You are on page 1of 11

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019

e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH SETELAH APLIKASI


TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA DUA KELAS
TEKSTUR TANAH
Changes in Soil Chemical Properties after Application of Oil Palm Empty
Fruit Bunch on Two Soil Texture Classes

Putri Winda Asih, Sri Rahayu Utami, Syahrul Kurniawan*


Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang 65145
* penulis korespondensi: syahrul.fp@ub.ac.id

Abstract
The increase production of oil palm plantation is followed by the residue from processing palm oil
mill effluent (POME) and oil palm empty fruit bunches (EFB). The POME is widely applied in oil
palm plantation, whereas EFB is limited used. This study aimed to determine the effect of EFB
application on soil chemical properties in Ultisol. This study was conducted in the Soil Chemical
and Biological Laboratories, Agriculture Faculty, Brawijaya University Malang. Soil samples were
collected from Batanghari and Sarolangun regencies, Jambi Province. This study was designed using
randomized complete design with 6 treatments, including clay loam Ultisol (CLU) + EFB (T1B1);
CLU + palm oil fibre (T1B2); CLU + EFB + fibre (T1B3); sandy loam Ultisol (SLU) + EFB
(T2B1); SLU + fibre (T2B2); SLU + EFB + fibre (T2B3), and 3 replicates. The results showed that
application oil palm residues (e.g EFB and fibre) increased soil organic C, available K, total N, and
CEC on clay loam Ultisol with the highest increase was observed at the T1B3 (CLU + EFB +
fibre) for 12 weeks incubation. This study summarized that oil palm residues can potentially be
used as organic fertilizer in oil palm plantation.
Keywords : clay loam, oil palm empty fruit bunch, organic material, sandy loam, Ultisol

Pendahuluan Untuk mengurangi pencemaran lingkungan


yang berasal dari residu pengolahan kelapa
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan sawit, perlu dilakukan penanganan limbah
tanaman primadona sekaligus andalan pabrik kelapa sawit.
komoditas perkebunan di Jambi. Pada tahun Salah satu cara yang dapat dilakukan
2016, luas areal perkebunan kelapa sawit di adalah dengan memanfaatkan limbah padat
Jambi mencapai 736.095 ha dengan produksi kelapa sawit sebagai pupuk organik. Tandan
sebesar 1.910.028 ton CPO (Crude Palm Oil) kosong merupakan residu kelapa sawit yang
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Pada berpotensi sebagai pupuk orgnik karena
umumnya setiap perkebunan kelapa sawit mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi,
terutama perkebunan besar dilengkapi dengan yakni memiliki kandungan unsur nitrogen
pabrik kelapa sawit (PKS) untuk mengolah 1,5%, Fosfat 0,5%, kalium 7,3% dan
tandan buah segar (TBS) menjadi CPO. Setiap magnesium 0,9% (Manambangtua dan Barri,
PKS dengan kapasitas 60 t jam-1 dapat 2016). Tandan kosong dapat digunakan sebagai
mengolah TBS hingga 1000 t ha-1 (Eliarti, pupuk organik bagi pertanaman kelapa sawit
2013). Pengolahan TBS menghasilkan limbah secara langsung maupun tidak langsung.
antara lain 23% tandan kosong; 6,5% cangkang Pemanfaatan secara langsung yaitu dengan
dan 13% serat (Departemen Pertanian, 2006). menyebarkan tandan kosong pada daerah
http://jtsl.ub.ac.id 1313
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

