You are on page 1of 49

Rumus-Rumus Motor Diesel

Rumus-Rumus Motor Diesel


I. Daya Motor
a). Daya indicator
(Pi) = 0,785.D2.S.Z.pi.n.100 (2tak)
(Pi) = 0,785.D2.S.Z .pi.n.50 (4tak)
b). Daya efectif
(Pe) = 0,785.D2.S.Z.pe.n.100 (2tak)
(Pe) = 0,785. D2.S.Z.pe.n.50 (4tak)
c). Daya Gesekan mekanis:
Pf = Pi – Pe ( 2tak & 4tak)
d). Tekanan Gesekan:
pf = pi – pe (2tak & 4tak)
Ket:
PI = Daya indicator (ikW)
Pe = Daya Effective (ekW)
Pf = Daya gesekan (kW)
pf = Tekanan gesekan (bar)
D = Diameter Silinder (m)
S = Langkah torak (m)
Z = Jumlah silinder
pi = Tekanan rata2 indikator (bar)
pe = Tekanan rata2 efektive (bar)
II. Randemen2 untuk motor (2tak & 4tak)
ηth = 1 .
bi. NO
ηm = .Pe . = pe = bi = ηtot
Pi pi be ηth
ηtot = 1 .
be . NO
NO = 340C + 1200 {H . 0 .} + 105S
8
Ket: ηth = Randemen Thermis (%)
ηm = Randemen Mechanic (%)
ηtot = Randemen Total (%)
be = Pemakaian BB specific (kg/ekWs)
bi = Pemakaian BB specific (kg/ik Ws)
NO = Nilai opak (pemb.) BB (kj/ kg bb)
C,O,S, = Komposisi BB tdk dlm %

III. PEMAKAIAN BBM


B = bi.PI = be.Pe (2tak & 4tak)
Binj = bi.Pj = be.Pe = B . (2tak)
Z.n Z.n Z.n
Binj = bi.Pi.2. =be.Pe.2. = B.2. (4tak)
Z.n Z.n Z.n
Vinj = Binj. (2tak & 4tak)
γb
Ket:
B = Pemakaian BBM (kg/det)
Binj = Peakmakaian bb. Tiap injkecsi tiap
Silinder (kg/sil/proses kompressi)
Vinj = Vol. inj. bb (cm3,Dm3)
γ bb = Berat jenis bb (kg/dm3atau grm/ cm3
atau ton/jam)
IV. PERBANDINGAN KOMPRESSI (Є)DAN
DERAJAT PENGISIAN(dp)
Є = (Vs – Vx) + Vc
Vc
dp = (Vs – Vs) + Vc
Vs
Ket : Vs = Volume langkah (m3)
Vx = Volume awal Kompresi (m3)
Vc = Volume ruang rugi (R.bakar) (m3)
V. KECEPATAN TORAK (2tak & 4tak)
a. Kecepatan rata2 torak ( vp)
Vp = 2.S.n (2tak & 4tak)
b. Kecepatan sesaat torak (Vpλ)
Vpλ = ω.R.(sin λ + R . cos 2 λ) m/s
2.L
 ω = 2.Π.n
Vpλ = 2.Π.n.R.(sin λ + R . cos 2 λ) m/s
2.L
c. Percepatan torak (a)
aλ= ω2.R.(cos λ + R . cos 2 λ) m/s
L
a λ = (2.Π.n)2.R.(cos λ + R . cos 2 λ) m/s
L
d. Jarak yang ditempuh Torak
setelah Engkol bergerak λo derajat (Sλ)
Sλ = R (1 – cos λ) + ( R2 . sin λ)
2L
Ket: V = kecepatan rata2 torak (m/s)
S = langkah torak (m)
N = putaran (Rps)
λ = sudut engkol ( derajat )
R = jari2 Engkol (m)
ω = Kecepatan sudut (radian)
Π = 3.14, n = Rps

VII. NERACA PANAS


Gudth = 100 { 8 . C + 8 H – 0 + S }
23 3
Gudpr = fu.Gudth = dp.0.785
D2.S.pud.γud. 273

273+tud
Ggas = Gudpr. Gbb
Qgas = Ggas. pj gas.t gas
Qap = 100% - (ηth + Qgas + Qrad )
Qges.mek = Qsil – Qporos = ηth.- ηtot = Pi – Pe
Q air.B.NO = Gair.pjair.∆tair
Kapasitas pompa = Qair
γair
Ket:
Gudth = berat udara theoritis kg/kg bb
C,H,O&S= Komposisi BBM (dlm %)
Gudpr = Berat udara praktis kg/kg bb (kg/sil,kg/proses compressi.)
fu = faktor udara

VI. WAKTU PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN


KATUP ( t )
t = . λ . ( 2tak & 4tak)

360.n

Contoh Perhitungan Motor Diesel (Kuliah


Konversi Energi)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengerjakan tugas yang diberikan, diharapkan mahasiswa dapat memahami serta mampu untuk
melakukan perhitungan perhitungan pada mesin (sebagai contoh adalah mesin diesel) terutama yang
menyangkut mengenai konversi energy pada engine. Beberapa perhitungan tersebut diantaranya adalah Brake
Horse Power, Efisiensi thermis, Volume silinder dan volume clereance serta Tekanan dan temperature
maksimal.

Metode Pembelajaran
Dalam perhitungan dasar dasar konversi energy pada engine, mahasiswa mengambilm sample engine secara
bebas kemudian dilakukan perhitungan pada unit tersebut berdasarkan data yang telah tersedia.

Pada kesempatan kali ini penulis mengambil sample untuk tugas ini adalah Engine unit EX8000 dari
Excavator Hitachi.
Dasar Teori
Motor bakar diesel yang berbeda dengan motor bakar bensin proses penyalaannya bukan dengan loncatan bunga
api listrik. Pada langkah isap hanyalah udara segar yang masuk kedalam silinder. Pada waktu torak hampir
mencapai TMA bahan bakar disemprotkan kedalam silinder.

Terjadilah penyalaanan untuk pembakaran, pada saat udara masuk kedalam silinder sudah bertemperatur tinggi.
sistim bahan bakar
ada tiga sistem yang banyak dipakai dalam penyaluran bahan bakar dari tangki bahan bakar sampai masuk
kedalam silinder pada motor diesel

1. sistem pompa pribadi


2. sistem distribusi dan
3. sistem akumulator
Prinsip Dasar Motor Diesel Empat Langkah
Mesin empat langkah adalah mesin yang melengkapi satu siklusnya yang terdiri dari proses kompresi, ekspansi,
buang dan hisap selama dua putaran poros engkol. Prinsip kerja motor diesel empat langkah di gambarkan pada
gambar dibawah ini.

Diagram P dan V pada motor Diesel

Istilah-istilah Penting pada Siklus Termodinamika


1. Cylinder bore
Diameter silinder, dimana piston bergerak, dikenal dengan istilah ”cylinder bore”.

2. Panjang langkah
Piston bergerak di dalam silinder karena rotasi engkol. Posisi paling atas disebut ”titik mati atas” (TMA) dan
posisi paling bawah disebut ”titik mati bawah” (TMB). Jarak antara TMA dengan TMB disebut panjang langkah
atau langkah/stroke.

