You are on page 1of 29

Referat

URETRITIS GONORE DAN NON GONORE

Oleh:
Siti Thania Luthfyah, S.Ked
04054821820029

Pembimbing:
Prof. dr. Suroso Adi Nugroho, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat

URETRITIS GONORE DAN NON GONORE

Oleh:
Siti Thania Luthfyah, S.Ked
04054821820029

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang periode 30 April – 3 Juni 2018.

Palembang, Mei 2018

Prof. dr. Suroso Adi Nugroho, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga referat
yang berjudul “Uretritis Gonore dan Non Gonore” dapat diselesaikan dengan baik.
Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan
klinik senior di bagian Ilmu Dermatologi dan Venereologi RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. dr. Suroso Adi Nugroho,
Sp.KK (K), FINSDV, FAADV yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang
akan datang.

Palembang, Mei 2018

Penulis

iii
iv
URETRITIS GONORE DAN NON GONORE
Siti Thania Luthfyah, S.Ked
Pembimbing : Prof. dr. Suroso Adi Nugroho, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Uretritis merupakan kondisi inflamasi yang terjadi pada uretra yang dapat
disebabkan oleh proses infeksi atau non infeksi dengan manifestasi discar, disuria, atau
gatal pada ujung uretra. Menurut WHO, uretritis gonore dan non gonore merupakan
masalah kesehatan lingkungan yang sangat penting karena insiden yang tinggi diantara
penyakit Infeksi Menular Seksual.1
Penyakit ini ditransmisikan terutama malalui hubungan seksual dengan pasangan
yang terinfeksi.2 Selain itu, dapat menular melalui cairan tubuh yang terinfeksi
sehingga ibu dapat menularkan infeksi ini ke bayinya selama persalinan. Pada
umumnya penularannya melalui hubungan seksual yaitu secara genito-genital, oro-
genital dan ano-genital.3 Tetapi, disamping itu dapat juga terjadi secara manual melalui
alat-alat, pakaian, handuk, thermometer dan sebagainya. 2 Penyakit ini dapat mengenai
pria dan wanita, serta lebih mudah menyebar pada individu yang memiliki banyak
partner seksual.4
Uretritis gonore dan non gonore memiliki gejala klinis yang hampir sama,
sedangkan penanganan yang diperlukannya cukup berbeda.5 Pada pengobatannya
terjadi pula perubahan karena sebagian disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang
telah resisten terhadap penisilin dan disebut Penicillinase Producing Neisseria
gonorrhoeae (PPNG). Dengan penegakan diagnosis yang tepat, terapi dapat dilakukan
secara efektif dan efisien, sehingga mengurangi timbulnya komplikasi penyakit dan
tingkat penyebarannya di masyarakat.6
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) Tahun 2012, gonore
termasuk dalam kategori 4A yang berarti dokter umum di Indonesia mampu membuat
diagnosis klinis dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan
tuntas.7 Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat membantu dokter umum dalam untuk
lebih mengetahui penyakit ini sehingga dapat menegakkan diagnosis dan memberikan
tatalaksana pada gonore dengan tepat.

v
Infeksi uretritis diklasifikasikan menjadi Uretritis gonore dan Uretritis non-
gonore (disebut pula uretritis non spesifik).5 Disebut sebagai uretritis gonore jika pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan Neisseria gonorrhea, sebaliknya jika tidak
ditemukan N.gonorrhea disebut sebagai uretritis non-gonore atau uretritis non spesifik.
Kedua klasifikasi diatas termasuk dalam kategori penyakit dengan transmisi secara
seksual.6

URETRITIS GONORE
Definis
Gonore adalah infeksi bakteri disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,
menyebabkan inflamasi purulen pada membran mukosa genital.6 Sedangkan urethritis
gonore adalah penyakit kelamin, peradangan pada uretra yang disebabkan oleh
Neisseria gonorhoeae , suatu diplokokus Gram negatif yang reservoir alaminya adalah
manusia, ditandai dengan adanya pus yang keluar dari orifisium uretra eksternum.
Infeksi ini hampir selalu menular melalui aktivitas seksual.8
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar 820.000
infeksi gonokokal terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, walaupun kurang dari
setengah kasus yang dilaporkan. Gonore merupakan penyakit infeksi terbanyak kedua
yang dilaporkan di Amerika Serikat, setelah Chlamydia,9 dan meningkat pesat pada
negara berkembang salah satunya Indonesia.3 Data dari Kelompok Studi Infeksi
Menular Seksual Indonesia (KSIMSI) tahun 2012 melaporkan insidens gonokokus di
Manado tahun 2007-2011 sebesar 31% menempati urutan ke-2 di Indonesia, Medan
(26,3%), Padang (33,3%), Bandung (28,7%), Semarang (23,8%), Yogyakarta (27,3%),
dan Denpasar (16,3%).5 Berdasarkan data kunjungan pasien ke Poliklinik Dermatologi
dan Venereologi Divisi Infeksi Menular Seksual RSUP Mohammad Hoesin Palembang,
pasien gonore sejak Januari 2012 hingga Januari 2016 sebanyak 62 kasus dari total 650
kasus infeksi menular seksual.10
Perbandingan laki-laki dan perempuan yang mengalami infeksi gonokokal
adalah 1:1,29, namun literatur lain melaporkan bahwa laki-laki dua sampai tiga kali
lebih banyak daripada perempuan.6 Infeksi ini paling banyak didapatkan pada kalangan
remaja dan dewasa muda yang aktif secara seksual yaitu usia 15-24 tahun pada
perempuan dan 20-24 tahun pada laki-laki.9 Gonore memiliki infektivitas tinggi dan

vi
mudah ditularkan walaupun sebelum gejala muncul. Faktor sosial ekonomi, perilaku,
dan kebiasaan seksual dari individu menentukan risiko terjadinya infeksi.6
Etiopatogenesis
Etiologi infeksi gonokokal adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae, merupakan
bakteri Gram-negatif, berbentuk diplokokus, bersifat tahan asam, tidak tahan lama di
udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu diatas 39oC, dan tidak
tahan zat desinfektan3 (Gambar 1)8. Manusia merupakan host bakteri ini. Diluar tubuh
manusia bakteri ini lemah, tetapi apabila berada di dalam tubuh memiliki kemampuan
kuat yang berefek pada variasi antigenik yang membantu dalam menghindari respon
imun host dan mengembangkan resistensi antimikroba.6

