You are on page 1of 6

Analisis Sifat Kimia Tanah (Nugroho et al.

)
ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT YANG DIKONVERSI MENJADI PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

(Soil Chemical Properties Of Peat Land Wich Was Coverted To Oil Palm Plantation In Kampar
Regency)

Tri Cahyo Nugroho1 , Oksana2 dan Ervina Aryanti2

1 Mahasiswa program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Dan Peternakan UIN Sultan Syarif Kasim Riau
2
Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Sultan Syarif Kasim Riau JL. H.R. ABSTRA
Soberantas Km 16 Pekanbaru PO Box 1004, Pekanbaru 28293 Telp: +62-761-562052, E-mail:
Oksana_ry@yahoo.co.id
The research was conducted on February to agustus 2013 in the Tambang and Tapung Districk,
Kampar Regency, Riau Province. The purpose of this research was to observe changes of soil
chemical properties from secondary peat forests wich was converted to oil palm plantations at 6th and
26th years. This study is conducture by observation and survey at 50 cm and 100 cm of depth.
Chemical analysis of the soil included pH, total-N, P-bray, C-organic, Cation Exchange Capacity
(CEC), and Basa Cations (K, Ca, Mg and Na). Results of the analysis showed converted of peat land
to oil palm plantation cause an increase in pH (1.19%), reduction in C-organic (17.94%), N-total
(62.54%), Mg-dd (62.54%) and Na-dd (0.13%). Increase occurred oil palm at 6th years for CEC by
(11.87%), P-bray (3.35%), K-dd (0.05%) and Ca-dd (13.89%). Decline occurred oil palm at 26th years
for the by CEC by (3.35%), P-bray (10.91%), K-dd (0.09%) and Ca-dd (63.2%).

Keyword: Peat land, Oil palm, Convertion, Chemical soil properties


PENDAHULUAN pada ekosistem gambut asli. Kerusakan
ekosistem berpengaruh terhadap lingkungan,
Indonesia merupakan negara mulai dari polusi gas rumah kaca, banjir,
yangmemiliki areal gambut terluasdi zona tropis, kekeringan hingga hilangnya keanekaragaman
yakni mencapai 70% (Wahyunto & Subiksa, hayati (Agus etal., 2011;Agus & Subiksa, 2008).
2011). Wibowo (2009), menyatakan luas gambut Pembukaan lahan gambut dengan cara membuat
Indonesia mencapai 21 juta ha, yang tersebar di saluran drainase akan menyebabkan penurunan
pulau Sumatera (35%), Kalimantan (32%), Papua muka air tanah dan perubahan ekosistem. 25
(30%), dan pulau lainnya (3%).Provinsi Riau Perubahan ekositem ini mengakibatkan
memiliki lahan gambut terluas di Sumatera, yakni perubahan karakteristik dan
mencapai 56,1% (Wahyunto & Heryanto, 2005). sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Sutarta et
Lahan gambut merupakan lahan yang kaya akan al. ,
bahan organik, namun proses pelapukanyan 2006). Penentuan tingkat kesuburan pada lahan
belum terjadi secara sempurna. Pada kondisi alami gambut dapat dilakukan dengan melakukan
lahan gambut menjadi habitat bagi beberapa jenis analisis sifat kimia tanah. Analisis sifat kimia tanah
flora dan fauna (Agus & Subiksa, 2008). Lahan tersebut meliputi analisis kandungan unsur utama
gambut juga berfungsi sebagi penyimpan cadangan seperti N dan P, tingkat kemasaman (pH),
carbon sebesar 30-70 kg/m3 dan penyangga kapasitas tukar kation (KTK), kandungan bahan
hidrologi di areal sekitarnya karena mampu organik (C/N), kation basa (K, Ca, Mg, Na) dan
menyerap air 13 kali kandungan asam organik (Jumin, 1998).