3. Volume Clerance
Volume yang ditempati oleh fluida kerja, ketika piston mencapai titik mati atas disebut volume clearance.
Biasanya ditulis dengan simbol (vc).
4. Volume Langkah
Volume sapuan oleh piston ketika bergerak antara TMA dan TMB disebut volume sapuan, volume perpindahan
atau volume langkah. Secara matematik volume sapuan:

5. Volume Silinder Penuh


Volume yang ditempati oleh fluida kerja ketika piston berada pada titik mati bawah disebut volume silinder
penuh. Secara volume silinder penuh sama dengan jumlah volume clearance ditambah dengan volume sapuan.

6. Rasio Kompresi
Perbandingan volume silinder penuh terhadap volume clearance disebut rasio kompresi. Secara matematis:
Contoh Perhitungan
Diketahui data seperti di bawah ini :

Model ………………………………… Hitachi S16R-Y1TAA2

Type …………………… Water-cooled, 4-cycle,16-cylinder, turbo-charged and air-cooled, inter cooler,


direct njection chambertype diesel engine

Rated power
DIN 6271, net……………… 2 × 1 400 kW (2 × 1 900 PS) at 1 600 min-1 (rpm)

SAE J1349, net …………….2 × 1 400 kW (2 × 1 880 HP) at 1 600 min-1 (rpm)

SAE J1995, gross …………2 × 1 400 kW (2 × 1 880 HP) at 1 600 min-1 (rpm)

Maximum torque ……………………………… 2 × 10 050 N.m (2 × 1 025 kgf.m, 2 × 7 410 lbf. ft) at 1 300
min-1 (rpm)

Compression Ratio ……………….. 16,5 : 1 ( dari buku manual)

Piston displacement ……………. 2 × 65.4 L (2 × 3 990 in3)

Bore and stroke ………… 170 mm × 180 mm (6.7″ × 7.1″)

Starting system …………………………… 24 V electric motor

Batteries …………………………………. 8 × 12 V, 8 × 220 AH

Cold starting ……………………………………………. Air heater

Dari data di atas dapat diambil perhitungan sebagai berikut :


Menentukan tekanan efektif
Diketahui : BHP : 1880 HP

D : 170 mm = 17 cm

L : 180 mm = 0,180 m

i : 16

n : 1600 rpm
Ditanyakan : Pe :…………..?

Jawab :

Jadi tekanan efektifnya adalah 258, 965 kg/ cm2


Menentukan volume silinder
Diketahui : r : 16,5

D :170 mm = 17 cm

L : 180 mm = 18 cm

Ditanyakan : V1 = …….. ?
Jawab :
Jadi volume silindernya adalah V1 = 4347.026 cm3
Menentukan Volume clereance
Berdasar perhitungan di nomor B, maka nilai V2 adalah 263.456 cm3
Menentukan T3 dan P3 (tekanan dan temperature maksimum)
Diketahui : V1 = 4347.026 cm3

V2 = 263.456 cm3

T1 = 30 ®C = 303 °K (permisalan saja)

Cp = 0.24

Cv = 1.171

P2 = 5 kg / cm2 (permisalan saja)

Maka :

Jadi untuk P2 adalah 253.2 kg/cm2 dan T2 adalah 929.907°K


Maka bisa mencari Pmax dan Tmax dari system
Asumsikan kalor masuk Qm = 1000 kkal/kg maka :
Sedangkan untuk P3 adalah :
P2 = P3 = 253.2 kg/cm2
Jadi untuk Tmax adalah 5096.575 °K dan Pmax adalah 253.2 kg/cm2

Dari perhitungan di atas, maka efisiensi thermisnya adalah :

Jadi
Iklan efisiensi mesinnya adalah 49 %

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karuniaNya saya dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Prestasi Mesin dengan percobaan Mesin Diesel

Di dalam laporan ini yang saya bahas antara lain adalah tujuan dari praktikum ini, pengolahan data,
pembuatan grafik, analisis hasil serta kesimpulan. Tentunya saya ingin berterimakasih pada pihak-
pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini:
 Bapak Ir. Imansyah Ibnu Hakim M.Eng dan Bapak Prof. Ir Yulianto S Nugroho M.Sc.,
Ph.D selaku dosen mata kuliah Konversi dan Konservasi Energi
 Dani Ariyantoa sebagai asisten praktikum Mesin Diesel,
 Teman-teman kelompok praktikum,
 Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

Saya selaku penulis laporan sadar betul bahwqa laporan ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
saya sangat mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran membangun untuk lapran ini.
Semoga laporan ini dapat menjadi manfaat bagi kita semua dan mahasiswa Teknik mesin pada
umumnya.

Depok, 11 Mei 2013

Mohammad Azwar Amat

DAFTAR ISI

KATA PENGATAR...............................................................................................................(1)

DAFTAR ISI...........................................................................................................................(2)
BAB I......................................................................................................................................(3)

BAB II.....................................................................................................................................(4)

BAB III..................................................................................................................................(18)

BAB IV..................................................................................................................................(21)

BAB V...................................................................................................................................(28)

REFERENSI..........................................................................................................................(34)

LAMPIRAN..........................................................................................................................(34)

TUGAS TAMBAHAN..........................................................................................................(35)
BAB I

TUJUAN PENGUJIAN

Tujuan pengujian Motor Diesel adalah untuk mengetahui karakteristik dari motor diesel yang diuji,
kemudian hasilnya digambarkan dalam bentuk grafik karakteristik. Beberapa grafik karakteristik yang
dapat dipergunakan untuk menilai performance atau kemampuan suatu motor diesel antara lain:

 Karakteristik motor diesel pada berbagai kecepatan putaran (n)


Grafiknya : IHP, BHP, BMEP, Brake Torque, BSFC, danm effisiensi vs kecepatan putaran.
BAB II
TEORI

II. 1 Teori Dasar

Satuan yang digunakan adalah Internasional System Units.


i. Dynamometer Reading
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Torque T Nm

Balance reading F N

Torque arm length L mm

Time t s

Revolutions n rpm

Power output BHP kW

Dynamometer constant K1

ii. Fuel Consumption


DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Fuel gauge calibrated volume Vg L

