You are on page 1of 35

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM KEHAMILAN

Oleh :
REZKI TRI WAHYUNI S.
C111 12 143

Pembimbing:
dr. Gregorius Alan Goni

Supervisor:
Prof. Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, Sp.OG (K), MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Rezki Tri Wahyuni S.


NIM : C 111 12 143
Judul Referat : Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen


Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2018

Supervisor Residen Pembimbing

Prof. Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, Sp.OG (K), MARS dr. Gregorius Alan Goni

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr. dr. Elizabet C. Jusuf, M.Kes, Sp.OG (K)

ii
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Rezki Tri Wahyuni S.

NIM : C111 12 143

Benar telah membacakan referat dengan judul “ANEMIA DEFISIENSI BESI


DALAM KEHAMILAN“ pada:

Hari / tanggal : , April 2018

Tempat : RS

Konsulen / Pembimbing : Prof. Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, Sp.OG(K),


MARS
dr. Gregorius Alan Goni

Minggu dibacakan :

Nilai :

Dengan ini dibuat untuk digunakan dengan sebaik-baiknya dan digunakan


sebagaimana mestinya

Makassar, April 2018

Supervisor Pembimbing

Prof. Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, Sp.OG (K), MARS dr. Gregorius Alan Goni

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dr. dr. Elizabet C. Jusuf, M.Kes, Sp.OG (K)

iii
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT

Nama : Rezki Tri Wahyuni S.

NIM : C 111 12 143

Hari/Tanggal : , April 2018

Judul Referat : Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan

Tempat : RS

No. Nama Minggu Tanda Tangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

iv
14.

15.

Supervisor Pembimbing

Prof. Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, Sp.OG (K), MARS dr. Gregorius Alan Goni

v
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT ..................... iii
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT ................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 3
2.1. Definisi ............................................................................................. 3
2.2. Epidemiologi .................................................................................... 3
2.3. Etiologi ............................................................................................. 4
2.4. Metabolisme Zat Besi ...................................................................... 5
2.5. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan ................ 8
2.6. Gejala Klinis..................................................................................... 10
2.7. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan..................... 11
2.8. Penatalaksanaan .............................................................................. 13
2.9. Komplikasi ...................................................................................... 17
2.10. Prognosis ....................................................................................... 18

BAB III. KESIMPULAN ..................................................................... 19


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 20
LAMPIRAN

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila


dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian
ibu langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan
penyebab tidak langsung adalah anemia 51%.Anemia merupakan defisiensi nutrisi
yang paling banyak di dunia. Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan
yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan,
kebutuhan akan zat-zat gizi semakin meningkat dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah dan sumsum tulang. (1,2)
WHO memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di negara
maju sebesar 18% dan di negara berkembang sebesar 35 - 75%. Sekitar 75%
anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensi
tersebut bersifat multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk atau
kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi
kebutuhan yang meningkat, asupan nutrisi yang tidak cukup, absorbsi yang tidak
adekuat dan bertambahnya zat gizi yang hilang. Faktor nutrisi utama yang
mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin
B12.(,4,5,6)
Anemia secara praktis didefinisikan yaitu sebagai keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Ht) atau hitung eritrosit darah kurang dari
normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin
: balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g %, laki-laki dewasa
13 g %, ibu hamil 11 g % dan ibu menyusui 12 g %. Umumnya konsentrasi
hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada perempuan yang tidak hamil dan kurang
dari 10 g/dL selama kehamilan atau masa nifas.The Centers for Disease Control
mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dL pada
trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dL pada trimester kedua.
Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat berdampak pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia merupakan penyebab penting yang

1
melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada
waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi
kehamilan. Selain itu ibu hamil yang menderita anemia juga berisiko jika
perdarahan pada saat melahirkan. Disamping pengaruhnya kepada kematian dan
perdarahan, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat
bayi lahir rendah dan peningkatan kematian perinatal. (1,3)
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan
untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk
janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Karena itu, cadangan zat besi
yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg. Perubahan diet dengan
konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan suplemen zat besi
dianjurkan pada ibu hamil. Anemia ini mengakibatkan berkurangya produksi
heme. Jadi, pengobatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi
sel darah merah.(7,8,9,10)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin kurang dari
normal, yang berbeda di tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis,
definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10.
(1,9)

