You are on page 1of 32

Laporan Hasil Membaca Prosa Fiksi

 Berikut laporan hasil membaca prosa fiksi oleh:

Nama : Bahaudin Alfiansyah Syafi’i

NIM : 163151060

Jurusan/Kelas : Tadris Bahasa Indonesia/4 B

 Daftar prosa fiksi yang sudah dibaca:

Identitas Buku

1 Judul Buku : Nayla


Pengarang : Djenar Maesa Ayu
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : Maret 2016
Cetakan ke : 7 (tujuh)
ISBN : 978-602-03-2660-3
Tebal : 180 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta

Identitas Buku
2
Judul Buku : Gadisku Kekasihku
Pengarang : Toeti Senja
Penerbit : NARASI
Tahun terbit : Juli 2004
Cetakan ke : 1 (pertama)
ISBN : 979-97564-44-4
Tebal : x - 317 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Yogyakarta
Identitas Buku
3
Judul Buku : Jala
Pengarang : Titis Basino P.I.
Penerbit : Yayasan Bentang Budaya
Tahun terbit : Juli 2002
Cetakan ke : 1 (pertama)
ISBN : 979-306-229-0
Tebal : 247 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Yogyakarta

Identitas Buku
4
Judul Buku : Langit Merah Jambu
Pengarang : Anggie D. Widowati
Penerbit : PT Grasindo
Tahun terbit : 2003
Cetakan ke : 1 (pertama)
ISBN : 979-695-628-4
Tebal : 187 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta

Identitas Buku
5
Judul Buku : Belenggu
Pengarang : Armijn Pane
Penerbit : PT Dian Rakyat
Tahun terbit : 1981
Cetakan ke : 10 (sepuluh)
ISBN : 979-523-048-8
Tebal : 150 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta
Identitas Buku
6
Judul Buku : Deana, Pada Suatu Ketika
Pengarang : Titie Said
Penerbit : Pustaka Populer Obor
Tahun terbit : April 2004
Cetakan ke : 1 (pertama)
ISBN : 979-461-489-0
Tebal : vii - 160 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta

Identitas Buku
7
Judul Buku : Laras
Pengarang : Anggie D. Widowati
Penerbit : PT Grasindo
Tahun terbit : 2003
Cetakan ke : 1 (pertama)
ISBN : 979-732-067-7
Tebal : 245 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta

Identitas Buku
8
Judul Buku : Jalan Tak Ada Ujung
Pengarang : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
Tahun terbit : Februari 2016
Cetakan ke : 7 (tujuh)
ISBN : 978-979-461-980-3
Tebal : vi + 166 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta
Identitas Buku
9
Judul Buku : Pasar
Pengarang : Kuntowijoyo
Penerbit : Bintang Budaya
Tahun terbit : November 2002
Cetakan ke : 2 (dua)
ISBN : 979-3062-43-6
Tebal : 366 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Yogyakarta

Identitas Buku
10
Judul Buku : Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck
Pengarang : Hamka
Penerbit : Bulan Bintang
Tahun terbit : September 1999
Cetakan ke : 23
ISBN : 979-418-055-6
Tebal : x - 224 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta
Resensi Novel

 Di bawah ini merupakan tiga resensi novel dari novel yang sudah di baca di atas.

Identitas Buku
1
Judul Resensi : Adat, Cinta, dan Setia
Judul Buku : Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck
Pengarang : Hamka
Penerbit : Bulan Bintang
Tahun terbit : September 1999
Cetakan ke : 23
ISBN : 979-418-055-6
Tebal : x - 224 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta

 Tujuan Pengarang
Buku ini ditulis dengan maksud menjelaskan suatu kisah cinta di antara pasang
remaja, yang dilandasi keikhlasan dan kesucIan jiwa, yang selalu memegang teguh
apa yang menjadi pedomannya, menjunjung tinggi peraturan-peraturan adat yang
berlaku, dan selalu berusaha berbuat baik dalam setiap langkah dengan berserah diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga memberikan kesan terhadap pembaca untuk
selalu mengigat Sang Pencipta, selalu intropeksi diri dan berpegang teguh terhadap
pendirian.
 Isi Buku

Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang), lahirlah seorang pemuda


bergelar Pandekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris
tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta
bendanya diurus oleh mamaknya. Datuk Mantari labih hanya bisa menghabiskan
harta tersebut, sedangkan untuk kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga
suatu hari, ketika Pandekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan
hartanya tersebut, terjadilah pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih
terbunuh karena lebih dulu terkena pisau belati Pandekar Sutan. Pandekar Sutan
ditangkap, saat itu Ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap untuk dipenjara
dan diasingkan, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya Ia
sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pandekar Sutan bebas dan
menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan
Melayu. Empat tahun kemudIan, lahirlah Zainuddin.

Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudIan


ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base, teman ayahnya. Pada suatu hari,
Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Batipuh, Sumatera Barat, mencari
sanak keluarganya di negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas
Zainuddin pergi.

Saat ke Padang Panjang, menemui keluarga ayahnya. Tapi karena ibunya bukan
orang sana, dia tidak dianggap sebagai keluarga. Dia tinggal di rumah bibinya,
dibolehkan tinggal disana juga karena dia memberi uang belanja. Suatu hari
Zainuddin melihat seorang gadis yang cantik, lembut bernama Hayati. Zainuddin
jatuh hati sama Hayati. Hayati membalas cinta Zainuddin. Walau mereka hanya surat
menyurat, tapi cukup untuk saling berbagi rasa. Banyak orang yang mengetahui kisah
cinta mereka dan banyak gadis-gadis yang iri kepada Hayati.
Kabar kedekatan mereka menjadi bahan gunjingan semua warga. Karena
keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi
keluarganya, adat istiadat mengatakan Zainuddin bukanlah orang Minangkabau,
ibunya berasal dari Makassar. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan
alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi
meninggalkan Batipuh.

