You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

Gonore

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing

dr.Hiendarto Sp.KK

Disusun Oleh :

Dina Farhana NRP.161 0221 011

Kepaniteraan Klinik Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN


NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
Laporan Kasus “Gonore”. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Laporan
Kasus ini sedikit banyak membahas mengenai penyakit yang menjadi masalah-
masalah di indonesia. Hanya sebagian masalah kecil yang penulis bahas, namun
diharapkan Laporan Kasus ini bisa memberikan sedikit pengetahuan kepada para
pembaca mengenai penyakit ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnyakepada dr. Hiendarto Sp.KK selaku dokter pembimbing dan
teman-teman CoAss yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan kasus
ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Amin.

Ambarawa, Januari 2018

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Dina Farhana

NRP : 161 0221 011

Departemen : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa

Instansi : Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta

Periode : 02 Januari – 03 Febuari 2018

Pembibing : dr. Hiendarto Sp. KK

Judul : Uretritis Gonore

Ambarawa, Januari 2018

dr. Hiendarto Sp.KK

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... 2


LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... 3
DAFTAR ISI .............................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 5
I.1Latar Belakang ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 7
II.1Definisi ........................................................................................ 7
II. 2 Epidemiologi ............................................................................. 7
II.3 Etiologi ....................................................................................... 9
II.4 Patofisiologi............................................................................... 10
II.5 Patologi ...................................................................................... 12
II.6 Manifestasi Klinis ...................................................................... 13
II.7 Tatalaksana ............................................................................... 14
II.8 Diagnosis Banding .................................................................... 17
II.9 Komplikasi ............................................................................... 21
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 26
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………. 30
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………33

4
BAB I
PENDAHULUAN

Gonore merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri


diplokokus gram negatif Neisseria gonorhoeae yang menginfeksi lapisan uretra
bagian dalam, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva. Penyebaran
gonore dalam tubuh bisa melalui aliran darah terutama kulit dan persendian. Pada
wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin kemudian menginfeksi selaput
yang ada di dalam pinggul sehingga menimbulkan nyeri pinggul dan gangguan
reproduksi. Pada umumnya gonore merupakan penyakit yang mempunyai
insidensi yang paling tinggi diantara penyakit menular seksual lainnya. Penularan
gonore selain ditularkan dengan cara berhubungan seksual yaitu genito-genital,
oro-genital, dan ano-genital, Akan tetapi dapat juga ditularkan secara manual
melalui barang perantara yang sudah dipakai oleh penderita seperti pakaian
terutama pakaian dalam, handuk.1
Gonore disebabkan oleh bakteri neisserria gonorrhoeae yaitu suatu bakteri
diplokokus gram negatif yang bersifat fakultatif anaerob yang ditandai khas
adanya duh tubuh uretra atau serviks mukopurulen. Gonore merupakan infeksi
tersering kedua di Amerika Serikat yaitu sekitar lebih dari 333.004 kasus
dilaporkan pada tahun 2013. Center for disease control and prevention (CDC)
memperkirakan sekitar 820.000 kasus gonore muncul setiap tahunnya di AS
(CDC, 2015). Terjadi penurunan angka infeksi gonore dari 106,7 kasus per
100.000 populasi pada tahun 2012 menjadi 106,1 kasus per 100.000 populasi pada
tahun 2013, namun selama periode 2009 hingga 2013 angka infeksi meningkat
sekitar 8,2%.
Prevalensi gonore berdasarkan data dari Survei Terpadu Biologis Perilaku
(STBP) pada tahun 2013 di beberapa kota di Indonesia, dilaporkan mengalami
peningkatan pada pria berisiko tinggi dari 0,7% pada tahun 2009 menjadi 8,5%
pada tahun 2013, dan pada laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki
(LSL) juga terjadi peningkatan dari sekitar 17% pada tahun 2009 menjadi 21,2%
pada tahun 2013. Prevalensi infeksi gonore pada WPS langsung di Indonesia

5
menurut STBP pada tahun 2013 adalah sebesar 32,2 % dan 34,8 % pada tahun
2009. Prevalensi infeksi gonore pada WPS tidak langsung adalah sebesar 17,7 %
pada tahun 2013 dan 17,7 % pada tahun 2009. Prevalensi infeksi gonore pada
WPS di Denpasar menurun dari 60,5 % pada tahun 1997 menjadi 22 % pada
tahun 2010 2.
Dalam penyakit gonore terdapat istilah core group yaitu kelompok dengan
resiko tinggi menularkan penyakit ini, kelompok tersebut didapatkan pada PSK,
pengemudi truk jarak jauh, pelayar. Faktor lain yang berperan dalam penularan
penyakit gonore dalam populasi adalah banyak jumlah individu terinfeksi N.
gonorrheae yang asimptomatis atau gejalanya minor sehingga diabaikan.
Individu-individu tersebut tidak berhenti melakukan aktivitas seksual sehingga
terus melanjutkan transmisi N. Gonorrhoeae.
Risiko terinfeksi N. gonorrheae setelah sekali paparan hubungan seksual
dengan individu yang terinfeksi adalah sekitar 20%, kemudian risiko meningkat
menjadi 60-80% setelah 4 kali paparan atau lebih. Dengan asumsi seorang
individu berganti paling tidak 1 pasangan setelah 1 bulan berhubungan dengan
pasangan pertama, maka perlu untuk melacak berapakah jumlah pasangan seksual
dalam 6 bulan terakhir. Oleh karena pada penderita gonore dapat dijumpai
ketidakmunculan gejala dan interval periode inkubasi yang memanjang, sehingga
perlu untuk dilakukan pelacakan mengenai kontak seksual yang telah dilakukan
oleh pasienya yaitu mengenai riwayat jumlah pasangan seks dari pasien.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Gonore (GO) didefinisikan sebagai infeksi bakteri yang disebabkan oleh


kuman Neisseria gonorrhoea, suatu diplokokus gram negatif.1 Menurut kamus
besar kedokteran Dorland, gonore adalah infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoea yang ditularkan melalui hubungan seks pada sebagian kasus, tetapi
juga kontak dengan eksudat terinfeksi.3
Gonore adalah penyakit kelamin yang pada permulaannya keluar cairan
putih kental berupa nanah dari OUE (orifisium uretra eksternum) sesudah
melakukan hubungan kelamin.