Fuel consumption BFC L/h

Specific fuel consumption BSFC L/Kw-h

Density of fuel Xf Kg/L

Lower Calorifie Value Hf J/Kg


iii. Engine Dimensions
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Cylinder diameter d mm
Piston stroke s mm
Number of cylinders N
Constant 2 – stroke K2 1
4 – stroke K2 2
Swept volume Vs l
Clearance volume Vc
Compression ratio r

iv. Engine Performance


DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Indikated power I Kw

Mechanical Losses M Kw

Brake mean effective pressure p KN/m2

Friction mean effective pressure m KN/m2

Mechanical efficiency ηmech


Air standard efficiency ηa

Thermal efficiency ηth

v. Air Consumption
DESKRIPSI SIMBOL SATUAN

Diameter of measuring orifice D mm

Volume of air box VB M3

Orifice coefficient K3

Temperature of air Ta K

Barometric pressure Pa KN/m2


Density of air ρa Kg/m3

Velocity across orifice U m/s

Gas constant ho CmH2O

Engine volumetric efficiency R J/kgoK

vi. Energy Balance


DESKRIPSI SIMBOL SATUAN
Heat of combustion of fuel H1 J/s

Enthalpy of exhaust gas H2 J/s

Enthalpy of inlet air H3 J/s

Heat to cooling water Q1 J/s

Other heat losses Q2 J/s

o
Exhaust temperature Te C

Engine cooling water flow qw L/s

o
Cooling water inlet temperature T1 C

o
Cooling water outlet temperatur T2 C

II.2 Fisilitas Pengujian dan Analisa

Fasilitas pengujian merupakan factor utama yang mempengaruhi relevannya data-data


hasil pengujian dan analisa-analisa terhadap karakteristik pengujian yang didapat. Fasilitas-
fasilitas pengujian yang terpenting dalam pengujian motor bakar adalah sebagai berikut :
1. Measurement of output torque and power
2. Measurement of speed
3. Measurement of fuel consumption
4. Measurement of air mechanical losses in engine
5. Measurement of air consumption
6. Measurement of heat losses
7. Exhaust gas analisys
i. Measurement of Output torque and power
Untuk mengukur besarnya output-torque dari suatu motor dapat digunakan alat-alat
ukur seabagai berikut :
a) Electrical Dynamometer
𝐹,𝐿
Torque : 𝑇 1000 (𝑁𝑚)

diamana :
F = Balance reading atau Balance reading added weight (N)
L = Torque arm length

Dari kedua persamaan diatas didapat :


𝐹. 𝑛
𝐵𝐻𝑃 (𝐾𝑤)
𝐾𝑙

6.107
𝐾1 = = 𝐷𝑦𝑛𝑎𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
2𝜋𝐿

b) Hydraulic Dynamometers
Khusus untuk Hydrolic dynamometer ini, balance reading dan added weight
dinyatakan langsung dalam satuan torque ( Nm )

𝑇.𝑛
Maka : 𝐵𝐻𝑃 = (𝐾𝑤)
𝐾1

Dari rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada berbagai kecepatan
putaran.
Grafiknya : BHP, Brake Torque Vs Kecepatan Putaran

ii. Pengukuran Kecapatan Putaran


Untuk menggambarkan karakteristik Torque-speed, diperlukan tachometer. Dalam pengukuran
karakteristik-karakteristik laiinya seperti power output dan fuel consumption dipergunakan
stopwatch. Pada Electrical Dynamometer biasanya dilengkapi dengan counter yang dapat
dipasang dan dilepaskan secara manual.

Cara mengukur speed dengan memasang counter untuk periode waktu tertentu guna mencatat
putaran dan waktu. Sedangkan pada hydraulic dynamometer biasanya sudah dilengkapi dengan
counter yang bekerja secara terus-menerus. Dalam hal ini harus dipergunakan stopwatch untuk
mencatat waktu antara saat mulai pengukuran dan akhir pengukuran.

iii. Measurement of fuel Consumption


Pengukuran atas kebutuhkan bahan bakar yang dipergunakan dapat dilaksanakan dengan Plint
Fuel Gauge. Pada prinsipnya alat tersebut terdiri dari tabung yang didalamnya dibatasi dengan
sekat (spacer) dan antara setiap spacer yang berurutan mempunyai volume : 50 – 100 – 200 cc.
dengan stop-watch dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk pemakaian sejumlah bahan
bakar tertentu.

Rumus :

A. Fuel Consumption

Dimana : Vg = Calibrated volume of fuel gauge (L)

t = time to consumen calibrated volume (sec)

B. Specific Fuel consumption and power


Untuk mengetahui thermal efficiency perlu diketahui besarnya specific fuel
consumption.
Kecepatan putaran moor dapat juga dihitung dengan mempergunakan “counter dan stop watch”
sebagai berikut :

60.𝑁
𝑛 𝑡
(rpm)

Dimana : N = Jumlah putaran dalam waktu t

Performance suatu motor disebut sebagai brake mean effective atau bmep. Ini menyatakan
tekanan rata-rata yang diperlukan untuk menggerakkan piston selama langkah kerja guna
menghasilkan power output, bilamana tidak ada mechanical losses. Power output dari motor dalam
hubungannya dengan bmep :

𝑝. 𝑛. 𝑉𝑠
𝐵𝐻𝑃 (𝐾𝑤)
6.104 . 𝐾2

Dimana :p = bmep (kN/m2)

Vs = swept volume of engine (L)

K2 = 1 for a 2-stoke engine

2 for a 4-sroke engine

Sedangkan swept volume


Dimana : d = diameter cylinder (mm)

s = piston stroke (mm)

N = jumlah silinder

Maka :

Electrical Dynamometers :
6.104 . 𝐾2 . 𝐹
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠

Hydraulic dynamometer :
6.104 . 𝐾2 . 𝑇
𝑃̅ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝐾1 . 𝑉𝑠

Brake thermal efficiency :

Dimana : Hl = Lower calorific value ( J/Kg )


ρf = Density of fuel at 200C ( Kg / l )

Dari rumus-rumus diatas dapat dianalisa karakteristik motor pada putaran konstan
dengan berbagai pembebanan.
Grafiknya : BSFC, BFC, Thermal efficiency Vs BMEP / BHP.

iv. Measurement of mechanical losses in engine


Penyebab kerugian mekanis dalam motor bakar :

 Gesekan antara piston dengan dinding silinder, bantalan – bantalan dan bagian yang
bergesekan lainnya seperti : roda gigi, chamshaft dsb.
 Keperluan daya untuk menggerakkan mekanisme katup, fuel pump, lubricating oil
pump, cooling water pump dan sebagainya.

Kerugian pemompa atau “pumping losses” kadangkala ikut terhitung dalam kerugian mekanis, hal
ini tergantung pada method pengukuran kerugian mekanis yang diperlukan. Pimping losses.
Pumping losses adalah kerugian daya yang dipergunakan untuk penghisapan udara/mixture ke
dalam silinder dan pendorong gas bekas keluar dari silinder.

Beberapa pengukuran kerugian mekanis :

- Measurement of mechanical losses by motoring.


- Measurement of mechanical losses from indicator diagram.
- Measurement of mechanical losses by extrapolation of William line.
- Estimation of mechanical losses by means of morse test.

A. Measurement of Mechanical losses by Motoring


Prinsipnya adalah mengukur besar daya yang diperlukan untuk memutar engine tanpa terjadi
pembakaran didalam silinder. Metode ini hanya dapat dijalankan bila engine di kopel dengan
electric dynamometer yang sekaligus berfungsi sebagai penggeruk.