Saat Zainuddin harus pergi ke Padang Panjang karena merasa keberadaannya


makin tak diterima, Hayati melepasnya dengan sebuah janji untuk setia. Di sebuah
kesempatan untuk berkunjung ke Padang Panjang guna menemui Khadijah,
sahabatnya, Hayati janjian bertemu dengan Zainuddin. Suatu hari, Hayati datang ke
Padang Panjang untuk melihat acara pacuan kuda. Ia menginap di rumah temannya
bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak
Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz,
kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati. Karena berada dalam satu
kota (Padang Panjang) akhirnya Zainuddin dan Aziz bersaing dalam mendapatkan
cinta Hayati.

Aziz datang ke kampung Hayati untuk melamar. Padahal, beberapa hari


sebelumnya, datanglah surat Zainuddin yang isinya juga hendak melamar Hayati.
Dengan menimbang bibit, bebet dan bobot, hasil musyawarah ninik mamak sanak
saudara kaum kerabat, lamaran Aziz-lah yang diterima. Hayati menerima saja, karena
jika dia tidak menerima, dia tidak dianggap sebagai keluarga. Zainuddin yang
mendengar kabar itu langsung putus asa, seperti ingin lenyap dari bumi. Akibatnya
Zainuddin jatuh sakit selama dua bulan.

Atas bantuan dan nasehat Muluk, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama
Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan
kepandaiannya menulis. Dengan nama samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil
menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. Zainuddin melanjutkan usahanya
di Surabaya.

Ketika Hayati dan Aziz pindah ke Surabaya, kehidupan perekonomian mereka


semakin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Semakin lama watak asli Aziz
terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Ketika mereka diusir dari
kontrakan, tanpa sengaja mereka bertemu dengan Zainuddin dan sempat singgah di
sana. Karena malu dengan Zainuddin, Aziz memutuskan untuk pergi meninggalkan
istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi. Beberapa hari kemudian, datang
surat dari Aziz untuk Zainuddin. Isinya permintaan maaf dan permintaan agar
Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Sedangkan Aziz meninggal dengan cara
bunuh diri. Sebenarnya mereka masih sangat mencintai, namun karena Hayati masih
dalam ikatan pernikahan, Zainuddin memutuskan untuk memulangkan Hayati ke
kampung halamannya.

Setelah berangkat, barulah Zainuddin menyadari bahwa Ia masih sangat


mencintai Hayati dan tidak mampu hidup tanpanya. Ditambah lagi dengan surat
Hayati yang isinya bahwa Ia masih sangat mencintai Zainuddin, dan kalaupun Ia
meninggal itu adalah meninggal dalam mengenang Zainuddin. Setelah itu, datanglah
kabar bahwa kapal yang ditompangi Hayati tenggelam, yaitu Kapal Van Der Wijck.
Seketika itu Zainuddin syok dan langsung pergi bersama Muluk untuk mencari
Hayati. Hingga akhirnya Zainuddin menemukan Hayati terbaring lemah sambil
memegangi foto Zainuddin. Dan itu adalah hari pertemuan terakhir mereka, karena
setelah itu Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin.

Setelah hayati meninggal dalam peristiwa itu, Zainuddin setiap hari mendatangi
makam Hayati, Ia hidup dalam bayang cintanya yang tetap ada dihatinya. Zainuddin
semakin rapuh dan sakit-sakitan, Zainuddin yang terkenal dengan karya-karya kini
telah tenggelam bersama bayang dan angan bersama Hayati. Hingga setahun
kemudian Zainuddin menyusul hayati ke alam abadi. Zainuddin meninggalkan harta
benda melimpah dan karya-karya sastranya yang indah.

 Kelebihan Buku
Gaya bahasa yang digunakan novel ini mudah dipahami, sehingga pesan yang
diceritakan tersampaikan dengan baik. Ceritanya yang menarik membuat pembaca
penasaran ingin mengetahui akhir dari novel ini. Buku ini juga memberikan pelajaran
untuk selalu sabar dalam menjalankan kehidupan dan selalu berserah diri.
 Kelemahan Buku
Adanya bahasa daerah setempat yang digunakan dalam dialog membuat pembaca
kurang memahami maksudnya.
 Saran
Buku ini sangat bagus dalam hal penyampaian pesan moral. Serta dapat sedikit
mengetahui adat istiadat yang diterapkan oleh masyarakat Padang Panjang, Sumatra
Barat. Untuk itu saya sarankan untuk membaca buku ini, selain ceritanya yang
menarik dan mempunyai makna mendalam. Gaya bahasa yang digunakannya pun
mudah untuk dipahami baik pemula maupun yang sudah mahir.
Identitas Buku
2
Judul Resensi : Hidup Perlu Berjuang
Judul Buku : Jalan Tak Ada Ujung
Pengarang : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
Tahun terbit : Februari 2016
Cetakan ke : 7 (tujuh)
ISBN : 978-979-461-980-3
Tebal : vi + 166 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta

Novel “Jalan Tak Ada Ujung” menceritakan kisah disaat sedang terjadi revolusi
di negeri Indonesia. Ada seorang guru yang bernama Isa, merasa ketakutan karena
gejolak revolusi masa itu. Diceritakan bahwa Isa merupakan guru yang dihormati
oleh masyarakat di desanya. Namun meski di hormati tetapi Isa dalam kehidupan
kesehariannya jauh dari kata mampu. Istrinya yang bernama Fatimah harus rajin
meminjam uang demi mencukupi keluarga. Selain itu Fatimah tidak diberikan suatu
kebahagiaan batin oleh Isa selamanya karena Isa mempunyai penyakit kelamin.
Sehingga hubungan mereka kurang harmonis. Setiap hari Isa mendengar dentuman
senapan dari para serdadu. Sampai suatu ketika Isa mengalami kejadian berada di
tempat saat terjadi pemberontakan antara pihak pemberontak dengan para serdadu.
Kala itu Isa di ajak oleh seorang pemberontak bernama Hazil, karena dipaksa oleh
Hazil akhirnya Isa menuruti semua keinginan Hazil untuk melakukan pemberontakan.

