Professional Documents
Culture Documents
METAGONIMUS YOKOGAWAI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Parasitologi
Disusun Oleh :
NIM : 201510410311055
No. Absen : 30
Jurusan : Farmasi
Kelas : B
2017
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik dan seksama.
Makalah yang berjudul “Metagonimus yokogawai” ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Ujian Akhir Semester III Parasitologi, Program Studi Farmasi, Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada Bapak dr. Widayat Samsul sebagai dosen mata kuliah Parasitologi yang
telah banyak membimbing selama 1 semester ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi maupun teknis penulisan.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
untuk rekan-rekan yang membaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
6) Bagaimana gejala/keluhan yang dialami apabila terinfeksi Metagonimus
yokogawai?
7) Bagaimana transmisi/penularan/vector penyakit yang disebabkan oleh parasit
Metagonimus yokogawai?
8) Bagaimana diagnosa yang dapat dilakukan terkait parasit Metagonimus
yokogawai?
9) Apa pengobatan yang sesuai apabila teinfeksi Metagonimus yokogawai?
10) Apa saja komplikasi yang terjadi apabila terinfeksi Metagonimus yokogawai?
11) Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan terkait dengan parasit
Metagonimus yokogawai?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk menjelaskan distribusi geografis dan epidemiologi Metagonimus
yokogawai baik dari segi lokasi, penderita, usia penderita dan status sosial
ekonomi
2) Untuk mengetahui anatomi tubuh dari Metagonimus yokogawai
3) Untuk menjelaskan kehidupan/Life Cycle dari Metagonimus yokogawai
4) Untuk mengetahui host dari parasit Metagonimus yokogawai
5) Untuk mengetahui habitat parasit Metagonimus yokogawai
6) Untuk memaparkan gejala/keluhan yang dialami apabila terinfeksi
Metagonimus yokogawai
7) Untuk memaparkan transmisi/penularan/vector penyakit yang disebabkan oleh
parasit Metagonimus yokogawai
8) Untuk menjelaskan diagnosa yang dapat dilakukan terkait parasit
Metagonimus yokogawai
9) Untuk mengetahui pengobatan yang sesuai apabila teinfeksi Metagonimus
yokogawai
10) Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi apabila terinfeksi Metagonimus
yokogawai
11) Untuk menjelaskan pencegahan yang dapat dilakukan terkait dengan parasit
Metagonimus yokogawai
2
BAB II
DASAR TEORI
2.1.1 Lokasi
Metagonimus yokogawai, trematoda usus ini tersebar di Timur Jauh RRC, Korea,
Filipina, Thailand, Taiwan, Jepang, Siberia. Parasit ini terdapat juga di Indonesia serta
ditemukan juga di semenanjung Balkan, Yunan dan Spanyol. Di Indonesia, Lie Kian Joe
pada tahun 1951 menemukan cacing Haplorchis yokogawai pada autopsi tiga orang
mayat. Infeksi manusia di luar daerah endemis dapat terjadi dari menelan ikan acar atau
sushi yang terbuat dari ikan yang diimpor dari daerah endemis. (Garcia, 1996).
Metagonimiasis saat ini merupakan infeksi parasit yang paling penting di Korea
dan sekitar 240.000 warga Korea diyakini saat ini terinfeksi. Dari 240.000 diperkirakan
terinfeksi, 120.000 disebabkan oleh M. yokogawai, 20.000 oleh M. takahashii dan
100.000 oleh M. miyatai. Tingkat nasional infeksi di antara orang-orang yang dipilih
secara acak adalah 1,2% pada tahun 1981, 1,0% pada tahun 1996 dan turun 0,5% pada
tahun 2004. Infeksi M. yokogawai kebanyakan ditemukan di sekitar sungai besar dan
kecil dimana Sweetfish hidup dan telah diidentifikasi sebagai endemic focus.