piringan, sedangkan secara tidak langsung digunakan untuk analisis kimia tanah di
harus melalui proses pengomposan terlebih laboratorium. Tanah yang digunakan dalam
dahulu. penelitian ini Ultisol yang berbeda teksturnya:
Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit lempung berliat dan lempung berpasir, yang
umumnya banyak tersebar di wilayah Sumatra diambil dari Desa Baru - Kabupaten
dan Kalimantan, dengan kondisi tanah yang Sarolangun dan Desa Sungkai - Kabupaten
kurang subur karena banyak didominasi oleh Batanghari, Propinsi Jambi. Sedangkan residu
jenis tanah Ultisol. Ultisol merupakan tanah kelapa sawit diambil dari produk buangan
mineral dengan penyebaran cukup luas di perusahaan pengolahan kelapa sawit di
Indonesia yakni mencapai 45.794.000 ha atau Propinsi Jambi.
sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia Penelitian ini menggunakan Rancangan
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan
Permasalahan yang dihadapi pada lahan Ultisol 3 kali ulangan. Perlakuan penelitian meliputi:
adalah pH sangat masam dengan pH rata-rata T1B1 = Ultisol lempung berliat + TKKS;
< 4,50; kandungan bahan organik rendah; T1B2 = Ultisol lempung berliat + serabut
kandungan basa-basa dan P rendah; kapasitas (fiber); T1B3 = Ultisol lempung berliat +
tukar kation (KTK) rendah serta kejenuhan Al TKKS + serabut (fiber); T2B1 = Ultisol
tinggi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Salah lempung berpasir + TKKS; T2B2 = Ultisol
satu upaya untuk memperbaiki tingkat lempung berpasir + serabut (fiber); T2B3 =
kesuburan Ultisol adalah melalui pemberian Ultisol lempung berpasir + TKKS + serabut
bahan organik, salah satunya adalah (fiber). Tanah yang sudah diambil dari Jambi
memanfaatkan residu kelapa sawit seperti dikering-udarakan selama 7 hari, kemudian
tandang kosong. Tandan kosong kelapa sawit dihaluskan hingga lolos ayakan 2 mm.
dapat digunakan sebagai bahan pupuk organik Sedangkan bahan organik (tandan kosong dan
untuk memperbaiki kesuburan tanah Ultisol, serabut) dikering-udarakan selama 3 hari
karena tersedia melimpah terutama di daerah kemudian dipotong-potong dengan ukuran ± 2
yang mempunyai perkebunan kelapa sawit yang cm. Setelah dikering-udarakan, tanah dan
cukup luas. bahan organik yang digunakan dalam
Penelitian ini bertujuan untuk penelitian, diukur kadar airnya.
mempelajari pengaruh penambahan tandan Sebelum pencampuran bahan organik ke
kosong kelapa sawit (TKKS) terhadap tanah, tanah yang sudah halus ditimbang ( 400
ketersediaan unsur hara (N, P, K, Ca, Mg, dan kg kering oven) kemudian dimasukkan ke
Na) dan sifat bio-kimia tanah (pH, C-organik, dalam polibag dan dicampur dengan bahan
dan KTK) di Ultisol. organik sesuai perlakuan. Banyaknya bahan
organik (tandan kosong dan serabut) yang
Bahan dan Metode ditambahkan per polibag setara dengan 10 ton
ha-1. Tanah yang sudah bercampur dengan
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia bahan organik ditambah air sesuai dengan
dan Biologi tanah, Jurusan Tanah Fakultas kapasitas lapangan, kemudian dinkubasi dan
Pertanian Universitas Brawijaya Malang. diamati pada 4, 6, 8, 10 dan 12 minggu setelah
Penelitian ini dilakukan dimulai bulan aplikasi bahan organik.
Desember 2017 - Mei 2018. Alat yang Parameter yang diamati adalah sifat kimia
digunakan dalam penelitian ini adalah polybag tanah seperti pH, C-organik, N-total, P
15 × 20 cm, timbangan digital, nampan, tersedia, K-dd, KTK, Ca-dd, Mg-dd, dan Na-
gunting, oven, alat tulis, kamera dan alat-alat dd. Data yang diperoleh dianalisis
laboratorium yang mendukung untuk masing- menggunakan ANOVA (uji F), dilanjutkan
masing analisis unsur hara (C, N, P, K, Ca, Mg, dengan uji BNT (beda nyata terkecil) bila
Na) dan sifat kimia tanah (pH dan KTK). ditemukan perbedaan / pengaruh yang nyata
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini pada taraf 5%. Selain itu, dilakukan uji korelasi
meliputi tanah lapisan atas dari Ultisol, limbah antar parameter pengamatan pada taraf 5%
kelapa sawit (tandan kosong kelapa sawit dan untuk mengetahui hubungan antar parameter.
serabut), dan bahan-bahan kimia yang
http://jtsl.ub.ac.id 1314
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

Hasil dan Pembahasan antara 4,41 – 4,53. Hasil analisis ragam


menunjukkan bahwa pemberian tandan kosong
Nilai pH Tanah kelapa sawit pada Ultisol yang bertekstur
Nilai pH tanah sangat berpengaruh dalam lempung berpasir dan lempung berliat tidak
penyediaan unsur hara di dalam tanah yang berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Hal ini
akan diserap oleh tanaman.Kemasaman tanah diduga karena tanah Ultisol yang digunakan di
(pH tanah) setelah perlakuan beragam antara dalam penelitian ini memiliki pH yang sangat
perlakuan satu dengan yang lainnya (Gambar masam sehingga pemberian bahan organik
1). Secara umum diketahui bahwa nilai pH tidak cukup kuat untuk meningkatkan pH
tanah berada di kisaran 4,03 - 4,53 (kriteria tanah. Untuk itu, aplikasi bahan organik yang
sangat masam). Kisaran pH tanah yang berasal dari residu kelapa sawit (EFB dan
diperoleh dari penelitian ini sama dengan pH serabut) perlu ditambah dengan kapur /
tanah hasil penelitian Allen et al. (2015) di lahan dolomit guna meningkatkan pH tanah,
kelapa sawit di Jambi yang berada pada kisaran sekaligus menambah basa-basa tersedia di
4.4 – 4.6. Kurniawan et al. (2018) juga dalam tanah. Bakar et al. (2011) melaporkan
melaporkan bahwa pH tanah (pH H2O) pada 3 bahwa peningkatan pH tanah Ultisol sebanyak
lokasi di kebun kelapa sawit (piringan, di bawah 2 unit terjadi setelah aplikasi tandan kosong
tumpukan pelepah, dan antar pohon) berkisar kelapa sawit selama 10 tahun terus menerus.