Mereka kemudian membuat rencana untuk mengambil senjata di tempat


penyimpanan senjata yang berada di daerah Asam Reges, kemudian di bawa ke
Manggarai, setelah itu di selundupkan ke Karawang. Proses penyelundupan itu pun
berjalan dengan mulus. Disisi lain Fatimah merasa semakin tidak nyaman dengan Isa,
karena Isa masih belum bisa memberikan kepuasan bagi Fatimah. Saat Isa mengajak
Hazil berkunjung ke rumahnya, Fatimah saat itu terkejut dengan ketampanan dan
kegagahan Hazil. Tidak dipungkiri Fatimah justru selingkuh dengan Hazil teman Isa.
Isa pun tahu akan hal itu tetapi Ia masih dengan rasa ketakutannya sehingga Ia
memilih diam.

Kembali ke pemberontakan, akhirnya serdadu Inggris meninggalkan Indonesia


setelah perjanjian Linggar Jati. Akan tetapi justru serdadu dari Belanda datang ke
Indonesia. Akhirnya Hazil dan Isa kembali melakukan pemberontakan di bantu oleh
teman Hazil yang bernama Rakhmat. Mereka membuat rencana untuk meyerang
serdadu Belanda. Sebuah bioskop yang digunakan Belanda untuk bernaung akhirnya
tidak luput dari serangan Isa dan seluruh pemberontak. Mereka berhasil melukai
serdadu Belanda dengan bom molotov. Setelah kejadian itu mereka bertiga kembali
ke kehidupan masing-masing dengan tidak saling memberi kabar supaya tidak di
tangkap.

Selang berapa waktu yang cukup lama, akhirnya Hazil tertangkap, dia di
interogasi dengan sangat detail hingga dia mengakui kalau Isa terlibat. Tidak lama
kemudian akhirnya Isa tertangkap menemani Hazil. Mereka berdua mendapat siksaan
dari pihak polisi karena tidak mau memberikan keterangan tentang keberadaan
Rakhmat.

Novel ini memberikan pengalaman pembaca yang luar biasa. Penulisan cerita
tergambarkan secara nyata sehingga mampu mengajak pembaca masuk ke dalam
cerita. Selain itu penokohan yang satu dengan yang lain perannya tergambar dengan
jelas, sehingga tidak membuat pembaca merasa bingung.

Namun meskipun novel ini dalam pengemasan jalan cerita sudah baik masih ada
kekurangan yang ada dalam novel ini. Pemilihan bahasa masih terlalu sederhana,
sehingga bisa saja membuat pembaca terlalu mudah memahami jalan cerita yang ada.
Novel ini sangat bagus untuk dibaca karena mengajak pembaca untuk melihat
kejadian tentang masa revolusi pada masa lampau. Pengambaran setting tempat yang
baik memudahkan pembaca untuk membayangkan pada masa itu. Selain itu jalan
cerita novel ini juga dijabarkan secara baik dari awal pengenalan tokoh hingga
penyelesaian cerita. Sehingga novel “Jalan Tak Ada Ujung” layak di baca oleh semua
kalangan karena jalan cerita yang menarik.

Identitas Buku
3
Judul Resensi : Wanita Tangguh
Judul Buku : NAYLA
Pengarang : Djenar Maesa Ayu
Penerbit : PT GramedIa Pustaka Utama
Tahun terbit : Maret 2016
Cetakan ke : 7 (tujuh)
ISBN : 978-602-03-2660-3
Tebal : 180 halaman
Kategori : Novel Fiksi
Kota terbit : Jakarta

Djenar Maesa Ayu terkenal dengan karyanya yang berkaitan dengan seks.
Keberanian Djenar dalam mengambil tema seks patut di apresiasi, karena Ia mampu
mengambarkan suatu cerita dengan sudut pandang yang lain. Seperti novel yang
terkenal sebelumnya yaitu jangan main-main dengan kelaminmu dan sebagainya,
novel “Nayla” juga mengangkat unsur keintiman dalam tubuh perempuan. Novel
“Nayla” menceritakan seorang perempuan yang bernama Nayla mendapat perlakuan
tidak baik oleh Ibunya. Nayla yang sudah berumur 10 tahun masih mengompol dan
hal itu membuat ibunya geram. Sampai Ibunya menusuk kemaluan Nayla dengan
peniti. Namun masih saja Nayla tetap mengompol, dan kembali ditusuk dengan
peniti. Setiap hari Ibunya selalu melakukan hal yang sama, hingga membuat sakit
yang dirasa Nayla menjadi sebuah hal kewajaran yang membuat Nayla justru
menikmati. Sehingga bagi Nayla sosok Ibu merupakan sosok monster yang suka
menganiaya dia. Selain itu permasalahan Nayla muncul akibat orang tuanya bercerai,
meski Nayla ingin bersama Ayahnya namun dia harus memilih untuk tinggal bersama
Ibu tiri. Nayla frustasi, Ia sering membolos, suka tertawa sendiri, sehingga Ibu tirinya
tidak nyaman dan melaporkan ke ibu kandung Nayla kalau Nayla sedang
menggunakan narkoba, padahal tidak sama sekali.