Caranya :

 Menghidupkan mesin sampai engine steady


 Memutuskan perapian atau stop bahan bakar sehingga tidak terjadi pembakaran
dalam silinder.
 Mengukur daya yang diperlukan untuk memutar engine sampai ke putaran penuh,
pengukuran harus dilakukan sebelum engine menjadi dingin
 Mempergunakan dead weigh pada dynamometer, karena torque yang diperlukan
untuk memutar engine mengakibatkan casing dari dynamometer akan bereaksi
dalam arah yang berlawanan dengan arah ketika dynamometer menyerap daya
dari engine.

 Rumus :
Mechanical losses

𝐹.𝑛 𝑇.𝑛
M 𝐾1
= 𝐾1
(Kw)

Mechanical efficiency :

IMEP
6.104 . 𝐾2 . 𝐼
(𝑘𝑁/𝑚2 )
𝑛. 𝑉𝑠

𝐼𝑀𝐸𝑃 𝑘𝑁
𝐹𝑀𝐸𝑃 = ( ⁄ 2)
𝜂𝑚𝑒𝑘 𝑚

Dari rumus-rumus tersebut di atas dapat dianalisa karakteristik engine pada berbagai kecepatan
putaran.

Grafiknya: IMEP, FMEP, BMEP, BHP vs putaran.

B. Measurement of mechanical losses from indicator diagram


Prinsipnya adalah pengukuran indicated power output langsung dari indicator diagram dan pada
saat yang bersamaan juga diadakan pengukuran terhadap brake power output sehingga besarnya
mechanical power dapat dihitung. Metode ini hanya berlaku bila tersedia fasilitas untuk
pengambilan indicator diagram secara teliti.

Diagram yang dihasilkan dengan mempergunakan “Oscilloscpoe” kurang sesuia untuk tujuan ini
sebaiknya dipergunakan “Maihak-Indicator”.

Caranya :

Hitung luas diagram yang dihasilkan oleh indicator diagram dengan menggunakan planimeter,
kemudian dibagi dengan panjang (absis) dari diagram. Kalikan dengan skala tekanan (ordinat) dari
diagram.

Hasilnya : 𝐼𝑀𝐸𝑃 = 𝑖̅

Sedangkan dari pengukuran Power Output dapat dihitung besarnya:

𝐵𝑀𝐸𝑃 = 𝑝̅

Jadi :

𝑃̅
𝜂𝑚𝑒𝑘 = 𝑖̅

C. Measurement if mechanical losses by Extrapolation of Williams Line


Prinsipnya adalah pengukuran fuel consumption pada putaran konstan dengan berbagai
pembebanan, kemudian digambarkan dalam grafik fuel consumption vs BMEP.

Metode ini khusus dipergunakan untuk mengukur kerugian mekanis pada motor diesel, dimana
pengisapan udara tanpa Throttled.

Caranya :

- Dari grafik BFC vs BMEP diketahui bahwa garis consumption atau Williams Line
merupakan garis lurus dari nol sampai rated power output = 75%
- Apabila garis tersebut diteruskan / ekstrapolasi samapi fuel consumption = 0, maka
perpotongannya dengan sumbu BMEP merupakan mechanical power (n)
- Sedangkan BMEP dihitung pada maksimum power output (p)

Mechanical Efficiency
D. Estimation of Mechanical Losses by mean of Morese Test
Prinsipnya adalah menghitung indicated power output dari setiap silinder dengan terlebih dahulu
mengadakan pengukuran terhadap power output dari engine dimana pembakaran dalam satu
silinder dimatikan secar berturut-turut.

Metode ini hanya dapat dilaksanakan pada engine yang mempunyai silinder banyak (misalnya 4
silinder) dan hasilnya merupakan suatu pendekatan belaka dan ketelitiannya agak menyangsikan,
karena dalam metode ini diterapkan dua anggapan/asumsi yang perlu dipertanyakan
kebenarannya sebagai berikut:

 Pemutusan atau penghentian pembakaran pada setiap silinder tidak mempengaruhi


kesempurnaan pembakaran pada silinder-silinder lainnya.
 Berkurangnya atau selisih power output engine pada salah satu silinder dihentikan
pembakarannya terhadap power output total engine adalah sama dengan indicated
power output dari silinder yang pembakarannya dihentikan.
Caranya :
 Jalankan / hidupkan engine sampai berjalan normal pada maksimum power output
dan kemudian hentikan/matikan pembakaran pada salah satu silinder dengan cara
sebagai berikut:
 Motor Diesel : buka sambungan pada pipa bahan bakar antara fuel pump dengan
injector. Selanjutnya ukur torque output engine pada putaran konstan.
Rumus:

- Indicated power output of individual cylinder


𝑃 − 𝑃1 = 𝐼1

𝑃 − 𝑃2 = 𝐼2

𝑃 − 𝑃3 = 𝐼3

𝑃 − 𝑃4 = 𝐼4

Dimana : I1, I2, ….. = Indicated power output of individual cylinder

P1, P2, ….= Measured power output with combustion suppressed in each cylinder (1, 2, 3, 4).

- Indicated power output engine


𝐼 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 + 𝐼4 = 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

- Mechanical losses
𝑀 = 𝐼 − 𝑃 = 3𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

- Mechanical efficiency
𝑃 𝑃
𝜂𝑚𝑒𝑐 = =
𝐼 4𝑃 − (𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4 )

Rumus-rumus dasar di atas dapat juga diperhitungkan dalam bentuk persamaan dari :
𝐵𝑀𝐸𝑃 (𝑝,
̅ 𝑝̅2 , 𝑝̅3 , 𝑝̅4 ), pada putaran konstan sehingga didapat persamaan sebagai
berikut:

𝑝̅ 𝑝̅1 𝑝̅2 𝑝̅3 𝑝̅4


= = = =
𝑃 𝑃1 𝑃2 𝑃3 𝑃4
v. Measurment of Air Consumption
Efficiency volumetric sangat mempengaruhi performance dari suatu motor bakar karena
power output yang dihasilkan tergantung sekali besarnya terhadap jumlah udara/mixture yang
dapat dihisap oleh piston dalam silinder. Pengukuran jumlah udara yang dihisap dilaksanakan
dengan Air Consumption Motor, TE40 dengan prinsip mengukur pressure drey dari aliran udara
yang melalui suatu orifice yang telah diketahui diameter dan coeffisien of dichargenya dan
kemudian menghitung. Pengukuran pressure drey dilaksanakan dengan “inclined manometer”.

Rumus-rumus:

a. Hubungan antara beda tekanan dan kecepatan dari ekspansi bebas gas
𝜌𝑎 . 𝑈 2
𝑝=
2

Dimana: 𝜌𝑎 = density of air, kg/m3

U = velocity, m/s

p = pressure difference, N/m3

Beda tekanan diukur dalam cm of water. 1 cm H2O = 98,1 N/m2.

