D. H. dan Andoko A., 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Setyamidjaja, D., 1993. Karet, Budidaya dan Pengolahannya. Kanisius, Yogyakarta.

Simanjuntak, F. 2010. Teknik Okulasi Karet. http://ditjenbun.deptan.go.id/. [14 Mei 2011]

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

http://sarahyustiani.blogspot.co.id/2016/02/laporan-okulasi-karet.html

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah s.w.t karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan tetap
praktikum Pengelolaan Perkebunan Karet ini yang merupakan salah satu syarat untuk lulus dalam
mata kuliah Praktikum Pengelolaan Perkebunan Karet yang tepat pada waktunya tanpa adanya
suatu halangan apapun yang berarti dengan judul “LAPORAN TETAP PRAKTIKUM PENGELOLAAN
PERKEBUNAN KARET”.

Dengan terselesaikannya laporan ini, maka penyusun mengucapkan terima kasih kepada para dosen
pengajar mata kuliah Pengelolaan Perkebunan Karet yang telah membimbing kami dan memberikan
pengetahuan, serta Asisten Praktikum Pengelolaan Perkebunan Karet juga yang telah membimbing
kami, serta teman-teman program studi Agroekoteknologi angkatan 2012 yang telah memberikan
semangat juang dan membantu penyusunan dalam menyelesaikan laporan ini.

Dalam penyusunan laporan ini, penyusun menyadari masih banyak kekuranganya baik itu
secara sengaja maupun tidak disengaja. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun kepada semua pihak guna kesempurnaan laporan ini. Dan apabila nantinya
banyak kekeliruan serta tidak tepatnya dalam pengkutipan maka penyusun mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Akhirnya penyusun mengucapkan terimakasih dan semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua amiin.

Indralaya, November 2014

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan
devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya
peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta
ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25
milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian
besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat
mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85%
merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8%
perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka
sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-
lahan pertanian milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.

Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa
yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan
tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan.
Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau
perkebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara
intensif.

Tanaman karet termasuk famili Euphorbiaceae atau tanaman getah-gatahan.Dinamakan demikian


karena golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah (lateks)
dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai.Mengingat manfaat dan
kegunaannya, tanaman ini digolongkan ke dalam tanaman industri (Syamsulbahri, 2000).

Sejak berabad-abad yang lalu karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk
asli di daerah asalnya, yakni Brasil – Amerika Selatan.Akan tetapi meskipun telah diketahui
penggunaannya, oleh Columbus dalam pelayarannya ke Amerika Selatan pada akhir abad ke-16,
sampai saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa. Karet tumbuh secara liar di
lembah-lembah sungai Amazon dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat
untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakanapi dan
“bola” untuk permainan (santosa 2007).

Sistem perkebunan karet muncul pada abad ke-19.Akan tetapi, sistem pekebunan di Asia Tenggara
tidak terjadi sebelum akhir abad ke-19, ketika permintaan menuntut perluasan sumber
penawaran.Sistem ini diperkenalkan oleh beberapa ahli tumbuh-tumbuhan di Inggris. Pada tahun
1870 tanaman karet berkembang baik di Jawa dan Burma, akan tetapi tanaman ini memakan waktu
antara penanaman dengan masa produksi (BPTP-Jambi, 2008).
Pada awalnya seluruh karet dikumpulkan dari tanaman liar, awalnya karet dari Brazil, tetapi ada juga
dari daerah lain dalam jumlah perbandingan yang kecil. Karena permintaan yang bertambah dan
lebih cepat dibandingkan persediaan yang ada dan harga yang melambung tinggi. Ini memungkinkan
terjadinya pelanggaran terhadap pengeksporan benih, dan pohon karet pun diperkenalkan kepada
kerajaan-kerajaan kolonial di bagian dunia lain. (Suhendry 2002)

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum pengelolaan perkebunan karet ialah agar mahasiswa mampu dan
mengetahui cara dan prosedur untuk menanam karet di lapangan, perawatan TBM, TM, dan teknik
perbanyakan tanaman karet.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika Karet

Menurut Setiawan dan Andoko (2005), dalam kerajaan tanaman atau sistem klasifikasi kedudukan
tanaman karet adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiosperma

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg

Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman
1-2 meter, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 meter.Sesuai dengan sifat
dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang, akar ini mampu menopang batang
tanman yang tumbuh tinggi dan besar (Syamsulbahri, 2000).

Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.Di beberapa
kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah Utara. Batang tanaman
ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penulis PS, 2008).

2.2. Morfologi
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh
tanamannya agak miring ke arah utara. `Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan
nama lateks (Nazarrudin dan Paimin, 2006).

Sedangkan menurut Setiawan (2000) tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan
berbatang cukup besar. Pohon dewasa dapat mencapai tinggi antara 15 – 30 m. Perakarannya cukup
kuat serta akar tunggangnya dalam dengan akar cabang yang kokoh. Pohonnya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi diatas.

2.3. Syarat Tumbuh

2.3.1. Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu
pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat
(Suhendry, I. 2002).

Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu optimal rata-rata 28°
C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam
(Santosa. 2007.).

2.3.2. Curah Hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan
hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari,
produksi akan berkurang (Radjam, Syam. 2009.).

2.3.3. Ketinggi Tempat

Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari
permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet
(Nazaruddin dan F.B. Paimin. 2006.).

2.3.4. Angin

Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang dapat mengakibatkan
kerusakan tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada
tanah latosol, podsolik merah kuning, vulkanis bahkan pada tanah gambut sekalipun (Maryadi.
2005).

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet Untuk
lahan kering/darat tidak susah dalam mensiasati penanaman karet, akan tetapi untuk lahan lebak
perlu adanya trik-trik khusus untuk mensiasati hal tersebut. Trik-trik tersebut antara lain dengan
pembuatan petak-petak guludan tanam, jarak tanam dalam barisan agar lebih diperapat. Metode ini
dipakai berguna untuk memecah terpaan angin (Deptan. 2006.).

2.3.5. Tanah

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik
tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai
dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan
perbaikan sifat fisiknya (Aidi dan Daslin, 2007).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda
dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik
terutama struktur,btekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat
kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya
cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah
berkisar antara pH 3, 0 – pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang
cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :

• Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas

• Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air

• Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir

• Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro

• Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5

• Kemiringan tanah < 16% dan

• Permukaan air tanah < 100 cm

2.4. Persiapan Lahan

Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang
secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara
langkah tersebut antara lain :

2.4.1. Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya

Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang,
dilakukan pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up,
Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma lainnya,
baik secara kimia maupun secara mekanis.

2.4.2. Pengolahan Tanah

Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan
dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan
cara mencangkul selebar 20 cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan
tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan tanah.

2.4.3. Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket

Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan teras/petakan
dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat
kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm,
tergantung pada derajat kemiringan lahan.

2.4.4. Pembuatan Lubang Tanam

Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan 40 cm x 40 cm bagian dasar
dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah
kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan
selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.

2.5. Pembibitan

2.5.1. Bibit Stum Mata Tidur

Bibit stum mata tidur yang telah diterima dari produsen stum mata tidur perlu disiapkan sebelum
pelaksanaan penanaman dilakukan. Persiapan bibit diawali dengan kegiatan penyortiran,
pemotongan akar dan penyusunan. Penyortiran dilakukan dengan beberapa pertimbangan dan
perlakuan untuk memilih bibit yang baik. Adapun syarat bibit stum mata tidur yang baik adalah
sebagai berikut;

• Mata okulasi tempelan terlihat hidup (Perisai mata okulasi berwarna hijau kalau digores).

• Mata okulasi dan keseluruhan struktur tidak rusak atau cacat (bebas dari penyakit).

• Pemotongan akar tunggang yang lebih dari satu, dimana akar ini diharapkan lurus bentuknya dan
tidak bercabang.
Gambar 2.1. Bibit Karet Stum Mata Tidur

2.5.2.Teknik Penanaman Bibit Karet Stum Mata Tidur

Teknik penanaman bibit karet stum mata tidur memerlukan langkah-langkah sebagai berikut;

Masukkan bibit di tengah-tengah lubang, kemudian ditimbun secara bertahap, dimulai dengan tanah
lapisan bawah dan dipadatkan. Selanjutnya penimbunan dilakukan dengan tanah lapisan atas dan
dipadatkan sampai pada posisi tanah timbunan sedikit diatas permukaan tanah sekitarnya.

• Posisi tempelan mata okulasi satu arah (menghadap ke timur) dengan ketinggian 5 cm di atas
pemukaan tanah.

• Pastikan bahwa penanaman betul-betul padat yaitu bibit tidak goyang dan tidak dapat dicabut
dengan tangan.

Gambar 2.2. Penanaman Bibit Karet Stum Mata Tidur

Kemampuan Penanaman Bibit karet Stum Mata Tidur

Pada pelaksanaa penanaman bibit karet stum mata tidurdi kebun koleksi karet Fakultas Pertanian
dilakukan mahasiswa. Tiap kelompok mahasiswa mampu melakukan penanaman bibit sebanyak 2
bibit.

2.5.3. Tingkat Pertumbuhan dan Persentase Hidup Tanaman

a. Tingkat Pertumbuhan

Dari penelitian (Manaf 2010) Hasil pengamatan dua bulan menunjukkan tingkat pertumbuhan bibit
stum mata tidur yang beragam. Dari jumlah sampel yang ada, dapat di reratakan bahwa tingkat
pertumbuhan bibit selama dua bulan mampu mencapai tinggi maksimal hingga 30 cm dan tinggi
minimal 0 cm (mati). Hal ini dapat terjadi karena terdapat banyak faktor penyebabnya. Dari
pengamatan penulis bahwa salah satu faktor tersebut adalah kegiatan penyeleksian awal dari stum
mata tidur yang layak tanam dirasa belum maksimal tingkat ketelitiannya, hal ini pun dapat di
perburuk dengan tingkat pertumbuhan dari stum mata tidur yang memang rendah dibandingkan
cara penanaman dengan bibit okulasi dalam polibeg.

b. Persentase Tingkat Hidup

Persentase tingkat hidup ditentukan berdasarkan kuantitas sampel yang diamati dari kondisi
tanaman hidup dan tumbuh. Dari total sampel sebanyak 30 tanaman, menunjukkan 13 tanaman
yang terkategori kriteria tersebut. Hal ini menunjukkan persentase tingkat hidup pada stum mata
tidur adalah kurang dari 50%. Angka yang muncul setelah dilakukan perhitungan adalah sebesar
43,33%. Hal ini menunjukkan persentase tingkat hidup yang belum maksimal, jelas secara
perhitungan bisnis sangat merugikan pengusaha yang berasangkutan. Sehingga setidaknya kondisi
ini mengungkapkan bahwa resiko penggunaan bibit stum mata tidur sangat tinggi.
Bila kita anggap jumlah sampel yang diamati berbanding lurus dengan jumlah bibit sesungguhnya,
maka jumlah tanaman yang hidup dari 5000 bibit hanya mencapai 2.166 tanaman. Sebaliknya
tanaman yang diperkirakan mengalami kematian mencapai 2.834 tanaman. Padahal, kematian
tanaman karet setelah penanaman memiliki jumlah maksimum atau tolelirnya yaitu hanya 5-10%.
(http://irtaagribisnis09.blogspot.com)

2.6. Penanaman

2.6.1. Waktu penanaman

Penanaman tanaman karet dilakukan pada awal musim penghujan, saat tersebut merupakan awal
yang baik/optimal untuk memulai penanaman dan harus berakhir sebelum musim kemarau.

2.6.2. Pelaksanaan Tanam

Bibit yang akan ditanam dapat berupa stum mata tidur maupun bibit dengan payung satu. Adapun
ketentuan bibit siap tanam adalah sebagai berikut :

- Apabila bahan tanam berupa stum mata tidur, maka mata okulasi harus sudah
membengkak/mentis. Hal ini dapat diperoleh dengan cara menunda pencabutan bibit minimal
seminggu sejak dilakukan pemotongan batang bawah.

- Sedangkan, jika bahan tanam yang dipakai adalah bibit yang sudah ditumbuhkan

dalam polybag, maka bahan yang dipakai maksimum memiliki dua payung daun tua.

- Penanaman dilakukan dengan memasukkan bibit ke tengah-tengah lubang tanam. Untuk bibit stum
mata tidur, arah mata okulasi diseragamkan menghadap gawangan pada tanah yang rata, sedangkan
pada tanah yang berlereng mata okulai diarahkan bertolak belakang dengan dinding teras,
sedangkan bibit dalam polybag arah okulasi menghadap Timur.

- Kemudian bibit ditimbun dengan tanah bagian bawah (sub-soil) dan selanjutnya dengan tanah
bagian atas (top-soil). Selanjutnya, tanah dipadatkan secara bertahap sehingga timbunan menjadi
padat dan kompak, tidak ada rongga udara dalam lubang tanam.

- Lubang tanam ditimbun sampai penuh, hingga permukaan rata dengan tanah di sekelilingnya.
Untuk bibit stum mata tidur kepadatan tanah yang baik, ditandaidengan tidak goyang dan tidak
dapat dicabutnya stum yang ditanam, sedangkan bibit dalam polybag pemadatan tanah dilakukan
dengan hati-hati mulai dari bagian pinggir ke arah tengah.

2.6.3. Penyulaman

- Penyulaman dilakukan dengan bahan tanam yang relatif seumur dengan tanaman yang disulam.
Hal ini dilakukan dengan selalu menyediakan bahan tanam untuk sulaman dalam polybag sekitar
10% dari populasi tanaman.
2.7. Pemeliharaan

2.7.1Tanaman belum menghasilkan (TBM)

a. Pengendalian gulma

Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah
menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga
tanaman dapat tumbuh dengan baik.

b. Pembuangan Tunas Palsu

-Tunas palsu adalah tunas yang tumbuh bukan dari mata okulasi. Tunas ini banyak tumbuh pada
bahan tanam stum mata tidur, sedangkan pada bibit stum mini atau bibit polybag, tunas palsu
jumlahnya relatif kecil.

- Pemotongan tunas palsu harus dilakukan sebelum tunas berkayu. Hanya satu tunas yang
ditinggalkan dan dipelihara yaitu tunas yang tumbuh dari mata okulasi.

Pembuangan tunas palsu ini akan mempertahankan kemurnian klon yang ditanam.

Pembuangan Tunas Cabang

- Tunas cabang adalah tunas yang tumbuh pada batang utama pada ketinggian sampai

dengan 2,75 m-3,0 m dari atas tanah.

- Pemotongan tunas cabang dilakukan sebelum tunas berkayu, karena cabang yang

telah berkayu selain sukar dipotong, akan merusak batang kalau pemotongannya

kurang hati-hati.

Perangsangan Percabangan

- Percabangan yang seimbang pada tajuk tanaman karet sangat penting, untuk menghindari
kerusakan oleh angin.

- Perangsangan percabangan perlu dilakukan pada klon yang sulit membentuk percabangan (GT-1,
RRIM-600), sedangkan pada klon yang lain seperti PB-260 dan

RRIC- 100, percabangan mudah terbentuk sehingga tidak perlu perangsangan.