Gambar 1. Pewarnaan Gram memperlihatkan neutrofil (PMN) dan Gram-negatif diplokokus di dalam
PMN.8

Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili dan bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan
bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan
reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa
epitel kuboid atau lapis gepeng.3
Patogenesis melibatkan perlekatan bakteri ke sel epitel kolumnar via pili.
Tempat yang perlekatan paling sering yaitu sel mukosa saluran urogenital laki-laki dan
perempuan. Membran protein terluar, PilC dan Opa, pada bakteri membantu dalam
perlekatan dan invasi lokal. Invasi ini dimediasi oleh daya lekat dan enzim
sphingomyelinase bakteri, yang dikontribusikan pada proses endositosis. Bakteri ini
mencegah pergantian sel mukosa, sebuah mekanisme pertahanan alami. Beberapa galur
gonokokus menghasilkan immunoglobulin yang menembus rantai immunoglobulin
manusia dan menghalangi respon imun normal host terhadap bakteri. Setelah berada

vii
didalam sel, organisme ini akan melakukan repliklasi dan dapat tumbuh baik pada
lingkungan aerobik dan anaerobik. Setelah invasi selular, organisme ini bereplikasi dan
berproliferasi lokal, memicu terjadinya respon inflamasi. Pada host muncul gambaran
respon inflamasi akut yang menyebabkan mengelupasnya epitel, mikroabses
submukosa dan duh tubuh purulen. Diluar sel, bakteri akan rentan terhadap perubahan
temperatur, sinar ultraviolet, dan faktor lingkungan lainnya. Membrane terluar terdiri
dari endotoksin lipooligosaccharide, yang dihasilkan oleh bakteri selama periode
pertumbuhan dan berkontribusi pada patogenesis infeksi diseminata. Penundaan
pemberian antibiotik yang tepat, perubahan sistem pertahanan tubuh host, resistensi
terhadap respon imun, dan strain yang memiliki virulensi yang tinggi akan
berkontribusi terhadap penyebaran melalui darah dan infeksi diseminata. Manusia
merupakan satu-satunya host alami N. gonorrhoeae.6,11
Gonokokus akan melakukan penetrasi permukaan mukosa dan akan
berkembang biak di dalam jaringan subepitelial. Gonokokus akan menghasilkan
berbagai macam produk ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kerusakan sel,
termasuk di antaranya enzim seperti fosfolipase, peptidase dan lainnya. Kerusakan
jaringan ini tampaknya disebabkan oleh dua komponen permukaan sel yaitu Lipo
Oligosakarida (LOS) berperan menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi produksi
endotoksin yang menyebabkan kematian sel mukosa dan peptidoglikan (mengandung
beberapa asam amino dan “penicillin binding component” yang merupakan sasaran
antibiotika penisilin dalam proses kematian kuman). Mobilisasi leukosit PMN
menyebabkan terbentuk mikroabses sub epitelial yang pada akhirnya akan pecah dan
melepaskan PMN dan gonokokus.12,13
Bakteri ini melekat dan menghancurkan membran sel epitel yang melapisi
selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi
ekstragenital di faring, anus, dan rektum dapat dijumpai pada kedua jenis kelamin.
Untuk dapat menular, harus ada kontak langsung mukosa ke mukosa. Orang yang
terpajan bakteri ini tidak semuanya akan terjangkit penyakit, dan risiko penularan dari
laki-laki kepada perempuan lebih tinggi daripada penularan perempuan kepada laki-laki
terutama karena lebih luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam
lama di vagina. Setelah terinokulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat, vas deferens,
vesikula seminalis, epididimis, dan testis pada laki-laki dan ke uretra, kelenjar Skene,

viii
kelenjar Bartholin, endometrium, tuba fallopii, dan rongga peritoneum, menyebabkan
Penyakit Radang Panggul (PID) merupakan penyebab utama infertilitas pada
perempuan.14
Sekitar 0,5-3% kasus penyebaran melalui darah dari membran mukosa yang
menyebabkan Disseminated Gonococcal Infection (DGI).6 Disseminated Gonococcal
Infection merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Gejala klinisnya merupakan
sindroma artritis-dermatitis akut yang terdiri dari arthritis akut, tenosinovitis,
dermatitis atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Selain itu dapat juga mengalami
endokarditis dan meningitis gonokokal.3,4,11
Pada permulaan tahun 1976 ditemukan Neisseria Gonorrhoeae Penghasil
Penisilinase (N.G.P.P) atau Penicillinase Producing Neisseria gonorrhoeae yang
mampu membuat enzim penisilinase atau beta-laktamase yang dapat merusak penisilin
menjadi senyawa inaktif. Galur ini sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya,
walaupun dengan peninggian dosis. Selain itu ditemukan juga galur N. gonorrheoeae
yang resisten terhadap antibiotik lainnya seperti tetrasiklin.15

Manifestasi Klinis
Infeksi gonokokus pada pria
Uretritis akut merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi pada infeksi
gonokokus pada pria. Waktu inkubasi setelah terpapar kuman adalah antara 2 sampai
dengan 7 hari, walau bagaimanapun interval dapat lebih panjang dan kadang-kadanag
pada beberapa orang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Stren Por1A, lebih
cenderung menyebabkan manifestasi uretritis yang ringan dan asimptomatik dibanding
stren Por1B. Discharge uretra dan disuria, tanpa frekuensi atau urgensi, merupakan
tanda yang mencolok. Discharge awalnya sedikit dan tetapi akan menjadi banyak dan
purulenta dalam jangka waktu satu sampai dua hari. Keluhan subjektif berupa rasa gatal
dan panas dibagian distal uretra di sekitar OUE, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh
mukopurulen dari OUE yang kadang-kadang disertai darah dan disertai nyeri pada
waktu ereksi (Gambar 2)11. Walau bagaimanapun, sulit dalam menentukan penyebab
uretritis hanya berdasarkan manifestasi klinis saja. Kasus di United States tidak hanya
disebabkan oleh N. gonorrhoeae dan/atau C. trachomatis kebanyakan kasus tidak
memiliki etiologic agen yang spesifik.2,11,16

ix
Dengan adanya antibiotic, gejala uretritis dapat bertahan sampai 8 minggu.
Epididymitis dan gonokokal prostatitis saat ini menjadi komplikasi yang tidak sering
lagi. Komplikasi lokal yang lain yang tidak sering lagi antaranya adalah edema pada
penis akibat dorsal lymphangitis atau thrombophlebitis, submucous inflammatory “soft”
infiltrasi dari urethral wall, periurethral abscess atau fistulae, inflamasi atau abses
kelenjar Cowper’s, dan seminal vesikulitis. Balanitis dapat terjadi pada pria yang tidak
melakukan sirkumsisi.3,11,17

Gambar 2. Duh tubuh purulen dari uretra dan inflamasi preputium dan glans penis. 11
Infeksi gonokokus pada wanita
Gejala subjektif jarang ditemukan pada perempuan dan hampir tidak pernah
didapati kelainan objektif. Gejala utama uretritis adalah disuria. Pada pemeriksaan,
orifisium uretra eksternum tampak eritem, edema dan terdapat sekret mukopurulen 3
(Gambar 3)6.