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 1.Pengaruh perlakuan penambahan tandan kosong kelapa sawit terhadap pH tanah (pH
H2O) pada waktu pengamatan 4 MSI (a), 6 MSI (b), 8 MSI (c), 10 MSI (d), dan 12 MSI (e).
Keterangan: T1 (Tekstur tanah lempung berliat); T2 (Tekstur tanah lempung berpasir); B1 (Tandan
Kosong Kelapa Sawit); B2 ( Serabut kelapa sawit); B3 (Tandan Kosong + Serabut kelapa sawit);
MSI (Minggu Setelah Inkubasi).

http://jtsl.ub.ac.id 1315
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

Kadar C-organik tanah kombinasi keduanya selama 12 minggu


inkubasi meningkatkan kadar C-organik tanah
Hasil analisa tanah dasar menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan kondisi awal sebelum
Ultisol memiliki kandungan C-organik tanah perlakuan (Gambar 2). Hal ini karena bahan
yang sangat rendah yaitu 0,54% (pada Ultisol organik tandan kosong kelapa sawit yang
tekstur lempung berliat) dan 0,4% (Ultisol digunakan memiliki kandungan C-organik yang
tekstur lempung berpasir). Rendahnya tinggi yaitu 38,66% (Tandan kosong kelapa
kandungan C-organik pada tanah ini karena sawit), 40,69% (serabut), dan 43,89% (Tandan
Ultisol merupakan tanah yang miskin unsur kosong + serabut kelapa sawit). Hasil
hara terutama kandungan bahan organik akibat penelitian ini sejalan dengan penelitian
pelapukan ataupun kehilangan (erosi dan Darmosarkoro dan Winarna (2001) yang
pencucian). Prasetyo dan Suriadikarta (2006) menyatakan bahwa kompos tandan kosong
melaporkan bahwa kandungan bahan organik kelapa sawit yang dihasilkan oleh pabrik kelapa
tanah di Ultisol pada umumnya rendah karena sawit merupakan sumber hara potensial yang
proses dekomposisi yang berjalan cepat dan berfungsi sebagai bahan pembenah tanah
sebagian terbawa erosi. Hasil sidik ragam karena tingginya kandungan karbon yang
menunjukkan bahwa penambahan tandan terdapat dalam bahan organik. Gambar 2
kosong kelapa sawit berpengaruh nyata dalam menunjukkan bahwa Ultisol lempung berliat
meningkatkan C-organik tanah. Pemberian memiliki kadar C-organik yang lebih tinggi bila
bahan organik berupa tandan kosong kelapa dibandingkan dengan Ultisol lempung berpasir.
sawit (TKKS), serabut kelapa sawit dan

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 2.Pengaruh perlakuan penambahan tandan kosong kelapa sawit terhadap C-organik tanah
pada waktu pengamatan 4 MSI (a), 6 MSI (b), 8 MSI (c), 10 MSI (d), dan 12 MSI (e).
Keterangan: T1 (Tekstur tanah lempung berliat); T2 (Tekstur tanah lempung berpasir); B1 (Tandan
Kosong Kelapa Sawit); B2 ( Serabut kelapa sawit); B3 (Tandan Kosong + Serabut kelapa sawit);
MSI (Minggu Setelah Inkubasi).

http://jtsl.ub.ac.id 1316
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

Hal ini selaras dengan hasil penelitian Allen et bila dibandingkan dengan tekstur tanah
al. (2015 dan 2016) yang melaporkan bahwa lempung berpasir.
kandungan C organik tanah pada lahan kelapa
sawit di Jambi dengan jenis tanah Acrisol
Kadar N-total tanah
(Klasifikasi FAO) atau Ultisol (klasifikasi Hasil analisis pendahuluan menunjukkan
USDA) berliat cenderung lebih tinggi bahwa tanah yang digunakan memiliki
dibandingkan dengan Acrisol berlempung. kandungan N-total tanah dengan kriteria
Kandungan C organik tanah tertinggi terjadi sedang (0,31%) dan sangat rendah (0,09%),
pada waktu inkubasi 8 minggu, yakni pada berturut-turut pada tekstur lempung berliat dan
perlakuan T1B1 (Ultisol lempung berliat + tekstur lempung berpasir. Berdasarkan hasil
TKKS) sebesar 2,393%. Hasil ini menunjukkan analisis sidik ragam didapatkan bahwa
bahwa tandan kosong kelapa sawit memiliki penambahan bahan organik berpengaruh nyata
potensi yang lebih besar di dalam terhadap kadar N-total tanah. Gambar 3
meningkatkan bahan organik tanah. Secara menunjukkan bahwa Ultisol yang memiliki
umum, kandungan C organik tanah pada tanah tekstur lempung berliat (T1B1, T1B2, dan
Ultisol bertekstur lempung berliat lebih besar T1B3) memiliki nilai N-total lebih tinggi
dibandingkan dengan lempung berpasir, diduga dibandingkan dengan tekstur lempung berpasir
karena tekstur tanah lempung berliat memiliki (T2B1, T2B2, dan T2B3).
kapasitas adsorpsi unsur-unsur hara lebih besar