II. 2. Epidemiologi

Insidensi tertinggi terjadi di negara berkembang. Prevalensi DGI pada


wanita hamil: 10% di Afrika, 5% di Amerika Latin, 4% di Asia. Insiden gonore di
Amerika Serikat meningkat secara dramatis pada tahun 1960 dan awal 1970
mencapai lebih dari 1 juta kasus dilaporkan setiap tahun. Diperkirakan bahwa
kurang dari sepertiga dari kasus baru dilaporkan. Pada tahun 1980, terjadi
penurunan lambat dalam kasus yang dilaporkan kepada sekitar 700.000 per tahun.
Penurunan bertahap terus dengan kurang dari 400.000 kasus gonore dilaporkan
pada tahun 2000. Tren penurunan infeksi melambat, tapi terus berlanjut sampai
1997. Epidemi diintensifkan pertama, dengan faktor perilaku, termasuk aktivitas
seksual meningkat, perubahan dalam metode pengendalian kelahiran, mobilitas
penduduk yang tinggi, dan peningkatan infeksi berulang, dan, kedua, dengan
pelaporan meningkat ketika upaya gonore Federal skrining diperkenalkan pada
tahun 1972. Penurunanberikutnya dalam insiden di Amerika Serikat dihasilkan
upaya Dinas Kesehatan AS melalui program pengendalian nasional untuk
mendeteksi dan mengobati infeksi gonokokal tanpa gejala. Praktek seks yang
aman di era acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memiliki dampak
tambahan pada penurunan kejadian semua penyakit menular seksual. Pada tahun

7
1998, jumlah kasus yang dilaporkan naik sedikit dari 327.000 ke 360.000, di mana
ia tetap hingga tahun 2000. Skrining meningkat dan sensitivitas tes yang ikut
bertanggung jawab atas peningkatan ini, tetapi peningkatan benar dalam populasi
tertentu tampaknya telah terjadi.
Penyakit ini tersebar hampir secara eksklusif oleh aktivitas seksual,
meskipun bayi baru lahir dapat terinfeksi selama proses kelahiran. Meskipun
semua kelompok umur rentan, infeksi lebih menonjol dalam 15 sampai 35 tahun
kelompok usia. Di antara perempuan pada tahun 2000, 15 sampai 19 tahun
memiliki insiden tertinggi (715,6 per 100.000), sementara di kalangan pria, 20
sampai 24 tahun memiliki tingkat tertinggi (589,7 per 100.000). Karena
ketersediaan sulfonamid dan penisilin pada 1940, resistensi antimikroba dalam N.
gonorrhoeae telah berkembang. Munculnya penisilinase yang memproduksi strain
N. gonorrhoeae di Amerika Serikat pada tahun 1975 mempercepat kecenderungan
menuju resistensi antibiotik yang lebih besar. Penisilinase (beta-laktamase)
sintesis pada organisme ini tergantung pada adanya plasmid, paket DNA, yang
dapat ditransfer antara organisme. Sedikitnya lima beta-laktamase plasmid N.
gonorrhoeae telah dilaporkan. Resistensi kromosom terhadap penisilin dan
tetrasiklin juga kadang-kadang pada tingkat yang cukup untuk mengakibatkan
kegagalan pengobatan. Untuk semua tujuan praktis, di sebagian besar wilayah
penisilin tidak lagi menjadi pilihan perawatan untuk gonore.
Pada tahun 1987, Gonococcal Isolate Surveillance Project (GISP)
didirikan oleh Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) untuk secara berkala
memantau tren nasional dalam perlawanan gonorrhoeae N. antibiotik. Dari semua
isolat yang dikoleksi oleh GISP pada tahun 2000, 24,7 persen resisten terhadap
penisilin, tetrasiklin, atau keduanya. Ciprofloxacin resistensi pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1991 dan cukup luas di Asia; tingkat resistensi di
Amerika Serikat, bagaimanapun, tetap rendah (0,4 persen dari isolat pada tahun
1999 dan 2000) dan sebagian besar terbatas pada wilayah geografis tertentu. Dari
catatan, resistensi siprofloksasin di Hawaii adalah 14,3 persen dari isolat GISP
pada tahun 2000, dan CDC telah merekomendasikan bahwa fluoroquinolone tidak
digunakan untuk mengobati gonore di negara itu. Proporsi isolat dengan
peningkatan konsentrasi hambat minimum (MIC) untuk azitromisin juga telah

8
meningkat. Pada tahun 1992, 0,9 persen dari isolat memiliki azitromisin MIC>
0,5, dibandingkan dengan 2,4 persen pada tahun 2000. Sebaliknya, tidak ada
resistensi sefalosporin telah diidentifikasi oleh GISP. Pada tahun 2000 semua
isolat sensitif terhadap ceftriaxone dan cefixime3,4