- Untuk perangsangan cabang ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu pembuangan ujung
tunas, penutupan ujung tunas, pengguguran daun, pengikatan batang, dan pengeratan batang. ( Ebit
2011)

Pemupukan
Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

• Dosis pupuk ditentukan berdasarkan umur tanaman, jenis tanah, kondisi penutup tanah, kondisi
visual tanaman.

• Waktu pemupukan ditentukan berdasarkan jadual, umur tanaman.

• Pada waktu satu bulan, ZA ditebar dari pangkal batang hingga 30 – 40 Cm.

• Setelah itu ZA, Rock Phosphate, MOP dan Kieserit ditaburkan merata hingga batas lebar tajuk.

• Boron ditebarkan diketiak pelepah daun

• ZA, MOP, Kieserite dapat diberikan dalam selang waktuyang berdekatan.

Rock Phosphate tidak boleh dicampur dengan ZA. Rock Phosphate dianjurkan

• diberikan lebih dulu dibanding pupuk lainnya jika curah hujan > 60 mm.

• Jarak waktu pemberian Rock Phosphate dengan ZA minimal 2 minggu.

Pupuk MOP tidak dapat diganti dengan Abu Janjang Kelapa Sawit.

Standar Dosis Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pada Tanah Gambut :

Umur

(Bulan)* Dosos Pupuk (gram/pohon)

Urea Rock Phosphate MOP

( KCl) Dolomit HGF-B CuSO4

Lubang tanaman - - - - - 25

3 100 150 200 100 - -

6 150 150 250 100 - -

9 150 200 250 150 25 -

12 200 300 300 150 - -

16 250 300 300 200 25 -

20 300 300 350 250 - -

24 350 300 350 300 50 -

28 350 450 450 350 50 -


32 450 450 500 350 - -

*) Setelah tanam di lapangan

Standar Dosis Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pada Tanah Mineral :

2.7.2 Tanaman menghasilkan (TM)

Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Penyakit, Jamur Akar Putih (Rigidoporus
lignosus) Dan Gejala Serangan. Serangan jamur menyebabkan akar menjadi busuk dan apabila
perakaran dibuka maka pada permukaan akar terdapat semacam benang-benang berwarna putih
kekuningan dan pipih menyerupai akar rambut yang menempel kuat dan sulit dilepas. Dan meng
hindari adanya mati alur sadap, dan gugur daun.

2.8. Panen

2.8.1. Persiapan Buka Sadap

Matang Sadap Pohon

Kriteria :

Umur tanaman

Tanaman karet siap disadap pada umur sekitar 5 - 6 tahun.

Pengukuran lilit batang

Pohon karet dinyatakan matang sadap apabila lilit batang sudah mencapai 45 cm atau lebih. Lilit
batang diukur pada ketinggian batang 100 cm dari pertautan okulasi untuk tanaman okulasi.

Penggambaran Bidang Sadap

Tinggi bukan sadap Tanaman karet okulasi mempunyai lilit batang bawah dengan bagian atas yang
relatif sama (silinder), demikian juga dengan tebal kulitnya. Tinggi bukaan sadap pada tanaman
okulasi adalah 130 cm di atas pertautan okulasi. Ketinggian ini berbeda dengan ketinggian
pengukuran lilit batang untuk penentuan matang sadap. Arah dan sudut kemiringan irisan sadap
Arah irisan sadap harus dari kiri atas ke kanan bawah, tegak lurus terhadap pembuluh lateks. Sudut
kemiringan irisan yang paling baik berkisar antara 300 – 400 terhadap bidang datar untuk bidang
sadap bawah. Pada penyadapan bidang sadap atas, sudut kemiringannya dianjurkan sebesar 45°.
Panjang irisan sadap Panjang irisan sadap adalah 1/2s (irisan miring sepanjang ½ spiral atau lingkaran
batang).

Letak bidang sadap Bidang sadap harus diletakkan pada arah yang sama dengan arah pergerakan
penyadap waktu menyadap. Pemasangan Talang dan Mangkuk Sadap Talang sadap terbuat dari seng
selebar 2,5 cm dengan panjang sekitar 8 cm. Talang sadap dipasang pada jarak 5 cm – 10 cm dari
ujung irisan sadap bagian bawah. Mangkuk sadap umumnya terbuat dari plastik, tanah liat atau
aluminium. Mangkuk sadap dipasang pada jarak 5-20 cm di bawah talang sadap. Mangkuk sadap
diletakkan di atas cincin mangkuk yang diikat dengan tali cincin pada pohon (Ahmadi, 2010)

2.8.2. Stimulan

Aplikasi stimulant pada tanaman karet

Berdasarkan litelatur yang ada bahwa saat ini banyak cara di kembangkan untuk meningkatkan
produktifitas tanaman karet. Mengingat pangsa pasar yang besar dan supplay masih berkurang,
sementara perluasan areal perkebunan karet membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu
peningkatan tekhnologi pengelolaan adalah salah satu cara yang dipandang paling tepat saat ini.
Disamping pemupukan dan perbaikan terhadap mutu-mutu deresan Stimulant adalah hal yang
paling mempengaruhi untuk meningkatkan produktifitas tanaman karet.

Sifat lateks

Produk yang diambil dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks berada didalam pembuluh
lateks yang ada didalam batang. Untuk mengeluarkan lateks maka pembuluh-pembuluh lateks harus
dipotong atau disayat dengan menggunakan pisau sadap. Tidak semua jenis lateks dapat keluar
optimal dari pembuluh lateks sewaktu disadap, sementara proses penyadapan bertujuan untuk
mengeluarkan semua lateks yang ada pada pembuluh lateks pada waktu disadap. Hal ini disebabkan
oleh sifat dari lateks tersebut ada yang low eksplosive dan high eksplosive. Klone tanaman karet
yang mempunyai sifat High eksplosive membutuhkan perlakuan khusus untuk mengeluarkan lateks
secara optimal dari pembuluh lateks. Perlakuan khusus inilah yang disebut pemberian Zat Stimulant
atau zat perangsang.Pada Klone yang bersifat Low eksplosive tidak diperlukan pemberian zat
perangsang atau stimulant karena lateks yang dihasilkan pada proses penyadapan sudah optimal.PB
340 adalah salah satu contoh klone tanaman karet yang mempunyai sifat lateks low eksplosive

Kode stimulant.

Untuk menentukan suatu Klone lateks bersifat Low eksplosive atau low eksplosive dilakukan dengan
latex diagnosis yang dilakukan di laboraturium dengan mengambil sampel daun dari tanaman karet
tersebut. hasil dari lateks diagnosis selain menentukan sifat lateks juga menentukan kode stimulant
yang menentukan dosis per pokok serta jumlah aplikasinya dalam satu tahun.

Aplikasi stimulant
Stimulant yang digunakan biasanya Ethrel, pengaplikasiannya dilakukan dengan mengoleskan etrhel
pada panel bidang sadap secara merata. Tidak dinajurkan pengaplikasian stimulant pada saat
tanaman karet mengalami pertumbuhan daun muda, selain tidak memberikan kontribusi yang baik
terhadap peningkatan produksi hal ini dapat menyebabkan terganggunya proses fisilogis tanaman
yang mengakibatkan tanaman karet mati.

Peningkatan produksi.

Dari berbagai pengalaman dan penelitian peningkatan prosuksi pada klone-klone yang bersifat high
ekspolosive ini sangat nyata terhadap aplikasi stimulant. PB 260, RRIM 921, DMI 14 adalah contoh
dari klone yang bersifat High Eksplosive yang banyak di kembangkan saat ini.Untuk itu aplikasi yang
tepat dan penentuan kode stimulant yang benar dapat meningkatkan produktivitas tanaman karet.

2.9. Pasca Panen

Untuk memperoleh bahan olah karet yang bermutu baik beberapa persyaratan teknis yang harus
diikuti yaitu :

• Tidak ditambahkan bahan-bahan non karet.

• Dibekukan dengan asam semut dengan dosis yang tepat.

• Segera digiling dalam keadaan segar.

• Disimpan di tempat yang teduh dan terlindung dan tidak direndam.

Jenis bahan olah karet (bokar) yang dapat diproduksi yaitu :

a. Lateks Pekat

Lateks pekat adalah lateks kebun yang dipekatkan dengan cara sentrifus atau didadihkan dari KKK
28% - 30% menjadi KKK 60% - 64%. Peralatan yang diperlukan adalah tangki dadih dari plastik,
pengaduk kayu, dan saringan lateks 60 mesh. Bahan-bahan yang diperlukan berupa bahan pendadih
yaitu campuran amonium alginat dan karboksi metil selulose, bahan pemantap berupa amonium
laurat dan pengawet berupa gas atau larutan amoniak. Pengolahan lateks pekat melalui beberapa
tahap yaitu penerimaan dan penyaringan lateks kebun, pembuatan larutan pendadih, pendadihan
dan pemanenan.

b. Lump Mangkok

Lump mangkok adalah lateks kebun yang dibiarkan menggumpal secara alamiah dalam mangkok.
Pada musim penghujan untuk mempercepat proses penggumpalan lateks dapat digunakan asam
semut yang ditambahkan ke dalam mangkok.

c. Slab Tipis / Giling


Slab tipis dibuat dari lateks atau campuran lateks dengan lump mangkok yang dibekukan dengan
asam semut di dalam bak pembeku yang berukuran 60 x 40 x 6 cm, tanpa perlakuan penggilingan.
Proses pembuatan slab tipis dapat diuraikan sebagai berikut :

1 Masukkan dan susun lump mangkok secara merata di dalam bak pembeku.

2 Tambahkan larutan asam semut 1% ke dalam lateks kebun, dengan dosis 110 ml per liter lateks,
kemudian diaduk.

3 Tuangkan campuran tersebut ke dalam bak pembeku yang telah diisi lump mangkok. Biarkan
sekitar 2 jam, lalu gumpalan diangkat dan disimpan di atas rak dalam tempat yang teduh. Untuk
meningkatkan kadar karet kering menjadi sekitar 70%, slab tipis dapat digiling dengan menggunakan
handmangle dan hasilnya disebut dengan slab giling. Slab tipis dapat diolah menjadi blanket melalui
penggilingan dengan mesin creper. Proses penggilingan dilakukan sebanyak 4-6 kali sambil
disemprot dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang terdapat di dalam slab.

d. Sit Angin

Sit angin adalah lembaran karet hasil penggumpalan lateks yang digiling dan dikeringanginkan
sehingga memiliki KKK 90% - 95%. Pengolahan sit angin dilakukan melalaui berbagai tahap yaitu
penerimaan dan penyaringan lateks, pengenceran, penggumpalan, pemeraman, penggilingan,
pencucian, penirisan dan pengeringan.

d. Sit Asap (Ribbed Smoked Sheet/RSS)

Proses pengolahan sit asap hampir sama dengan sit angina. Bedanya terletak pada proses
pengeringan, dimana pada sit asap dilakukan pengasapan pada suhu yang bertahap antara 40o-60o
C selama 4 hari, dengan pengaturan sebagai berikut :

1 Hari pertama, suhu 40o-45o C, ventilasi ruang asap lebar.

2 Hari kedua, suhu 40o-50o C, ventilasi ruang asap sedang.

3 Hari ketiga, suhu 50o-55o C, ventilasi ruang asap tertutup.

4 Hari keempat, suhu 55o-60o C.

Setiap kamar asap, suhu tidak boleh kurang atau lebih. Jika suhu kurang atau melebihi suhu yang di
tentukan, maka akan sangat berpengaruh pada hasil yang didapatkan. Setelah lima hari berada di
dalam kamar asap, kemudian lembaran lembaran karet di angkut keruang sortasi dengan warna
lembaran karet yang sudah ditentukan dan layak masuk kedalam ruang sortasi.(Syakir,2010)

BAB 3

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Pengelolaan Perkebunan Karet ini dilakukan pada bulan September- November pada
pukul 14.30 WIB- selesai.

Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya, Inderalaya.

3.2 Alat dan Bahan

Alat- alat yang digunakan pada praktikum Pengelolaan Perkebunan Karet ini adalah : 1). Sepatu boot,
2) Penggaris, 3) Meteran, 4) Tali Rafia, 5) Ajir anakan, 6) Ajir induk, 7) Cangkul, 8) Parang, 9) Karung,
10) Pisau okulasi, 11) Ember, 12) kayu, 13) Atap daun, dan lain-lain.

Bahan- bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: 1) Biji karet, 2) Air, 3) Tanah, 4) Bibit
okulasi, 5) Bibit dalam polybag berpayung dua, 6) Mata okulasi, dan lain-lain.

3.3 Cara Kerja

Adapun langkah kerja pada praktikum pengelolaan perkebunan karet ini antara lain sebagai berikut :

3.3.1 Praktikum Pemeliharaan Kebun Entres

1. Siapkanlah alat dan bahan yang dibutuhkan seperti tali dan meteran

2. Tentukanlah pohon entres yang akan diamati

3. Pada batang tersebut, tentukanlah jarak 1 meter yang akan diamati.

4. Hitunglah jumlah mata entres pada jarak satu meter tersebut.

5. Catatlah hasil yang didapatkan di lembar pengamatan

3.3.2 Penentuan jarak tanam (Pengajiran)

1. Siapkanlah alat dan bahan yang dibutuhkan seperti ajir, tali, cangkul, dsb.

2. Tancapkanlah ajir indukan di sisi barat lahan

3. Tancapkanlah ajir anakan sesuai sejajar dengan ajir induk.

4. Kondisi jarak tanam harus lurus 4 penjuru mata angina.

3.3.3 Penanaman Karet


1. Siapkanlah alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Buatlah lubang tanam karet sesuai dengan letak ajir anakan.

3. Lubang tanam di buat dengan kedalaman 40 cm x 40 cm x 40 cm.

4. Cangkul lah tanah dengan memisahkan bagian top soil dan sub soil.

5. Tanam lah bibit dalam polybag yang telah disiapkan.

6. Tutup kembali lubang tanam dengan memasukkan top soil terlebih dahulu kemudian padatkan.

3.3.4 Pendederan

1. Siapkanlah alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Buatlah tempat pendederan dengan panjang 3 meter, lebar 1,2 meter, tinggi tiang timur 1,2
meter dan tinggi tiang barat 0,9 meter.

