Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan sistem respirasi merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh
manusia.) Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu
terhadap suatu masalah kesehatan. Hasil suatu pemeriksaan sangat penting
dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan
prognosa. Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada
system pernapasan dibagi ke dalam 2 metode,yaitu: (Dewi Sartika,2010)
2. Metode fisiologis, misalnya pengukuran gas darah dan uji fungsi ventilasi.
A. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Definisi
Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah :
1. Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
2. Kavitas
3. Abnormalitas pleura.
Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax. Efusi
pleura dapat terjadi pada kanker, sarcoid, connective tissue diseases dan
lymphangioleiomyomatosis.
1. Meja pemeriksaan
2. Film, kaset
4. Pesawat Rontgen
3. Batuk berdarah
4. Trauma dada
5. Tumor
6. Nyeri dada
7. Metastase neoplasma
5. Persiapan Pemeriksaan :
6. Posisi Pemeriksaan
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya
scapula tidak menutupi parenkim paru.
b. Posisi AP (Antero Posterior)
Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak kooperatif. Film
diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru.
Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA.
c. Posisi Lateral Dextra & Sinistra
Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis diduga ada
cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau
lateral. Penderita berbaring pada satu sisi (kiri atau kanan). Film diletakkan
di muka dada penderita dan diberikan sinar dari belakang arah horizontal.
g. Posisi Ekspirasi
Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam
keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan
adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang
terinhalasi.
7. Prosedur Pemeriksaan
f. Melakukan eksposi
1. Definisi
2. Tujuan
Tujuan dari tes mantoux ini adalah sebagai salah satu cara untuk
mendiagnosis infeksi TBC. Kenapa salah satu? Karena ternyata tidak mudah
untuk mendiagnosis TBC sehingga perlu banyak faktor untuk mengetahui pasti
bahwa seseorang memang terinfeksi TBC dan harus menjalani pengobatan.
Hasil tes Mantoux saja tidak bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis
karena kadang hasil tes ini memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu.
Hasil pemeriksaan tes mantoux ini harus didukung dengan keluhan,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium yang ada.
a. Siapkan 0,1 ml PPD ke dalam disposable spuit ukuran 1 ml (3/8 inch 26-27
gauge)
e. Jangan lupa mencatat lokasi suntikan yang berhasil tersebut pada rekam
medis agar tidak tertukar saat pembacaan. Tidak perlu melingkari benjolan
dengan pulpen/spidol karena dapat mengganggu hasil pembacaan.
b. Infeksi TB mencakup infeksi TB laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi TB.
c. Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5
tahun)
d. Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG
kecurigaan ke arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
1. Definisi
Yaitu suatu tehnik gambaran dari suatu irisan paru yang diambil sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup rinci.CT scan berperan
dalam :
a. Mendekteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama
bronkus
c. Dapat mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan pada paru dan
thoraks lain. CT scan tidak bersifat invasif sehingga CT scan mediastinum
sering digunakan untuk menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan
stadium kanker paru, walau tidak seakurat bila menggunakan
mediatisnokopi.
2. Pemeriksaan ini mendeteksi : Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses,
perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark brain
contusion, brain atrofi, hydrocephalus inflamasi
c. Kaji kemungkinan klien alergi terhadap iodine, sebab akan disuntik dg zat
kontras berupa iodine based contras material sebanyak 30 ml
4. Prinsip kerja
Film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat
mencatat semua sinar secara berdipensiasi. Pencatatan ini dilakukan dengan
mengkombinasikan tiga pesawat detektor, dua diantaranya menerima sinar
yang telah menmbus tubuh dan yang satunya berfungsi sebagai detektor aferen
yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh dan
penyinaran dilakukan menurut proteksi dari tiga titik, menurut posisi jam 12, 10
dan jam 02 dengan memakai waktu 4,5 menit.
5. Penatalaksanaan
Persiapan pasien
6. Prosedur
d. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-45 menit
a. Observasi keadaan alergi terhadap zat kontras yang disuntikkan. Bila terjadi
alergi dapat diberikan benadryl 50 mg
c. Ukur intake dan output. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah pemberian
zat kontras yang eliminasinya selama 24 jam. Oliguri merupakan gejala
gangguan fungsi ginjal. Memerlukan koreksi yang cepat oleh seorang
perawat dan dokter
1. Definisi
a. Tidak ada persiapan khusus untuk pemeriksaan MRI. Hanya saja pasien akan
diminta untuk melepaskan beberapa benda-benda logam yang ada di
tubuhnya karena mengganggu pemeriksaan. Barang-barang yang harus
dilepas diantaranya : Dompet, kartu kredit, dan kartu-kartu lainnya,
Peralatan elektronik seperti telepon genggam, Alat bantu pendengaran
(hearing-aid), Perhiasan atau jam tangan, Bolpen, klip kertas, kunci, dan
koin, Ikat rambut ,bulu mata palsu, gigi palsu, Baju yang memiliki kancing
logam / resleting logam, Sepatu, sabuk, pin.
b. Inform Concent adalah surat persetujuan pasien atau keluarga pasien akan
tindakan medis yang dilakukan
1. Definisi
a. Angiografi Cerebral
Yaitu zat kontras disuntikan ke arteri karotis dan arteri vertebral bertujuan
untuk mendeteksi Aneurisma serebrovaskular, trombosis cerebral,
hematoma, tumor dari peningkatan vaskularisasi, plak serebral atau spasme
dan untuk mengevaluasi aliran darah serebral.
b. Angiografi Pulmonal
c. Angiografi Ginjal
1. Defenisi
Menemukan Basil Tahan Asam (BTA) dalam sputum penting sekali artinya
dalam diagnosis tuberkulosis paru. Pemeriksaan mikroskopis BTA digunakan
untuk penemuan kasus yang lazim di lapangan yang dianjurkan WHO, terutama
di negara berkembang, karena relatif murah, mudah dan cepat. Dengan demikian
teknologi pemeriksaan BTA secara mikroskopis yang mencakup pewarnaannya,
penting dibuat sebaik-baiknya dan dapat dipercaya.