Derajat anemia berdasarkan kadar hemoglobin antara lain :


 Ringan : Hb 8gr%dl- 9,9gr%/dl
 Sedang : Hb 6gr%dl- 7,9 gr%dl
 Berat : Hb <6 gr%dl (1,5)
Anemia adalah konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada wanita
yang tidak hamil dan kurang dari 10 g/dL pada wanita hamil dan nifas.(10)
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam
kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga ;
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua. (4,10,11)

2.2. Epidemiologi
Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi
zat besi. Angka anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu
63,5%. Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam
timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan
lebih tinggi di negara berkembang, dibandingkan dengan negara maju.(2,5)
95% dari anemia dalam kehamilan merupakan anemia defiesiensi besi.
Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi semakin meningkat.
Ini menunjukkan kebutuhan zat besi maternal yang meningkat pada kehamilan.
Kematian maternal meningkat karena terjadinya pendarahan post partum yang
banyak pada wanita hamil yang sebelumnya sudah menderita anemia.(11,12)

3
2.3. Etiologi
Penyebab anemia defisiensi besi(13)

Sistem Reproduksi

 Menorrhagia
Perdarahan

 Oesophagitis
 Oesophegeal varices
 Hiatus hernia
 Ulkus peptikum
 Inflammatory bowel disease
 Hemoroid
 Carcinoma : gaster, colorectal
 Angiodisplasia
 Hereditary haemorrhagic telangiectasia (jarang)
 Aspirin
 Antikoagulan
Malabsorpsi

 Coeliac disease
 Gastritis atrofi
Fisiologis

 Kehamilan
 Growth spurts( terutama pada bayi prematur)
Diet

 Vegetarian
 Usia tua
 Pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan
mendapat eritropoietin.
Penyebab anemia defisiensi besi yang paling sering adalah infeksi cacing tambang

2.4. Sumber Zat Besi

4
Sumber zat besi adalah makan hewani, seperti daging, ayam dan
ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah besi, perlu
diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersediaan
biologik (bioavability). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan
ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan
kacangkacangan mempunyai mempunyai ketersediaan biologik sedang,
dan besi dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam
oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah.
Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas
campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta
sumber gizi lain yang dapat membantu sumber absorbsi. Menu makanan di
Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging/ayam/ikan, kacang-kacangan,
serta sayuran dan buahbuahan yang kaya akan vitamin C. 10 Berikut
bahan makanan sumber besi :

Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani dan


nabati. Besi yang bersumber dari bahan makanan terdiri atas besi heme
dan besi non heme. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa walaupun
kandungan besi dalam sereal dan kacang-kacangan relatif tinggi, namum
oleh karena bahan makanan tersebut mengandung bahan yang dapat
menghambat absorpsi dalam usus, maka sebagian besar besi tidak akan
diabsorpsi dan dibuang bersama feses.

2.5. Kebutuhan Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada Masa
Kehamilan
Kebutuhan zat besi selama hamil yaitu rata-rata 800 mg – 1040
mg. Kebutuhan ini diperlukan untuk :
• ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.

5
• ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.
• ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin
maternal/sel darah merah.
• ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
• ± 200 mg lenyap ketika melahirkan
Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan
menghasilkan sekitar 10–15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg
yang di absorpsi.9 jika ibu mengkonsumsi 60 mg zat besi, maka
diharapkan 6-8 mg zat besi 6 dapat diabsropsi, jika dikonsumsi selama 90
hari maka total zat besi yang diabsropsi adalah sebesar 720 mg dan 180
mg dari konsumsi harian ibu.
Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I
kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar
70%.4 Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat
besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan
pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga
ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini
ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah
merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk
janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg
akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat
besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak
hamil.1
Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi
yang hilang melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-
kira 14 ug per Kg berat badan per hari atau hampir sarna dengan 0,9 mg
zat besi pada laki-laki dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa. 5,9
Kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda pada setiap umur
kehamilannya, pada trimester I naik dari 0,8 mg/hari, menjadi 6,3 mg/hari
pada trimester III. Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok kenaikannya.
Dengan demikian kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat
dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup baik
kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi juga harus
disuplai dari sumber lain agar supaya cukup.7,9 Penambahan zat besi
selama kehamilan kira-kira 1000 mg, karena mutlak dibutuhkan untuk
janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu. Sebagian dari
peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan
adaptif persentase zat besi yang diserap. Tetapi bila simpanan zat besi
rendah atau tidak ada sama sekali dan zat besi yang diserap dari makanan
sangat sedikit maka, diperlukan suplemen preparat besi.7,9