Akhirnya Nayla dititipkan di penitipan anak, namun sama saja dia tidak diberikan
perlakuan yang baik. Akhirnya dia pergi, Nayla menjadi sangat dekat bahkan sudah
masuk ke dalam pergaulan bebas. Dia mencuri bahkan menjadi pemuas lelaki ketika
bekerja di diskotek demi bertahan hidup. Hari demi hari dia lalui dengan berbagai
masalah. Konflik selalu muncul dengan temannya, orang tua, dan orang lain yang
tidak Ia kenal.

Kehidupan terpuruk yang dialami Nayla semenjak kecil hingga dewasa


menjadikan Ia wanita yang tangguh. Ia berhasil keluar dari jeratan dunia yang bebas,
dan Ia memilih menjadi seorang penulis. Ia mampu menulis berbagai cerita
berdasarkan pengalaman selama hidup. Sehingga Ia akhirnya mulai menjadi wanita
seutuhnya yang diperlakukan layaknya wanita. Kelebihan novel ini gaya bahasa yang
digunakan mudah diterima oleh pembaca muda, karena bahasa yang tidak kaku.
Penggambaran perilaku tokoh dijelaskan dengan baik, sehingga pembaca memahami
maksud yang ingin disampaikan penulis.

Kekurangan novel “Nayla” terletak pada penggunaan bahasa yang terlalu banyak
mengungkapkan hal yang tabuh. Sehingga hal tersebut bisa saja memberikan efek
negatif bagi pembaca yang belum cukup umur. Namun novel ini layak untuk
diterbitkan karena mengajak pembaca untuk mengetahui bahwa di luar sana ada
perempuan yang sedang bekerja keras demi menjalani kehidupan. Selain itu juga
mengajak untuk senantiasa menghormati wanita dengan baik.
ANALISIS NOVEL “JALAN TAK ADA UJUNG”

KARYA MOCHTAR LUBIS

(Sebuah Analisis dengan Pendekatan Objektif dan Pendekatan Mimetik)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah


Kajian Apresiasi Prosa Fiksi

Dosen: Kurniasih Fajarwati, M.Pd.

Oleh:

Bahaudin Alfiansyah Syafi’i (163151060)

JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA KELAS 4 B

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

SURAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat yang berarti bahwa sastra
merupakan kearifan yang dimiliki masyarakat. karya sastra merupakan suatu
ekspresi dari masyarakat untuk menyikapi kehidupan ataupun jalannya suatu
kehidupan dengan mengambil nilai-nilai budaya dalam masyarakat. karya sastra
tercipta dengan maksud untuk dipahami, dinikmati, dan diterapkan oleh
masyarakat. Sehingga karya sastra merupakan sutau karya yang selalu berkaitan
dengan kehidupan yang berkembang di masyarakat.
Segala sesuatu untuk terciptanya suatu karya sastra, berasal dari pengalaman
penulis atau pengarang tentang hasil pengamatan terhadap fenomena sosial di
masyarakat yang menarik untuk diangkat sebagai karya sastra. Jadi sebuah karya
sastra merupakan refleksi dari persoalan manusia yang mempunyai beragam
persoalan-persoalan tentang menyikapi kehidupan. Bukti nyata karya sastra
merupakan refleksi dari kehidupan manusia dapat mengacu pada karya sastra
yang berjudul “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis. Karya tersebut
merupakan bagian dari persoalan yang terjadi pada masanya dengan penambahan
suatu kejadian supaya menambah kesan menarik dalam suatu karya.
Adanya karya sastra juga membuat sebuah ruang bagi masyarakat ataupun
pembaca unuk megapresiasi karya sastra tersebut dengan berbagai pendekatan.
Kegiatan menganalisis karya sastra merupakan hal yang lumrah dilakukan sebagai
suatu proses pemaknaan atau pemberian makna terhadap karya sastra dengan
nilai-nilai estetik. Dalam menaganalisis karya sastra ada banyak pendekatan,
dalam menyikapi hal tersebut, maka penulis mengkerucutkan pada pendekatan
objektif dan pendekatan mimetik. Oleh karena itu, untuk memahami maknanya,
karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Pendekatan Objektif


Masalah unsur dan hubungan antarunsur merupakan hal yang penting dalam
pendekatan ini (Nurgiyantoro, 2000:36). Aliran ini muncul dengan teori
strukturalisme yang dikemukakan oleh anthropolog Perancis, Claudio Levi
Strauss. Teori ini dikembangkan dalam linguistik oleh Ferdinand de Saussure
dengan bukunya Cours de Linguistique Generale.(Djojosuroto, 2006: 33)
Pendekatan Objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada
karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada
analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme
dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993:67) menyebutkan bahwa
pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal,
atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi
karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya
sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap
bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa
keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian (Sayuti, 2001; 63). , Oleh karena itu,
untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya
sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas
pula dari efeknya pada pembaca.
Jeans Peaget dalam Suwondo (2001:55) menjelaskan bahwa di dalam
pengertian struktur terkandung tiga gagasan , Pertama, gagasan keseluruhan
(whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan
seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun
bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur
itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan
pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu
tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur
transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam Djojosuroto (2006 : 34)
menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur), amplitude
(keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit
(kesatuan yang saling terjalin). Dengan demikian analisis struktur bermaksud
memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam sastra sehingga
menghasilkan makna secara menyeluruh. Rene Wellek (1958 : 24) menyatakan
bahwa analisis sastra harus mementingkan segi intrinsik.
Analisis karya sastra dengan pendekatan strukturalisme memiliki berbagai
kelebihan, diantaranya (1) pendekatan struktural memberi peluang untuk
melakukan telaah atau kajian sastra secara lebih rinci dan lebih mendalam, (2)
pendekatan ini mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya
mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya, (3) memberi umpan balik kepada
penulis sehingga dapat mendorong penulis untuk menulis secara lebih berhati-hati
dan teliti (Semi, 1993: 70). Selain memiliki beberapa kelebihan, pendekatan
inipun mengandung berbagai kelemahan. Secara terinci Teeuw menjelaskan
empat kelemahan strukturalisme murni , yakni: 1) strukturalisme belum
mengungkapkan teori sastra yang lengkap, 2) karya sastra tidak dapat diteliti
secara terasing dan harus dipahami dalam suatu sistem satra dengan latar
belakang sejarahnya, 3) adanya unsur objektif dalam karya sastra disangsikan
karena peranan pembaca cukup dalam turut memberi makna, 4) penafsiran puisi
yang menitikberatkan otonomi puisi menghilangkan konteks dan fungsinya
sehingga puisi dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya (Teeuw,
1984 : 176).
Kendati mengandung berbagai kelemahan Teeuw (1983:61) berpendapat
bahwa bagaimanapun juga analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi
serorang peneliti sastra sebelum ia melangkah pada hal-hal lain. Jadi, untuk
memahami karya sastra secara optimal, pemahaman terhadap struktur merupakan
tahap yang sukar dihindari.
Pada intinya, teori strukturalisme beranggapan karya sastra itu merupakan
sebuah struktur yang unsur-unsurnya saling berkaitan. Sehingga unsur-unsurnya
itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh saling
keterkaitan dengan unsur-unsur lainnya sehingga membentuk totalitas makna.