Gambar 3. Servitis6
Infeksi pada serviks uteri dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan nyeri pada
punggung bawah. Gejala yang timbul yaitu duh tubuh vagina, perdarahan vagina, dan
disuria. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen.3,6,8

x
Vaginitis gonore hanya terjadi pada masa prapubertas dan menopause. Hal ini
terjadi karena epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis) pada masa
prepubertas. Pada masa reproduktif, lapisan selaput lendir vagina mengandung banyak
glikogen dan basil Doderlein yang akan memecah glikogen sehingga suasana menjadi
asam dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan kuman gonokok, berkurang pada
masa menopause.3,11

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang yang terdiri atas beberapa tahapan. Dalam anamnesis penting
ditanyakan tentang cara kontak seksual yang dilakukan dan jenis kelamin pasangan
seksualnya.18 Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan:
A. Sediaan langsung
Pada uretritis gonore akut, sediaan langsung dengan pewarnaan Gram akan
ditemukan Gonokok negatif Gram Intraseluler (Gambar 4)18. Bahan duh tubuh
pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil
dari uretra, muara kelenjar Bartholin, serviks dan rektum

Polymorphonuclear
leukocyte

Extraceluler gram-
negative diplococcus

Intraceluler gram-
negative diplococcus

Gambar 4. Pewarnaan Gram: tampak diplokokus gram negatif intraseluler dan ekstraseluler,
serta jumlah PMN >5/LPB pada laki-laki; PMN >30/LPB pada perempuan 18

B. Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media yang
dapat digunakan:
1. Media Transpor
-
Media Stuart

xi
Merupakan media transport saja, sehingga perlu ditanam kembali pada
media pertumbuhan
-
Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N. Gonorrhoeae dan N.
Meningitidis; dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan
media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam
pada media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media
Thayer Martin dengan penambahan trimetoprim untuk mematikan
Proteus spp.
2. Media pertumbuhan
-
Mc Leod’s chocolate agar
Merupakan media nonselektif. Berisi agar coklat, agar serum. Selain
kuman N. Gonorrhoeae, kuman-kuman yang lain juga dapat tumbuh.
-
Media Thayer Martin
Media ini selektif untuk isolasi N. Gonorrhoeae. Mengandung
vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman Gram-positif,
kolestrimetat untuk menekan pertumbuhan bakteri Gram-negatif, dan
nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
-
Modified Thayer Martin agar
Isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan
kuman Proteus spp.
C. Tes identifikasi presumtif dan konfirmasi (definitif)
1. Tes oksidase
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin
hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua
Neisseria member reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang
semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa,
maltosa, dan sukrosa. N. Gonorrhoeae hanya meragikan glukosa.
D. Tes beta-laktamase

xii
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM dis. BBL
961192 yang mengandung chromogenic chepalosporin, akan menyebabkan
perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim
beta-laktamase.
E. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai di mana infeksi sudah
berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakuakn karena pengobatan pada
waktu itu adalah pengobatan setempat.
Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan:
a. Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
b. Urin dibagi dalam dua gelas
c. Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II
Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit
80-100 ml, jika air seni kurang dari 80 ml, maka gelas II sukar dinilai karena
baru menguras uretra anterior. Hasil pemeriksaan tes Thomson dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pembacaan tes Thomson3

Gelas I Gelas II Arti

Jernih Jernih Tidak ada infeksi

Keruh Jernih Infeksi uretritis anterior

Keruh Keruh Panuretritis

Jernih Keruh Tidak mungkin

Pemeriksaan lain yang dikembangkan untuk deteksi di antaranya adalah


pemeriksaan antibody terhadap N. Gonorrhoeae seperti fiksasi komplemen,
imunopresipitasi, imunofloresesnsi, ELISA dan lain-lain. Namun, uji serologis tersebut
hanya mempunyai sensitivitas sebesar 70%, sehingga tidak digunakan sebagai
pemeriksaan penunjang.3
Tatalaksana
Pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sesedikit
mungkin efek toksiknya. Ternyata pilihan utama adalah penisilin + probenesid kecuali
didaerah yang tinggi insidens Neisseria gonorrhoeae penghasil penisilinase. Secara
epidemiologis pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan dosis tunggal. Macam-

xiii
macam obat yang dapat dipakai antara lain Penisilin, Ampisilin dan amoksisilin,
Sefalosporin, Spektinomisisn, Kanamisin, Tiamfenikol, Kuinolon.3,9,19,20
Obat-obat yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore karena galur N.G.P.P
adalah kuinolon, spektinomisin, kanamisin, sefalosporin, dan tiamfenikol. Pada
penatalaksanaan uretritis gonore, sebelumnya kita harus memperhatikan fasilitas
laboratorium yang ada untuk menemukan penyebabnya. Begitu juga dalam hal
penatalaksanaan duh tubuh uretra, prinsipnya pertama kali ditujukan untuk uretritis
gonore dan bila kemudian ditemukan uretritis non gonore, maka pengobatannya baru
dilaksanakan setelah infeksi gonorenya teratasi.12,18,20

Penisilin
Penisilin efektif adalah penisilin G prokain akua. Dosisnya adalah 4,8 juta unit
+ 1 gram probenesid. Angka kesembuhan adalah 91,2%. Pengunaan di RSCM adalah 3
juta unit + 1gram probenesid. Kontra indikasinya adalah alergi penisilin. Mengingat
tingginya kasus gonore strain NGPP dan tingginya tingkat resistensi gonore non NGPP,
penggunaan penisilin tidak lagi dianjurkan. Dapat menutupi gejala sifilis.3,12