6
Untuk itu pemberian suplemen Fe disesuaikan dengan usia
kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap semester, yaitu sebagai berikut : 7
1. Trimester I : kebutuhan zat besi ±1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
2. Trimester II : kebutuhan zat besi ±5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus 115
mg.
3. Trimester III : kebutuhan zat besi 5 mg/hari,) ditambah kebutuhan sel
darah merah 150 mg dan conceptus 223 mg.

Besi dalam bentuk fero lebih mudah diabsorbsi maka preparat besi
untuk pemberian oral tersedia dalam berbagai bentuk berbagai garam fero
seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumarat. Ketiga preparat ini
umumnya efektif dan tidak mahal. Di Indonesia, pil besi yang umum
digunakan dalam suplementasi zat besi adalah ferrosus sulfat, senyawa ini
tergolong murah dan dapat diabsorbsi sampai 20%.11
Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau
Nafero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb
sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan
kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis
anemia. 2

2.6. Metabolisme Zat Besi


Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata 4 sampai 5 gram, lebih kurang 65
persennya dijumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persennya dalam bentuk
mioglobin, 1 persen dalam bentuk macam-macam senyawa heme yang
meningkatkan oksidasi intraselular, 0,1 persen bergabung dengan protein
transferin dalam plasma darah, dan 15 sampai 30 persen terutama disimpan dalam

7
sistem retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk
feritin.(14)

Sebuah diet Western yang normal mengandung 15 mg besi setiap hari,


dimana 5-10% diserap terutama di duodenum dan jejunum bagian atas dimana
kondisi asam membantu penyerapan besi dalam bentuk ferrous. Penyerapannya
dibantu oleh zat-zat yang lain seperti asam hidroklorida, dan asam askorbat.
Tubuh memiliki kemampuan untuk meningkatkan penyerapan zat besi jika
kebutuhan akan besi meningkat seperti pada kehamilan, laktasi, growth spurts,
dan defisiensi besi. (14)

Tabel 1. Kebutuhan diet besi harian

Besi diabsorpsi dari semua bagian usus halus, sebagian besar melalui
mekanisme berikut. Hati mensekresi apotransferin dalam jumlah sedang ke dalam
empedu yang mengalir melalui duktus empedu ke dalam duodenum. Dalam usus
halus, apotransferin berikatan dengan besi bebas dan dengan beberapa senyawa
besi seperti hemoglobin dan mioglobin dari makanan yang merupakan dua sumber
besi paling penting dalam diet. Kombinasi ini disebut transferin. Kombinasi ini
kemudian tertarik dan berikatan dengan reseptor pada membran sel epitel usus.
Kemudian, dengan cara pinositosis, molekul transferin diabsorbsi ke dalam sel
epitel dan kemudian dilepaskan pada sisi darah dari sel ini dalam bentuk
transferin plasma. (14)

8
Kecepatan absorbsi besi sangat lambat, dengan kecepatan maksimum
hanya beberapa milligram per hari. Ini berarti bahwa bila dalam makanan terdapat
banyak sekali besi maka hanya sebagian kecil saja yang dapat diabsorpsi. Bila
tubuh menjadi jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat
cadangan besi sudah terikat dengan besi maka kecepatan absorpsi besi dari traktus
intestinal menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu
sampai kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat, dapat
sampai lima kali atau lebih dibandingkan bila tempat penyimpanan besi dalam
keadaan jenuh. Jadi jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan
cara mengubah kecepatan absorbsinya. (14)

Setelah diserap dari usus, besi diangkut melalui mukosa sel ke dalam darah
kemudian akan dibawa oleh protein transferin untuk menyusun sel darah merah di
bone marrow. Ketika besi diabsorpsi dari usus halus, besi segera bergabung dalam
plasma darah dengan beta globulin, yakni apotransferin, untuk membentuk
transferin yang selanjutnya diangkut dalam plasma. Besi ini berkaitan secara
longgar dengan molekul globulin dan akibatnya dapat dilepaskan ke setiap sel
jaringan pada setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah disimpan
dalam seluruh sel tubuh, Tempat utama di hepatosit hati dan sedikit di sel
retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma sel, besi ini terutama
bergabung dengan suatu protein yakni apoferitin untuk membentuk feritin.
Apoferitin mempunyai berat molekul kira-kira 460.000 dan berbagai jumlah besi
dapat bergabung dalam bentuk kelompok radikal besi dengan molekul besar ini
oleh karena itu feritin mungkin hanya mengandung sedikit besi atau bahkan
banyak sekali. Besi yang disimpan sebagai feritin ini disebut besi cadangan. (14)

