Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Kota Sei Rampah merupakan ibu kota Kabupaten Serdang Bedagai yang tertuang
dalam undang-undang pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai (Undang-Undang
RI No.36 Tahun 2003)[1]. Berdasarkan letak geografis Kota Sei Rampah, kota ini
sangat strategis dan menguntungkan baik dalam lingkup lokal maupun regional,
karena berada di jalur lintas penghubung antar Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi
yang merupakan jalan lintas timur sumatera. Hal ini tentunya akan memberikan
dampak positif dan prospek yang baik bagi pengembangan, pengelolaan sektor
Posisi strategis yang dimiliki Kota Sei Rampah tersebut mengakibatkan tingginya
tingkat aktivitas pergerakan masyarakat baik dalam maupun luar kota. aktivitas
pergerakan tersebut memerlukan fasilitas jalan sebagai sarana pendukung utama.
Salah satu jalan utama di Kota Sei Rampah yang berperan penting terhadap aktivitas
pergerakan baik dalam maupun luar Kota Sei Rampah adalah Jalan Jenderal
Sudirman. Dalam Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Kota Sei
Rampah 2006-2016, jalur koridor Sei Rampah merupakan jalan arteri sekunder.
Jalan ini sebagai penghubung berbagai aktivitas penting dan juga sangat berperan
terhadap pembentukan kesan Kota Sei Rampah.
Koridor Sei Rampah ini didominasi fungsi komersil yang memiliki sejarah sebagai
kawasan perdagangan rempah-rempah oleh etnis thionghoa dengan memanfaatkan
sungai Sei Rampah sebagai jalur transportasinya. Banyaknya rempah-rempah yang
diperdagangkan pada masanya membuat kota ini dinamakan sebagai Kota Sei
Rampah. Bukti peninggalan perdagangan masyarakat thionghoa pada masa itu
adalah terdapat beberapa bangunan ruko lama bergaya arsitektur pecinan yang
menjadi salah satu situs budaya Kabupaten Serdang Bedagai saat ini.
Pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau
(RTNH) atau Grey Area perlu diatur dalam Pedoman Ruang Terbuka Hijau (RTH)
di Kawasan Perkotaan (PERMEN PU No. 5/PRT/M/2008) pasal 28 Paragraf 5 UU
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang dan UndangUndang No. 26 Tahun
2007 pasal 31, ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH maupun
RTNH, minimal pada suatu wilayah kota/kawasan perkotaan adalah 30%, dengan
asumsi 20% harus disediakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan 10% disediakan oleh swasta atau masyarakat. Secara khusus
untuk Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor : 12/PRT/M 2009.
Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
827
Prosiding Seminar Kearifan Lokal dan Lingkungan Binaan 25-26 Januari 2017
Berdasarkan kajian secara teoritis, maka dapat disimpulkan pentingnya peranan dan
fungsi Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Non Hijau, dalam lingkup kawasan
perkotaan, termasuk pemanfaatannya pada koridor. Oleh sebab itu, hal tersebut
menjadi dasar acuan untuk membuat penataan ruang terbuka pada Koridor Sei
Rampah.
Koridor Sei Rampah secara intensitas bangunan memiliki KDB 25-100% dengan
sisa penggunaan lahan berupa bahu jalan, halaman bangunan, pertapakan lahan yang
belum dipergunakan dan area pinggir sungai yang belum dimanfaatkan. Masyarakat
yang tinggal di Koridor Sei Rampah tidak memiliki ruang terbuka untuk melakukan
sosialisasi dan beraktivitas sosial lainnya. Tidak adanya ruang terbuka pada koridor
ini dapat berakibat kurangnya interaksi sosial masyarakat yang ada. Tanpa ruang
terbuka masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat maverick yang non
konformis, individualis, asosial, dan arogan yang dimana memiliki perilaku tidak
mampu berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama lain. Disisi lain ketersediaan
wadah ruang terbuka yang tidak termanfaatkan dengan baik oleh warga (lahan tidur),
biasanya, dengan kondisi seperti inilah unsur manipulasi dan monopoli terhadap alih
pemanfaatan fungsi ruang dapat terjadi sewaktu-waktu seperti tumbuhnya rumah liar
di pinggir sungai.
Jika ditinjau secara teoritis dan normatif, saat ini pemanfaatan Ruang Terbuka Non
Hijau (RTNH) di Kawasan Koridor Sei Rampah masih belum memenuhi regulasi
dan ketentuan yang ada, yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan
berkelanjutan. Menurunnya kualitas perdagangan di kawasan tersebut bisa ditinjau
dari berkurangnya kuantitas ruang terbuka publik secara signifikan.
Ketersediaan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Koridor Sei Rampah belum
termanfaatkan dengan baik, sehingga menimbulkan permasalahan seperti :
1. Kurangnya Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) baik dari segi kualitas dan
kuantitas pada Koridor Sei Rampah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan penyelesaian instruksi ruang
terbuka non hijau yang sesuai dengan peraturan dan kebutuhan sehingga dapat
membentuk fungsi ekologis, meningkatkan kenyamanan dan keindahan serta
menciptakan nilai ekonomis yang tinggi pada Koridor Sei Rampah.