3. Rendamlah biji karet yang akan disemaikan

4. Tanamlah biji karet yang dapat dikatakan baik secara fisiologis

5. Tutup tempat penyemaian dengan menggunakan atap

6. Amati selama empat minggu.

3.3.5 Pemeliharaan TBM karet

1. Siapkanlah alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Tentukanlah lokasi lahan karet yang akan diamati

3. Pilihlah satu batang karet yang akan dilakukan praktek pemeliharaan TBM

4. Bersihkanlah lahan disekitar pohon tersebut dari gulma sejauh 1m x 1 m

5. Beri tanda pengenalpada pohon tersebut

3.3.6 Okulasi

1. Siapkanlah alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Tentukanlah lokasi kebun batang bawah

3. Tentukanlah pohon karet yang akan di okulasi

4. Buatlah jendela okulasi

5. Ambillah mata tunas yang akan ditempelkan


6. Tempelkan mata tunas tersebut ke jendela okulasi

7. Tutup dengan plastic okulasi

8. Biarkan biji berkecambah

9. Amati setelah satu minggu.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Adapun hasil yang diperoleh pada praktikum Pengelolaan Perkebunan Karet ini antara lain sebagai
berikut:

4.1.1. Praktikum Pemeliharaan Kebun Entres

No

Praktikan

Jumlah Mata Tunas

Dede Darmadi

12

Irwan Jani Sihotang

23

Khayatul Khoiri

32

Amalia Putri Pandan Sari

43

Diana Utama
36

Table 1. pemeliharaan kebun entres

4.1.2. Praktikum Penanaman Karet

No

Tanaman

Tinggi

Jumlah Payung

153 cm

40 cm

Table 2. penanaman karet

4.1.3. Praktikum Okulasi

Mingguke-

Tanaman 1

Tanaman 2

Tanaman Terbakar

Tanaman Terbakar

Table 3. okulasi
4.2. Pembahasan

4.2.1. Pemeliharaan Kebun Entres

Adapun hasil yang didapatkan dalam pemeliharaan kebun entress yaitu didapatkan kelompok
(kelompok 5) :

Pohon karet dengan ketinggian 1 m (100 cm) bahwa minimal mata tunas yang didapat berkisar 20
mata tunas , ada juga yang mencapai lebih dari 40 dalam 1 pohon karet entress ( Bercabang dua ).
Pada praktikum penanaman di dapatkan bahwa tinggi tanaman 1 pertama 153 cm dengan jumlah
payung 2 dan tinggi tanaman kedua 40 cm dengan jumlah payung 2.

4.2.2. Pengajiran

Dalam praktikum pengajiran menggunakan kayu atau ajir yang berukuran 1 meter dan ajir indung
yang tingginya 2,5 meter yang berfungsi untuk patok di pojokan dalam proses peng ajiran jarak
tanam tanaman karet menggunakan jarak 5 x 4 m yang mana setelah proses peng ajiran selesai
dilakukanlah pembuatan lobang tanam dalam proses pengajiran dapat digunakan rumus pitagoras
yang digunakan pada titik awa supaya peng ajiranya sesuai dan lurus dengan barisan.

4.2.3. Penanaman karet

Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada perkebunan rakyat yang luasnya
relatif kecil, penyiapan lahan biasanya dilakukan oleh rakyat dilakukan dengan manual dan teknis.
Penyiapan lahan secara manual dan teknis

Tebas/Imas Penebasan dilakukan untuk membuang kayu-kayu kecil dan gulma. Alat-alat yang dapat
digunakan untuk menebas biasanya parang. Penebangan Kayu

Penebangan kayu secara manual biasanya menggunakan parang panjang, kapak besar atau dengan
gergaji konvensional. Tanggul yang disisakan adalah 30 cm dari permukaan tanah.

Penyincangan/perpanjangan dapat juga digunakan untuk membuka lahan. Setelah kayu tumbang
ranting dipotong kecil-kecil untuk dijual atau dijadikan bahan bakar batang dipotong sesuai
kebutuhan untuk dijual. Apabila tidak laku dijual dibiarkan membusuk dengan sendirinya.

Penyiapan Lahan Secara Mekanis Penuh. Cara peremajaan mekanis ini lebih disukai untuk mengatasi
penyakit JAP yang sangat berbahaya. Dengan peremajaan secara mekanis penuh maka sumber
infeksi penyakit JAP baik yang berupa tunggul atau sisa-sisa akar-akar yang sakit dapat disingkirkan
dari areal penanaman.

4.2.4. Pendederan

Dalam pemilihan biji karet yang baik dapat dilakukan dengan cara pelentingan biji yang daya
melinting tinggi maka biji tersebut dalam keadaan baik, adapaun jika biji tidak melinting maka biji
dalam keadaan jelek atau tidak bagus atau bisa juga di tenggelamkan jika biji mengambang ¾ nya
maka bii tersebut baik dan bila biji tersebut mengapung seluruhnya maka biji tersebut tidak bagus
digunakan. Dalam praktikum pendederan ini pembuaatan naungan dianjurkan untuk melindungi biji
terkena panas lang dan supaya biji dalam keadaan lembab dilakukan penyiraman dua kali dlam
sehari yaitu pagi dan sore supaya biji karet cepat tumbuh.

4.2.5. Pemeliharaan TBM

Dalam pemeliharaan tanaman belum menghasilkan yaitu berupa membersih kan tanaman dari
gangguan gulma hal tersebut dilakukan supaya tanaman karet tidak mengalami persaingan dengan
tumbuhan yang tidak diinginkan atau sering disebut dengan gulma, dalam proses perawatan yaitu
dilakukan pembuangan tunas palsu, tunas palsu adalah tunas yang tumbuh bukan dari mata okulasi.
Tunas ini banyak tumbuh pada bahan tanam stum mata tidur, sedangkan pada bibit stum mini atau
bibit polybag, tunas palsu jumlahnya relatif kecil, selain itu juga Pembuangan Tunas Cabang juga
dilakukan untuk membuang tunas cabang, yang dimaksud tunas cabang adalah tunas yang tumbuh
pada batang utama pada ketinggian sampai dengan 2,75 m-3,0 m dari atas tanah, dan Perangsangan
Percabangan juga dilakukan untuk pembentukan cabang karet supaya tanamn karet tersebut
tumbuhnya tidak telalu tinggi, dan yang terakhir berupa Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan
pemupukan dilakukandengan cara pemberian dosis pupuk yang ditentukan berdasarkan umur
tanaman, jenis tanah, kondisi penutup tanah, kondisi visual tanaman.

4.2.6. Okulasi

Dalam kegiatan okulasi yang menggabungkan sifat unggul dari kedua klon dalam satu individu, maka
diperlukan kompatibilitas dari kedua batang tanaman karet. Kompatibilitas batang atas dan batang
bawah adalah kecocokan antara kedua batang yang akan dilakukan okulasi agar dapat dihasilkan
individu yang harmonis sehingga diperoleh produksi dan umur ekonomis yang tinggi. Jika tidak
kompatibel dikhawatirkan tanaman karet tersebut tidak akan pernah tumbuh dan tidak memiliki
umur ekonomi yang tinggi. Batang bawah yang siap diokulasi harus memiliki daya gabung yang baik
dan tahan terhadap hama penyakit batang. Bibit semaian batang bawah telah berumur 3-5 bulan.
Lazimnya berumur 5 bulan yang untuk mempermudah namun dapat juga digunakan batang yang
kurang dari umur tersebut, asal pertumbuhan dan batangnya sudah cukup besar.Selain itu,
pemilihan batang bawah harus dilihat dari ada tidaknya daun muda yang tumbuh, dalam hal ini perlu
dipilih pohon yang tidak ada daun mudanya karena dikhawatirkan hasil okulasi tidak akan tumbuh.

Pada kegiatan okulasi, dibutuhkan mata entres yang berasal dari batang atas yang kemudian akan
ditempelkan ke batang bawah dari tanaman karet. Batang atas dipilih klon yang sesuai dengan
lingkungan ekologi yang bersangkutan dari klon-klon yang dianjurkan terutama klon-klon yang
dianjurkan dalam skala besar. Mata entres diperlukan karena dapat berfungsi untuk kegiatan
produksi karet. Mata entres disebut juga mata prima, yang ditandai adanya bekas tangkai daun atau
berada pada ketiak daun. Mata inilah yang terbaik untuk okulasi.Letaknya dibagian tengah
internodia.Penempelan batang atas pada batang bawah karet diawali dengan pembuatan jendela
atau disebut forket. Pembuatan forket ini akan lebih baik diawali dengan menyayat sisi sebelah kiri,
karena melalui sisi tersebut dapat dilihat batasan keluarnya getah dari batang karet. Sehingga dapat
menyamakan dengan sisi yang sebelah kanan. Forket ini tidak boleh dibuka terlebih dahulu sebelum
mata entres siap karena akan menyebabkan kambium menjadi kering. .
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum pengelolaan perkebunan karet adalah sebagi berikut :

1. Pengajiran merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam pembukaan lahan, tujuan
dan fungsi pengajiran yakni untuk mendapatkan barisan tanaman yang rapi dan lurus.

2. Pembukaan lahan yakni dengan membuang sisa – sisa tanggul tanaman yang ada untuk
menghindari adanya penyakit akar putih.

3. Hama yang sering merusak tanaman karet ialah Babi hutan, yang sering merobohkan tanaman
yang baru ditanam.

4. Bibit yang akan ditanam dapat berupa stum mata tidur maupun bibit dengan payung satu.

5. Dalam pemilihan biji karet yang baik dapat dilakukan dengan cara pelentingan biji yang daya
melinting tinggi maka biji tersebut dalam keadaan baik dan bila tidak melenting maka biji tersebut
dalam keadaan jelek.

5.2. Saran

Adapun saran dalam praktikum pengelolaan perkebunan karet yaitu hendaknya sebelum praktikum
dilaksanakan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan di persiapkan sebelumnya supaya
praktikum dapat dilaksanakan dengan lancer sehingga praktikum cepat selesai.

LAMPIRAN

Lateks yang telah terkumpul penaburan pupuk disekitar tanaman

Tanaman karet yang telah disadap pengokolasian tanaman karet

Pembungkusan tanamn yang diokulasi mata entres


Diposting oleh khayatul khoiri di 04.33

https://khayatulkhoiri.blogspot.co.id/2015/11/laporan-praktikum-karet.html

Kelapa sawit
I. PENDAHULUAN

1.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah tanaman komoditas utama perkebunan Indonesia, di-karenakan nilai
ekonomi yang tinggi dan kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati terbanyak
diantara tanaman penghasil minyak nabati yang lainnya (kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga
matahari). Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak nabati sebanyak 6 ton/ha, sedangkan tanaman
yang lainnya hanya menghasilkan minyak nabati sebanyak 4-4,5 ton/ha (Sunarko, 2007).

Para ahli telah membuat satu bagan yang menggambarkan multi guna kelapa

sawit dengam membuat “pohon industri kelapa sawit,” berdasarkan bagan industri dari produk hulu
kelapa sawit dapat menghasilkan jenis-jenis produk sebagai berikut ; 1) Minyak sawit (CPO) yang
menghasilkan carotene, tocopherol, olein, stearin, soap stok, dan free fatty acid, ; 2) Inti sawit
menghasilkan minyak pati dan bungkil, ; 3) Tempurung menghasilkan arang dan bahan baku, ; 4)
Serat menghasilkan bahan bakar dan sumber selulosa, ; 5) Tandan kosong digunakan sebagai sumber
selulosa dan pupuk kompos, ; 6) Sludge digunakan sebagai komponen makanan ternak
(Setyamidjaja, 2006).

Menurut Steqo (2010), benih unggul yang dihasilkan dari tahapan pemuliaan

memiliki beberapa kelas yaitu: Benih Penjenis (breeder seed), adalah material
pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh peneliti. Benih ini digunakan sebagai benih dasar,
Benih Dasar (foundation seed), adalah hasil turunan pertama dari benih penjenis. Identitas genetik
maupun kemurniannya dijaga baik. Benih ini merupakan sumber dari semua benih sebar, dan yang
teakhir adalah Benih Sebar, yaitu benih turunan dari benih dasar dan benih pokok yang langsung
digunakan petani untuk dibudidayakan, untuk menghasilkan benih yang bersertifikat atau benih
sebar yang terjamin mutunya, baik genetik maupun kemurniannya, pemerintah telah menentukan
ketentuan pokok Benih sebar varietas tertentu selanjutnya akan digunakan sebagai bibit.

Prenursery merupakan tahapan pertama sebelum main nursery. Pada tahap ini
dilakukan dua tahap yaitu seleksi pertama dan seleksi kedua. Seleksi pertama dilakukan saat
tanaman kelapa sawit berumur 2-4 minggu setelah tanam. Tanam seleksi yang kedua dilakukan saat
tanaman kelapa sawit sesaat sebelum dipindahkan ke largebag (Tahap Main Nursery) yaitu pada
umur 3-3,5 bulan. Pada tahap ini tanaman kelapa sawit yang abnormal, mati/rusak saat
perngangkutan dan kelainan genetik harus dimusnahkan.

1.2. Tujuan Praktek Lapang

Adapun tujuan pelaksanaan Praktek Lapang ini antara lain:

a. Menggambarkan sistem pembibitan kelapa sawit prenursery dan main nursery.

b. Mempelajari perawatan bibit kelapa sawit.

1.3. Manfaat Praktek Lapang

Adapun manfaat praktek lapang antara lain:

a. Sebagai pengalaman mengikuti sistem pembibitan kelapa sawit

b. Mengetahui jenis kelapa sawit yang mempunyai kualitas tinggi.

c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian dan Peternakan
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Kelapa Sawit

2.1.1. Kecambah

Kelapa sawit berkembang biak dengan bijji dan akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh
menjadi tanaman. Susunan buah kelapa sawit dari lapisan luar sebagai berikut : 1) Kulit buah yang
licin dan keras (epicarp). 2) Daging buah (mesocarp) terdiri atas susunan serabut (fibre) dan
mengandung minyak. 3) Kulit biji (cangkang/tempurung), berwarna hitam dan keras (endocarp). 4)
Daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung minyak. 5) Lembaga (embrio). Lembaga
yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah : 1) Arah tegak lurus ke atas (fototrophy),
disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun kelapa sawit. 2) Arah tegak lurus ke
bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar (Sunarko, 2009).

Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter. Akar-akar adventif
pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil, kemudian membentuk akar-
akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan
untuk berubah menjadi organisme yang mampu memfotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari
dalam tanah secara sempurna (Sunarko, 2007).

2.1.2. Akar

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil. Artinya, tanaman dari familyAraceae ini
memiliki akar serabut. Radikula pada bibit tumbuh memanjang ke bawah selama enam bulan hingga
mencapai 15 cm dan menjadi akar primer. Akar ini akan terus berkembang. Akar serabut primer
yang tumbuh secara vertikal dan horizontal di dalam tanah. Akar ini akan bercabang menjadi akar
sekunder. Selanjutnya, akar sekunder berkembang dan bercabang kembali menjadi akar tersier,
begitu seterusnya. Akar serabut kelapa sawit tumbuh di seluruh pangkal batang hingga 50 cm di atas
permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa
disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).

Jika dirawat dengan baik, perkembangan akar akan membantu pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan produksi kelapa sawit. Perakaran yang kuat lebih tahan terhadap penyakit pangkal
batang dan kekeringan. Perakaran tanaman kelapa sawit dapat mencapai kedalaman 8 m dan 16 m
secara horizontal. Pemeliharaan akar akan meningkatkan absorpsi tanaman terhadap unsur hara
oleh tanaman melalui akar (Sunarko, 2009 dan Pahan, 2009).