II. 3. Etiologi

Penyebab penyakit gonore adalah Gonokokus yang ditemukan oleh


Neisser pada tahun 1879, dan kemudian baru diumumkan pada tahun 1882.
Setelah ditemukan kemudian kuman tersebut dimasukkan dalam grup Neisseria
dan pada grup ini dikenal 4 spesies dan diantaranya adalah N. gonorrhoeae, N.
meningitidis dimana kedua spesies ini bersifat patogen. Kemudian 2 spesies
lainnya yang bersifat komensal diantaranya adalah N. catarrhalis dan N. pharyngis
sicca. Keempat spesies dari grup neisseria ini sukar untuk dibedakan kecuali
dengan menggunakan tes fermentasi.
Gonokokus termasuk golongan bakteri diplokok berbentuk seperti biji
kopi yang bersifat tahan terhadap asam dan mempunyai ukuran lebar 0,8μ dan
mempunyai panjang 1,6μ. Dalam sediaan langsung yang diwarnai dengan
pewarnaan gram, kuman tersebut bersifat gram negatif, tampak diluar dan didalam
leukosit, kuman ini tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan
kering, tidak tahan terhadap suhu diatas 39oC, dan kuman ini tidak tahan terhadap
zat desinfektan.1

Gambar 1. Tampak gambaran histologi Neisseria gonorrhoeae pada pewarnaan


gram. Tampak Neisseria gonorrhoeae intraseluler dan ekstraseluler.

9
Secara morfologik Gonokokus ini terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai
pili dan bersifat nonvirulen. Pili tersebut akan melekat pada mukosa epitel dan
akan menimbulkan suatu peradangan. Hanya tipe I dan II yang bersifat patogen
pada manusia. Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa
epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur), yakni pada
vagina wanita sebelum pubertas1

Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Setiap jenis


kelamin dapat menyebarkan gonore. Penularan melalui kontak dengan mulut,
vagina, penis, atau anus yang terinfeksius. Bakteri tumbuh tempat hangat dan
lembab tubuh. Hal ini dapat mencakup tabung yang membawa urin keluar dari
tubuh (uretra). Pada wanita, bakteri dapat ditemukan dalam saluran reproduksi
(yang meliputi tuba falopi, uterus, dan servix). Bakteri juga dapat tumbuh di
mata. Penyedia layanan kesehatan diwajibkan oleh hukum untuk memberitahu
lembaga Kesehatan tentang semua kasus gonore. Tujuan dari undang-undang ini
adalah memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan tindak lanjut yang
tepat. Pasangan seksual juga perlu ditemukan dan diuji. Beberapa faktor resiko
dari gonore, yaitu:

 Memiliki banyak pasangan seks.


 Homoseksual
 Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks.
 Penyalahgunaan alkohol atau zat ilegal5

II. 4. Patofisiologi

Bakteri Neisseria gonorhoeae merupakan bakteri diplokokus aerobic gram


negatif, intraseluler yang dapat mempengaruhi epitel kuboid atau kolumner host.
Beberapa faktor yang mempengaruhi cara Gonokokus memediasi virulensi dan
patogenisitasnya. Pili dapat membantu pergerakan Gonokokus ke permukaan
mukosa. Membran protein luar seperti Protein Opacity-Associated (opa) dapat
meningkatkan perlekatan antara Gonokokus dan juga dapat meningkatkan

10
perlekatan fagosit. Produksi yang dimediasi plasmid tipe TEM-1 beta laktamase
(penisilinase) juga berperan pada virulensinya.

Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Gonore adalah


penyakit menular seksual yang sering terjadi. Genus Neisseria memiliki banyak
spesies, beberapa bagian merupakan flora normal, dan sebagian lainnya bersifat
patogen dan menyebabkan penyakit pada manusia. Ketika diperiksa di mikroskop,
Neisseria adalah bakteri berbentuk coccus yang biasanya berkelompok
berpasangan. Neisseria Gonorrheae disebut gram (-) negatif pada pemeriksaan tes
Gram dan memiliki membran luar terdiri dari lipooligosaccharide ( LOS atau LPS
) , fosfolipid dan protein . Bakteri ini bisa masuk, bertahan hidup, dan tumbuh
dalam sel inang.

Gambar 2. Gambaran patofisiologi invasi Neisseria gonorrhoeae.


Fase 1
Gonore dimulai sebagai infeksi permukaan selaput lendir ditemukan dalam uretra,
endoserviks dan anus

Fase 2
Bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar nonsilia diperlukan untuk kolonisasi
selama infeksi . Bakteri dibantu oleh fimbriae, seperti yang rambut pendek, atau
pili. Fimbriae terutama terdiri dari protein Pilin oligomer yang digunakan untuk

11
melampirkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput lendir . Protein membran
luar PII kemudian membantu bakteri erat mengikat dan menyerang sel inang

Fase 3
Bakteri masuk ke dalam sel columnar oleh proses yang disebut parasit - direct
endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel kolumnar, membentuk
vakuola.

Fase 4
Vakuola selanjutnya dibawa ke membran basal sel kolumnar hospes, di mana
bakteri berkembang biak setelah dibebaskan ke dalam jaringan subepitel oleh
proses eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri LOS dilepaskan selama infeksi.
Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dari Neisserial
LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF , yang akan diproduksi
yang mengakibatkan kerusakan sel.