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 3.Pengaruh perlakuan penambahan tandan kosong kelapa sawit terhadap N-total tanah
pada waktu pengamatan 4 MSI (a), 6 MSI (b), 8 MSI (c), 10 MSI (d), dan 12 MSI (e).
Keterangan: T1 (Tekstur tanah lempung berliat); T2 (Tekstur tanah lempung berpasir); B1 (Tandan
Kosong Kelapa Sawit); B2 ( Serabut kelapa sawit); B3 (Tandan Kosong + Serabut kelapa sawit);
MSI (Minggu Setelah Inkubasi).

http://jtsl.ub.ac.id 1317
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

Hal ini disebabkan karena kandungan N-total tersedia Ultisol akibat penambahan bahan
pada Ultisol lempung berliat sebelum perlakuan organik TKKS dapat dilihat pada Tabel 1.
lebih tinggi bila dibandingkan dengan Ultisol Kandungan P tersedia pada perlakuan
lempung berpasir. TKKS yang lebih tinggi dibandingkan
Nilai rata-rata N-total tanah pada tekstur penambahan serabut dan TKKS + serabut
tanah lempung berliat berkisar antara 0,20% – (Ultisol lempung berpasir) pada minggu ke-4
0,23% dan termasuk dalam kriteria rendah setelah inkubasi hampir sama dengan hasil
hingga sedang. Namun, nilai tersebut penelitian Tao et al. (2016) yang melaporkan
mengalami penurunan N-total tanah sebesar bahwa aplikasi tandan kosong kelapa sawit
0,08% – 0,11% bila dibandingkan dengan N- mampu maningkatkan P total tanah
total tanah sebelum perlakuan. Sedangkan pada (Inceptisol) lebih besar dibandingkan dengan
tekstur tanah lempung berpasir memiliki nilai aplikasi pangkasan pelepah kelapa sawit. Lebih
rata-rata N-total sebesar 0,06% - 0,11% dengan lanjut, kadar P-tersedia tertinggi ditemukan
kriteria sangat rendah hingga rendah. pada perlakuan T2B1 (Ultisol lempung berpasir
Penurunan kandungan nitrogen dapat terjadi + TKKS) di minggu ke-6 setelah masa inkubasi
karena N (NO3-) yang dihasilkan dari proses yaitu sebesar 5,97 ppm (meningkat 54% bila
mineralisasi bahan organik dikonversi menjadi dibandingkan dengan analisa tanah sebelum
bentuk nitrit (NO2), N2O dan N2 oleh mikroba perlakuan). Sebaliknya, kadar P tersedia pada
melalui proses denitrifikasi dan pada akhirnya perlakuan T1B1 (Ultisol lempung berliat +
hilang karena penguapan (volatilisasi). Rahman TKKS) turun 30% dibandingkan kondisi awal
et al. (2013) melaporkan bahwa mineralisasi N sebelum perlakuan (Tabel 1). Hasil tersebut
dari bahan organik dan pupuk kandang menunjukkan bahwa penambahan bahan
meningkat sampai dengan 7 minggu inkubasi. organik yang sama (TKKS) memberikan
pengaruh yang berbeda pada 2 kelas tekstur
Kadar P-tersedia tanah tanah.
Hasil analisa tanah awal menunjukkan bahwa Pada 12 minggu setelah inkubasi, kadar P
Ultisol memiliki kandungan P-tersedia sangat tersedia tanah di tanah lempung berpasir pada
rendah yakni sebesar 4,03 ppm (tekstur perlakuan kombinasi TKKS + serabut lebih
lempung berliat) dan 2,73 ppm (tekstur rendah (P < 0.05) dibandingkan dengan
lempung berpasir).Hasil penelitian perlakuan tanpa kombinasi (TKKS / serabut;
menunjukkan bahwa penambahan bahan Tabel 1). Hal ini diduga karena TKKS dan
organik TKKS selama 12 minggu inkubasi serabut memiliki Ca yang lebih besar (0.87%
tidak mengubah kriteria P-tersedia tanah yakni dan 0.80%) dibandingkan perlakuan TKKS +
masih berada pada kriteria sangat rendah, serabut (0.46%), dimana Ca yang dilepaskan
diduga karena tingginya kandungan Al di melalui mineralisasi akan menggantikan Al di
Ultisol yang mampu mengikat P menjadi permukaan kompleks jerapan yang berdampak
bentuk yang tidak tersedia. Pada lokasi pada pelepasan P yang diikat Al. Namun
pengambilan tanah yang sama, Kurniawan et al. demikian, kondisi ini tidak dijumpai pada tanah
(2018) melaporkan bahwa kejenuhan Al di lempung berliat dimana P tersedia tidak
lahan kelapa sawit yang tidak memperoleh berbeda antar perlakuan bahan organik kelapa
pengaruh penambahan dolomit lebih dari 60%. sawit, diduga karena tanah dengan tekstur
Tingginya kejenuhan Al diduga berpengaruh berliat mampu mengikat unsur hara lebih kuat
pada rendahnya P tersedia dari semua tanah-tanah dengan tekstur berpasir.
perlakuan penambahan bahan organik residu
pengolahan kelapa sawit, dimana P yang Kadar K-dd tanah
dilepaskan melalui proses mineralisasi diikat Unsur K ditemukan dalam jumlah banyak di
oleh Al (Al-P) menjadi bentuk yang tidak dalam tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang
tersedia. Namun demikian, pemberian bahan digunakan oleh tanaman. Kalium yang tersedia
organik dari residu kelapa sawit berpengaruh dalam tanah tidak selalu tetap dalam keadaan
nyata terhadap P-tersedia tanah pada minggu tersedia, tetapi masih berubah menjadi bentuk
ke 4 dan 12 setelah inkubasi. Hasil analisis P- yang lambat untuk diserap oleh tanaman.