Metagonimiasis juga umum di Jepang, dengan 10-15% tingkat prevalensi pada populasi
yang berbatasan sungai besar dan 150.000 diperkirakan terinfeksi. Trematoda usus yang
paling umum di daerah pedesaan, dimana kebiasaan makanan tradisional lebih diawetkan
dan ikan mentah dimasukkan ke dalam daftar menu diet (Natadisastra, 2009).
3
2.1.3 Usia Penderita
Manusia, terutama pedagang ikan dan hewan lain seperti kucing, anjing, dapat
merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit cacing tersebut, melalui tinjanya.
Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes
definitif mendapatkan infeksi karena memakan daging ikan mentah yang mengandung
metaserkaria hidup. Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi, seperti fessikh,
dapat juga menyebabkan infeksi. Metagonimus yang merupakan penyebab
metagonimiasis telah menjadi infeksi bagi masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi di
berbagai negara seperti Hongkong dan Jepang, karena kebiasaan mereka mengkonsumsi
mereka ikan mentah.
4
(Metagonimus sp dewasa)
5
0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm di samping batil isap kelamin yang terdapat di sebelah
kiri belakang. Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong, ovarium kecil yang agak
bulat dan 14 buah folikel vitelin yang letaknya lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-
kelok, letaknya diantara kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda, mempunyai
operkulum, berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium. Mirasidium yang
keluar dari telur, menghinggapi keong air tawar/payau, seperti genus pirenella,
Cerithidia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus Mugil,
Tilapia, Aphanius, Achantogobius, Clarias dan lain-lain sebagai hospes perantara II.
Dalam keong, mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadi redia induk,
berlanjut menjadi banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut menjadi
metaserkaria. Untuk cacing dewasa, berukuran ± 1 mm, mempunyai dua buah batil isap.
serta ventral sucker terletak agak lateral. Selain itu, organ reproduksi betina terdiri dari
ovarium dan uterus berisi telur, organ reproduksi jantan terdiri dari dua buah testis yang
letaknya serong di bagian posterior tubuh dan glandula vitellaria berbentuk folikel,
terletak di sisi lateral kiri dan kanan di sepertiga bagian posterior tubuh
6
Di sini, siklus hidup M.yokagawai, M.takahashii dan M.miyatai memiliki pola
siklus hidup yang sama. Ketiga spesies ini hermafrodit dan mampu melakukan
pembuahan. Telur berembrio yang masuk ke lingkungan perairan (air tawar atau payau)
masing-masing berisi sepenuhnya dikembangkan menjadi larva, yang disebut mirasidium.
Perkembangan tidak dapat dilanjutkan melewati tahap ini kecuali telur yang tertelan oleh
perantara pertama yaitu siput. Setelah siput memakan telur tersebut, mirasidia muncul
dan menembus usus siput. Dalam jaringan siput, miracidia berkembang menjadi
sporokista, kemudian redia, dan akhirnya muncul dari siput sebagai serkaria. Serkaria
kemudian menembus kulit atau menempel di bawah skala ikan air tawar atau payau
sebagai metaserkaria dalam jaringan. Jenis ikan yang berfungsi sebagai perantara kedua
bervariasi berdasarkan lokasi. Ikan yang memakan serkaria tersebut kemudian menjadi
terinfeksi dan manusia pun ikut terinfeksi setelah mengkonsumsi ikan tersebut baik
matang, mentah, atau acar ikan yang mengandung metaserkaria menular itu. Metaserkaria
kemudian berkembang di usus kecil dari host (manusia, mamalia atau burung), dan
berkembang menjadi dewasa. Dalam usus kecil, cacing dewasa menempel pada dinding
dan mengembangkan telur baru.