Fase 5
Reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil . Selaput lendir
hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae dan neutrofil dalam
jaringan ikat subepitel.
Respon imun host memicu N. gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA
ekstraseluler yang menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi dan
mempromosikan virulensi8

II. 5. Patologi

Gonococcus memiliki afinitas untuk epitel kolumnar; epitel skuamosa


bertingkat dan lebih tahan terhadap serangan. Epitel ditembus antara sel-sel epitel,
menyebabkan radang submukosa dengan polimorfonuklear (PMN) reaksi leukosit
dengan keluarnya cairan purulen yang dihasilkan. Strain gonococcus yang
menyebabkan DGI, cenderung menyebabkan peradangan genital.

12
II. 6. Manifestasi Klinis

Penularan gonore dapat terjadi melalui kontak seksual dengan penderita


gonoroe. Masa tunas penyakit ini terutama pada laki laki bevariasi berkisar antara
2-5 hari. Biasanya bisa lebih lama berkisar 1-14 hari, hal ini disebabkan karena
penderita sudah mengobati diri sendiri. Pada wanita sulit ditemukan masa
tunasnya karena pada umumnya asimtomatik. Gejala yang paling sering
ditemukan pada pria adalah uretritis anterior akut dan dapat menjalar ke
proksimal, keluhan subyektif yang dirasakan adalah rasa gatal dan panas dibagian
distal uretra, terutama disekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul
disuria, polakisuria, keluar duh tubuh yang kadang-kadang disertai keluar dengan
darah dari orifisium uretra dan disertai rasa nyeri pada saat ereksi. Pada saat
pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa.

Gambar 3. Tampak genitalia eksterna pada laki-laki dan wanita yang terinfeksi
Neisseria gonorrhoeae yang disertai duh tubuh yanh mukopurulen.

Pada wanita baik penyakitnya akut ataupun kronik gejala subyektif jarang
ditemukan dan hampir tidak pernah didapati adapun gejala yang didapatkan
adalah berupa keputihan atau duh tubuh yang mukopurulen, disuria, bisa juga
uretritis, servisitis, bartholinitis dan proktitis. Biasanya pada wanita gejala yang
dikeluhkan timbul setelah terjadi komplikasi1

13
II. 7. Diagnosis

Diagnosis penyakit ini ditegakkan atas dasar anamnesis, dari anamnesis


didapatkan keluhan rasa gatal dan panas dibagian distal uretra, terutama disekitar
orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh
tubuh yang kadang kadang disertai dengan darah dari orifisium uretra dan disertai
rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan fisik tampak orifisium uretra
eksternum eritematosa, edematosa dan ektropion. Pemeriksaan penunjang :
sediaan langsung didapatkan Bakteri Neisseria gonorrhoe, Kultur media yang
digunakan tumbuh koloni Neisseria gonorrhoe, Tes Thomson terjadi kekeruhan
pada gelas yang berisi urin, test definitif pada tes toksidasi terjadi perubahan wana
dari jernih ke merah muda, test fermentasi bakteri tes dengan memfermentasi
glukosa, test beta-laktamase terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah.1

1. Sediaan Langsung

Gambar 4. Tampak pus pada uretra pasien pria dan portio uterina pasien
wanita yang dapat digunakan untuk pemeriksaan langsung mengunakan
perwarnaan Gram

Pada sediaan langsung bahan sediaan yang digunakan diambil pada


pasien pria dari pus di uretra yang keluar spontan atau melalui pijatan,
sedimen urin, masase prostat. Sedangkan pada wanita muara uretra, muara
kelenjar bartolini, servic, rektum. Bahan yang diambil setelah dibuat sediaan
kemudian dilakukan pewarnaan Gram untuk melihat adanya kuman

14
diplococcus gram negatif berbentuk seperti biji kopi yang terletak intra dan
ekstra seluler.

Gambar 5 . Tampak gambaran histologi Neisseria gonorrhoeae pada pewarnaan


gram. Tampak Neisseria gonorrhoeae intraseluler dan ekstraseluler.

2. Percobaan dua gelas (tes Thomson)


Digunakan untuk mengetahui infeksi sudah sampai uretra bagian
anterior atau posterior. Bahan yang digunakan pada pemeriksaan ini
adalah urin pagi pada saat kandung kencing masih penuh. Gelas 1 diisi
dengan urin sebanyak 80cc gelas 2 sisanya. Bila gelas 1 keruh dan gelas 2
jernih berarti infeksi pada uretra anterior, dan bila kedua gelas keruh
berarti infeksi sudah memasuki uretra posterior.
3. Kultur
Pada pemeriksaan kultur digunakan media selektif berupa:

15
Gambar 6. Tampak pemeriksaan kultur dengan teknik Thayer Martin dan Mc
Leod Chocolate agar.
1. Thayer Martin
Media ini selektif untuk mengisolasi gonokokus. media ini mengandung
vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman positif-Gram,
kolestimeta untuk menekan pertumbuhan gakteri negatif-Gram, dan
nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur.
2. Modifikasi Thayer Martin
Isi media ini adalah media thayer martin ditambah dengan trimethoprim
untuk mencegah pertumbuhan kuman proteus spp.
3. Agar coklat McLeod
Media ini berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman
gonokokus bakteri lain juga dapat tumbuh pada media ini.