METODE PENELITIAN
Pada Koridor Sei Rampah terdapat ruang terbuka yang tersedia adalah sebanyak
±10.785m² dari ±26.346m² luas kawasan koridor yang ada atau berkisar 40%. Ruang
terbuka tersebut berupa bahu jalan, halaman bangunan, pertapakan lahan yang belum
dipergunakan dan area pinggir sungai yang belum dimanfaatkan (gambar 1).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/PRT/M 2009, Koridor Sei
Rampah termasuk dalam pelayanan RW (berada pada radius <1.000m dari setiap
rumah yang dilayani). Dengan ketentuan :
• Plasa, luas minimal 1.250m2 (tingkat RW, berada pada radius <1.000m dari
setiap rumah yang dilayani).
• Parkir, 400m2 di setiap pusat lingkungan RW.
• Lapangan Olahraga , luas minimal 1.250m2.
• Tempat Bermain , memiliki luas minimal 1.250m2.
• Pembatas, Pembatas antar lingkungan RW, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan RW tertentu.
• Koridor, pada skala RW dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan
luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RW
tertentu.
Berdasarkan peraturan tersebut di atas, maka untuk ruang terbuka non hijau yang
harus dipenuhi pada Koridor Sei Rampah yaitu sekitar ±4.150m². areal kawasan
Untuk pembahasan lebih detail maka koridor akan dibagi menjadi 3 segmen.
Adapaun pembahasan masing-masing segmennya adalah sebagai berikut.
Segmen I
Pada segmen I, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) yang tersedia yaitu berupa bahu
jalan. Kondisi eksisting pada segmen I dapat dilihat pada gambar 2 dan 3.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/PRT/M 2009 yang
dapat menjadi permasalahan pada koridor yaitu pada jalur sirkulasi antar bangunan.
Jalur pejalan kaki yang ada pada segmen ini berupa arcade pada bangunan ruko.
Design Manual for Urban Roads and Streets [4], menyebutkan dengan memberikan
kualitas lebih luas dan lebih baik pada fasilitas pejalan kaki dapat menyebabkan
peningkatan kenyamanan bagi pejalan kaki yang dirancang dengan baik dengan jalan
setapak bebas rintangan dan cukup lebar untuk para pejalan kaki melewati satu sama
lain. Desain manual tersebut membagi jalur pejalan kaki/pedestrian menjadi 2 (dua)
yaitu :
1. Jalur pedestiran yang merupakan area utama jalur pejalan kaki (gambar 4);
2. Jalur transisi yang merupakan jalur penyangga antara pejalan kaki dan jalur
lalu lintas dan memberikan ruang untuk perabot jalan dan vegetasi (gambar 5).
Berdasarkan kondisi eksisting pada segmen I dan kajian Design Manual for Urban
and Streets [4], permasalahan yang ada pada segmen I yaitu belum adanya jalur
transisi pada jalur pedestrian.
I
= Area ruang
terbuka non hijau
Gambar 2. Area Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada segmen I (kondisi
eksisting).
Pedestrian
Transisi
Pada segmen II, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) yang tersedia pada bahu jalan
dan halaman dari ruko-ruko baru. Kondisi eksisting pada segmen ini dapat dilihat
pada gambar 7. Potongan pada segmen ini dapat dilihat pada gambar 8 dan 9. Pada
segmen ini terdapat pasar tradisional yang tidak memiliki Ruang Terbuka Non Hijau
(RTNH). Kondisi pasar tradisional dapat dilihat pada gambar 10.
Dari Pedoman Koridor Kota Sei Rampah, arahan intensitas bangunan pada segmen
ini berupa rehabilitasi pasar tradisional dan bangunan ruko baru lainnya diarahkan
dengan KDB 100% mengikuti ruko lama. Hal tersebut berdasarkan dari City of
Oakland Design Guidelines for Corridor and Commercial Areas [3], dimana
kemunduran bangunan baru harus mengikuti konteks bangunan sejarah yang ada,
dimana bangunan sejarah yang ada memiliki GSB = 0 dengan KDB 100%.
Dengan arahan intensitas tersebut, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) yang ada
pada segmen ini berupa jalur pejalan kaki pada arcade bangunan dan ruang terbuka
non hijau berupa bahu jalan. Hasil penerapan pedoman arahan intensitas bangunan
pada segmen ini dapat dilihat pada gambar 11 dan 12.
II
III
II
Pasar Tradisional
Gambar 7. Area Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada segmen II (kondisi
eksisting).
IV
IV
Gambar 11. Area Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada segmen II (kondisi
penerapan pedoman arahan intensitas bangunan)
Segmen III
Pada segmen III, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) yang tersedia berupa bahu
jalan, halaman dari ruko-ruko baru, kapling kosong yang belum dimanfaatkan dan
ruang terbuka pingir sungai yang belum dimanfaatakan. Kondisi eksisting pada
segmen ini dapat dilihat pada gambar 13. Potongan pada segmen ini dapat dilihat
pada gambar 14 dan 15.