2.1.3. Batang dan Daun

Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase
muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia.
Titik tumbuh terletak di pucuk batang dan terbenam di dalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis
dan enak dimakan. Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sukar
terlepas, meskipun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang
masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam
beruas.

Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal
pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak
daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi
sebagai tulang daun. Ujung pelapah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang
mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak.
Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk
kebutuhan tanaman sehinggan perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2009).

2.1.4. Bunga dan Buah

Kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan
dan betina. Bunga tersebut keluar dari ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga jantan
terbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Kelapa sawit mengadakan
penyerbukan bersilang (croos pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh
bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan serangga penyerbuk (Sunarko,
2009).

Perbandingan bunga betina dan bunga jantan sangat dipengaruhi oleh pupuk dan air. Jika
tanaman kekurangan pupuk atau kekurangan air, bunga jantan akan lebih banyak keluar.
Produktivitas tanaman menjadi baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup dan
seimbang. Kecukupan unsur hara dan air didasarkan pada analisis tanah, air, dan daun sesuai dengan
umur tanaman. Sex ratio mulai terbentuk 24 bulan sebelum panen. Artinya, calon bunga
(primordial) telah terbentuk dua tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung
minimal tiga tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko,
2009).

Buah muda berwarna hijau pucat. Semakin tua berubah menjadi hijau hitam hingga kuning.
Buah sawit yang masih mentah berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau
(virescens). Sementara itu, buah matang berwarna merah kuning (oranye). Selanjutnya, buah
matang akan rontok (buah leles atau brondol). Keadaan ini menandakan bahwa kelapa sawit sudah
layak panen. Biasanya perintah panen diberikan berdasarkan jumlah jatuhnya brondolan, yakni 1-2
buah per kg tandan(Sunarko, 2007).
2.2. Jenis Kelapa Sawit

Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa
jenis sebagai berikut : ) Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen
minyak 15-17 %, 2) Tenera, memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen
minyak 21-23%, 3) Pesifera, memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil dan
rendemen minyak tinggi 23-25%, tandan buah hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah
minyak yang dihasilkan sedikit (Sastrosayono, 2007).

2.3. Klasifikasi Kelapa Sawit

Menurut Pahan (2009), Kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi:Embryophita


Siphonagama,
Kelas: Angiospermae, Ordo: Monocotyledonae, Famili:Arecaceae, Subfamily: Cocoideae, Genus: Elaes
is, Species: 1. E.guineensis Jacq, 2.E.oleifera, 3. E.odora. (Pahan, 2009)

2.4. Pembibitan

Pembibitan dapat dilakukan dengan satu tahap atau dua tahap pekerjaan. Pembibitan satu
tahap berarti kecambah kelapa sawit langsung ditanam di polibag besar atau langsung di pembibitan
utama (main nursery). Pebibitan dua tahap artinya penanaman kecambah dilakukan di pembibitan
awal (prenursery) terlebih dahulu menggunakan polibag kecil serta naungan, kemudian dipindahkan
ke main nursery ketika berumur 3-4 bulan menggunakan polibag yang lebih besar (Dalimunthe,
2009).

Pembibitan dua tahap (double stage) lebih banyak digunakan dan memiliki keuntungan yang
lebih besar dibandingkan dengan pembibitan satu tahap. Jika menggunakan pembibitan dua tahap,
luasan pembibitan menjadi lebih kecil dan memungkinkan untuk dibuat naungan. Keuntungan
lainnya, penyiraman menjadi mudah, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit terhindar dari
penyinaran matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman menjadi kecil. Jika
menggunakan pembibitan satu tahap (langsung menggunakan polibag besar), luas areal yang
dibutuhkan cukup besar dan penggunaan naungan tidak efektif. Selain itu, proses penyiraman dan
pengawasan menjadi lebih sulit karena tidak semua tanaman dapat dipantau (Dalimunthe, 2009).

2.4.1. Pembibitan Awal (Prenursery)

Pembibitan awal (prenursery) merupakan tempat kecambah kelapa sawit ditanam dan
dipelihara hingga berumur tiga bulan. Selanjutnya, bibit tersebut dilakukan selama 2-3 bulan,
sedangkan pembibitan main nursery selama 10-12 bulan. Bibit akan siap tanam pada umur 12-14
bulan (3 bulan di prenursery dan 9-11 bulan di main nursery) (Sunarko, 2009).

A. Persyaratan Lokasi

Lokasi untuk pembibitan awal sebaiknya datar atau kemiringan tanah 30sehingga pembuatan
bedengan prenursery nantinya akan rata. Bagian atas bedengan sebaiknya memiliki naungan, berupa
atap buatan atau pohon. Pagar prenursery untuk mencegah hewan pengganggu masuk dan merusak
pembibitan. Lokasi sebaiknya dekat dengan sumber air. Kondisi debit air harus tetap dan tidak
mengandung kapur (pH netral). Lokasi harus dekat sumber media dengan topsoil yang cukup untuk
mengisibabybag (polibag kecil), tanah tidak bercadas atau tidak berkapur, dan akses jalan yang
mudah dijangkau (Fauzi, 2007).

B. Pemesanan Kecambah

Seleksi dilakukan dengan memilih penggunaan kecambah yang baik dan dapat mencukupi
kebutuhan. Satu hektar lahan tanaman dengan populasi 143 pohon membutuhkan kecambah 220
biji dengan asumsi kecambah yang mati dan abnormal sekitar 25% untuk kebutuhan penyulaman
sekitar 10%. Waktu pemesanan kecambah diatur agar kecambah sudah tertanam di babybag
prenursery 13-14 bulan sebelum penanaman di lapangan (Steko, 2010).

Polibag kecil yang digunakan sebaiknya berwarna hitam, jika terpaksa bisa menggunakan
polibag kecil berwarna putih. Polibag berukuran panjang 14 cm, lebar 8 cm, dan tebal 0,14 cm. Selain
itu, bisa juga menggunakan babybag hitam dengan ukuran14 x 22 x 0,07 cm (200 lembar/kg) media
tanam yang digunakan berupa campuran topsoil dan kompos dengan perbandingan 6:1 atau
campuran pasir, pupuk kandang, dan topsoil dengan komposisi 1:1:3. Bedengan
pembibitan prenursery dibuat dengan panjang 10 meter dan lebar 1,2 meter. Tinggi bedengan
berkisar 0,1-0,15 meter dengan jarak antar bedengan 0,8 meter. Satu petak prenursery tanki siram
1.000 liter dapat mencukupi penyiraman 700-800 babybag kecambah (Subiantoro, 2003).

C. Penanaman Kecambah

Letakkan kecambah di tempat yang teduh, kemudian segera tanam ke dalambaybag.


Kecambah hanya dapat bertahan 3-5 hari di tempat penghasil kecambah. Dua hari menjelang
penanaman kecambah, media tanam yang berada di dalam babybagharus disiram setiap pagi.
Gemburkan permukaan media dengan jari telunjuk atau dengan ibu jari, kemudian buat lubang
untuk meletakkan kecambah. Masukkan kecambah sedalam 1,5-2 cm di bawah permukaan tanah,
lalu ratakan kembali hingga menutup kecambah tersebut. Bagian bakal akar (radikula) yang
berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning harus mengarah ke bawah dan bakal daun
(plumula) yang bentuknya agak tajam dan berwarna kuning muda mengarah ke atas (Subiantoro,
2003).

D. Naungan

Naungan atau pelindung bisa berupa pohon hidup atau naungan buatan yang terbuat dari
daun kelapa sawit. Ukuran tingggi tiang dua meter (depan belakang sama) dan jarak antar tiang tiga
meter. Naungan dipertahankan hingga kecambah berdaun 2-3 helai. Setelah itu, naungan berangsur-
angsur dikurangi dari arah timur agar sinar matahari pagi bisa lebih banyak masuk ke bedengan.
Pengurangan naungan dilakukan secara bertahap dan jangan semapai terlambat karena dapat
mengahambat pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, jika pengurangan terlalu cepat maka akan
menyebabkan tanaman stress. Pengurangan naungan dilakukan setelah bibit berumur 6
minggu (Sunarko, 2009).

E. Penyiraman dan penyiangan

Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur, yakni pada pagi hari saat pukul 06.00-10.30
dan sore hari dimulai pukul 15.00. Volume air yang disiramkan sekitar 0,25-0,5 liter per bibit.
Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput yang tumbuh di babybag menggunakan
tangan. Penyiangan sebaiknya dilaksanakan dua minggu sekali. Rumput dikumpulkan di antara
bedengan agar kering terkena sinar matahari (Sunarko, 2009).

F. Pemupukan

Selama tiga bulan di prenursery biasanya bibit tidak dipupuk. Namun, jika tampak gejala
kekurangan hara dengan gejala seperti daun menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupk N
dalam bentuk cair. Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per liter
air untuk 100 bibit. Pupuk diaplikasikan melalui daun dengan cara disemprot pada bibit berumur
lebih dari satu bulan atau telah memiliki tiga helai daun. Frekuensi pemupukan dilakukan seminggu
sekali (Sunarko, 2009).

G. Proteksi dan Seleksi

Serangan hama dan penyakit selama di prenursery biasanya belum ada. Jika ada, dapat
diberantas dengan diambil menggunakan tangan (hand picking). Serangan penyakit yang berasal
dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida yang banyak dijual di pasaran, seperti
Dithane, Sevin, dan Anthio dengan dosis sesuai yang dianjurkan (Sunarko, 2009).

Seleksi dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke main nursery. Seleksi bibit


diprenursery bertujuan untuk mencari bibit yang menyimpang. Bibit menyimpang dapat diakibatkan
oleh faktor genetis, kerusakan mekanis, serangan hama dan penyakit, serta kesalahan kultur teknis.
Saat berumur tiga bulan, bibit kelapa sawit yang normal biasanya berdaun 3-4 helai dan telah
sempurna bentuknya. Pengurangan bibit sejak kecambah diterima hingga dipindahkan ke main
nursery dapat mencapai 12% atau lebih. Bibit yang mati terlebih dahulu harus dikeluarkan, kemudian
bibit yang tidak normal harus dimusnahkan. Ciri bibit kelapa sawit tidak normal sebagai berikut.

1. Anak daun sempit dan memanjang seperti daun lalang (narrow leaves)

2. Anak daunnya bergulung kearah longitudinal (rolled leaves)

3. Pertumbuhan bibit memanjang (erreted), terputar (twisted shoot), tumbuh kerdil, lemah, dan
lambat (insufficient growth, dwarfish)

4. Daunnya kusut (crinkled), anak daun tidak mengembang, membulat, dan menguncup (collante)

5. Rusak karena serangan penyakit tajuk (crown disease)

Pertumbuhan bibit yang tidak normal juga terjadi karena kesalahan kultur teknis. Berikut
beberapa kesalahan teknis penanaman yang menyebabkan bibit tumbuh abnormal (Sunarko, 2009).
1. Penanaman kecambah terbalik, bakal daun ditanam ke arah bawah.

2. Kecambah ditanam terlalu dalam sehingga pertumbuhan terlambat atau terlalu dangkal sehingga
akar menggantung.

3. Tanah mengandung bebatuan (tidak disaring), sehingga menggangu akar

4. Tanah terlalu basah, karena air tidak terbuang dari kantong plastik atau penyiraman tidak sempurna
(terlalu keras dan banyak atau terlalu sedikit).

H. Pengangkutan Bibit

Pengangkutan atau pengiriman bibit dari dari prenursery ke main nurserydengan


memasukkan babybag ke dalam peti kayu berukuran 66,5 x 42 x 27,5 cm. Setiap peti kayu dapat
memuat 35 bibit. Pengangkutan harus berhati-hati dan bibit harus segera ditanam di main
nursery (Sunarko, 2009).

2.4.2. Main Nursery

A. Penentuan Lokasi

Lokasi sebaiknya dekat atau berada di pinggir jalan besar, agar pengangkutan bibit dan
pengawasannya lebih mudah. Lokasi harus bebas genangan atau banjir dan dekat dengan sumber air
untuk penyiraman. Debit dan mutu air yang tersedia harus baik. Areal pembibitan sebisa mungkin
rata atau memiliki kemiringan maksimum 5%, tempat terbuka atau tanah lapang dan lapisan
tahah topsoil cukup tebal. Letak lokasimain nursery dekat dengan area yang ditanam dan harus jauh
dari sumber hama dan penyakit (Sunarko, 2009).

B. Luas, Lay Out, dan Pancang

Satu hektar pembibitan main nursery dapat menyediakan bibit untuk sekitar 50-60 hektar
lahan penanaman. Setelah area diratakan menggunakan alat berat, sekaligus untuk
mengambil topsoil, tentukan dan buat jaringan jalan, parit, dan saluran pembuangan air (drainase).
Buat lay out petak atau bedengan memanjang dengan arah timur ke barat. Ukuran panjang dam
lebarnya disesuaikan dengan kondisi lapangan dan jaringan irigasinya (Sunarko, 2009).

C. Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi diperlukan sebagai sarana pengairan untuk menyiram bibit dimain
nursery. Alat dan bahan untuk sistem penyiraman harus sudah terpasang dan siap pakai sebelum
penanaman. Instalasi penyiraman di main nursery sebagai berikut:

1. Secara manual, air dihisap dari sungai menggunakan pompa air dan dialirkan ke lokasi pembibitan
melalui pipa dan selang.

2. Sprinkler menggunakan pipa induk, pipa utama, dan pipa distribusi.


3. Setiap sambungan dilengkapi stand pipes yang terpasng berdiri dan ujungnya dilengkapi
dengan nozzle yang memancarkan air secara berputar.

4. Setiap pipa distribusi memiliki 8-9 sprinkler yang berjarak 9-18 meter.

5. Kebutuhan air sekitar 75 m3 /ha/hari, efisiensi 30-40% dengan pompa air berdaya pancar 45 psi.
kekuatan pompa 18-20 horse power untuk 8 hektar pembibitan (Sunarko, 2009).

D. Penyiapan Polibag

Polibag yang digunakan sebaiknya berwarna hitam (100% carbon black) dengan panjang 42
cm, lebar 33 cm atau berdiameter 23 cm, dan tebal 0,15 cm. polibag diberi lubang berdiameter 0,5
cm sebanyak dua baris. Jarak antarlubang 7,5 x 7,5 cm. Media tanam bibit
menggunakan topsoil yang memiliki struktur remah atau gembur. Jika terpaksa,
gunakan topsoil yang berupa tanah liat. Namun, media tersebut perlu dicampur dengan pasir kasar
dengan perbandingan 3:2. Polibag diisi media tanam hingga penuh (sekitar 16 kg), lalu hentakkan
tiga kali agar media tanam memadat. Pengisian polibag harus selesai dikerjakan dalam waktu dua
minggu sebelum pemindahan dari prenursery(Sunarko, 2009).