16
4. Tes Definitif (dari hasil kultur yang positif)
 Tes oksidasi
Koloni Gonokokus tersangka + laruan tetrametil-p-fenilendiamin
hiroklorida 1 % hasil positif bila warna koloni berubah dari jernih ke arah
muda atau merah lembayung
 Tes fermentasi
Menggunakan glukosa, maltosa dan sukrosa. Kuman Gonokokus hanya
memfermentasi glukosa
 Tes beta-laktamase
Menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung
chromogenic chepalosporin. Bila kuman mengandung beta-laktamase akan
terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah1

II. 8. Diagnosis Banding

1. Non gonore Uretritis : Ditandai dengan disuria, sering dengan keluarnya


cairan dari uretra atau frekuensi kencing, dan dengan tidak adanya N.
gonorrhoeae, masa inkubasi lebih lama, onset yang kurang akut, dan
keluarnya cairan dari uretra hanya sedikit sekali -kali, cairan tidak jelas,
rasa tidak nyaman atau nyeri hanya pada uretra.
2. Trichomonas vaginalis. Pada wanita biasanya muncul sebagai eksudat,
warna kekuning kunigan, berbusa, bau tidak enak, dinding vagina tampak
kemeahan dan sembab. Pada laki laki gejalanya berpa disuria, poliuria dan
sekret uretra mukoid dan mukopurulen, urin biasanya jernih dan kadang
kadang ada benang benang halus.4,5,7

II. 9. Penatalaksanaan

Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan


sesedikit mungkin efek toksiknya. Dulu, untuk pengobatan pilihan utama pada
gonore ialah penisilin dan probenesid1. Menurut British Assoiation for sexual
health and HIV (BASSH) pada National guidline on the diagnostic and treatment
of gonnorhoea in Adult 2005, indikasi pemberian terapi:

17
1. Tes diagnostik +
2. Kultur neisseria Gonorrheae +
3. Tes asam nukleat +
4. Epidemiologi, apabila terdapat konfirmasi patner sexual yang terinfeksi
gonokokus9

Disamping fasilitas pemeriksaan Laboratorium, Penatalaksanaan Uretritis


gonore juga bergantung pada insiden galur NGPP (Neisseria gonorrhoeae
Penghasil Penisilinase). Akan tetapi apabila kita melihat laporan Centers for
Disease Control (C.D.C) pada tahun 1989, maka pola penatalaksanaan uretritis
gonore mengalami beberapa perubahan yang disebabkan oleh:
1. Tingginya insidensi klamidia bersamaan dengan gonore (25-50%)
2. Tingginya insiden infeksi klamidia dan gonore disertai komplikasi
3. Kesukaran teknik pemeriksaan klamidia
4. Makin banyaknya laporan galur gonore yang resisten terhadap
tetrasiklin
5. Makin tingginya laporan galur NGPP
Mengingat hal trsebut diatas, Maka CDC (1989) menganjurkan agar pada
pengobatan uretritis gonore tidak digunakan lagi penisilin atau derivatnya, dan
disamping itu diberikan juga obat untuk uretritis non gonore (klamida) secara
bersamaan.

Rekomendasi CDC ( center of disease control )


a. Untuk daerah dengan insiden NGPP tinggi

Seftriakson 250 mg i.m., Doksisiklin 2x100 mg,


atau
Spektinomisin 2 gr i.m.,
+ selama 7 hari, atau
Tetra siklin 4x500 mg,
atau selama 7 hari, atau
Siprofloksasin 500 mg, Eritromisin 4x500 mg,
oral selama 7 hari

18
b. Untuk daerah dengan insiden NGPP rendah
Pemberian Penisilin procain in aqua 4,8 juta unit secara IM dengan
dosis tunggal, atau Ampisilin 3,5 gr secara IM dengan dosis tunggal, atau
Amoksisilin 3 gr secara IM dengan dosis tunggal yang ditambahkan
probenesid 1 gr secara IM. Dan dapat ditambahkan dengan pemberian
Doksisiklin 2x100 mg, selama 7 hari, atau Tetrasiklin 4x500 mg, selama 7
hari, atau Eritromisin 4x500 mg, selama 7 hari secara oral.
c. Untuk bayi/anak yang menderita gonore
 sepsis, arthritis, meningitis atau abses kulit kepala pada bayi
ceftiaxone 25-50 mg/kg/hari i.m/i.v 1 kali sehari selama 7 hari
cefotaxime 25 mg/kg i.v/i.m setiap 12 jam selama 7 hari
 vulvovaginitis, cervicitis, uretritis, faringitis atau proctitis pada
anak
ceftriaxone125 mg i.m dosis tunggal + pengobatan infeksi chlamydia
untuk anak dengan berat badan > 45 kg obat dan dosis obat sama
seperti orang dewasa bakterimeia atau arthritis pada anak
ceftriaxone 50 mg/kg (maks.1 g untuk BB < 45 kg dan 2 g untuk BB >
45 kg) i.m/i.v 1 kali sehari selama 7 hari atau 10-14 hari untuk BB >45
kg
d. gonore pada wanita hamil
Ceftriaxone 250 mg dosis tunggal
amoxicillin 3 g + probenesid 1 g
cefixime 400 mg dosis tunggal10

Rekomendasi PERDOSKI 2017, yaitu :

1. obat pilihan 1 : cefixim 400 mg per oral, dosis tunggal


2. obat alternatif :
- Ceftriaxone 250 mg injeksi IM dosis tunggal
- Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal

19
Bila terdapat komplikasi :

1. Obat pilihan : Cefixim 400 mg peroral selama 5 hari


2. Obat alternatif :
- Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari
- Kanamisin 2 gram IM 3 hari
- Ceftriakson 250 mg IM 3 hari

Penilaian follow up

Penilaian pasien setelah pengobatan:

1. Untuk mengetahui tercapainya terapi


2. Untuk memastikan resolusi akan reaksi efek samping
3. Untuk menanyakan reaksi efek samping
4. Untuk mengetahui kembali riwayat seksual agar dapat
mengetahuikemungkinan re infeksi
5. Untuk mengikuti perkembangan partner dan promosi kesehatan