http://jtsl.ub.ac.id 1318
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

Tabel 1. Rerata P-tersedia tanah.


Perlakuan Nilai Rerata Kadar P-tersedia tanah (ppm) ± s.e.d
4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI*
T1B1 1,11 ± 0,77 b 2,83 ± 0,92 1,67 ± 1,67 1,89 ± 2,13 1,10 ± 2,82 a
T1B2 1,38 ± 0,26 b 3,08 ± 0,60 0,82 ± 0,22 1,62 ± 0,13 1,35 ± 0,42 ab
T1B3 0,82 ± 0,15 ab 2,75 ± 0,59 2,45 ± 1,06 1,62 ± 0,38 1,61 ± 0,31 ab
T2B1 1,29 ± 0,35 b 5,97 ± 1,67 2,85 ± 0,59 1,55 ± 0,30 3,88 ± 0,92 c
T2B2 0,26 ± 0,18 a 3,91 ± 1,02 2,58 ± 0,71 2,59 ± 0,62 3,37 ± 0,73 c
T2B3 0,26 ± 0,19 a 3,67 ± 0,85 1,81 ± 0,56 2,33 ± 0,70 2,33 ± 0,52 b
BNT 5% 0,35 1,21 1,03 0,58 0,46
Keterangan: Angka rerata yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
BNT 5%. T1B1 = tanah lempung berliat + TKKS; T1B2 = tanah lempung berliat + serabut; T1B3 = tanah
lempung berliat + TKKS + serabut; T2B1 = tanah lempung berpasir + TKKS; T2B2 = tanah lempung
berpasir + serabut; T2B3 = tanah lempung berpasir + TKKS + serabut. MSI= Minggu Setelah Inkubasi.

Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum Ultisol lempung berliat dan lempung berpasir
perlakuan diketahui bahwa Ultisol memiliki tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Ca-dd,
kandungan K-dd sebesar 0,09 cmol kg-1 Mg-dd, dan Na-dd, pada periode pengamatan
(Ultisol lempung berliat) dan 0,01 cmol kg-1 4, 6, 8, 10, dan 12 minggu setelah inkubasi
(Ultisol lempung berpasir) tergolong dalam (Tabel 2). Namun demikian, kandungan Ca-dd
kriteria sangat rendah. Secara umum, nilai rata- dan Mg-dd setelah aplikasi residu kelapa sawit
rata K-dd tanah yang diperoleh setelah (TKKS, serabut, dan TKKS + serabut) lebih
diinkubasi selama 12 minggu meningkat besar dibandingkan dengan kondisi awal
(berkisar antara 0,05– 0,28 cmol kg-1 dan sebelum perlakuan (1,43 dan 0,23 cmol kg-1
tergolong dalam kriteria sangat rendah hingga untuk lempung berliat, serta 1,53 dan 0,38 cmol
rendah) akibat adanya pelepasan K dari proses kg-1 untuk lempung berpasir). erbeda dengan
dekomposisi dan mineralisasi. Namun, hasil Ca-dd dan Mg-dd, kandungan Na-dd setelah
yang diperoleh dalam penelitian ini masih lebih aplikasi residu kelapa sawit (TKKS, serabut,
rendah dibandingkan dengan penelitian dan TKKS + serabut) tidak mengalami
Mulyani (2016) yang menyatakan bahwa perubahan yang signifikan baik pada Ultisol
penambahan kompos tandan kosong kelapa lempung berliat maupun lempung berpasir
sawit dan abu boiler pada Ultisol mampu (Tabel 2).
meningkatkan kadar K-dd tanah yakni sebesar Peningkatan kandungan Ca-dd dan Mg-
0,50 – 0,90 cmol/kg. Hasil analisis ragam dd tanah terjadi karena adanya sumbangan Ca
menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik dan Mg yang berasal dari bahan organik tandan
tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan kosong dan serabut kelapa sawit. Kandungan
kalium tersedia di dalam tanah setelah Ca pada tandan kosong dan serabut kelapa
diinkubasi selama 12 minggu pada kelas tekstur sawit sebesar 0,87% dan 0,80% sedangkan
yang sama. Namun demikian, kadar K-dd pada kandungan Mg pada tandan kosong dan
tanah lempung berliat dari berbagai serabut kelapa sawit berturut-turut sebesar
penambahan bahan organik kelapa sawit lebih 0,09% dan 0,20%. Hal ini sesuai dengan
tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan K-dd Mulyani (2016) yang menyatakan bahwa
pada tanah lempung berpasir (Gambar 4). aplikasi kompos tandan kosong kelapa sawit
dan abu boiler mampu meningkatkan kadar Ca-
Basa-basa tersedia (Ca-dd, Mg-dd, dan
dd pada Ultisol sebesar 41,28% dibandingkan
Na-dd Tanah)
dengan tanah tanpa pemberian kompos dan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa mampu meningkatkan kadar Mg-dd Ultisol
aplikasi bahan organik dari residu kelapa sawit sebesar 1,24 – 1,42 cmol kg-1.
(TKKS, serabut, dan TKKS + serabut) pada