E. Penanaman

Sehari sebelum penanaman, media tanam dalam polibag harus disiram. Bibit dipindahkan
dari prenursery setelah berdaun 2-3 helai dan berumur maksimum tiga bulan. Penanaman dilakukan
dengan cara membuat lubang di polibag seukuran dengan
diameter babybag. Sayat babybag menggunakan pisau secara hati-hati dari bawah ke atas agar
mudah dilepas dan media tidak sampai terikut. Masukkan bibit beserta tanahnya ke dalam lubang,
lalu atur agar posisinya tegak seperti semula. Tekan tanah disekeliling lubang agar lebih padat
merata. Jika dirasa kurang, tambahkan tanah hingga sedikit melewati leher akar. Bagian atas polibag
yang tidak diisi tanah setinggi 2-3 cm. Bagian ini memungkinkan sebagai tempat meletakkan pupuk,
air, atau mulsa. Naungan sudah tidak diperlukan lagi di main nursery (Sunarko, 2009).

F. Penyiraman dan Penyiangan

Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika musim
kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air penyiramann
sebanyak 2 liter air/bibit/hari. Permukaan tanah harus ditutup dengan serasa organik (mulsa) untuk
menghindari pemadatan permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan mengatur kelembapan
tanah pada musim kemarau. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh dalam
polibag, sekaligus menggemburkan tanah dengan cara menusukkan sepotong kayu. Penyiangan
lahan pembibitan(diluar polibag) dilaksanakan secara clean weeding, yakni menggunakan garuk.
Rotasi penyiangan 20-30 hari, tergantung dari pertumbuhan gulma (Sunarko, 2009).

G. Pemupukan

Dosis dan jadwal pemupukan sangat tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Di main
nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-
4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk yang mengandung unsur Ca dan Mg).
Penggunaan pupuk majemuk N-P-K-Mg dan Kieserite dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Rekomendasi pemupukan bibit kelapa sawit di main nursery (gram/bibit)

Umur (Minggu Ke- Pupuk N-P-K-Mg Pupuk N-P-K-Mg Kieserite

(15-14-6-4) (12-12-17-2)

14 2,5

15 2,5

16 5,0

17 5,0

18 7,5

20 7,5

22 10,0

24 10,0

26 10,0

28 10,0 5,0

30 10,0

32 10,0 5,0

34 15,0

36 15,0 7,5

38 15,0

40 15,0 7,5

42 20,0

44 20,0 10,0

46 20,0

48 20,0 10,0

50 25,0

52 25,0 10,0

Sumber : Publikasi PPKS


Berikut ini kebutuhan pupuk untuk satu hektar main nursery dengan jumlah sekitar 11.000
bibit.

1. Pupuk mejemuk (15-15-6-4) : 50 gram x 11.000 = 550 kg/hektar

2. Pupuk mejemuk (12-12-17-2) : 230 gram x 11.000 =2.530 kg/hektar

3. Pupuk kieserite : 55 gram x 11.000 = 605 kg/hektar

H. Hama dan penyakit

Pengendalian hama dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan mengambil satu per satu
serangga, lalu membunuhnya. Pengendalian lain dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan
menyemprotkan insektisida Sevin 85 ES dan Tendion yang telah dilarutkan dalam air sesuai dosis
yang direkomendasikan di kemasan. Hama lain yang dapat merusak bibit di main nursery adalah babi
hutan dan landak. Hama ini aktif menyerang pada malam hari (nocturnal) secara berkelompok
dengan memakan umbut atau titik tumbuh bibit. Pencegahannya dengan mengecat pangkal batang
bibit menggunakan bahan residu, misalnya oli bekas atau limbah pabrik yang dicampur Zn posfit.
Selain itu, bisa menggunakan umpan beracun, seperti pisang, telur, ikan busuk, dan daging babi yang
telah tertangkap (Sunarko, 2009).

Penyakit terkadang muncul diantaranya crown disease dan blast disease.Penyakit yang serius
jarang ditemukan saat masa pembibitan. Crown disease adalah penyakit busuk tajuk. Gejalanya
ditandai dengan daun muda yang baru muncul mengalami pembusukan. Penyakit ini belum dapat
diatasi secara kimiawi. Usaha untuk mengurangi gejalanya dengan mengurangi pemberian pupuk
yang mengandung nitrogen, karena tanaman yang kelebihan nitrogen akan rentan terhadap
serangan virus.Blast disease merupakan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh serangan
jamurPhytium sp. Pemberantasannya sangat sulit. Tindakan yang dapat dilakukan hanya dengan
mencabut dan membakar tanaman yang diserang, sehingga tidak menular ke tanaman yang
sehat (Sunarko, 2009).

I. Seleksi

Seleksi di main nursery dilakukan dalam empat tahap sebagai berikut :

1. Setelah bibit dipindahkan dari prenursery.

2. Setelah bibit berumur 4 bulan.

3. Setelah bibit berumur 8 bulan.

4. Saat bibit dipindahkan ke lapangan.


Ciri bibit tidak normal dan harus dibuang sebagai berikut :

1. Bibit yang memanjang kaku (errectic), tinggi melebihi rata-rata, dan daunnya kaku.

2. Bibit yang permukaannya rata (flat) dan daun muda lebih pendek.

3. Bibit yang merunduk (limp).

4. Bibit yang daunnya tidak membelah (fused leaflet).

5. Anak daun pendek (short leaflet), sempit, dan selalu menggulung (Sunarko, 2009).

J. Pengangkutan Bibit

Pengangkutan bibit harus dapat menjamin bibit tidak rusak dan tidak layu karena terkena
panas atau angin kencang. Proses pengangkutan bibit dari lokasi pembibitanmain nursery ke lokasi
penanaman dapat berjalan efisien melalui pembagian tugas. Pekerjaan berikut ini seharusnya
dibebankan kepada tenaga kerja yang terpisah(Sunarko, 2009).

1. Memuat bibit ke dalam truk

2. Membongkar dan menurunkan bibit dari truk ke tempat yang telah ditentukan di lapangan

3. Mengangkut bibit ke ajir tanaman,

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu


Pelaksanaan praktek lapang ini akan dilaksanakan pada akhir bulan Januari hinga Februari
bertempat di Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang

3.2. Materi Jenis Data Praktek Lapang

Data praktek lapang yang dilakukan pada praktek lapang ini terdiri atas dua jenis, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan (observasi) langsung di
lapangan dan melalui wawancara langsung dengan pimpinan atau dengan karyawan yang bekerja
pada Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang. Data sekunder diperoleh melalui laporan-laporan
instansi terkait dengan sistem pembibitan kelapa sawit di Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec.
Kubang.

3.3. Metode Praktek Lapang

Metode praktek lapang yang digunakan dalam kegiatan praktek lapang ini adalah metode
deskriftif dan kualitatif yaitu mengikuti proses kegiatan sistem pembibitan kelapa sawit di Dinas
Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang. Kemudian, mendeskripsikan secara kualitatif dalam laporan
praktek lapang.

3.4. Jadwal Kegiatan

Praktek lapang akan dilaksanakan selama 144 jam kerja dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2. Jadwal kegiatan praktek lapang

Minggu
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8

Pengurusan
Izin
1 X X

Pelaksanaan
2 Prakek X X X X X
Lapang

3 Penulisan X X
Laporan

Semua kegiatan praktek lapang yang dilakukan mulai minggu ke-I dan ke-II dalam pengurusan
izin, minggu ke-III sampai ke-IV memulai pengisian polibag, pananaman, penyeleksian, perawatan,
pemupukan, penyiangan, penyiraman, penyulaman, dan pemindahan dari prenursery ke main
nursery serta pengendalian hama penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit. Pada minggu ke-
VII dilakukan penyeleksian bibit dari main nursery ke lapangan. Jika dalam pelaksanaan di lapangan
terjadi perubahan jadwal dalam pelaksanaan praktek lapang, maka kegiatan PKL disesuaikan dengan
kondisi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, Masra. 2009. Meraup Untung dari Bisnis Waralaba Bibit Kelapa Sawit.Jakarta. Agromedia Pustaka

Fauzi, 2007. Kelapa Sawit. Jakarta. Penebar Swadaya


Hartono, 2002. Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa Usaha dan Pemasaran. http://ditjenbun.
Deptan.Go.id, diakseskan tanggal 14 maret 2010

Hartono, 2008. Kondisi Non Migas Unggulan. Jakarta. Agromedia Pustaka

Lubis, Adlin U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guinnensis jacq) di Indonesia. Bandar Kuala . Pusat Penelitian
Marihat

Pahan, Iyung. 2008. Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta. Penebar Swadaya

Sastrosayono, 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta. Agromedia Pustaka

Setyamidjaja, 2007. Kelapa Sawit. Yogyakarta. Kanisius

Subiantoro, 2009. http://andreysubiantoro.viviti.com/entries/sda/petunjuk-praktis-kelapa sawit-2.31 maret


2010. jam 01.45

Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Pengolahan dan Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta. Agromedia Pustaka

Sunarko, 2009. Budidaya dan Pengolahan Kebun Kelapa Sawit Dengan Sistem Kemitraan. Jakarta. Agromedia
Pustaka

http://wwwteknikpembibitankelapasawit.blogspot.co.id/

Makalah Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)-budidayapetani.comakan berbagi


makalah tentang budidaya tanaman kelapa sawit lengkap.nama latin kelapa sawit adalah Elaeis guineensis
Jacq yang mungkin bermanfaat buat para petani indonesia sebagi panduan untuk membudidayakan kelapa
sawit di desa masing masing tanaman kelapa sawit berasal dari benua afrika yang memiliki nanam latain
atau naman ilmiah Elaeis guineensis Jacq.langsung saja ambil makalah atau artikel budidaya tanaman
kelapa sawit.
sebelum anda membaca maklah budidaya kelapa sawit anda harus tau dulu Klasifikasi tanaman kelapa
sawit
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Arecidae
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae (suku pinang-pinangan)
Genus: Elaeis
Spesies: Elaeis guineensis Jacq.
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah
satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting disektor pertanian umumnya,
dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang
menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per
hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990). Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit
dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk
dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas
produksi kelapasawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu
diantaranya adalah pengendalian hama dan penyakit. (Sastrosayono 2003). Tanaman kelapa
sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan dimasa depan
karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi
pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada
kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumberdevisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa
sawit di Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa
sawit pada tahun 1968 seluas 105.808 hadengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007 telah
meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Sastrosayono 2003).
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah krisis
global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan dan memberi sumbangan besar
terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas,
industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia. Data dari Direktorat
Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan
kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713 435 ha pada tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun
2008 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan
luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktifitas. Produktivitas kelapa sawit
adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal
ini merupakan kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan
produktifitas tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur
pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian hama dan penyakit. Sektor
perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor pertanian yang berpeluang besar
untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada
saat ini, sektor perkebunan dapat menjadi penggerak pembangunan nasional karena dengan
adanya dukungan sumber daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang
kecil akan dapat menghasilkan devisa non migas dalam jumlah yang besar. Produktivitas kelapa
sawit sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang diterapkan. Pemeliharaan tanaman
merupakan salah satu kegiatan budidaya yang sangat penting dan menentukan masa produktif
tanaman. Salah satu aspek pemeliharaan tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
budidaya kelapa sawit adalah pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan
penyakit yang baik dapat meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman.

B . Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah budidaya tanaman kelapa sawit ini antara lain :
1. Mengetahui cara budidaya tanaman kelapa sawit dengan baik dan benar.
2. Mengetahui estimasi produksi panen kelapa sawit

3. Mengetahui dan memahami syarat tumbuh dari kelapa sawit


4. Mengetahui cara budidaya tanaman kelapa sawit dan teknik pengendalian hama
dan penyakit pada

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, skunder, tertier dan
kuartier.
Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar skunder, tertier dan kuartier
arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air
dari dalam tanah. Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai
kedalaman sekitar 1 meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Setyamidjaja, 2006).
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan
awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi
pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang,
terbenam di dalam tajuk daun. Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat
kukuh (Sunarko, 2008). Pertumbuhan awal daun berikutnya akan membentuk sudut. Daun
pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus
tegak lurus ke atas dan berwarna kuning. Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80-
120 lembar (Setyamidjaja, 2006). Tanaman kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai
dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan
penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi
oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaan angin dan atau serangga
penyerbuk (Sunarko, 2008). Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa
sawit, pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin menurun. Hal
ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin besar.
Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit
bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Setyamidjaja, 2006). Kelapa sawit termasuk
tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh di daerah antara 120º Lintang Utara 120º
Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun
dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum
antara 5-7 jam per hari dan suhu optimum berkisar 240-380C. Ketinggian di atas permukaan laut
yang optimum berkisar 0-500 meter (Setyamidjaja, 2006). Di daerah-daerah yang musim
kemaraunya tegas dan panjang, pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dapat terhambat, yang
pada gilirannya akan berdampak negatif pada produksi buah. Suhu berpengaruh pada produksi
melalui pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme dalam tubuh tanaman.
Sampai batas tertentu, suhu yang lebih tinggi menyebabkan meningkatnya produksi buah. Suhu
200C disebut sebagai batas minimum bagi pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan
sebesar 22-230C diperlukan untuk berlangsungnya produksi buah (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005). Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah
tropika. Persyaratan mengenai jenis tanah tidak terlalu spesifik seperti persyaratan faktor iklim.
Hal yang perlu ditekankan adalah pentingnya jenis tanah untuk menjamin ketersediaan air dan
ketersediaan bahan organik dalam jumlah besar yang berkaitan dengan jaminan ketersediaan air
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Tanah yang sering mengalami genangan air
umumnya tidak disukai tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen.
Drainase yang jelek bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi
akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N).Karena itu, drainase
tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga
ketika musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Syarat Tumbuh


Sebagai tanaman yang dibudidayakan, tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan
yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat berproduksi secara maksimal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim
dan tanah. Selain itu, faktor yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah
faktor genetis, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi.
A.Iklim
1.Penyinaran matahari
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah 7-5 jam per hari.pertumbuhan kelapa sawit
di Sumatera Utara terkanal baik karena berkat iklim yang sesuai yaitu lama penyinaran matahari yang
tinggi dan curah hujan yang cukup. Umumnya turun pada sore atau malam hari.
2.Suhu
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan hasil kelapa sawit. Suhu rata-rata tahunan daerah-
daerah pertanaman kelapa sawit berada antara 25-27 0C, yang menghasilkan banyak tandan. Variasi suhu
yang baik jangan terlalu tinggi. Semakin besar variasi suhu semakin rendah hasil yang diperoleh. Suhu,
dingin dapat membuat tandan bunga mengalami merata sepanjang tahun.
3.Curah hujan dan kelembaban
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan di daerah tropik, dataran rendah yang panas, dan
lembab. Curah hujan yang baik adalah 2.500-3.000 mm per tahun yang turun merata sepanjang
tahun. Daerah pertanaman yang ideal untuk bertanam kelapa sawit adalah dataran rendah yakni
antara 200-400 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat lebih 500 meter di atas
permukaan laut, pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat dan produksinya pun akan
rendah

B. Tanah
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dalam banyak hal bergantung pada karakter lingkungan
fisik tempat pertanaman kelapa sawit itu dibudidayakan. Jenis tanah yang baik untuk bertanam
kelapa sawit adalah tanah latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu, aluvial, dan
organosol/gambut tipis. Kesesuaian tanah untuk bercocok tanam kelapa sawit ditentukan oleh
dua hal, yaitu sifat-sifat fisis dan kimia tanah.
1.Sifat kimia tanah
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah pH 4,0-6,5 dan pH optimumnya antara 5,0-5,5.
Tanah yang memiliki pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut.
Tanah organosol atau gambut mengandung lapisan yang terdiri atas lapisan mineral dengan lapisan bahan
organik yang belum terhumifikasi lebih lanjut memiliki pH rendah.
2.Sifat fisik tanah
Pertumbuhan kelapa sawit akan baik pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam
dan mempunyai drainase yang baik, tanah gembur, subur, permeabilitas sedang, dan lapisan
padas tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah. Tanah yang baik bagi pertumbuhan juga
harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah maupun hara
tambahan. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal.
Dalam menentukan batas-batas yang tajam mengenai kesesuaian sifat fisis tanah di antara tipe-
tipe tanah memang relatif sulit.