lipat dari berpatnya (Agus et.al., 2011). Berdasarkan keterangan diatas maka penelitian ini
Menurut Utama & Handoko (2007), pemanfaatan perlu dilakukan untuk mengkaji seberapa jauh
lahan gambut sebagai lahan pertanian termasuk perubahan sifat kimia tanah gambut yang
perkebunan memerlukan perhatian khusus dan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
majenaman pertanian yang tepat. Hal ini karena Penelitian ini meliputi analisis C-organik, N-total,
pengembangan pertanian sangat tergantung P-tersedia, pH, KTKdan basa yang dapat ditukar
pada status kesuburan tanah. Konversi lahan (Ca, Mg, Na, dan K).
gambut yang menjadi lahan perkebunan akan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
berdampak perubahan sifat kimia tanah gambut yang
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4 No. 1, September 2013 : 25-30
METODE PENELITIAN drainase dibagian tibur dan barat hutan. Vegetasi
dominan ialah jenis kayu-kayuan,
Waktu dan Tempat Penelitian semak belukar dan paku-pakuan.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan 26
Februari hingga Juni 2013. Pengambilan sampel Kelapa sawit usia 6 tahun
tanah dilakukan di tiga lokasi yakni: hutan Kebun kelapa sawit usia 6 tahuan memiliki luas
gambut skunder, kebun kelapa sawit usia 30,15 Ha. Kebun ini merupakan jenis gambut dalam
6 milik PT. Tambang Hijau dan kebun kelapa sawit dengan kematangan fibrik. Kebun ini telah memiliki
usia 26 tahun milik PT.PN V Kebun Sei galuh. saluran drainase yang berbatasan dengan jalan
Lokasi pertama dan kedua berada di Desa Kualu produksi (bagian depan) berukuran lebar 2 m
Nenas dan Desa Sungai Pinang Kecamatan dengan kedalaman 1,5 m, sedangkan saluran
Tambang Kabupaten Kampar (00 26,25” LU- drainase pemisah antar blok berukuran lebar 1
43,6” LS dan 1010 14’ BT - 9.85” BB). Lokasii m dengan kedalaman 1,5 m.Pemupukan dilakukan
ketiga berada di Desa Pantai Cermin Kecamatan 3 kali setahun dengan dosis 500 kg/ Ha Pupuk yang
Tapung Kabupaten Kampar (000 30’LU–03,75” LS digunakan ialah jenis pupuk kimia NPK dan
dan 1010 13’ BT – 33.85” BB) . Analisis sifat kimia dolomite (Pimpinan kebun PT. Tambang Hijau, 2013
tanah dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi komunikasi pribadi).
Pertania (BPTP) Jawa Tengah, BPTP Riau,
Laboratorium Industri pakan, agrostologi dan ilmu Kelapa sawit usia 26 tahun
tanah Fakultas pertanian dan peternakan UIN Kebun kelapa sawit usia 6 tahun memiliki luas 30,6
SUSKA RIAU dan Laboratorium Oseanografi Ha. Kebun ini merupakan jenis gambut dalam
Kimia Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan kematangan Hemik. Kebun ini telah
Universitas Riau. memiliki saluran drainase yang berbatasan dengan
jalan produksi (bagian depan) berukuran lebar 2 m
Metode Penelitian dengan kedalaman
Penelitian yang akan dilakukan ialah penelitian 2 m, sedangkan saluran drainase pemisah antar
observasi. Data yang di sajikan merupakan data blok berukuran lebar 1 m dengan kedalaman 2
hasil analisis sifat kimia tanah gambut yang m. Pemupukan untuk kebun ini sudah dihentikan
dilakukan di laboratorium meliputi: pH, KTK, C- dari tahun 2008. Pengendalian gulma dengan
organik, N-total, P- tersedia dan Kation basa (K, (Pimpinan kebun PT.PN V Kebun Sei Galuh, 2013
Ca, Mg dan Na). Data pendukung berupa data komunikasi pribadi).
yang diperoleh dari hasil pengamatan secara
langsung pada lokasi penenelitian seperti, vegetasi Analisis Kimia Tanah pH
dominan, curah hujan serta sejarah pengolahan
lahan dan pemupukan yang dilakukan pada tanah
lokosi pengambilan sampel.Pengambilan sampel
Konversi hutan gambut skunder menjadi
dilakukan dengan metode zig-zag pada
perkebunan kelapa sawit menyebabkan terjadinya
kedalaman 50 cm dan 100 cm.