Amoksisilin dan Ampisilin


Dosis ampisilin adalah 3,5 gram + 1 gram probenesid sedangkan amoksisilin
adalah 3 gram + 1 gram probenesid. Angka kesembuhannya hanya 61,4% sehingga
tidak dianjurkan terlebih pada daerah dengan kasus gonore NGPP. Kontraindikasinya
adalah alergi penisilin.3,12,19

Sefalosporin
Beberapa generasi ketiga sefalosporin menunjukan efektivitas dalam
pengobatan gonore. Sefiksim memiliki kelebihan karena dapat diberikan per oral.
Sedangkan kemanjuran pengobatan seftriakson terhadap gonore dan chancroid tetah
terbukti. Selain untuk pengobatan gonore ano-genital tanpa komplikasi, pemberian
seftriakson dosis tunggal juga efektif untuk oftalmia neonatorum dan konjungtivitis,
serta infeksi faring yang disebabkan oleh gonokokus. Oleh karena harganya yang
mahal, orang cenderung menggunakan seftriakson dengan dosis kurang dari 125 mg.
Namun hal ini akan mempercepat terjadinya resistensi dan cara pengobatan demikian
tidak dianjurkan. Seftriakson (generasi ke-3) cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m.

xiv
Sefoperazon dengan dosis 0,5-1 gram i.m. sefiksim dengan dosis 400 mg per oral dosis
tunggal dengan angka kesembuhan >95%.3,19

Spektinomisin
Digunakan untuk pasien yang intoleran terhadap golongan sefalosporin; obat ini
cukup mahal tetapi kurang sensitif untuk infeksi gonore faring. Dengan dosis 2 gram
i.m. Baik untuk pasien dengan alergi penisilin ataupun gagal dengan terapi penisilin.
Dapat diberikan untuk penderita sifilis karena tidak menutupi gejalanya.3,19,20

Kanamisin
Dosis 2 gram i.m. angka kesembuhan 85%. Baik untuk pasien dengan alergi
penisilin ataupun gagal dengan terapi penisilin. Dapat diberikan untuk penderita sifilis
karena tidak menutupi gejalanya.19

Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram per oral. Angka kesembuhan 97,7%. Tidak dianjurkan
penggunaannya pada kehamilan.20

Kuinolon
Dari golongan ini yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg,
siprofloksasin 250-500 mg, dan norfloksasin 400 mg per oral. Angka kesembuhan
ofloksasin masih tinggi hampir 100%. Mengingat terjadi peningkatan resistensi
terhadap ofloksasin dan norfloksasi, dianjurkan penggunaan levofloksasin 250 mg per
oral. Ofloksasin diberikan dua kali sehari selama 7 hari. Cara ini cukup efektif untuk
pengobatan baik terhadap gonore maupun klamidiosis, namun penggunaan obat ini
menjadi terbatas mengingat mahalnya obat-obat ini dan lamanya waktu pengobatan
yang akan mempengaruhi kepatuhan pasien.3,19,20
Untuk duh tubuh uretra, pengobatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Pengobatan duh tubuh uretra
Pengobatan Uretritis Gonore Pengobatan Uretritis non-gonore
Tiamfenikol* 3,5 mg per oral, dosis tunggal, atau Doksisiklin** 100mg per oral 2x1 selama 7 hari,
Ofloksasin* 400mg per oral, dosis tunggal, atau atau
Kanamisin 2g i.m. dosis tunggal, atau Azitromisin 1g per oral, dosis tunggal
Spektinomisin 2g i.m. dosis tunggal
Pilihan pengobatan lain Pilihan pengobatan lain
Siprofloksasin 500mg per oral, dosis tunggal, atau Tetrasiklin** 500mg per oral, 4x1 selama 7 hari,
Seftriakson 250mg i.m., dosis tunggal, atau Atau

xv
Sefiksim 400mg per oral, dosis tunggal Eritromisin 500mg per oral, 4x1 selama 7 hari (bila
ada kontraindikasi tetrasiklin)
*Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, menyusui, anak <12 tahun dan remaja
**Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, menyusui, anak <12 tahun

Duh Tubuh Uretra Persisten atau Rekuran


Gejala uretritis yang persisten (setelah pengobatan satu kur selesai) atau rekuren
(setelah dinyatakan sembuh, muncul lagi dalam waktu 1 minggu tanpa hubungan
seksual) mungkin disebabkan oleh resistensi obat, atau sebagai akibat kekurang-
patuhan meminum obat atau reinfeksi. Namun pada beberapa kasus hal ini mungkin
akibat infeksi oleh Trichomonas vaginalis. Sebagai protozoa diperkirakan bahwa T.
vaginalis memakan kuman gonokokus tersebut (fagositosis), sehingga kuman
gonokokus tersebut terhindar dari pengaruh pengobatan, setelah mati maka kuman
gonokokus tersebut kembali bisa melepaskan diri dan berkembang biak.12,20
Ada temuan baru yang menunjukan bahwa disuatu daerah tertentu bisa di
jumpai prevalensi T. vaginalis yang tinggi pada laki-laki dengan keluhan duh tubuh
uretra. Bilamana gejala duh tubuh tetap ada atau timbul gejala kambuhan setelah
pemberian pengobatan secara benar terhadap gonore maupun klamidiosis pada kasus
indeks dan mitra seksualnya, maka pasien tersebut harus diobati untuk infeksi T.
vaginalis (Tabel 3).12,20

Tabel 3. Pengobatan duh tubuh untuk infeksi Trichomonas vaginalis


Pengobatan Trichomonas vaginalis
Pengobatan yang dianjurkan Pilihan pengobatan lain
Metronidazole 2g per oral, dosis tunggal Metronidazol 400 atau 500mg per oral, 2x sehari,
Atau selama 7 hari, atau
Tinidazol 2g per oral, dosis tunggal Tinidazol 500mg per oral, 2x sehari, selama 5 hari

Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal
genitalia. Komplikasi lokal pada pria bisa berupa tisonitis (radang kelenjar Tyson),
parauretritis, Littritis (radang kelenjar Littre), dan cowperitis (radang kelenjar
Cowper). Selain itu, infeksi dapat pula menjalar ke atas (asendens), sehingga terjadi
prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, yang dapat menimbulkan infertilitas.