𝜌𝑎 .𝑈 2
𝑝= = 98,1 ℎ0 di mana h0 = head across orifice, cm H2O
2

b. Density udara
103 𝑝𝑎
𝜌𝑎
= 𝑅𝑇𝑎 di mana pa = barometric pressure, kN/m2

Ta = air temperature, K

R = 287 J/kgK

Kombinasi persamaan a dan b :

ℎ0 .𝑇𝑎
𝑈 = 237,3√
103 𝑝𝑎

c. Volumetric rate of flow melalui orifice


−3
𝜋. 𝐷 2 ℎ0 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 10 . . 237,3. √ 3
4 10 𝑝𝑎

Dimana : Va = volumetric rate of flow, l/sec

D = orifice diameter, mm

K3 = coefficient of discharge of orifice

d. Massa rate of flow

𝜋. 𝐷 2 ℎ0 . 𝑝𝑎 . 103
𝑚𝑎 = 10−6 . . 𝐾3 . 0,827. √
4 𝑇𝑎

Bila dipergunakan orifice dengan sisi tajam maka K3=0,6 dan rumus c dapat disederhanakan
sebagai berikut:

ℎ0 . 𝑇𝑎
𝑉𝑎 = 0,003536𝐷 2 √ 𝑙/𝑠𝑒𝑐
𝑝𝑎

ℎ0 . 𝑝𝑎
𝑚𝑎 = 0,00001232 𝐷2 √ 𝑘𝑔/𝑠𝑒𝑐
𝑇𝑎

e. Volumetric Efficiency
60. 𝐾2 . 𝑉𝑎
𝜂𝑣𝑜𝑙 =
𝑛. 𝑉𝑠

Dimana : K2 = constant, 1 untuk 2-stroke

2 untuk 4-stroke

Vs = swept volume, liters.

Dari rumus di atas dapat diketahui karakteristik engine pada berbagai kecepatan
putaran.

Grafik : 𝜂vol terhadap putaran.


vi. Measurement of Heat Losses
Persamaan umum kesetimbangan energy dalam motor bakar dapat ditunjukkan sebagai berikut:

𝑃 = 𝐻1 − (𝐻2 − 𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝑄2

Dimana: P = power output of engine

H1 = heat combustion of fuel

H2 = enthalpy of exhaust gas

H3 = enthalpy of inlet air

Q1 = heat to cooling water

Q2 = other heat losses.

Semua harga tersebut di atas dinyatakn dalam: watt (Joule/sec). Sedangkan masing-masing harga
pada ruas kanan persamaan di atas adalah:

𝐻𝐿. 𝜌𝑓.𝑉
a. 𝐻1 = 3600

Dimana : HL= lower calorific value of fuel, J/kg

ρf = density of fuel, kg/ltr

BFC = fuel consumption. l/h

b. 𝐻3 = 𝑚𝑎 . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑎 (𝑊𝑎𝑡𝑡)
Dimana : ma = massa rate of flow air at engine inlet kg/sec

Cp = specific heat of air at constant pressure J/kg

Ta = temperature of air at inlet, 0°C.

𝑓 𝜌 .𝑉
c. 𝐻2 = (𝑚𝑎 + 3600 ) . 𝐶𝑝 . 𝑇𝑒

Dimana : Te = exhaust gas temperature, °C.

Perhitungan H2 dengan mempergunakan rumus di atas adalah merupakan pendekatan saja


dengan beberapa asumsi, bahwa specific heat dari asap yang mempunyai massa
sama dengan jumlah massa udara dan bahan bakar yang diisap ke dalam silinder
adalah sama specific heat dari udara masuk.

Metode ini dapat dilaksanakan dengan mempergunakan exhaust indicator and thermocouple
RE2-3. Untuk perhitungan yang lebih teliti dipergunakan Exhaust Calorimeter TE 90,
di mana gas buang didinginkan sampai temperature tertentu dengan cara
mengalirkan air ke dalam calorimeter.

d. 𝑄1 = 4187 𝑞𝑤 (𝑇2 − 𝑇1 )
Dimana : qw = rate of flow engine cooling water l/sec

T2 = cooling water outlet temp. °C

T1 = cooling water inlet temp. °C

Dari perhitungan dengan rumus-rumus di atas akan dapat diketahui karakteristik


(heat balance) engine pada suatu putaran tertentu.

Grafik : heat balance vs BHP


BAB III

INSTALASI DAN SPESIFIKASI UNIT PENGUJIAN

III.1 SKEMA INSTALASI

ENGINE TEST BED 100 HP/75 Kw – TE. 18


KETERANGAN :

A. MOTOR DIESEL TE18

B. HYDRAULIC DYNAMOMETER DPX1

C. FUEL CONSUMTION GAUGE PE13

D. AIR CONSUMTION FLOW METER PE40

E. ENGINE COOLING WATER SISTEM TE95

F. TACHOMETER (DIGITAL) TTC105

III.2 SPESIFIKASI ALAT PERCOBAAN DAN PENGUKURAN

Equipment : Hydraulic dynamometer test bed 75 kW (100HP)


Serial number : 18/39780

Supplied to : Gilbert, Gilkos N. Gordon (Indonesia)

Engine

Type : 4D-56 MITSUBISHI DIESEL

Engine No. :

Bore : 91.1 mm

Stroke : 55 mm

Swept Volume : 2477 cc

Compression Ratio: 23 : 1:21

Max Speed : 4000 rpm

Max. Power : 85 kW (115HP) / 4000 rpm

Indicator Tapings : in number 4 cylinders

Diameter of exhaust pipe : 38 mm (1.5”)

Length of exhaust pipe : 1 meter

Torque : 240 Nm (24.5 Kg.m) / 2000 rpm

Dynamometer

Capacity : 75 kW/100 HP

Type : DPX 1

Max. Speed : 9000 rpm

Power Equation : (Newton x rpm)/9645,305 Watts

Centre Height : 381 mm

Fuel Gauge
Number :1

Capacity : 50-100-200 cc

Water Flow meter

Capacity : 5 to 50 l/min

Air Box

Drum Size : 0.61 m diameter X 0.91 m long

Orifice Size : 56.00 mm

Coefficient of Discharge : 9.6

Additional Instruments

Oil Pressure Gauge : Rotetherm 0 to 700 kN/m2

Oil Temperature Gauge : Rotetherm 50 to 200 0C

Tachometer : Candolla instruments TTC 105

Revolution Counter : Serial No. 002

Cooling Water thermometer : -10 to 1100C

Exhaust Thermometer : not supplied

Exhaust Test Clock : yes

Literature

Foundation Plinth Engine Handbook : 20038

Heenan & Froude Instruct book no. : 506/4


Heenan & Froude Publication : 6032/3

Heenan & Froude Drawing no. : BX 10000020AA

: T.E. 10 T.E.20/A E. E. O

BAB IV

PENGOLAHAN DATA

IV.1 Data Pengujian Motor Diesel pada berbagai putaran (n)

Tabel Data Percobaan

No n Vg t T-in T-out Q ∆L Pa Ta Te Torsi

(rpm) (L) (sec) (K) (K) (L/sec) (cmH2O) (kPa) (K) (K) (Nm)
1 1200 0,025 77 334 336 0,583 0,95 1,00 309 310,7 0,35