7
Cacing dewasa melekat pada dinding mukosa usus kecil, telurnya mengandung
embrio dan dikeluarkan bersama tinja. Telurnya kecil, berwarna kuning-kecoklatan,
mempunyai operkulum dengan bahu operkulum yang jelas. Telur besarnya 26-28ԉm x
15-17ԉm. Cacing dewasa Metagonimus sedikit lebih besar daripada Heterophyes dan
mempunyai batil isap perut yang letaknya lebih ke kanan dari aksis garis tengahnya.
Lubang genitalianya melekat pada tepi luar batil isap perutnya. Manusia, terutama
pedagang ikan dan hewan lain seperti kucing, anjing, dapat merupakan sumber infeksi
bila menderita penyakit cacing tersebut, melalui tinjanya. Telur cacing dalam tinja dapat
mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi
karena memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup. Ikan yang
diproses kurang sempurna untuk konsumsi dapat juga menyebabkan infeksi. Sebagai
usaha untuk mencegah meluasnya infeksi cacing heterophyidae, kebiasaan memakan
daging ikan harus diubah (Natadisastra, 2009).
2.4 Host
Umumnya hospes definitif dari cacing ini merupakan mahkluk pemakan ikan ini
seperti manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Hospes
perantara : HP1- keong air, HP2-ikan salem. Nama penyakitnya adalah Heterofiliasis.
Yang bertindak sebagai hospes perantara I adalah siput air tawar Semisulcospira
libertine atau spesies lain dari Semisulcospira dan Thiana granifera, sedangkan hospes
perantara II dari jenis ikan Plecoglossus altivelis, Odontobutis obscures, Salmo perryi
dan Tribolodon hakonensis.
2.5 Habitat
2.6 Gejala/Keluhan
Parasit ini menimbulkan penyakit yang disebut metagonimiasis pada mukosa usus
terdapat melekatnya cacing dan terjadi peradangan sedang. Sering kali diikuti nekrosis sel
8
mukosa. Batil isap dapat mengiritasi mukosa usus dan menimbulkan keluarnya lendir
dalam jumlah banyak disertai erosi sel mukosa. Sering kali terjadi infiltrasi kapiler dan
limfatik. Telur dapat terbawa ke miokardium, otak, medulla spinalis dan jaringan lainnya
dan dibentuk jaringan granulomatus.
Seringkali timbul gejala diare ringan, tetapi gejala ini ditentukan oleh jumlah
cacing dalamnya luka dan reaksi individual dari penderita. Selain itu juga gejala yang
timbul antara lain nyeri perut, payah jantung, perdarahan serebri dan spinal. Dalam
metagonimiasis akut, manifestasi klinis yang dikembangkan hanya 5-7 hari setelah
terinfeksi. Infeksi berat juga telah dikaitkan dengan epigastrik distremalaise. Masa
inkubasi sekitar 14 hari dan cacing dapat bertahan selama lebih dari 1 tahun. Gejala-
gejala dan kelainan patologinya sama seperti H. heterophyes, dan terutama tergantung
dari jumlah cacing dalam hospes. Telur atau cacing dewasa dapat bersarang di jaringan
otak dan menybabkan kelainan disertai gejala-gejalanya. Gejala klinis yang ditimbulkan
oleh infeksi berat cacing tersebut adalah mulas-mulas atau kolik dan diare dengan lendir,
serta nyeri tekan pada perut.
2.7 Transmisi/Penularan/Vektor
9
(Semisulcospira sp)
2.8 Diagnosa
Diagnosis didasarkan atas ditemukannya telur dalam tinja. Karena telur dari M.
yokogawai ukuran dan bentuknya sama dengan H. heterophyes dan C. sinensis, diagnosis
pasti harus ditegakkan atas dasar gejala klinik, riwayat klinik, atau ditemukannya cacing
dewasa.