peningkatan pH tanah di kedalaman 50 cm dan 100
Analisis Data cm. Peningkatan nilai pH terjadi tidak signifikan
Data yang telah diperoleh dari analisis yang dan masih tergolong pada kategori sangat asam
dilakukan di laboratorium selanjutnya disajikan (3,42). Peningkatan pH tanah hutan gambut
dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian data sekunder yang dikonversi menjadi perkebunan
data dalam bentuk tabel dan grafik dengan kelapa sawit usia 6 tahun sebesar 0,02% pada
menggunakan program software Microsoft excel kedalam 50 cm dan 0,06% pada kedalam 100
(Hikmatullah & Al-Jabry, 2007). cm. dan pada perkebunan kelapa sawit usia 26
tahun sebesar 0.17 % pada kedalam 50 cm dan
HASIL DAN PEMBAHASAN 0.07% pada kedalaman 100 cmHal ini sesuai
dengan hasil penelitian Suwondo (2012), yang
GambaranUmum Lokasi Penelitian menyatakan bahwa gambut transisi yang di
Hutan konversi menjadi perkebunan kelapa sawit hingga
Hutan yang dijadikan sampel merupakan lahan lebih dari 10 tahun mengalami peningkatan pH
percobaan milik Fakultas Pertanian dan Peternakan tanah namun masih tergolong sangat asam (3,43).
UIN SUSKA RIAU yang masih berupa hutan Peningkatan nilai pH tanah yang masih tergolong
gambut sekunder dengan luas 21 Ha.Hutan ini sangat asam diduga karena adanya proses
merupakan jenis gambut ombrogen yang masuk dekomposisi yang sedang berlajut pada
dalam kawasan lindung gambut (KLG)(Kementrian lahan gambut. Rini et al (2009), menyatakan
Lingkungan Hidup Provinsi Riau, 2010). Hutan bahwa proses dekomposisi yang sedang terjadi
gambut sekunder ini memiliki ketebalan gambut pada lahan gambut menghasilkan asam-asam
lebih dari 6 m dengan kematangan, telah memiliki organik yang bersifat asam.
saluran
Analisis Sifat Kimia Tanah (Nugroho et al.)
Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Tanah
No Analisis Kedalaman Hutan Sampel
KS 6 tahun KS 26 tahun
50 cm 2.15 Kcl 2.16 3.01
100 cm 2.14 1 pH 2.15 2.98
50 cm 3.23 3.25 3.42
H 2O
100 cm 3.13 3.19 3.
26
2 C-organik (%) 50 cm 35.60 35.23 17.66
100 cm 33.69 30.44 8.57
3 N-total (%) 50 cm 0.47 0.48 0.24
100 cm 0.44 0.38 0.20
4 P-tersedia (ppm) 50 cm 9.19 12.24 1.33
100 cm 2.18 4.58 0.34
5 KTK (cmol/kg) 50 cm 45.83 57.70 54.26
100 cm 37.35 44.24 44.10
K-dd 50 cm 0.06 0.11 0.02
(cmol/kg) 100 cm 0.04 0.07 0.02
Ca-dd 50 cm 49.59 63.48 0.28
(cmol/kg) Basa 6 100 cm 35.38 57.67 0.21
Kation Mg-dd 50 cm 91.86 78.68 29.32
(cmol/kg) 100 cm 77.84 56.67 27.42
Na-dd 50 cm 0.21 0.16 0.08
(cmol/kg) 100 cm 0.21 0.13 0.07
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium.