Tes mikrobiologi tidak perlu secara rutin dilakukan ketika infeksi sudah
diobati dengan terapi observasi rekomendasi secara langsung, infeksi sangat
sensitif terhadap pemberian obat anti biotika. Apabila pasien tetap ada
gejala/simptomatik tetap ada meskipun sudah diberikan pengobatan, dapat di
sebabkan terapi suboptimal atau karena bakteri yang resisten terhadapt antibiotik
maka dapat dilakukan uji kultur dan uji resistensi antibiotik. Jika akan dilakukan
tes kultur dapat dilakukan paling sedikit 72 jam, setelah pengobatan selesai.9

20
II.10. Komplikasi

Komplikasi pada pria :


 Uretritis
Uretritis yang sering dijumpai adalah uretitis anterior akut dan apat
menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendens,
dan diseminata. Keluhan subyektif biasanya berupa rasa gatal, panas dibagian
distal uretra disekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria,
polakisuria, duh tubuh yang kluar dari ujung uretra dan biasanya disertai dengan
darah dan disetai juga dengan perasaan nyeri pada waktu ereksi. Pada
pemeriksaan yang dilakukan terlihat orifisium uretra ekstrnum eritematosa,
edematosa dan ekstropion
 Tysonitis
Kelenjar tyson adalah kelenjar yang menghasilkan segmen, dimana infeksi
biasany dapat terjadi pada penderita yang mempunyai proputium sangat panjang
dan kebersihan yang kurang baik, pada komplikasi ini biasanya diagnosis dibuat
derdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum
yang nyeri tekan.
 Parauretritis
Biasanya terjadi pada penderita denga orifisium uretra eksternum yang
terbuka atau hipospadia. Infeksi ini dapat ditandai dengan adanya pus yang
ditemukan pada kedua muara parauretra.
 Cowperitis
Jika infeksi hanya mengenai duktus biasanya tanpa disertai gejala. Akan
tetapi jika yang terkena pada kelenjar cowper dapat ditandai dengan terjadinya
abses. Keluhan yang dirasakan berupa nyeri dan adanya benjolan pada daerah
perinium disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria.
Jika tidak diobati maka abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra atau
rektum dan mengakibatkan proktitis

 Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum
dan suprapubis, malese, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot

21
uretra sehingga dapat terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar dan
obstipasi. Pada pemeriksaan didapatkan pembesaran prostat dengan konsistensi
kenyal, nyeri tekan dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Pada
pemeriksaan prostat didapatkan prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan terasa
nyeri pada penekanan dan biasanya didapatkan fluktuasi jika terdapat abses.
 Vesikulitis
Vesikulitis merupakan suatu radang akut yang mengenai bagian vesikula
seminalis dan duktus ejakulatoris, dapat juga timbul menyertai prostatitis akut
atau epididimitis akut. Gejala subyektif yang timbul hampir menyerupai gejala
prostatitis akut berupa demam, polakisuri, hematuria termina, nyeri pada waktu
ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah. Pada pemeriksaan yang
dilakukan melalui rektum dapat teraba vesikula seminalis yang membengkak dan
keras seperti sosis, memanjang diatas prostat.
 Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya
disertai oleh deferenitis ( infeksi duktus deferen). Keadaan yang dapat
menimbulkan epididimitis biasanya adalah trauma pada uretra posterior, biasanya
disebabkan oleh kesalahan dalam penanganan atau kelalaian yang dilakukan oleh
penderita sendiri. Faktor yang dapat mempengaruhi keadaan ini antara lain irigasi
yang sering dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau pekat, instrumentasi yang
kasar, pengurutan prostat yang terlalu berlebihan. aktivitas seksual dan jasmani
yang terlalu berlebihan. Epididimis teraba panas dan membengkak, juga testis,
menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai
kedua epididirmis dapat mengakibatkan sterilitas.
 Trigonitis
Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala berupa poli uria, disuria terminal, dan
hematuria

Komplikasi pada wanita :


 Uretritis
Gejala uama yang ditimbulkan berupa disuria, biasanya juga bisa terjadi
poliuria. Gejalanya biasanya bervariasi, nanah dapat terlihat dipancarkan dari

22
meatus, urin berwarna merah di luar. Pada pemeriksaan yang dilakukan
didapatkan orifisium uretra eksternum tampak merah, edematosa, dan terdapat
sekret yang mukopurulen.
 Servisitis
Pada infeksi ini dapat berupa asimtomatok biasanya menimbulkan
rasanyeri pada punggung bawah. Kasus ini tidak terdeteksi atau diterima sebagai
veriation normal. Pada pemeriksaan leher rahim bisa terlihat normal, atau
mungkin menunjukkan perubahan inflamasi ditandai dengan erosi serviks dan
nanah memancar dan sekret mukopurulen, duh tubuh terlihat lebih banyak.
 Bartholinitis
Pada infeksi ini labia mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah
dan nyeri tekan. Kelenjar bartolini membengkak dan terasa nyeri sekali apabila
penderita berjalan dan selain itu juga penderita sukar untuk duduk. Bartholin yang
bengkak dapat teraba sebagai massa membengkak jauh di setengah bagian
belakang labia majora jika saluran kelenjar tersebut timbul abses dan dapat pecah
melalui mukosa atau kulit. kalo tidak diobati dapat menjadi rekuren dan menjadi
kusta.
 Salpingitis
Pada peradangan yang terjadi dapat bersifat akut, subakut, ataupun kronik.
Ada beberapa faktor sebagai predis posisi diantaranya masa puerperium (nifas),
dilatasi setelah kuretase, dan pemakaian AIU, tindakan AKDR. Cara infeksi dapat
langsung melalui tuba falopi sampai pada daerah salping dan ovarium sehingga
dapat menimbulkan penyakit radang panggul. Kurang lebih 10% wanita dengan
mengalami penyakit gonore akan berakhir dengan penyakit radang panggul.
Gejala yang dirasakan berupa nyeri yang dirasakan pada daerah abdomen bawah,
duh tubuh vagina, disuri, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal.