2.9 Pengobatan
11
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, Sistiserkosis mata, kehamilan dan menyusui (tidak dianjurkan
menyusui selama 72 jam pasca pengobatan)
Efek samping
Mayoritas efek samping berkembang karena pelepasan isi parasit karena mereka
dibunuh dan akibatnya tuan reaksi kekebalan. Makin berat beban parasit, lebih berat dan
lebih sering efek samping yang terjadi. Efek samping diantaranya yaitu: mual, muntah,
sakit/nyeri perut atau kram, diare bercampur darah, pusing/vertigo, sakit kepala, kantuk,
berkeringat, reaksi alergi (ruam kulit, gatal), peningkatan asimtomatik di hati, nyeri
punggung bawah. Dilaporkan peningkatan minimal enzim hati pada bebera. Efek
samping yang paling sering adalah nyeri kepala, pusing, mengantuk dan kelelahan, efek
lainnya meliputi mual, muntah, nyeri abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria,
artalgia, myalgia, dan demam berderajat rendah pada pasien. Beberapa hari setelah
memulai prazikuantel, dapat terjadi demam berderajat rendah, pruritus, dan ruam kulit
(macular dan urticarial) yang kadang terkait dengan eosinophilia yang mempuruk, hal ini
mungkin disebabkan oleh pelepasan protein dari cacing yang sekarat ketimbang akibat
toksisitas obat langsung. Intensitas dan frekuensi efek simpang meningkat dengan dosis,
sedemikian rupa sehingga insidennya mencapai 50 % pada pasien yang mendapat dosis
25 mg/ kg tiga kali sehari. Kortikosteroid umumnya digunakan bersama prazikuantel
dalam terapi neurosistiserkosis untuk mengurangi reaksi inflamasi, tetapi hal ini menjadi
perdebatan karena kortikosteroid diketahui menurunkan kadar prazikuantel dalam plasma
hingga sebesar 50 %.
Interaksi obat:
- Karbamazepin
- Deksametason
- Fosphenytoin
- Phenobarbital
- Fenitoin
- Rifampin
- Klorokuin
- Ketoconazole
12
Dosis lazim: 150 dan 600 mg setelah makan malam
Dosis Normal untuk Orang Dewasa Penderita Metagonimus Yokogawai (Fluke Usus)
- 75 mg / kg / hari diminum langsung terbagi ke dalam 3 dosis
- Durasi terapi: 1 hari
Dosis Normal Praziquantel untuk Anak-Anak Penderita Metagonimus Yokogawai (Fluke
Usus)
- Usia 4 tahun atau lebih: 75 mg / kg / hari diminum langsung terbagi dalam 3 dosis
- Durasi terapi: 1 hari
Penyimpanan
Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang
lembap.
Penggunaan
3 kali sehari (4 sampai 6 jam terpisah) untuk 1 hari. Jangan mengunyah atau
menghisap tablet karena praziquantel memiliki rasa pahit dan dapat menyebabkan
tersedak atau muntah.
Sediaan: tablet
13
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat parasit Metagonimus yokogawai ini adalah
obstruksi intestinal, baik partial maupun total. Obtruksinya biasanya terjadi di daerah
ileocecal.
2.11 Pencegahan
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
1) Masyarakat harus mencuci ikan dan memasaknya hingga matang untuk tindakan
preventif/pencegahan
2) Perlunya sumber informasi yang lebih untuk penyakit yang disebabkan oleh M.
yokogawai
15
DAFTAR PUSTAKA
Craig and Faust’s. 1974. Clinical Parasitology Eight Edition. London : Great Britain
Garcia, Lynne S & David A. Bruckner. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Hello Sehat. 2016. Praziquantel. https://hellosehat.com/obat/praziquantel/ Diakses 1
Januari 2017
Hidajati, Sri dkk. 2014. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Natadisastra, Djaenudin & Agus Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : Buku Kedokeran EGC
Prianyo, Juni & Tjahaya P.U Darwanto. 2006. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Scribd. 2016. Metagonimiasis all. https://www.scribd.com/doc/313708494/Metagonimiasis-
All. Diakses 30 Desember 2016
Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja. 2002.Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia
16