C-organik oleh tanaman tanpa adanya perlakuan
Konversi hutan gambut skunder menjadi pengembalian atau penambahan bahan organik
perkebunan kelapa sawit mengakibatkan pada tanah juga akan menyebabkan degradasi
terjadinya degradasi kandungan C-organik dan bahan organik dan C-organik tanah (Hikmatullah
bahan organiktanah numun masih pada kategori & Sukarman, 2007).
sangat tinggi (17,66).Degradasi pada kelapa sawit
usia 6 tahun sebesar 0,37% dan 3,24 %pada N-total
kelapa sawit usia 26 btahun 17,57% dan 21,87% Hutan gambut skunder yang dikonversi menjadi
di kedalamn 50 dan 100 cm. hal ini sesuai perkebunan kelapa sawit mengalami perubahan
dengan hasil penelitian kandungan N-total, namun masih dalam kategori
Suwondo et al (2010), yang sedang (0,47-0,24%). Pada kebun kelapa sawit
menerangkan usia 26 tahun di kedalaman 100 cm kandungan
lahan gambut yang di manfaatkan sebagai N-total tergolong rendah (0,2%). Hasil analisis
perkebunan mesih kandungan C-organik menunjukan bahwa kandungan N-total di
tergolong sangat tinggi (15,49). kedalaman 50 cm mengalami peningkatan pada
Degradasi ini diduga terjadi karena adanya kebun usia 6 tahunsebesar 0,01% dan kembali
aktifitas dekomposisi oleh mikroorganisme tanah, turun di usia 26 tahun sebesar 0,24%.
erosi dan subsiden yang terjadi akibat aktifitas Sedangkan pada kedalam 100 cm N-total
pada lahan gambut. Kodisi lahan gambut yang pengalami penurunan seiring dengan pertambahan
telah didrainase akan merubah kondisi gambut usia kelapa sawit. Penurunan N-total secara
yang semula anaerob menjadi aerob. Hal ini signifikan terjadi pada kelapa sawit usia 26 tahun di
mengakibatkan meningkatnya aktifitas kedalam 50 dan 100 cm sebesar 0,24% dan 0,36
mikroorganisme perombak bahan organik tanah. %. Peningkatan N-total yang terjadi pada kebun
Disamping itu sistem dranase pada lahan gambut kelapa sawit usia 6 tahun di kedalaman 50 cm
juga menyebabkan terjadinya erosi bahan diduga terjadi karena adanya perlakuan
organik tanah oleh aliran air. Hal ini sesuai pemupukan N yang yang diberikan. Oksana et
dengan pernyataan Subandar (2011), yang al (2012) mengatakan bahwa perlakuan
menerangkan bahwa perubahan kondisi anaerob pemupukan yang diberikan pada kebun kelapa sawit
menjadi aerob pada lahan gambut akan pada tanah PMK sangat mempengaruhi
mendorong aktifitas mikroorganisme ketersediaan kandungan N-total tanah. Turunnya
perombak bahan organik tanah. Bintang et nilai N-total tanah seiring dengan pertambahan
al usia tanaman diduga kerena terjadinya
(2005), menambahkan bahwa pembukaan degradasi bahan organik dan perubahan pH
saluran drainase pada lahan gambut juga akan tanah yang tidak signifikan dan masih tergolong
memenyebabkan terjadinya erosi bahan organik sangat asam. Hal ini
oleh aliran air yang ada pada sekitar saluran 27
drainase. Pemanfaatan bahan organik
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4 No. 1, September 2013 : 25-30
mengakibatkan mikroorganisme perombak bahan karena diikat oleh hidroksida Fe dan Al. Selain
organik tanah dan penambat N belum dapat bekerja proses pencucian rendahnya pH juga
secara optimal. Suwondo (2002), menerangkan menyebabkan rendahnya kandungan P- tersedia
bahwa aktifitas mikroorganisme sangat dipengaruhi tanah (Pandjaitan & Soedodo, 1999).
olah kondisi pH tanah. Pada tanah yang memiliki
pH asam maka aktifitas mikroormanismenya akan KTK
sangat Hutan gambut skunder yang dikonversi menjadi
rendah. Bahrami et al (2010), perkebunan kelapa sawit usia 6 tahun mengalami
menerangkan peningkatan kapasitas tukar sebesar 11.87% dan
bahwa degradasi bahan organik yang terjadi 6.89% pada kedalam 50 dan 100 cm. namun
pada perkebunan monokultur dengan komoditi teh pada usia 26 tahun kapasaitas tukar kation
sangat berpengaruh terhadap ketersediaan N-total mengalami penurunan sebasar 3.44% dan 0.14%
dalam tanah. pada kedalam 50 dan 100 cm. Perubahan nilai
kapasitas tukar kation yang masih dalam kategori
P-tersedia sangat tinggi diduga karena kondisi pH tanah yang
Konversi hutan gambut skunder menjadi masih tergolong sangat asam. Hal ini sesuai dengan
perkebunan kelapa sawit menyababkan pernyataan Winarso (2005), yang mengatakan
perubahan kandungan P-tersedia dalam tanah. bahwa perubahan nilai KTK seiring dengan
Perubahan kandungan P-tersedia tanah pada perubahan nilai pH.