B. Konsep Dasar Pendekatan Mimetik


Menurut Abrams (1976), Pendekatan Mimetik merupakan pendekatan estetis
yang paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan
Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman
yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya,
melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni
berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan
argumentasi bahwa karya seni berusaha menyucikan jiwa manusia, sebagai
katharsis. Di samping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya sendiri
(Ratna, 2011: 70).
Pandangan Plato mengenai mimetik sangat dipengaruhi oleh pandangannya
mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana
pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang dimiliki manusia
terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah.
Ide merupakan dunia ide yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya
dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan
pancaindra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah,
misalnya ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat
ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah
lebih dari satu.
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep ide tersebut, Plato sangat
memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic
bagian kesepuluh. Bahkan, ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya
karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena. Mereka
dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut
muncul karena mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan
menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari „kebenaran‟.
Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy
dari ide, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya
(dalam ide-ide mengenai barang tersebut). Bagi Plato seorang tukang lebih mulia
dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja,
lemari, dan lain sebagainya mampu menghadirkan ide ke dalam bentuk yang
dapat disentuh pancaindra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak
kenyataan yang dapat disentuh pancaindra (seperti yang dihasilkan tukang),
Mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan (Luxemberg, 1989:
16).
Menurut Plato mimetik hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah
menghasilkan kopi sungguhan, mimetik hanya mampu menyarankan tataran yang
lebih tinggi. Mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin
mengacu secara langsung terhadap dunia ide (Teeuw, 1984: 220). Hal itu
disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada
sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan,
seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya
menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teeuw,
1984: 221).
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Objektif
Pandangan terhadap karya sastra secara objektif menyatakan bahwa karya
sastra merupakan dunia otonom, yang dapat dilepaskan dari pencipta dan
lingkungan sosial-budaya zamannya. Dalam hal ini, karya sastra dapat diamati
berdasarkan strukturnya. Struktur tersebut merupakan unsur intrinsik dan
ekstrinsik dalam karya sastra. Unsur intrinsik dapat berupa perwatakan tokoh,
alur, setting dan tema. Sedangkan unsur ekstrinsik dapat berupa psikologis
pengarang, keadaan lingkungan dan struktur sosial masyarakat. (Ahadia dalam
academia.edu). Pendekatan ini lebih mengeksploitasi unsur intrinsik sebuah
karya sastra naratif.
Unsur intrinsik pada novel “Jalan Tak Ada Ujung” dapat dilihat pada analisis
berikut ini:
1. Tema
Aminuddin (2004: 91) menjelaskan bahwa, tema adalah ide yang
mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak
pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
Tema dalam novel ini adalah perjuangan. Sebab, dalam novel ini
diceritakan mengenai proses perjuangan dari tokoh-tokoh yang terlibat ketika
sedang terjadi pemberontakan antara kaum muda dengan para serdadu jepang
maupun belanda.
Berikut kutipan yang mendukung penjelasan mengenai tema:
1) “Tiba-tiba seorang pemuda yang bersenapan menembak. Isa melihat debu
diterbangkan peluru dekat kaki seorang serdadu-serdadu India. Tidak
kena. Dengan cepat serdadu-serdadu India itu berpencar, sambil
menjatuhkan diri ke tanah, dan mencari perlindungan. Seorang melompat
masuk selokan, melompat ke balik pagar tembok yang rendah, dan terus
menembak ke arah tempat pemuda-pemuda itu bersembuyi.” (halaman
10, paragraf 4)
2. Alur atau Plot
Tarigan (2008: 156) memaparkan bahwa unsur-unsur alur terbagi atas
lima bagian, yaitu situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan atau
situasi), generating circumstances (peristiwa yang bersangkut-paut, yang
berkait-kaitan mulai bergerak), rising action (keadaan mulai memuncak),
climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks), dan denouement (pengarang
memberikan pemecahan sosial dari semua peristiwa).
Susunan alur atau plot dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” karya
Mochar Lubis adalah sebagai berikut:
1) Pengarang mulai melukiskan keadaan
Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:
“Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecah kesunyian pagi
Guru Isa sedang berjalan kaki menuju sekolahnya di Tanah Abang...”
(halaman 8, paragraf 2)
2) Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak
Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:
“Rasa jijik dan takut memuncak dalam hati Isa melihat tangan serdadu
yang kasar dan berbulu-bulu itu menggeledah istri tuan rumah...”
(halaman 11, paragraf 3).
“Isa teringat pada istrinya, dan sebentar dia bertanya pada dirinya sendiri,
apakah yang akan dilakukannya, jika rumah mereka digeledah...”
(halaman 12, paragraf 1)
3) Keadaan mulai memuncak
Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:
...ketika dia terpilih menjadi kurir pengantar senjata dan surat-surat di
dalam kota Jakarta... (halaman 39, paragraf 1)
“Aku takut sebenarnya, Fat,” katanya, “tidak pernah aku berorganisasi
seperti ini. Main senjata lagi...(halaman 39, paragraf 2)
4) Peristiwa mulai klimaks
Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:
Mereka akan melemparkan granat tangan itu bersama-sama, dan
kemudian lari. Melemparkan granat ke tengah-tengah serdadu-serdadu
Belanda yang berdesak-desak keluar dari bioskop. (halaman 129, paragraf
1)
5) Pengarang memberikan penyelesaian masalah
Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut:
Dia berbaring demikian, matanya melihat ke luar jendela. Langit masih
juga amat biru dan gumpala awan-awan putih. Hazil berkata padanya,
“Isa, mengakulah engkau, mereka akan datang kembali.” (halaman 160,
paragraf 1)