Organ Lain Non-Genitalia.


1. Proktitis
Proktitis yang terjadi pada pria dan wanita pada umumnya asimtomatik.
Pada wanita biasanya terjadi karena kontaminasi dari vagina dan kadang - kadang
terjadi karena hubungan seksual genitoanal seperti pada pria. Keluhan yang
dirasakan pada wanita biasanya lebih ringan dari pada pria, terasa panas seperti

23
terbakar pada daerah anus dan pada pemeriksaan yang dilakukan tampak mukosa
eritematosa, edematosa, dan tertutup pus mukopurulen.
2. Orofaringitis
Cara infeksi pada penyakit ini melalui kontak langsung secara orogenital.
Faringitis gonore dan tonsilitis gonore lebih sering daripada gingivitis, stomatis,
atau laringitis. Keluhan yang dirasakan biasanya bersifat asimtomatik. Pada
pemeriksaan yang dilakukan di daerah orofaring tampak eksudat mukopurulen.

3. Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
menderita servisitis gonore. Gejala pada bayi ditemukan kelainan bilateral dengan
sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning
kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka dan terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan
tebal. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena penularang konjungtiva melalui
tangan atau alat-alat. Keluhan yang dirasakan pada penderita berupa fotofobia,
konjungtiva bengkak, konjungtiva merah dan keluar eksudat mukopurulen

24
4. Gonore diseminata
Penyakit gonore akan berkelanjutan menjadi penyakit gonore diseminata
kurang lebih 1% kasus gonore. DGI adalah infeksi sistemik yang mengikuti
penyebaran hematogen dari gonococcus dari situs mukosa yang terinfeksi ke kulit,
tenosynovium, dan sendi. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada penderita
dengan gonore asimtomatik sebelumnya terutama terjadi pada wanita. gejala yang
timbul pada penyakit ini dapat berupa demam, lesi acral petechial atau berjerawat,
arthralgias asimetris, tenosynovitis, atau arthritis septik, Kadang-kadang
menyebabkan miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis.1

25
BAB III

LAPORAN KASUS

III.1 Identitas
Nama : Tn. W
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : karyawan swasta
No. RM : 102232-2016

III.2 Anamnesis

III.2.1 Keluhan Utama

Keluar nanah dari saluran kencing

III.2.2 Keluhan Tambahan

Tidak ada.

III.2.3 Riwayat. Penyakit Sekarang

Pasien datang pada hari Senin tanggal 8 Januari 2018 ke poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Ambarawa dengan keluhan keluar nanah dari saluran kencing sejak 2
hari yang lalu, nanah yang keluar tersebut keluar bewarna kuning kental. Awalnya
keluar cairan jernih kemudian cairan tersebut berwarna kuning kental. Nanah tidak
disertai darah dan tidak berbau, keluar menetes tanpa disadari pasien. Pasien juga
merasa nyeri saat buang air kecil, ujung kemaluan terasa panas dan gatal, demam (-),
nyeri pinggang (-)

III.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya. Adanya riwayat


alergi baik makanan maupun obat-obatan, asma, darah tinggi serta diabetes melitus
pun disangkal pasien

26
III.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Istri pasien mengalamui keluhan keluar keputihan dari lubang vagina sejak 3 hari yang
lalu

III.2.6 Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku belum pernah berobat sebelumnya

III.2.7 Riwayat Kehidupan Sosial

Pasien sudah menikah, selain pasien aktif berhubungan seksual dengan istrinya pasien
juga berhubungan seksual dengan pasangan lainnya sejak 3 minggu yang lalu.

III.3 Pemeriksaan Fisik


III.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,50 c
Kepala
Bentuk kepala : Normocephale
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Gigi-Mulut : Lengkap, mulut basah
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks
Jantung : Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Bunyi napas vesikuler pasa seluruh lapang paru, ronkhi
(-)/(-), wheezing (-)/(-)
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Edema (-)/(-), sianosis (-), capillary refill time<2 detik

Status Dermatologis

27
Lokasi : orifisium uretra eksterna

Status Veneriologis
- Corpus penis : tidak ditemukan kelainan
- Preputium : pasien telah disirkumsisi
- Glans penis : tidak ditemukan kelainan
- OUE : tidak ditemukan kelainan
- Scrotum : tidak ditemukan kelainan
- Epididimis : tidak ada nyeri tekan
- Testis : tidak ada nyeri tekan
- Discharge : purulen, berwarna putih kekuningan

III.3.2 Diagnosis Banding

1.Urethritis Gonorrhoe

2.Urethritis Non Gonorrhoe

III.3.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Gram ditemukan :

- Diplococcus gram positif : Negatif


- Diplococcus gram negatif : Positif intrasel dan ekstrasel
- Coccobasil : Negatif
- Kuman batang gram positif : Negatif
- Kuman batang gram negatif : Negatif

28
- Clue cell : Negatif
- Jumlah Leukosit : penuh
- Epitel : 0-3/lpb
- Yeast : Negatif
- Trikomonas : Negatif
- Sperma : Negatif