kedalaman 100 cm mengalami perubahan, Peningkatan kapasitas tukar kation pada kebun
namun masih dalam kategori sangat rendah. kelapa sawit usia 6 tahun diduga dipengaruhi
Perubahan P-tersedia sangat signifikan terjadi pada oleh perlakuan pemupukan dan proses
kedalaman 50 cm. Hutan gambut sekunder dekomposisi yang sedang berlanjut.
memiliki kandungan P-tersedia dalam kategori Menurut Wigena et al (2009). Perlakuan
sedang (9.19 ppm). P-tersedia mengalami pemupukan yang diberikan akan membantu
peningkatan sebesar 3.05% (12.24 ppm) masuk meningkatkan meningkatkan kapasaitas tukar
dalam kategori tinggi pada kebun kelapa sawit usia kation. Sedangkan proses dekomposisi yang
6 tahun. Penurunan nilai P- tersedia sangat sedang berlanjut menghasilkan senyawa-
signifikan terjadi pada kebun kelapa sawit usia 26 senyawa humat yang mampu memperbaiki KTK
tahun yakni sebesar 10.91% (1.33 ppm) dan tanah (Dairiah & Nurida, 2011).
tergolong kategori sangat rendah. Penurunan kapasitas tukar kation yang terjadi pada
Peningkatan P-tersedia pada kebun kelapa sawit kebun kelapa sawit usia 26 tahun diduga karena
usia 6 tahun diduga hanya karena perlakuan semakin berkurangnya ketersediaan bahan organik
pemupukan P dan belum di pengaruhi oleh dan dihentikanya perlakuan pemupukan. Menurut
aktifitas mikro organisme penambat P, hal ini Rusdiana & Lubis (2012), bahwa nilai kapasitas
terjadi karena kondisi pH tanah yang masih sangat tukar kation yang tinggi dipengaruhi oleh pH
asam (ekstrim). tanah dan ketersediaan bahan organik. Degradasi
Mindawati et al (2010), menerangkan bahwa bahan organik dan C-organik inilah yang
pada kebun kelapa sawit usia 26 tahun secara menyebabkan penurunan KTK tanah.
signifikan hingga tergolong sangat rendah diduga
karena terjadinya perlakuan pemupukan yang Kation basa (Ca, Mg, K dan Na)
diberikan pada kubun monokultur dengan Hasil analisis menunjukkan Ca-dd pada hutan
komoditi akasia dilahan gambut mampu gambut sekunder pada kedalaman 50 dan 100 cm
meningkatkan P-tersedia tanah meskipun pH tanah tergolong sangat tinggi (49,59 cmol/kg dan 35,38
masih tergolong sangat rendah. cmol/kg). Ca-dd pada kebun kelapa sawit usia 6
Penurunana nilai P-tersedia pencucian hara, tahun mengalami peningkatan pada kedalaman 50
terangkutnya hara oleh tanaman, subsiden atau dan 100 cm sebesar 13,48% dan 22,29% menjadi
pemadatan dan rendahnya nilai 63,46 cmol/kg dan 57,67 cmol/kg. Ca-dd mengalami
pH. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anwar et penurunan sangat signifikan pada kebun kelapa
al (2001), yang menerangkan bahwa sawit usia 26 tahun pada kedalaman 50 dan 100 cm
perubahan tingkat kesuburan tanah pada lahan sebesar 63,18% dan 57,46% menjadi 0,28 cmol/kg
yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dan 0,21 cmol/kg.