http://jtsl.ub.ac.id 1319
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 4.Pengaruh perlakuan penambahan tandan kosong kelapa sawit terhadap K-dd tanah pada
waktu pengamatan 4 MSI (a), 6 MSI (b), 8 MSI (c), 10 MSI (d), dan 12 MSI (e).
Keterangan:T1 (Tekstur tanah lempung berliat); T2 (Tekstur tanah lempung berpasir); B1 (Tandan
Kosong Kelapa Sawit); B2 ( Serabut kelapa sawit); B3 (Tandan Kosong + Serabut kelapa sawit);
MSI (Minggu Setelah Inkubasi).

Kapasitas tukar kation (KTK) tanah mampu mengikat dan mempertukarkan kation-
kation yang lebih banyak dibandingkan dengan
Ultisol lempung berliat yang digunakan dalam fraksi pasir / debu. Faktor lain yang
penelitian ini memiliki KTK yang lebih besar mempengaruhi KTK tanah adalah kandungan
(25,93 cmol kg-1) dibandingkan dengan Ultisol bahan organik tanah / humus. Berdasarkan
lempung berpasir(14,73 cmol kg-1). Hal ini hasil analisis ragam, pemberian bahan organik
diduga karena pengaruh dari liat dimana tanah TKKS berpengaruh nyata terhadap KTK
dengan kandungan liat yang lebih tinggi tanah. Penambahan bahan organik yang berasal
cenderung memiliki KTK yang lebih besar dari residu kelapa sawit mampu meningkatkan
dibandingkan dengan tanah berpasir. Partikel nilai KTK tanah bila dibandingkan dengan
liat tinggi memiliki nilai KTK yang lebih tinggi, analisa sebelum perlakuan (Gambar 5). Secara
karena memiliki luas permukaan luar yg lebih keseluruhan, rata-rata nilai KTK tanah pada
tinggi dibanding partikel pasir atau debu. kedua jenis tekstur tanah selama inkubasi
Hasilyang diperoleh sesuai dengan penelitian berkisar antara 14,11 cmol kg-1 (rendah) hingga
Silver et al. (2000) dan Allen et al. (2016) yang 41,41 cmol kg-1 (tinggi). Pada Ultisol lempung
menjelaskan bahwa kapasitas tukar kation berliat, peningkatan KTK tanah tertinggi terjadi
meningkat pada tanah-tanah yang memiliki pada minggu ke 8 setelah inkubasi yakni pada
kandungan liat lebih tinggi. Hal ini disebabkan perlakuan T1B1 (perlakuan tandan kosong
karena liat memiliki muatan permukaan negatif kelapa sawit / TKKS), yaitu sebesar 41,41 cmol
dan luas permukaan yang lebih besar sehingga kg-1.
http://jtsl.ub.ac.id 1320
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