xvi
Infeksi dari uretra pars posterior dapat mengenai trigonum kandung kemih
menimbulkan trigonitis, yang memberi gejala poliuria, disuria terminal, dan
hematuria.15
Pada perempuan, dapat menimbulkan komplikasi salpingitis, ataupun penyakit
radang panggul yang dapat menyebabkan infertilitas atau terjadinya kehamilan ektopik.
Bila infeksi mengenai uretra, dapat menyebabkan parauretritis, sedangkan pada
kelenjar Bartholin dapat menyebabkan Bartholinitis.17
Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa arthritis, miokarditis,
endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis. Kelainan yang timbul akibat
hubungan kelamin selain cara genitogenital, pada pria dan wanita dapat berupa infeksi
non genital, yaitu orofaringitis, proktitis dan konjungtivitis.18

URETRITIS NON GONORE


Definisi
Infeksi Genital non-spesifik (IGNS) adalah penyakit menular seksual berupa
peradangan di uretra, rektum atau serviks yang disebabkan oleh kuman non-spesifik.
Pada pria sering disebut sebagai uretritis non spesifik (UNS) karena terutama mengenai
uretra. Urethritis Non-Gonokokal (UNG) biasa disebut sebagai Urethritis Non-Spesifik
memiliki pengertian yang lebih sempit dari Infeksi Genital non spesifik, dimana
peradangan hanya pada uretra saja. UNG ditandai dengan keluarnya sekret dan/atau
disuria, tetapi mungkin juga asimptomatik. Chlamydia trachomatis merupakan
mikroorganisme tersering dinegara maju yang menular melalu kontak seksual.
Beberapa jenis bakteri lainnya termasuk ureaplasma urealyticum, mycoplasma, dan
trichomonas-yang dapat mengakibatkan gejala seperti pada UNG. Gejalanya mirip
dengan gonorhea atau kencing nanah, namun terapi yang biasa diberikan kepada
gonorhea tidak akan dapat bekerja.1,21

Epidemiologi
Uretritis non gonore banyak ditemukan pada orang dengan keadaan
sosialekonomi rendah, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang lebih tinggi. Pria juga
ternyata lebih banyak daripada wanita dan golongan heteroseksual lebih banyak
daripada golongan homoseksual.1,22 Di Amerika Serikat, infeksi Chlamydia adalah
penyakit infeksi menular seksual yang paling sering dilaporkan dan paling banyak

xvii
terjadi pada orang berusia 19-24 tahun. Sekitar 4-5 juta kasus infeksi Chlamydia terjadi
tiap tahunnya dengan angka prevalensi dua setengah kali dari kasus gonore. Beberapa
sekuele penting dapat terjadi akibat infeksi C. Trachomatis pada wanita; antara lain
yang paling serius adalah pelvic inflamatory disease (PID), kehamilan ektopik, dan
infertilitas. Beberapa wanita dengan infeksi servikal tanpa komplikasi telah memiliki
infeksi traktus reproduktif atas yang bersifat subklinis.22,23
Khusus untuk kasus UNG yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
ditemukan di setiap benua dan iklim serta tidak memiliki variasi berdasarkan musim.
Memiliki distribusi kosmpolitan dan telah diidentifikasi pada semua ras dan strata sosio
ekonomi. Data terbaru menunjukkan insiden tahunan di seluruh dunia adalah lebih dari
170 juta kasus. Faktanya, WHO memperkirakan jumlah kasus infeksi ini mencapai
hampir separuh dari seluruh kasus infeksi menular seksual yang dapat disembuhkan.
Insiden trikomoniasis adalah setinggi 56% diantara pasien yang datang ke klinik IMS.24

Etiopatogenesis
Uretritis non gonore adalah salah satu jenis penyakit infeksi menular seksual
yang paling banyak mengenai pria, tapi dalam proporsi kasus yang signifikan (20%-
50%), patogennya tidak teridentifikasi.25

Ada banyak penyebab terjadinya UNG, yaitu:


a. Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan UNG adalah Chlamydia trachomatis, tapi
juga dapat disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, dan
Mycoplasma genitalium. Ureaplasma urealyticum telah terdeteksi lebih sering dan
jumlah yang banyak pada laki-laki dengan uretritis non gonokokkus nonchlamydia,
khususnya laki-laki dengan UNG nonchlamydia episode pertama.23
-
Chlamydia trachomatis
Merupakan bakteri gram negatif, non motil, dan bersifat obligat
intraseluler (Gambar 5). Spesies C. Trachomatis mempunyai 15 serotipe,
dimana serovar A, B,dan C menyebabkan konjungtivitis kronik, serovar D
sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan
limfogranuloma venereum (LGV). Bakteri ini memasuki sel dengan mekanisme
endositosis dan bereplikasi melalui binary fission di dalam sel. Traktus

xviii
urogenital merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh C.
Trachomatis.22

Gambar 5. Gambaran mikroskopik Chlamydia trachomatis22

Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui hubungan seksual.
Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi. Namun demikian, sering terjadi
infeksi asimtomatik sebesar 80% pada wanita dan 50% pada pria. Koinfeksi
dengan penyakit menular seksual lainnya seringkali terjadi terutama gonore.26
Penyakit infeksi ini sering tidak disertai gejala klinis sehingga sulit
untuk menilai penyebarannya. Dalam perkembangannya Chlamydia
trachomatis mengalami 2 fase, yaitu:22
a. Fase 1 : disebut fase non-infeksiosa, dimana fase non-infeksiosa terjadi
keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva.
b. Fase 2 : fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk
badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang
baru.
-
Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab UNG dan
sering bersamaan dengan infeksi Chlamydia trachomatis. Dahulu dikenal
dengan nama T-strain mycoplasma. Mycoplasma hominis juga sering bersama-
sama dengan infeksi Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma hominis sebagai
penyebab UNG masih diragukan, karena kuman ini bersifat komensal yang
dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu. Ureaplasma urealyticum
merupakan mikroorganisme paling kecil, gram negatif, dan sangat pleomorfik
karena tidak memiliki dinding sel yang kaku.1,25