disebabkan oleh terangkutnya unsur hara oleh Hasil analisis Mg-dd menunjukkan hutan gambut
tanaman saat produksi (panen). sekunder yang dikonversi menjadi kebun kelapa
Darmosakora et al (2011), menambahkan sawit mengalami penurunan seiring pertambahan
bahwa tingginya curah hujan dan sistem usia tanaman, namun masih dalam kategori
drainase pada lahan gambut juga berdampak pada sangat tinggi. Mg-dd pada hutan gambut sekunder
erosi dan pencucian unsur hara yang terkandung di kedalaman 50 dan 100 cm sebesar 91,86 cmol/kg
dalam tanah. Kondisi tanah yang dominan jenuh dan 77,84 cmol/kg. Kandungan K-dd turun
seperti lahan gambut bukan hanya mencuci sebesar 13-
kation-kation basa, namun juga menyebabkan 28
fosfat menjadi kurang tersedia
Analisis Sifat Kimia Tanah (Nugroho et al.)
18. dan 21,17% menjadi 78,68 cmol/kb dan Rendahnya kandungan Na diduga karena kondisi C
56,87 cmol/kg. Penurunan K-dd terus terjadi gambut yang selalu jenuh air dan hanya berasal a
hingga kelapa sawit usia 26 tahun sebesar dari akumulasi bahan organik sehingga tidak s
48,52% dan 29,25% menjadi 29,32 cmol/kg dan adanya penambahan unsur mineral yang e
27,42 cmol/kg. merupakan sumber utama Na. Penurunan nilai Na
Hasil analisis K-dd pada hutan gambut sekunder yang terjadi akibat konversi hutan gambut S
yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit juga sekunder menjadi perkebunan kelap sawit diduga t
mengalami perubahan namun masih dalam karena tidak ada upaya pengembalian hara yang u
kategori sangat rendah. Hutan gambut sekunder terpakai oleh tanaman. Selain itu kondisi gambut d
memiliki K-dd di kedalaman 50 dan 100 cm sebesar yang dominan banyak air juga sangat berpengaruh y
,
0,06 cmol/kg dan 0,04 cmol/kg. Peningkatan K-dd terhadapa pencucian hara tanah. Sembiring
terjadi pada kebun kelapa sawit usia 6 tahun (2008) dan subandar (2011) mengatakan
N
sebesar 0,05% dan 0,03% menjadi 0,11 cmol/kg pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan o
dan 0,07 cmol/kg. K-dd kembali turun pada kebun pertanian tanpa upaya perbaikan hara tanah r
kelapa sawit usia 26 tahun sebesar 0,09% dan dapat memperburuk kondisi ketersediaan hara t
0,05% menjadi 0,02 cmol/kg. dalam tanah. h
Hasil Analisi Na-dd pada hutan gambut sekunder
yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit KESIMPULAN O
juga mengalami penurunan seiring pertambahan f
usia tanaman. Hutan gambut sekuder memiliki Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
kandungan Na-dd di kedalaman 50 dan 100 cm bahwa konversi hutan gambut sekunder menjadi
yang sama dan tergolong rendah yakni sebesar perkebunan kelapa sawit menyebabkan perubahan
diantaranya sebagai 29
0,21cmol/kg. Penurunan Na-dd pada kebun
kelapa sawit usia 6 tahun sebesar 0,05% dan berikut:
0,08% menjadi 0,16 cmol/lg dan 0,13 cmol/kg masih 1. Peningkatan pH (1,19%).
tergolong rendah. Penuruan Na-dd pada kebun 2. Penurunan C-organik (17,94%), N-total
kelapa sawit usia 26 tahun sebesar 0,91% dan (0,23%), Mg-dd (62,54%) dan Na-dd (0,13%).