2.2 Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit


2.3 Persiapan Lahan
Pembukaan lahan merupakan salah satu tahapan kegiatan dalam budidaya Kelapa Sawit yang
sudah ditentukan jadwalnya berdasarkan tahapan pekerjaan yang akan dilakukan sesuai dengan
jenis lahannya (areal) hutan, areal alang-alang, areal gambut. Supaya areal tersebut dapat
ditanami Kelapa sawit maka areal tersebut harus bersih dari vegetasi atau semak belukar yang
akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman pokok. Sedangkan untuk
memudahkan dalam pengelolaan tanaman Kelapa sawit dibutuhkan suatu perencanaan tata
ruang kebun yang direncanakan pada saat pembukaan lahan dan sebelum penanaman Kelapa
sawit (Setyamidjaja, 2003).
2.4 Pembibitan Bibit
merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat
berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Pembibitan
merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit.
Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan
berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan
tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan
pada saat pelaksanaan penanaman (transplanting). Menurut Setyamidjaja, (2006), untuk
menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas seperti tersebut di atas, diperlukan pedoman kerja
yang dapat menjadi acuan, sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapang. Untuk itu berikut ini
disampaikan tahapan pembibitan, mulai dari persiapan, pembibitan awal dan pembibitan utama.
2.4.1 Pemilihan Lokasi
Penentuan lokasi pembibitan perlu memperhatikan beberapa persyaratan sebagai berikut:
1.Lokasi Pembibitan mempunyai jalan yang mudah dijangkau dan mempunyai kondisi baik.
3.Areal harus jauh dari sumber hama dan penyakit, serta mempunyai sanitasi yang baik.
2.Dekat dengan tenaga kerja lapangan sehingga memudahkan dalam pengawasan.
4.Dekat dengan tempat pengambilan media tanam untuk pembibitan. Drainase baik, sehingga pada musim
hujan tidak tergenang air.
5.Dekat dengan sumber air dan air tersedia cukup untuk penyiraman, dengan kualitas yang memenuhi
syarat.
6.Areal diusahakan mempunyai topografi datar dan berada di tengah-tengah Kebun
7.Areal pembibitan harus terletak sedekat mungkin dengan daerah yang direncanakan untuk
ditanami dengan memperhitungkan biaya pengangkutan bibit
2.4.2 Luas Pembibitan
Kebutuhan areal pembibitan umumnya 1,0–1,5% dari luas areal pertanaman yang direncanakan.
Luas areal pembibitan yang dibutuhkan bergantung pada jumlah bibit dan jarak tanam yang
digunakan. Dalam menentukan luasan pembibitan perlu diperhitungkan pemakaian jalan, yang
untuk setiap hektar pembibitan diperlukan jalan pengawasan sepanjang 200 m dengan lebar 5
m.
2.4.3 Sistem Pembibitan
Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tahapan
pekerjaan, tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum kecambah dikirim ke lokasi
pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan satu tahap (single stage), berarti penanaman
kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke pembibitan utama (Main Nursery). Sedangkan
pada sistem pembibitan dua tahap (double stage), dilakukan pembibitan awal (Pre Nursery)
terlebih dahulu selama ± 3 bulan pada polybag berukuran kecil dan selanjutnya dipindah ke
pembibitan utama (Main Nursery) dengan polybag berukuran lebih besar. Sistem pembibitan dua
tahap banyak dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan, karena memiliki beberapa
keuntungan, antara lain:
1.Terjaminnya bibit yang akan ditanam ke lapangan, karena telah melalui beberapa tahapan seleksi, baik di
pembibitan awal maupun di pembibitan utama.
2.Seleksi yang ketat (10%) di pembibitan awal dapat mengurangi keperluan tanah dan polybag
besar di pembibitan utama.
3.Kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan serta tersedianya waktu persiapan
pembibitan utama pada tiga bulan pertama.

2.4.4 Media Tanam


Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas baik, misalnya tanah
bagian atas (top soil) pada ketebalan 10-20 cm. Tanah yang digunakan harus memiliki struktur
yang baik, gembur, serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit, pelarut, residu dan bahan
kimia). Bila tanah yang akan digunakan kurang gembur dapat dicampur pasir dengan
perbandingan pasir : tanah = 3 : 1 (kadar pasir tidak melebihi 60%). Sebelum dimasukkan ke
dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan ayakan kasar berdiameter 2 cm.
Proses pengayakan bertujuan untuk membebaskan media tanam dari sisa-sisa kayu, batuan
kecil dan material lainnya.
2.4.5 Kantong Plastik (Polybag)
Ukuran polybag tergantung pada lamanya bibit di pembibitan. Pada tahap pembibitan awal (Pre-
Nursery), polybag yang digunakan berwarna putih atau hitam dengan ukuran panjang 22 cm,
lebar 14 cm, dan tebal 0,07 mm. Setiap polybag dibuat lubang diameter 0,3 cm sebanyak 12-20
buah. Pada tahap pembibitan utama (Main-Nursery) digunakan polybag berwarna hitam dengan
ukuran panjang 50 cm, lebar 37-40 cm dan tebal 0,2 mm. Pada setiap polybag dibuat lubang
diameter 0,5 cm sebanyak 12 buah pada ketinggian 10 cm dari bawah polybag.
2.4.6 Pembibitan Awal (Pre-Nursery)
Benih yang sudah berkecambah dideder dalam polybag kecil, kemudian diletakkan pada
bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya. Ukuran
polybag yang digunakan adalah 12 x 23 cm atau 15 x 23 cm ( lay flat ). Polybag diisi dengan 1,5
– 2,0 kg tanah atas yang telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase. Kecambah
ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm. Setelah bibit dederan yang
berada di prenursery telah berumur 3 – 4 bulan dan berdaun 4 – 5 helai, bibit dederan sudah
dapat dipindahkan ke pembibitan utama (main-nursery). Keadaan tanah di polybag harus selalu
dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah polybag dapt
menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit. Penyiraman dengan sistem springkel irrigation
sangat membantu dalam usaha memperoleh kelembaban yang diinginkan dan dapat melindungi
bibit terhadap kerusakan karena siraman. 2.4.7 Pembibitan Utama ( Main-Nursery ) Untuk
penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm
x 50 cm atau 45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian bawahnya
untuk drainase. Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak sebanyak 15 – 30 kg per
polybag, disesuaikan dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di
pesemaian bibit (Setyamidjaja, 2006). Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher
akar berada pada permukaan tanah polybag besar dan tanah sekitar bibit di padatkan agar bibit
berdiri tegak. Bibit pada polybag besar kemudian disusun di atas lahan yang telah diratakan,
dibersihkan dan diatur dengan hubungan sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100
cm x 100 cm x 100 cm (Setyamidjaja, 2006).

2.4.8 Pemeliharaan (pada pembibitan)


Bibit yang yang telah ditanam di prenursery atau nursery perlu dipelihara dengan baik agar
pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai
dengan umur dan saat tanam yang tepat.
Pemeliharaan bibit meliputi :
1.Penyiraman
2.Penyiangan
3.Pengawasan dan seleksi
4.Pemupukan
a. Penyiraman
1 Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih dari 7 – 8 mm
pada hari yang bersangkutan.
2. Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara menyiramnya harus dengan semprotan halus
agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat.
3.Kebutuhan air siraman ± 2 liter per polybag per hari, disesuaikan dengan umur bibit.
b. Penyiangan
1.Gulma yang tumbuh dalam polybag dan di tanah antara polybag harus dibersihkan, dikored
atau dengan herbisida
2.Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan
pertumbuhan gulma.
c. Pengawasan dan seleksi
1.Pengawasan bibit ditujukan terhadap pertumbuhan bibit dan perkembangan gangguan hama
dan penyakit 2.Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis
harus dibuang.
3.Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main nursery, yaitu pada
saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Menurut
(Setyamidjaja, 2006), seleksi dilakukan sebanyak tiga kali. Seleksi pertama dilakukan pada
waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama. Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur
empat bulan di pembibitan utama. Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke
lapangan. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 12-14 bulan.
Tanaman yang bentuknya abnormal dibuang, dengan ciri-ciri:
a) bibit tumbuh meninggi dan kaku
b) bibit terkulai
c) anak daun tidak membelah sempurna
d) terkena penyakit
e) anak daun tidak sempurna.
d. Pemupukan
1.Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat, tumbuh cepat dan subur.
2.Pupuk yang diberikan adalah Urea dalam bentuk larutan dan pupuk majemuk.
2.4.9 Panen
Sawit Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat
dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5
pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5
buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah
yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
2.5 Hama dan Penyakit 2.5.1. Hama
a. Hama Tungau
Penyebabnya tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala terlihat pada
daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara
Semprot Pestisida atau Natural BVR.
b. Ulat Setora
Penyebabnya adalah (Setora nitens). Bagian yang diserang adalah daun. Gejala yang terlihat
pada daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian dengan cara penyemprotan
dengan Pestisida
2.5.2. Penyakit
a. Root Blast
Penyebab dari penyakit ini yaitu (Rhizoctonia lamellifera) dan (Phythium Sp). Bagian diserang
akar. Gejala dapat dilihat dari bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan
mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian dengan cara pembuatan persemaian yang baik,
pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan (Zaman,
2006).

b. Garis Kuning
Penyebab dari penyakit ini yaitu (Fusarium oxysporum). Bagian diserang daun. Gejala terdapat
bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering.
Pengendalian dengan cara inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda.
c. Dry Basal Rot
Penyebab penyakit ini yaitu (Ceratocyctis paradoxa). Bagian diserang batang. Gejala terdapat
pada pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering.
Pengendalian dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan Tanaman


dari uraian diatas dapat saya simpulkan bahwa kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak
nabati yang dapat menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi
kebutuhan manusia. Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat
tumbuh di daerah antara 120º Lintang Utara 120º Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang
dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian yang merata sepanjang
tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari dan suhu optimum
berkisar 240-380C Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan
setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah
telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang
panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10
kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Tanaman
dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kuran lebih 10 butir dan tanaman dengan
umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Tanaman kelapa sawit akan
menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 atau
4 tahun

DAFTAR PUSTAKA

Setyamidjaja dan Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa sawit. Kanisius. Yogyakarta


Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 410 hal. Perangin-
angin, S.A. 2006.
Pengendalian Gulma di Kebun Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kawan Batu Estate, PT.
Teguh Sempurna, Minamas Plantation, Kalimantan Tengah. Zaman, F.F.S.B. 2006. Manajemen
Pengendalian Hama dan penyakit pada Tanaman Belum Mengahasilkan di Perkebunan Kelapa
Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) PT.
Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta. Setyamidjaja, D.
2006. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 62 Hal. Sunarko, 2008. Petunjuk Praktis
Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
http://www.budidayapetani.com/2015/06/makalah-budidaya-kelapa-sawit-lengkap.html

Pembibitan kelapa sawit Pre-nursery

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi pertanian terpenting bagi Indonesia, baik dilihat
dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan akan kebutuhan minyak nabati di dalam negeri.
Sasaran utama yang harus dicapai dalam mengusahakan perkebunan kelapa sawit adalah
memperoleh produksi maksimal dan kualitas minyak yang baik dengan biaya yang efisien. Untuk
mencapai sasaran tersebut diperlukan standart kegiatan teknis budidaya yang baik, salah satunya
adalah pembibitan kelapa sawit.

Produksi yang maksimal dapat tercapai apabila tanaman berasal dari bibit yang baik dan sehat
serta penerapan teknis budidaya yang benar sesuai dengan standart. Pembibitan kelapa sawit
memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pekerjaan. Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan
oleh banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan.
Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai setahun sebelum penanaman di
lapangan dan merupakan faktor utama yang paling menentukan produksi per hektar tanaman.
Pengelolaan bibit yang dapat menciptakan kualitas bibit yang baik akan menghasilkan pertumbuhan
tanaman dan buah yang baik pula. Umur tanaman kelapa sawit mulai saat ditanam sampai
peremajaan kembali (replanting) dapat mencapai umur ekonomis antara 25-30 tahun. Keadaan ini
sangat ditentukan oleh kualitas bibit yang ditanam. Oleh sebab itu teknik dan pengelolaan
pembibitan harus menjadi perhatian utama dan serius. faktor genetik bibit yang jelek yang
sudah tertanam beberapa tahun di lapangan sangat sulit (tidak pernah mungkin) direhabilitasi
menjadi bibit yang berkualitas baik. Sebagai contoh bibit abnormal (bibit steril) yang tertanam di
lapangan tidak mungkin dapat diubah menjadi tanaman yang normal. Sedangkan faktor-faktor lain
(misalnya kesuburan tanah) masih dapat diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.

Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat
berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa yang akan datang. Perawatan bibit yang
baik di pembibitan awal dan pembibitan utama melalui dosis pemupukan yang tepat merupakan
salah satu uapaya untuk meencapai hasi yang optimal dalam pengembangan budidaya kelapa sawit.
Oleh karena itu, dalam penuliasan makalah ini akan dibahas tentang pemupukan sebagai salah satu
perawatan yang dilakukan pada pembibitan pre nursery.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh dosis pememupukan NPK yang tepat pada perkembangan bibit
kelapa sawit di pembibitan pre nursery.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahap-tahap dalam pembibitan kelapa sawit pre nursery?