Di tempat penyimpanan ada sedikit besi yang tersimpan dalam bentuk


yang sama sekali tidak larut disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total
besi dalam tubuh melebihi yang dapat ditampung oleh tempat penyimpanan
apoferitin. Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah maka besi dengan sangat
mudah dilepaskan dari ferritin. Namun tidak semudah seperti dari hemosiderin.

9
Selanjutnya besi diangkut dalam plasma dalam bentuk transferin menuju bagian
tubuh yang memerlukan. (14)

Gambaran unik dari molekul tranferin adalah bahwa molekul ini berikatan
secara kuat dengan reseptor pada membran sel eritroblas dalam sumsum tulang.
Selanjutnya bersama dengan besi yang terikat, transferin masuk ke dalam
eritroblas dengan cara endositosis. Di sini transferin mengirimkan besi secara
langsung ke mitokondria yaitu tempat dimana heme disintesis. Pada orang-orang
yang dalam darahnya tidak terdapat transferin dalam jumlah yang cukup maka
kegagalan pengangkutan besi menuju eritroblas dapat menyebabkan anemia
hipokrom yang berat yakni adanya penurunan jumlah sel darah merah yang
mengandung lebih sedikit hemoglobin dari normal. (14)

Bila sel darah merah telah melampaui masa hidupnya dan hancur maka
hemoglobin yang dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel-sel dari sistem
makrofag-monosit. Di sini terjadi pelepasan besi bebas, dan kemudian terutama
disimpan di tempat penyimpanan feritin atau digunakan lagi untuk membentuk
hemoglobin baru. (14)

Sekitar 1 mg besi setiap hari dilepaskan dari tubuh melalui urine, faeces,
dan keringat. Menstruasi menambahkan kehilangan besi sebesar 20 mg setiap
bulan dan kehamilan meningkatkan kebutuhan akan besi (500-1000 mg) yang
berkontribusi pada tingginya insidens defisiensi besi pada perempuan usia
reproduksi. (14)

Fungsi Kebutuhan

Meningkatkan jumlah sel darah merah 450 mg

Fetus dan plasenta 360 mg

10
Persalinan 190 mg

Laktasi 1 mg/ hari

Tabel 2. Kebutuhan zat besi untuk kehamilan dan masa nifas(11)

2.5. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan


Kebutuhan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi
di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari
pada trimester akhir. Zat besi yang rata-rata dibutuhkan untuk wanita hamil adalah
800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk
hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan
post partum. Jadi penyimpanan zat besi yang minimal di dalam tubuh pada wanita
hamil adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak
ditambah dalam kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi zat besi,
terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka
waktu yang singkat dan vegetarian. Di daerah tropis, zat besi lebih banyak keluar
melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan tidak
sama untuk berbagai negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil,
wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12 mg, 15
mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17
mg.(5,8,10,13)
Prevalensi defisiensi besi, bagaimanapun, secara logis jauh lebih besar dari
anemia, menunjukkan bahwa sebagian besar wanita memasuki kehamilan dengan
asupan zat besi yang tidak memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan zat
besi yang diperlukan untuk ekspansi massa sel darah merah pada ibu serta untuk
perkembangan janin dan plasenta. Sekitar 1000 mg zat besi yang diperlukan
selama kehamilan, 500 mg digunakan untuk mendukung perluasan massa
hemoglobin ibu dan 300 mg untuk perkembangan janin dan plasenta. (13)