xix
-
Mycoplasma genitalium
Mycoplasma sp. merupakan salah satu mikroorganisme terkecil yang
dapat berkoloni di traktus respirasi dan urogenital. Mycoplasma memiliki 13
spesies, 4 diantaranya menginfeksi traktus genital, yaitu Mycoplasma hominis,
M. genitalium, Ureaplasma parvum, dan U. Urealyticum. Sekitar 40-80%
wanita yang aktif secara seksual mengalami kolonisasi genital dari
ureaplasma. Organisme ini juga berperan dalam 20-30% kasus UNG. Pasien
dengan infeksi mycoplasma genitalium sering tidak terdiagnosis, karena gejala
yang timbul biasanya dikaitkan dengan patogen lain yang lebih umum seperti
Chlamydia. Seperti halnya Chlamydia, infeksi Mycoplasma genital
mengakibatkan uretritis, servisitis, PID, endometritis,salpingitis, dan
korioamnionitis. Spesies lainnya dapat menyebabkan infeksi pernapasan,
artritis septik, pneumonia neonatal, dan meningitis.22

b. Virus
Virus yang dapat menyebabkan UNG antara lain Herpes simplex virus dan
Adenovirus. Virus Herpes Simplex dan adenovirus hanya berperan kecil dalam
kejadian kasus UNG.25
c. Parasit
Golongan parasit yang bisa menjadi penyebab adalah Trichomonas vaginalis.
Parasit ini merupakan protozoa yang menyebabkan kondisi yang dinamakan
trikomoniasis. Infeksi pada wanita menyebabkan timbulnya keputihan yang
berbau, berwarna kuning kehijauan, disertai pruritus, eritema,dan dispareunia. Pada
pria seringkali asimtomatis, keluhan yang muncul berupa sekret uretra, nyeri
berkemih yang terasa panas, dan frekuensi berkemih yang lebih sering. Manusia
adalah satu-satunya natural host untuk T. Vaginalis. Trofozoitnya bertransmisi dari
orang ke orang melalui hubungan seksual. Transmisi nonseksual penyakit ini
jarang. Kejadian infeksi asimtomatis setinggi 50% pada perempuan. Laki-laki yang
terinfeksi biasanya asimtomatis dan juga self-limiting; karenanya diagnosis sering
susah ditegakkan.1,22
Trichomonas vaginalis akan menginfeksi vagina dan epitel uretra dan
menyebabkan mikroulserasi. Pada wanita, organisme ini dapat diisolasi dari
vagina, uretra, serviks, kelenjar Bartholin, dan kelenjar Skene serta buli-buli. Pada

xx
pria, organisme ini dapat ditemukan di area genital eksterna, uretra anterior,
epididimis, prostat, dan semen. Masa inkubasi biasanya berlangsung 4-28 hari.
Pada wanita, manifestasi infeksi bervariasi mulai dari carrier asimtomatik sampai
vaginitis inflamatorik. Karena peningkatan keasaman dari vagina, gejala cenderung
muncul selama atau setelah menstruasi. Kebanyakan pria merupakan carrier
asimtomatik.24
d. Alergi
Ada juga dugaan bahwa UNG disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen
sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada
pemeriksaan sekret UNG tersebut ternyata steril dan pemberian obat antihistamin
dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit.1

Manifestasi Klinis
Gambaran Klinis pada Laki-laki
Pada laki-laki, gejala dapat timbul biasanya setelah 1-3 minggu hari setelah
kontak seksual. Keluarnya sekret uretra merupakan keluhan yang sering dijumpai,
berupa lendir yang jernih sampai keruh. Keluhan yang paling umum ialah waktu pagi
hari atau morning drops, tetapi bisa juga berupa bercak di celana dalam. Disuria
merupakan salah satu keluhan yang banyak dijumpai dan sangat bervariasi dari rasa
terbakar sampai tidak enak pada saluran kencing waktu mengeluarkan urin. Tetapi
keluhan disuria tidak sehebat pada infeksi gonore. Keluhan gatal pada saluran uretra
mulai dari gatal yang sangat ringan dan terasa hanya pada ujung kemaluan. Sebagai
akibat terjadinya uretritis, timbul perasaan ingin buang air kecil. Bila infeksi sampai
pars membaranasea uretra, maka pada waktu muskulus sfinkter uretra berkontraksi
timbul pendarahan kecil. Selain itu timbul perasaan ingin buang air kecil pada malam
hari atau nokturia. Keluhan lain yang jarang ialah adanya perasaan demam dan
pembesaran kelenjar getah bening inguinal yang terasa nyeri.22,27,28
Pada pemeriksaan klinis muara uretra tampak tanda peradangan berupa edema
dan eritem, dapat ringan sampai berat. Sekret uretra bisa banyak atau sedikit sekali atau
kadang-kadang hanya terlihat pada celana dalam penderita. Sekret umumnya serosa,
seromukous, mukous, dan kadang bercampur dengan pus. Kalau tidak ditemukan sekret
bisa dilakukan pengurutan saluran uretra yang dimulai dari daerah proksimal sampai

xxi
distal sehingga mulai nampak keluar sekret. Kelainan yang nampak pada UNG
umumnya tidak sehebat pada uretritis gonore (Gambar 6)22.

Gambar 6. Uretritis Non Gonore22

Gambaran klinis pada wanita


Pada wanita, gejala sering tidak khas, asimptomatik atau sangat ringan. Bilaada
keluhan berupa duh tubuh genital yang kekuningan, sering ditemukan pada
pemeriksaan wanita yang menjadi pasangan pria dengan UNG. Pada pemeriksaan
klinik genital dapat ditemukan kelainan serviks, misalnya terdapat eksudat serviks
mukopurulen atau erosi serviks.28

Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau
non gonore. Uretritis non gonore pada pria dikenal dengan tanda-tanda adanya keluhan
pengeluaran cairan yang mukopurulen dari uretra dan dengan kemungkinan banyak
atau sedikit, tetapi pada umumnya cairan tersebut encer. Kadang-kadang disertai
disuria, perasaan gatal pada bagian ujung uretra ataupun dengan keluhan mikturasi
yang lebih sering. Sering keluhan penderita tidak begitu menonjol sehingga dapat
menyebabkan kesukaran dalam penentuan waktu inkubasinya, tetapi pada umumnya
waktu inkubasi antara 1—3 minggu. Ada kalanya penderita dengan pengeluaran cairan
(duh tubuh) yang purulen sehingga sukar dibedakan secara klinis dengan Uretritis
gonore.22,27
Uretritis non gonore pada wanita pada umumnya tanpa keluhan. Hasil
penyelidikan melaporkan bahwa sekitar 20% para wanita sebagai "teman berhubungan"
dari pria yang menderita Uretritis non gonore maka bila dilakukan pemeriksaan akan

xxii
dijumpai tanda-tanda infeksi dari alat genital yang bersangkutan. Bila terjadi
pengeluaran cairan dari Vagina (vaginal disharge) maka hal tersebut pada umumnya
disertai dengan trichomoniasis dan terutama disebabkan oleh Cervisitis.28