2 1400 0,025 71 336 338 0,600 1,30 1,00 309 312,2 0,75

3 1600 0,025 60 338 340 0,600 1,90 1,00 309 314,2 1,00

4 1800 0,025 55 342 344 0,617 2,30 1,00 309 315,7 1,10

5 2000 0,025 49 340 342 0,625 2,90 1,00 309 316,7 1,50

IV.2 Mencari Harga BHP, BFC, BSFC, BMEP, Va, ma, ηth, dan ηvol

No n BHP BFC BSFC BMEP Va ma ηth ηvol

(rpm) (Kw) (L/sec) (L/Kw-h) (kN/m²) (L/sec) (kg/sec)

1 1200 0,044 1,169 26,57 1,776 190,19 0,002144 0,00375 7,678

2 1400 0,110 1,268 11,53 3,806 222,49 0,002509 0,00867 7,699

3 1600 0,168 1,500 8,928 5,087 268,98 0,003033 0,01120 8,144

4 1800 0,207 1,636 7,903 5,571 295,94 0,003337 0,01265 7,965

5 2000 0,314 1,837 5,850 7,606 332,31 0,003747 0,01709 8,049

Contoh Perhitungan

Untuk n =1200 rpm

2𝜋 × 𝑛 × 𝑇 2𝜋 × 1200 × 0,35
𝐵𝐻𝑃 = = = 0,044 𝑘𝑊
60 × 1000 60 × 1000

3600 × 𝑉𝑔 3600 × 0,025


𝐵𝐹𝐶 = = = 1,169 𝐿/ℎ
𝑡 77

𝐵𝐹𝐶 1,169 𝐿. ℎ
𝐵𝑆𝐹𝐶 = = = 26,57 ( )
𝐵𝐻𝑃 0,044 𝑘𝑊

6 𝑥 104 × 𝐾2 × 𝐵𝐻𝑃 6 𝑥 104 × 2 × 0,044


𝐵𝑀𝐸𝑃 = = = 1,776 𝑘𝑁/𝑚2
𝑛 × 𝑉𝑠 1200 × 2,477
ℎ0 ×𝑇𝑎 0,95×309 𝑙
𝑉𝑎 = 0,003536 × 𝐷 2 × √ 𝑃𝑎
= 0,003536 × (56,03)2 × √ 1,00
= 190,193 (𝑠)

ℎ0 ×𝑃𝑎 0,95×1,00
𝑚𝑎 = 0,00001232 × 𝐷 2 × √ 𝑇𝑎
= 0,00001232 × (56,03)2 × √ 309
=

0.0021445 𝑘𝑔/𝑠

3,6 × 106 3,6 × 106


𝜂𝑡ℎ = = = 0,00375
𝐵𝑆𝐹𝐶 × 𝜌𝑓 × 𝐻𝐿 26,57 × 0,85 × (4,25 × 107 )

60 × 𝐾2 × 𝑉𝑎 60 × 2 × 190,193
𝜂𝑣𝑜𝑙 = = = 7,678
𝑛 × 𝑉𝑠 1200 × 2,477

IV.3 Mencari Harga FHP, IHP, ηmek, IMEP, dan FMEP

Dengan metode Least square :

No BHP (x) BFC (y) X² Y² XY

(kW) (l/s)

1 0,044 1,169 0,00194 1,36656 0,05143

2 0,110 1,268 0,01210 1,60782 0,13948

3 0,168 1,500 0,02822 2.25000 0,25200

4 0,207 1,636 0,04285 2.67650 0,33865

5 0,314 1,837 0,09860 3.37457 0,57682

𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑ 𝑦 6(1,35858 )– 7,41 0,74148


𝑏= = = = 1,89341
𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 6(0,18371) − (0,843)2 0,39161

∑ 𝑥 2 ∑ 𝑦 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑥𝑦 1,36129 − 1,14511
𝑎= 2 = = 0,55202
𝑛 ∑ 𝑥2 − (∑ 𝑥) 6(0,18371) − (0,843)2
Tabel hasil perhitungan :

No n FHP IHP ηmek IMEP FMEP

(rpm)

1 1200 3,43 3,474 0,01266 120,7503 9537,94

2 1400 3,43 3,540 0,03107 122,4984 3942,66

3 1600 3,43 3,598 0,04669 108,9423 2333,31

4 1800 3,43 3,637 0,05691 97,8872 1720,04

5 2000 3,43 3,744 0,08387 90,6903 1081,32

Contoh Perhitungan :

Untuk n =1200 rpm

𝑏 1,89341
𝐹𝐻𝑃 = = = 3,43
𝑎 0,55202

𝐼𝐻𝑃 = 𝐵𝐻𝑃 + 𝐹𝐻𝑃 = 0,044 + 3,43 = 3,474

𝐵𝐻𝑃 0,044
𝜂𝑚𝑒𝑘 = = = 0,01266
𝐼𝐻𝑃 3,474

6 × 104 × 𝐾2 × 𝐼𝐻𝑃 6 × 104 × 2 × 3,474


𝐼𝑀𝐸𝑃 = = = 140,2503
𝑛 × 𝑉𝑠 1200 × 2,477

𝐼𝑀𝐸𝑃 120,7503
𝐹𝑀𝐸𝑃 = = = 9537,94
𝜂𝑚𝑒𝑘 0,01266

IV.4 Mencari Harga ‘Haet Losses’ H1, H2, H3, Q1, dan Q2

Tabel hasil perhitungan :

No n H1 H2 H3 Q1 Q2

(rpm)

1 1200 11730,59 1035,10 77,32 4882,04 5846,77

2 1400 12724,03 1201,22 90,48 5024,40 6478,89

3 1600 15052,08 1448,78 109,37 5024,40 8520,27


4 1800 16416,80 1592,54 120,34 5166,76 9570,84

5 2000 18433,78 1788,21 135,12 5233,75 11232,94

Contoh Perhitungan :

Untuk n =1200 rpm

𝐻𝐿 × 𝜌𝑓 × 𝐵𝐹𝐶 4,25 × 107 × 0,85 × 1,169 𝐽


𝐻1 = = = 11730,59 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
3600 3600 𝑠

(𝜌𝑓 × 𝐵𝐹𝐶) (0,85 × 1,169)


𝐻2 = [𝑚𝑎 + ] × 𝐶𝑝 × 𝑇𝑒 = [0,002144 + ] × 1001,7 × 427
3600 3600
𝐽
= 1035,10 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠

𝐽
𝐻3 = 𝑚𝑎 × 𝐶𝑝 × 𝑇𝑎 = 0,002144 × 1001,7 × 309 = 77,32 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠

𝐽
𝑄1 = 4187 × 𝑄(𝑇𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑖𝑛 ) = 4187 × 0,583(336 − 334) = 4882,04 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠

𝑄2 = 𝐻1 − (𝐻2 −𝐻3 ) − 𝑄1 − 𝐵𝐻𝑃 = 11730,59 – (1035,1 − 77,32) − 4882,04 − 44


𝐽
= 5846,77 𝑊𝑎𝑡𝑡 ( )
𝑠

IV.5 Grafik

 BHP vs RPM

BHP vs RPM
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15 BHP vs RPM
0.1
0.05
0
0 500 1000 1500 2000 2500
 IHP vs RPM