2. Bagaimana pengaruh pemupukan NPK terhadap pertumbuhan kelapa sawit di pembibitan pre
nursery?

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kelapa sawit (Elaeis) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak
makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Tanaman kelapa sawit sudah
menjadi komoditas utama bagi pengusaha perkebunan di wilayah Indonesia. Hal ini dibuktikan
bahwa Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen sawit dunia.
Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman,
rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi. Tanaman kelapa sawit biasa hidup di lingkungan
yang panas dengan kondisi lahan yang subur dan memiliki curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun.
Dengan kondisi lingkungan yang stabil maka pengelolaan kelapa sawit dapat berjalan dengan baik
(Asmono, 2000).
Faktor yang berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit yang tinggi adalah faktor
pembibitan. Untuk memperoleh bibit yang unggul maka harus dilakukan dari tetuanya yang unggul
pula. Selain dari tetua yang unggul hal yang harus diperhatikan dlam proses pembibitan yaitu
pemeliharaan yang meliputi penyiraman , pemupukan (pupuk dasar) dan pengendalian OPT yang
mengganggu selama pembibitan kelapa sawit. Didalam teknik dan pengelolaan pembibitan kelapa
sawit untuk mendapatkan kualitas bibit yang baik, ada 3 (tiga) faktor utama yang menjadi perhatian,
yaitu :

· Pemilihan jenis kecambah/bibit

· Pemeliharaan

· Seleksi bibit (Agustina, 1990).

A. Pemilihan dan Persiapan Areal Pembibitan

· Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi untuk pembuatan pembibitan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Berada di tengah-tengah rencana areal penanaman yang mana bibit yang akan di tanam
nantinya berasal dari pembibitan yang akan dibuat tersebut.

2. Lokasi harus bebas banjir.

3. Air yang ada di lokasi pembibitan terbebas dari polusi.

4. Terdapat tanah dengan kualitas bagus sehingga memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai
pengisi polibag.

5. Lokasi tidak tertutup oleh bayang-bayang dari pohon-pohon hutan atau pohon-pohonan
lainnya sehingga dapat menerima sinar matahari penuh. Jarak terdekat dari hutan yang ada di
sekitar tempat tersebut minimal 20 m.

6. Terjaga keamanannya dari pencurian maupun serangan pengganggu lainnya seperti dari
binatang liar dan lain sebagainya (Yudi, 2008).

· Topografi

Areal yang dipilih bertopografi datar. Apabila mempunyai kemiringan, slope-nya tidak terjal.
Mempunyai sumber air yang memadai untuk penyiraman. Dengan kemiringan yang tidak begitu
terjal diharapkan apabila dalam kondisi tertentu, misalnya karena kekeringan sehingga persediaan
air menipis, dengan topografi yang datar atau landai dimungkinkan air dari penyiraman bibit
dialirkan kembali ke sumber air dan digunakan untuk menyiram bibit. Bila hal ini akan dilaksanakan
maka yang perlu diperhatikan adalah adanya kandungan herbisida atau zat lainnya yang berbahaya
atau menimbulkan dampak negatif bagi bibit.

· Areal
Lokasi yang dipilih harus dipertimbangkan dengan luasan yang mampu untuk menampung
jumlah bibit yang akan dihasilkan dari lokasi tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah jarak antar
large bag di main nursery nantinya. Selain itu juga harus diperhitungkan keberadaan jalan yang akan
digunakan untuk mengangkut bibit. Membuat jalan yang lebar dan mampu untuk dilalui truk besar
akan menghemat biaya operasional pengangkutan nantinya walaupun pada saat awal pembuatan
membutuhkan biaya yang cukup besar.

· Bentuk Lokasi

Bentuk area pembibitan sebaiknya persegi panjang. Hal ini akan memudahkan perhitungan
kebutuhan pipa untuk pembuatan jaringan air penyiraman.Selain itu juga dapat memudahkan
perhitungan kebutuhan dan kontrol penggunanaan herbisida, insektisida dan lain-lain.

· Pembersihan Lahan

Setelah batas-batas lokasi pembibitan ditentukan selanjutnya dilaksanakan pembersihan


lahan. Pada prinsipnya pembersihan lahan dilaksanakan agar lokasi menjadi rata dan mudah untuk
pemasangan pipa air serta dapat untuk menempatkan polibag. Pembersihan lahan mulai dengan
kegiatan tebas dan tumbang pohon selanjutnya diratakan dengan menggunakan bulldozer. Kalau
memungkinkan dibantu dengan kegiatan pembakaran. Cara pembersihan lahan dilakukan sesuai
kondisi yang ada. Sisa-sisa kayu dari lahan yang dibersihkan diletakkan di luar areal yang tanahnya
tidak akan dipakai untuk mengisi polibag. Jangan sampai waktu pengisian polibag ada tanah yang di
dalamnya terdapat sisa-sisa potongan kayu. Bentuk gundukan dan cekungan pada tanah selanjutnya
harus diratakan untuk menghindari genangan air yang diakibatkan oleh bentuk-bentuk tersebut
(Sutarta, 2007).

Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pekerjaan.


Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di
lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Fosfat alam merupakan pupuk yang lambat tersedia
(slow released) dan mengandung Ca, sehingga lebih efektif digunakan pada lahan dengan tanah
bersifat masam, yang disebabkan oleh kadar Al dan Fe tinggi. Harga pupuk per satuan unsur lebih
murah, efektivitasnya tidak kalah dibandingkan SP-36 atau TSP dan dapat digunakan sekaligus
untuk beberapa musim, sehingga biaya aplikasi lebih murah. Penelitian pengaruh pupuk P-alam
untuk tanaman jagung telah dilakukan pada Typic Hapludox di Tanah Laut, Kalsel (Kasno, 2010).

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (Randomized Complete
Design) satu faktor. Sebagai faktor perlakuan adalah pupuk NPK mutiara dengan taraf terdiri dari :

Tanpa pupk (P0), pupuk NPK mutiara 1 gram/ polybag (P1), pupuk NPK 1,² gram/polybag (P2),
pupuk NPK mutiara 2 gram/polybag (P3) pupuk NPK mutiara 2,5 gram/polybag (P4), pupuk NPK
mutiara 3 gram/ polybag (P5), pupuk NPK mutiara 3,5 gram/polybag (P6) dan pupuk NPK mutiara 4
gram/polybag (P7), setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Sedangkan jumlah satuan percobaan
terdiri dari 4 bibit kelapa sawit.Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman bibit kelapa sawit,
panjang akar, dan lebar daun. Pemupukan diberikan setiap satu minggu sekali dari kecambah bibit
kelapa sawit yang telah berumur 1 bulan dan pemupukan dihentikan setelah bibit mencapai umur 3
bulan. Jika dihitung dari awal kecambah, umur bibit sampai akhir pengamatan adalah 4 bulan. Data
dianalisis dengan menggunakan analisis variasi (anova) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
pupuk terhadap semua peubah yang diamati. Jika terdapat pengaruh nyata analisis data dilanjutkan
dengan uji jarak berganda duncan (Duncamn multiple Range Test) (Stell dan Torric, 1995).

BAB 4. PEMBAHASAN

Dalam melakukan budidaya tanaman kelapa sawit, hal yang pentiung dan perlu diperhatikan
adalah pada saat pembibitan (pre nursery) hal ini dikarenakan pada saat pre nursery kita menyeleksi
bibit yang akan dipindah ke main nursery yang nantinya juga akan menentukan daya hidup dan
kualitas dari tanaman kelapa sawit di daerah lapang. Biasanya areal pre-nursery menyatu dengan
lokasi main nursery, namun hal ini tidak mutlak harus demikian. Di pre-nursery bibit ditanam di
polibag yang relatif lebih kecil ukurannya dan lebih ringan sehingga transportasi lebih mudah serta
dapat dalam jumlah besar misalnya dengan menggunakan truk. Pada situasi tertentu dapat
dilaksanakan pembuatan pre-nursery terpisah dengan main nursery dan ditempatkan di sekitar
lokasi pemukiman karyawan. Pelaksanaannya langsung di bawah pengawasan Kepala Kebun.

Apabila pre nursery dibuat di daerah yang berlereng maka perlu dibikin teras-teras agar
bedengan untuk menempatkan polibag dalam posisi datar. Dan yang penting lagi adalah air sisa-sisa
penyiraman agar dapat mengalir lancar sehingga tidak terjadi genangan dalam bedengan. Pada masa
lampau dari referensi dapat diketahui bahwa anyaman bambu dapat dibentuk dan difungsikan
sebagai polibag. Namun lama-lama ketersediaan bambu semakin sulit didapat dan harganya semakin
mahal akhirnya dipergunakanlah polibag yang terbuat dari plastik seperti yang digunakan sekarang
ini. Penggunanaan polibag dari plastik dapat diganti lagi dari anyaman bambu apabila suatu saat
nanti harga plastik menjadi mahal dan makin sulit didapat. Keuntungan utama penggunaan anyaman
bambu untuk menanam bibit adalah bahan tersebut mudah hancur dan pada pemindahan bibit ke
large bag tidak perlu diambil terlebih dahulu tapi langsung ditanam dalam large bag. Pada saat bibit
ditanam di lapangan lama-lama bahan tersebut akan hancur dengan sendirinya.

Dalam memilih jenis polibag baik untuk pre maupun main nursery kualitas serta spesifikasi
yang seragam dari polibag merupakan bahan pertimbangan yang utama. Kualitas yang jelek akan
menyebabkan polibag mudah robek dan nantinya akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Harga bukan menjadi patokan namun kualitas barang yang terpenting. Dan yang perlu diperhatikan
adalah keseragaman barang yang dikirimkan oleh suplier.

a.Persiapan perkecambahan

Hal yang penting dalam menentukan dalam pre nursery adalah pada saat proses
pekecambahan, apabila kecambah yang nantinya akan digunakan untuk untuk pre nursery
mengalami hambatan dan kegagalan, maka hal tersebut akan berpengaruh besar terhadap pre
nursery dan main nursery, selain itu juga berpengaruh kepada kualitas dari bibit kelapa sawit.
Kecambah yang ditanami adalah kecambah yang telah dapat dibedakan antara bakal daun dan bakal
akar. Bakal daun (plumula) ditandai dengan bentuk yang agak menjamin dan berwarna kuning muda,
sedangkan bakal akar (radikula) berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning dari bakal daun.
Pada waktu penanaman harus diperhatikan posisi dan arah kecambah, plumula menghadap keatas
dan radikula menghadap kebawah. Kecambah yang belum jelas bakal akar dan daunnya
dikembalikan kedalam kantong plastik dan disimpan dalam kondisi lembab selama beberapa hari
untuk bisa ditanam. Kesalahan-kesalahan dalam penanaman akan dapat menimbulkan kelainan pada
bibit. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perkecambahan agar memperoleh
bibit yang baik, diantaranya adalah:

· Buah dikupas untuk memperoleh benih yang terlepas dari sabutnya. Pengupasan buah kelapa
sawit dapat menggunakan mesin pengupas.

· Benih direndam dalam ember berisi air bersih selama 2 hari dan setiap hari air harus diganti
dengan air yang baru.

· Setelah benih direndam, benih diangkat dan dikering anginkan di tempat teduh selama 24 jam
dengan menghamparkannya setebal satu lapis biji saja. Kadar air dalam biji harus diusahakan agar
tetap sebesar 17%.

· Selanjutnya benih disimpan di dalam kantong plastik berukuran panjang 65 cm yang dapat
memuat sekitar 500 sampai 700 benih. Kantong plastik ditutup rapat-rapat dengan melipat ujungnya
dan merekatnya. Simpanlah kantong-kantong plastik tersebut dalam peti berukuran 30 cm x 20 cm x
10 cm, kemudian letakkan dalam ruang pengecambahan yang suhunya 39 0C.

· Benih diperiksa 3 hari sekali (2 kali per minggu) dengan membuka kantong plastiknya dan
semprotlah dengan air (gunakan hand mist sprayer) agar kelembaban sesuai dengan yang diperlukan
yaitu antara 21- 22% untuk benih Dura dan 28-30% untuk Tenera. Contoh benih dapat diambil untuk
diperiksa kelembabannya.

· Bila telah ada benih yang berkecambah, segera semaikan pada pesemaian perkecambahan.

· Setelah melewati masa 80 hari, keluarkan kantong dari peti di ruang pengecambahan dan
letakkan di tempat yang dingin. Kandungan air harus diusahakan tetap seperti semula. Dalam
beberapa hari benih akan mengeluarkan tunas kecambahnya. Selama 15-20 hari kemudian sebagian
besar benih telah berkecambah dan siap dipindahkan ke persemaian perkecambahan (prenursery
ataupun nursery). Benih yang tidak berkecambah dalam waktu tersebut di atas sebaiknya tidak
digunakan untuk bibit.

Kesalahan-kesalahan dalam penanaman akan dapat menimbulkan kelainan pada bibit.


Kelainan yang terjadi pada bibit antara lain:

1). Bibit yang berputar karena penanaman radikula menghadap keatas.

2). Akar bibit terbongkar karena penanaman yang terlalu dangkal.

3). Bibit menguning karena media terlalu banyak mengandung pasir.

4). Bibit mati (busuk) karena tergenang air penyiraman atau air hujan.
Setelah proses pemilihan perkecambahan, hayl yang terpenting adalah proses penyemaian benih,
yang meliputi:

· Benih yang sudah berkecambah disemai dalam polybag kecil, kemudian diletakkan pada
bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya.

· Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 cm x 23 cm atau 15 cm x 23 cm (lay flat).

· Polybag diisi dengan 1,5-2,0 kg tanah atas yang telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk
drainase.

· Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm.

· Setelah bibit dederan yang berada di prenursery telah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5
helai, bibit dederan sudah dapat dipindahkan ke pesemaian bibit (nursery).

· Keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian
air pada lapisan atas tanah polybag dapat menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit.

· Penyiraman dengan sistem springkel irrigation sangat membantu dalam usaha menghasilkan
kelembaban yang diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan karena siraman.

· Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih besar,
berukuran 40 cm x 50 cm atau 45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian
bawahnya untuk drainase.

· Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak sebanyak 15-30 kg/polybag, disesuaikan
dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di pesemaian bibit.

· Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher akar berada pada permukaan tanah
polybag besar dan tanah sekitar bibit dipadatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit pada polybag besar
kemudian disusun di atas lahan yang telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan
sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x 100 cm x100 cm.

b. Persiapan Pembuatan Bedengan di Pre-nursery

Bedengan dibuat pada areal yang telah diratakan dengan ukuran lebar kurang lebih 1,2 m dan
panjang kurang lebih 8 m setiap bedengan tepi bedengan dilengkapi dengan papan atau kayu
setinggi kurang lebih 20 cm agar polibag dapat disusun tegak. Jarak antar bedengan 80 cm berfungsi
sebagai jalan pemeliharaan, pengawasan, dan pembuangan air yang berlebihan saat penyiraman
atau waktu hujan. Bedengan ukuran 1,2 x 8 cm dapat menampung 1.000 bibit. Untuk 15.000
kecambah atau 75 ha tanaman dilapangan diperlukan areal pembibitan awal seluas kurang lebih 250
m persegi atau kurang lebih 15 bedengan. Bagian dasar bedengan dibuat lebih tinggi dari permukaan
untuk memperlancar drinase

c. Pengisian Polibag di Pre-nursery

Tanah yang digunakan untuk mengisi polibag harus yang berkualitas bagus dan mempunyai
drainase yang baik pula. Sebelum digunakan tanah dicampur dulu dengan rock phosphat. Setiap 4,5
m3 tanah diberi 10 kg rock phosphat. Tanah tersebut cukup untuk mengisi 1000 buah polibag.
Pemberian rock phosphat juga dapat diberikan langsung ke polibag. Setelah polibag diisi tanah
diberikan rock phosphat dengan jumlah 10 gram per polibag.