Dengan melihat unsur-unsur alur dan bukti yang diambil dari novel
“Jalan Tak Ada Ujung”, maka novel ini menggunakan alur maju, karena
dalam novel ini diceritakan peristiwa-peristiwa secara maju runtut dari
perkenalan peristiwa hingga penyelesaian. Alur maju (kronologis) menurut
Nurgiyantoro (2007:153) yaitu apabila pengarang dalam mengurutkan
peristiwa-peristiwa itu menggunakan urutan waktu maju dan lurus.

3. Latar atau Setting


Nurgiyantoro (2007: 227-234), menjelaskan bahwa unsur latar atau
setting meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Menyaran pada
hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di
suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” latar ceritanya adalah sebagai berikut:

1) Latar waktu
a. Pagi hari:
“Ketika tembakan pertama di Gang Jakasa itu memecah kesunyian
pagi Guru Isa...”(halaman 8, pargraf 2)
b. Senja :
“Hujan gerimis menambah senja lekas menggelap.” (halaman 1,
paragraf 1)
c. Malam hari :
“Malam itu hujan gerimis,...” (halaman 54, paragraf 1)
2) Latar tempat
a. Gang Jaksa :
“… bermain-main di jalan Gang Jaksa.” (halaman 2, paragraf 1)
b. Gang Sirih Wetan :
“...dari dalam Gang Sirih Wetan.” (halaman 2, paragraf 2)
c. Warung P. Damrah :
“Di warung Pak Damrah …” (halaman 3, paragraph 1)
d. Kebon Sirih :
“… dari arah Kebon Sirih …” (halaman 5, paragraf 2)
e. Asam Lama :
“Jalan Asam Lama itu sepi.” (halaman 8, paragraf 4)
f. Sekolah :
“Ketika dia tiba di rumah sekolah …” (halaman 17, paragraf 3)
g. Rumah Mr. Kamaruddin :
“… di beranda belakang rumahnya …” (halaman 18, paragraf 4)
h. Kamar kerja Guru Isa :
“…dan Guru Isa bekerja di kamar kerjanya.” (halaman 54, paragraf 1)
i. Kamar mandi :
“Di kamar mandi dia bermain – main dengan Salim kecil.” (halaman
65, paragraf 2)

j. Manggarai :
“… membawa empat peti granat tangan dan peluru ke Manggarai.”
(halaman 93, paragraf 3)
k. Karawang :
“… di seluruh daerah karawang ini.” (halaman 96, paragraf 9)
l. Pabrik Nimeff :
“… di depan pabrik Nimeff.” (halaman 102, paragraf 1)
m. Rumah Tuan Hamidy :
“Di depan rumah Tuan Hamidy .” (halaman 105, paragraf 5)
n. Kramatplein :
“ Di Kramatplein amat ramainya.” (halaman 128, paragraf 1)
o. Tangsi polisi militer :
“ Dia dimasukkan di kamar kecil di tangsi polisi militer di Laan
Trivelli.” (halaman 155, paragraf 1)

3) Latar suasana
Berdasarkan novel “Jalan Tak Ada Ujung” maka ada beberapa latar
suasana yang digambarkan oleh pengarang, yaitu sebagai berikut:
a. Menegangkan : “Astagfirullah!” Isa berseru dalam hatinya terkejut
dan ngeri ketakutan. Sekilas terbayang dalam kepalanya dia ditembak
mati sekarang. (halaman 11, paragraf 3)
b. Menyedihkan : Perempuan Tionghoa itu mengerang-erang menangis.
Tangis terkejut dan ketakutan. Campuran perasaan – perasaan melihat
suaminya berbaring berlumuran darah dan rasa takut hatinya sendiri.
(halaman 13, paragraf 4)
c. Senang : Guru Isa menahan rasa senangnya, mendengar ini. Dia
senang dia tidak perlu pegang uang organisasi gelap mereka.
(halaman 108, paragraf 1)
d. Menyesal : Dia merasa menyesal selalu berkelahi dengan Hazil
belakangan ini. (halaman 50, paragraf 2)