0,05% menjadi 0,02 cmol/kg ini tergolong sangat 3. Peningkatan terjadi pada kelapa sawit usia
rendah. 6 tahun dan penurun pada kelapa sawit usia
Peningkatan Ca-dd dan K-dd yang yang terjadi pada
26 tahun untuk KTK sebesar (11,87% dan
kebun kelapa sawit usia 6 tahun diduga karena 3.44%), K-dd (0,05% dan 0,09%) dan Ca-dd
perlakuan pemupukan yang diberikan . Hal ini (13,89 dan 63,2%).
terlihat penurunan yang sangat signifikan pada
usia tanaman 26 tahun setelah tidak mendapatkan
perlakuan DAFTAR PUSTAKA
pemukan. Hartatik et al (2004),
menerangkan Agus F. Hairiah, K &Mulyani, A. 2011.
pemupukan dalam tanah. Hal ini terjadi karena Petunjuk
perlakuan pemupukan yang dilakukan dapat Teknis:Pengukuran Cadangan Karbon
mengembalikan hara dalam tanah yang terangkut Tanah Gambut. Balai Penelitian Tanah.
oleh tanaman. Bogor 57 hal.
Kandungan Mg yang tinggi diduga mempengaruhi Agus, F. &Subiksa, I. G. M. 2008.
rendahnya ketersediaan K pada Lahan
hutan sekunder. Hal ini sesuai dengan Arsyad et Gambut: Potensi untuk Pertanian dan
al (2012), yang menyatakan bahwa sifat Aspek Lingkugan. Balai Penelitian
antagonis K dan Mg sangat berpengaruh Tanah. Bogor. 36 hal.
terhadap ketersediaannya dalam tanah. Tingginya Anwar S., Dja’far dan Koedadari A.D. 2001.
nilai Mg dalam tanah maka akan mempengaruhi Defisiensi Magnesium (Mg) pada Tanaman Kelapa
ketersediaannya K dalam tanah. Sawit: Study Kasus di Kebun Tj. Keliling
Ketersediaan Mg pada hutan gambut sekunder Kabupaten langkat
yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara . Warta PPKS.
hingga usia 26 tahun masih terjadi penurunan 9(3):97-
namun tergolong tinggi. hal ini diduga karena 102.
adanya perlakuan pemupukan sebagai upaya Arsyad, A.R., H. Junedi, dan Y. Farni 2012.
pengembalian hara yang Pemupukan Kelapa Sawit Berdasrkan
terangkut oleh tanaman saat panen. Rini et al Potensi Produksi Untuk Meningkatkan Hasi
Tandan Buah Segar (TBS) Pada
(2009),menerangkan bahwa upaya pemupukan Lahan Marginal Kumpeh. Jurnal
yang dilakukan dapat memperbaiki kandungan hara Penelitian Universitas Jambi. 14(1): 29-
dalam tanah yang terbawa atau terpakai oleh 36.
tanaman. Bahrami A., I. Emadolin, M.R. Atashi and H.R. Bork.
2010. Lanf-Use Change And Soil Degradation: A
Jurnal Agroteknologi, Vol. 4 No. 1, September 2013 : 25-30
Bintang, B. Rusman, Basyarudin dan E.M. Dan Magnesium (Mg). Jurnal Teroka . kesehat
Harahap. 2005. Kajian Subsiden Pada 9(2): 143-154. an dan
Lahan Gambut Di Labuhan Batu Rusdiana O., dan R.S. Lubis. 2012. Pendugaan Kualita
Sumatra Utara. Jurnal Ilmiah Ilmu- Korelasi Antra Karakteristik Tanah Terhadap s
ilmu Cadangan Karbon (Carbon Tanah.
Pertanian Agrisol. 4(1): 35-41. Stock) Pada Hutan Skunder. Jurnal
Dairiah A.I., dan N.L. Nurida. 2011. Formula Silvikultur Tropika. 3(1):14-21. Gava
Pembenah Tanah Diperkaya Senyawa Sembiring, S. 2008. Sifat Kimia dan Fisik TanahMedia.
Humat Untuk Meningkstksn Produktifitas pada Areal Bekas Tambang Bauksit di Jogjaka
Tanah Ultisol Taman Pulau Bintan Kepulauan Riau. rta. 269
Bungo, Lampung. Juranal Tanah dan Jurnal hal.
Iklim. (33):33-38. Kehutanan. 5(2):123-134.