11
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan,
ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata, kebutuhan besi harian adalah
antara 6 dan 7 mg dibandingkan dengan 1 mg / hari dalam kondisi fisiologis
normal. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan meningkat
hingga 10 mg / hari. Meskipun penyerapan zat besi yang meningkat secara
substansial selama kehamilan dan cukup pada pemenuhan zat besi wanita yang
sehat, itu gagal untuk memenuhi kebutuhan pemakaian zat besi wanita hamil.
Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi rendah,
suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh
lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal dapat menyebabkan
kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi selama
kehamilan.(2)
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma
selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa
sel darah merah darah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu
dilindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan
dengan persalinan. Namun, 5% dari persalinan disertai dengan kehilangan darah
>1 L, dan gejala anemia, termasuk gejala jantung, sehingga harus ditransfusi
darah.(2,3) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau
kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi
makin menurun. (15)
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, serta
apusan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron

12
binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam
serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia
mikrositik hipokrom, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency
anemia). (15)
Selama periode setelah melahirkan 0,5-1 mg besi perhari dibutuhkan untuk
laktasi, dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien
hamil dengan mudah bisa mengalami kekurangan besi, dimana janin bisa
mengakumulasi besi bahkan dari ibu yang kekurangan besi. Kebutuhan besi yang
meningkat tersebut tidak terpenuhi oleh kebiasaan diet normal, walaupun ada
penyerapan besi yang meningkat selama kehamilan yaitu 1,3-2,6 mg perhari.
Setiap wanita hamil membutuhkan sampai 2 tahun makan normal untuk mengisi
kembali cadangan besi yang telah hilang selama hamil.(15)

2.6. Gejala Klinis


Gejala klinis dari anemia bervariasi, bergantung pada tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinis anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,
sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak.
b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare.
c) Anemia berat : adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan
tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,
thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan
splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus
anemia yang lebih berat. (4,7,8)

2.7. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan

13
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan
dibutuhkan anamnesis, dimana akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah,
anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu
dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti
anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika,
gastritis, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat anemia yang
diderita.(1,4,7,8)
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 – 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 – 10 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr%. (1)

Tabel 3. Diagnosis anemia defisiensi besi (10)

Pemeriksaan laboratorium dasar yang dilakukan dimulai dengan


menghitung retikulosit. Jika retikulosit rendah atau normal, diasumsikan bahwa
anemia yang terjadi disebabkan oleh kurangnya produksi sel darah merah.
Terdapat tiga kategori morfologik : mikrositik (mean corpuscular volume MCV <
80), normositik (MCV 80-100), dan makrositik (MCV >100). Pemeriksaan
laboratorium tambahan dipilih berdasarkan pengelompokan tersebut. Peningkatan
retikulosit memberi kesan peningkatan kehilangan sel darah merah secara
sekunder oleh karena perdarahan (akut maupun kronik) atau hemolisis.(1,4)

14
Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester
ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan.
Ras tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada
pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin
untuk melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-
phosphate dehydrogenase. (1)

Kriteria anemia menurut Reticulocyte count


CDC (The Centers for
Disease Control)

Meningkat Normal atau menurun

Pertimbangkan : Anemia Mikrositik, Anemia Makrositik,


1. Kehilangan MCV <80, MCV>100,
darah akut. Pertimbangkan : Pertimbangkan :
2. Terapi zat besi 1. Defisiensi zat 1. Defisiensi As.Folat
yang baru. besi. Cek ferritin, 2. Defisiensi vit. B12
3. Anemia TIBC dan plasma Cek serum folat dan
Hemolitik. iron level. B12 level.
2. Hemoglobinopati. Pertimbangkan
Cek apusan darah Cek hemoglobin dan malabsorbsi,
tepi dan tingkat elektroforesis gangguan makan dan
haptoglobin. ekstrim diet sebagai
kemungkinan
etiologi.
Anemia Normositik, MCV 80-100
Pertimbangkan:
1. Defisiensi zat besi ringan
2. Anemia disebabkan penyakit kronik.
Cek fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.

Tabel 4. Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah


laboratorium(9)

15
Gambar 1. Apusan darah menunjukkan perubahan pada anemia defisiensi besi.(6)

Penyebab tersering dari anemia mikrositik adalah anemia defisisensi besi.