IIII.3.4 Diagnosis

Uretritis Gonore

III.3.5 Penatalaksanaan

a. Medikamentosa
1. Viadoxin 1x 100 mg selama 7 hari
2. Ciprofloxacin 2x 500 mg selama 7 hari
b. Non medikamentosa

- tidak melakukan hubungan seksual dulu selama masapengobatan,


atau menggunakan kondom bila berhubungan seksual

- Pemeriksaan terhadap pasangan (istri) penderita

- Kontrol 7 hari kemudian

III.3.6 Prognosis

Quo ad Vitam: Bonam

Quo ad Sanam: Bonam

Quo ad Fuctionam: Bonam

29
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki keluhan keluar nanah dari
saluran kencing, nanah bewarna kuning kental, pasien juga merasa nyeri saat buang air
kecil, ujung kemaluan terasa panas dan gatal, pasien tidak demam dan nyeri pada
pinggang, dari riwayat kehidupan sosial didapatkan pasien sudah menikah, selain pasien
aktif berhubungan seksual dengan istrinya pasien juga berhubungan seksual dengan
pasangan lainnya sejak 3 minggu yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada status dermatologis pada orifisium uretra
eksterna ditemukan adanya purulen, berwarna putih kekuningan, an pada bagian
Epididimis tidak ada nyeri tekan. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diambil
beberapa diagnosis banding, antara lain uretritis gonore, uretritis non gonore dari
gambaran klinis baik uretritis gonore dan nongonore memiliki gambaran yang sama yaitu
BAK keluar nanah dimana pada uretritis gonore sekret yang keluar dari lubang kemaluan
adalah mukopurulen sedangkan pada uretritis non gonore sekret yang keluar bewarna
berawan atau jernih dalam jumlah sedikit atau sedang, terutama pada pagi hari (morning
drops) dan dapat pula berupa bercak di celana dalam, keluhan lainnya berupa rasa gatal,
disuria, polakisuria, kadang-kadang dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi.
Pada pemeriksaan orifisium uretra eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan
pasien merasa panas. dari masa inkubasi didapatkan pada uretritis gonore sekitar 2 hingga
5 hari pada pria. Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya
kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita, sedangkan pada uretritis non
gonore masa inkubasi 1 – 5 minggu.

Untuk meneggakan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan


gram didapatkan Diplococcus gram negatif positif intrasel dan ekstrasel. Pemeriksaan
gram dilakukan dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh
endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi. Pemeriksaan ini akan
menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram negatif dan dapat ditemukan
baik di dalam maupun luar sel leukosit.

Penatalaksanaan seara medikamentosa yang diberikan untuk pasien ini adalah


terapi kausatif 2x 100 mg dan ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 7 hari dan untuk

30
nonmedikamentosa adalah pasien ini yaitu obat diminum sesuai dosis, tidak melakukan
hubungan seksual dahulu selama masa pengobatan, atau menggunakan kondom bila
berhubungan seksual, serta dilakukan pemeriksaan terhadap pasangan (istri) penderita.

Prognosis dari penyakit ini adalah baik dikarenakan tidak adanya komplikasi yang
menyebabkan kecacatan ataupun yang mengancam jiwa, akan tetapi dapat kambuh
kembali apabila pasien tidak menerapkan pencegahan yang diberikan.

31
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Gonore adalah salah satu PMS yang sering dilaporkan. 40% penderita akan
mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) jika tidak diobati, dan haltersebut
dapat menyebabkan kemandulan.Gonore adalah infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Gonore mempengaruhi baik laki-laki
maupun perempuan yang ditularkan melalui hubungan seksual vaginal, oral
maupunanal dan dapat masuk ke dalam uretra, anus, tenggorokan, cerviks
(leher rahim) atau rahim. Orang bisa juga mendapatkan infeksi dari mata. Pada
laki-laki gejala yang timbul berupa terjadi uretritis, keluar cairan seperti nanahdari
penis, uretra meradang, perih saat buang air kecil, terjadi epididimitis. Sedangkan
pada perempuan akan timbul gejala berupa terjadi cervicitis,keluar cairan seperti
nanah dari vagina, nyeri saat buang air kecil, susah buang air kecil, menstruasi
pendarahan. Pemeriksaan untuk gonore dilakukandengan mengambil sampel dari
cervix atau penis. Pencegahan untuk penyakit gonore yaitu melakukan seks yang
aman dengan menggunakan kondom. Mengobati gonore dengan menggunakan
antibiotik. Rehabilitasi yang dilakukan dengan sikap kepatuhan penderita
terhadap pengobatan, konsultasi ke klinik kesehatan seksual, serta dukungan dan
simpati dari mitra seksual. Gonore jika didiagnosis dini dan pengobatan tepat dan
segera menghasilkan prognosis baik, tetapi bila telah sampai pada tahap lanjut
memberikan prognosis buruk.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF. Gonore. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J,

editor. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2010.p. 369-379.

2. Aditama T et al, Surveilans Terpadu dan Perilaku. Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. 2011

3. Storck S. Gonorrhea. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0004526/

4. Wong B. Gonococcal Infections. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/218059.

5. Todar K. Pathogenic Neisseriae: Gonorrhea, Neonatal Ophthalmia and

Meningococcal Meningitis. Available at:

http://textbookofbacteriology.net/neisseria_2.html.

6. Freedberg IM. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 2003.

McGraw-Hill

7. Jawas FA, Murtistutik D. Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular

Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr.

Soetomo Surabaya Tahun 2002–2006. Available at:

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK.

8. Karl E, Miller I. Diagnostic and treatment of Neisseria gonnorheae

infections. Am fam physician 2006; 73;1779-84. Available at:

http://www.aafp.org/afp.

33

You might also like