Dari Pedoman Koridor Kota Sei Rampah, arahan intensitas bangunan pada segmen
ini untuk bangunan sekolah yaitu dengan kemunduran bangunan yang besar dengan
halaman luas. Hal ini berdasarkan City of Oakland Design Guidelines for Corridor
and Commercial Areas [3] yang menyebutkan kemunduran depan yang lebih besar
sesuai untuk bangunan besar publik, institusi atau lainnya seperti gedung SMA
(gambar 16). Intensitas untuk bangunan ruko baru diarahkan dengan KDB 100%
mengikuti ruko lama. Hal tersebut berdasarkan dari City of Oakland Design
Guidelines for Corridor and Commercial Areas [3], dimana kemunduran bangunan
baru harus mengikuti konteks bangunan sejarah yang ada, dimana bangunan sejarah
yang ada memiliki GSB = 0 dengan KDB 100%.
Dengan arahan intensitas tersebut, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) yang ada
pada segmen ini berupa jalur pejalan kaki pada arcade bangunan dan ruang terbuka
non hijau berupa bahu jalan serta ruang terbuka pada pinggir sungai. Hasil penerapan
pedoman arahan intensitas bangunan pada segmen ini dapat dilihat pada gambar
17,18 dan 19.
VI
VI
Gambar 13. Area Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada segmen III (kondisi
eksisting)
Gambar 16. kemunduran depan yang lebih besar sesuai untuk bangunan besar
publik, institusi atau lainnya seperti gedung SMA
(sumber : Oakland Design Guidelines for Corridor and Commercial Areas)
VII
VIII
VIII
= Area ruang terbuka non hijau (bahu jalan)
= Pemanfaatan ruang terbuka untuk plasa, parkir,
lapangan olah raga dan tempat bermain.
Gambar 17. Area Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada segmen III (kondisi
penerapan pedoman arahan intensitas bangunan)
Segmen I
Pada segmen I area yang akan dibuat penataan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
dapat dilihat pada gambar 20. Arahan penataan untuk area bahu jalan yaitu dengan
membuat jalur transisi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21. Arahan penataan bahu jalan sebagai Ruang Terbuka Non Hijau
(RTNH)
Segmen II
Pada segmen II area yang akan dibuat penataan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
dapat dilihat pada gambar 22. Arahan penataan untuk area bahu jalan yaitu dengan
membuat jalur transisi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 23.
Gambar 23. Arahan penataan bahu jalan sebagai Ruang Terbuka Non Hijau
(RTNH)
Segmen III
Pada segmen III area yang akan dibuat penataan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
dapat dilihat pada gambar 24. Arahan penataan untuk area depan gedung sekolah
yaitu dengan membuat jalur pedestrian dan jalur transisi. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 25. Sedangkan untuk arahan penataan deretan ruko baru dapat dilihat pada
gambar 26. Untuk memenuhi peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
12/PRT/M 2009, pembuatan Ruang Terbuka Non Hijau dibuat di area pinggir
sungai. Arahan penataan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada area pinggir
sungai dapat dilihat pada gambar 27. Perspektif suasana ruang terbuka non hijau
pada area pinggir sungai dapat dilihat pada gambar 28.
Gambar 24. Arahan Penataan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada segmen III.
Gambar 26. Arahan penataan bahu jalan sebagai Ruang Terbuka Non Hijau
(RTNH)
Gambar 27. Arahan penataan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada pinggir
sungai Sei Rampah
Gambar 27. Perspektif Arahan penataan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada
pinggir sungai Sei Rampah
KESIMPULAN
Berdasarkan hasiil survey di lapangan, Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) pada
Koridor Sei Rampah tidak memenuhi secara kualitas dan kuantitas. Ini dapat dilihat
dengan tidak adanya pedestrian yang nyaman dari sisi jalan , tidak adanya ruang
parkir yang cukup untuk memenhi kebutuhan parkir koridor dan tidak adanya ruang
aktivitas sosial untuk warga Koridor Sei Rampah. Hal ini dapat menyebabkan
turunkan aktivitas perdagangan pada koridor. Dengan adanya Arahan Penataaan
Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) diharapkan dapat menciptakan ruang terbuka
non hijau yang sesuai dengan peraturan dan dapat memberikan kenyamanan kepada
pengguan koridor sehingga dapat meningkatkan aktivitas sosial masyarakat
masyarakat, meningkatkan estetika kawasan dan meningkatkan nilai RTNH dengan
mengakomodasi aktivitas ekonomi (formal & informal)
DAFTAR PUSTAKA
[2]Carmona dkk., 2003. Public Space Urban Space : The Dimension of Urban
Design, London: Architectural Press London.
[7]Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Kota Sei Rampah 2006-2016,
[8]Trancik, Roger. 1986. Finding Lost space : Theories of Urban Design, New York
: Van Nostrand Reinhold Company.