Nilai potenisal besi yang diperiksam meliputi serum feritin, total iron binding
capacity (TIBC), dan level plasma besi. Ferritin dan nilai plasma besi akan
menurun pada anemia defisiensi besi, sedangkan TIBC akan meningkat. Ferritin
berhubungan erat dengan cadangan besi pada bone marrow. Level transferrin
berfluktuasi setiap hari dan jarang digunakan untuk evaluasi defisiensi besi.
Dalam praktiknya, serum ferritin merupakan pemeriksaaan yang paling penting.
Supplementasi zat besi sebaiknya tidak diberikan selama 24-48 jam sebelum
pemeriksaan.(1,4,10)

2.8. Penatalaksanaan
Terapi zat besi oral terbukti efektif dalam memperbaiki anemia defisiensi
besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun terbatas pada banyak
pasien karena dosis bergantung pada efek samping, kurangnya kepatuhan dan
penyerapan zat besi yang tidak cukup di duodenum. Juga harus dicatat bahwa
meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status hematologi dan
besi dengan suplementasi besi oral, data pada peningkatan berat lahir dan
berkurangnya kelahiran prematur masih kurang.(2,3)
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan nonanemik (Hb

16
<11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir
rendah.(5)
Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: (16)
 Dosis pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya
yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut
selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu
pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. (16)
 Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb <
11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (16)

Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti mual, nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang
air besar, pusing bau logam. Selain itu setelah mengkonsumsi tablet tersebut, tinja
akan berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek
samping tablet zat besi ini tergantung pada dosis zat besi dalam pil, bukan pada
bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan
efek samping semakin besar. Tablet zat besi yang diminum dalam keadaan perut
terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan tetapi hal ini dapat
menurunkan tingkat penyerapannya.(16)
Terapi parenteral hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi dengan
terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular
dapat disuntikkan dekstran besi Imferon atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat
dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan. Akhir-akhir ini Imferon
banyak pula diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsur
zat besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan.(5,12)
Walaupun zat besi intravena dan dengan infus kadang-kadang
menimbulkan efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat, maka cara ini
dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi

17
darah. Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang
diberikan walaupun hemoglobinnya kurang dari 6gr/dL apabila tidak terjadi
perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera
harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak
lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil
seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan
ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi
dan asam folat).(5,13)

Preparat Kandungan Dosis yang Keuntungan Kerugian


Besi Besi dianjurkan

Ferrous Sulfat 65 mg besi 325 mg ferrous Harga murah Cenderung


elemental (per sulfate sekali dan mudah menyebabkan
325 mg atau dua kali diperoleh gangguan
tablet) sehari gastrointestinal

Ferrous 35 mg besi 650 mg ferrous Resiko rendah Kadar besi yang


Gluconate elemental (per gluconate terjadinya rendah tiap
325 mg sekali atau dua gangguan tabletnya
tablet) kali sehari gastrointestinal sehingga
memerlukan
dosis yang lebih
tinggi

Ferrous 65 mg 200 mg sekali Kadar besi Harga mahal


fumarate elemental besi atau dua kali yang tinggi
sehari sehingga
(per 200 mg
memerlukan
tablet)
dosis yang
sedikit

18
Tabel 5. Kandungan Besi pada beberapa preparat besi (17)

TERAPI PREPARAT BESI IV


Terdapat 3 jenis terapi dengan preparat besi IV, yaitu:
1. Iron Sucrose (Venofer, Vifor Pharma)
2. Iron Dextran (CosmoFer, Vitaline Pharma)
3. Ferric Carboxymaltose (FCM, Ferinject, Vifor Pharma)

INDIKASI:
Preparat besi intravena diindikasikan untuk pengobatan defisiensi zat besi
pada situasi berikut ini:
 Menunjukkan intoleransi penggunaan zat besi oral
 Terjadi kebutuhan klinis untuk mengantarkan dengan cepat preparat besi
untuk mengisi cadangan besi
 Penyakit radang usus aktif di mana penggunaan zat besi oral tidak dapat
ditoleransi atau dikontraindikasikan
 Pasien yang tidak patuh dengan terapi zat besi oral.12

Zat besi oral tidak boleh diberikan bersamaan dengan penggunaan besi IV
. Dapat diberikan dengan jangka waktu 5 hari setelah terapi terakhir penggunaan
preparat besi IV.12

KONTRAINDIKASI:
 Anemia yang tidak disebabkan oleh kekurangan zat besi
 Iron Overload
 Riwayat hipersensitivitas terhadap preparat besi parenteral
 Riwayat sirosis hati
 Trimester pertama kehamilan
 Gagal ginjal akut
 Pasien dengan riwayat asma yang parah, eksim atau alergi atopik lainnya