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual,
termasuk uretritis, sangat penting dalam mengarahkan diagnosis dan terapi yang tepat.
Kuantitas discar pada uretritis dapat dikategorikan “banyak” (mengalir secara spontan
dari uretra), “sedikit” (keluar hanya jika uretra di ekspos), “sedang” (keluar secara
spontan, namun hanya sedikit). Warna dan karakter discharge uretra harus diperhatikan.
Lendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai lendir purulen. Lendir berwarna
putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender “mukoid”.Jika hanya lendir
bening, dinamakan “jernih”. Adanya inflamasi pada meatus uretra,edema penis, dan
pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan.28
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium secara langsung
Pemeriksaan laboratorium untuk Chlamydia trachomatis telah cepat
berkembang beberapa tahun terakhir ini. Namun penggunaan pemeriksaan laboratorium
sebaiknya disesuaikan dengaan kemampuan sarana kesehatan. Untuk program skrining
lebih disukai teknik yang menggunakan spesimen non-invasif. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis UNG adalah sebagai berikut:28,29
1. Pewarnaan Gram adalah salah satu pemeriksaan yang lebih cepat untuk
mengevaluasi uretritis dan mengetahui ada tidaknya infeksi gonokokus. Dianggap
positif UNG bila terdapat lebih dari 4 leukosit dengan pembesaran 1000 kali.
2. Sedimen urin: kriteria diagnosis uretritis bila terdapat sekret uretra dan terdapat 20
leukosit PMN atau lebih dua lapangan pandang dengan pembesaran 400x dari
pemeriksaan sedimen 10-15 ml urine tampung pertama yang dikeluarkan sebelum
4 jam atau lebih.
3. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan gram didapatkan
>30 lekosit per lapangan pandang dengan pembesaran 1000 kali.
4. Pemeriksaan spesimen dari endouretral dengan dijumpainya sel lebih dari 4/LP
(400x) dilakukan dengan pewarnaan gram.
5. Pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan Trichomonas vaginalis.

xxiii
Kultur
Sebagai patogen intraseluler, Chlamydia trachomatis membutuhkan sistem
kultur sel untuk diperbanyak di laboratorium, sehingga kultur sel merupakan tes standar
untuk mendeteksi Chlamydia trachomatis selama bertahun-tahun, dengan sensitivitas
40–85% pada spesimen genital. Hasil kultur Trichomonas menunjukkan gambaran
stadium perkembangan patogen29 (Gambar 7)31. Untuk kultur, spesimen dapat diambil
dengan swab berujung kapas. Spesimen harus diletakan dalam media transport spesifik
dan didinginkan selama 24 jam hingga berinokulasi pada lempeng kultur sel.30

Gambar 7. Badan inklusi Chlamydia trachomatis pada media kultur McCoy.31

Metode serologi
Pemeriksaan serologi tidak banyak digunakan untuk diagnosis infeksi
Chlamydia pada saluran reproduksi selain limfogranuloma venereum. Saat ini terdapat
metode otomatis untuk mendeteksi DNA atau RNA C.Trachomatis yang diamplifikasi.
Dua metode yang paling banyak digunakan adalah ligase chain reaction (LCR) dan
polymerase chain reaction (PCR). Metode yang lainnya adalah transcription-mediated
amplification (TMA).29

Tatalaksana
Obat yang paling efektif adalah golongan tetrasiklin dan eritromisin. Indikasi
ertitromisin adalah untuk pasien yang tidak tahan tetrasiklin atau wanita hamil. Dosis
tetrasiklin HCl dan eritromisin adalah 4x500 mg sehari selama 1 minggu atau 4x250
mg sehari selama 2 minggu, doksisiklin, dan minosiklin dosis pertama 200 mg,
dilanjutkan dengan 2x100 mg sehari selama 1-2 minggu. kotrimoksasol, spiramisin,
dan ofloksasin juga dapat digunakan.1,22

xxiv
Secara umum, manajemen obat yang paling efektif adalah golongan tetrasiklin
dan eritromisin. Disamping itu dapat juga digunakan gabungan sulfa-trimetoprim,
spiramisin dan kuinolon. Beberapa dosis obat yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:

Tabel 4. Medikamentosa uretritis non-gonore


Medikasi Dosis
Tetrasiklin HCl 4x500 mg sehari selama 1 minggu atau
4x250 mg sehari selama 2 minggu
Oksitetrasiklin 4x250 mg sehari selama 2 minggu
Doksisiklin 2x100 mg sehari selama 1 minggu
Eritromisin 4x500 mg sehari selama 1 minggu
4x250 mg sehari selama 2 minggu (untuk
penderita tidak tahan tetrasiklin, hamil,
atau dibawah 12 tahun)
Silfatrimetropin 2x2tab sehari selama 1 minggu
Azitromisin 1 gram dosis tunggal
Spiramisin 4x500 mg sehari selama 1 minggu
Ofloksasin 2x200 mg sehari selama 10 hari

xxv
PERBEDAAN URETRITIS GONORE DAN NON GONORE
Uretritis Non Gonore Uretritis Gonore
Definis Peradangan uretra yang Peradangan uretra yang
disebabkan oleh kuman non disebabkan oleh kuman
spesifik / selain Gonokokus N. Gonorrhoeae
Etiologi Chlamydia trachomatis N. gonorrhoeae
Ureaplasma urelyticum &
Mycoplasma hominis
Gardnella vaginalis
Alergi
Bakteri
Virus
Parasit
Masa Inkubasi 1-3 minggu 1-7 hari
Gambaran Disuria ringan, perasaan tidak - Nyeri atau gatal pada ujung
Klinis enak di uretra, sering kencing, kemaluan
duh tubuh seropurulen - Discharge retra; banyak pada
pagi hari, makin lama makin
banyak, mukopurulen
- BAK sakit / pedih
- Tampak mukosa eritem, edem
Terapi -Azitromisin 1 gr (dosis tunggal) -Ceftriaxon 125mg IM dosis
- Doxycycline 2x100 mg, selama tunggal
7 hari - Cefixim 400mg peroral dosis
tunggal