4. Tokoh dan Penokohan


Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165) menjelaskan bahwa
tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh dan penokohan dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” adalah sebagai
berikut:
1) Guru Isa
a. Penakut : “Tetapi dalam hatinya sendiri dia takut, bahwa keputusan
yang akan diambil, dia sendiri tidak bisa hadapi dan terima.”
(halaman 59, paragraf 3)
b. Tidak menyukai perkelahian : “saya bukan orang berkelahi, bisiknya
kembali …(halaman 130, paragraph 3)
c. Perasa : “ Sampai bisa niat mencuri masuk ke dalam kepalaku,”
pikirnya, malu pada dirinya sendiri. (halaman 24, paragraf 1)
2) Hazil
a. Pembangkang : “Ha, rupanya pistol itu masih belum juga engkau
buang? Bukankah Ayah suruh seminggu yang lalu? Anak kepala batu!
Engkau mau mati?” (halaman 20, paragraf 1)
b. Bertekad kuat : “Jangan Ayah! Kita perlu senjata untuk
kemerdekaan.” (halaman 20, paragraf 3)
c. Pandai : “Jika kita angkat terang – terang, siang – siang, maka tidak
seorang juga serdadu Inggris yang akan curiga kita membawa mesiu,”
tulis Hazil dalam suratnya. (halaman 72, paragraf 2 dari bawah)

3) Fatimah
a. Pandai menahan diri : Barangkali memang perempuan lebih dapat
menahan diri daripada laki – laki dalam keadaan serupa ini, atau
pendidikannya menahannya. (halaman 62, paragraf )
b. Perhatian : “Malariamu lagi barangkali,” kata Fatimah. “Minumlah
pel. Masih ada di lemari.” (halaman 110, paragraf 2 dari bawah)
c. Ingin dicintai : Dia adalah seorang perempuan yang seluruh tubuhnya
dan jiwanya memekik minta dikuasai dan direbut. (halaman 63, baris
pertama)
4) Rakhmat
a. Berani : Rakhmat sekarang telah bisa berkawan dengan kekerasan.
Dia paling berani … (halaman 97, paragraf 3)
5) Tuan Hamidy
a. Dermawan : “Dalam perjuangan kita mesti bantu – membantu bukan?
Kalau beras lepas saya juga mau sumbangkan … “ (halaman 67,
paragraf 4)
6) Mr. Kamaruddin
a. Temperamental : Dia baru saja marah – marah pada babu, karena
kopinya tiap pagi diberi gula banyak – banyak. (halaman 18, paragraf
4)
b. Penyayang : … tersembunyi perasaan yang lebih besar dari
kemarahan. Perasaan kesayangan seorang ayah pada anak …
(halaman 20, paragraf 1 dari bawah)

7) Serdadu – serdadu atau Penjajah


a. Tidak berperikemanusiaan : Menggeledah dengan kasar sekali, dan
tangannya terlalu lama berhenti di dada perempuan itu. (halaman 12,
paragraf 1)

5. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis
ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penggunaan sudut pandang
orang ketiga dapat ditinjau bahwa pengarang banyak menggunakan nama
orang dan kata ganti Dia dalam cerita novel ini.

6. Amanat
Dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” terdapat berbagai pesan yang
tersirat melalui cerita yang disampaikan pengarang. Amanat yang dapat
diambil dari novel ini adalah sebagai berikut:
1) Kita harus selalu siap sedia melawan rasa takut untuk mendapatkan
kemerdekaan.
2) Janganlah terlalu banyak memendam perasaan takut, itu akan
menyebabkan kita hanya menerima kekalahan yang bukan kita inginkan
dari apa yang ingin kita menangkan.
3) Perjuangan dalam bentuk apapun dapat membentuk kepribadian
seseorang menjadi lebih baik.
4) Kita akan jatuh dalam ketakutan yang hebat bila kita tidak mengubah pola
pikir kita akan ketidak mampuan menghadapi cobaan.
5) Menghadapi kenyataan dan ketakutan yang berlebih akan membuat
mental seseorang menjadi lebih kuat dan telah belajar bagaimana harus
hidup dengan rasa takut
6) Kita akan bisa menguasai diri sendiri, bila kita telah berdamai dengan
rasa takut.
7) Kebahagiaan manusia adalah dalam perkembangan orang seseorang yang
sempurna dan harmonis dengan manusia lain.

B. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra
berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata
mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam
pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan
(Abrams: 1981).
Dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” menceritakan bahwa setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan, Belanda berusaha menjatuhkan
Indonesia dengan jalan blokade ekonomi. Cara ini ditempuh Belanda dengan
menutup akses impor ekspor. Akibatnya pasokan kebutuhan Indonesia menjadi
tidak lancar. Kekurangan akan kebutuhan pokok mengakibatkan barang susah di
dapat dan mengalami lonjakan harga yang tinggi. Seperti halnya beras sebagai
bahan makanan pokok penduduk Indonesia yang susah di dapat, sehingga
harganya pun menjadi lebih mahal dari biasanya.
Kondisi perekonomian Indonesia pada saat itu cukup perpuruk dengan
terjadinya inflasi. Keadaan khas Negara dan pajak nihil apalagi pemerintah tidak
dapat mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, sehingga banyak
beredar mata uang Jepang dan Belanda. Hal ini mempersulit keadaan rakyat.
Pemerintah pada saat itu sampai tidak mampu membayar gaji pegawai negeri
yang seharusnya mereka dapatkan setiap bulan. Kesejahteraan rakyat kurang
mendapat perhatian dari pemerintah. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan
pokok, rakyat kerap melakukan tidakan yang melanggar norma seperti
penjarahan, perampokan, dan pencurian.
Kebutuhan makan sudah terpenuhi saja, sudah sangat bersyukur. Sedangkan
keperluan yang lain dikesampingkan. Defisitnya perekonomian sangat
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Mereka hidup seadanya dengan serba
kekurangan. Hal ini diperparah dengan adanya serangan atau perang yang
dilancarkan sekutu dan NICA. Saat itu Indonesia sampai merugi dua ratus juta
rupiah.
Kedatangan kembali sekutu yang diboncengi oleh Belanda atau NICA
(Netherland Indies Civil Administration) membuat pemerintahan Indonesia pada
waktu itu dalam kondisi yang sulit. Sekutu bermaksud menyerahkan kembali
daerah kependudukan Jepang kepada Belanda. Belanda menginginkan Indonesia
sebagai daerah persemahmurannya. Berikut rekapan peristiwa yang terangkum
dalam http://staffnew.uny.ac.id.
Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris
bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara
Inggris selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van
der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi
NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia
Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook.
Pada masa ini Indonesia harus berusaha mempertahankan kemerdekaannya.
Berbagai upaya diusahakan untuk dapat mengusir kependudukan Belanda,
sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang utuh merdeka tanpa ada campur
tangan bangsa lain. Pada novel Jalan Tak Ada Ujung diceritakan perjuangan
politik generasi muda mempertahankan kemerdekaan yang telah berhasil di
raihnya. Tokoh Guru Isa ikut andil dalam perjuangan tersebut. Ia bergabung
dalam organisasi perjuangan laskar rakyat. Guru Isa mengikuti revolusi dan
menjadi bagian dari BKR (Badan Keamanan Rakyat). Pada masa itu BKR adalah
badan resmi yang di bentuk oleh pemerintah untuk menjaga keamanan rakyat.
Perjuangan para pejuang muda kala itu sudah setengah jalan. Persenjataan
sudah banyak yang berhasil diangkut ke luar kota. Namun Belanda membentuk
arus politik lain yaitu dengan mengadakan perjanjian Linggarjati. Perjanjian ini
digunakan untuk memecah halangan yang muncul dari rakyat. Mereka menipu
rakyat dengan iming-iming perdamaian. Rakyat merasa damai setelah
penandatanganan perjanjian Linggarjati. Rakyat berharap dengan adanya
perjanjian tersebut kondisi Indonesia tidak kacau lagi dan dapat hidup
damai.Padahal perjanjian Linggarjati sebenarnya digunakan oleh Belanda untuk
menipu dunia Internasional.
Pemerintah sejak awal telah mencanangkan tujuan bangsa dalam bidang
pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Landasan ini menjadi misi
utama untuk menitikberatkan pembangunan di bidang pendidikan. Pencetus
pendidikan itu sendiri adalah Ki Hajar Dewantara yang menjadi Bapak
pendidikan sekaligus menjabat sebagai menteri pendidikan pada masa pasca
kemerdekaan RI 1945.
Pemerintah dan masyarakat mulai sadar bahwa pendidikan sangat penting
peranannya untuk kemajuan suatu bangsa. Sekolah diharapkan dapat
memperkaya potensi rakyat. Pasca proklamasi sekolah dibuka untuk semua
warga Negara tanpa kecuali. Pemerintah membentuk peraturan kewajiban
belajar. Anak-anak yang telah berusia sepuluh tahun diwajibkan untuk memasuki
sekolah.
Namun kekacauan yang terjadi saat kependudukan Belanda di Indonesia
tahun 1946 berpengaruh dalam bidang pendidikan. Novel “Jalan Tak Ada Ujung”
memaparkan kondisi pendidikan saat itu. Kondisi belajar yang tidak nyaman,
saat kekacauan terjadi. Ketika terjadi penggeledahan dan perang akan
mempengaruhi banyaknya siswa yang datang ke sekolah. Kelas menjadi tidak
penuh, karena banyak siswa yang tidak berangkat.Walau saat itu, setelah
kemerdekaan diproklamasikan tetap saja Indonesia mengalami kekacauan karena
kedatangan NICA. Namun semangat Guru Isa dalam mengabdikan dirinya untuk
pendidikan Indonesia tidak pernah surut
Begitulah kondisi pendidikan pasca proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno
tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia tidak lantas damai dan aman tanpa campur
tangan dari bangsa lain. Kedatangan Belanda ke Indonesia kembali memberikan
dampak buruk pada keadaan Indonesia. Walau Indonesia telah merdeka tetapi
masih sering ada pertempuran antara serdadu Belanda dengan rakyat.
Pendidikan pada saat itu sudah mulai dikenal oleh rakyat banyak. Rakyat
tidak memperoleh tekanan dalam mengenyam dunia pendidikan. Karena pada
saat itu Indonesia telah bisa melepaskan diri dari penjajahan dan telah mulai
menikmati kemerdekaannya. Termasuk juga merdeka dalam memperoleh
pendidikan yang layak.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, maka ditemukan bahwa
pendekatan objektif merupakan pedekatan yang harus dilakasanakan guna
mengawali proses analisis suatu karya sastra. Adanya pendekatan objektif
membuat penulis dapat mengetahui struktural dari karya sastra yang dianalisis,
baik unsur intrinsik maupun ekstrinsik.
Setelah adanya pendekatan objektif maka akan lebih mudah dalam
menganalisis dengan pendekatan-pendekatan lain, dalam hal ini penulis
melakukan pendekatan mimetik pada karya Mochtar Lubis yang berjudul “Jalan
Tak Ada Ujung”. Adanya pendekatan mimetik dapat diketahui tentang pesan yang
disampaikan penulis dalam pemaknaan cerminan kehidupan masyarakat pada
masa yang diangkat oleh pengarang.
DAFTAR PUSTAKA

Ahadia Nuril. Teori Metode Pendekatan dalam Penelitian Sastra.


https://www.academia.edu/11324399/Paper_Teori_Metode_Pendekatan_dala
m_Penelitian_Sastra. (Diunduh pada 04 Juli 2017)
Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Agesindo.
Djojosuroto, Kinayati. 2006. Pengajaran Puisi Analisis dan Pemahaman. Bandung:
Nuansa.
Luxemburg, Ja Van dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Nurgiyantoro Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung; Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.
Wellek, Rene. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

You might also like