19
1. IRON SUCROSE
Pada jalur metabolisme besi, kenaikan jumlah retikulosit akan terjadi
selama minggu kedua dan setelah itu, tidak terjadi kenaikan yang berlebihan,
diharapkan terjadi kenaikan hemoglobin sekitar 1.5g / minggu.12
Dosis Test penggunaan:

Tabel 2. Penggunaan Dosis Test Pada Venofer12


Dosis selanjutnya:
Dosis berikutnya dapat diberikan 15 menit ( 100mg ) atau 30 menit ( 200mg ).

Tabel 3. Penggunaan Dosis Lanjutan12

Terapi pada trisemester 2 dan 3:

20
Bagan 1. Penggunaan IV Venofer 12
Efek samping :
 Reaksi anafilaktik yang tidak serius (Jarang)
 Hipotensi
 Demam, mual dan menggigil
 Reaksi di tempat suntikan

Manajemen efek samping


 Reaksi anafilaksis atau alergi yang serius:hentikan infus / IM, pemberian
adrenalin, tindakan resusitasi.
 Reaksi alergi ringan : hentikan infus dan pemberian antihistamin.

21
 Episode Hipotensi dapat terjadi jika pemberian terlalu cepat: Kurangi
waktu infus.

2. IRON DEXTROSE
Protokol iron dextran

Indikasi :

Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat
besi secara oral.

Kontraindikasi :

 Hipersensitif pada iron dextran complex


 Digunakan secara berhati-hati pada penderita dengan asma, gangguan
hepar dan arthritis rheumatoid.
Dosis :

 Tes Dosis :

 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi


 Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution
dan infus sekitar 15 menit.

Protokol iron dextran

 Sediakan epinefrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30


menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik.
 Dosis (mL) :

 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 – observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga


maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi)
 Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
 Dilusi jumlah dosis di dalam 250-1000mL isotonic saline solution.

22
Volume yang sering digunakan 500mL
 Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
 Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu
infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.

Efek samping:

 Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)


 Sistem saraf Pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
 Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
 Gastrointestinal : nausea, muntah, rasa metalik, perubahan warna pada urin
(1-10%)
 Respiratori : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.

Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.

3. FERRIC CARBOXYMALTOSE
Indikasi:
 Memperbaiki anemia defisiensi besi ketika sediaan oral / IM tidak efektif
atau tidak dapat digunakan.
 Mengisi / mempertahankan cadangan besi saat dilakukan terapi
erythropoietin.
 Mengurangi kebutuhan transfusi darah berulang.

23
Kontraindikasi:
• Riwayat hipersensitivitas terhadap Ferri Carboxymaltose.
• Di bawah usia 14 tahun
• Hamil pada trimester pertama
• Anemia bukan karena defisiensi zat besi
• Iron Overload atau gangguan dalam penggunaan zat besi dalam tubuh
• Septik

Pencampuran Ferric Carboxymaltose:

Tabel 4. Pencampuran Ferric Carboxymaltose

Dosis Penggunaan:

• Perhitungan dosis kumulatif pada trimester kedua atau ketiga kehamilan


harus didasarkan pada berat badan sebelum kehamilan.
• Dosis pemberian zat besi kumulatif lebih besar dari 1000mg harus dibagi
menjadi dua dosis, diberikan setidaknya dibagi per satu minggu.
- Dosis hingga 20mg besi / kg berat badan ( maksimum besi 1000mg
) dapat diberikan sebagai dosis tunggal

24
- Maksimal 1000mg besi dapat diberikan per minggu

Efek Samping:
 Mual ( 3.1 % )
 Hipofosfatemia ( 1,9 % )
 Reaksi pada tempat injeksi ( 1,6 % )
 Sakit kepala ( 1.4 % )
 hipertensi ( 1,3 % )
 Pusing ( 1.2 % )

2.9. Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh yang kurang baik bagi ibu,
baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya.
Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematurus
c) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mola hidatidosa
f) Mudah terjadi infeksi
g) Hiperemesis gravidarum
h) Perdarahan sebelum persalinan
i) Ketuban pecah dini

2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan


a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta.

3) Pengaruh Anemia pada Saat Nifas

25
a) Terjadi sub involusi uteri menimbulkan pendarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.