IHP vs RPM
3.8
3.75
3.7
3.65
3.6 IHP vs RPM
3.55
3.5
3.45
0 500 1000 1500 2000 2500

 BMEP vs RPM

BMEP vs RPM
8
7
6
5
4
BMEP vs RPM
3
2
1
0
0 500 1000 1500 2000 2500

 BSFC vs RPM

BSFC vs RPM
30

25

20

15
BSFC vs RPM
10

0
0 500 1000 1500 2000 2500
 FHP vs RPM

FHP vs RPM
4
3.5
3
2.5
2
FHP vs RPM
1.5
1
0.5
0
0 500 1000 1500 2000 2500

 Effisiensi Thermal vs RPM

Effisiensi thermal vs RPM


0.02

0.015

0.01 Effisiensi thermal vs


RPM
0.005

0
0 500 1000 1500 2000 2500

 Effisiensi Volumetrik vs RPM

Effisiensi Volumetrik vs RPM


8.2
8.1
8
7.9 Effisiensi Volumetrik vs
RPM
7.8
7.7
7.6
0 500 1000 1500 2000 2500
 Effisiensi Mekanik vs RPM

Effisiensi Mekanik vs RPM


0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
Effisiensi Mekanik vs
0.04 RPM
0.03
0.02
0.01
0
0 500 1000 1500 2000 2500

 Grafik H1, H2, H3, Q1, dan Q2 terhadap n


20000

18000

16000

14000
H1
12000
H2
10000
H3
8000 Q1
Q2
6000

4000

2000

0
1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200
BAB V

ANALISA DAN KESIMPULAN

V.1 ANALISA

Analisis grafik dilakukan pada setiap grafik yang akan diamati dan kesalahan dalam
percobaan. Setelah analisa selesai, akan dibandingkan dengan litelatur yang ada.

V.1 Analisa grafik

i. Analisa Kurva BHP terhadap putaran mesin (RPM)


Pada kurva antara BHP dengan putaran mesin (RPM) menunjukkan bahwa nilai dari BHP
menunjukkan kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran mesin (RPM). Dengan kata lain,
BHP berbanding lurus dengan kenaikan putaran RPM, walaupun tidak begitu linier.Kenaikan kurva BHP
terhadap putaran mesin (n) seharusnya memiliki garis linier yang halus, namun pada data yang kami
dapatkan tidak berlaku seperti itu. Kemungkinan besar hal ini dikarenakan nilai kenaikan putaran
mesin yang tepat seperti di data tidak bisa kami dapatkan pada percobaan. Misalnya, untuk putaran
1000 rpm, data pada alat percobaan tidak menunjukkan angka 1000 tepat, melainkan lebih walaupun
hanya sedikit.
BHP vs RPM
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15 BHP vs RPM
0.1
0.05
0
0 500 1000 1500 2000 2500

ii. Analisa Kurva FHP terhadap putaran mesin (RPM)


Pada kurva antara FHP dengan putaran mesin (RPM) menunjukkan bahwa nilai dari FHP memiliki nilai
yang konstan pada nilai RPM berapapun. Hal ini dikarenakan FHP = b/a sama untuk tiap RPM yang
berbeda, dengan demikian kurva FHP akan membentuk garis lurus.

FHP vs RPM
4
3.5
3
2.5
2
FHP vs RPM
1.5
1
0.5
0
0 500 1000 1500 2000 2500

iii. Analisa Kurva IHP terhadap putaran mesin (RPM)


Pada kurva antara IHP dengan putaran mesin (RPM) menunjukkan bahwa nilai dari IHP akan
mengalami kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari RPM. Dengan kata lain, IHP sebanding dengan
RPM walaupun kenaikan hanya sedik demis sedikit .
IHP vs RPM
4
3.9
3.8
3.7
3.6
IHP vs RPM
3.5
3.4
3.3
3.2
0 500 1000 1500 2000 2500

iv. Analisa Kurva BSFC terhadap putaran mesin (RPM)


Pada kurva antara BSFC dengan putaran mesin (RPM), menunjukkan nilai dari BSFC akan menurun
seiring dengan naiknya nilai dari RPM. Dengan kata lain, BSFC berbanding terbalik dengan RPM.
Penurunan kurva tersebut disebabkan karena nilai dari BSFC sendiri berbanding terbalik dengan nilai
dari BHP yang selalu mengalami kenaikan terhadap nilai RPM.

BSFC vs RPM
30

25

20

15
BSFC vs RPM
10

0
1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

v. Analisa Kurva  mek terhadap RPM


Pada kurva antara  mek dengan RPM menunjukkan bahwa nilai dari  mek akan meningkat, seiring

dengan kenaikan nilai dari RPM (  mek sebanding dengan putaran mesin). Kenaikkan kurva tersebut

disebabkan karena nilai dari  mek sendiri bergantung dari nilai BHP dan IHP, sementara kenaikan nilai

dari BHP diimbangi dengan kenaikan nilai dari IHP.


Effisiensi Mekanik vs RPM
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
Effisiensi Mekanik vs
0.04 RPM
0.03
0.02
0.01
0
0 500 1000 1500 2000 2500

vi. Analisa Kurva  th terhadap RPM


Pada kurva antara  th dengan RPM menunjukkan bahwa nilai dari  th akan meningkat, seiring dengan

kenaikan nilai dari RPM (  th sebanding dengan n) walaupun kenaikannya tidak terlalu signifikan. Hal

ini disebabkan karena nilai dari  th berbanding terbalik dengan nilai dari BSFC yang mengalami

penurunan kurva, artinya bahwa ratio dari heat sebanding dengan nilai dari brake.

Effisiensi thermal vs RPM


0.05

0.04

0.03
Effisiensi thermal vs
0.02 RPM

0.01

0
0 500 1000 1500 2000 2500

vii. Analisa Kurva  vol terhadap RPM


Pada kurva antara  vol dengan n terlihat bahwa nilai dari  vol tidak stabil dan cenderung naik, seiring

dengan naiknya putaran mesin. Hal ini disebabkan karena hubungan  vol dengan RPM adalah
berbanding terbalik dan berbading lrus akar dengan delta L (ΔL) sesuai pada persamaan yang sudah
diberikan sebelumnya.

Effisiensi Volumetrik vs RPM


8.2
8.1
8
7.9 Effisiensi Volumetrik vs
RPM
7.8
7.7
7.6
0 500 1000 1500 2000 2500

viii. Analisa Kurva BMEP terhadap putaran mesin (RPM)


Pada kurva antara BMEP dengan RPM menunjukkan bahwa nilai dari BMEP akan meningkat, seiring
dengan kenaikan nilai dari RPM. Dengan kata lain, BMEP sebanding dengan RPM. Kenaikan tersebut
disebabkan nilai dari BMEP sebanding dengan nilai dari BHP dan berbanding terbalik dengan nilai dari
RPM. Sementara kondisi nilai dari BHP sendiri memiliki nilai perbandingan RPM, hal ini membuat RPM
secara nyata tidak memberikan pengaruh langsung terhadap kenaikan BMEP, tetapi kenaikan RPM
memberikan pengaruh pada kenaikan Torsi, dan kenaikan Torsi sebanding dengan peningakatan
BMEP. Itulah yang menyebabkan nilai dari BMEP tetap naik, walaupun RPM secara korelasi tidak
memberikan dapak apapun.