xxvi
Komplikasi Pria: prostatitis, vesikulitis, Pria: Tysonitis, parauretritis,
epididimitis, dan striktur uretra litritis, cowperitis
Ascenden : Prostatitis,
vesikulitis, vas deferentitis,
epididimitis
Wanita: Bartolinitis, prokitis,
salpingitis, dan sistitis. Wanita: salphhingitis, PID
DAFTAR PUSTAKA
1. Daili, S. F. dan Hanny, N. 2015. Infeksi Genital Nonspesifik. Dalam: Djuanda, A.,
dkk. (Editor). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan
penerbit FKUI. p:439-42.
2. Talhari, S., Benzaquen, A., Orsi, A.T. 1997. Diseases Presenting As
Urethritis/Vaginitis: Gonorrhoea, Chlamydia, Trichomoniasis, Candidiasis,
Bacterial Vaginosis.

3. Daili, S. F. dan Hanny, N. 2015. Gonore. Dalam: Djuanda, A., dkk. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan penerbit FKUI. p:443-9
4. Hook, E. W. dan Handsfield, H. 2008. Gonococcal Infections in the Adult. Dalam:
Holmes, K.K., et al (Editor). Sexually Transmitted Disease. 4rd ed. New York:
McGraw-Hill. p:628–45.
5. Martha, et al.2011. Urethritis. Medscape for iPhone. United Kingdom : eMedicine.

6. Kinghorn, G.R., et al. 2016. Other Sexually Transmitted Bacterial Diseases.


Dalam: Griffiths, C., et al (Editor). Rook’s Textbook of Dermatology. 9 th ed. Vol 1.
United Kingdom: Wiley Blackwell. p:30.1-8.
7. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
8. Ison, C. A. and Lewis, D. A. 2010. Gonorrhea. Dalam: Morse, S. A., et al (Editor).
Atlas of Sexually Transmitted Disease and AIDS.4rded. United Kingdom: Elsevier.
p:24-39.
9. Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Sexually Transmitted
Diseases Treatment Guidelines..64 (3): 60-8.
10. Laporan dan kunjungan pasien Poliklinik Dermatologi Infeksi Menular Seksual
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin periode Januari 2012-September 2016.
Palembang: RS Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
11. Rosen, T. Gonorrhea, Mycoplasma, and Vaginosis. 2008. Dalam: Wolff, K.,
Goldsmith, L.A., Katz, S.I., et al, (Editor). Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine 8th Ed. Chicago: The McGraw-Hill Companies. p:2514-9.

xxvii
12. Isnain H, Martodiharjo S. 2007. Resistensi Neisseria Gonorrhoeae terhadap
Antibiotik. BIPK. 13 (2) : 80–9.
13. Sparling PF. 2008. Biology of Neisseria Gonorrhoeae. Dalam: Holmes, K.K., et al,
Sexually Transmitted Disease.4rded. New York: McGraw-Hill. p:617–29.
14. Prince, N.A. 2012. Infeksi Saluran Genital. Dalam: Price, S. A. dan Wilson,
L.M (Editor). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi ke-6.
Vol 1. Jakarta: EGC. p:1336-7.
15. Sherrard, J. Gonorrhea. Med. Progress July 2006; 330-33
16. Martha, et al.2011. Urethritis. Medscape. United Kingdom : eMedicine.

17. Stary, A. 2009. Sexual Transmitted Infections. Dalam: Bolognia, J. L., Jorizzo, J.
L., and Rapini, R. P., (Editor). Dermatology. 2nd ed. United Kingdom: Elsevier. p:
1250-7
18. Jeffrey D, Klausner, Edward W Hook. Current Diagnosis and Treatment of
Sexually Transmited Disease. International edition Mc Graw Hill. 2007. p:99-107
19. World Health Organization. Guidlines for the management of sexually transmitted
infection. Switzerland. 2003: 33-4
20. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kementrian Kesehatan. Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual 2015.
Jakarta
21. Csonka, GW. Non-Gonococcal Urethritis. Brit J Vener Dis. 1965. 41:2-3
22. Garcia AL, Madkan VK, Tyring SK. Gonorrhea and Other Venereal Diseases.In:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al, eds. Fitzpatrick’s Dermatology inGeneral
Medicine 7th Ed. Chicago: The McGraw-Hill Companies; 2008 p. 1993-2000
23. Clutterbuck D, ed. Non-gonococcal urethritis, chlamydial infection and
pelvicinflamatory disease. In: Specialist Training in: Sexually Transmitted
Infectionsand HIV. London: Elsevier; 2004 p. 28-33
24. Sood S, Kapil A. An update on Trichomonas vaginalis. Indian J Sex Transm Dis
2008; 29: 7-14
25. Bradshaw CS, Tabrizi SN, Read TRH, et al. Etiologies of Nongonococcal
Urethritis: Bacteria, Viruses, and the Association with Orogenital Exposure. JID
2006; 193: 336-45
26. Holmes KK, Sparling PF, Stam WE, et al. Chlamydial infection in the adult.
In:Stam WE, ed. Sexually Transmitted Disease 4th Ed. Chicago:The McGraw-Hill
Companies Inc; 2008 p. 575-93
27. Hutapea NO. Uretritis Non Gonore. Cermin Dunia Kedokteran 1982; 28: 87-914.

xxviii
28. Lumintang H. Infeksi Genital Non Spesifik. Dalam: Makes WIB, Judanarso J,eds.
Penyakit Menular Seksual. Jakarta: FKUI; 2002 p. 58-9
29. Murtiastutik D. Infeksi Genital Pada Pria. Dalam: Barakbah J, ed. Buku Ajar
Infeksi Menular Seksual. Surabaya: FK Unair; 2002 p. 115-9
30. Pappas PW, Wardrob SM. Trichomonas vaginalis. [cited on 2011 August
29th].Available at http://www.icp.ucl.ac.be/~opperd/parasites/tricho.htm
31. Anonymous. Chlamydia trachomatis. [cited on 2011 August 29th] Available at
http://id.wikipedia.org/wiki/Chlamydia_trachomatis.Siregar RS. Gonore. Dalam:
Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996 p. 337-8

xxix

You might also like