4) Pengaruh Anemia terhadap Janin


a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi sampai kematian perinatal
f) Inteligensi rendah.(1)

2.10. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu
dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak
atau komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia
defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai
anemia infantum.(5,11)

BAB III
KESIMPULAN

26
Anemia adalah konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada wanita
yang tidak hamil dan kurang dari 10 g/dL pada wanita hamil dan nifas.(10)
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam
kehamilan adalah seperti yang berikut :
 Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga ;
 Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua. (4,10,11)
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga
setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi
tidak menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan besinya kurang, yang baru
beberapa bulan kemudian tampak sebagai anemia infantum. (11)

DAFTAR PUSTAKA

27
1) Nasution R. Hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan
kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja UPTDK Puskesmas Desa
Baru tahun 2011. [cited on April 2018]. Available on
http://rustonnasution.files.wordpress.com/2012/03/bab-i-v-final.pdf.

2) Wijanti RE, Rahmaningtyas I, dan Widari D. Hubungan pola makan ibu


hamil trimester III dengan kejadian anemia. Dalam : Tunas-tunas Riset
Kesehatan Volume II Nomor 2 bulan Mei 2012. [cited on April 2018].
Available on http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22128590_2089-
4686.pdf

3) Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil


status di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. Bogor : Prodi
Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. [cited on April 2018]. Available on
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44643/A06wft.pdf

4) Sutkin G, Isada N.B, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In:


Evans A.T, Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of obstetrics. 7th
edition. Texas : Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 328, 330-1.

5) Muthalib A. Kelainan Hematologik. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin


A.B, Rachimhadhi T, eds. Ilmu kebidanan. Edisi keempat . Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011; 775-780.

6) Hanretty K.P. Systemic diseases in pregnancy. In : Hanretty K.P, Ramsden


I, Callander R, eds. Obstetrics illustrated. 6th edition. London : Churchill
Livingstone, 2003; 137, 138, 141

7) Szymanski L.M, Mumuney A.A. Hematologic disorders of pregnancy. In:


Fortner K.B, Szymanski L.M, Fox H.E, Wallach E.E et al, eds. The Johns
Hopkins manual of gynecology and obstetrics. 3rd edition. Maryland :
Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 216

8) Pernoll M.L. Medical and surgical complications during pregnancy :


Hematologic disorders. In : Benson & Pernoll’s handbook of obstetrics &
gynecology. 10th edition. New York : McGraw-Hill Medical Publishing
Division, 2001; 435-8

9) Weiner C.P, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy.


In : Reece E.A, Hobbins J.C, Gant N.F, eds. Clinical obstetrics, the fetus
& mother. 3rd edition. Massachusetts : Blackwell Publishing, 2007; 849-51

10) Cunningham F.G, Hauth J.C, Bloom S.L, Leveno K.J et al. Hematological
disorders. In : William obstetrics. 24nd edition. New York : Mc-Graw Hill
Medical Publishing Division, 2005; 1120-22

28
11) Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In Gabbe S.G,
Niebyl J.R, Simpson J.L et al, eds. Obstetrics normal and problem
pregnancies. 5th edition. Tennessee : Mosby Elsevier, 2007; 1050, 1052

12) Pitkin J, Peattie A.B, Magowan B.A. Anemia in pregnancy. In : Obstetrics


and gynaecology, an illustrated colour text. 1st edition. London : Churchill
Livingstone, 2003; 32-3

13) Fairley H.D. Diseases in pregnancy. In : Lecture notes obstetrics and


gynaecology. 2nd edition. Oxford : Blackwell Publishing, 2004; 140-2

14) Guyton A.C. et Hall J.E. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.
Philadelphia : Elsevier Inc, 2006; 425-6

15) Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. 2012. [cited on April 2018].
Available from: URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/5/Chapter%20I.pdf

16) Anonim. 2011. Suplementasi Zat Besi. [cited on April 2018]. Available on
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34941/4/Chapter%20II.pd
f

17) Traub J. Can Iron Alone Sharpen Iron? Managing Iron Deficiency in the
Bariatric Surgery Patient. [cited on April 2018]. Available on
http://bariatrictimes.com/can-iron-alone-sharpen-iron-managing-iron-
deficiency-in-the-bariatric-surgery-patient/

29

You might also like