Darmosarkoro W., I.Y. Harahap & E. Syamsudin. Subandar I. Beberapa Alternatif Tanaman
2001. Pengaruh Kekeringan Tanaman pada Pertanian Pada lahan Gambut Di
tanaman kelapa Sawit dan Upaya Indonesia. Jurnal Sintech. 03(04): 34-
Penanggulangannya. Warta PPKS. 40.
9(3) 83-96. Sutarta, E. S. Siregar, H. H. Harahap, I. Y.
Hartatik W., K. Idris, S. Sabihan, S. Djuwati dan J.S. Sugiyono. & Rahutomo, S. 2006. Potensi
Adiningsih. 2004. Peningkatan Lahan untuk Kelapa Sawit di Indonesia .
Ikatan P Dalam Kolom Tanah Gambut Yang Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Suwondo,
Diberi Bahan Amolioran Tanah S. Sabihan, Sumardjo, dan B. Paramudya. 2010.
Mineral Jenis Fosfat Alam. Jurnal Analisis Lingkungan Biofisik Lahan Gambut Pada 30
Tanah Dan Lingkungan. 6(1): 22-30. Perkebunan
Hikmatullah, and M. Al-Jabry. 2007. Soil Kelapa Sawit. Jurnal Hidrolitan.
properties of the alluvial plain and its Potential use 1(3): 20-
for agriculture in donggala 28.
region, Central Sulawesi. Indonesian Utama, M.Z.H., dan Haryoko, W. 2009.
Journal of Agriculture Science . 8(2):67- Pengujian Empat Varietas Padi Unggul
74.
pada Sawah Gambut Bukaan Baru di
Hitmatullah, dan Sukarman. 2007. Evaluasi
Kabupaten Padang Pariaman.
Sifat-sifat Tanah Pada Landform Aluvial
Jurnal
Di Kabupaten Donggala Sulawesi
Akta Agrosia. Fakultas Pertanian
Tengah. Jurnal Tanah Dan Iklim . 25: Universitas Taman siswa. Sumatera Barat
69-81. 12 (1): 56 – 61
Jumin, H. B. 1998 Agronomi. Raja Grafindo Wahyunto dan Subiksa, I. G. M. 2011. Genesis
Persada. Jakarta. Lahan Gambut Indonesia .
Mindawati N., A. Indrawan, I. Mansur, dan O. Balai
Rusdiana. 2010. Analisis Sifat-sifat Penelitian Tanah. Bogor. 3-14 hal. Wahyunto dan
Tanah di Bawah Tegakan Eucaplitus Heryanto. B. 2005. Sebaran gambut dan Status
urograndis. Jurnal Tanaman Hutan. terkini di Sumatera.
3(1):13-22. Dalam CCFPI. 2005. Pemanfaatan Lahan
Oksana, M. Irfan, dan M.U. Huda. 2012. Gambut Secara Bijaksana Untuk
Pengaruh Alih Fungsi Hutan Menjadi Perkebunan Manfaat Berkelanjutan. Prosiding
Kelapa Sawit Terhadap Sifat Kimia Tanah. Lokakarya. Indonesia Programe. Bogor
Jurnal Wibowo A. 2009. Peran lahan Gambut Dalam
Agroteknologi. 3(1):29-34. Perubahan Iklim Global. Jurnal
Pandjaitan N.H dan S. Hardjoamidjojo. 1999. Kajian Tekno
Sifat Fisik Lahan Gambut Dalam Hubungan Hutan Tanaman. 2(1): 19-26.
Dengan Drainase Untuk Wigena I.G.P., Sudrajat, S.R.P. Sitorus dan H.
Lahan Pertanian. Buletin Keteknikan Siregar. 2009. Karakteristik Tanah dan
Pertanian. 13(3):87-96. Iklim serta Kesesuaian untuk Kebun
Rini, N. Hazli, S. Hamzar, dan B.P. Teguh. Kelapa Sawit Plasma di Sei Pagar,
2009. Pemberian Fly Ash Pada Lahan Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Jurnal Tanah dan Ilkim. (30):1-12.
Winarso Su. 2005. Kesuburan Tanah:Dasar

You might also like