Tabel 2. Rerata kation-kation basa Ca-dd, Mg-dd, dan Na-dd


Kation Nilai rerata ± s.e.d (cmol kg-1)
Perlakuan
basa 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI
T1B1 2,91 ± 0,34 2,28 ± 1,00 2,43 ± 1,49 1,38 ± 2,23 1,90 ± 2,62
T1B2 1,73 ± 0,74 3,00 ± 0,89 1,88 ± 0,16 1,92 ± 0,22 2,20 ± 0,24
T1B3 3,21 ± 0,89 2,39 ± 0,41 1,81 ± 0,47 2,01 ± 0,49 2,32 ± 0,61
Ca
T2B1 2,54 ± 0,47 1,53 ± 0,31 1,78 ± 0,38 1,78 ± 0,38 1,63 ± 0,32
T2B2 3,05 ± 0,67 1,90 ± 0,47 1,68 ± 0,35 1,73 ± 0,37 1,48 ± 0,32
T2B3 2,30 ± 0,42 1,39 ± 0,24 1,88 ± 0,47 1,78 ± 0,41 1,73 ± 0,39
BNT 5% 0,79 0,70 0,47 0,36 0,41
T1B1 1,59 ± 0,70 1,35 ± 1,40 0,59 ± 1,92 1,22 ± 2,28 1,21 ± 2,83
T1B2 1,02 ± 0,28 0,95 ± 0,35 1,44 ± 0,47 1,28 ± 0,32 1,72 ± 0,39
T1B3 1,17 ± 0,54 1,03 ± 0,53 1,81 ± 0,50 0,85 ± 0,21 1,38 ± 0,65
Mg
T2B1 1,73 ± 0,43 0,61 ± 0,17 0,56 ± 0,15 1,22 ± 0,28 1,88 ± 0,44
T2B2 0,94 ± 0,27 0,26 ± 0,04 2,29 ± 1,22 0,92 ± 0,28 1,69 ± 0,50
T2B3 1,43 ± 0,39 0,77 ± 0,39 1,47 ± 0,47 1,69 ± 0,43 0,61 ± 0,33
BNT 5% 0,66 0,85 1,12 0,42 0,83
T1B1 0,32 ± 0,95 0,22 ± 1,49 0,31 ± 1,99 0,28 ± 2,51 0,18 ± 3,05
T1B2 0,30 ± 0,17 0,24 ± 0,33 0,34 ± 0,43 0,28 ± 0,58 0,19 ± 0,74
T1B3 0,30 ± 0,05 0,25 ± 0,02 0,34 ± 0,04 0,32 ± 0,07 0,20 ± 0,14
Na
T2B1 0,24 ± 0,06 0,25 ± 0,07 0,30 ± 0,07 0,26 ± 0,05 0,16 ± 0,02
T2B2 0,29 ± 0,06 0,20 ± 0,04 0,30 ± 0,06 0,28 ± 0,06 0,18 ± 0,05
T2B3 0,29 ± 0,06 0,20 ± 0,04 0,32 ± 0,07 0,29 ± 0,06 0,19 ± 0,04
BNT 5% 0,05 0,04 0,06 0,05 0,04
Keterangan: Angka rerata yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji
BNT 5%. T1B1 = tanah lempung berliat + TKKS; T1B2 = tanah lempung berliat + serabut; T1B3 = tanah
lempung berliat + TKKS + serabut; T2B1 = tanah lempung berpasir + TKKS; T2B2 = tanah lempung
berpasir + serabut; T2B3 = tanah lempung berpasir + TKKS + serabut. MSI= Minggu Setelah Inkubasi.

Hasil yang sama juga terjadi pada Ultisol Kesimpulan


lempung berpasir, dimana nilai KTK tertinggi
(8 MSI) terdapat pada perlakuan TKKS Pemberian residu padat kelapa sawit pada
(T2B1), yaitu sebesar 24,34 cmol kg-1. Hasil uji Ultisol bertekstur lempung berliat dan lempung
korelasi menunjukkan bahwa C-organik tanah berpasir berpengaruh nyata terhadap C-
dan kapasitas tukar kation (KTK) memiliki organik, N-total, K-dd, dan KTK tanah
hubungan yang positif dan kuat (r = 0,99; r sehingga mampu meningkatkan ketersediaan
tabel = 0,58), memperkuat berbagai penelitian hara pada Ultisol. Aplikasi limbah tandan
yang telah dilakukan sebelumnya bahwa KTK kosong dan serabut kelapa sawit pada tanah
tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan lempung berliat (T1B3) meningkatkan C-
organik tanah. Besarnya nilai KTK pada waktu organik, K-dd, dan KTK tanah secara
inkubasi 8 minggu terjadi karena bahan organik signifikan pada pengamatan 12 MSI, masing-
tandan kosong kelapa sawit dan serabut masing sebesar 400%, 150%, dan 17%
mengalami proses dekomposisi sehingga dibandingkan dengan kondisi awal sebelum
menghasilkan banyak koloid bermuatan negatif. penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
Liang et al. (2006) menjelaskan bahwa bahwa residu kelapa sawit (tandan kosong)
peningkatan KTK terkait dengan bahan berpotensi sebagai salah satu sumber pupuk
organik melalui dua mekanisme yaitu: 1) organik pada lahan kelapa sawit dan dapat
peningkatan kerapatan muatan per unit luas diaplikasikan melalui kombinasi atau tanpa
permukaan yang diartikan sebagai peningkatan kombinasi dengan pupuk kandang dalam upaya
derajat/laju oksidasi bahan organik, dan 2) meningkatkan kesuburan tanah Ultisol
peningkatan luas permukaan untuk jerapan sekaligus mengurangi biaya penggunaan pupuk
kation, atau kombinasi keduanya. kimia

http://jtsl.ub.ac.id 1321
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 5.Pengaruh perlakuan penambahan tandan kosong kelapa sawit terhadap KTK tanah pada waktu
pengamatan 4 MSI (a), 6 MSI (b), 8 MSI (c), 10 MSI (d), dan 12 MSI (e).
Keterangan:T1 (Tekstur tanah lempung berliat); T2 (Tekstur tanah lempung berpasir); B1 (Tandan Kosong
Kelapa Sawit); B2 ( Serabut kelapa sawit); B3 (Tandan Kosong + Serabut kelapa sawit); MSI (Minggu Setelah
Inkubasi).