2. Pewarnaan BTA
Pewarnaan untuk BTA bermacam-macam. Sampai saat ini yang masih dapat
bertahan dan populer adalah pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) dah Tan Thiam Hok
(TTH). ZN adalah metoda dengan pemanasan (hot stain), sedangkan TTH, tanpa
pemanasan (cold stain). Di luar negeri pewarnaan ZN lebih banyak dipakai
daripada TTH (Kinyoun--Gabbet), di Indonsia sebaliknya TTH yang lebih banyak
digunakan, Adanya perbedaan pemakaian ini menimbulkan keinginan untuk
membandingkan sensitivitas ke dua macam pewarnaan ini hingga dapat diketahui
data yang lebih banyak tentang kebaikan-kekurangan antara pewarnaan ZN dan
TTH, sehingga dapat ditegaskan mana'yang lebih baik (sensitif) untuk digunakan,
khususnya di Indonesia. Pewarnaan yang kurang sensitif akan menyebabkan
hilangnya kasus-kasus yang mestinya diobati karena lolos dari pengamatan
mikroskopis BTA yang kurang baik, sehingga sumber penularan (BTA (+) yang
lolos pengamatan tersebut akan menjadi sumber penularan di dalam masyarakat.
Rencana induk pemberantasan penyakit tuberkulosis paru mengarahkan
penurunan angka kesakitan BTA (+), dengan 50% pada tahun 2000.
3. Metode pengumpulan sputum BTA
Pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini
dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak ± 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial
washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat
dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya.
4. Ekspetorasi
Umunya specimen yang lebih dalam didapatakan pada pagi hari. Specimen
segera dikirimkan ke laboratorium. Membiarkan specimen selama beberapa jam
dalam ruangan hangat dapat mengakibatkan pertumbuhan cepat organism
kontaminan dan membuatnya sulit untuk mengidentifikasi organism.
6. Pemeriksaan kualitatif
Pasien diberikan wadah khusus untuk mengelurkan.wadah ini ditimbang pada
akhir 24 jam, dan jumlah serta karakter isinya di catat dan uraikan. Untuk
mencegah bau semua wadah sputum ditutup. Serbet mulut yang sangat bau
dibuang dan perhatikan ventilasi ruangan yang baik. Higiene oral yang sering
merupakan prioritas keperawatan untuk pasien.
8. Torasentesis
9. Biopsy pleura
Biopsy pleura dilakukan ketika terdapat eksudat pleura yang tidak diketahui
asalnya dan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan jaringan
untuk mengidentifikasikan tuberculosis dan fungi.
G. PEMERIKSAAN BRONKOSKOPI
1. Defenisi
Adalah bronkoskop yang tipis dan fleksibel yang dapat diarahkan kedalam
bronki segmental.ukurannya yang lebih kecil, fleksibilitas, dan system optikal
yang sangat baik, bronkoskop serat optic memungkinkan peningkatan
visualisasi jalan napas perifer dan sangat tepat untuk mendiagnosa lesi
pulmonal. Bronkoskopi serat optic lebih baik dari bronkoskopi kaku dan lebih
aman untuk pasien yang sakit parah.
b. Bronkoskop kaku
4. Intervensi keperawatan
Perawat mengkaji terhadap kelam pikir atau letargi pada pasien lansia, yang
mungkin akibat lidokain dosis tinggi yang diberikan selama prosedur. Status
pernapasan dipantau. Pasien diobservasi terhadap adanya sianosis, hipotensi,
takikardia, disritmia, hemoptisis, dan dispnea. Setiap abnormalitas dilaporkan
dengan cepat.
1. Definisi.
Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium yang
ditujukan ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan
asam basa pasien. Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam
basa tubuh yang dikontrol melalui tiga mekanisme, yaitu sistem buffer, sistem
respiratori, dan sistem renal (Wilson, 1999).
B. Tujuan.
3. Mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah yang
ditunjukkan melalui PaO2.
C. Peralatan.
5. Kapas alkohol.
6. Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik).
b. Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa.
c. Suhu.
D. Persiapan Pasien.
Caranya :
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada
arteriradialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan
pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari, dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika
pemeriksaan negatif, hindarkan tangantersebut dan periksa tangan yang lain.
E. Langkah-langkah Tindakan/Prosedur.
1. Persiapan alat.
a. Arteri Radialisi :
c. Arteri Brachialis
d. Arteri Femoralis.
6. Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan ditusuk
sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita
ulangi dengan kapas alkohol dan tunggu hingga kering.
7. Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi dengan obat
(adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat
dimasukkan terlebih dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam
pembuluh darah.
8. Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri dengan cara
kulit diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang
akan ditusuk berada di antara 2 jari tersebut.
9. Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil dengan tangan
kanan, jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi.
Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga
darah dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung
keluar. Kalau terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah
hemolisis. Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-
lahan sampai ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh diulangi lagi kearah
denyutan.
10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi
pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera
gelembung udara dikeluarkan dari spuit.
12. Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan
bethadine.
F. Pendokumentasian.
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini, yaitu (McCann, 2004):
3. Adanya kemungkinan arterial spasme sehingga darah tidak mau mengalir masuk
ke syringe.
Daftar Pustaka.
Gallo dan Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, Edisi 6 Vol.1. EGC : Jakarta