Penting sekali untuk dipastikan bahwa sisi lebar bedengan dengan ukuran 2,2 m menampung
13 polibag. Hal ini untuk mempermudah waktu menghitung polibag yang telah ditata, polibag yang
telah diangkut, ditanami dan berapa jumlah uang yang harus dibayarkan pada karyawan borongan
yang mengisi dan menata polibag. Dalam kondisi normal seorang karyawan biasanya mampu
mengisikan tanah ke dalam polibag sejumlah 1000 buah per hari.

Agar program pengisian polibag dapat lancar tidak terganggu hujan, disarankan tempat
mengisi polibag diberi atap dari terpal plastik. Tanah yang dipergunakan dalam kondisi kering dan
tidak bergumpal-gumpal. Bila kondisi tanah dalam keadaan basah maka pekerja akan kesulitan untuk
melaksanakan kegiatan sehingga prestasi kerjanyapun akan turun. Polibag –polibag yang telah terisi
tanah segera ditata dalam bedengan agar dapat segera disiram air. Disarankan untuk diberi (disiram)
dengan pestisida yang cocok untuk dapat memberantas cacing tanah, jangkrik maupun siput yang
natinya dapat mengganggu pertumbuhan bibit.

d. Pengairan di Pre-nursery

Jaringan air untuk penyiraman harus dipasang meliputi seluruh kawasan pembibitan. Apabila
yang dipergunakan sistem sprinkler maka dipilih nozle yang menghasilkan butiran-butiran air lebih
halus dari pada yang dipergunakan di main nursery. Apabila nantinya di main nursery direncanakan
menggunakan sistem penyiraman manual, untuk di pre-nursery dianjurkan di beri tambahan alat
yang dapat menghasilkan butiran air lebih halus.

Apabila dipergunakan sistem sprinkler dengan selang yang terbuat dari plastik ataupun karet
biasanya berdiameter 1,85 cm, disarankan dipergunakan klem dari logam untuk menyambung
antara selang tersebut dengan sprinkler. Hal ini untuk menjamin kekuatan dan kerapatan
sambungan sehingga sprinkler dapat menghasilkan semprotan yang lebih luas. Sistem penyiraman
dapat dilakukan dengan sistem manual maupun sprinkler yang dapat dipindah-pindahkan.
Kelemahan dari kedua sistem ini adalah lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dibandingkan
dengan sistem sprinkler permanen maupun sistem selang politen perforasi.

Penyiraman biasanya dilaksanakan dua kali sehari, pagi dan sore. Untuk mendapatkan hasil
yang optimum biasanya penyiraman dilaksanakan dalam jangka waktu lebih kurang 20 menit. Dalam
prakteknya setiap pekerja dalam satu tahun dapat menangani rata-rata 250.000 bibit. Pekerjaannya
selain menyiraman, juga pemupukan, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Melihat
beberapa kelebihan penggunaan irigasi sistem selang perforasi maka disarankan penggunaan sistem
ini untuk pembuatan pembibitan baru.

e. Naungan di Pre-nursery

Rekomendasi pemberian naungan di pre-nursery kemungkinan dibuat sewaktu belum


diketemukannya sistem penyiraman di pembibitan yang baik. Pemberian naungan di pembibitan
baik dengan menggunakan pelepah kelapa sawit maupun dengan menggunakan bahan lainnya
mulanya dimaksudkan untuk melindungi bibit dari penyiraman yang kurang sempurna terutama
pada saat bibit dalam masa-masa pertumbuhan kritis. Setelah sistem penyiraman dapat
dilaksanakan dengan baik, misalnya dengan sistem selang perforasi, maka naungan pada pembibitan
tidak direkomendasikan lagi.

Apabila kebutuhan air peyiraman cukup maka pemberian naungan pada pembibitan tidak
memberikan dampak positif pada pertumbuhan bibit. Penghilangan naungan akan memberikan
dampak berkurangnya penyakit daun pada bibit. Kenyataan ini menimbulkan dugaan bahwa
naungan berupa daun kelapa sawit akan menimbulkan (menularkan) penyakit daun pada bibit
kelapa sawit. Apabila karena alasan-alasan tertentu naungan tetap dipasang akan dapat
menyebabkan itiolase pada bibit yang tidak diharapkan.

Seleksi bibit adalah kegiatan mengidentifikasi dan kemudian mengeliminasi ( memusnahkan )


semua bibit yang abnormal dan mempertahankan bibit yang benar-benar sehat dan bermutu baik.
Oleh karena itu seleksi harus dilakukan dengan ketat, cermat dan hati-hati sehingga bibit yang
dikirim untuk di tanam adalah bibit yang terbaik, serta harus dilaksanakan oleh petugas yang terlatih
dan berpengalaman. Pada akhir tahap Pre Nuresery, kecambah yang normal sudah memiliki 3
sampai 4 helai daun leanceolatus, ( daun yang belum membuka ). Pada saat terbuka sempurna, daun
menjadi lebih panjang kira-kira 20 – 25 cm dan lingkar batang mencapai 4 cm. Seleksi di Pre Nursery
dilakukan dalam 2 tahap yaitu :

Tahap I : Umur 2 - 4 minggu

Tahap II : Sesaat sebelum dipindahkan ke largebag ( Tahap Main Nursery ) yaitu


pada unur 3 – 3.5 bulan

Bibit yang diseleksi pada masa pre nursery, adalah sebagai berikut :

a. Bibit berputar / melintir ( twisted leaf ).

Ini terjadi karena salah dalam menanam kecambah, atau penanaman terbalik sehingga daun
berputar dan batang melintir. Mungkin juga akibat terkontaminasi herbisida yang mengandung
hormon.

b. Daun sempit seperti rumput ( grass leaf ).

Bentuk daun sempit dan tegak seperti rumput

c. Daun bergulung ( roller leaf ).

Helaian daun bergulung sepanjang aksis vertikal, sehingga tampak seperti duri besar ( spike )

d. Daun berkerut ( crinkle leaf ).

Bibit dengan pertumbuhan lamina terhambat di bagian tengah sehingga menyebabkan daun
berkerut. Ini bisa terjadi karena adanya faktor genetis atau faktor rangsangan dari luar. Faktor
rangsangan dari luar seperti kekeringan, akan menghambat pertumbuhan akar sehingga bibit
berkerut. Penyiraman bibit yang cukup dan teratur seharusnya dapat memulihkan bibit dari kondisi
ini. Untuk memastikan bibit berkerut karena faktor genetik, sulit di lakukan pada tahap
perkembangan awal. Maka seleksi sebaiknya ditunda sampai bibit berumur sekitar 6 bulan. Pada
saat bibit berumur 6 bulan, bibit berkerut yang disebabkan oleh rangsangan dari luar akan dapat
pulih. Gejala bibit berkerut juga bisa disebabkan oleh defisiensi Boron.

e. Daun tidak membuka ( colante ).

Helai daun bersatu, tidak terbuka atau hanya terbuka sebagian. Jika hal ini ditemukan dalam jumlah
besar, kemungkinan adalah karena kekuarangan air. Sebaiknya lakukan dulu penyiraman yang cukup
dan teratur. Setelah itu baru boleh dimusnahkan jika tidak ada perubahan. Kondisi ini bisa juga
disebabkan oleh serangan hama serangga, terkontaminasi bahan kimia atau defisiensi Boron.

f. Bibit terkena penyakit.

Bibit yang terserang penyakit Blast dan Curvularia kategori berat, sebaiknya dismusnahkan saja. Jika
bibit terserang penyakit dalam jumlah nesar , segera adakan pengendalian penyakit.

g. Daun dengan strip kuning ( Chimaera ).

Pada helaian daun terdapat bagian berwarna kuning berbentuk strip atau pita. Kondisi ini bisa terjadi
di semua umur tanaman. Bahkan baru muncul setelah ditanam di lapangan. Hal ini terjadi karena
faktor genetik, dimana bagian tertentu tidak mengandung klorofil.

h. Tanaman kerdil ( Runt ).

Secara keseluruhan bentuk bibit termasuk dala kategori normal, tetapi ukuran bibit jauh lebih kecil.
Selain terjadi karena faktor genetik, hal ini juga terjadi karena faktor lingkungan, seperti media tanah
yang tidak memenuhi syarat : tanah tidak berasal dari top soil; tanah banyak mengandung liat, kayu
dan batu, bekas bakaran atau tanah tersebut telah terkontaminasi herbisida. Bibit kerdil juga
disebabkan kekurangan nitrogen sebagai akibat bibit tergenang air.

Yudhi, 2008.

Dari hasil uji beda tengah dengan menggunakan uji duncan, menunjukkan bahwa pemberian
pupuk NPK mutiara sebesar 1,5 gram per polybag menghasilkan tinggi tanaman 16,65 cm pada bulan
pertama dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman kelapa sawit diberi pupuk dengan dosis 2,5 gram
per polybag. Pada bulan kedua pemberian pupuk NPK Mutiara dengan dosis 2 gram per polybag
menghasilkan tinggi tanaman 36,825 cm dan berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang diberi
pupuk NPK mutiara sebesar 2,5 gram 31,875. Pada bulan ketiga pupuk NPK Mutiara dengan dosis 2
gram per polybag mengahsilkan tinggi tanaman 38,15 cm dan tidak berbeda nyata dengan tinggi
tanaman yang diberi pupuk NPK Mutiara sebesar 2,5 gram 35,92 cm.

Memperhatika tinggi bibit kelapa sawit pada bulan pertama, kedua dan ketiga tersebut diatas,
terlihat kecenderungan penurunan penambahan tinggi tanaman dengan semakin besarnya dosis
NPK Mutiara yang diberikan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa model kuadratik merupakam
model terbaik untuk menggambarkan trend pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada
bulan pertama tersebut.
Yudhi 2008

Hasil analisis ragam menunjukkan behwa luas daun bibit kelapa sawitr pada bulan pertama
dan kedua dipengaruhi oleh pemberian pupuk NPK Mutiara. Sedangkan pada bulan ktiga
dipengaruhi secara nyata oleh pemberian pupuk NPK Mutiara. Hasil uji Duncan menunjukkan baha
pemberian pupuk NPK Mutiara sebesar 2 gram per polybag menghasilkan luas daun bibit kelapa
sawit 315,42 cm pada bulan peetama dan tidak berbeda nyata dengan luas daun bibit kelapa sawit
yang diberi pupuk dengan dosis 2,5 gram per polybag (259,63 cm). Pada bulan kedua dan bulan
ketiga pemberian pupuk NPK Mutiara dengan dosis 2 gram per polybag menghasilkan luas daun
432,85 cm dan 516,91 cm dan tidak berbeda nyata dengan luas daun yang diberi pupuk NPK mutiara
sebesar 2,² gram 306 cm dan 472,9 cm.

Yudhi, 2008

Dari tabel diatas dapat diketahui pengaruh dari pupuk NPK mutiara terhadap panjang akar
bibit sawit yang dilihat berdasarkan dosis pemupukannya, dosis pupuk 2 gram/polibag memberikan
nilai tertinggi pada rata-rata panjang akar jika dibandingkan dengan dosis pupuk 2,5 gram/polibag.
Hal ini disebaban karena unsur hara makro yang terdapat pada pupuk mutiara mampu menyediakan
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Dan pemberian pupuk NPK mutiara yang berlebihan atau
diatas 2,5 gram/polibag dapat menghambat pertumbuhan panjang akar pada kelap sawit. Dan bila
dikaitkan dengan rata-rata bulan, maka dosis pupuk yang dibawah 2 gram/polibag menunjukkan
pernambahan panjang akar yang tidak signifikan tetapi pertumbuhan akar tidak mengalami
penghambatan atau pengurangan panjang akarnya.

Penurunan pengaruh dosis terhadap panjang akar pada bulan ke tiga tnpa pupuk mengalami
penurunan kemampuan kelapa sawit dalam melakukan pemanjangan akar. Hal ini disebabkan
karena unsur hara yang terdapat pada dalam tanah telah mengalami defisiensi karena tidak ada
suplai pupuk dari luar. Dan pada dosis pemupukan diatas 2,5 gram/polibag seiring bertambahnya
umur kelapa sawit pemberian dosis yang tinngi menyebabkan penurunan kemampuan pemanjangan
akar. Hal ini disebakan oleh tingkat dosis yang tinggi menyebabkan keracunan sehingga
menghambat pertumbuhan panjang akar.

Menurut Agustina (1990) pemberian pupuk yang melebihi dosis rekomendasi tidak semuanya
dapat diserap oleh perakaran tanaman. Pemberian pupuk dengan dosis yang berlebihan dapat
mengakibatkan terjadinya konsumsi pupuk bertlebihan yang berarti membuang percuma pupuk
tanpa diserap lagi oleh tanaman. Fenomena ini dikenal dengan hukum “peningkatan hasil yang
semakin berkurang”

BAB 5. KESIMPULAN
Pembibitan kelapa sawit memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pekerjaan.
Keberhasilan pembibitan tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah bibit yang dapat ditanam di
lapangan, tetapi dari kualitas yang dihasilkan. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang
harus dimulai setahun sebelum penanaman di lapangan dan merupakan faktor utama yang paling
menentukan produksi per hektar tanaman. Pengelolaan bibit yang dapat menciptakan kualitas bibit
yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman dan buah yang baik pula. Dari hasil
pengamatan pada literatur yang diambil dapat diketahui bahwa pemupukan yang terbaik untuk
diaplikasikan pada pembibitan kelapa sawit yaitu pemupukan menggunakan dosis sebanyak 2 gram
pupuk NPK yang ditunjukkan dengan hasil pertumbuhan tinggi bibit, panjang akar dan lebar daun
pada bibit tanaman kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina. 1990. Nutrisi Tanaman. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Asmono. D. 2000. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Darmosarkoro,W.,Sutarta, SE Dan Winarma. 2007. Lahan Dan Pemupukan Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan

Kasno. 2010. Efektivitas Beberapa Deposit Fosfat Alam Indonesia Sebagai Pupuk Sumber Fosfor
Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Pada Tanah Ultisols. Jurnal Littri, Vol.16, No.4

Sutarta, E.S, Rahutomo.S, Darmosarko. W. Dan Winarma. 2007. Peranan Unsur Hara Dan Sumber
Hara Pada Pemupukan Tanaman Kelepa Sawit. Pusat Penelitian Kelepa Sawit. Medan.

Yudhi. 2008.Respon Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Pada pembibitan
AwalTerhadap Pupuk NPK Mutiara. Ziraa’ah, Vol. 23, No.3

Posted by Dodik Pratama at 4:50 AM

http://dodikfaperta.blogspot.co.id/2012/03/pembibitan-kelapa-sawit-pre-nursery.html

You might also like