BMEP vs RPM
8
7
6
5
4
BMEP vs RPM
3
2
1
0
0 500 1000 1500 2000 2500

ix. Analisa Kurva H1 terhadap RPM


Pada kurva antara H1 dengan RPM menujukkan bahwa nilai dari H1 akan mengalami kenaikan, seiring
dengan naiknya nilai dari RPM. Hal ini disebabkan karena pada saat engine berada pada nilai RPM
tinggi maka bahan bakar yang dikonsumsi oleh mesin akan semakin besar. Sebagaimana diketahui
bahwa hubungan antara nilai H1 (Heat of Combustion of Fuel) sebanding dengan nilai dari BFC ( Fuel
Consumption ).

x. Analisa Kurva H2 terhadap RPM


Pada kurva antara H2 dengan RPM terlihat bahwa nilai dari H2 mengalami kenaikan seiring dengan
naiknya nilai RPM. Hal ini secara langsung karena nilai dari mass rate of flow air at engine inlet dan
BFC menigkat.

xi. Analisa Kurva H3 terhadap RPM


Pada kurva hubungan antara H3 dengan RPM terlihat bahwa nilai dari H3 mengalami kenaikan seiring
dengan naiknya nilai RPM, karean kenaikan RPM menyebabkan terjadi penigkatan mass rate of flow
air at engine inlet.

xii. Analisa Kurva Q1 terhadap n


Pada kurva hubungan antara Q1 dengan n terlihat bahwa nilai dari Q1 menigkat seiring dengan naiknya
nilai RPM, indaksinya dikarenakan mass rate of flow air at engine inlet menigkat saat kecepetan RPM
ditingkatkan, dengan perubahan suhu air yang hampir selalu konstan pada inlet dan outlet, rata-rata
selisih suhu inlet dan outlet berkisar di 2 derajat celcius.

xiii. Analisa Kurva Q2 terhadap RPM


Pada kurva hubungan antara Q2 dengan RPM terlihat bahwa nilai dari Q2 naik seiring dengan naiknya
nilai RPM. Kenaikan tersebut disebabkan H1 yang terus menigkat sebanding dengan RPM dan kenaikan
untuk H2, Q1 dan BHP tidak terlalu signifikan.
20000

18000

16000

14000
H1
12000
H2
10000
H3
8000 Q1
Q2
6000

4000

2000

0
1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

V.2. KESIMPULAN

Dari praktikum dan pengolahan data yang dilakukan, dapat di tarik kesimpulan berikut ini.

a. Nilai BHP menunjukkan kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran
mesin (RPM). BHP berbanding lurus dengan kenaikan putaran, walaupun tidak
linier, tapi masih mungkin untuk di linierisasi.
b. Nilai FHP memiliki nilai yang konstan pada nilai putaran berapapun, karena nilai
FHP = b/a sama untuk tiap putaran yang berbeda, dengan demikian kurva FHP
akan membentuk garis lurus.
c. Nilai IHP akan mengalami kenaikan, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran.
d. Nilai BFC akan meningkat, seiring dengan kenaikan nilai dari putaran dan nilai dari
BSFC akan menurun seiring dengan naiknya nilai dari putaran
e.  mek akan meningkat, seiring dengan kenaikan nilai dari n begitu juga  termal namun
 vol akan menunjukkan grafik yang tidak stabil.
f. BMEP menunjukan kenaikan karean sebanding dengan kenaikan torsi.
g. Nilai dari H1 akan mengalami kenaikan, seiring dengan naiknya nilai dari RPM. Begitu juga
dengan H2 ,H3 ,Q1, Q2.
REFERENSI

Tim Penyusun Buku Penuntun Praktikum Prestasi Mesin, Buku Penuntun Praktikum Prestasi Mesin,
Depok: Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 2009.
TUGAS TAMBAHAN RESUME

2012 International Conference on Future Energy, Environment, and Materials

The Impact of Common Rail System’s Control Parameters on


the Performance of High-power Diesel

Pengaruh sistem timing injeksi pada common rail dan pengaruh tekanan pada high-power diesel
terhadap ke ekonomisan bahan bakar dan karakteristik emisi gas buang telah dipelajari melalui
serangkaian tes dan uji coba. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan tekanan rel yang
meningkat, ekonomi bahan bakar dan asap semakin membaik, sedangkan NOx sebaliknya malah
memburuk. Namun, karena tekanan rel yang sangat tinggi, tren peningkatan asap dan ekonomi
bahan bakar, tidak terlihat jelas dan bahkan pada kondisi pembebanan yang relatif rendah, ke
ekonomisan akan justru akan menurun. Dengan pengaturan delay injeksi, NOx berkurang sementara
asap meningkat dan bahan bakar semakin boros pada saat kondisi beban yang relatif besar.
Sementara saat kodisi pembebanan relatif rendah kondisi yang terjadi sebaliknya.

Sistem kontrol elektronik pada common rail memiliki keunggulan injeksi tekanan yang tinggi dan
fleksibilitas parameter seperti tekanan, timing/waktu, jumlah bahan bakar. Dan menjadi pilihan utama
untuk sistem mesin diesel advance denagn kelebihan tidak berisik, gas buangan rendah, dan hemat
bahan bakar.

Pengujian dilakukan dengan menjaga putaran tetap konstan pada 1000 RPM kemudian berbagai
macam variasi dialkukan mulai dari pembebanan (Nm) dan rail pressure (bar) kemudian melihat
perbandingan specific fuel combustion (BSFC), FSU/Rb, NOx/ppm. Kemudian melihat pengaruh BSFC
dan Pmax, terhadap perubahan sudut injeksi dengan Rail Pressure 2 kondisi 50 MPa (500bar) dan 80
Mpa (800bar), kemudian putaran dijaga tetap 1000 RPM dan Torsi 1000 Nm.

Kesimpulan dalam penenlitian di jurnal ini di sebutkan sebagai berikut:

 Meningkatkan Rail Pressure dalam daerah tertentu yang bersesuaian akan membuat
bahan bakar semakin hemat dan asap baunganan menurun tetapi NOx meningkat.
 Semakin besar Rail pressure semakin hemat (BSFC menurun), tetapi NOx meningkat.
 Semakin besar Torsi semakin hemat (BSFC menurun), tetapi NOx meningkat.
 Pada semua jenis pembebanan untuk penigkatan Rail pressure mengurangi asap partikel.
 Pengurangan sudut(angle) menuju negatif mengurangi BSFC dan meningkatkanPeak
pressure pada saat pembakaran terjadi, semakin ke arah positif meningkatkan BSFC
tetapi menurunkan Peak pressure pembakaran.
 Semakin positif arah sudutnya semakin bertambah asap yang keluar tetapi kandungan
NOx semakin berkurang, dan kearah nagatif asap semakin berkurang sedangkan kadar
NOx justru bertambah.

You might also like