Ucapan Terima Kasih Allen, K.A., Corre, M.D., Kurniawan, S., Utami,
S.R. and Veldkamp, E. 2016. Spatial variability
Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan surpasses land-use change effects on soil
penelitian “Nutrient release from decomposition of biochemical properties of converted lowland
oil palm fruit bunches” yang didanai oleh DFG – landscapes in Sumatra, Indonesia. Geoderma,
Germany dalam kegiatan Collaborative Research 284: 42-50.
Centre (CRC990) Ecological and Socio-economic Bakar, R. A., Darus, S. Z., Kulaseharan, S. and
functions of tropical lowland rainforest Jamaluddin, N. 2011. Effects of ten year
transformation systems, Sumatra – Indonesia application of empty fruit bunches in an oil
(EFFORTs) melalui skema pendanaan Access palm plantation on soil chemical properties.
Benefit Sharing (ABS) tahun 2017. Nutrient Cycling in Agroecosystems 89, 341-
349.
Darmosarkoro dan Winarna. 2001. Penggunaan
Daftar Pustaka Tandan Kelapa Sawit dan Kompos Tandan
Allen, K.A., Corre, M.D., Tjoa, A. and Veldkamp, Kelapa Sawit Untuk Meningkatkan
E. 2015. Soil nitrogen-cycling responses to Pertumbuhan dan Produksi Tanaman.
conversion of lowland forests to oil palm and Prosiding: Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit
rubber plantations in Sumatra, Indonesia. PLoS (ed, Witjaksana, D., Edy. S. S., dan Winarna)
ONE 10 (7): 1-21.

http://jtsl.ub.ac.id 1322
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 6 No 2 : 1313-1323, 2019
e-ISSN:2549-9793, doi: 10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12

Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan, Mulyani, S. 2016. Peningkatan Kualitas Kompos
Desember 2003. pp 187-200. Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Abu
Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Boiler dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Kimia
Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit Ultisol serta Tanaman Sawi. M.S. Thesis. Institut
Pengelolaan, Dit. Pengelolaan Hasil Pertanian, Pertanian Bogor.
Ditjen PPHP, Departemen Pertanian Jakarta. Prasetyo, B. dan Suriadikarta, H. 2006.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Karakteristik, Potensi dan Teknologi
Perkebunan Indonesia: Tree Crop Estate Pengelolaan Ultisol untuk Pengembangan
Statistic of Indonesia. Kementerian Pertanian. Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal
Jakarta. Litbang Pertanian 25 (2), 1-9.
Eliarti. 2013. Perbaikan Kualitas Kompos Tandan Rahman, M.H., Islam, M.R., Jahiruddin, M., Puteh,
Kosong Kelapa Sawit dengan Penambahan Abu A.B., and Mondal, M.M.A. 2013. Influence of
Boiler serta Pengaruhnya terhadap Sifat Kimia organic matter on nitrogen mineralization
Podsolik Merah Kuning dan Tanaman Caisim pattern in soils under different moisture
(Brassica juncea). M.S. Thesis. Institut Pertanian regimes. International journal of Agriculture and
Bogor. Biology 15: 55-61
Kurniawan, S., Corre, M.D., Utami, S.R. and Silver, W.L., Neff, J., McGroddy, M., Veldkamp, E.,
Velkamp, E. 2018. Soil biochemical properties Keller, M. and Cosme, R., 2000. Effects of soil
and nutrient leaching from smallholder oil palm texture on belowground carbon and nutrient
plantations, Sumatra – Indonesia. Agrivita 40 storage in a lowland Amazonian Forest
(2): 257-266. ecosystem. Ecosystems 3: 193 – 209.
Liang, B., Lehmann, J., Solomon, D., Kinyangi, J., Tao, H. H., Slade, E. M., Willis, K. J., Caliman, J. P.
Grossman, J., O’Neill, B., Skjemstad, J.O., and Snaddon, J.L. 2016. Effect of soil
Thies, J., Luizao, F.J., Petersen, J., and Neves, management practices on soil fauna feeding
E.G. 2006. Black carbon increases cation activity in an Indonesian oil palm plantation.
capacity in soils. Soil science Society of America Agriculture, Ecosystems, and Environment
Journal70 (5) : 1719-1730. 218: 133-140.
Manambangtua dan Barri. 2016. Pemanfaatan
Tandan Kosong (Tankos) Limbah Kelapa Sawit
sebagai Pupuk Organik. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri 22 (1): 18-20.

http://jtsl.ub.ac.id 1323

You might also like